makalah ems status epiletikus dan sjs

31
BAB I PENDAHULUAN Secara klinis kegawatan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berada dalam keadaan kritis dan jika tidak dilakukan suatu usaha atau tindakan akan menyebabkan kematian. Misi dari emergency medicine meliputi evaluasi, tatalaksana, pengobatan, dan pencegahan penyakit dan cedera yang tidak diharapkan. Salah satu kegawatan adalah status epileptikus. Status epileptikus adalah serangkaian kejang yang serupa dan memanjang tanpa kembali pada kesadaran yang lengkap antara serangan (Dorland, 2002). Sedangkan menurut EFA, Epilepsy Foundation of America, status epileptikus adalah dua atau lebih serangan kejang tanpa adanya kesadaran penuh antara kejang, atau lebih dari 30 menit aktivitas kejang berkelanjutan. Dalam suatu studi epidemiologi mengenai status epileptikus, dijumpai sebanyak 69 persen episode terjadi pada dewasa dan 64 persen episode terjadi pada anak-anak dengan onset parsial, lalu diikuti general status epileptikus sekunder yang terjadi sebanyak 43 persen pada dewasa dan 36 persen pada anak-anak. Insiden status 1

Upload: sri-wahyuni

Post on 19-Jun-2015

1.154 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

status epileptikus, sindrom steven johnson, karbamazepin

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

BAB I

PENDAHULUAN

Secara klinis kegawatan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berada

dalam keadaan kritis dan jika tidak dilakukan suatu usaha atau tindakan akan

menyebabkan kematian. Misi dari emergency medicine meliputi evaluasi, tatalaksana,

pengobatan, dan pencegahan penyakit dan cedera yang tidak diharapkan.

Salah satu kegawatan adalah status epileptikus. Status epileptikus adalah

serangkaian kejang yang serupa dan memanjang tanpa kembali pada kesadaran yang

lengkap antara serangan (Dorland, 2002). Sedangkan menurut EFA, Epilepsy

Foundation of America, status epileptikus adalah dua atau lebih serangan kejang tanpa

adanya kesadaran penuh antara kejang, atau lebih dari 30 menit aktivitas kejang

berkelanjutan.

Dalam suatu studi epidemiologi mengenai status epileptikus, dijumpai

sebanyak 69 persen episode terjadi pada dewasa dan 64 persen episode terjadi pada

anak-anak dengan onset parsial, lalu diikuti general status epileptikus sekunder yang

terjadi sebanyak 43 persen pada dewasa dan 36 persen pada anak-anak. Insiden status

epileptikus sering terjadi pada tahun pertama kehidupan dan usia lebih dari 60 tahun.

Penyebab status epileptikus sangat bervariasi tiap individu. Pada orang

dewasa, penyebab utama adalah antiepileptikus potensi rendah (34 %) dan penyakit

serrbrovaskular (22%), termasuk akut atau remote stroke dan perdarahan.

Kegawatandaruratan juga dapat disebabkan oleh penggunaan obat anti epilepsi

yaitu sindrom Steven Johnson. Sindrom Steven Johnson adalah bentuk eritema

multiforme fatal yang timbul dengan prodromal seperti penyakit flu, dan ditandai

dengan lesi-lesi sistemik dan mukokutan yang berat (Dorland, 2002).

1

Page 2: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

BAB II

PEMICU

S, laki-laki, berusia 19 tahun, dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUP H.

Adam Malik Medan dengan keluhan kejang. Dari anamnese (oleh ibunya), kejang

telah dialami os dalam waktu 1 jam ini terus menerus. Kejang bersifat menhentak-

hentak seluruh tubuh yang diikuti dengan penurunan kesadaran. Muntah (-). Demam

(-). Riwayat penyakit yang sama pada keluarga (-). Sebelumnya os telah menderita

kejang menghentak-hentak ini sebanyak 10 kali dalam waktu ± 6 minggu ini, durasi

kejang 5-10 menit setiap kali kejang, dan setelah serangan os tertidur.

Apa yang terjadi pada S dan bagaimana penatalaksanaannya?

