makalah ger gangguan tidur

52
DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN 2 SKENARIO KASUS 3 PEMBAHASAN 8 A. Identitas Pasien 8 B. Analisis Masalah dan Hipotesis 8 C. Anamnesis 9 D. Status Psikogeriartik 12 E. Pemeriksaan Fisik 13 F. Pemeriksaan Psikometri 14 G. Pemeriksaan Penunjang 15 1

Upload: anasti-putri-paramatasari

Post on 19-Jan-2016

139 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

please use it wisely

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Ger Gangguan Tidur

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

PENDAHULUAN 2

SKENARIO KASUS 3

PEMBAHASAN 8

A. Identitas Pasien 8

B. Analisis Masalah dan Hipotesis 8

C. Anamnesis 9

D. Status Psikogeriartik 12

E. Pemeriksaan Fisik 13

F. Pemeriksaan Psikometri 14

G. Pemeriksaan Penunjang 15

H. Diagnosis dan Dasar Diagnosis 16

I. Patogenesis Skenario 17

J. Penatalaksanaan 19

K. Prognosis 21

TINJAUAN PUSTAKA 22

A. Ganggguan Tidur 22

B. Dementia 25

C. Dementia Alzheimer 26

KESIMPULAN 32

DAFTAR PUSTAKA 33

1

Page 2: Makalah Ger Gangguan Tidur

PENDAHULUAN

Tutorial kasus I sesi 1 mengenai seorang wanita usia lanjut sejak satu minggu ini mengalami

problem tidur. Tutorial sesi 1 dilaksanakan pada hari Selasa,27 November 2012pukul 13.00-

14.50 WIB dengan :

Tutor : Dr. Lenny Gunawan

Ketua : Fadhilla Eka Novalya

Sekretaris : Fransisca Stefani Wibisono

Tutorial berjalan dengan lancar. Peserta membahas masalah, dasar masalah, anamnesis, dan

hipotesis.

Tutorial kasus I sesi 2 dilaksanakan pada hari Kamis, 29November 2012 pukul 08.00-09.50

WIB dengan:

Tutor : Dr. R. Sukamto, Sp.B

Ketua : Fadhilla Eka Novalya

Sekretaris : Disa Edralyn

Tutorial berjalan dengan lancar. Peserta membahas masalah, pemeriksaan anjuran, pemeriksaan

fisik, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis.

2

Page 3: Makalah Ger Gangguan Tidur

SKENARIO KASUS

Sesi 1

Ny. Ani, 65 tahun datang diantar oleh kedua anaknya ke unit gawat darurat RS. Sejak 3 hari

ini pasien tampak gelisah bila hendak memulai tidur. Pasien mengatakan ada orang yang tidak

dikenalnya masuk ke kamar tidurnya, yang katanya bermaksud jahat pada dirinya. Kemarin

malam pasien berulang kali berteriak “ pergi kamu” dengan ekspresi ketakutan. Kadang diikuti

pula dengan gerakan seperti memukul orang. Hal itu tidak jelas ditujukan kepada siapa, karena

tidak ada orang lain di kamarnya, Walau semalaman tidak tidur, pagi hari pasien tampak lebih

tenang. Pasien tidak mengeluh lagi ada masalah fisik seperti yang dialami beberapa hari

lalu.Namun, keluarga pasien mengkhawatirkan kondisi pasien yang sudah beberapa hari tidak

tidur, sehingga pagi ini pasien dibawa berobat ke rumah sakit.

Sejak dua minggu ini keluarga memberikan pasien obat untuk mengatasi masalah tidurnya.

Setelah “obat tidur” habis, tidak dilanjutkan lagi dan diganti dengan obat “ Amitri…..” (keluarga

lupa namanya). Selanjutnya pasien tampak gelisah, mengeluh pusing, sulit BAB, mulut/bibir

tampak kering dan selera makan menurun.Keluarga menduga timbulnya perubahan pada pasien,

baik fisik maupun mental terkait dengan obat yang diminumnnya tanpa instruksi dokter. Dan

keluarga berharap kondisi pasien akan segera pulih bila makan dan minumnya teratur.

Satu bulan yang lalu pasien diajak menginap di rumah anak bungsunya, Tn. Ardi di Tangerang

untuk menjenguk cucunya yang baru lahir. Selama ini pasien tinggal di Jakarta dengan anaknya

yang kedua, Nn. Ade. Keluarga berpendapat, keadaan pasien mungkin bisa membaik apabila

dekat dengan cucu- cucunya. Kenyataannya, pasien kesal mendengar tangisan atau teriakan cucu

yang justru dianggap mengganggu. Paginya badan pasien terasa lemah, siang mengantuk dan

menjelang senja mulai gelisah. Malam sering marah- marah bila mendengar suara berisik

anak/cucunya atau dari televisi, hingga beberapa hari tidak tidur.

3

Page 4: Makalah Ger Gangguan Tidur

Sesi II

Menurut kedua anak pasien.” Obat Amitri….”( nama obat masih belum diingat) sudah biasa

dikonsumsi ibunya bila mengalami “down”. Di samping mudah diperoleh dari took obat dekat

rumahnya (harusnya dengan resep dokter), obat relatif murah juga ampuh. Juga aman terhadap

jantung pasien yang menurut dokter kondisinya cukup baik, demikian dengan hasil pemeriksaan

fisik lainnya.

Tahun 2004 obat tersebut mulai dikonsumsi pasien setelah meninggalnya sang suami akibat

serangan jantung. Saat kondisi ayahnya kritis, apalagi setelah wafat, anaknya yang tertua( Tn.

Ahmad) terus bertanya tentang warisan rumah dan sempat mengancam bila haknya tidak

diberikan. Saat itu pasien sangat terpukul, sehingga mengalami depresi berat dan harus dirawat.

Tahun 2005 setelah pensiun dari pekerjaannya pasien ingin total beristirahat. Fungsi

pekerjaan rumah masih baik, mau membantu memasak atau merapikan rumah. Namun pasien

menjadi jarang berkomunikasi dan mulai enggan menelepon rekan sekerjanya dulu, juga malas

beraktivitas di luar rumah.

Tahun 2006 pasien kembali merasa terpukul akibat desakan Tn Ahmad terhadap kepemilikan

rumah warisan tersebut. Setiap kali “down’, Ny Ani merasakan pikirannya selalu buntu, telat

mikir, susah konsentrasi, malas beraktivitas, tanpa selera makan dan problem tidur. Setelah

minum “ obat Amitri…” biasanya kondisi membaik. Selanjutnya obat dikonsumsi di luar anjuran

dokter.

Sejak tahun 2008 terlihat perubahan pada perilaku pasien. Obat- obatan atau vitamin sering

diminum melebihi dosis, karena pasien lupa apakah ia sudah meminumnya atau belum. Keluarga

menyadari pasien semakin sering lupa apakah ia sudah meminumnya atau belum. Keluarga

menyadari pasien semakin sering lupa sejak rentetan peristiwa yang sangat membebaninya.

Selain penurunan daya ingat, terjadi pula gangguan dalam daya pikir lainnya. Menurut cucu-

cucunya, sang nenek mulai telmi/ telat mikir dan tidak nyambung, sering mengulang pertanyaan

dan ucapannya. Akhirnya cucu- cucu malas berbicara dengan sang nenek.

