makalah ger 2

45
MODUL GERONTOLOGI MEDIK “SEORANG ANAK PASIEN YANG IBUNYA TERBARING DI TEMPAT TIDUR” KELOMPOK X 030.09.154 Michelle Jansye 030.09.155 Mochammad Rifky Maulana 030.09.156 Mochammad Fachri Ibrahim 030.09.191 Rangga Satrio Prawiro 030.09.193 Ratiya Primanita 030.09.194 Raufina Yunica 030.09.231 Shane Sakinah 030.09.232 Shendy Noor Pratiwi 030.09.233 Sherley Meiske Pakasi 030.09.267 Widya Rahayu Arini Putri 030.09.268 Winda Indriati 030.09.269 Winda Setyowulan 030. 09. 282 Yuti Purnamasari Jakarta 1

Upload: laura-estelia

Post on 02-Jan-2016

116 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah ger

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Ger 2

MODUL GERONTOLOGI MEDIK

“SEORANG ANAK PASIEN YANG IBUNYA TERBARING DI TEMPAT TIDUR”

KELOMPOK X

030.09.154 Michelle Jansye

030.09.155 Mochammad Rifky Maulana

030.09.156 Mochammad Fachri Ibrahim

030.09.191 Rangga Satrio Prawiro

030.09.193 Ratiya Primanita

030.09.194 Raufina Yunica

030.09.231 Shane Sakinah

030.09.232 Shendy Noor Pratiwi

030.09.233 Sherley Meiske Pakasi

030.09.267 Widya Rahayu Arini Putri

030.09.268 Winda Indriati

030.09.269 Winda Setyowulan

030. 09. 282 Yuti Purnamasari

Jakarta

05 Juni 2012

BAB I

1

Page 2: Makalah Ger 2

PENDAHULUAN

Sindrom dekondisi adalah suatu kumpulan gejala yang merupakan akibat dari

penurunan kemampuan dari fungsi-fungsi tubuh disebabkan oleh imobilisasi. Imobilisasi

didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak atau tirah baring selama tiga hari atau lebih,

dengan gerak anatomik menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis.

Imobilisasi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup besar di bidang

geriatri yang timbul sebagai akibat penyakit atau masalah psikososial yang diderita. Di ruang

rawat inap geriatri RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2000 didapatkan

prevalensi imobilisasi sebesar 33,6% dan pada tahun 2001 sebesar 31,5%.

Imobilisasi yang lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada

orang – orang lanjut usia, pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama. Dampak yang

terutama muncul ialah dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam kurun waktu 2 minggu,

perawatan emboli paru berkisar0,9%,dimana tiap 200.000 orang meninggal per tahunnya.

Dampak imobilisasi lama ataupun tirah baring lama bisa berdampak buruk terhadap

sistem organ didalam tubuh, seperti sistem kardiorespirasi, sistem muskuloskeletal,

sistem integumen, sistem susunan saraf, sistem gastrointestinal, maupun sistem

genitourinaria.

Faktor risiko utama imobilisasi antara lain adalah kontraktur, demensia berat,

osteoporosis, ulkus, gangguan penglihatan, dan fraktur. Imobilisasi kebanyakan tidak dapat

dicegah, namun beberapa komplikasi akibat imobilisasi dapat dicegah.1

2

Page 3: Makalah Ger 2

BAB II

LAPORAN KASUS

Sebagai dokter, Anda diminta datang ke rumah pasien oleh seorang anak pasien yang

ibunya terbaring di tempat tidur, di rumah. Anak pasien ingin ibunya bisa duduk. Dari

anamnesis diketahui bahwa pasien bernama Ny. Sutini, berusia 70 tahun, mengidap tekanan

darah tinggi sejak 3 tahun lalu. Tiga tahun yang lalu, setelah shalat subuh pasien tidak kuat

berdiri dan berjalan. Mulut pasien mencong. Pasien kemudian segera dibawa ke rumah sakit

terdekat oleh anaknya dan dirawat. Menurut dokter yang merawat, pasien menderita stroke

dan tekanan darah tinggi. Saat itu pasien dirawat kurang lebih selama 10 hari. Sejak pulang

rawat, pasien banyak berbaring di tempat tidur, terutama satu tahun belakangan ini. Bila

diposisikan untuk duduk di tempat tidur atau miring ke sebelah kiri, pasien sering mengeluh

nyeri pada lengan dan tungkai kirinya. Pasien lebih banyak berbaring miring ke sisi kanan.

Pasien makan dan minum di tempat tidur dibantu orang lain (disuapi). Kadang-kadang

tersedak saat minum menggunakan sedotan. Pasien suka sekali makan goring-gorengan dan

tidak mau minum obat bila tidak diberi makanan yang disukainya. Saat ini mengkonsumsi

obat amlodipin, simvastatin, dan neurobion.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan : pasien sadar, obes, tekanan darah 150/90mmHg,

nadi 92x/m, pernapasan 20x/m, suhu afebris. Paru : vesikuler, rongki basah halus pada paru

kanan, ekspirasi memanjang. Jantung: bunyi jantung I dan II murni, murmur (-), gallop (-).

Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik. Bising usus (+) normal. Kekuatan lengan dam

tungkai kiri rata-rata memiliki MMT 2. Terlihat cekungan pada bahu kiri antara akromion

dan humerus, saat digerakkan terasa nyeri. Tungkai kiri bisa ekstensi sampai pada posisi

anatomis. Saat ekstensi nyeri. Lutut kanan posisi 90o fleksi, tidak bisa diluruskan. Pasien

dapat berbicara beberapa patah kata, namun setelah itu tertidur. Saat tidur mudah

dibangunkan. Pasien BAB dan BAK menggunakan pampers. BAB tiap 3-4 hari sekali. Akhir-

akhir ini BAB sulit, mengeluarkan darah segar sedikit. Pasien kadang-kadang dapat

memberitahu bila akan BAB dan BAK.

Pasien memiliki 4 orang anak. Saat ini pasien tinggal di rumah bersama dua orang

anaknya yang perempuan (anak pertama dan kedua). Anak pertama sudah menikah dan

memiliki 2 anak. Anak kedua seorang janda. Sehari-hari pasien dirawat oleh kedua anaknya

secara bergantian dibantu oleh seorang pembantu rumah tangga. Pasien berbaring di sebuah

kamar berukuran 3 x 2,5 m. Ventilasi dan cahaya minim karena dinding kamar berdekatan

dengan dinding rumah tetangga.

