makalah global

22
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan nasional dan globalisasi mendorong kita untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik simetris sehingga bisa mempertemukan dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu pendidikan Indonesia yang berimplikasi nasional dan global. Dampak globalisasi memaksa banyak negara meninjau kembali wawasan dan pemahaman mereka terhadap konsep bangsa, tidak saja karena faktor batas- batas territorial geografis, tetapi juga aspek ketahanan kultural serta pilar-pilar utama lainnya yang menopang eksistensi mereka sebagai nation state yang tidak memiliki imunitas absolut terhadap intrusi globalisasi. Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran dan intensifikasi dari hubungan ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus sekat- sekat geografis ruang dan waktu. Dengan demikian, globalisasi hampir melingkupi semua hal; ia berkaitan dengan ekonomi, politik, kemajuan teknologi, informasi, komunikasi, transportasi, dll. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi

Upload: septian-muna-barakati

Post on 31-Jul-2015

47 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah global

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan nasional dan globalisasi mendorong kita

untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik simetris sehingga bisa mempertemukan

dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu pendidikan Indonesia yang berimplikasi nasional

dan global. Dampak globalisasi memaksa banyak negara meninjau kembali wawasan dan

pemahaman mereka terhadap konsep bangsa, tidak saja karena faktor batas-batas territorial

geografis, tetapi juga aspek ketahanan kultural serta pilar-pilar utama lainnya yang menopang

eksistensi mereka sebagai nation state yang tidak memiliki imunitas absolut terhadap intrusi

globalisasi. Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran dan intensifikasi dari hubungan

ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus sekat-sekat geografis ruang dan waktu. Dengan

demikian, globalisasi hampir melingkupi semua hal; ia berkaitan dengan ekonomi, politik,

kemajuan teknologi, informasi, komunikasi, transportasi, dll.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya

arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di

indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem

pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan

billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa

Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari

sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka

program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan

pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan

diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan

diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau

tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar

tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.

`           Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi,

sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan

kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta

yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan

kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan

hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri

bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam

hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja

memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab

globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh

Page 2: Makalah global

untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah

air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan

kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang

terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang

semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas

atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan

ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di

sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik

sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial

dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam

dari sekarang.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah-masalah

yang akan dibahas dalam tulisan ini. Perumusan masalah tersebut :

1.      Bagaimana memahami globalisasi dan dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan?

2.      Siapkah dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi?

3.      Apa kondisi dan kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia?

4.      Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?

5.      Cara penyesuain pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat dipaparkan mengenai tujuan penulisan

makalah ini adalah :

1.      Bagi Penulis

            Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah

perspektif global. Selain itu, bagi diri kami pribadi makalah ini juga diharapkan bisa

digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa.

2.      Bagi Pembaca

            Makalah ini dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia

pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Para pembaca yang

dominan dari kaula mahasiswa bisa digunakan untuk langkah menuju ke pengetahuan yang

lebih luas, untuk memahami globalisasi dan dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan,

untuk mengetahui siapkah dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi, untuk

mengetahui kondisi dan kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia, sehingga

kedepannya tercipta sdm-sdm yang unggul.

3.      Bagi Masyarakat

            Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting globalisasi

sehingga dampak negatif yang berimbas bisa leih diperkecil. Dan juga diharapkan agar

realisasi kegiatan positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.

Page 3: Makalah global

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Globalisasi

Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal.

Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working

definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya

sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa

seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan

kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis,

ekonomi dan budaya masyarakat. Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah

bahwa proses globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus

identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar

atau kekuatan budaya global.

Anggapan atau jalan pikiran di atas tersebut tidak sepenuhnya benar. Kemajuan

teknologi komunikasi memang telah membuat batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tak

berguna. John Naisbitt (1988), dalam bukunya yang berjudul Global Paradox ini

memperlihatkan hal yang justru bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Naisbitt (1988)

mengemukakan pokok-pokok pikiran lain yang paradoks, yaitu semakin kita menjadi

universal, tindakan kita semakin kesukuan, dan berpikir lokal, bertindak global. Hal ini

dimaksudkan kita harus mengkonsentrasikan kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang hanya

dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai modal pengembangan ke dunia

Internasional.

Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh

negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga

terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam

bentuknya yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan

mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak

mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian

dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.

Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan

keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui

perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain

sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.

Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan

internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering

Page 4: Makalah global

menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau

batas-batas negara.

B. Globalisasi dan Pendidikan

Banyak orang yang mempertanyakan tentang kontradiksi antara pendidikan,

globalisasi dan keuntungan. Tak jarang banyak orang beragumentasi bahwa dunia pendidikan

adalah untuk anak-anak dan bukan untuk menjadi lahan meraih keuntungan. Pertanyaan yang

lebih ektrim adalah, apakah dalam situasi globalisasi masihkan dunia pendidikan tersedia dan

menguntungkan kelompok miskin. Kian mahalnya ongkos mengenyam bangku sekolah

membuat hanya segelintir anak-anak yang mampu mengenyamnya.

James Tooley, PhD mengatakan bahwa pilihan, kompetisi, dan kewiraswastaan yang

bergerak di pasar pendidikan di seluruh dunia telah menumbuhkan kerangka pendidikan yang

terbaik, bahkan bagi kaum miskin(2005). Ia memberikan contoh program pendidikan yang

dijalankan oleh Oxfam di Lahore, Pakistan, yang mampu menunjukkan bahwa anggapan

bahwa sekolah-sekolah swasta melayani kebutuhan sejumlah kecil orang kaya adalah suatu

asumsi yang keliru. Persaingan yang terjadi antar sekolah-sekolah swasta tersebut bukan

hanya ditataran biaya semata namun juga pada kurikulum sekolah. Sekolah-sekolah swasta

tersebut bahkan telah menjangkau wilayah-wilayah kumuh yang semula enggan didatangi

oleh sekolah pemerintah, seperti apa yang terjadi di India. Hanya saja, pemerintah acapkali

tidak mengakui keberadaan sekolah-sekolah swasta ini.

Dalam perkembangannya bahkan banyak orang tua murid yang lebih senang

menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta dari pada sekolah pemerintah, meskipun dengan

biaya gratis. Seperti yang acapkali ditemukan di India, banyak sekolah-sekolah negeri telah

kehilangan kualitas yang signifikan. Bukan saja fasilitas fisik sekolah yang menyedihkan

namun juga kualitas mengajar guru yang sangat memprihatinkan. Fenomena seperti ini dapat

dibayangkan, jika mengingat besaran subsidi dan kemampuan pemerintah untuk bertahan

memberikan subsidi pembangunan kepada sekolah-sekolah negeri.

Page 5: Makalah global

BAB III

PEMBAHASAN

I. Memahami Globalisasi dan Dampak Globalisasi terhadap Dunia Pendidikan

Tiap negara memiliki strategi dalam menghadapi globalisasi sehingga dampak

integrasi dan globalisasi beragam. Posisi sebuah negara bisa diketahui dalam indeks

globalisasi yang diukur dengan beberapa indikator, seperti konektivitas global, integrasi, dan

ketergantungan pada ruang ekonomi, sosial, dan ekologi.Ada lima kategori pengertian

globalisasi yang umum ditemukan dalam literatur.Kelima kategori definisi tersebut berkaitan

satu sama lain dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung

unsur yang khas.

1. Globalisasi sebagai internasionalisasi

    Dengan pemahaman ini, globalisasi dipandang sekedar ‘sebuah kata sifat (adjective) untuk

menggambarkan hubungan antar-batas dari berbagai negara.

2. Globalisasi sebagai liberalisasi

    Dalam pengertian ini, ‘globalisasi’ merujuk pada sebuah proses penghapusan hambatan-

hambatan yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antar negara untuk menciptakan

sebuah ekonomi dunia yang ‘terbuka’ dan ‘tanpa-batas.’

3. Globalisasi sebagai universalisasi

    Dalam konsep ini, kata ‘global’ digunakan dengan pemahaman bahwa proses ‘mendunia’

dan ‘globalisasi’ merupakan proses penyebaran berbagai obyek dan pengalaman kepada

semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik dari konsep ini adalah penyebaran

teknologi komputer, televisi, internet, dll.

4. Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi

    (lebih dalam bentuk yang Americanised) ‘Globalisasi’ dalam konteks ini dipahami sebagai

sebuah dinamika, di mana struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme,

industrialisme, birokratisme, dsb.) disebarkan ke seluruh penjuru dunia, yang dalam

prosesnya cenderung merusak budaya setempat yang telah mapan serta merampas hak self-

determination rakyat setempat.

5. Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial

    (atau sebagai persebaran supra-teritorialitas) ‘Globalisasi’ mendorong ‘rekonfigurasi

geografis, sehingga ruang-sosial tidak lagi semata dipetakan dengan kawasan teritorial, jarak

teritorial, dan batas-batas teritorial.’ A. Giddens (1990) mendefinisikan globalisasi sebagai

‘intensifikasi hubungan sosial global yang menghubungkan komunitas lokal sedemikian rupa

Page 6: Makalah global

sehingga peristiwa yang terjadi di kawasan yang jauh dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi

di suatu tempat yang jauh pula, dan sebaliknya.’

Dalam dunia pendidikan, globalisasi membawa banyak dampak dan efek. Dampak

globalisasi terhadap dunia pendidikan paling tidak terlihat dalam 3 perubahan mendasar

dalam dunia pendidikan.Pertama, dalam perspektif neo-liberalisme, globalisasi menjadikan

pendidikan sebagai komoditas dan komersil. Paradigma dalam dunia komersial adalah usaha

mencari pasar baru dan memperluas bentuk-bentuk usaha secara kontinyu.Tuntutan pasar ini

mendorong perubahan dalam dunia pendidikan. Perubahan tersebut bisa dalam bentuk

penyesuaian program studi, kurikulum, manajemen, dll. Komersialisasi pendidikan juga

memacu privatisasi lembaga-lembaga pendidikan.Kedua, globalisasi mempengaruhi kontrol

pendidikan oleh negara. Sepintas terlihat bahwa pemerintah masih mengontrol sistem

pendidikan di suatu negara dengan cara intervensi langsung berupa pembuatan kebijakan dan

payung legalitas. Tetapi tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global seperti IMF

dan World Bank yang membuat dunia politik dan pembuat kebijakan cenderung market-

driven.Ketiga, globalisasi mendorong delokalisasi dan perubahan teknologi dan orientasi

pendidikan. Pemanfaataan teknologi baru seperti komputer dan internet telah membawa

perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan yang tradisional. Disamping

membantu akselerasi arus pertukaran informasi, teknologi tersebut telah ikut mendorong

berjamurnya system pendidikan jarak-jauh. Di sini terlihat fenomena delokalisasi, di mana

orang-orang belajar dalam suasana yang sangat individual dan menghalanginya untuk

berinteraksi dengan tetangga atau orang-orang di sekitarnya.

Meskipun dipandang dari sudut yang berbeda, kita bisa membuat sebuah generalisasi

bahwa kata kunci dari globalisasi adalah: kompetisi. Kalau sudah menyangkut kompetisi,

maka kita mesti memperhatikan salah satu faktor penentu dalam kompetisi yaitu ketangguhan

sumber daya manusia (SDM) yang merupakan output dari pendidikan. Oleh karena itu,

relevansi antara pendidikan nasional dengan globalisasi tidak saja dalam aspek dampak tetapi

juga dalam segi tantangan. Artinya, globalisasi adalah sebagai sebuah proses yang tidak bisa

diputar mundur dan terus bergulir yang menantang dunia pendidikan kita.

II. Siapkah Dunia Pendidikan Indonesia Menghadapi Globalisasi?

Sebelum kita menjawab apakah dunia pendidikan kita siap menghadapi globalisasi,

kita perlu bertanya apakah Indonesia sudah siap menghadapi globalisasi. Dalam summit

APEC di Bogor tahun 1994, Indonesia dengan berani menerima jadwal AFTA 2003 dan

APEC 2010 dengan menyatakan: “Siap tidak siap, suka tidak suka, kita harus ikut globalisasi

karena sudah berada di dalamnya”.

Banyak pengamat menilai bahwa pada waktu itu Indonesia menyatakan ‘siap’

dalam globalisasi kurang didasarkan pada asumsi yang realistis. Dalam menilai kesiapan

dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi ada baiknya kita mengukur posisi

Page 7: Makalah global

Indonesia dengan indikator-indikator—terlepas dari metodologi yang dipakai oleh pembuat

survei—yang dianggap cukup relevan, yaitu: tingkat kompetisi Indonesia di dunia global

(global competitiveness), indeks persepsi korupsi (corruption perception index), dan indeks

pengembangan SDM (human development index).

