makalah ergo bab 2

41
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kerja Fisik dan Konsumsi Energi Kerja 1 Kerja fisik (physical work) adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik seringkali disebut sebagai “manual operation” dimana performance kerja sepenuhnya akan tergantung manusia baik yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja (control). Dalam hal kerja fisik ini, konsumsi energi (energi consumption) merupakan faktor utama dan tolak ukur yang dipakai sebagai penentu berat atau ringannya kerja fisik tersebut. Proses mekanisasi kerja dalam dalam berbagai kasus akan diaplikasikan sebagai jalan keluar untuk mengurangi beban kerja yang terlalu berat dan harus dipikul manusia. Dengan mekanisasi peran manusia sebagai sumber energi kerja akan digantikan oleh mesin. Hal ini akan memberikan kemampuan yang lebih besar lagi untuk penyelesaian aktivitas-aktivitas yang memerlukan energi fisik yang besar dan berlangsung dalam periode waktu yang lama. 2.1.1. Proses Metabolisme 1 Wignjosoebroto, Sritomo.2000. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja Hal 272-275

Upload: doni

Post on 11-Nov-2015

35 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

pembahasan

TRANSCRIPT

BAB IILANDASAN TEORI

2.1.Kerja Fisik dan Konsumsi Energi Kerja[footnoteRef:1] [1: Wignjosoebroto, Sritomo.2000. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja Hal 272-275]

Kerja fisik (physical work) adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik seringkali disebut sebagai manual operation dimana performance kerja sepenuhnya akan tergantung manusia baik yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja (control). Dalam hal kerja fisik ini, konsumsi energi (energi consumption) merupakan faktor utama dan tolak ukur yang dipakai sebagai penentu berat atau ringannya kerja fisik tersebut. Proses mekanisasi kerja dalam dalam berbagai kasus akan diaplikasikan sebagai jalan keluar untuk mengurangi beban kerja yang terlalu berat dan harus dipikul manusia. Dengan mekanisasi peran manusia sebagai sumber energi kerja akan digantikan oleh mesin. Hal ini akan memberikan kemampuan yang lebih besar lagi untuk penyelesaian aktivitas-aktivitas yang memerlukan energi fisik yang besar dan berlangsung dalam periode waktu yang lama.

2.1.1.Proses MetabolismeProses metabolisme yang terjadi dalam tubuh manusia merupakan phase yang penting sebagai penghasil energy yang diperlukan untuk kerja fisik. Proses metabolism ini bisa dianalogikan dengan proses pembakaran yang kita temui dalam mesin motor bakar (combustion engine). Lewat proses metabolism akan dihasilkan panas dan energi yang diperlukan untuk kerja fisik (mekanis) lewat sistem otot manusia. Di sini, zat-zat makanan akan bersenyawa dengan oksigen yang dihirup, terbakar dan menimbulkan panas serta energy mekanik. Dalam literatur ergonomi, besarnya energi yang dihasilkan/dikonsumsi akan dinyatakan dalam unit satuan kilo kalori atau kkal atau Kilo Joule (KJ), bilamana akan dinyatakan dalam satuan standar Internasional (SI), dimana: 1 kilocalorie(kkal)= 4,2 kilojoules (KJ)Nilai konversi di atas dapat berguna bilamana nilai konsumsi energi diberikan dalam unit satuan watt (1 watt = 1 joule / detik).Selanjutnya, dalam fisiologi kerja, energi yang dikonsumsikan seringkali bisa diukur secara langsung yaitu melalui konsumsi oksigen yang dihisap. Dalam hal ini konversi bisa dinyatakan sebagai berikut:1 liter O2 = 4,8 Kkal = 20 KJIstilah yang sering digunakan untuk mengkonversikan nilai 1 liter oksigen dengan energi yang dihasilkan oleh tubuh manusia adalah nilai klarifik dari Oksigen.Pengukuran detak/denyut jantung nadi akan sangat sensitif terhadap temperatur dan tekanan emosi manusia, dan diisi lain pengukuran melalui konsumsi oksigen pada dasarnya tidak akan banyak dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik individu manusia yang akan di ukur. Dalam aktivitas penelitian tentang pengukuran energi fisik untuk kerja maka kedua metode ini yang paling sering diaplikasikan. Untuk pengukuran denyut nadi/jantung, pengukuran dilaksanakan pada saat sebelum siklus kerja dimulai, kemudian pada saat setiap menit selama siklus kerja berlangsung dan tiga menit selama periode pemulihan (recovery). Sedangkan untuk pengukuran oksigen yang dikonsumsikan (liter/menit), maka pengukuran dilakukan terhadap volume oksigen yang dihirup permenit yang diambil lima menit terakhir setiap siklus berlangsung.Perlu diketahui konsumsi oksigen akan tetap diperlukan meskipun orang tidak melakukan aktivitas fisik kondisi seperti ini disebut sebagai basal metabolism dimana dalam kondisi seperti ini energi kimiawi dari makanan hampir seluruhnya akan di pakai untuk menjaga panas badan agar manusia bisa tetap hidup. Adanya kerja fisik akan menyebabkan penambahan energi. Kenaikan konsumsi energi dalam kerja fisik ini disebut kalori kerja sehingga nilai konsumsi energi untuk kerja atau metabolisme kerja dapat diformulasikan sebagai berikut :Konsumsi energi untuk kerja = metabolisme basal + nilai kalori kerjaBasal metabolisme sering juga disebut sebagai metabolisme dasar. Besar kecilnya akan ditentukan oleh berat badan, tinggi badan dan jenis kelamin. Sebagai acuan dasar metabolisme untuk:Metabolisme Basal Pria = 1,7 Kkal/menitMetabolisme Basal Wanita = 1,4 Kkal/menit