2

Page 3: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

BAB III

MORE INFO

More Info 1

Pemeriksaan fisik dijumpai: sensorium somnolen, tekanan darah 120/80mmHg,

nadi: 96x/menit, pernafasan 24x/menit, temp:36,8C

pemeriksaan neurologis dijumpai: sensorium somnolen, kejang tipe klonik, refleks

cahaya direk/indirek kanan (+/+)/ kiri (+/+), perangsangan meningeal (-), motorik

tidak dijumpai lateralisasi, refleks fisiologis normal kanan=kiri.

Dokter kemudian mendiagnosis S dengan Status epileptikus, kemudian dilakukan

penatalaksanaan SE, setelah 1 minggu kemudian os berobat jalan dan diberikan

Carbamazepine 200mg dengan dosis 3x1 tablet.

Setelah mengkomsumsi obat ini selama +/- 2minggu, pada badan os muncul kulit

melepuh yang mengenai muka, badan dan ekstremitas dan rasa perih di bagian

tubuhnya yang melepuh. Orang tua S, segera membawa kembali ke IGD RSHAM.

Apa yang terjadi pada S sekarang dan bagaimana penatalaksanaanya?

More Info 2

Keadaan umum: kesadaran: somnolen T:37.6C

Pemeriksaan status dermatologis dijumpai: kulit melepuh dan keropeng-keropeng,

mengenai muka, mulut, bibir, genitalia dan konjungtiva merah, disertai rasa perih.

Luas kulit yang mengelupas mengenai hampir seluruh tubuh.

Pemeriksaan laboratorium: dalam batas normal

3

Page 4: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Status Epileptikus

4.1.1 Definisi dan Etiologi Status Epileptikus

Status epileptikus adalah adalah serangkaian kejang yang serupa dan

memanjang tanpa kembali pada kesadaran yang lengkap antara serangan (Dorland,

2002). Sedangkan menurut EFA, Epilepsy Foundation of America, status epileptikus

adalah dua atau lebih serangan kejang tanpa adanya kesadaran penuh antara kejang,

atau lebih dari 30 menit aktivitas kejang berkelanjutan.

Penyebab status epileptikus sangat bervariasi tiap individu. Pada orang

dewasa, penyebab utama adalah antiepileptikus potensi rendah (34 %) dan penyakit

serrbrovaskular (22%), termasuk akut atau remote stroke dan perdarahan. Penyebab

lain status epileptikus adalah hipoglikemia, hipoksemia, trauma, infeksi (meningitis,

ensefalitis, dan abses otak), alkohol, penyakit metabolik, toksisitas obat, dan tumor.

4.1.2 Faktor Risiko dan Klasifikasi Status Epileptikus

Faktor risiko status epileptikus adalah satu pertiga kasus terjadi pada epilepsi

berulang, satu pertiga pada kasus epilepsi yang tidak teratur meminum obat anti

konvulsan, pada usia kebanyakan tipe sekunder karena adanya demensia, penyakit

serebrovaskular, dan disfungsi jantung.

Klasifikasi status epileptikus adalah sebagai berikut:

1. Overt generalized convulsive status epilepticus

Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran

penuh.

a. Tonik klonik

b. Tonik

c. Klonik

d. Mioklonik

4

Page 5: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

2. Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalized

convulsive status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik.

3. Simple/partial status epilepticus (consciousness preserved)

a. Simple motor status epilepticus

b. Sensory status epilepticus

c. Aphasic status epilepticus

4. Nonconvulsive status epilepticus(consciousness impaired)

a. Petit mal status epilepticus

b. Complex partial status epilepticus.

4.1.3 Patofisiologi Status Epileptikus

Patofisiologi status epileptikus terdiri dari banyak mekanisme dan masih

sangat sedikit diketahui. Beberapa mekanisme tersebut adalah adanya kelebihan

proses eksitasi atau inhibisi yang inefektif pada neurotransmiter, dan adanya ketidak

seimbangan aktivitas reseptor eksitasi atau inhibisi di otak.

Neurotransmiter eksitatorik utama yang berperan dalam kejang adalah

glutamat. Faktor – faktor apapun yang dapat meningkatkan aktivitas glutamat akan

menyebabkan terjadinya kejang.

Neurotransmiter inhibitorik yang berperan dalam kejang adalah GABA.

Antagonis GABA seperti penisilin dan antibiotik dapat menyebabkan terjadinya

kejang. Selain itu, kejang yang berkelanjutan akan menyebabkan desensitisasi

reseptor GABA sehingga mudah menyebabkan kejang.