4

Page 5: Makalah Ger Gangguan Tidur

Sesi III

Tahun 2009 pasien perlahan- lahan menunjukkan perubahan perilaku. Pasien sering

mengatakan bahwa dirinya bodoh karena sering lupa dan seketika tidak tahu apa yang harus

dikerjakan. Belakangan bukan hanya lupa barang- barang, tetapi salah meletakannya. Pernah

didapati makanan di lemari pakaian atau kunci dalam lemari es. Beberapa kali nyaris membakar

rumah karena lupa mematikan kompor gas sehabis memasak; masakannya pun sudah tidak

dilakukan dengan benar. Tak mampu lagi mengurus atau menghitung uang dengan benar, padahal

mantan karyawati senior bagian keuangan. Sebelumnya pasien dikenal sebagai orang yang

disiplin, sangat rapi, pembersih, menyukai keteraturan( termasuk pemberian nama anak- anaknya

yang disesuaikan dengan inisial namanya, yaitu Ahmad, Ade, Ardi), dalam keluarga sering trjadi

kesalahpahaman akibat perfeksionisnya. Kini keadaan sang ibu berubah drastis. Atas kejadian

selama ini membuat keluarga bingung apa yang sebenarnya terjadi. Sementara keluarga

menganggapnya sebagai sakit tua akibat usia dan peristiwa berat yang dialami pasien.

Sejak tahun 2011 pasien semakin sering lupa. Lupa nama anak- anaknya dan keliru

mengenalinya. Anak perempuannya dikira adiknya atau anak laki- lakinya dianggap suaminya.

Pasien terkadang berbicara sendiri sambil menyebut nama sang suami dan marah ketika

dijelaskan bahwa suaminya telah tiada. Pasien pernah keluar sendirian dan tidak tahu alamat

rumah sehingga diantar pulang oleh petugas keamanan. Pasien menganggap ia hanya menginap

sementara di rumah saudaranya( sebenarnya itu adalah rumahnya sendiri) dan harus segera

pulang karena orang tua ( padahal sudah lama meninggal) menunggu di rumah. Mondar- mandir

tanpa tujuan, membongkar dan merapikan baju secara berulang. Marah- marah tanpa sebab yang

jelas, tiba- tiba menangis dan sebaliknya gembira berlebihan. Sementara keluarga masih tetap

menganggap sebagai “ sakit tua” dan kekambuhan dari depresinya.

Sejak Juni 2012 ini keadaan pasien makin memburuk, aktivitas dan perawatan diri menurun.

Walau pasien masih dapat melakukan sendiri, seperti makan, mandi, atau berpakaian, namun

hasilnya akan berantakan, sehingga perlu dibantu.

Gejala yang sama dialami pula oleh kakak perempuan pasien yang sebelum meninggal

menderita radang paru- paru, immobilitas dan tidak bisa berbicara lagi.

5

Page 6: Makalah Ger Gangguan Tidur

Sesi IV

Keadaan Umum

Seorang wanita lansia 65 th, tampak lebih tua dari usianya, berpenampilan kurang rapi,

ekspresi gelisah.

Status Internus dan Status Neurologis

Saat kondisi fisik lebih tenang dalam posisi berbaring , hasil menunjukkan : TD: 110/80

mmHg; N: 90x/menit, RR: 20x/m, suhu afebril, kulit lembab. Konjungtiva/ sclera normal. Paru:

sonor, vesikuler, ronkhi-/-. Jantung: BJ: murni, murmur- , gallop -. Abdomen: NT epigastrium,

H/L: tidak teraba, BU + normal. Fungsi motorik, sensorik, dan koordinasi: dalam batas normal,

kecuali tremor kasar; refleks fisiologis normal, patologis:-.

Laboraturium

Dalam batas normal

Status Psikogeriatrik

Keadaan neurologis: compos mentis, psikologis dan social: terganggu. Aktivitas psikomotor

pada awal wawancara hiperaktif dengan ekspresi gelisah, irritable, sikap tidak kooperatif, lalu

pada pertengahan wawancaara tampak tenang. Arus pikir produktivitas kurang, kontinuitas

inkoherensi, tanpa hendaya berbahasa. Gangguan persepsi halusinasi visual dan auditorik +, ilusi

-. Pemeriksaan fungsi kognitif: penurunan memori jangka pendek/ segera dan remote memory,

perhatian/konsentrasi terganggu (seven serial test +) , disorientasi waktu, tempat, orang, fungsi

eksekutif (+ pikiran abstrak) terganggu; Agnosia +. Kemampuan menolong diri terganggu

( indeks ADL 11, Apraxia +, IADL 8, fungi eksekutif lainnya terganggu).

Pemeriksaan Diagnostik Lanjut/Penunjang

6

Page 7: Makalah Ger Gangguan Tidur

Keluarga menolak dilakukan pemeriksaan diagnostic lanjut (misal CT Scan), kecuali

pemeriksaan laboratorium, EKG, rontgen dengan alasan biaya. Pemeriksaan Psikometri akan

dilakukan bila kondsi pasien mulai tenang.

Sesi V

Pemeriksaan Fungsi Kognitif

Hasil CDT dan MMSE sebagai berikut:

Gambar 1. Hasil Pemeriksaan CDT

Hasil pemeriksaan MMSE (Mini Mental Status Examination):

Orientasi : 2

Registrasi : 3

Atensi dan kalkulasi : 1

Recall : 1

Bahasa : 3 (nama benda: 1; pengulangan/pebgertian verbal: 0; baca:

1; tulis: 1)

Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Visuospasial MMSE

7

Page 8: Makalah Ger Gangguan Tidur

8

Page 9: Makalah Ger Gangguan Tidur

PEMBAHASASAN

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. Ani

Usia : 65 tahun

Pekerjaan : pensiunan pegawai

Alamat : -

Agama : -

Suku bangsa : -

Status : janda ditinggal mati

Jumlah Anak : 3 orang anak

B. Analisis Masalah dan Hipotesis

Berdasarkan skenario masalah yang membawa pasien datang ke unit gawat darurat ialah

gangguan tidur. Tidur merupakan mekanisme fisiologis yang penting bagi tubuh, karena pada

saat itu terjadi perbaikan sel-sel, regeneraasi bahkan pertumbuhan sel-sel baru terutama pada usia

dini dan produktif. Struktur anatomi yang berperan dalam mekanisme tidur-bangun adalah

formatio reticularis pars medularis, talamus, basal forebrain yang bertangggung jawab terhadap

proses tidur; sedangkan brainstem formatio reticularis, talamus, subtalamus, midbrain, dan basal

forebrain bertanggung jawab dalam wakefulness.1 Dan secara neurokimiawi, neurotransmitter

juga ikut andil dalam terjadinya proses tidur. Serotonin yang diproduksi terutama di raphe nuclei

dari brainstem merupakan neurotransmitter utama pencetus tidur (the primary neurotransmiter

promoting sleep), sedangkan catecholamins, berperan dalam mekanisme wakefulness.1

Neurotransmitter lainnya, seperti histamine, acetylcholine, dopamine, serotonin dan

noradrenalin, berdasarkan bukti farmakologis juga meningkatkan wakefulness.2

Secara luas gangguan tidur dapat dibagi menjadi:

9

Page 10: Makalah Ger Gangguan Tidur

1. Kesulitan masuk tidur (sleep onset problems)

2. Kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintenance problem)

3. Bangun terlalu pagi (early morning awakening)

Gejala dan tanda yang muncul sering kombinasi dari ketiga gangguan tersebut dan dapat

muncul sementara atau kronik.

