makalah pengasapann daging sapi
TRANSCRIPT
Teknologi Pengolahan Daging dan Ikan
Tema : Smoking (Pengasapan)
Pengasapan Daging Sapi pada Proses Pembuatan Sosis Asap
Disusun oleh :
Fathunnisa 240210070021
Rosyaningsih 240210070022
Amallia Nurulhida 240210070023
Marshalina Inovani 240210070024
Efrisya Riski Utami 240210070025
Senny Hafiani 240210070029
Dwi Meilia Fitriyani 240210070030
Nafsa Karima 240210070031
Putri Antoinette 240210070032
Lutfi Sanjaya 240210070033
Universitas Padjadjaran
Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Jurusan Teknologi Industri Pangan
Program Studi Teknologi Pangan
2009
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan Taufik dan Hidayah-
Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan Umatnya sampai
akhir zaman. Dalam pembuatan makalah ini, kami mengucapkan rasa syukur dan
terimakasih kepada :
1. Allah Swt yang telah memberikan kekuatan kepada kami sehingga kami
bias menyelesaikan makalah ini.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Imas Siti Setasih, S. U. selaku dosen koordinator mata
kuliah Teknologi Pengolahan Daging dan Ikan yang telah memberikan
bimbingannya pada kami.
3. Ibu Ir. Mira Miranti, MS. Selau dosen mata kuliah Teknologi Pengolahan
Daging dan Ikan yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
membuat makalah ini.
4. Rekan-rekan sejawat yang tidak ada henti-henti memberikan semangat dan
dukungan serta masukan hingga terbentuknya makalah ini.
Akhir kata, kami sangat berharap makalah ini dapat diterima oleh
mahasiswa Teknologi Industri Pangan pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Terimakasih atas segala perhatian dan mohon maaf atas segala
kekurangan yang ada.
November 2009
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging
merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup
lengkap. Protein daging mempunyai kandungan asam amino esensial yang
lengkap dan seimbang. Dikatakan Winarno (1980) bahwa komponen
daging terbesar setelah air adalah protein dan protein merupakan suatu zat
makanan yang penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Sama halnya dengan bahan pangan hewani
lainnya seperti, susu, telur dan lain-lain, daging bersifat mudah rusak
akibat proses mikrobiologis, kimia dan fisik bila tidak ditangani dengan
baik (Soeparno, 1994). Dengan demikian perlu perlu dilakukan usaha-
usaha pengolahan dan pengawetan yang bertujuan untuk memperpanjang
masa simpan.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperpanjang masa
simpan daging adalah dengan mengolahnya menjadi sosis. Sosis
didefinisikan sebagai daging atau campuran beberapa jenis daging yang
dicincang atau dilumatkan serta diampur dengan bumbu atau rempah-
rempah, kemudian dimasukkan ke dalam selongsong atau wadah sosis.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan sosis terdiri dari daging,
lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, air, garam dapur dan bumbu.
Proses pengawetan sosis dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah dengan cara pengasapan. Pengasapan bertujuan untuk
mendapatkan rasa yang lebih spesifik, bau yang lebih harum atau disukai.
Dengan pengasapan memungkinkan umtuk mendapatkan daya simpan
produk menjadi lebih panjang, dan warna menjadi lebih menarik. Menurut
Buckle (1987) proses pengasapan mempunyai beberapa keuntungan antara
lain untuk mengawetkan daging, menghasilkan bahan antioksidan,
memperpanjang umur simpan, mencegah proses ketengikan dan
memberikan rasa khas pada daging. Selanjutnya Soeparno (1994)
menambahkan bahwa tujuan pengasapan daging adalah untuk
meningkatkan flavour dan penampakan permukaan produk yang lebih
menarik.
I.2.Maksud dan Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui pengasapan
daging sapi pada proses pembutan sosis asap. sedangkan tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk meberikan informasi tentang pengasapan daging
sapi pada proses pembuatan sosis asap.
I.3. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, maka identifikasi masalah makalah ini
adalah:
- Bagaimana proses pengasapan sosis asap
- Bagaimana kandungan kimiawi sosis asap
- Bagaimana karakteristik organoleptik sosis asap
- Bagaimana nilai gizi sosis asap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daging Sapi
Gambar 1. Daging Sapi
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya
hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot termasuk
dalam definisi ini.
Daging sapi adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang biasa dan
umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,
penggunaan daging ini berbeda-beda tergantung dari cara pengolahannya. Sebagai
contoh has luar, daging iga dan T-Bone sangat umum digunakan di Eropa dan di
Amerika Serikat sebagai bahan pembuatan steak sehingga bagian sapi ini sangat
banyak diperdagangkan. Akan tetapi seperti di Indonesia dan di berbagai negara
Asia lainnya daging ini banyak digunakan untuk makanan berbumbu dan
bersantan seperti sup konro dan rendang. Selain itu ada beberapa bagian daging
sapi lain seperti lidah, hati, hidung, jeroan dan buntut hanya digunakan di
berbagai negara tertentu sebagai bahan dasar makanan.
Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi:
a. Daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan
b. Daging segar yag dilayukan kemudian didinginkan
c. Daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan
d. Daging masak
e. Daging asap
f. Daging olahan
2.1.1. Karakteristik Daging Sapi
Gambar 2. Jenis-jenis Daging Sapi
Daging Iga Sapi atau rib adalah bagian daging sapi yang berasal dari
daging di sekitar tulang iga. Bagian ini termasuk dari delapan bagian utama
daging sapi yang biasa dikonsumsi. Seluruh bagian daging iga ini bisa terdiri dari
beberapa iga berjumlah sekitar 6 sampai dengan 12; untuk potongan daging iga
yang akan dikonsumsi bisa terdiri dari 2 sampai dengan 7 tulang iga.
Has Dalam atau fillet atau tenderloin adalah daging sapi dari bagian
tengah badan. Sesuai dengan karakteristik daging has, daging ini terdiri dari
bagian-bagian otot utama di sekitar bagian tulang belakang, dan kurang lebih di
antara bahu dan tulang panggul. Daerah ini adalah bagian yang paling lunak,
karena otot-otot di bagian ini jarang dipakai untuk beraktivitas. Biasanya bagian
daging ini digunakan untuk membuat steak.
Has Luar atau lebih dikenal dengan nama Sirloin adalah bagian daging
sapi yang berasal dari bagian bawah daging iga, terus sampai ke bagian sisi luar
has dalam. Daging ini adalah daging yang paling murah dari semua jenis has,
karena otot sapi pada bagian ini masih lumayan keras dibanding bagian has yang
lain karena otot-otot di sekitar daging ini paling banyak digunakan untuk bekerja.
Biasanya daging ini digunakan untuk membuat steak.
Tanjung atau lebih dikenal dengan nama Rump adalah salah satu bagian
daging sapi yang berasal dari bagian punggung belakang. Biasanya daging ini
disajikan dengan dipanggang.
Lamosir atau lamusir atau dikenal juga dengan nama cube roll adalah
bagian daging sapi yang berasal dari bagian belakang sapi di sekitar has dalam,
has luar dan tanjung
Penutup Daging Sapi atau lebih dikenal dengan nama Topside atau Round
adalah bagian daging sapi yang terletak di bagian paha belakang sapi dan sudah
mendekati area pantat sapi. Potongan daging sapi di bagian ini sangat tipis dan
kurang lebih sangat liat. Selain itu bagian ini sangat kurang lemak sehingga jika
dibakar atau dipanggang akan sangat lama melunakkannya.
Punuk atau lebih dikenal dengan nama blade adalah daging sapi bagian
atas yang menyambung dari bagian daging paha depan terus sampai ke bagian
punuk sapi. Pada bagian tengahnya terdapat serat-serat kasar yang mengarah ke
bagian bawah, yang cocok jika digunakan dengan cara memasak dengan teknik
mengukus.
T-bone adalah bagian daging sapi yang biasa dibuat sebagai steak.
Potongan daging ini terbentuk dari tulang yang berbentuk seperti huruf T dengan
daging disekitarnya. Bagian daging yang paling besar biasanya berasal dari bagian
has luar, sedangkan bagian kecilnya berasal dari has dalam.
Cingur adalah tulang rawan dari bagian hidung dan bibir atas sapi.
Biasanya ditemui dalam rujak cingur.
Lidah Sapi adalah bagian daging sapi yang berasal dari lidah sapi.
Biasanya daging ini digunakan sebagai bahan dasar makanan untuk
Sate Padang dan semur lidah.
Buntut Sapi atau lebih dikenal dengan nama Oxtail adalah bagian
dari tubuh sapi bagian ekor. Biasanya bagian ini disajikan sebagai
hidangan sup buntut.
Leher sapi atau biasa disebut chuck steak adalah bagian dagian
daging sapi pada daerah leher. Biasanya daging ini digunakan
untuk membuat steak atau rendang.
Sandung lamur atau brisket adalah bagian daging sapi yang berasal dari
bagian dada bawah sekitar ketiak. Pada kenyataannya hampir semua hewan yang
memiliki bagian dada bawah akan mempunyai bagian daging ini, akan tetapi
terminologi yang digunakan untuk bagian daging ini lebih umum digunakan untuk
menyebut bagian daging sapi atau bagian daging anak sapi. Bagian daging ini
termasuk delapan bagian daging sapi yang utama.
Sancan atau lebih dikenal dengan nama Flank atau Plate adalah bagian
daging sapi yang berasal dari otot perut. Bentuknya panjang dan datar. Pada
dasarnya bagian daging sapi ini lebih keras dibandingkan dengan daging has dan
daging iga. Biasanya daging ini digunakan untuk campuran taco, makanan khas
Meksiko, dan bisa juga digunakan untuk membuat steak.
Sengkel (dari bahasa Belanda schenkel) atau lebih dikenal dengan nama
Inggris shank atau shin berasal dari bagian depan atas kaki sapi. Biasanya
digunakan sebagai bahan dasar sup, soto dan bakso urat.
Gandik atau lebih dikenal dengan nama Silver Side adalah bagian paha
belakang sapi terluar dan paling dasar. Banyak yang sering tertukar dengan
menyamakannya dengan Daging Paha Depan atau Shank. Biasanya daging ini
digunakan untuk membuat dendeng balado atau abon sapi.