Kerusakan CNS dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan hormon

dimana terdapat glutamat yang berlebihan yang akan menyebabkan masuknya

kalsium dalam sel neuron dan akhirnya menyebabkan apoptosis (eksitotoksik). Selain

itu, juga dapat disebabkan oleh GABA dikeluarkan sebagai mekanisme kompensasi

terhadap kejang tetapi GABA itu sendiri menyebabkan terjadinya desensitisasi

reseptor, dan efek ini diperparah jika terdapat hipertermi, hipoksia, atau hipotensi.

5

Page 6: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

Terdapat dua fase dalam status epileptikus yaitu fase pertama ( 0 – 30 menit)

dan fase kedua (> 30 menit). Pada fase pertama, mekanisme kompensasi masih baik

dan menimbulkan pelepasan adrenalin dan noradrenalin, meningkatnya aliran darah

ke otak, meningkatnya metabolisme, hipertensi, hiperpireksia, hiperventilasi,

takikardi, dan asidosis laktat. Pada fase kedua, mekanisme kompensasi telah gagal

mempertahankan sehingga autoregulasi cerebral gagal dan menimbulkan odem otak,

depresi pernafasan, aritmia jantung, hipotensi, hipoglikemia, hiponatremia, gagal

ginjal, rhabdomiolisis, hipertermia, dan DIC.

Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima

fase. Fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah

otak dan cardiac output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan

darah, peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang

diakibatkan asidosis laktat. Perubahan saraf reversibel pada tahap ini.

Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi

berkurang dimana tekanan darah , pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan

syaraf irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut

mengarah pada terjadinya hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan

peningkatan kerusakan syaraf yang irreversibel. Aktivitas kejang yang berlanjut

diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat, ketika peningkatan pernafasan yang

buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari

seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan syaraf dan

kehilangan otak berlanjut.

Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi

maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks

serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus

mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf

maksimal dalam zona Summer. Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan

syaraf begitu kompleks dan melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui

6

Page 7: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

reseptor GABA dan meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor

glutamat dengan masuknya ion Natrium dan Kalsium dan kerusakan sel yang

diperantarai kalsium.

4.1.4 Diagnosa dan Pemeriksaan Status Epileptikus

Diagnosa dilakukan dengan cepat dalam waktu 5 – 10 menit. Hal yang pertama

kita lakukan adalah anamnesis riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi,

obat, alkohol, penyakit serebrovaskular lain, dan gangguan metabolit. Perhatikan

lama kejang, sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik), tingkat kesadaran diantara

kejang, riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga, demam, riwayat

persalinan, tumbuh kembang, dan penyakit yang sedang diderita.

Pemeriksaan fisik: pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran,

penglihatan dan pendengaran, refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papiledema

akibat peningkatan TIK—akibat tumor,perdarahan dll., sistem motorik yaitu

kelumpuhan, tonus, pergerakan tidak terkendali, ataksia, dan sistem sensorik yaitu

parastesia, hipestesia, anestesia.

Pemerikasaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium yaitu darah

CBC, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal dengan urin analisis dan kultur, jika ada

didugaan infeksi maka dilakukan kultur darah, dan Imaging yaitu CT scan dan MRI

untuk mengevaluasi lesi struktural di otak, EEG untuk mengetahui aktivitas listrik

otak dan dilakukan secepat mungkin jika pasien mengalami gangguan mental. Pungsi

lumbar dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau perdarahan subaraknoid.

4.1.5 Penatalaksanaan Status Epileptikus

Penatalaksanaan status epileptikus berdasarkan EFA adalah sebagai berikut:

Pada : menit awal

1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu

intubasi)

a. Periksa tekanan darah

b. Mulai pemberian Oksigen

c. Monitoring EKG dan pernafasan

7

Page 8: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

d. Periksa secara teratur suhu tubuh

e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis

2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa,

hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan, dan kadar antikonvulsan darah; periksa

AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)

3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat

4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100

mg IV atau IM untukmengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s

encephalopathy.

5. Lakukan rekaman EEG (bila ada)

6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena

dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika

kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan

kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika

kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg

per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat

menelan.