Berdasarkan DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:

1. Gangguan tidur yang berkolerasi dengan gangguan mental lain

2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medik umum

3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan/keadaan tertentu

4. Gangguan tidur primer (disini gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan

kondisi mental, fisik/penyakit ataupun obat-obatan)

Jadi, keadaan keadaan yang menimbulkan gangguan pada mekanisme tidur bangun ini, baik

secara anatomis maupun fisiologis (neurokimiawi-neurotransmitter) dapat menimbulkan

gangguan tidur, seperti pasca trauma, pasca stroke dan penggunaan obat-obatan

(sympathomimetis, adrenergic agonist, antidepressan). Perlu dipikirkan juga comorbid yang

terjadi pada gangguan tidur, seperti gangguan mental (gangguan cemas, mania/hypeomania),

gangguan neurologis (dementia, parkinsonism, Parkinson disease), dan gangguan medis umum

(asthma, cardiac ischmeia, paroxysmal nocturnal dyspnea).

C. Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan cermat dan teliti dengan tujuna mencari comorbid yang ada

pada pasien ini, gangguan yang mendasari, proses perjalanan penyakit dan factor-faktor lain yang

ikut mempengaruhi perjalanan penyakit pasien, selain factor usia yang sudah lanjut. Mengingat

bahwa usia pasien sudah lanjut, dan bila keterangan dari pasien kurang dapat dipercaya akibat

adanya hendaya baik dalam berbahasa, pikiran maupun tingkah laku yang timbul, maka perlu

dilakukan alloanamnesis. Berikut pertanyaan yang dapat diajukan baik pada autoanamnesis

maupun alloanamnesis.

10

Page 11: Makalah Ger Gangguan Tidur

Autoanamnesis

Riwayat Gangguan Sekarang

1. Sejak kapan Ibu mengalami problem tidur?

2. Apa yang Ibu rasakan menjelang waktu tidur? Apakah tidak mengantuk atau mudah

tertidur tapi sering terjaga di malam/dini hari?

3. Apa saja pencetus kesulitan tidur yang Ibu alami?

4. Apa yang Ibu rasakan di pagi hari setelah semalaman mengalami kesulitan tidur?

Riwayat Gangguan Dahulu

1. Apakah Ibu pernah mengalami problem serupa sebelumnya?

2. Apakah Ibu pernah menghadapi masalah berat yang membuat stress dan menjadi

beban pikiran? (dugaan terjadinya depresi pada pasien)

Riwayat Medis Umum

1. Adakah keluhan fisik yang Ibu alami, seperti demam, sakit kepala atau lemah lesu

lelah? (dugaan efek samping obat dan pengaruh dari kurang tidur pada pasien)

Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Apakah Ibu masih bekerja sekarang? Apa kegiatan Ibu sehari-hari?

2. Apakah Ibu masih berkomunikasi dengan teman-teman? (ditanyakan untuk mengtahui

hubungan sosial pasien)

Alloanamnesis

Riwayat Gangguan Sekarang

1. Apakah pasien sedang mengalami stress berat atau mungkin sedang menghadapi

masalah yang cukup berat?

2. Bagaimana kondisi pasien di pagi hari? Apakah merasa lelah dan mengantuk?

3. Apakah pasien mengkonsumsi obat tertentu untuk mengatasi masalah tidur

belakangan ini? Jika iya, bagaimana penggunaan dosisnya?

11

Page 12: Makalah Ger Gangguan Tidur

4. Adakah keluhan lain yang dialami pasien selain problem tidurnya? Apakah pasien

mengalami halusinasi?

5. Adakah gangguan ingatan/memori pada pasien? Bila iya, bagaimana keluarga dan

orang sekitar pasien menanggapinya?

Riwayat Gangguan Dahulu

1. Sebelum dibawa ke UGD RS saat ini, apakah pasien pernah dirawat atau dibawa ke

dokter dengan masalah serupa?

2. Apakah pasien pernah mengalami masalah yang membuatnya terpukul? (dugaan

pasien mengalami depresi)

Riwayat Medis Umum

1. Adakah keluhan fisik yang dialami pasien, seperti demam, sakit kepala atau lemah

lesu lelah? (dugaan efek samping obat dan pengaruh dari kurang tidur pada pasien)

Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Bagaimana sifat dan sikap pasien sehari-hari?

2. Adakah perubahan sikap yang terjadi pada pasien dibandingkan dengan sikap

sebelum sakit ?

3. Bagaimana sikap pasien dalam menghadapi menghadapi masalah?

4. Bagaimana aktivitas sehari-hari yang dilakukan pasien? Apakah pasien

membutuhkan pertolongan orang lain? (untuk menilai produktivitas pasien dalam

melakukan activities of daily living)

Riwayat Penyakit Keluarga

1. Apakah ada anggota keluarga mengalami masalah yang serupa dialami pasien?

(dugaan faktor predisposisi genetik)

12

Page 13: Makalah Ger Gangguan Tidur

D. Status Psikogeriartik

Keadaan Umum

Pasien terlihat lebih tua dari usianya, penampilan kurang rapi, ekkspresi gelisah

Kesadaran

Kesadaran neurologis : normal

Kesadaran psikologis : terganggu

Kesadaran sosial : terganggu

Aktivitas Psikomotor

Pada awal wawancara terlihat hiperaktif, ekspresi wajah gelisah irritable, tidak kooperatif

Afek dan Mood

Tidak ada keterangan

Presepsi

Terdapat halusinasi visual dan auditorik. Pada auto anamnesis didapatkan pasien berulang

kali berteriak “pergi kamu” dengan ekspresi ketakutan. Kadang diikuti juga dengan gerakan

seperti memukuli seseorang. Hal itu tidak jelas ditunjukkan kepada siapa, karena tidak ada

orang lain dikamarnya.

Proses Pikir

Arus pikir produktivitas kurang, kontuitas inkoherensi, tanpa hendaya berbahasa

Isi Pikir

Terdapat waham curiga, non-bizzare, sistematis

Pengendalian Impuls

Tidak ada keterangan

13

Page 14: Makalah Ger Gangguan Tidur

Daya nilai dan Tilikan

Tidak ada keterangan

Kognitif

Penurunan memori jangka pendek dan remote memory Perhatian atau konsentrasi terganggu (seven serial test +) Disorientasi waktu, tempat dan orang Fungsi eksekutif tergaanggu Agnosia (+)

Taraf Intelektual

Tidak ada keterangan

Penilaian Fungsional

Kemampuan menolong diri terganggu dengan indeks:

ADL : 11 (terdapat apraxia) IADL : 8 (fungsi eksekutif lainnya terganggu)

Kompetensi

Tidak ada keterangan

E. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari comorbid (penyakit penyerta)

yang terdpaat pada pasien. Adapun hasil pemeriksaan fisik ialah sebagai berikut:

“Saat kondisi fisik lebih tenang dalam posisi berbaring, hasil menunjukkan : TD: 110/80

mmHg; N: 90x/menit, RR: 20x/m, suhu afebril, kulit lembab. Konjungtiva/ sclera normal. Paru:

sonor, vesikuler, ronkhi-/-. Jantung: BJ: murni, murmur- , gallop -. Abdomen: NT epigastrium,

H/L: tidak teraba, BU + normal. Fungsi motorik, sensorik, dan koordinasi: dalam batas normal,

kecuali tremor kasar; refleks fisiologis normal, patologis:-.”