2.1.2.Standar untuk Energi kerjaDari hasil penelitian mengenai fisiologi kerja diperoleh kesimpulan bahwa 5,2 kkal/menit akan dipertimbangkan sebagai maksimum energi yang dikonsumsikan untuk melaksanakan kerja fisik berat atau kasar secara terus-menerus. Nilai 5,2 kkal/menit dapat pula dikonversikan dalam bentuk konsumsi oksigen :5,2 Kkal/menit = 5,2/4,8 = 1,08 liter oksigen/menitTenaga atau daya : 5,2 kkal/menit = 5,2 x 4,2 KJ/menit = 21,84 KJ/menitatau 21,48 x 1000/60 = 364 wattBilamana nilai metabolisme basal = 1,2 Kkal/menit, maka energi yang dikonsumsikan untuk kerja fisik berat adalah (5,2-1,2=4,0 Kkal/menit). Nilai kalori kerja 5,2 pada kondisi kerja standar ini akan menyebabkan jantung/nadi berdetak sekitar 120 detik/menit. Nilai-nilai ini kemudian akan dipakai sebagai tolok ukur yang akan menggambarkan kondisi kerja standar. Kepastian energi yang mampu dihasilkan oleh seseorang juga akan dipengaruhi oleh faktor usia. Disini kapasitas maksimum seorang pekerja adalah pada usia antara 2-30 tahun (100%).

2.1.3.Pengukuran Denyut Jantung[footnoteRef:2] [2: Nurmianto, Eko. 1998. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya.Hal 135-138.]

Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot terhadap sejumlah besar otot. Begitu juga untuk konsumsi energi dapat juga untuk menganalisa pembebanan otot statis dan dinamis. Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiiovasculair strain. Derajat beban kerja hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot. Beberapa hal yang berkaitan dengan pengukuran denyut jantung adalah sebagai berikut:1.Astrand dan Christensen meneliti pengeluaran energi dari tingkat denyut jantung dan menemukan adanya hubungan langsung antara keduanya. Tingkat pulsa dan denyut jantung permenit dapat digunakan untuk menghitung pengeluaran energi.2.Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan denyut jantung dan pernapasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan oleh lingkungan, atau tekanan akibat kerja keras, di mana ketiga faktor tersebut memberikan pengaruh yang sama besar. Pengukuran berdasarkan kriteria fisiologis ini bisa digunakan apabila faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dapat diabaikan atau situasi kegiatan dalam keadaan normal.Pengukuran denyut jantung dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :1.Merasakan denyut jantung yang ada pada arteri radial pada pergelangan tangan.2. Mendengarkan denyut jantung dengan stethoscope.3. Menggunakan ECG (Electrocardiograph), yaitu mengukur signal elektrik yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada. Salah satu yang dapat digunakan untuk menghitung denyut jantung adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan Electroardiograph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia dapat memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:

Selain metode denyut jantung tersebut, dapat juga dilakukan penghitungan denyut nadi dengan menggunakan metode 15 atau 30 detik. Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringanya beban kerja memiliki beberapa keuntungam. Selain mudah, cepat, dan murah juga tidak memerlukan peralatan yang mahal, tidak menggangu aktivitas pekerja yang dilakukan pengukuran. Kepekaan denyut nadi akan segera berubah dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika, maupun kimiawi. Denyut nadi untuk mengestimasi index beban kerja terdiri dari beberapa jenis, Muller (1962) memberikan definisi sebagai berikut :1.Denyut jantung pada saat istirahat (resting pulse) adalah rata-rata denyut jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.2.Denyut jantung selama bekerja (working pulse) adalah rata-rata denyut jantung pada saat seseorang bekerja.3.Denyut jantung untuk bekerja (work pulse) adalah selisish antara denyut jantung selama bekerja dan selama istirahat. 4.Denyut jantung selama istirahat total (recovery cost or recovery cost) adalah jumlah aljabar denyut jantung dan berhentinya denyut pada suatu pekerjaan selesai dikerjakannya sampai dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya.5.Denyut kerja total (total work pulse or cardiac cost) adalah jumlah denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan samapi dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya (resting level).Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di dalam peningkatan cardio output dari istirahat sampai kerja maksimum, peningkatan tersebut oleh Rodahl (1989) didefinikan sebagai heart rate reserve (HR reserve). HR reserve tersebut diekspresikan dalam presentase yang dihitung dengan menggunakan rumus :

2.1.4.Pengertian Kelelahan[footnoteRef:3] [3: Sutalaksana, Iftikar Z.2005. Teknik Perancangan Sistem Kerja.Hal 73-75.]