3

Page 4: Makalah Ger 2

I. Laboratorium

Hemoglobin : 10.6 g/dl

Hematokrit : 32 %

Leukosit : 8800/uL

Trombosit : 311.000/uL

LED : 18 mm/jam

SGOT : 32U/L

SGPT : 43U/L

Ureum : 41 mg/dl

Kreatinin : 0.90 mg/dl

Kolesterol total : 225mg/dl

Kolesterol LDL : 139 mg/dl

Kolesterol HDL : 42 mg/dl

TG : 172 mg/dl

GDS : 154 mg/dl

Natrium : 135 meq/L

Kalium : 3,6 meq/L

II. Urinalisa

Berat Jenis : 1.031

pH : 5

Nitrit : -

Albumin : -

Glukosa : -

Keton : -

III. Sedimen Urin

Eritrosit : 5/LPB

Leukosit : 65/LPB

Silinder : -

Epitel : 5-7/LPK

Bakteri : +

Kristal : -

Warna : kuning tua, agak keruh

4

Page 5: Makalah Ger 2

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

I. Identitas

Nama : Ny. Sutini

Usia : 70 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : -

Pekerjaan : -

Alamat : -

II. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Anak pasien meminta dokter untuk datang ke rumahnya karena ia menginginkan

ibunya yang sedang terbaring di kamar di rumahnya agar bisa beraktivitas lagi.

2. Riwayat Gangguan Sekarang

Pasien banyak berbaring di tempat tidur, terutama satu bulan belakangan ini

Pasien sering mengeluh nyeri pada lengan dan tungkai kirinya terutama bila

diposisikan untuk duduk di tempat tidur atau miring ke sebelah kiri

Pasien makan dan minum di tempat tidur dibantu orang lain (disuapi)

Kadang-kadang tersedak saat minum menggunakan sedotan

3. Riwayat Gangguan Sebelumnya

Menderita stroke dan tekanan darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu

4. Riwayat Keluarga

Saat ini pasien tinggal di rumah bersama dua orang anaknya yang perempuan

Sehari-hari pasien dirawat oleh kedua anaknya secara bergantian dibantu oleh

seorang pembantu rumah tangga

5

Page 6: Makalah Ger 2

5. Riwayat Lingkungan

Pasien berbaring di sebuah kamar berukuran 3 x 2.5 m

Ventilasi dan cahaya minim karena dinding kamar berdekatan dengan dinding

rumah tetangga

6. Riwayat Pengobatan

Saat ini mengkonsumsi obat amlodipin, simvastatin, dan neurobion

Anamnesis Tambahan

Riwayat gangguan sekarang

o Apakah ada keluhan batuk atau sesak?

o Apakah pasien tetap melakukan aktivitas ringan di tempat tidur?

o Bagaimana frekuensi dan kuantitas berkemih pasien?

o Apakah ada nyeri saat berkemih?

o Bagaimana fungsi kognitif pasien? Apakah ada penurunan daya ingat, kemampuan

berbahasa?

o Bagaimana keadaan emosi dan perasaan pasien?

Riwayat penyakit dahulu

o Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit lain, seperti diabetes, alergi?

o Apakah pasien pernah mengalami trauma?

Riwayat pengobatan

o Apakah pasien menjalani pengobatan secara teratur?

Riwayat sosial

o Bagaiman hubungan pasien dengan keluarganya?

6

Page 7: Makalah Ger 2

III. Pemeriksaan Fisik

Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi

Status Generalis

Kesadaran:

Somnolen

Compos mentis Pasca stroke, ditandai dengan saat

bicara beberapa kata, pasien

tertidur, namun mudah untuk

dibangunkan

Kesan sakit: - - -

Tanda Vital

Suhu :

afebris

(Tidak demam)

36,5 C- 37,2 C : normal Hal ini tidak dapat

menyingkirkan kemugkinan

infeksi, karena gejala pada

pasien geriatric dapat bersifat

atipikal karena menurunnya

system imun pasien geriatric

TD : 150/90 mmHg JNC VII 1 Tekanan darah pasien termasuk

hipertesi derajat I. Hal ini dapat

dipengaruhi faktor keturunan,

kebiasaan pasien yang gemar

memakan gorengan, maupun

faktor usia pasien.

Nadi: 92x/menit 60-100x/menit, regular Normal

RR : 20x/menit, regular 12-20x/menit, regular Normal

Organ vital

Inspeksi

Mata:

- Konjungtiva anemis

-/-

- Sklera ikterik -/-

Normal Tidak terdapat tanda anemis,

maupun tanda adanya

hepatitis atau kelainan hati

lainnya.

Ekstremitas:

Lengan kiri: Terdapat cekungan pada

7

Page 8: Makalah Ger 2

terdapat cekungan

pada bahu antara

akromion dan

humerus

Tungkai kanan:

lutut 900 fleksi,

tidak bias

diluruskan

bahu bias dikarenakan

adanya atrofi otot,

dislokasi bahu atau

terjadi kontraktur pada

lengan kirinya.

Palpasi

Ekstremitas:

Lengan kiri: saat

digerakan terasa

nyeri, MMT 2

Tungkai kiri: dapat

ekstensi sampai pada

posisi anatomis, saat

ekstensi nyeri, MMT

2.

Tungkai kanan: lutut

900 fleksi, tidak bias

diluruskan

Manual Muscle Testing:

5 = Normal

4 = masih mampudapat bergerak

melawan gravitasi

3 = pergerakan yang aktif melawan

gravitasi

2 = dapat digerakan namun tidak

dapat melawan gravitasi

1 = adanya tanda-tanda kontraksi

0 = tidak ada kontraksi

Lutut kanan tidak dapat

diluruskan dikarenakan

adanya kontraktur

akibat imobilisasi yang

lama, karena rasa nyeri

jika pada pasien pada

posisi ke arah kiri.

Auskultasi

Paru:

Vesikuler

Rongki basah halus

pada paru kanan

Ekspirasi

memanjang

Kemungkinan ronkhi basah

halus merupakan tanda dari

pneumonia aspirasi, dilihat

dari resiko sering tersedak

yang dialami pasien.

Ekspirasi yang memanjang

dapat dikarenakan elastisitas

paru yang berkurang (buiasa

terjadi pada lasia), maupun

kemungkinana merupakan

8

Page 9: Makalah Ger 2

suatu tanda dari penyakit

pada parunya.

