makalah daging

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging sapi dan juga menu seafood merupakan bahan makanan yang sangat digemari oleh masyarakat. Daging sangat digemari oleh banyak kalangan dikarenakan rasanya yang lezat dan sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Ikan juga tidak luput dari perbincangan akan kelezatan dan khasiatnya sebagai bahan makanan menyehatkan. Namun sebagian masyarakat di dunia masih sering mengonsumsi daging atau ikan yang telah membusuk. Hal ini dapat memperburuk keadaan kesehatan mereka. Daging segar sangat mudah rusak dan secara biologi masih aktif. Daging juga disukai oleh organisme lain, yaitu mikroorganisme dan dapat dimasuki oleh organisme tersebut. Hal tersebut merupakan salah satu dari penyebab kerusakan daging segar. Kerusakan daging segar dapat dipengaruhi oleh suhu, kadar air, oksigen, tingkat keasaman dan pH serta kandungan gizi daging (Hendrasty, 2013). Invasi mikroorganisme menyebabkan produk daging dan ikan tidak menarik karena terjadi beberapa perubahan (pembusukan) (Lawrie, 1995). Ciri-ciri daging yang mengalami kerusakan dapat dilihat dari warna, perubahan bau, terbentuknya lendir, perubahan rasa, dan timbulnya kapang pada

Upload: hycha-qwinn-nagareboshi

Post on 14-Dec-2015

276 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

mikro pangan

TRANSCRIPT

Page 1: makalah daging

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging sapi dan juga menu seafood merupakan bahan makanan yang

sangat digemari oleh masyarakat. Daging sangat digemari oleh banyak

kalangan dikarenakan rasanya yang lezat dan sangat bermanfaat bagi

kesehatan tubuh. Ikan juga tidak luput dari perbincangan akan kelezatan dan

khasiatnya sebagai bahan makanan menyehatkan. Namun sebagian

masyarakat di dunia masih sering mengonsumsi daging atau ikan yang telah

membusuk. Hal ini dapat memperburuk keadaan kesehatan mereka. Daging

segar sangat mudah rusak dan secara biologi masih aktif. Daging juga disukai

oleh organisme lain, yaitu mikroorganisme dan dapat dimasuki oleh

organisme tersebut. Hal tersebut merupakan salah satu dari penyebab

kerusakan daging segar. Kerusakan daging segar dapat dipengaruhi oleh suhu,

kadar air, oksigen, tingkat keasaman dan pH serta kandungan gizi daging

(Hendrasty, 2013). Invasi mikroorganisme menyebabkan produk daging dan

ikan tidak menarik karena terjadi beberapa perubahan (pembusukan) (Lawrie,

1995). Ciri-ciri daging yang mengalami kerusakan dapat dilihat dari warna,

perubahan bau, terbentuknya lendir, perubahan rasa, dan timbulnya kapang

pada bagian permukaan daging. Sama halnya dengan ikan, ciri-ciri ikan yang

mengalami kerusakan dapat dilihat dari kulit dan warna, sisik, mata, dan

daging ikan. Ikan yang mengalami kebusukan biasanya mengeluarkan lendir

di pemukaan kulit atau insangnya.

Daging dan ikan umumnya diawetkan dengan didinginkan atau dengan

pemberian es. Sehingga sebagian besar mikroba yang sering tumbuh pada

daging biasanya tegolong dalam mikroba psikrofilik, yaitu mikroba yang

dapat hidup pada suhu optimum 5-15°C, suhu minimum 0°C dan suhu

maksimum sebesar 20°C. Bagian dalam daging sapi yang baru disembelih

dari hewan sehat biasanya steril. Kontaminasi dan kebusukan daging atau

ikan biasanya berasal dari mikroorganisme pada permukaannya, yang

kemudian akan masuk ke dalam daging (Fardiaz, 1993). Gejala pembusukan

Page 2: makalah daging

pada daging dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap-tahapan antara lain

munculnya lendir pada permukaan daging, perubahan pada warna daging,

perubahan bau dan rasa, dekomposisi lemak.

Organisme yang menyebabkan daging membusuk dapat diperoleh melalui

infeksi hewan hidup (penyakit endogenous) atau dengan kontaminasi

pascamati (penyakit eksogenous) (Lawrie, 1995). Bakteri kontaminan yang

bersifat patogen dalam daging antara lain Pseudomonas/Achromobacter,

Micrococcus, Penicilium, Lactobacillus, Microbacterium, Aspergillus,

Alternaria, Monilia (Winarno, 1982). Bakteri pada ikan yang biasanya

menyebabkan ikan membusuk adalah Streptomyces, Pseudomonas

flourescens, micrococcus, Sarcina, dan Asporogenous (sejenis khamir).