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat terdapat sistem aktivasi yang bersifat simpatis dan inhibisi yang bersifat parasimpatis. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan koondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot. Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangmya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Grandjean, 1993). Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata jam kerja melebihi 30% sampai 40% dari tenaga aerobic.Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen atau rangsangan sensorik ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan da kecapatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang.

2.1.4.1.Faktor Penyebab Terjadinya kelelahan Akibat KerjaGrandjean (1991) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara atau mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan. Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot dinamis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga kurang dari 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15% sampai 20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari. Astrand & Rodhal (1997) berpendapat bahwa kerja dapat dipertahankan beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang dikerahkan tidak melebihi 8% dari maksimum tenaga otot.Waters & Bhattacharya (1996) berpendapat bahwa kontraksi otot baik statis maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu ketahanan otot terlampaui. Waktu ketahanan otot tergantung pada jumlah tenaga ynag dikembangkan oleh otot sebagai suatu persentase tenaga maksimum yang dapat dicapai oleh otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi.Kemudian mereka merekomendasikan bahwa penggunaan energi tidak melebihi 50% dari tenaga aerobik maksimum untuk kerja 1 jam, 40% untuk kerja 2 jam, dan 33% untuk kerja 8 jam terus menerus. Nilai tersebut didesain untuk mencegah kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan risiko cedera otot skeletal pada tenaga kerja.

2.1.4.2.Langkah-langkah Mengatasi KelelahanKelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat komleks dan saling mengkaitkan antara faktor yang satu dengan yang lainnya. Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka kuta harus dapat mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Berikut akan diuraikan secara skematis antara faktor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan risiko yang lebih parah.PENYEBAB KELELAHANCARA MENGATASI

1. Aktivitas kerja fisik2. Aktivitas kerja mental3. Stasiun kerja tidak ergonomis4. Sikap paksa5. Kerja statis6. Kerja bersifat monotomi7. Lingkungan kerja ekstrim8. Psikologis9. Kebutuhan kalori kurang10. Waktu kerja istirahat tidak tepat1. Sesuai kapasitas kerja fisik2. Sesuai kapasitas kerja mental3. Redesain stasiun kerja ergonomis4. Sikap kerja alamiah5. Kerja lebih dinamis6. Kerja lebih bervariasi7. Redesain lingkungan kerja8. Reorganisasi kerja9. Kebutuhan kalori seimbang10. Istirahat setiap 2 jam kerja

RESIKOMANAJEMEN PENGENDALIAN

1. Motivasi kerja turun2. Performasi rendah3. Kualitas kerja rendah4. Banyak terjadi kesalahan5. Stres akibat kerja6. Cidera7. Terjadi kelelahan akibat kerja1. Tindakan preventif melalui pendekatan inovatif partisiparotis2. Tindakan kuratif3. Tindakan rehabilitatif4. Jaminan masa tua

Gambar 2.1. Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan2.1.4.3.Pengukuran KelelahanSampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator-indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut:1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukanPada metode ini, kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial, dan prilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan casual factor.2. Uji psikomotor (Psychomotor test)a. Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi monitor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam hal uji waktureaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal saraf dan otot.b. Sanders dan McCormick mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu terpendek biasanya berkisar antara 150 sampai dengan 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur subjek, dan perbedaan-perbedaan individu lainnya.c. Setyawati melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya.d. Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembangkan di Indonesia menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.4. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjective feeling of fatigue)a. Subjective Self Rating Test dan Industrial fatigue Research (IFRC) Jepang , merupakan salah satu kuisioner yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:1. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan yang berisi tentang perasaan berat dikepala, lelah diseluruh tubuh, berat dikaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil, dan ingin berbaring.2. 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi yang berisi tentang susah berpikir, lelah untuk berbicara, gugup, mudah lupa, sulit memusatkan perhatian, mudah cemas, kepercayaan diri berkurang, sulit mengontrol sikap, dan tidak tekun dalam pekerjaan3. 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik yang berisi tentang sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota badan, dan kurang sehat.b. Sinclair menjelaskan beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran subjektif. Metode tersebut antara; ranking methods, rating methods, questionnaire methods, interviews, dan checklist.5. Uji mentalPada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konstansi. Hasil test akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.