Menurut indikator pertama, dalam tingkat kompetisi global tahun 2002, Indonesia

berada pada posisi ke-72 dari 115 negara yang disurvei. Indonesia berada di bawah India

yang menempati posisi ke-56, Vietnam pada posisi ke-60, dan Filipina pada posisi ke-66.

Meskipun konfigurasi yang dibuat oleh Global Economic Forum ini lebih merupakan

kuantifikasi dari aspek ekonomi dan bersifat relatif, tetapi secara umum prestasi tersebut juga

merefleksikan kualitas dunia pendidikan kita. Dari sudut persepsi publik terhadap korupsi

tahun 2002, hasil survei yang dilakukan oleh Transparency International dan Universitas

Göttingen menempatkan Indonesia pada urutan ke-122. Indonesia berada di bawah India

yang menempati posisi ke-83, Filipina pada posisi ke- 92, dan Vietnam pada posisi ke-100.

Mengingat sikap dan watak merupakan hasil pembinaan pendidikan, dunia pendidikan

kita bisa dianggap ‘liable’ terhadap perilaku korup. Implikasi indikator ini terhadap dunia

pendidikan kita secara umum ialah proses pendidikan kita belum mampu—secara signifikan

—menghasilkan lulusan yang bersih, jujur dan amanah. Sedangkan menurut indikator

pengembangan SDM tahun 2002, Indonesia menempati posisi ke-112 dari 174

III. Kondisi dan Kendala Kontemporer Dunia Pendidikan Indonesia

Berbicara masalah pendidikan di Indonesia adalah membahas hal yang sangat luas,

dinamis, fluktuatif dan relatif. Oleh karena itu, kita hanya bisa mengatakan bahwa pendidikan

di Indonesia ‘gagal’ secara kategoris. Sebenarnya pendidikan Indonesia telah banyak

menghasilkan tokoh-tokoh nasional dan output yang brilyan dan kompetitif dari masa ke

masa. Kalau digeneralisasi bahwa dunia pendidikan kita sudah gagal, maka Republik ini

sudah lama bubar. Salah satu contoh keberhasilan pendidikan kita misalnya adalah

menjamurnya sekolah-sekolah yang ‘berprestasi’ khususnya pada jenjang Sekolah Menengah

yang dalam periode 1996-1997 sering dikenal sebagai SMU (sekarang kembali ke istilah

Sekolah Menengah Atas atau SMA) ‘unggulan’ atau SMU ‘plus.’

Dari studi Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Depdiknas terhadap 12 SMU yang

dinilai berprestasi yang tersebar di beberapa propinsi di Indonesia, prestasi yang dicapai oleh

sekolah berprestasi ini cukup melegakan. Indikator pertama, NEM SMU berprestasi setiap

tahunnya berada pada peringkat 1, 2, atau 3 di tingkat propinsi lokasi sekolah bersangkutan.

NEM terentang dari 47,99 sampai 64,27. Sekitar 81,2% rata-rata NEM siswa SLTP (sekarang

kembali ke istilah Sekolah Menengah Pertama atau SMP) yang diterima di SMU berprestasi

adalah 6,5 keatas. Kedua, sebagian besar guru SMU berprestasi memiliki pendidikan S1,

hanya beberapa SMU yang memiliki beberapa guru jenjang S2, Sarjana Muda atau D3,

bahkan SMU. Ketiga, kebanyakan SMU berprestasi memiliki sarana dan prasarana yang baik,

Page 8: Makalah global

yakni tanah yang cukup luas, tempat parkir, lapangan olah raga, tempat bermain atau jenis

kegiatan lainnya, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru,

ruang TU, alat bantu pelajaran Fisika, Biologi, Matematika serta berbagai peralatan

elektronik seperti video, TV, tape-recorder, sound system dalam lab bahasa, perangkat

komputer sebagai media belajar. Keempat, seluruh guru SMU berprestasi menyusun satuan

pelajaran. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar meliputi: intra dan ekstra kurikuler. Guru

umumnya menyampaikan materi dengan metode yang bervariasi meliputi: ceramah, tanya-

jawab, diskusi, simulasi, resitasi, tugas membaca di perpustakaan, praktikum di laboratorium,

dan pemanfaatan media belajar lainnya.

IV. Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia

A.    Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik

            Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem

pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas

No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum)

pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,

profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi

pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis

semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian

sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan

teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama

melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama;

sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta

perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang

sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas

dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang

merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius.

Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi

landasan seluruh aspek.

B.     Mahalnya Biaya Pendidikan

            Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan

masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang

bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan

Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin

mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang

menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai

upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ

MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas

Page 9: Makalah global

modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan

disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan

dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.

            Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan

(RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas

memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu

pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya

kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.

            Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak

lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar

negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor

pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti

pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas,

10/5/2005).

            Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika,

10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah

melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab

penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi

untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan

mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu.

Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan

terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan

miskin.

           Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan sebagai berikut :

Mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi

bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-

bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi

perdagangan bebas (free trade). Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun

ajaran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan

justru tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi

kepentingan pribadi maupun golongan.

C.    Kualitas SDM yang Rendah

            Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas

kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat

jauh jika dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara

dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata

kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang

Page 10: Makalah global

mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga

kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi

di pasar Internasional.

V. Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi

Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi

globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global

tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki

potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks

regional. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang

kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan

tantangan. Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.

Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam

pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan

formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang

sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah

melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain

dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral.

Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini,

kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka

semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga

mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.

Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning

strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah

beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang

juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu,

tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang

lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.

Page 11: Makalah global

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Sejalan dengan pembahasan yang secara panjang lebar dipaparkan dalam bab II, maka

penulisan ini mempunyai simpulan sebagai berikut :

1.  Memahami globalisasi dengan melihat lima kategori pengertian globalisasi yang

umum ditemukan dalam literatur.Kelima kategori definisi tersebut berkaitan satu sama lain

dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur yang khas.

1). Globalisasi sebagai internasionalisasi

2). Globalisasi sebagai liberalisasi

3). Globalisasi sebagai universalisasi

4). Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi

5). Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas territorial

3. Kondisi dan kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia sudah gagal, maka

Republik ini sudah lama bubar. Salah satu contoh keberhasilan pendidikan kita misalnya

adalah menjamurnya sekolah-sekolah yang ‘berprestasi’ khususnya pada jenjang Sekolah

Menengah yang dalam periode 1996-1997 sering dikenal sebagai SMU (sekarang kembali ke

istilah Sekolah Menengah Atas atau SMA) ‘unggulan’ atau SMU ‘plus.’

4. Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran

pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang

berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Perubahan Corak Pendidikan, mulai

longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan

tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik

dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan.

5. Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan

sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait

menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia

pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan

menandai pendekatan kembali ke masa depan. Penyebab buruknya pendidikan di era

globalisasi di indonesia adalah Mahalnya Biaya Pendidikan, Kualitas SDM yang Rendah dan

fasilitas pendidikan ang kurang, itu yang mengakibatkan pendidikan tidak berjalan dengan

lancer.

6. Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan),

repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak

akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-

Page 12: Makalah global

tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk

mencapai itu

2. Saran

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga

negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Sebagus apa pun konsep perubahan kurikulum, tanpa diimbangi dengan optimalnya peran

stakeholder pendidikan, hal itu tidak akan banyak membawa dampak positif bagi kemajuan

peradaban bangsa. Sudah terlalu lama bangsa ini merindukan lahirnya generasi bangsa yang

“utuh dan paripurna”; berimtaq tinggi, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hanya potret

generasi semacam ini yang akan mampu membawa bangsa ini sanggup bersaing di tengah

kancah peradaban global yang demikian kompetitif secara arif, matang, dan dewasa. Nah,

akankah perubahan kurikulum di awal tahun ajaran ini mampu menjadi momentum

bangkitnya kemajuan dunia pendidikan di negeri kita.

Page 14: Makalah global

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah subuhanahuwata’ala atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP

PENDIDIKAN INDONESIA ” dapat diselesaikan dengan baik dan pada waktu yang

diharapkan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

mendukung terselesainya makalah ini khususnya bagi teman-teman kelompok III.

kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan baik

dari segi materi maupun penulisan. Kekurangan tersebut disebabkan berbagai keterbatasan

yang kami meliki terutama literature atau bahan yang kami miliki. Kritik dan saran dari

pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaaam makalah berikutnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan dan menambah pengetahuan serta

wawasan bagi para pembaca khususnya bagi para perawat yang akan terjun dalam pelayanan

kesehatan dan para mahasiswa keperawatan sebagai bekal di masa mendatang.

Raha, juni 2014