Dari makalah ini kami menginginkan kepada pembaca atau masyarakat

luas agar lebih mengetahui ciri-ciri daging dan ikan yang mengalami proses

pembusukan sehingga mereka dapat mencegah adanaya dampak buruk dari

pengonsumsian daging atau ikan yang telah rusak.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa saja ciri-ciri dari kerusakan pada daging dan ikan?

1.2.2 Bagaimana tahapan kerusakan pada daging dan ikan?

1.2.3 Apa penyebab dari kerusakan pada daging dan ikan?

1.2.4 Bakteri kontaminan apa yang bersifat patogen pada daging dan

ikan?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mendeskripsikan ciri-ciri kerusakan pada daging dan ikan,

1.3.2 Mendeskripsikan tahapan dari kerusakan pada daging dan ikan,

1.3.3 Menjelaskan penyebab dari kerusakan pada daging dan ikan,

1.3.4 Menuliskan bakteri kontaminan patogen yang berada pada daging

dan ikan.

Page 3: makalah daging

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Ciri dari Kerusakan pada Daging dan Ikan

2.1.1 Daging Sapi

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi

kebutuhan akan gizi. Daging merupakan salah satu makanan yang sudah dikenal

sejak 750.000 tahun yang lalu dalam bentuk daging panggang (Hendrasty, 2013).

Makanan dikategorikan rusak apabila mengalami penurunan kualitas dari yang

telah ditentukan. Kerusakan daging segar dapat dilihat dari perubahan warna dan

perubahan rasa serta tekstur daging. Kerusakan dalam daging dapat dikategorikan

menjadi dua, yaitu pada kondisi aerob dan pada kondisi anaerob. Berikut adalah

ulasan ciri dari kerusakan pada daging.

a. Perubahan Warna

Warna daging segar disebabkan oleh protein terkonjugasi, hemoglobin dan

myoglobin yang membentuk kompleks dengan oksigen. Daging mempunyai

warna yang bervariasi, tergantung genetik dan usianya. Warna daging segar

disebabkan oleh protein terkonjugasi, hemoglobin, myoglobin yang membentuk

kompleks dengan oksigen (Hendrasty, 2013). Hemoglobin menstranpor oksigen

dalam darah, mioglobin adalah mekanisme penyimpanan oksigen dalam sel. Pada

kombinasi dengan oksigen, terbentuk oksi-mioglobin dan menghasilkan warna

merah terang (Hendrasty, 2013). Warna daging sapi potong lebih gelap daripada

daging sapi perah. Warna daging sapi yang masih muda lebih pucat daripada

warna daging yang sudah dewasa. Beberapa mikroorganisme menghasilkan

koloni-koloni yang berwarna atau mempunyai pigmen (zat warna) yang memberi

warna pada daging yang tercemar. Perubahan warna pada daging ini merupakan

kategori kerusakan daging pada kondisi aerob, kerusakan pada daging ini

disebabkan oleh Lactobacillus, Leuconostocsebagai penyebab warna hijau pada

daging khususnya pada bahan makanan sosis (Anonim, ___).

Page 4: makalah daging

Ciri perubahan warna ini erat hubungannya dengan kadar oksigen pada

lingkungan, telah disebutkan di atas penyebab warna merah pada daging salah

satunya adalah mioglobin. Mio globin akan membuat ikatan dengan oksigen

menjadi ikatan kompleks yang dinamakan oksi-mioglobin. Ikatan oksi-mioglobin

yang terlalu banyak dapat mengakibatkan adanya metmioglobin yang berwarna

coklat (Hendrasty, 2013). Pembentukan metmioglobin tergantung pada beberapa

faktor. Penggunaan oksigen oleh daging terjadi pertama kali melalui kelarutan

oksigen pada permukaan dan diikuti proses difusi ke dalam daging.

Mempertahankan kondisi penyimpanan dengan suhu rendah akan meningkatkan

kelarutan oksigen. Pada kondisi kurang bersih, mikroorganisme menggunakan

oksigen yang tersedia dan akan menyebabkan perubahan oksi-miolobin menjadi

metmioglobin. Suatu metmioglobin yang terbentuk akan menyebabkan kerusakan

warna dalam 2-4 hari. Sebab lain dari perubahan warna pada permukaan daging

yaitu dari warna merah menjadi coklat merah kegelapan terjadi karena kehilangan

air. Pada keadaan dehidrasi konsentrasi warna meningkat pada permukaan daging.