Pada : 20 sampai 30 menit, jika kejang tetap berlangsung

1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperatur

2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan

100 mg per menit

Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung

Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus

intravena hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1

mg per kg per jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menentukan

apakah kejang telah berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil.

-atau-

Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10

mgper kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG.

-atau-

Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis

pemeliharaan berdasarkan gambaran EEG. Lihat tabel 4.1 dan 4.2 obat – obat yang

digunakan dalam status epileptikus.

8

Page 9: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

Terapi nonfarmako dari status epileptikus adalah dengan terapi operasi yang

dilakukan apabila tidak ada respon terhadap obat biasanya pada refractory status

epilepticus baik focal resection, lobus resection, maupun multilobar resection. Diet

ketogenik juga bisa dilakukan untuk menurunkan kejang rekuren atau lama, dimana

pengambilan karbohidrat direstriksi tidak pada protein, kalori atau cairan. Stimulasi

vagal dilakukan pada refractory generalized compulsive status epilepticus, dimana

energi listrik dihantar ke otak melalui saraf vagus.

4.1.6 Komplikasi dan Prognosis Status Epileptikus

Komplikasi status epileptikus adalah sebagai berikut:

Metabolic

Lactic acidosis

Hypercapnia

Hypoglycemia

Hyperkalemia

Hyponatremia

CSF/serum leukocytosis

Autonomic

Hyperpyrexia

Failure of cerebral autoregulation*

Vomiting

Incontinence

Renal

Acute renal failure from rhabdomyolysis*

Myoglobinuria*

Cardiac/respiratory

Hypoxia

Arrhythmia

High output failure*

Pneumonia

CSF = cerebrospinal fluid.

*—Rare complications of status epilepticus.

Tabel 4.3 Systemic Complications of Generalized Convulsive Status Epilepticus, AAFP (2003).

9

Page 10: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

Prognosis status epileptikus adalah tergantung pada penyebab yang mendasari

status epileptikus. Pasien dengan status epileptikus akibat penggunaan antikonvulsan

atau akibat alkohol biasanya prognosisnya lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan

dengan cepat dan dilakukan pencegahan terjadi komplikasi. Pasien dengan meningitis

sebagai etiologi maka prognosis tergantung pada prognosis dari meningitis tersebut.

4.2 Sindrom Steven Johnson

4.2.1 Definisi dan Etiologi Sindrom Steven Johnson (SJS)

Sindrom Steven Johnson adalah bentuk eritema multiforme fatal yang timbul

dengan prodromal seperti penyakit flu, dan ditandai dengan lesi-lesi sistemik dan

mukokutan yang berat (Dorland, 2002). SJS dan TEN (Toxic Epidemal Necrolysis)

memiliki proses yang sama. Pada SJS, kerusakan epidermal terjadi pada kurang dari

10 % total area kulit, transisi SJS-TEN didefinisikan dengan kerusakan epidermal

terjadi pada 10 % - 30 % total area kulit, sedangkan TEN didefinisikan dengan

kerusakan epidermal terjadi pada lebih dari 30 % total area kulit.

Etiologi sindrom Steven Johnson adalah alergi obat (50%) dimana

analgetik/antipiretik sebesar 45 %, karbamazepin sebesar 20 %, jamu 13,3 %,

sedangkan obat – obat lain adalah amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin,

seftriakson, dan zat adiktif. Selain itu infeksi seperti S.pneumonia dan virus,

vaksinasi, penyakit graft-versus-host, neoplasma, dan radiasi. Lihat tabel 4.4 obat-

obatan dan SJS/TEN.

4.2.2 Faktor Risiko Sindrom Steven Johnson (SJS)

Faktor risiko terjadinya sindrom Steven Johnson adalah mengidap HIV,

adanya HLA B-1502 yang berkaitan terhadap karbamazepin, dan HLA B-5801 yang

berkaitan dengan allopurinol.

4.2.3 Patofisiologi Sindrom Steven Johnson (SJS)

Sindrom Steven Johnson merupakan reaksi hipersensitifitas tipe 4 yaitu cell

mediated cytotoxic CD8+ reaction. Karbamazepin atau obat-obat lain akan difagosit

oleh APC, Antigen Presenting Cell, lalu APC akan dipresentasikan ke sel Th1 yang

akan merangsang proliferasi dan sensitisasi Th1. Sel Th1 akan melepaskan sitokin dan

kemokin (IFNα, IL3, GM-CSF, TNF α yang akan mengaktifkan CD8+. CD8+ akan

10

Page 11: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

menyebabkan apoptosis keratinosit sehingga taut antar sel hilang lalu timbullah bulla.