2.1.5.Faktor yang Mempengaruhi Beban KerjaMenurut Rodahl (1989), Adiputro (2000) dan Manuaba (2000) bahwa secara umum sehubungan dengan beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, baik faktor eksternal dan internal. 1. Beban kerja karena faktor eksternal Faktor eksternal adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja, yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga faktor tersebut disebut stressor.a.Tugas-tugas (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, kondisi atau medan, sikap kerja, dan lain-lain. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, atau tingkat kesulitan pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung pekerja, dan lain-lain. b. Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, pelimpahan dan wewenang kerja, dan lain-lain.c. Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah :1. Lingkungan kerja fisik seperti: mikroklimat, intensitas kebisingan, intensitas cahaya, vibrasi mekanis, dan tekanan udara 2. Lingkungan kerja kimiawi seperti debu, gas-gas pencemar udara, dan lain-lain.3. Lingkungan kerja biologis, seperti bakteri, virus, parasit, dan lain-lain. 4. Lingkungan kerja fisiologis seperti penempatan dan pemilihan karyawan, hubungan sesama pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan lingkungan sosial, dan lain-lain. 2. Beban kerja karena faktor internal Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut disebut strain, besar kecilnya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis, secara subjektif dapat melalui perubahan fisiologis dan perubahan perilaku. Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dan lain-lain).

2.1.6.Penilaian Beban Kerja FisikMenurut Astrand dan Rodahl (1977) dan Rodahl (1989) bahwa penilaian beban fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu penelitian secara langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur oksigen yang dikeluarkan (energi expenditure) melalui asupan energi selama bekerja. Semakin berat kerja semakin banyak energi yang dikeluarkan. Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya mengukur secara singkat dan peralatan yang diperlukan sangat mahal. Lebih lanjut Christensen (1991) dan Grandjean (1993) menjelaskan bahwa salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi energi, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung, dan suhu tubuh mempunyai hubungan yang linear dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan. Kemudian Konz (1996) mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan konsodilatasi. Kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme respirasi, suhu tubuh, dan denyut jantung menurut Christensen, dapat dilihat pada Tabel 2.1.Tabel 2.1. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme Respirasi, Suhu Tubuh, dan Denyut JantungKategori Beban KerjaKonsumsi OksigenVentilasi ParuSuhuRectalDenyut Jantung

Ringan0,5-111-2037,575-100 x/menit

Sedang1-1,520-3137,5-38100-125 x/menit

Berat1,5-231-4338-38,5125-150 x/menit

Sangat Berat2-2,543-5638,5-39150-175 x/menit

Berat Sekali2,5-4,060-100>39>175 x/menit

Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas kerjanya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Di mana semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. Kerja fisik dikelompokkan oleh David dan Miller :a. Kerja total seluruh tubuh, yang mempergunakan sebagian besar otot biasanya melibatkan dua pertiga atau tiga perempat oleh otot tubuh. b. Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energi expenditure karena otot yang dipergunakan lebih sedikit.c. Kerja otot statis, yaitu otot yang dipergunakan untuk menghasilkan gaya, tetapi tanpa kerja mekanik membutuhkan kontraksi sebagian otot.Namun, sampai saat ini metode pengukuran fisik dilakukan dengan menggunakan standar : 1. Konsep HorsePower (Foot-Pounds of Work Per Minute) oleh Taylor, tapi tidak memuaskan. 2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.3. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen (dengan metode terbaru).

2.1.6.1.Penilaian Beban Kerja Secara LansungPenilaian beban kerja fisik secara langsung dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :1. Metode Heart Rate reserve (HR reserve)Untuk melakukan penilaian beban kerja fisik dengan menggunakan metode ini, dapat ditentukan klasifikasi beban kerjanya berdasarkan peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut oleh Rodhal (1989) didefenisikan sebagai heart rate reserve (HR reserve). HR reserve tersebut diekspresikan dalam persentase yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

2. Metode Cardiovasculair Load (CVL)Menurut Manuaba & Vanwonterghem (1996), untuk melakukan penilaian beban kerja fisik dengan menggunakan metode ini, dapat ditentukan klasifikasi beban kerjanya berdasarkan peningkatan denyut nadi verja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = %CVL) yang dihitung dengan humus sebagai berikut:

Dimana denyut nadi maksimum adalah (220 umur) untuk laki-laki dan (200 umur) untuk wanita.Dari hasil penghitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut :< 30%= Tidak terjadi kelelahan30 s.d. < 60%= Diperlukan perbaikan60 s.d. < 80%= Kerja dalam waktu singkat80 s.d. < 100%= Diperlukan tindakan segera> 100%= Tidak diperbolehkan beraktivitas2.1.6.2.Penilaian Beban Kerja Secara Tidak LansungPenilaian beban kerja fisik secara tidak langsung dapat dilakukan dengan cara metode Brouha. Kilbon (1992) mengusulkan denyut nadi pemulihan atau dikenal dengan metode Brouha. Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali tidak mengganggu atau menghentikan pekerjaan, karena pengukuran dilakukan tepat estela subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, kedua, dan ketiga. P1, P2, dan P3 adalah rata-rata dari ketiga tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut :1. Jika P1P3 > 10 atau P1, P2, dan P3 seluruhnya < 90, maka nadi pemulihan normal.2. Jika rata-rata P1 yang tercatat 110, dan P1P3 > 10,maka beban kerja tidak berlebihan.3. Jika P1P3 < 10, dan jika P3 > 90, perlu ada perbaikan. Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut nadi pada ketergantungan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran (individual fitness) dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan tidak segera tercapai, maka diperlukan redesign pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesign tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun variabel keseluruhan dari variabel bebas (tasks, organisasi kerja, dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban kerja tambahan.