Air di bagian dalam mengandung warna terlarut, kemudian migrasi ke permukaan

dan penguapan menyebabkan warna lebih pekat (Hendrasty, 2013).

Soeparno (2005) menyatakan mioglobin mengalami perubahan pada

potongan daging yang berwarna gelap. Warna gelap pada potongan daging

mempunyai pH postmortem dan daya ikat air yang tinggi serta memiliki tekstur

yang lekat. Warna gelap pada daging berhubungan tidak langsung dengan pH dan

berhubungan erat dengan respirasi mitokondrial, sehingga konsentrasi

oksimioglobin merah terang tetap rendah. Perubahan warna daging dipengaruhi

oleh banyak faktor. Daging yang terekspos dengan udara (O2), mioglobin dan

oksigen dalam daging akan bereaksi membentuk ferrousoxymioglobin (OxyMb)

sehingga daging akan berwarna merah cerah. Apabila waktu kontak antara

mioglobin dengan oksigen berlangsung lama, maka akan terjadi oksidasi

membentuk ferricmetmyoglobin (MetMb), sehingga daging berwarna coklat dan

tidak menarik (Aberle et al., 2001; Jeong et al., 2009).

b. Berlendir Kental

Page 5: makalah daging

Lendir pada permukaan daging biasanya disebabkan oleh beberapa

mikroorganisme, misalnya Pseudomonas, Acinetobacter, Alcaligenes, Moraxella,

Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus, Micrococcus. Fenomena lendir ini

dikategorikan kerusakan pada kondisi aerob (Anonim, ___).

c. Perubahan Bau

Menurut Soeparno (1994) senyawa yang paling bertanggung jawab atas timbulnya

bau dan rasa tengik pada daging adalah aldehida yang terbentuk karena proses

oksidasi lemak.

d. Perubahan pH

Soeparno (2011) menyatakan pH normal daging berkisar 5,3-5,9, tergantung dari

laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen dalam otot. Feiner (2006)

menyatakan nilai pH daging dan produk daging secara umum berkisar antara 4,6-

6,4.

Aberle et al. (2001) menyatakan secara umum laju penurunan pH daging dibagi

menjadi 3 yaitu:

1. Nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai berkisar 5,6–5,7 dalam

waktu 6-8 jam setelah pemotongan dan mencapai pH akhir sekitar 5,3-5,7.

Pola penurunan seperti ini disebut pola penurunan pH secara normal.

2. Nilai pH menurun sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah

pemotongan dan tetap sampai mencapai pH akhir sekitar 6,5-6,8. Sifat

daging yang dihasilkan berwarna gelap, keras dan kering atau dikenal

dengan daging dark firm dry (DFD).

3. Nilai pH menurun relatif cepat sampai berkisar 5,4-5,5 pada jam pertama

setelah pemotongan dan mencapai pH akhir sekitar 5,3-5,6. Sifat daging

yang dihasilkan berwarna pucat, lembek dan berair atau dikenal dengan

daging pale soft excudative (PSE).

d. Pembusukan Bahan Berprotein

Page 6: makalah daging

Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa

berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil

pemecahan protein oleh mikroorganisme (Kastanya, 2009).

2.1.2 Ikan

Laju kerusakan dipengaruhi oleh suhu dan untuk setiap kenaikan suhu

5,5oC akan terjadi kerusakan dua kali lipat. Ikan segar mempunyai kandungan air

yang tinggi, sehingga kehilangan air yang berlebihan akan berpengaruh terhadap

tekstur, flavor dan perubahan warna ikan segar tersebut. Kondisi penyimpanan

yang tidak baik atau penggunaan pengemas yang tidak dapat menghalangi

masuknya oksigen akan menyebabkan ikan mengalami kerusakan (Hendrasty,

2013).

Kerusakan ikan dipercepat dengan adanya enzim dan bakteri pada ikan. Oleh

karena itu, setelah ikan mati harus segera dilakukan penghilangan usus dan bagian

pencernaaan lainnya dengan cara membelah badan ikan dan mengeluarkannya,

karena bagian ini merupakan sumber bakteri pembusuk (Hendrasty, 2013).

a. Perubahan Bau

Bau ikan yang menyimpang dari bau ikan segar disebabkan oleh

senyawa trimetilamin, yang dibentuk dengan adanya kerja enzim sekunder

yang diproduksi yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri. Setelah ikan

mati, bakteri dengan cepat tumbuh dan merusak ikan dengan

perkembangan off-flavor, bau dan tekstur yang tidak diinginkan

(Hendrasty, 2013).