Jantung:

Bunyi jantung I dan II

murni, murmur (-), gallop

(-).

Normal Normal

BAB 3-4 kali sehari dan

akhir-akhir ini

mengeluarkan sedikit darah

segar

kemungkinan adanya haemoroid,

atau karena konstipasi, perlu

pemeriksaan lebih lanjut.

Pasien kadang-kadang dapat

memberitahu akan BAB dan

BAK

saraf sensorik masih berfungsi

Pemeriksaan untuk menilai ketergantungan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari:

Activity Daily Living

Penilaian fungsi sehari-hari penting untuk memahami tingkat kecacatan pasen dan

ketergantungan pada pengasuh. Dasar kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL), seperti makan

dan pergi ke toilet, dapat dinilai dengan wawancara atau dengan menggunakan alat seperti

ADL skala.

Berdasarkan pada hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, diketahui bahwa Ny. Sutini

BAB dan BAK menggunakan pampers namun kadang-kadang pasien dapat memberitahu bila

akan BAB atau BAK sehingga nilai ADL untuk mengontrol BAB dan BAK masing-masing

diberi nilai 1. Selain itu untuk makan pasien makan dan minum di tempat tidur dan dibantu

orang (disuapi) shingga nilai ADL untuk makan dapat diberi nilai 1. Ny. Wati mengalami

stroke yang mengakibatkan dirinya banyak berbaring dan kelumpuhan maka untuk

membersihkan diri, toiletting, berpakaian dan mandi membutuhkan bantuan dari orang lain

sehingga niali ADLnya masing-masing 0. Kemudian karena lutut Ny. Wati mengalami nyeri

disebelah kiri dan yang kanan posisi 900 tidak bisa fleksi maka Ny. Wati tidak mampu

berpindah dari kursi ke tempat tidur, tidak mampu berjalan dan tidak mampu naik turun

tangga sehingga masing-masing diberi nilai ADL sebesar 0. Maka dari penjumlahan seluruh

9

Page 10: Makalah Ger 2

nilai ADL didapatkan total nilai 3 (mengontrol BAB dan BAK serta makan), hal ini berarti

Ny. Wati mengalami ketergantungan total.

IV. Pemeriksaan Penunjang2

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan Hasil pasien Nilai normal Interpretasi

Hemoglobin 10,6 g/dl 12-16 g/dl Menurun

Kemungkinan terjadi anemia,

yang bisa disebabkan oleh

malnutrisi pada pasien

Hematokrit 32% 37-43% Menurun

Kemungkinan terjadi karena

kehilangan darah akut, anemia

Lekosit 8800/uL 4.000-10.000 /uL Normal

Trombosit 311.000/uL 200.000-400.000 /uL Normal

LED 18 mm/jam 0-15 mm/jam Meningkat sedikit

Kemungkinan ada penyakit

kronis, tapi pada pasien ini

lebih cenderung karena factor

usia

SGOT 32 U/L 31 U/L Meningkat sedikit

SGPT 43 U/L s/d 32 U/L Meningkat

10

Page 11: Makalah Ger 2

Kemungkinan terjadinya

trauma atau kerusakan pada

hati

Ureum 41 mg/dl 10-50 mg/dl Normal

Kreatinin 0.90 mg/dl 0.6-1.3 mg/dl Normal

Kolesterol Total 225 mg/dl < 200 mg/dl Meningkat

Bisa menyebabkan resiko

aterosklerosis atau penyakit

jantung

Kolesterol LDL 139 mg/dl < 130 mg/dl Meningkat

Bisa menyebabkan resiko

aterosklerosis atau penyakit

jantung

Kolesterol HDL 42 mg/dl > 65 mg/dl Menurun

Bisa menyebabkan resiko

aterosklerosis atau penyakit

jantung

Trigliserida 172 mg/dl s/d 190 mg/dl Normal

Gula Darah

Sewaktu

154 mg/dl < 200 mg/dl Normal

Natrium 135 meq/L 135-145 meq/L Normal

11

Page 12: Makalah Ger 2

Kalium 3.6 meq/L 3.5-5 meq/L Normal

Dari hasil pemeriksaan laboratoriun darah, didapatkan terjadinya anemia yang kemungkinan

kelompok kami duga karena asupan makanan yang kurang pada pasien ini , bisa karena

kekurangan asam folat atau b12 atau bisa juga karena sudah terjadi penurunan fungsi dari

system gastrointestinalnya dalam mengabsorbsi makanan, kemudian juga dilihat dari hasil

kolesterol pasien ini yang meningkat menyebabkan resiko terjadinya aterosklerosis pada

pasien ini semakin meningkat, dalam kasusadahal diketahui pasien sudah mengkonsumsi obat

penurun kolesterol tetapi kolesterol nya masih tinggi mungkin dikarenakan ketidakpatuhan

minum obat atau karena dosis yang kurang optimal. Pada pasien tidak terjadi peningkatan

dari ureum dan kreatinin kelompok kami menduga belum terjadi kelainan ada faal ginjal.

2. Urinalisis

Pemeriksaan Hasil pasien Nilai normal interpretasi

Berat Jenis 1.031 1.001-1.035 Normal tetapi batas atas, yang

berarti urin nya pekat

pH 5 4.6-8 Normal

Nitrit - - Normal

Albumin - - Normal

Glukosa - - Normal

Keton - - Normal

3. Sedimen Urin

Pemeriksaan Hasil pasien Nilai normal Interpretasi

Eritrosit 5/LPB < 5 /LPB Normal tetapi batas atas,

Kemungkinan adanya trauma ada

12

Page 13: Makalah Ger 2

saluran kencing, atau ada infeksi di

traktus urinarius

Lekosit 65/LBP < 5 /LPB Tidak normal, menandakan adanya

suatu infeksi pada traktus urinarius

Silinder - - Normal

Epitel 5-7/LPK - Tidak normal, menandakan adanya

suatu infeksi pada traktus urinarius

Bakteri + - Tidak normal, menandakan adanya

suatu infeksi pada traktus urinarius

Kristal - - Normal

Warna Kuning tua, agak

keruh

Urin pekat, krena imobilisasi sehingga

terjadi endaan

Dilihat dari hasil urinalisa dan sedimen urin menunjukan bahwa kelainan bisa terjadi pada

traktus urinarius nya, yaitu terjadi infeksi, dikarenan terdapatnya epitel, leukosit yang banyak,

eritrosit, dan bakteri positif satu, yang bisa disebabkan karena imobilisasi pada asien ini

sehingga urin jadi pekat, aliran yang melambat terjadi pengendapan dan menjadi sarang

bakteri untuk berkembang biak sehingga terjadi infeksi.