2.1.7.Penentuan Waktu Kerja dan Waktu IstirahatKelelahan tubuh yang merupakan akibat dari perpanjangan kerja adalah konsekuensi kehabisan energi tubuh, dimana beban kerja yang diterima lebih besar dari konsumsi enegi yang ada pada tubuh. Kelelahan dapat mengakibatkan operator kehilangan konsentrasi saat bekerja, produktivitas rendah, sehingga sering melakukan kesalahan saat bekerja yang dapat merugikan perusahaan. Oleh karena itu hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kelelahan adalah dengan memberikan waktu istirahat yang cukup untuk proses pemulihan pemulihan kondisi fisik yang lelah, dan melakukan pengaturan waktu kerja. Beberapa penelitian telah berhasil membuktikan bahwa pengaturan waktu kerja yang diselingi dengan beberapa kali waktu istirahat di samping juga perubahan lamanya periode waktu kerja bisa memberikan dampak perubahan terhadap efisiensi operator. Pengaturan waktu kerja-waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis pekerjaan, dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti lingkungan kerja panas, dingin, bising, berdebu, dan lain-lain. Namun demikian secara umum, di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat (untuk kehidupan keluarga dan sosial kemasyarakatan).Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan, kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dari sudut pandang fisiologi, kerja lembut sangat merugikan kesehatan. Dalam putaran 24 jam sehari terdapat 3 siklus keseimbangan tubuh yaitu 8 jam kerja, 8 jam interaksi sosial, dan 8 jam istirahat.Dalam hal lamanya waktu kerja melebihi ketentuan yang telah ditetapkan (8 jam per hari atau 40 jam seminggu), maka perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas rtoleransi. Pemberian waktu istirahat tersebut secara umum dimaksudkan untuk: 1. Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan kemampuan fisik dan mental serta kehilangan efisiensi kerja.2. Memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran.3. Memberi kesempatan waktu untuk melakukan kontak sosial.Kaitannya dengan masalah waktu istirahat, berdasarkan pengalaman dan pengamatan di lapangan, ternyata terdapat empat jenis istirahat yang dilakukan oleh para pekerja selama jam kerja berlangsung, yaitu istirahat secara spontan, istirahat curian, istirahat oleh karena adanya hubungan dengan proses kerja dan istirahat yang merupakan ketetapan resmi. Untuk menghitung lamanya waktu kerja marilah kita mengikuti rumus berikut ini: Tw = 25/E - 5Keterangan :E = konsumsi energi selama bekerja (kkal/menit)( E 5,0) = habisnya cadangan energi (kkal/menit)Tw = waktu kerja (menit)Sedangkan untuk menghitung lamanya waktu istirahat kita dapat menggunakan rumus berikut ini: RT = 0 ; untuk k < 3RT = {(k/S 1) x 100 +(k S)/ (k BM )}/2 ; untuk S k 2SRT = T (k S) / k BM ) x 1,11 ; untuk k 2SKeterangan :K = Et - Ei (kkal/menit)Et ( konsumsi energi saat bekerja)Ei ( konsumsi energi saat istirahat)RT = Waktu Istirahat (menit)S = Pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan (kkal/menit)BM = Basal MetabolismBM F = 1,4BM M= 1,7

2.2.Mengetahui Kelelahan dengan Penemuan Baru dalam Manajemen Kesehatan[footnoteRef:4] [4: Theron, W.J. 2011. Fatigue knowledgea new lever in safety management. Johannesburg: The Journal of The Southern African Institute of Mining and Metallurgy]

2.2.1. PendahuluanKelelahan adalah perasaan lelah, letih, atau kekurangan energi yang tidak hilang ketika manusia beristirahat. Manusia mungkin merasa lelah pada tubuh (kelelahan fisik) atau pikiran (psikologis kelelahan). Otot-otot tidak bisa melakukan hal-hal dengan mudah seperti biasanya pada kelelahan fisik. Sulit berkonsentrasi secara berkesinambungan adalah akibat dari kelelahan psikologis. Kasus yang parah, manusia mungkin tidak merasa enak badan ketika bangun tidur di pagi hari dan melakukan kegiatan sehari-hari pada biasanya. Persoalan tersebut dapat ditanyakan apa yang menyebabkan timbulnya kelelahan berkepanjangan.Kebanyakan, kelelahan dapat ditelusuri dengan ke salah satu atau lebih dari kebiasaan atau rutinitas manusia. Pada dasarnya kelelahan terjadi akibat latihan fisik yang berlebihan, kebiasaan makanan tidak sehat, emosi berlebihan, kebosanan, dan kurang tidur. Beberapa kasus kelelahan adalah gejala dari kondisi medis yang membutuhkan perawatan medis. Ketika kelelahan tidak diatasi dengan tidur yang cukup, nutrisi yang baik, tingkat stres rendah, sebaiknya dievaluasi oleh ahli medis.Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan pengenalan tentang konsep kelelahan beserta penyebabnya di dalam industri pertambangan. Kelelahan merupakan salah satu peran utama yang dapaat menimbulkan penyebab kematian di sektor industri pertambangan. Dengan mengetahui dasar dasar bersamaan dengan dinamikanya, kita bisa berkonstribusi secara positif terhadap sistem manajemen dalam pertambangan. Perbedaan antara kelelahan fisik dan psikologis akan ditangani dengan berbagai kemungkinan penyebab yang dapat memicu kelelahan tersebut. Ada dua sumber utama kelelahan, yang pertama adalah kelelahan yang berhubungan dengan tempat kerja dan yang kedua tidak terkait dengan tempat kerja.