14

Page 15: Makalah Ger Gangguan Tidur

Ditemukan bahwa kondisi fisik pasien lebih tenang saat berbaring. Hal ini terjadi dapat

dikarenakan kondisi pasien yang mengalami kelelahan akibat gangguan tidur.

Pada pemeriksaan palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium. Nyeri tekan di

daerah epigastrium lebih banyak mengindikasikan adanya gangguan pada gaster, yaiitu gastritis.

Tremor kasar. Tremor kasar atau juga dapat disebut dengan tremor halus merupakan

manifestasi klinis yang khas dari parkinsonism/parkinson disease. Pada pasien ini tremor kasar

yang tejadi kemungkinan besar akibat dari neurodegenerative neuron dopaminergic, Parkinson

disease. Kemungkinan parkinsonism dapat disingkirkan karena tidak didapatkan riwayat

penggunaan obat antipsikotik tipikal yang memberikan efek samping berupa gangguan

ekstrapiramidal.

F. Pemeriksaan Psikometri

Hasil Pemeriksaan CDT

Gambar 1. Hasil Pemeriksaan CDT

Tabel 1. Penilaian Hasil Pemeriksaan CDT

Aspek Penilaian Kemampuan Pasien ScoreMenggambar lingkaran tertutup

√ 1

Menempatkan angka-angka 1-12 dalam posisi yang benar

X 0

15

Page 16: Makalah Ger Gangguan Tidur

Ke-12 angka diletakkan dengan tepat

√ 1

Kedua jarum pada posisi yang benar

X 0

Total Score 2Indikasi Terdapat gangguan kognitif

Hasil pemeriksaan MMSE (Mini Mental Status Examination):

Orientasi : 2

Registrasi : 3

Atensi dan kalkulasi : 1

Recall : 1

Bahasa : 3 (nama benda: 1; pengulangan/pebgertian verbal: 0; baca:

1; tulis: 1)

Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Visuospasial MMSE

Dari hasil pemeriksaan MMSE didaptkan total score 10. Hal ini menunjukkan bahwa pada

pasien terjadi moderate cognitive impairment (normal: ≥ 25; mild cogniitive impairment: 21-24;

moderate cognitive impairment: 10-20; severe cognitive impairment: ≤ 9).

16

Page 17: Makalah Ger Gangguan Tidur

G. Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan keputusan dari keluarga pasien pemeriksaan penunjang tidak dilakukan.

H. Diagnosis dan Dasar Diagnosis

Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan pola perilaku dan psikologis yang secara klinis

bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa, pemanfaatan waktu luang dan hubungan

sosial dan fungsi pekerjaan.

Aksis I

Pada status mental didapatkan deteriorasi yang cepat dengan gangguan multiple yang nyata

dari fungsi kortikal luhur, serta onset sebelum usia 65 tahun, disertai perkembangan gejala yang

cepat dan progresif, maka dapatdikelompokkan ke dalam Dimensia.

Berdasarkan data ini kemungkinan organik sebagai penyebab kelainan yang secara fisiologis

menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita saat ini tidak bisa

disingkirkan, sehingga diagnosis gangguan mental organik (F00-F09) tidak dapat di singkirkan.

Pada pemeriksaan status mental pasien ditemukan suatu gejala yang jelas dan bermakna,

yaitu terjadi penurunan daya ingat yang nyata secara cepat dan progresif, terdapat gangguan isi

pikir berupa waham curiga, non bizar, sistematik. Gangguan persepsi halusinasi visual dan

auditorik positif. Progresi pikiran produktifitas : berkurang, inkontinuitas inkoherensi.

Secara keseluruhan gejala tersebut timbul perlahan-lahan dan menyebabkan gangguan

bermakna pada fungsi sosial dan pemanfaatan waktu luang.

Aksis II

Dari pemeriksaan anamnesis pasien diduga pasien tidak memiliki gangguan kepribadian

namun ada ciri kepribadian anankastik, karena pribadi pasien yang perfeksionis.

Aksis III

Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan abdomen, kemungkinan nyeri pada pasien ini

disebabkan oleh gastritis yang dipicu oleh hipersekresi dari asam lambung akibat depresi.

Aksis IV

17

Page 18: Makalah Ger Gangguan Tidur

Ada stresor yang berasal dari anak pasien, dimana sang anak meminta bahkan memaksa dan

mengancam pasien untuk diberikan warisan. Disamping itu kurangnya dukung dari pihak

keluarga seperti para cucunya malas berbicara dan meninggalkan sang pasien karena sang pasien

tidak nyambung dan sering mengulang pertanyaan dan ucapan.

Berdasarkan data-data tersebut diatas, maka sesuai kriteriaPPDGJ III, untuk 

Aksis I :

F 00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer Onset Dini

Axis II :

Ciri kepribadian anankastik

Axis III :

Bab XI K00-K93 Gangguan sistem pencernaan

Axis IV :

Masalah dengan primary support group ( Keluarga )

Axis V :

Current : 60-51 Gejala sedang (moderete), disabilitas sedang

HLPY : 70-61 Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan

dalam fungsi, secara umum masih baik.

I. Patogenesis Skenario

Berdasarkan anamnesis, ditemukan bahwa Ny. Ani kemungkinan mengalami depresi dan

juga ada riwayat keluarga yang menderita Demensia Alzheimer, sehingga kedua hal ini menjadi

faktor predisposisi timbulnya Demensia Alzheimer pada Ny. Ani tersebut.

Demensia Alzheimer terjadi karena adanya pembentukan plak senilis dan neuritik,

neurofibrillary tangles, hilangnya neuron atau sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan adanya

Hirano bodies.3 Plak neuritik ini mengandung b-amyloid ekstraselular yang dikelilingi neuritis

distrofik. Pembentukan b-amyloid ini menimbulkan adanya proses oksidasi dan exitocoxicity

yang menyebabkan kematian sel neuron yang berujung pada defisiensi neurotransmitter, yang

18

Page 19: Makalah Ger Gangguan Tidur

berperan penting dalam fungsi kognitif.3 Dengan menurunnya jumlah neurotransmitter, akan

terjadi abnormalitas fungsi kognitif dan perilaku, seperti manifestasi pada penyakit Alzheimer.

Pembentukan b-amyloid yang terjadi juga akan menimbulkan agregasi b-amyloid, dan

didalam b-amyloid tersebut mengandung protein komplemen, microglia yang teraktivasi, sitokin-

sitokin, dan protein fase akut, sehingga kemungkinan ada komponen inflamasi yang terlibat

dalam kematian sel neuron yang berujung pada defisit neurotransmitter. Selain itu, pembentukan

neurofibrillary tangles mengandung protein tau yang terhiperfosforilasi yang juga mengakibatkan

abnormalitas kognitif dan perilaku pada penyakit Alzheimer, yang bermanifestasi menjadi mudah

lupa, halusinasi, waham, dan ketidakmampuan Ny. Ani untuk melakukan aktivitas sehari-hari

tanpa bantuan.

Berikut riwayat perjalanan penyakit pasien dimulai sejak tahun 2004-sekarang.