Ikan kembung segar mempunyai ciri-ciri yaitu pupil mata hitam

dengan kornea jernih, warna merah cemerlang tanpa adanya lendir, tekstur

ikan yang elastis dan apabila ditekan tetap dalam keadaan padat, keadaan

perut tidak pecah dan jika ikan dibelah daging melekat kuat pada tulang

terutama rusuknya. Selaput lendir dipermukaan tubuh tipis, encer, bening,

mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis, dan tidak berbau

busuk (Soeseno, 1982).

Page 7: makalah daging

Ikan yang masih segar memiliki penampilan yang menarik dan

mendekati kondisi ikan baru mati. Ikan tampak cemerlang, mengkilap

sesuai jenisnya. Permukaan tubuh tidak berlendir, atau berlendir tipis

dengan lendir bening dan encer. Sisik tidak mudah lepas, perut padat dan

utuh, sedangkan lubang anus tertutup. Mata ikan cembung, cerah dan putih

jernih, tidak berdarah dengan pupil hitam. Ikan masih lentur atau kaku

dengan tekstur daging kenyal, lentur, dan jika ditekan cepat pulih (Buckle,

et al., 1987).

b. Perubahan Warna

Pada umumnya kerusakan warna ikan terjadi karena pada senyawa-

senyawa pigmen yang ada pada ikan misalnya hemoglobin dan mioglobin

yang disebabkan karena proses oksidasi. Warna cokelat atau abu-abu

disebabkan karena myoglobin berubah menjadi metmioglobin dan

methemoglobin. Zat warna mioglobin dapat memberi warna merah pada

darah (Soewedo, 1983).

c. Pembusukan Bahan Berprotein

Protein pada tubuh ikan sangat mudah sekali mengalami

pembusukan serta ikan sangat mudah mengalami denaturasi (kerusakan)

protein yang terjadi karena daging ikan yang mempunyai sedikit tenunan

pengikat (tendon) (Soewedo, 1983).

Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon),

sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis (enzim yang terdapat

pada ikan) dan proses pembusukan pada daging ikan lebih cepat

dibandingkan dengan pembusukan pada produk ternak atau hewan lain.

Hasil pencernaan tersebut menyebabkan daging ikan menjadi sangat lunak

sehingga merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan

mikroorganisme. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah mengalami proses

pembusukan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging

menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun

tubuh pada bagian luar (Moeljanto, 1982).

Pada daging ikan menurunnya kadar protein ikan sejalan dengan

menurunnya kadar lemak ikan sebagai akibat dari degradasi lemak dan

Page 8: makalah daging

protein yang mengakibatkan bau tengik dan citarasa yang tidak enak.

Ketengikan berlangsung oleh adanya kegiatan bakteri dalam daging ikan.

kerusakan oksidasi lemak dan protein dapat menyebabkan perubahan

citarasa. Kerusakan akibat oksidasi lemak dan protein terdiri dari 2 tahap

yaitu tahap pertama disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen

kemudian tahap kedua yaitu proses oksidasi dan non oksidasi (Tranggono

dan Sutardi, 1990).

Parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-

faktor fisikawi, organoleptik, kimiawi maupun faktor mikrobiologi.

Menurut Hadiwiyoto (1993), faktor parameter fisikawi terdiri dari:

1. Penampakan luar

a. Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah. Keadaan ini

terjadi karena belum banyak perubahan biokimiawi yang terjadi pada

ikan dan metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan dengan baik.

b. Ikan yang masih segar tidak ditemukan tanda - tanda perubahan warna.

2. Kelenturan daging

a. Ikan segar mempunyai daging yang cukup lentur. Apabila daging ditekan atau dibengkokkan, ikan akan kembali ke bentuk semula setelah dilepaskan.

b. Kelenturan yang terjadi disebabkan oleh belum terputusnya benang – benang daging. Pada ikan yang busuk benang - benang daging ini sudah banyak yang putus dan dinding-dinding selnya banyak yang rusak sehingga ikan kehilangan kelenturannya.

3. Keadaan mataa. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata

pada kecerahan mata.b. Mata tampak kotor dan tidak jernih.