Apoptosis keratinosit juga akan mengeluarkan C3a dan C5a sehingga melepaskan

histamin dan vasoaktif yang menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat

akibatnya cairan keluar dari pembuluh darah dan menyebabkan munculnya bulla.

4.2.4 Gejala Sindrom Steven Johnson (SJS)

Gejala sindrom steven johnson muncul 8 minggu ( biasanya 4 – 30 hari)

setelah terpapar dengan obat. Gejala nonspesifiknya adalah demam, sakit kepala,

rinitis, mialgia yang terjadi 1- 3 hari sebelum muncul lesi mukokutaneus. Lesi pada

kulit pada tahap awal adalah di wajah, tungkai atas, dan bagian tubuh atas yang

simetris, dimana lesi menyebar dengan cepat dalam beberapa jam sampai beberapa

hari. Lesi awal berupa eritema, makula purpura, iregular dan akan mengalami

koalesen menjadi eritema yang difus. Lesi selanjutnya adalah flaccid blisters akibat

lepasnya epidermis dan kita jumpai adanya tanda Nikolsky.

Selain itu, terdapat trias gejala sindrom steven johnson yaitu kelainan pada

kulit, selaput lendir, dan mata. Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, bula bahkan

purpura. Kelainan biasanya bersifat menyeluruh. Sifat dari eritema yakni berbentuk

cincin (tengahnya lebih gelap) biasanya berwarna ungu. Kelainan selaput lendir yang

paling sering adalah di mukosa (lapisan tipis) mulut (100%), kemudian di alat genital

(kemaluan) (50%) sedangkan di lubang hidung atau anus jarang (8% dan 5%).

Kelainan ini dapat berupa vesikel ataupun bula yang cepat sekali memecah sehingga

terjadi erosi (kerusakan kulit yang dangkal) dan ekskoriasi (lecet/kerusakan kulit yang

dalam) dan krusta yang hitam. Kelainan pada mata merupakan 80% di antara semua

kasus. Dimana yang paling sering adalah konjungtivitis (radang pada konjungtiva)

4.2.5 Diagnosa dan pemeriksaan Sindrom Steven Johnson (SJS)

Diagnosa SJS berdasarkan anamnese. Biasanya, penyakit dimulai dengan

infeksi saluran pernafasan atas yang tidak spesifik dengan adanya gejala-gejala

prodromal, adanya lesi seperti yang telah dijelaskan pada gejala SJS yang nonpruritik,

adanya demam yang bisa memperparah gejala, adanya disuria dan sulit buang air

kecil, dan adanya riwayat SJS atau eritema multiformis sebelumnya. Pemeriksaan

11

Page 12: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

fisik dapat kita lakukan yaitu dengan mengamati lesi yang terdapat pada mukosa dan

kulit. Lesi telah dijelaskan di gejala SJS.

Pemeriksaan laboratorium yang paling baik adalah dengan biopsi kulit. Dari

pemeriksaan CBC bisa dijumpai jumlah leukosit yang normal atau leukositosis yang

nonspesifik. Adanya peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya infeksi pada

lesi. Kultur darah dan kulit tidak digunakan lagi karena tingginya insidensi terjadinya

sepsis. Pemeriksaan fungsi ginjal dan pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan elektrolit

mungkin dibutuhkan dalam manajemen cairan. Selain itu, kecepatan pernafasan dan

oksigenasi darah juga perlu untuk dimonitor. Pemeriksaan bronkoskopi,

esofagogastroduodenoskopi, dan kolonoskopi dilakukan jika ada indikasi.

4.2.6 Diagnosa Banding Sindrom Steven Johnson (SJS)

Diagnosa banding dari sindrom steven johnson adalah Toxic Epidermal

Necrolysis, eritema multiforme, luka bakar, acute generalized exanthematous

pustulosis, reaksi fototoksik, Staphylococcal Scalded Skin Syndrome yang terjadi pada

bayi.