2.2.2. Material dan MetodeKelelahan dapat mempengaruhi kesehatan seseorang dan meningkatkan perubahan memiliki kecelakaan di tempat kerja. Efek jangka panjang dari kelelahan pada kesehatan yang berhubungan dengan shift kerja dan kurang tidur kronis dapat meliputi: penyakit jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, gangguan astrointestinal dan depresi. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kelelahan juga mengganggu ritme sirkadian individu. Gangguan dalam ritme sirkadian juga dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap efektivitas obat tertentu yang digunakan untuk asma dan diabetes. Kualitas tidur kita berkurang seiring bertambahnya usia. Kurang tidur dapat memperburuk depresi dan juga mempengaruhi orang-orang dengan epilepsi, meningkatkan risiko mereka mengalami kejang.Kelelahan adalah jumlah total kelelahan berhubungan dengan pekerjaan-waktu pengaturan, pekerjaan dan faktor lingkungan, dan faktor pribadi seperti yang digambarkan dalam persamaan di bawah ini:FT = FSS + FEW + FPFdi mana: FT = Total kelelahanFSS = Kelelahan disebabkan oleh jadwal sistem shift atau tugas (pengaturan kerja, gangguan ritme sirkadian , kurang tidur) FEW = Kelelahan disebabkan oleh faktor ergonomis, lingkungan dan pekerjaan (persyaratan tugas, beban kerja fisik, desain workstation, faktor fisik)FPF = Kelelahan disebabkan oleh faktor pribadi seperti tidak cukup atau kurang tidur, status kesehatan, status gizi, gaya hidup pribadi, sosial dan perintah domestik.Persamaan ini tidak diklaim sebagai representasi lengkap dari semua faktor yang berkontribusi terhadap kelelahan, tetapi mengarah ke kebutuhan untuk pendekatan yang luas dan menyeluruh untuk mengelola masalah ini.Dampak dari penerapan prosedur manajemen kelelahan memiliki potensi untuk menghilangkan kepenatan karyawan atau penyebabnya, mengurangi kemungkinan kelelahan yang terjadi di tempat kerja, dan melawan efek kelelahan ketika itu terjadi. Faktor-faktor yang dipertimbangkan ketika menerapkan sistem manajemen kelelahan meliputi perpanjangan jam kerja, shift kerja, waktu kerja per hari dan desain pekerjaan. Manajemen kelelahan relevan dengan pekerja, pengusaha, wiraswasta dan kontraktor.Kelelahan secara signifikan dapat mempengaruhi kapasitas seseorang untuk beraktifitas. Efek samping dari kelelahan mencakup kinerja dan produktivitas menurun, dan peningkatan potensi insiden atau cedera terjadi. Manajemen kelelahan merupakan tanggung jawab bersama antara atasan dan karyawan karena melibatkan faktor-faktor yang terjadi baik di dalam maupun di luar tempat kerja. Jika seseorang mengalami kelelahan, penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kelelahan, membahas masalah dengan atasan, membuat perubahan yang diperlukan (termasuk pola tidur, beban kerja, daftar dan perilaku gaya hidup), dan mencari bantuan profesional jika diperlukan.Kelelahan menyebabkan penilaian buruk, kinerja yang buruk pada terampil tugas dan waktu reaksi lebih lambat. Kelelahan menghentikan seseorang dari menghargai betapa seriusnya situasi yang telah terjadi. Ini lebih sulit untuk melakukan tugas-tugas yang kompleks ketika lelah. Pengambilan keputusan yang buruk sebagai hasil dari kelelahan menyebabkan insiden atau cedera. Penelitian telah menunjukkan bahwa risiko insiden atau cedera hubungan kerja dan penyakit meningkat pada orang bekerja lebih dari 60 jam seminggu, atau bekerja 12 jam atau lebih dalam sehari. Dibandingkan dengan beralih 8 jam, insiden atau tarif cedera dua kali lipat setelah 12 jam di tempat kerja. Peningkatan 17% insiden atau tarif cedera terjadi setelah hari keempat kerja. Ada juga 30% lebih insiden atau luka pada jam malam keempat dibandingkan dengan yang pertama, kecuali langkah-langkah lainnya seperti sering berhenti untuk istirahat, diletakkan pada tempatnya.Manajemen kelelahan adalah tanggung jawab bersama yang harusnya dikendalikan oleh individu dan manajemen pada tempat kerja. Kelelahan pada hubungan kerja perlu diatur oleh atasan dalam mengontrol penanggungjawab bisnis atau manajemen. Ini dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan manajemen risiko. Kelelahan yang bukan berasal dari hubungan kerja dapat diatasi dengan baik oleh individu.Sebagai seorang atasan kita memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat kita dan bagaimana kita berbagi pengetahuan. Sebaiknya manajemen kelelahan dan kepekaan kita mengelola dengan benar tidak membentuk sebagian besar tanggung jawab kita sejauh mana dapat memanifestasikan diri sebagai alat pada begitu banyak tingkatan termasuk keselamatan.