4. Keadaan daging ikana. Ikan yang masih segar, jika ditekan dengan jari telunjuk bekasnya akan

segera kembali karena dagingnya kenyal.b. Daging ikan belum kehilangan cairan sehingga daging ikan masih

terlihat basah.c. Belum terdapat lendir pada permukaan tubuh ikan.

5. Keadaan insanga. Ikan yang segar mempunyai insang yang berwarna merah cerah.b. Sebaliknya pada ikan yang sudah tidak segar, warna insang berubah

menjadi coklat gelap.Faktor parameter kimiawi yaitu pH daging ikan dan hasil-hasil akhir

penguraian komponen-komponen daging ikan, seperti kadar hipoksantin, kadar amonia, dan kadar trimetilamin atau kadar dimetilamin. Faktor parameter sensorik

Page 9: makalah daging

umumnya dikaitkan dengan cita rasa (flavour), warna, dan kenampakan sedangkan faktor parameter mikrobiologi yang paling umum digunakan adalah jumlah bakteri (Hadiwiyoto, 1993).

Tabel Perbedaan Fisik Ikan Segar dan Ikan BusukIkan Segar Ikan Busuk

Daging kenyal Daging kerasTidak empuk EmpukBadan kaku Badan tidak kakuSisik rapi dan rapat Sisik mudah lepasBau: Segar, pada bagian luar insang Bau: Busuk atau asam terutama pada

bagian insangSedikit lender pada kulit Kulit berlendirInsang berwarna merah Insang tidak lagi berwarna merahIkan tenggelam bila dimasukkan dalam air

Ikan terapung jika sudah sangat busuk

Sumber: (Winarno,1993).

2.2 Tahapan Kerusakan pada Daging dan Ikan

2.2.1 Daging

2.2.2 Ikan

2.3 Penyebab Kerusakan pada Daging dan Ikan

2.3.1 Daging Sapi

Kerusakan bakteri juga dipercepat pada kisaran pH yang tinggi, yaitu 5,3 –

6.0 tergantung pda cara penanganan terutama pada saat penyembelihan

(hendrasty, 2013). Beberapa penelitian menghasilkan hal yang berbeda. Sebagian

penelitian menemukan bahwa sinar ultra-violet akan mempercepat pengeringan

dan mengoksidasi mioglobin, sedangkan lainnya menemukan bahwa sinar tidak

mempengaruhi warna daging.

2.3.2 Ikan

2.4 Daftar Bakteri Kontaminan pada Daging

2.4.1 Daging

2.4.2 Ikan

Page 10: makalah daging

A. BAKTERI KONTAMINAN YANG BERSIFAT PATOGEN PADA

DAGING SAPI

1. Bacillus antharacis

B. antharacis merupakan bakteri gram positif berbentuk batang,

berukuran besar, hidup secara aerobic, dapat membentuk spora

maupun kapsul dan bersifat non motile. Bakteri ini memiliki suhu

pertumbuhan minimum 15°C dan suhu maksimum 40°C.

B. antharacis banyak terdapat di dalam dan ditemukan di tanah,

debu, air, dan sampah sayuran. Bakteri ini merupakan penyebab

anthrax. Hewan yang sering terkena infeksi anthrax, yaitu kambing,

sapi, kuda, dan babi. Cara penularan bakteri B. antharacis dapat

melalui memakan daging sapi yang terinfeksi.

2. Leptospira

Leptospira merupakan salah satu jenis spirochetes (family

Spitochaetaceae) yang berbeda dari jenis Treponema dan Borrelia,

karena bentuk spiralnya yang lebih halus. Dalam keadaan istirahat,

ujung spiralnya biasanya membentuk struktur melengkung, sedang bila

dalam keadaan bergerak, spiralnya mungkin berubah bentuk seperti

huruf C, O atau S.

Leptospira mungkin terdapat pada beberapa hewan seperti sapi,

babi, kambing, kuda, anjing, kucing, tikus, dan hewan liar lainnya

kecuali unggas. Manusia dapat ditulari oleh bakteri ini melalui

beberapa cara, misalnya melalui sentuhan dengan hewan yang

terinfeksi, melalui kontak dengan air kencing hewan tersebut, dengan

menggunakan air yang terkontaminasi untuk minum, mencuci,

berenang atau mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi dengan

air kencing.

Beberapa strain L. interrogans yang terdapat menyebabkan

leptospirosis pada manusia misalnya L. comona, yaitu strain strain

Page 11: makalah daging

yang sering ditemukan pada sapi, L. icterohemorrhagiae yang bersifat

paling virulen terhadap manusia dan sering ditemukan pada sapi.