V. Pemeriksaan Anjuran

1. Pemeriksaan MMSE

Menurut kelompok kami, pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk mendeteksi

adanya gangguan kognitif, mengevaluasi perjalanan penyakit dan memonitor

pengobatan, pada kasus ini pemeriksaan MMSE berguna untuk mendeteksi adanya

gangguan kognitif.

2. Rontgen Thorax

Pemeriksaan ini perlu dilakukan dilakukan untuk menunjang diagnosis

kelompok kami yang mencurigai Ny. Sutini terkena pneumonia. Kami menduga

bahwa pneumonia ini terjadi akibat aspirasi (pneumonia aspirasi) dari minuman atau

13

Page 14: Makalah Ger 2

makanan, hal ini terjadi karena imobilisasi lama Ny. Sutini. Keluhan pneumonia pada

lansia biasanya tidak khas yaitu: onset insidius, sedikit batuk dan demam yang ringan

dan sering disertai dengan gangguan status mental atau bingung dan kelainan fisik

paru yang ringan. Keluhan yang tidak khas membuat diagnosisnya secara pasti

menjadi sulit sehingga dibutuhkan pemeriksaan rontgen thorax.3

3. Nilai Eritrosit Rata-Rata

Nilai eritrosit rata-rata terdiri dari pemeriksaan MCV (Mean Corpuscular

Volume) yaitu untuk mengukur besar eritrosit, MCH

(Mean Corpuscular Hemoglobin) yaitu untuk mengukur jumlah Hb rata-rata dalam

eritrosit dan MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Consentration) yaitu untuk

mengukur kadar rata-rata Hb dalam eritrosit.

Ketiga pemeriksaan ini penting untuk menilai ukuran dan kadar rata-rata

eritrosit, dari pemeriksaan ini dapat mengarahkan kita kepada etiologi dari anemia

yang dialami oleh pasien. Misalnya saja apabila didapatkan eritrosit yang hipokrom

mikrositer, hal ini dapat mengarahkan kepada anemia defisiensi besi sebagai

penyebab, ataupun karena adanya perdarahan yang kronis.4

4. EKG

Pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk mengetahui bila sudah terjadi

kelainan pada fungsi dan kinerja dari jantung Ny. Sutini. Hal yang perlu diperhatikan

pada EKG adalah untuk memastikan adanya kardiomegali atau hipertrofi otot jantung.

5. Kultur Sputum dan Uji Resistensi

Kelompok kami menganjurkan untuk dilakukannya kultur sputum dan uji

resistensi dikarenakan adanya kemungkinan pasien menderita pneumonia. Dan uji

resistensi dilakukan untuk menunjang pemberian terapi antibiotik yang adekuat untuk

pasien.

6. Rectal Toucher

Berdasarkan hasil anamnesis, kelompok kami mencurigai bahwa hal ini merupakan

suatu perdarahan saluran cerna bagian bawah. Salah satu penyakit yang dapat

menyebabkan saluran cerna bagian bawah adalah hemoroid, pemeriksaan rectal

14

Page 15: Makalah Ger 2

toucher dilakukan untuk memastikan apakah benar etiologi dari perdarahan saluran

cerna bagian bawah tersebut benar hemoroid.5

VI. Hipotesis

Deconditioning Syndrome

Merupakan penurunan kapasitas fungsional dari sistem tubuh multiple yang disebabkan oleh

imobilitas atau bed rest yang berkepanjangan. Pada kasus ini, pasien mengalami imobilisasi

disebabkan oleh stroke yang dialami oleh pasien. Imobilisasi berkepanjangan ini

menyebabkan timbulnya berbagai kelainan pada sistem tubuh pasien yang berlainan. Antara

lain, kelainan pada traktus urinarius, pada sistem musculoskeletal, sistem pernapasan dan lain

sebagainya. Hal ini bermanifestasi dalam bermacam-macam keluhan, entah itu terlihatnya

cekungan di antara acromion dan humerus, adanya sendi yang kaku dan nyeri ketika

digerakkan dan lain sebagainya. Stroke yang disebabkan oleh hipertensi pada pasien ini,

menyebabkan pasien mengalami pembatasan pergerakan.

Hilangnya kemandirian dalam ADL (Activities Daily Living)

Hal ini dapat merupakan komplikasi daripada sindrom dekondisi. Kehilangan yang mungkin

dialami antara lain fisik dan mental, sosial dan emosi. Gangguan fisik dan mental yang

dialami oleh pasien dapat menyebabkan gangguan sosial dengan lingkungan sekitar maupun

partisipasi pasien dalam kegiatan sosial. Hal-hal yang berkaitan satu sama lain ini dapat

menyebabkan gangguan emosional, yaitu misalnya frustasi, perasaan tidak berguna dan

kesedihan. Gangguan fisik yang dialami oleh pasien, seperti hilangnya energy, hilangnya

kemampuan untuk bergerak dan fleksibilitas.

VII. Daftar Masalah

Dari data yang ada, kelompok kami memperkirakan beberapa masalah yang ada pada pasien:

Daftar Masalah Interpretasi

Sindrom dekondisi Pasien termasuk pada pasien geriatri

15

Page 16: Makalah Ger 2

dikarenakan usianya telah >65 tahun. Pasien

juga mengalami imobilisasi dikarenakan

stroke yang dideritanya. Imobilisasi yang

lama tersebut menyebabkan penurunan

kapasitas fungsional dan struktural seluruh

tubuh yang dikenal sebagai sindrom

dekondisi.

Atrofi Pada bahu kiri pasien terlihat cekungan

antara akromion dan humerus. Kelompok

kami memikirkan kemungkinan terjadinya

atrofi pada otot deltoid pasien. Atrofi tersebut

mengakibatkan massa otot yang menurun,

sehingga ditemukan cekungan pada

pemeriksaan fisik pasien.

Kontraktur pada lutut kanan Kontraktur dapat timbul pada pasien yang

mengalami tirah baring lama karena sendi-

sendi tidak digerakkan. Akibatnya dapat

timbul rasa nyeri. Pada pasien kemungkinan

terdapat kontraktur di lutut kanannya karena

tidak dapat diluruskan.