Tabel 2.2. Sumber KelelahanKelelahan Hubungan KerjaKelelahan Bukan Hubungan Kerja

Jam kerja diperpanjangWaktu pulang pergi kerja

Shift kerjaKewajiban keluarga dan sosial

Waktu yang tidak memadai antara shift untuk tidurKegiatan komunitas

Waktu kerja dalam sehariMasalah emosional

Desain kerjaUmur

Pekerjaan keduaTingkat kesehatan dan kebugaran

2.2.3. HasilBeberapa perubahan gaya hidup sederhana memungkinkan orang memiliki kekuatan untuk menempatkan vitalitas kembali atau hidupnya. Pertimbangkan cara yang berbeda untuk meningkatkan tingkat energi. Pola makan sangat penting jika seseorang ingin lebih banyak energi dalam atau kehidupan sehari-hari nya. Manusia dirancang untuk bekerja pada siang hari dan tidur di malam hari. Lebih banyak cahaya dan biasanya lebih banyak suara pada siang hari daripada pada malam hari-sehingga kualitas tidur cenderung lebih buruk selama siang hari daripada di malam hari. Ide yang baik untuk melakukan beberapa perencanaan ke depan untuk memastikan kondisi tidur adalah sangat menguntungkan. Penyebab umum kelelahan adalah tidak cukup tidur, atau kualitas tidur yang buruk.Mengingat irama sirkadian (jam biologis tubuh), harus mempertimbangkan pekerja tambang di Afrika Selatan, terutama karyawan yang tinggal di daerah pemukiman, menghadapi musim panas yang panas dan musim dingin, tanpa kebutuhan dasar seperti air keran (hangat atau dingin), sanitasi atau listrik. Akomodasi (kebanyakan tunggal atau double room) biasanya dibagi dengan berbagai anggota keluarga dan anak-anak. Gizi karyawan akan didasarkan pada dasar perlu untuk bertahan hidup.Karyawan biasanya memulai harinya pukul 3 pagi untuk mengejar transportasi publik pertama untuk bekerja. Mungkin ada berbagai titik peralihan antara berbagai jenis standar rute sebelum benar-benar mendapatkan jam yang tepat untuk bekerja. Karyawan akan berada di tempat kerja pada sekitar pukul 6 pagi, Pada akhir shift, karyawan harus menunggu untuk angkutan umum yang tersedia untuk kembali ke rumah. Karyawan bisa tiba di rumah pukul 5 sore. Seharian kerja normal dari pergi bekerja hingga tiba kembali ke rumah bisa menjadi 15 jam. Karyawan perempuan kemungkinan masih harus melakukan tugas rumah tangga.Tabel 2.3. Resiko dan Pengendalian pada AtasanFaktor yang Perlu DipertimbangkanUpaya Pengendalian

Jam kerja diperpanjangPastikan waktu yang cukup bagi pekerja yang sedang cuti tahunan atau sakit. Jika lembur diperlukan rencana untuk itu sehingga pekerja dapat menjadwalkan kegiatan mereka di sekitarnya. Perhatikan paparan standar didasarkan 8-jam sehari . Mencari nasihat ahli tentang kebisingan dan zat kimia di tempat kerja jika Anda memiliki shift lagi.

Shift kerja 8 jamPanjang batasan lembur 4 jam

Perubahan kerja 10 jamPanjang batas lembur 4 jam

Panjang shift kerja 12 jamJangan biarkan lembur

Bekerja pada pekerjaan keduaMemiliki kebijakan tentang kedua pekerjaan dan pastikan bahwa pekerja memahami kewajiban untuk mendapatkan tidur yang cukup

Shift kerjaPastikan daftar tersebut menyediakan untuk terus menerus 7 sampai 8 jam tidur di setiap 24 jam, dan setidaknya 50 jam tidur untuk setiap tujuh hari

Tabel 2.4. Resiko dan Pengendalian pada Atasan (Lanjutan)Faktor yang Perlu DipertimbangkanUpaya Pengendalian

Shift kerjaJika pada sistem bergilir tiga shift, rotasi ke depan (hari, sore shift malam) ditoleransi dengan lebih baik

Tidur yang tidak cukup selama sehari untuk pekerja shift malam menyebabkan tidur yang akut pada beberapa malam pertamaBatasi jumlah berturut-turut malam bergeser ke empat

Kurang tidur Kumulatif (misalnya kurang dari 7 sampai 8 jam tidur antara setiap shift kerja selama beberapa shift)Pastikan ada minimal 12 jam antara shift berturut-turut

Orang-orang yang memiliki kurang dari 5 jam tidur memiliki peningkatan risiko kecelakaan mobil saat berkendaraPastikan daftar yang memungkinkan untuk setidaknya 2 malam penuh tidur setelah shift malam terakhir