4.2.7 Penatalaksanaan Sindrom Steven Johnson (SJS)

Penataksanaan yang paling penting adalah menghentikan obat yang

menyebabkan SJS. Selanjutnya akan diberi pengobatan simptomatik yaitu mulai

dengan penggantian cairan dan elektrolit, gizi, mengurangi resiko infeksi dengan

perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal, dimana bula di kulit

dirawat dengan kompres basah larutan Burowi, tidak diperbolehkan menggunakan

steroid topikal pada lesi kulit, lesi mulut diberi kenalog in orabase, terapi infeksi

sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas,

bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-

16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari. Menjaga suhu ruangan 28 – 30 0C dan

pada mata dapat kita berikan air mata buatan dan vitamin A.

Penatalaksanaan khusus adalah dengan memberikan kortikosteroid, beberapa

studi menyatakan bahwa kortikosteroid efektif pada tahap awal dari SJS akan tetapi

penggunaan kortikosteroid yang lama akan menyebabkan SJS itu sendiri dan

12

Page 13: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

menurunkan fungsi imun. Oleh karena itu, pemakaian kortikosteroid masih

kontroversi. Siklosporin, penggunaan ini disukung oleh adanya beberapa penelitian

yang menyatakan bahwa penggunaan siklosporin dengan dosis 3-4mg/kg/hari dalam

jangka pendek menghasilkan outcome yang baik. IVIG, intravenous immunoglobulin

secara teoritis baik digunakan dalam 24 – 72 jam dari awal munculnya bullayaitu

sebelum ligan Fas berikatan dengan reseptor. Penggunaan IVIG harus hati-hati pada

pasien dengan defisiensi IgA. Penggunaan IVIG juga masih menuai kontroversi.

Selain yang telah dikemukakan diatas, SJS juga bisa ditangani dengan plasmaferesis/

hemodialisis dan anti TNF alfa.

4.2.8 Komplikasi dan Prognosis Sindrom Steven Johnson (SJS)

Komplikasi SJS yang paling sering adalah sepsis. Pada bagian oftalmologi

adalah ulserasi kornea, fibrosis, entropion, symblepharon, uveitis anterior,

panophthalmitis, dan kebutaan. Pada gastrointestinal adalah esofageal striktur. Pada

genitourinari adalah nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, jaringan parut penis, vagina

stenosis, dan dipareuni. Pada paru adalah tracheobronchial penumpahan dengan

kegagalan pernapasan resultan dan striktur bronkus. Pada kulit adalah jaringan parut

dan deformitas kosmetik, kambuh infeksi melalui penyembuhan lambat ulserasi,

hipopigmentasi dan hiperpigmentasi. Pada kuku adalah distrofi kuku, pigmentasi

kuku, dan anonikia.

Prognosis SJS dapat diperkirakan dengan menggunakan SCORTEN yaitu

sebagai berikut:

Prognostic Factors Points SCORTEN Mortality rate

Age > 40 years 1 0 -1 3, 2 %

Heart Rate > 120x/min 1 2 12, 1%

Cancer or hematologic malignancy 1 3 35,8%

BSA > 10 % 1 4 58,3%

Serum Urea Level > 10 mM 1 >5 90%

13

Page 14: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

Serum Bicarbonate Level < 20 mM 1

Serum Glucose > 14 mM 1

Tabel 4.5 SCORTEN (Ho, 2008)

4.3 Karbamazepin

Farmakokinetik karbamazepin adalah dimulai dari absorpsi di saluran

cerna ,kecepatan absorbsi berbeda-beda. Konsentrasi puncak plasma obat tercapai

pada 6-8 jam setelah pemberian obat. Jika diberi setelah makan absorpsi akan lambat

sehingga pasien lebih toleran dengan dosis harian yang lebih besar. Konsentrasi

puncak jia dalam bentuk tablet adalah 6 – 12 jam pada dosis tunggal dan jika

menggunakan sirup maka dosis puncak adalah 2 jam. Distribusi karmazepin adalah

lambat dan volumenya kira2 1L/kg dengan pengikatan terhadap protein plasma yang

tinggi(70-80%). Obat ini dimetabolisme di hati dan dioksidasi menjadi metabolit

epoksida yang bersifat antikonvulsan. Ekskresi obat ini di ginjal melalui urin 72 %

dan melalui feses 28%. Waktu paruh dari ekskresi Karbamazepin rata-rata 36 jam dari

dosis tunggal per oral, kemudian menurun menjadi 20 jam setelah terapi lanjutan

tergantung dari lamanya pengobatan.