Pneumonia Pasien mengalami imobilisasi yang lama

sehingga kemungkinan untuk terjadinya

pneumonia sangat besar. Hal ini diperkuat

dengan hasil pemeriksaan fisik yang

menunjukkan suara nafas vesikuler, ronchi

basah halus pada paru kanan, serta ekspirasi

memanjang.

Infeksi Traktus Urinarius Dari pemeriksaan sedimen urin didapatkan

leukouria, epitel, serta bakteri +. Hal tersebut

mengarahkan kelompok kami pada infeksi

traktus urinarius (UTI). Selain itu didapatkan

16

Page 17: Makalah Ger 2

urin yang memekat ditandai dengan

warnanya yang kuning tua agak keruh serta

BJ urin yang cukup tinggi. Pemekatan urin

tersebut kemungkinan terjadi karena

imobilisasi pasien yang menyebabkan

terjadinya residu urin. Jika residu urin

tersebut tidak dibuang, maka akan menjadi

media yang baik untuk perkembangan

bakteri.

Anemia Pada pasien didapatkan anemia. Hal ini

diperjelas dengan keterangan bahwa pasien

mengalami BAB berdarah dan pada hasil

pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb

10,6 mg/dL yang menunjukkan anemia

ringan.

Hemorrhoid Dari data yang ada diketahui bahwa pasien

akhir-akhir ini BAB sulit dan mengeluarkan

darah segar. Kemungkinan terjadi perdarahan

pada saluran pencernaan bagian bawah,

dalam hal ini rectum. Tetapi diperlukan

pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui

apakah tejadi keganasan pada saluran

pencernaan pasien seperti Ca Colon.

Resiko sangat tinggi penyakit jantung

coroner

Pasien diketahui memiliki kebiasaan

mengkonsumsi gorengan yang banyak. Selain

itu, pemberian obat penurun kolesterol

golongan HMG CoA reduktase (Simvastatin)

tidak dapat menurunkan kolesterolnya hingga

batas normal yakni <200 mg/dL. Sehingga

kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien

berada pada resiko sangat tinggi untuk

terjadinya penyakit jantung koroner

17

Page 18: Makalah Ger 2

VIII. Diagnosis

Berdasarkan daftar masalah dan hasil pemeriksaan yang kelompok kami dapatkan,

diagnosis kerja pada pasien ini adalah ISK suspect pneumonia et causa sindrom

dekondisi dengan anemia, hipertensi dan dislipidemia. Namun, untuk diagnosis pasti

pada pasien ini belum dapat dipastikan sehingga dibutuhkan pemeriksaan penunjang

lanjutan untuk menegakkan diagnosis tersebut.

IX. Patofisiologi

18

Tua ( penurunan fungsi organ secara fisiologis), Post stroke, Imobilisasi lama

aktivitas ↓ dan menurunnya sintesis hormone tiroid dan esterogen saat usia tua secara fisiologis

aktivitas ↓ dan makan goreng – gorengan

motilitas usus ↓ dan kurang serat

wanita memiliki urethra yang pendek + miksi yang tidak lancar

Residu urin ISK bagian bawah

metabolisme sel ↓ degradasi kolestrol ↓ dan sintesis kolestrol endogen normal / ↑

kolestrol total ↑ , LDL ↑, HDL ↓, trigliserid ↑

konstipasi

defekasi tidak lancar

suspect hemoroid dan suspect fissure ani

BAB berdarah

Hb ↓ anemia

urinalisa eritrosit, epitel, leukosit, bakteri +

sintesis nitrit oleh bakteri PH urine ↓

kolestrol total ↑ , LDL ↑, HDL ↓, trigliserid ↑

Page 19: Makalah Ger 2

rig

19

atherosclerosis hipertensi

sirkulasi darah tidak optimal

oksigenisasi jaringan ↓ supply oksigen ke otak ↓

PH = 5 (batas -bawah)

fungsi otak ↓

napsu makan ↓

suspect anemia defisiensi besi dan B12

asupan kalori tidak over

gula darah normal

kerja formation retikularis ↓

mudah mengantuk saat bicara

somnolen

imunitas ↓

factor resiko pneumonia

napas memanjang dan ronkhi basah halus pada paru kanan

suspect pneumonia

tidak ada pelatihan otot yang hemiplegic

bahu kiri tampak cekungan ( antara akromion dan humerus )dan MMT = 2

atrofi dan kelemahan otot

statis di salah satu posisi ( kanan )

pergerakan sendi ↓

degenerasi sendi lutut ↑ dan cepat

kontraktur sendi

tungkai bawah kanan tidak dapat diluruskan

Page 20: Makalah Ger 2

X. Penatalaksanaan6

Penatalaksanaan pada sindroma dekonditioning

Pasien yang menderita sindroma dekonditioning dapat melakukan rawat jalan, dengan

indikasi bahwa di lingkungannya pasien bisa untuk bersosialisasi dengan keluarganya, dan

juga keluarganya bisa memberikan support bagi pasien. Tentu saja, dengan di berikan edukasi

pada keluarganya bahwa pasien harus di rawat di rumah, dan di pastikan agar

penatalaksanaan dapat berjalan dengan baik.

Pada penderita dekonditioning, terjadi penurunan fungsi dari berbagai sistem yang ada di

tubuh, pada pasien ini, yang terjadi penurunan fungsi adalah :

1. Sistem muskuloskeletal :

Terjadi penurunan fungsi yang di tandai dengan atrofi dan juga adanya kontraktur pada

persendian pasien. Penatalaksanaan yang di lakukan adalah dengan rehabilitasi medik /

fisioterapi, di mulai dari aktivitas fisik yang paling ringan kemudian bertahap hingga

maksimal yang bisa di capai oleh individu tersebut, misanya :

a. Aktivitas di tempat tidur : positioning, alih baring, latihan aktif dan pasif lingkup

gerak sendi

b. Mobilisasi : latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri,

jalan. Dan juga melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara sendiri, seperti

makan, minum. Sedangkan untuk mandi, dan berpakaian masih harus di bantu.

20

Page 21: Makalah Ger 2

Sedangkan untuk program ortotik-prostetik, dimana di perlukan alat bantu dalam mendukung

aktivitas lansia, maka di butuhkan alat penopang seperti kursi roda agar pasien bisa

memobilisasi dirinya sendiri.

2. Sistem paru

Pada sistem paru, yang terjadi adalah adanya pneumonia yang terjadi karena adanya

immobilisasi yang terjadi akibat pasien stroke. Penatalaksanaan yang di lakukan adalah

dengan pemberian antibiotik berupa golongan makrolid atau doksasiklin.