Risiko meningkat kecelakaan sebesar 30% oleh shift malam keempatPertimbangkan apakah shift malam 12 jam benar-benar diperlukan

Risiko meningkat sebesar 27,5% Kecelakaan pada 12 jam shift, dibandingkan dengan 8 jam bertugas 10 menit durasi Gunakan upaya pengendalian tambahan, seperti dua istirahat per jam minimal

Memiliki ruang bagi pekerja untuk tidur sebelum pulang ke rumah

Waktu dalam sehariMinimalkan pagi dimulai sebelum 06:00

Mulailah lebih awal sebelum 06:00 akan memberikan pekerja lebih sedikit waktu untuk mendapatkan tidur yang cukup karena sangat sulit untuk pergi tidur pada sore hari, (jam 18.00 21.00), sebagai jam tubuh internal kita ditetapkan untuk kewaspadaanHindari mulai lebih dari 5 kali berturut-turut pagi

Sediakan transportasi

Desain kerjaMinimalkan keselamatan tugas-tugas penting di dari titik terendah.

Tabel 2.5. Resiko dan Pengendalian pada Karyawan Faktor yang Perlu DipertimbangkanUpaya Pengendalian

Pemulihan atau persiapan pekerjaanMemiliki tidur siang sebelum shift malam pertama

Faktor personal yang mempengaruhi tidurMinum alkohol dalam jumlah sedang karena dapat mengganggu tidur Anda

Hindari kafein setelah tengah malam ketika pada shift malam

Kondisi medis yang mempengaruhi tidurCarilah saran medis

Lingkungan tidur yang burukPasang tirai tebal yang mencegah cahaya

Mengurangi volume telepon dan televisi menyimpannya di ruangan lain, bukan kamar tidur

Melindungi rumah Anda dan / atau memiliki AC untuk meredam kebisingan latar belakang

Biarkan tetangga dan teman-teman tahu apakah Anda seorang pekerja perubahan dan ketika Anda perlu untuk tidur sehingga mereka tidak memotong rumput atau kunjungi pada saat-saat

Kesehatan tidur yang buruk - menonton televisi di tempat tidur, minum kopi atau alkohol atau makan makanan berat sebelum tidurMasuk ke rutinitas untuk pergi tidur (misalnya mandi hangat atau santai mandi sebelum tidur, mendengarkan musik yang menenangkan)

Kualitas tidur yang lebih buruk, lebih terfragmentasi dan kurang mendalam pada orang di atas 45 tahun Hindari makanan berat, alkohol dan teh atau kopi sebelum tidur

Pertimbangkan bergerak keluar dari kerja shift jika Anda menemukanorang yang beraktivitas lebih pagi dan tidak bisa mendapatkan cukup tidur ketika pada shift malam

Kehidupan sosial yang sibuk Rencanakan kegiatan sosial Anda dan pastikan anda mendapatkan cukup tidur sebelum mulai bekerja

Tabel 2.6. Resiko dan Pengendalian pada Karyawan (Lanjutan)Faktor yang Perlu DipertimbangkanUpaya Pengendalian

Pekerjaan keduaIkuti prosedur atasan anda tentang sikap keterbukaan

Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup terkait kedua pekerjaan

2.2.4. KesimpulanSetiap atasan memiliki keinginan untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman untuk semua karyawan, dimana risiko secara tepat dikelola. Melindungi kesehatan dan keselamatan karyawan, memerangi kelelahan, meningkatkan produktivitas dan mencegah kecelakaan, cedera atau kerusakan pada karyawan dan peralatan, itu diperlukan untuk mengembangkan rencana manajemen untuk memastikan bahwa risiko yang terkait dengan kelelahan operator telah diantisipasi dengan tepat. Kelelahan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bekerja dengan aman. Ini harus diidentifikasi, dinilai dan dikendalikan seperti lainnya bahaya di tempat kerja.Risiko kelelahan berkurang ketika jadwal kerja menyediakan cukup baik kualitas tidur. Tidur yang paling menguntungkan adalah tidur malam yang baik minimal enam jam, diambil dalam jangka waktu kontinu tunggal. Efek restoratif yang kurang jika tidur dibagi antara siang dan malam. Pekerja shift malam enam kali lebih mungkin untuk memiliki insiden atau kecelakaan dibandingkan pekerja shift siang hari. Risiko insiden atau kecelakaan meningkat dengan jumlah malam bekerja, dengan peningkatan 45% oleh malam keempat dan 90% oleh malam ketujuh. Orang-orang yang bekerja di malam hari mengalami kesulitan dengan penyesuaian jam tubuh. Kebijakan dan prosedur yang relevan telah dikembangkan dalam konsultasi dengan karyawan dan perwakilan keselamatan dan kesehatan, inibisa digunakan untuk rencana pengelolaan kelelahan. Saat memenuhi persyaratan untuk memiliki rencana manajemen kelelahan, itu tidak diperlukan. Rencana tersebut dapat mengidentifikasi dan kebijakan prosedur yang ada.