2004 Pasien mulai mengonsumsi Amitriptilin setelah suaminya meninggal akibat penyakit

jantung. Kemudian pasien mengalami depresi berat dan harus dirawat akibat anaknya

terus bertanya mengenai warisan rumah serta mengancam pasien.

2005Setelah pasien pensiun dari pekerjaannya, pasien total istirahat. Fungsi pekerjaan rumah

masih baik, namun pasien menjadi jarang berkomunikasi dan mulai enggan menelepon

rekan-rekan kerjanya dulu serta malas beraktivitas di luar rumah.

2006Pasien merasa pikirannya buntu, telat mikir, susah konsentrasi, malas beraktivitas,

penurunan selera makan dan gangguan tidur. Pasien mulai mengonsumsi obat Amitriptilin

diluar anjuran dokter.

2008Mulai nampak perubahan perilaku pada pasien. Obat-obatan dan vitamin sering diminum

lebih dosis, karena pasien lupa. Selain penurunan daya ingat, terjadi pula gangguan daya

pikir pasien.

19

Page 20: Makalah Ger Gangguan Tidur

2009Perubahan perilaku pasien semakin jelas perlahan-lahan, sering lupa dan seketika tidak

tahu apa yang dikerjakan. Tak mampu lagi mengurus atau menghitung uang.

2011Pasien semakin sering lupa dan disorientasi lingkungan. Selain itu terlihat abnormalitas

mood pada pasien.

2012Keadaan pasien memburuk, aktivitas dan perawatan diri menurun serta butuh bantuan

dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Sebulan sebelum dibawa ke unit gawat darurat,

gangguan tidur pada pasien semakin bertambah dipicu oleh teriakan maupun tangisan

cucunya. Paginya badan pasien terasa lemah, siang mengantuk dan menjelang senja mulai

gelisah. Dua minggu sebelum dibawa ke unit gawat darurat pasien mulai mengonsumsi

obat tidur dan kemudian kembali diganti dengan Amitriptilin dan menimbulkan efek

tampak gelisah pada pasien, pusing, sulit BAB, mulut tampak kering dan selera makan

menurun. Tiga hari sebelum dibawa ke unit gawat darurat pasien tampak gelisah bila

hendak tidur dan timbul waham curiga .

J. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Umum

1. Menghentikan obat-obat yang bersifat sedative dan mempengaruhi fungsi kognitif.

2. Antidepresi. Pada pasien degenerative sering muncul depresi. Antidepresi memiliki efek

samping minimal terhadap fungsi kognitif seperti: SSRI (serotonin selective

reuptakeinhibitor), lebih dianjurkan pada pasien demensia dengan gejala depresi.

3. Antikonvulsi. Kadang dibutuhkan untuk mengendalikan kejang..

4. Mengatasi factor-faktor yang mencetuskan gangguan perilaku, sehingga tidak perlu

memberikan obat-obat antipsikosis

20

Page 21: Makalah Ger Gangguan Tidur

5. Haloperidol dosis rendah (0,5-2 mg), trazodone, buspiron, atau propranolol. Obat-obat

untuk meredam agitasi dan insomnia tanpa memperberat demensia.

6. Intervensi perilaku.

7. Kolinesterase inhibitor. Terapi terpilih untuk menigkatkan fungsi kognitif pada pasien

demensia, seringkali dapat pula mengurangi gejala apati, halusinasi visual, dan beberapa

gejala psikiatrik lain.

8. Mempertahankan kondisi fisis atau kesehatan pasien, mencegah komplikasi seperti

pneumonia, ispa, septicemia, ulkus dekubitus, fraktur, dan berbagai masalah nutrisi.

9. Pada stadium awal penyakit, dokter harus mengusahakan berbagai aktivitas untuk

mempertahankan status kesehatan pasien, seperti: olahraga, mengendalikan hipertensi

dan penyakit lain, imunisasi terhadap pneumokokok dan influenza, memperhatikan

hygiene mulut dan gigi, serta mengupayakan kacamata dan alat bantu dengar bila ada

gangguan penglihatan dan pendengaran,

10. Memenuhi kebutuhan dasar pasien, seperti: nutrisi, hidrasi, mobilisasi, dan perawatan

kulit untuk mencegah ulkus dekubitus..

Pengobatan untuk mempertahankan fungsi kognitif

Kolinesterase inhibitor. Tacrine, donepezil, rivastigmin, dan galantamin untuk pengobatan

AD. Obat-obat ini menghambat enzim kolinesterase, sehingga kadar asetilkolin meningkat.

Tacrine jarang digunakan karna memiliki efek samping hepatotoksik. Efek samping obat-obat

kolinesterase inhibitor adalah mual, muntah, diare, penurunan berat badan, insomnia, mimpi

abnormal, kram otot, bradikardi, sinkop, dan fatig. Efek-efek tersebut umumnya mucul saat awal

terapi tapi dapat dikurangi bila interval peningkatan dosisnya diperpanjang, dan dosis rumatan

diminimalka, serta efek samping pada gastrointestinal juga dapat diminimalkan bila diberikan

bersamaan dengan makan. Indikasi untuk berpindah dari satu kolinesterase inhibitor ke obat lain

adalah adanya reaksi alergi, efek samping yang tidak teratasi, keinginan keluarga, dan tidak ada

respon pengobatan setelah pemakaian 6 bulan. Bila akan berpindah, dianjurkan untuk

menghenrikan pemberian obat sementara (washout period) selama 3-4 minggu. Kolinesterase

inhibitor umumnya digunakan bersama dengan memantin dan vitamin E.

21

Page 22: Makalah Ger Gangguan Tidur

Antioksidan. Vitamin E dapat memperlambat progresi penyakit Alzheimer menjadi lebih

berat. Vitamin E juga digunakan sebagai pencegahan primer demensia. Efek terapi vitamin E

pada pasien demensia maupun dengan gangguan kognitif ringan tampaknya hanya bermanfaat

bila dikombinasi dengan kolinesterase inhibitor.

Memantin. Sebagai terapi pada demensia sedang dan berat yang merupakan suatu antagonis

N-metil-D-aspartat. Efek terapinya diduga adalah melalui pengaruhnya pada glutaminergic

excitotoxicity dan fungsi neuron di hipokampus.

Penatalaksanaan Nyeri Tekan Epigastrium

PPi. Dapat diebrikan obat ini untuk menurunkan kadar asam lambung, sehingga dapat

mengunagi kadar keasamnan lambung.

Asupan makanan haruslah dikontrol. Harus terjaga untuk mengurangi resiko terkena infeksi

saluran pencernaan, dan makanan yang diberikan jjangan yang dapat mernagsang asam lambung,

seperti makanan asam, kpoi, teh.

Psikologis. Faktor psikologis juga dapat mempengaruhi sekresi asam lambung. Oleh karena

itu, hindari stressor—stressor penyebab stress.

K. Prognosis

Ad vitam bonam . Pada pasein ini tidak didapatkan penyakit penyerta (comorbid) yang dapat

mengancam nyawa, ataupun memperparah perkembangan penyakit pasien.

Ad fungsionam malam. Penurunan fungsi pada pasien ini sudah tidak dapat dikembalikan

lagi, karena merupakan suatu proses degenerative.. : malam

Ad sanationam bonam. Kekambuhan penyakit tidak akan terjadi, karena merupakan sautu

proses penyakit yang kronik dan progressive. Yang dapat terjadi pada pasien bila tidak diterpai

denngan adekuat ialah perburukan dari manifestasi klinik.