3. Sistem genitourinaria

Pada sistem genitourinaria, yang terjadi pada pasien ini adalah terjadi urinary tract infection.

Penatalaksanaan yang di lakukan adalah dengan memberikan antibiotik berupa terapi dosis

tunggal oral dengan pilihan antara lain adalah : amoksisilin dengan dosis 3 gr, kotrimoksazol

320mg / hari, atau sefaleksin dengan dosis 3 gr/hari. Selain dengan pemberian antibiotika,

pasien di edukasi agar banyak minum air agar diuresis meningkat

4. Sistem kardiovaskular

Pada sistem kardiovaskular, yang terjadi pada pasien ini adalah resiko yang tinggi untuk

terkena penyakit sindrom koroner akut, di karenakan adanya riwayat kolesterol yang tinggi

pada pasin yang di buktikan dengan adanya peningkatan kolesterol. Selain itu, ada hipertensi

juga pada pasien ini. Penatalaksanaan yang di lakukan untuk pasien ini adalah dengan

meneruskan pengobatannya berupa anglodipin, simvastatin dan juga neurobion, di tambah

dengan pemberian diet rendah garam dan diuretika untuk mengurangi tekanan darahnya, dan

juga memberikan edukasi pada pasien agar mengurangi kebiasaannya berupa makan

gorengan karena mengandung banyak kolesterol.

5. Sistem gastrointestinal

Pada sistem gastrointestinal, yang terjadi pada pasien ini adalah terjadinya malabsorbsi yang

terjadi karena adanya atrofi pada mukosa usus. Setelah itu, manifestasi yang keluar pada

pasien karena gangguan ini adalah terjadinya anemia. Penatalaksanaan yang di lakukan untuk

anemia pada pasie adalah dengan pemberian suplementasi besi dan vitamin B12 untuk

meningkatkan kadar hemoglobin dalam darahnya.

21

Page 22: Makalah Ger 2

XI. Komplikasi

1. Sindrom Delirium Akut

Ini dapat terjadi karena pasien merupakan pasien pasca stroke,dan mengalami

immobilisasi yang cukup lama

2.Sepsis

XII. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam

Dikarenakan usia pasien sudah lanjut dan sudah banyak komplikasi pada pasien, selain

menderita stroke, pada pasien juga terdapat pneumonia, dan pada pemeriksaan lab juga

pasien mengalami hiperkolestrolemia dan juga anemia sedangkan pada urinalisa

ditemukan bakteri yang diduga infeksi traktus urinarius, yang semua itu merupakan

komplikasi atau dampak dari imobilisasi pasien.

 Ad Fungsionam : dubia ad malam

Dikarenakan fungsi fisiologis akan mengalami penurunan sejalan umur, dan pasien

merupakan lanjut usia, dan juga pasien telah imobilisasi selama satu tahun, jika dilakukan

rehabilitas untuk fisiologisnyapun tidak akan seperti orang normal.

Ad Sanationam : dubia ad malam

Dikarenakan apabila pasien tidak menjalani rehabilitas untuk meningkatkan fungsi

fisiologisnya dan tidak menghindari berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan

berbagai komplikasi maka keadaan pasien akan lebih buruk.

\

22

Page 23: Makalah Ger 2

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Sindrom dekondisi adalah suatu kumpulan gejala yang merupakan akibat daripenurunan

kemampuan dari fungsi-fungsi tubuh disebabkan oleh imobilisasi. Imobilisasiadalah

ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atauimpairment

(gangguan pada alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental.Imobilisasi yang lama bisa

terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi padaorang.

orang lanjut usia, pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama. Dampak imobilisasi

lama ataupun tirah baring lama bisa berdampak buruk terhadap sistem organ didalam tubuh,

seperti sistem kardiorespirasi, sistem muskuloskeletal, sistem integumen, sistemsusunan

saraf, sistem gastrointestinal, maupun sistem genitourinaria.

Epidemiologi

Efek dari sindrom dekondisi pada pasien dengan imobilisasi yang lama bisa terjadipada

semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada orang– orang lanjut usia, atau pascaoperasi yang

membutuhkan tirah baring lama. Dampak yang terutama muncul ialah dekubitusmencapai

11% dan terjadi dalam kurun waktu 2 minggu, perawatan emboli paru berkisar0,9%,dimana

tiap 200.000 orang meninggal per tahunnya.

Etiologi Imobilisasi

23

Page 24: Makalah Ger 2

Biasanya sindrom dekondisi terjadi akibat penyakit yang diderita oleh pasien– pasienyang

memerlukan tirah baring jangka lama, seperti pasien koma/tidak sadarkan diri, patahtulang

belakang atau kaki. Sindrom ini dapat disebabkan oleh karena:

1. Kelainan atau lesi neuromuskular , seperti paralisis

2. Keperluan ortopedik 

3. Sakit parah yang memerlukan bed rest

4. Berada di tempat dengan gravitasi kecil dalam waktu yang lama seperti di luarangkasa

5. Berada di tempat dengan gravitasi yang lebih rendah dalam waktu yang lama, seperti

duduk atau berbaring dengan lama. Selain itu, berbagai faktor fisik, psikologis, dan

lingkungan dapat menyebabkanimobilisasi terutama pada usia lanjut.

Berikut merupakan penyebab umum imobilisasi pada usia lanjut yang menimbulkan sindrom

dekondisi:

1. Dekonditioning sistem muskuloskeletal

a. Kontraktur.

b. Kelemahan otot dan atrofi.

c. Osteoporosis.

d. Ancylosis.

2. Dekonditioning sistem kardiovaskular

a. Hipotensi ortostatik

b. Penurunan venous returnpenurunan cardiac outputpeningkatan denyut

jantungkerja otot jantung meningkat.

c. Tromboemboli vena

3. Dekonditioning sistem respirasi

a. Terjadi retriksi mekanik pernafasan karena penurunan gerakan sendi

kostovertebral dan kostokondralpernafasan cepat dan dangkalkapasitas

paru menurunasupan O2 menurun.

b. Dapat mengakibatkan terjadinya Pneumonia ortostatik.

4. Dekonditioning kulit

a. Karena adanya penekanan jangka lama pada kulit, maka terjadi ulcus

decubitus, edema, bursitis.