3. Erysipelothrix

E. rhusiopathiae merupakan suatu bakteri gram positif berbentuk

batang kecil pipih dan membentuk filament, tidak membentuk spora,

tidak membentuk kapsul dan bersifat anaerobic. Bakteri ini pathogen

pada ternak dan sering menimbulkan kerugian pada ternak unggas,

sapi, babi, dan kambing.

4. Listeria

L. monocytogenes adalah suatu bakteri yang dapat menyebabkan gejala

infeksi pada manusia dan berbagai hewan diantaranya ayam, kelinci,

kambing, sapi, kuda, dan sebagainnya. Bakteri ini berbentuk batang

kecil agak bulat, gram positif, bergerak dengan flagella peritrikus.

Infeksi oleh Listeria dapat ditularkan dari hewan kepada manusia baik

secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung terjadi

melalui sentuhan luka, sedangkan secara tidak langsung melalui

konsumsi susu atau daging yang berasal dari hewan yang terinfeksi.

Daging mentah secara alami terkontaminasi dengan berbagai

mikroorganisme, diantaranya Lactobacillus, Enterococcus,

Microoccus, Staphyloccus,  Pseudomonas, Acinobacter, Anthrobacter,

Cyanobacterim, Brochotrix, Listeria, Enterobacteriaceae serta kapang

dan khamir (Rose, 1982).

Kualitas daging ditentukan salah satunya oleh komposisi

mikrobiologis dari berbagai mikroorganisme dalam daging tersebut.

SNI No. 01-6366-2000 memberikan standar batasan maksimum

cemaran mikroba dalam daging sebagaimana yang disajikan dalam

tabel dibawah :

Tabel Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging

No Jenis Cemaran Mikroba

Batas Maksimum Cemaran Mikroba

Daging

segar/beku

Daging tanpa

tulang

1 Total Plate Count (TPC) 1 × 104 1 × 104

Page 12: makalah daging

2 Escherechia coli* 5 × 101 1 × 101

3 Staphylococcus aureus 1 × 101 1 × 102

4 Clostridium sp 0 0

5 Salmonella sp** Negatif Negatif

6 Coliform 1 × 102 1 × 102

7 Enterococci 1 × 102 1 × 102

8 Campylobacter sp 0 0

9 Listeria sp 0 0

Keterangan: (*) dalam satuan MPN/gram

(**) dalam satuan kualitatif

DAPUS

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=68296&val=299 – INI

YANG DAGING DOMBA DLL.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Diktat%20Pengetahuan%20Bahan

%20Pangan.pdf – dari gak tahu pokoknya yang kedua

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E.D., J.C. Forrest, D.E. Gerrard and E.W. Mills. 2001. Principles of Meat

Science. 4th edition. Kendal/Hunt Publishing Company.

Buege, D. 2001. Information on sausage and sausages manufacture.

http://www.uwex.edu/ces/flp/meatscience/sausage.html.

Buckle, K.A., E.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan

Penerjemah H. Purnomo dan A. Adiono. UI-Prees, Jakarta

Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Batas maksimum Cemaran Mikroba pada

Daging. SNI 01-6366-2000. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Teknologi

Pertanian UGM. Liberty. Yogyakarta.

Jeong, J.Y. et al. 2009. Discoloration characteristic of 3 major muscle from cattle

during cold storage. J Food Sci. 74(1): 1-5.

Page 13: makalah daging

Kastanya, Yongki Luthana, 2009. Identifikasi Sederhana Makanan.

www.yongkikastanyaluthana.wordpress.com/.../identifikasi-sederhana-

makanan/-

Moeljanto, R., 1982. Penanganan Ikan Segar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rose, A.H. 1982. Fermented Food. USA: Academic Press.

Soeseno, 1982. Dasar Perikanan Umum. Jasa Guna, Jakarta.

Soewedo, H., 1983. Dasar-Dasar Teknologi Ikan. UGM-Press, Yogyakarta.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Soeparno. 2011. Ilmu dan Teknologi daging. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Taha, Siswatiana Rahim. 2012. Cemaran Mikroba Pada Pangan Asal Hewan Di

Pasar Tradisional Kota Gorontalo. Laporan Penelitian Cemaran Mikroba

Pada Pangan Asal Hewan. Universitas Negeri Gorontalo.

Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Winarno, F.G., 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.