22

Page 23: Makalah Ger Gangguan Tidur

23

Page 24: Makalah Ger Gangguan Tidur

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ganggguan Tidur Pada Usia Lanjut

Secara luas gangguan tidur pada lansia dapat dibagi menjadi:

4. Kesulitan masuk tidur (sleep onset problems)

5. Kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintenance problem)

6. Bangun terlalu pagi (early morning awakening)

Gejala dan tanda yang muncul sering kombinasi dari ketiga gangguan tersebut dan dapat

muncul sementara atau kronik.

Klasifikasi diagnostik gangguan tidur secara internasional mengacu pada 3 sistem diagnostik

yaitu:4

1. ICD 10

Dalam ICD 10 insomnia dibagi menjadi 2, organik dan non organik. Untuk non

organik dibagi menjadi 2 kategori, yaitu dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan

waktu tidur) dan parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur, seperti

mimpi buruk, berjalan sambil tidur, dll). Insomnia disini adalah insomnia kronik yang

sudah diderita ppaling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan

sosial.

2. DSM IV

Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:

3. Gangguan tidur yang berkolerasi dengan gangguan mental lain

4. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medik umum

5. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan/keadaan tertentu

6. Gangguan tidur primer (disini gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali

dengan kondisi mental, fisik/penyakit ataupun obat-obatan)

24

Page 25: Makalah Ger Gangguan Tidur

3. ICSD 2

Kategori yang digunakan dalam ICSD 2 meliputi:

I. Insomnia (Insomnias)

II. Gangguan tidur yang berkaitan dengan nafas (Sleep-Related Breathing Disorder)

III. Hipersomnia bukan karena gangguan tidur berkaitan dengan nafas

(Hypersomnias Not Due to a Sleep-Related Breathing Disorder)

IV. Gangguan irama sirkadian tidur (Circadian Rhytm Sleep Disorders)

V. Parasomnia (Parasomnias)

VI. Gangguan tidur berkaitan dengan gerakan (Sleep-Related Movement

Disorders)

VII. Gejala-gejala terisolasi, tampak sebagai variasi normal, isu yang tak

terselesaikan (Isolated Symptoms, Apparently Normal Variants, and Unresolved Issues)

VIII. Gangguan tidur lainnya (Other Sleep Disorders)

Stadium Tidur Normal pada Orang Dewasa4

1. Stadium 0

Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase ini

ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus otot

meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase

mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.

2. Stadium 1

Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium 1

NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total

waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa

menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan teta,

tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat, tonus otot

menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang mudah dibangunkan

dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.

3. Stadium 2

25

Page 26: Makalah Ger Gangguan Tidur

Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh aktivitas

teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan tidur adalah

gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik. Kompleks K yaitu

gelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi

2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500 mdetik. Tonus otot rendah, nadi

dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal.

Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.

4. Stadium 3

Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per detik,

amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada

gerakan bola mata.

5. Stadium 4

Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit

dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta. Stadium 3

dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini menghabiskan

sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan

setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur.

Siklus tidur dan bangun (irama sirkadian), polanya adalah bangun sepanjang hari saat cahaya

terang dan tidur sepanjan gmalam saat gelap. Stimulasi cahaya cerang akan masuk melalui mata

dan mempengaruhi suatu bagian dihipotalamus yang disebut nukleus supra-chiasmatic (NSC).

NSC akan mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran berbagai hormon

pengatur temperatur badan, cortisol, GH (growth hormone) dan lain-lain yang akan memegang

peran untuk bangun dan tidur. Jika pagi cahaya masuk, NSC akan segera mengelurkan hormon

yang menstimulasi peningkatan temperatur badan, cortisol, dan GH sehingga orang terbangun.

Jika malam, NSC merangsang pengeluaran hormon melantonin yang diproduksi oleh glandula

pineal yang akan mempengaruhi terjadinya relaksasi dan penurunan temperatur badan serta

cortisol sehingga orang mengantuk dan tidur. Kadar melantonin dalam darah mulai meningkat

pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi.

26

Page 27: Makalah Ger Gangguan Tidur

B. Dementia

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh

penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan tingkat kesadaran. Demensia merujuk pada

sindrom klinis yang mempunyai bermacam penyebab. Pasien dengan demensia harus mempunyai

gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian,

bahasa, praksis dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi

aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.

Sebagian besar kasus demensia menunjukkan penurunan yang progresif dan irreversible,

namun dapat pula terjadi mendadak (misalnya: pasca stroke atau cedera kepala), dan beberapa

penyebab demensia dapat sepenuhnya pulih (misalnya hematoma subdural, toksisitas obat,

depresi) bila dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Demensia dapat muncul pada usia berapapun

meskipun umumnya muncul setelah usia 65 tahun.

Demensia berbeda dengan delirium. Delirium merupakan keaddaan kebingungan biasanya

timbul mendadak, ditandai dengan gangguan memori dan orientasi dan biasanya disertai gerakan

abnormal, halusinasi, ilusi, dan perubahan afek.5 Untuk membedakan dari demensia, delirium

terdapat penurunan tingkat kesadaran selain dapat pula hyperalert. Delirium biasanya berfluktuasi

intensitasnya dan dapat dmenjadi demensia bila kelainan yang mendasari tidak teratasi. Pasien

demensia sendiri secara khusus cenderung untuk timbul delirium.

Epidemiologi5

Insidensi meningkat seiring bertambahnya usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi meningkat

dua kali lipat tiap pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada

populasi berusia >60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia di AS dan Eropa adalah

Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vascular, dan yang lebih jarang adalah

demensia tipe Lewy body, demensia fronto-temporal (FTD), dan demensia pada penyakit

Parkinson. Proporsi perempuan yang mengalami Alzheimer lebih tinggi disbandingkan laki-laki.

Faktor-faktor risiko lain adalah tingkat pendidikan yang rendah, hipertensi, diabetes mellitus,

27

Page 28: Makalah Ger Gangguan Tidur

dislipidemia, serta berbagai factor risiko timbulnya aterosklerosis dan gangguan sirkulasi

pembuluh darah otak. (1)

Etiologi Dementia5

1. Etiologi demensia tersering:

a. Penyakit Alzheimer. Penyebab tersering terjadinya demensia.

b. Demensia vaskuler. Penyebab tersering kedua demensia dan sering pada pasien lansia

atau populasi dengan akses pelayanan kesehatan yang terbatas. Seringkali dibarengi dengan

penyakit neurodegenerative.

c. Penyakit Parkinson. Sering menyebabkan demensia.

d. Intoksikasi kronik. Hal ini termasuk intoksikasi obat dan alcohol yang sering merupakan

penyebab demensia yang bisa disembuhkan.

2. Etiologi demensia yang jarang :

Defisiensi vitamin, gagal organ dan endokrin, infeksi kronis, trauma kepala dan kerusakan

otak difus, neoplastik, gangguan toksik, psikiatrik, penyakit degenerative, additional condition

pada anak-anak dan remaja, dan berbagai macam ( sarcoidosis, vaskulitis, CADASIL, porfirian

intermiten akut, demam non konvulsif rekuren). (2)

C. Penyakit Alzheimer/Dementia Alzheimer6

AD adalah penyebab tersering demensia pada pasien lansia dan juga bisa terjadi pada masa

remaja. Pada AD akan terlihat onset kehilangan memori diikuti dengan demensia progresif yang

lambat selama beberapa tahun.