5. Dekonditioning sistem gastrointestinal

24

Page 25: Makalah Ger 2

a. Penurunan nafsu makan, penurunan sekresi lambung, atrofi mucosa intestinal

dan glandula, penurunan absorbsi.

b. Gangguan kontraktilitas sistem pencernaankonstipasi.

6. Dekonditioning sistem genitourinaria

a. Meningkatnya ekskresi mineral dari tulang.

b. Meningkatnya diuresis.

c. Terbentuknya formasi batu traktus urinarius.

7. Dekonsitioning sistem metabolisme dan nutrisi

a. Penurunan indeks masa tubuh

b. Gangguan balance nitrogen

c. Meningkatnyaekskresi mineral dan elektrolit

8. Dekonditioning sistem endokrin

a. Penurunan respon hormon dan enzim.

9. Sistem Kardiopulmonal

Pada system kardiopulmonal dapat terjadi penurunan FRC, volume residual dan FEV.

Hal ini bisa menyebabkan penurunan transport oksigen dari paru-paru ke seluruh

jaringantubuh. Selain itu, imobilisasi yang disertai penurunan aktivitas dapat

menyababkan sekresilendir yang berasal dari paru-paru ikut terganggu sehingga dapat

mempengaruhi distribusi udara di paru-paru. Di samping itu, dapat pula terjadi hal-hal

seperti berikut:

1. Penurunan volume tidal

2. Penurunan kemampuan untuk mengontraksikan otot pernafasan untuk

mencapaiinspirasi penuh.

3. Penurunan kekuatan otot pernafasan 

4. Meningkatnya respiratory rate untuk mengompensasi penurunan

kapasitasrespirasi

5. Penurunan venstilasi dan peningkatan perfusi yang menyebabkan AV

shuntingdan menurunkan oksigenas

Prinsip Tatalaksana

1. Program Rehabilitasi Medik 

25

Page 26: Makalah Ger 2

a. Program Terapi Fisik : Progam ini berguna untuk mengembalikan flexibilitas

sendi, mencegah kontraktur,dan persiapan sebelum dilakukan terapi latihan

(remedial exercise), dapatdiberikan Terapi panas Kering (dry heat) dengan

lampu infra red, lampu biasa,botol air panas dan bantal pemanas listrik.

b. Memberikan Terapi Latihan (remedial exercise) pasif, yang meliputi

LatihanLingkup Gerak Sendi (ROM exercise), Latihan Penguatan Otot

(strengtheningexercise) dan Latihan pernafasan (breathing exercise).

c. Kalau keadaan pasien sudah memungkinkan, dapat diberikan terapi latihan

aktif,yakni melatih mobilisasi bertahap dengan latihan miring kanan– kiri

(rolling),dilanjutkan dengan latihan duduk (sitting balance), dan latihan jalan

(ambulasi)diberikan jiak sudah memungkinkan.

2. Program Psikologi

a. Mengadakan evaluasi dan memperbaiki keadaan psikologis pasien

yangberhubungan dengan penyakit atau keadaan yang diderita pasien,

disesuaikandengan kapasitas intelektual pasien.

b. Evaluasi demensia, depresi, dan gangguan fungsi kognitif jikalau ada.

Komplikasi Imobilisasi

1. Trombosis

Trombosis vena dalam merupakan salah satu gangguan vaskular perifer yang

penyebabnya bersifat multifaktorial, meliputi faktor genetik dan lingkungan. Terdapat

tiga faktor yang meningkatkan resiko trombosis vena dalam yaitu adanya luka di vena

dalam karena trauma atau pembedahan, sirkulasi darah yang tidak baik pada vena

dalam, dan berbagai kondisi yang meningkatkan resiko pembekuan darah. Gejala

yang timbul bervariasi, tergantung pada ukuran dan okasi trombosis vena dalam,

dapat berupa rasa panas, bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri pada tungkai; sebagian

besar trombosis vena dalam timbul hanya pada satu kaki.

2. Emboli Paru

Dapat diakibatkan oleh banyak faktor seperti emboli air ketuban, emboli udara, dan

sebagainya. Sebagian besar emboli paru disebabkan oleh emboli karena trombosis

vena dalam. Gejala emboli paru dapat berupasesak nafas, nyeri dada, dan peningkatan

denyut nadi.

3. Kelemahan Otot

26

Page 27: Makalah Ger 2

Imobilisasi lama akan mengakibatkan atrofi otot dengan penurunan ukuran dan

kekuatan otot. Terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan atrofi otot yaitu

perubahan biologis proses menua itu sendiri, akumulasi penyakit akut dan kronik,

serta malnutrisi. Perubahan otot selama imobilisasi lama menyebabkan degenerasi

serat otot, peningkatan jaringan lemak, serta fibrosis.

4. Kontraktur Otot dan Sendi

Pasien yang mengalami tirah baring lama beresiko mengalami kontraktur karena sendi

– sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul rasa nyeri yang menyebabkan seseorang

semakin tidak mau menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut. Kontraktur dapat

terjadi karena perubahan patologis pada bagian tulang sendi, pada otot, atau pada

jaringan penunjang di sekitar sendi. Kolagen sendi dan jaringan lunak sekitar akan

mengkerut. Kontraktur akan menghalangi pergerakan sendi dan mobilisasi pasif yang

akan memperburuk kondisi kontraktur.

5. Osteoporosis

Akibat ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Imobilisasi

ternyata meningkatkan resorpsi tulang, meningkatkan kadar kalsium serum,

menghambat sekresi PTH, dan produksi vitamin D3 aktif. Faktor utama yang

menyebabkan kehilangan massa tulang pada imobilisasi adalah meningkatnya resorpsi

tulang.

6. Ulkus Dekubitus

Imobilisasi umumnya tidak bergerak pada malam hari karena tidak adanya gerakan

pasif maupun aktif. Tekanan akan memberikan pengaruh pada daerah kulit sakral

ketika dalam posisi berbaring. Aliran darah akan terhambat pada daerah kulit yang

tertekan dan menghasilkan anoksia jaringan dan nekrosis. Kompresi pembuluh darah

dalam waktu lama akan mengakibatkan trombosis intra – arteri dan gumpalan fibrin

yang secara permanen mempertahankan iskemia kulit. Relief bekas tekanan pada

keadaan tersebut mengakibatkan pembuluh darah tidak dapat terbuka dan pada

akhirnya akan terbentuk luka akibat tekanan.