Farmakodinamik karbamazepin adalah dengan menutup saluran natrium pada

konsentrasi terapi dan dapat menstabilkn membran neuron yang hiperaktif,

menghalang kerusakan neuron yg berulang, mengurangi perambatan sinaptik impuls

yang berasal dari luar, meningkatkan pembukaan channel GABAnergik, bekerja pada

reseptor post-sinaps – meningkatkan perlepasan GABA, dan membuka chennel Cl –

Cl masuk – hiperpolarisasi – mengurangi efek excitatory neurotransmitter seperti

Norepinefrin.

Indikasi karbamazepin adalah sebagai antikonvulsan, antiepilepsi, kejang

tonik-klonik(grand mal), neuralgia trigeminal, skizofrenia resistan dan gangguan

stress traumatis. Kontra Indikasi karbamazepin adalah insufiensi repiratorik,

14

Page 15: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

insufiensi hepatik, sleep apnoe syndrome, hipersensitifitas terhadap karbamazepin,

depresi sum-sum tulang belakang, dan kehamilan.

Dosis karbamazepin adalah sebagai berikut

Dosis dewasa

- 10-20mg 1-2x/hari

- Ditingkatkan secara bertahap sampai dengan 400mg 2-3x/hari

- Beberapa pasien sampai dengan 1600-2000mg/hari

2) Dosis anak-anak

- 10-20 mg/kgBB/hari

- <1tahun: 100-200mg 1-2x/hari

- 1-5 tahun: 200-400mg 1-2x/hari

- 6-10tahun: 400-600mg 2-3x/hari

- 11-15tahun: 600-1000mg 3x/hari

* Tablet kurang dianjurkan untuk anak dibawah 5 tahun,dianjurkan kemasan sirup.

Efek samping karbamazepin adalah bingung, sedasi, ataksia, tremor, vertigo, nyeri

kepala, mual, muntah, amnesia retrograde, gangguan koordinasi berfikir, disatria,

psikosis, cemas (anxiety), agresif, mudah tersinggung, mimpi buruk, insomnia, marah,

paranoid, mudah tersinggung, halusinasi, hipotensi, penglihatan kabur, diplopia,

pusing (dizziness), konstipasi, nausea, inkontinensia/retensi urinary, perubahan libido,

ruam pada kulit, perubahan salivasi; drymouth, hipersalivasi, anemia hemolitik,

agranulositosis.

Toksisitas karmbamazepin dapat dibagi 2 yaitu ringan dan berat. Ringan yaitu

somnolen, bingung, dan hilang refleks. Berat yaitu sedasi, , hipotensi, hipotonia,

ataxia, depresi pernafasan, koma. Jika dalam keadaan toksisitas maka berikan

Flumazenil sebagai antidotum 0,2 mg untuk 30 saat pertama, kemudian 0.3 mg untuk

30 saat kedua, kemudian 0.5mg setiap 60 saat sehingga maksimal 3.0 mg.

15

Page 16: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

Withdrawal syndrome dari karbamazepin adalah tremor, nyeri otot, muntah,

berkeringat, anoreksia, pusing kepala, disforia, extreme anxiety, insomnia, kaku otot

dan abdomen. Pada keadaan beratdapat dijumpai paranoid, hipersensitivitas terhadap

cahaya, bunyi, dan kontak fizikal, halusinasi, epilepsi, parasetesia, hiperakusis. Dosis

perlu diturunkan 10-25% setiap 1 to 2 minggu sehingga 4-16 minggu.

BAB V

ULASAN

Ada beberapa hal masih belum jelas dalam hal, pasien S diberikan apa

sebagai pengganti karbamazepin untuk mengatasi kejang? Setelah mendapat

penjelasan dari pakar diketahui bahwa kita dapat menggantikan denganasam valproat

atau menggunakan fenitoin.

Apakah pemberian karbamazepin sudah tepat? Pemberian karbamazepin

telah tepat pada pasien ini karena pasien mengalami kejang tipe klonik. Apa yang kita

gunakan dalam menangani pasien status epileptikus, diazepam atau lorazepam?