Manifestasi Klinik

Pada AD cenderung mengikuti pola yang khas. Dimulai dengan penurunan fungsi memori,

meluas ke bahasa dan deficit visuospatial. AD dengan pola tidak khas memiliki kesulitan dalam

menemukan kata, organisasional, dan navigasi.

28

Page 29: Makalah Ger Gangguan Tidur

Pada stadium awal, kehilangan memori bisa tidak disadari atau yang disebut dengan benign

forgetfulness. Jika kehilangan memori disadari dan jatuh 1,5 standar deviasi dibawah normal pada

standardisasi tes memori, maka telah masuk ke kategori MCI ( Mild Cognitive Impairment).

Sekitar 50% pasien dengan MCI akan berkembang menjadi AD selama 4 tahun. Secara lambat,

masalah kognitif akan timbul pada aktivitas sehari-hari.

Pada stadium menengah, pasien tidak bisa bekerja, mudah lupa dan bingung, dan

membutuhkan pengawasan harian. Etiket, sikap rutin, dan perbincangan biasa akan terpengaruh,

serta bahasa ikut terpangaruh. Pada beberapa pasien, afasia merupkan gejala yang timbul awal

dan menonjol. Kesulitan menemukan kata juga bisa menjadi masalah. Apraksia muncul dan

pasien mengalami kesulitan melakukan aksi motorik yang telah dipelajari. Penurunan

visuospasial mulai muncul saat berpakaian, makan, berjalan, dan pasien gagal menyelesaikan

puzzle atau mengikuti tampilan geometris. Kalkulasi sederhana dan pembacaan jam menjadi

susah secara parallel.

Pada stadium berikutnya, beberapa pasien tetap rawat jalan. Hilangnya pertimbangan dan

penalaran tidak bisa dihindari. Delusi biasa terjadi dan biasanya sederhana, dengan tema umum

seperti pencurian, perselingkuhan, dan misidentifikasi. Sekitar 10% dari pasien AD, akan

mengalami Capgras’ syndrome, sebaliknya dengan Demensia Lewy Body (DLB), sindrom ini

sebagai tanda awal. Kehilangan inhibisi dan agresi dapat terjadi dan berubah menjadi pasif dan

menarik diri, pola tidur-bangun terganggu, beberapa pasien mengalami gaya jalan shuffling

dengan rigiditas otot yang menyeluruh berhubungan dengan kelambatan dan kecanggungan

gerakan. Pasien sering terlihat seperti parkinsonisme, tapi jarang memiliki amplitude tinggi,

ritmik, dan resting tremor.

Pada stadium akhir, pasien AD menjadi kaku, diam, inkontinensia, terbaring di tempat

tidur. Bantuan dibutuhkan dalam aktivitas sehari-hari. Refleks tendon hiperaktif dan myoclonic

jerks bisa terjadi secara spontan atau sebagai respon terhadap stimulasi fisik atau auditorik.

Kejang umum juga bisa terjadi. Kematian sering diakibatkan oleh malnutrisi, infeksi sekunder,

emboli pulmoner, penyakit jantung, atau paling sering yaitu aspirasi. Untuk alasan yang tidak

diketahui, beberapa pasien AD menunjukkan penurunan hebat dalam fungsi, dan lainnya tanpa

kerusakan besar.

29

Page 30: Makalah Ger Gangguan Tidur

Patobiologi dan Patogenesis

Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik,

neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovaskular, dan Hirano bodies.

Plak senilis. Satu gambaran patologis utama untuk diagnosis penyakit Alzheimer.

Sebenarnya jumlah plak meningkat seiring usia dan jugan muncul pada usia lanjut yang tidak

demensia.

Plak neuritik. Mengandung β-amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis distrofik. Plak

neuritik juga mengandung protein komplemen, microglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, protein

fase akut, sehingga komponen inflamasi juga diduga telibat pada pathogenesis DA. Plak difus

(non neuritik). Deposisi amyloid tanpa abnormalitas neuron. Deteksi adanya Apo E di dalam plak

β-amyloid menunjukkan bukti hubungan antara amyloidogenesis dan Apo E. Gen yang

mengkode APP (the amyloid precursor protein) terletak pada kromosom 21, menunjukkan

hubungan potensial DA dengan sindrom Down. Pembentukan amyloid merupakan pencetus

berbagai proses sekunder pada pathogenesis DA.

Neurofibrillary tangles. Struktur intraneuron yang mengandung tau yang terhiperfosforilasi

pada pasangan filament helix. Normalnya pada usia lanjut terdapat di beberapa lapisan

hipokampus dan korteks entorhinal, tapi jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa

demensia. Neurofibrillary tangles tidak spesifik pada DA.

Secara biokimiawi, AD berkaitan dengan penurunan beberapa protein dan neurotransmitter,

khususnya asetilkolin, enzim sintetiknya asetilkolin transferase, dan reseptor nikotinik kolinergik. (2)

Diagnosis

Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia dilakukan dari berbagai segi.

Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan criteria diagnosis yang sesuai dengan Diagnosis and

Statistical Manual of Mental Disorders, edisi keempat (DSM-IV). Tipe lain harus dilakukan

melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, serta pemeriksaan penunjang yang tepat.

Anamnesis. Anamnesis terfokus pada awitan, lamanya, dan bagaimana laju progresi

penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Seorang usia lanjut dengan kehilangan memori yang

berlangsung lambat selama beberapa tahun kemungkinan menderita DA. Hampir 75% pasien DA

30

Page 31: Makalah Ger Gangguan Tidur

dimulai dengan gejala memori, tetapi gejala awal juga dapat meliputi kesulitan mengurus

keuangan, belanja, mengikuti perintah, menemukan kata, atau mengemudi. Riwayat penyakit

pasien, factor risiko, riwayat keluarga juga harus selalu menjadi bagian dari evaluasi.

Pemeriksaan Fisis dan Neurologis. Mencari keterlibatan system saraf dan ppenyakit sistemik

yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Umumnya pada DA tidak

menunjukkan gangguan system motorik kecuali pada tahap lanjut.

Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatrik. Pemeriksaan yang sering digunakan adalah the

mini mental status examination (MMSE), yang dapat pula untuk memantau perjalanan penyakit.

MMSE berupa 30 point-test terhadap fungsi kognitif dan berisikan pula uji orientasi, memori

kerja, memori episodic, komprehensi bahasa, menyebut kata, dan mengulang kata. Pada DA

deficit yang terlibat berupa memori episodic, category generation, dan kemampuan

visuokonstruktif. Defisit pada kemampuan verbal dan memori episodic visual sering merupakan

abnormalitas neuropsikologis awal yang terlihat pada DA. Pengkajian status fungsional juga

harus dilakukan.

Pemeriksaan penunjang. Tes laboratorium tidak dilakukan serta merta pada semua kasus.