7. Hipotensi Postural

Komplikasi yang sering timbul akibat imobilisasi lama pada pasien usia lanjut adalah

penurunan efisiensi jantung, perubahan tanggapan kardiovaskular postural, dan

penyakit tromboemboli. Hipotensi postural adalah penurunan tekanan darah sebanyak

20 mmHg dari posisi baring ke duduk dengan salah satu gejala klinik yang sering

timbul adalah iskemia cerebral, khususnya sinkop. Curah jantung rendah

27

Page 28: Makalah Ger 2

mengakibatkan terjadinya hipotensi postural. Gejala dan tanda hipotensi postural

adalah penurunan tekanan darah sistolik dari tidur ke duduk lebih dari 20 mmHg,

berkeringat, pucat, kebingunan, peningkatan denyut jantung, letih, dan pada keadaan

berat dapat menyebabkan jatuh yang pada akhirnya akan mengakibatkan fraktur,

hematoma jaringan lunak dan perdarahan otak.

8. Pneumonia dan Infeksi Saluran Kemih

Pada posisi berbaring otot diafragma dan interkostal tidak berfungsi dengan baik

sehingga gerakan dinding dada juga menjadi terbatas yang menyebabkan sputum sulit

keluar. Kondisi tersebut akan memudahkan usia lanjut untuk mengalami atelektasis

paru dan pneumonia. Aliran urin juga terganggu akibat tirah baring yang kemudian

menyebabkan infeksi saluran kemih lebih mudah terjadi. Inkontinensia urin juga

sering terjadi pada usia lanjut yang mengalami imobilisasi.

9. Gangguan Nutrisi ( Hipoalbuminemia )

Imobilissi akan mempengaruhi sistem metabolik dan endokrin yang akibatnya akan

terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Kadar plasma kortisol lebih tinggi

pada usia lanjut dengan imobilisasi dibandingkan dengan usia lanjut tanpa imobilisasi.

Kadar plasma kortisol yang lebih tinggi mengubah metabolisme menjadi katabolisme

sehingga metabolisme protein akan lebih rendah pada pasien usia lanjut dengan

imobilisasi.

10. Konstipasi dan Skibala

Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon. Semakin lama feses

tinggal di usus besar, maka absorbsi cairan akan lebih besar sehingga feses akan

menjadi lebih keras. Asupan cairan yang kurang, dehidrasi, dan penggunaan obat –

obatan juga dapat menyebabkan konstipasi pada pasien imobilisasi.

Upaya Pencegahan Komplikasi

Pencegahan timbulnya komplikasi dapat dilakukan dengan memberikan

penatalaksanaan yang tepat terhadap imobilisasi. Penatalaksanaan yang tepat terhadap

imobilisasi. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi penatalaksanaan farmakologik

dan non farmakologik.

Non Farmakologis

28

Page 29: Makalah Ger 2

Berbagai upaya yang dapat dilakukan adalah dengan beberapa terapi fisik dan latihan

jasmani secara teratur. Pada pasien yang mengalami tirah baring total, perubahan posisi

secara teratur dan latihan di tempat tidur dapat dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya

kelemahan dan kontraktur otot serta kontraktur sendi.

Untuk mencegah terjadinya kontraktur otot dapat dilakukan latihan gerakan pasif

sebanyak satu atau dua kali sehari selama 20 menit.

Untuk mencegah terjadinya dekubitus, hal yang harus dilakukan adalah

menghilangkan penyebab terjadinya ulkus yaitu bekas tekanan pada kulit. Untuk itu dapat

dilakukan perubahan posisi lateral 30o, penggunaan kasur anti dekubitus, atau menggunakan

bantal berongga.

Latihan kekuatan otot serta kontraksi abdomen dan otot pada kaki akan menyebabkan

aliran darah balik vena lebih efisien. Khusus untuk mencegah terjadinya trombosis dapat

dilakukan tindakan kompresi intermiten pada tungkai bawah.

Monitor asupan cairan dan makanan yang mengandung serat perlu dilakukan untuk

mencegah terjadinya konstipasi. Pemberian nutrisi yang adekuat perlu diperhatikan untuk

mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien imobilisasi.

Farmakologis

Pemberian antikoagulan merupakan terapi farmakologik yang dapat diberikan untuk

mencegah terjadinya trombosis pada pasien geriatri dengan imobilisasi. Low dose heparin

( LDH ) dan low molecular weight heparin ( LMWH ) merupakan profilaksis yang aman dan

efektif untuk pasien geriatri dengan imobilisasi dan resiko trombosis non pembedahan

terutama stroke.

29

Page 30: Makalah Ger 2

BAB V

KESIMPULAN

Ny. Sutini merupakan pasien lanjut usia pasca stroke yang berdasarkan pada hasil

anamnesis dan pemeriksaan telah mengalami gangguan fungsi motorik sehingga

menyebabkan keadaan sulit bergerak, kaku, dan imobilisasi pada separuh tubuh Ny. Sutini.

Kurangnya rehabilitasi dan pelatihan pada proses penyembuhan pasca stroke, menyebabkan

Ny. Sutini berada dalam keadaan imobilisasi yang lama di tempat tidur yang pada akhirnya

menyebabkan sindroma deconditioning yang berdampak pada keluhan berbagai system organ

akibat sindroma deconditioning tersebut.

Penyembuhan Ny. Sutini dimulai dari penyembuhan kemungkinan infeksi yang

mungkin terjadi pada Ny. Sutini seperti yang terlihat pada hasi; pemeriksaan laboratorium,

urinalisis dan sedimen urin pasien. Selain itu, perlu segera melakukan terapi fisik untuk dapat

kembali mengoptimalkan fungsi system musculoskeletal Ny. Sutini agar tidak menjadi suatu

proses degenerasi yang ireversibel.

Untuk mempercepat proses penyembuhan, eran serta keluarga, disiplin pasien,

lingkungan social, dan praktisi medis juga perlu diperhatikan untuk tercapainya

penyembuhan dalam mengembalikan kondisi Ny. Sutini seoptimal mungkin.

30

Page 31: Makalah Ger 2

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Kolopaking MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing;2010.

2. Hadisaputro S. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.

Yogyakarta:Amara books;2007.p.84-8.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. 5th Ed. Jakarta:interna publishing;2009. P.2196

4. Medline Plus. RBC Indices. Available at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003648.htm. Accessed on June 4,

2012.

5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta

Kedokteran. 3th Ed. Jakarta:media aesculapius;2009. P.523

6. Martono H, Pranaka K. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). 4th ed. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 2009.

31