Berdasarkan beberpa literatur dikemukakan bahwa lorazepam lebih baik dibandingka

diazepam. Akan tetapi lorazepam tidak tersedia di Medan, sehingga yang kita

gunakan adalah diazepam.

Mengapa kortikosteroid masih diberikan walau masih kontroversi? Ini

dikarenakan oleh beberapa literatur yang mengemukakan bahwa penggunaan

kortikosteroid pada awal penyakit dapat meningkatkan perbaikan tetapi hal yang perlu

kita ingat adalah penggunaan kortikosteroid tidak boleh berlama-lama.

Mengapa lesi pada SJS banyak dijumpai di kulit? Lesi banyak di kulit

karena adanya keratinosit di kulit sehingga banyak CD8+ yang akan merusak

keratinosit di kulit dan menyebabkan apoptosis.

16

Page 17: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

BAB VI

KESIMPULAN

S mengalami status epileptikus dan Steven Johnson Syndrome akibat pemberian

karbamazepin.

17

Page 18: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Karnen Garna. Reaksi Hipersensitifitas. Imunologi Dasar. Jakarta:

Gaya Baru.170-174.

Ho, HHF. Diagnosis and Management of Steven Johnson Syndrome and Toxic

Epidemal Necrolysis. Medical Bulletin 13(10).2008.

Huff, Steven. Status Epilepticus. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/793708-overview[Accessed in 27 April 2010].

Klein, Peter A. Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/1124127-overview.[Accessed in 27

April 2010].

Lowenstein, Daniel H dan Brian K. Alldredge. Status Epilepticus. NEJM 338(14)

:970-976.

Parillo, Steven J. Steven Johnson Syndrome. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/756523-overview.[ Accessed in 27 April

2010].

Price, Sylvia A, Lorraine M.Wilson, et al. Gangguan Kejang. Patofisiologi. Hurawati

Hartanto, Natalia Susi, Pita Wulansari, dan Dewi Asih Mahanani. Jakarta: EGC.2003.

1161-1164.

18

Page 19: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

Schachter, Steven C. Protocol for Treatment of Status Epilepticus. Available from:

http://professionals.epilepsy.com/page/table_acutely_treatse.html . [Accessed in 27

April 2010].

Sirven, Joseph I dan Elisabeth Waterhouse. Management of Status Epilepticus, university of Virginia. Am Fam Physician. 2003 Aug 1;68(3):469-476.

LAMPIRAN

4.1 obat – obat yang digunakan dalam status epileptikus.

19

Page 20: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

4.2 obat – obat yang digunakan dalam status epileptikus.

Komplikasi status epileptikus adalah sebagai berikut:

Metabolic

Lactic acidosis

Hypercapnia

Hypoglycemia

Hyperkalemia

Hyponatremia

CSF/serum leukocytosis

Autonomic

Hyperpyrexia

Failure of cerebral autoregulation*

Vomiting

Incontinence

Renal

Acute renal failure from rhabdomyolysis*

Myoglobinuria*

Cardiac/respiratory

Hypoxia

Arrhythmia

High output failure*

Pneumonia

20

Page 21: Makalah EMS Status Epiletikus Dan SJS

CSF = cerebrospinal fluid.

*—Rare complications of status epilepticus.

Tabel 4.3 Systemic Complications of Generalized Convulsive Status Epilepticus,

AAFP (2003).

Drugs and SJS/TEN

High Risk

Allopurinol

Carbamazepine

Lamotrigine

Nevirapine

NSAIDs(Oxicam)

Phenobarbital

Phenytoin

Sulphadiazine

Sulphapyridine

Sulfamethoxazole

sulfasalazine

No reports of SJS/TEN

Angiotensin- converting enzyme inhibitor

Aspirin

Aldactone

Beta- Blockers

Ca channel inhibitor

Furosemide

Sulfonilurea

thiazide

4.4 obat-obatan dan SJS/TEN

Prognostic Factors Points SCORTEN

Mortality rate

Age > 40 years 1 0 -1 3, 2 %

Heart Rate > 120x/min 1 2 12, 1%

Cancer or hematologic malignancy 1 3 35,8%

BSA > 10 % 1 4 58,3%

Serum Urea Level > 10 mM 1 >5 90%

Serum Bicarbonate Level < 20 mM 1

Serum Glucose > 14 mM 1

Tabel 4.5 SCORTEN (Ho, 2008)

21