Pemeriksaan tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit, dan VDRL direkomendasikan

untuk diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang dipertimbangkan adalah pungsi lumbal,

fungsi hati, fungsi ginjal, pemeriksaan tokksin di urin/darah, dan Apolipoprotein E. Pemeriksaan

penunjang yang juga direkomendasikan adalah CT/MRI kepala untuk mengidentifikasi tumor

primer atau sekunder, lokasi area infark, hematoma subdural, dan memperkirakan adanya

hidrosefalus bertekanan normal atau penyakit white matter yang luas. Pada DA, terdapat atrofi

hipokampus selain adanya atrofi kortikal yang difus.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Umum

1. Menghentikan obat-obat yang bersifat sedative dan mempengaruhi fungsi kognitif.

31

Page 32: Makalah Ger Gangguan Tidur

2. Antidepresi. Pada pasien degenerative sering muncul depresi. Antidepresi memiliki efek

samping minimal terhadap fungsi kognitif seperti: SSRI (serotonin selective

reuptakeinhibitor), lebih dianjurkan pada pasien demensia dengan gejala depresi.

3. Antikonvulsi. Kadang dibutuhkan untuk mengendalikan kejang.\

4. Memasukkan lansia dengan demensia ke panti werdha. Agitasi, halusinasi, delusi,

kebingungan, seringkali sulit ditatalaksana. Sebelum memberikan obat, harus

disingkirkan factor lingkungan atau metabolic yang dapat dimodifikasi.

5. Mengatasi factor-faktor yang mencetuskan gangguan perilaku, sehingga tidak perlu

memberikan obat-obat antipsikosis

6. Haloperidol dosis rendah (0,5-2 mg), trazodone, buspiron, atau pr

7. opranolol. Obat-obat untuk meredam agitasi dan insomnia tanpa memperberat

demensia.Intervensi perilaku.

8. Kolinesterase inhibitor. Terapi terpilih untuk menigkatkan fungsi kognitif pada pasien

demensia, seringkali dapat pula mengurangi gejala apati, halusinasi visual, dan beberapa

gejala psikiatrik lain.

9. Mempertahankan kondisi fisis atau kesehatan pasien, mencegah komplikasi seperti

pneumonia, ispa, septicemia, ulkus dekubitus, fraktur, dan berbagai masalah nutrisi.

11. Pada stadium awal penyakit, dokter harus mengusahakan berbagai aktivitas untuk

mempertahankan status kesehatan pasien, seperti: olahraga, mengendalikan hipertensi

dan penyakit lain, imunisasi terhadap pneumokokok dan influenza, memperhatikan

hygiene mulut dan gigi, serta mengupayakan kacamata dan alat bantu dengar bila ada

gangguan penglihatan dan pendengaran,

12. Memenuhi kebutuhan dasar pasien, seperti: nutrisi, hidrasi, mobilisasi, dan perawatan

kulit untuk mencegah ulkus dekubitus.

13. Gastrostomi, pemberian nutrisi dan cairan intravena, serta antibiotic. Pada beberapa

keadaan dalam upaya memperpanjang hidup yang perlu pertimbangan keluarga.

14. Kerja sama yang baik antara dokter dan pramuwerdha.

Pengobatan untuk mempertahankan fungsi kognitif

32

Page 33: Makalah Ger Gangguan Tidur

Kolinesterase inhibitor. Tacrine, donepezil, rivastigmin, dan galantamin untuk pengobatan

AD. Obat-obat ini menghambat enzim kolinesterase, sehingga kadar asetilkolin meningkat.

Tacrine jarang digunakan karna memiliki efek samping hepatotoksik. Efek samping obat-obat

kolinesterase inhibitor adalah mual, muntah, diare, penurunan berat badan, insomnia, mimpi

abnormal, kram otot, bradikardi, sinkop, dan fatig. Efek-efek tersebut umumnya mucul saat awal

terapi tapi dapat dikurangi bila interval peningkatan dosisnya diperpanjang, dan dosis rumatan

diminimalka, serta efek samping pada gastrointestinal juga dapat diminimalkan bila diberikan

bersamaan dengan makan. Indikasi untuk berpindah dari satu kolinesterase inhibitor ke obat lain

adalah adanya reaksi alergi, efek samping yang tidak teratasi, keinginan keluarga, dan tidak ada

respon pengobatan setelah pemakaian 6 bulan. Bila akan berpindah, dianjurkan untuk

menghenrikan pemberian obat sementara (washout period) selama 3-4 minggu. Kolinesterase

inhibitor umumnya digunakan bersama dengan memantin dan vitamin E.

Antioksidan. Vitamin E dapat memperlambat progresi penyakit Alzheimer menjadi lebih

berat. Vitamin E juga digunakan sebagai pencegahan primer demensia. Efek terapi vitamin E

pada pasien demensia maupun dengan gangguan kognitif ringan tampaknya hanya bermanfaat

bila dikombinasi dengan kolinesterase inhibitor.

Memantin. Sebagai terapi pada demensia sedang dan berat yang merupakan suatu antagonis

N-metil-D-aspartat. Efek terapinya diduga adalah melalui pengaruhnya pada glutaminergic

excitotoxicity dan fungsi neuron di hipokampus.

Terapi lain. Obat anti inflamasi (prednisone, rofecoxib, naproxen) namun belum ada data

yang mendukung terhadap manfaat obat ini dalam pengelolaan pasien demensia. Terapi sulih

estrogen namun penelitian menunjukkan tidak ada manfaat pada perempuan pascamenopause.

Menurut beberapa studi, bebrapa obat memiliki potensi dalam pencegahan dan pengobatan

demensia diantaranya ginkobiloba, huperzin A (kolinesterase inhibitor), imunisasi/vaksinasi

terhadap amyloid, dan beberapa pendekatan yang bersifat neuroprotektif.

33

Page 34: Makalah Ger Gangguan Tidur

KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis menderita demensia alzheimer. Diagnosis ini ditegakkan

berdasarkan anamnesis, status mental, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan umum pada pasien ini dengan farmakoterapi, terapi psikososial meliputi terapi

pada pasien, intervensi lingkungan dan terapi keluarga. Bila dilakukan penatalaksanaan dengan

benar dan pasien beserta keluarganya mau mengikuti apa yang dianjurkan dokter dengan baik,

prognosis pada pasien ini diharapkan menjadi baik

34

Page 35: Makalah Ger Gangguan Tidur

DAFTAR PUSTAKA

1. Czeisler CA, Winkelman JW, Richardson GS. Sleep Disorders. Longo, Fauci, Kasper,

editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. USA: McGraw-Hill

Companies; 2012; p. 213-9.

2. Galanter JM, Standaert DG. Pharmacology of Dopaminergic Neurotransmission. Golan

DE, Tashjian AH, Armstrong EJ, editors. Principles of Pharmacology: The

Pathophysiologic Basis of Drug Therapy. 2nd ed. Philadelphia, PA: Lippincott

Williams & Wilkins; 2008; p.185-201.

3. Rochmah W, Harimurti K. Demensia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta:

InternaPublishing; 2009. p. 837-9.

4. Potter, Patricia A. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik.

Jakarta: EGC; 2006.

5. Harimurti K, Rochmah W. Demensia. In: Aru WS, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editors.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Interna Publishing. 2009.p. 837- 44.

6. Miller BL, Seeley WW. Dementia. In: Jameson, Kasper, Longo, et al, editors. Harrison’s

Principles of Internal Medicine Volume 2. 18th ed. USA: The McGraw-Hill

Companies; 2012. p. 3300-1, 3305-6.

35