Kelapa atau lebih dikenal dengan nama Inside adalah bagian daging sapi
yang berasal dari paha belakang bagian atas yang berada di antara penutup dan
gandik. Biasanya hidangan yang menggunakan daging ini adalah panggangan dan
casserole.
Hati Sapi adalah bagian tubuh sapi yang berasal dari hati. Biasanya
hidangan yang dapat dibuat oleh bagian tubuh ini adalah sambal goreng.
Jeroan Sapi adalah bagian dalam tubuh sapi yang terdiri dari usus, limpa
dan babat. Kaki sapi adalah bagian daging sapi pada bagian kaki yang biasa
digunakan sebagai bahan dasar makanan.
Gambar 3. Karkas Daging Sapi
2.1.2. Komposisi kimiawi Daging Sapi
Air
Komposisi kimiawi terbesar daging adalah air (65-80%). Berbagai perlakuan
terhadap daging sepert penggilingan, pembekuan, pencairan (thawing),
penggaraman, proses enzimatik, pemberian zat aditif, dan pemanasan, akan
mepengaruhi kandungan air akhir dari daging.
Protein
Komposisi kimiawi lainnya adalah protein (16-22%). Protein daging dapat
diklasifikasikan dalam 3 kelompok besar, yaitu myofibril, stroma, dan
sarkoplasma. Masing-masing protein memiliki fungsi yang berbeda yang
memberikan kontribusi pada daging.
Pada gambar 1, dapat dilihat pada sel otot terkandung protein myofibril.
Komponen protein myofibril yang terpenting dalam struktur serabut otot adaah
aktin dan myosin. Protein myofibril merupakan protein yang berlimpah dalam sel
otot dan penting dalam proses kontraksi (mengejang) dan relaksasi (istirahat)
otot. Sel kontraksi otot, aktin, dan myosin akan saling membentuk formasi
tumpang-tindih dan membentuk protein kompleks yang disebit aktimiosin.
Kondisi saat sapi akan dipotong dan penangnan setelah pemotongan adalah saat
yang sangat penting dalam mengontrol kondisi kontraksi (kejang) otot, yang pada
akhirnya menentukan keempukan daging.
Protein daging lainnya adalah protein stroma, yang terdiri dari kolagen,
elastin, retikulin. Kolagen merupakan protein yang banyak ditemukan dalam
organ tanduk, bagian ujung kaki, tulang, kulit, urat (tendon), tulang rawan dan
otot. Kolagen berwarna putih, tipis, transparan, dank eras. Pada dagig kolagen
merupakan factor utama yang mempengaruhi keempukan daging setelah proses
pemasakan. Pemanasan dengan suhu tertentu akan mengubah kolagen yang keras
menjadi gelatin yang sifatnya empuk.
Elastin dapat ditemukan pada dinding system sirkulasi dan jaringan ikat
yang tersebar di seluruh tubuh dan berperan memberikan elastisitas pada jaringan.
Elastin berwarna kekuningan . berbeda dengan kolagen, elastin tidak akan larut
bila dipanaskan dan harus dipisahkan dari bagian daging. Pada sapi yang muda
kandungan elastin relative kecil.
Retikulin hadir dalam kandungan yang sedikit disbandingkan kolagen dan
elastin, dan umumnya terdapat pada hewan yang lebih muda.
Protein daging lainnya adalah saroplasma. Sarkoplasma terdiri dari
pigmen hemoglobin, mioglobin dan beraneka ragam enzim. Hemoglobin adalah
perotein sel darah merah. Mioglobin merupakan cairan yang terdapat dalam sel
otot. Pigmen hemoglobin dan mioglbin berkontribusi pada warna merah pada
daging.
Hemoglobin akan membawa oksigen dari paru-paru menuju sel otot.
Mioglobin yang terdapat dalam otot akan menyimpan oksigen yang dibawa oleh
darah melalui hemoglobin. Kandungan mioglobin yang berbeda berhubungan
dengan jenis sapi, umur, dan macam otot. Sapi memiliki kandungan mioglobin
yang lebih tingi dari pada babi, domba dewasa memiliki kandungan mioglobin
yang lebih tinggi dari pada domba muda, sapi jantan memiliki kandungan
mioglobin yang lebih tinggi daripada sapi betina, jaringan otot yang lebih sering
digerakkan seperti otot diagfragma (dada) memiliki kandungan mioglobin lebih
tinggi daripada otot longissimus dorsi (punggung).
Enzim terdapat secara alamiah pada otot, dan akan aktif saat daging
mengalami proses ageing (pelayuan). Enzim proteolitik adalah enzim yang akan
mendegradasi (memecah) protein myofibril, yang berkontribusi terhadap
keempukan daging. Jadi daging harus di-ageing pada temperature dan dalam
jangka waktu tertentu untuk membuat proses degradasi protein myofibril
sempurna.
Lemak
Komposisi kimiawi daging lainnya adalah lemak (1.3-13%). Karakteristik
lemak yang terdapat pada jaringan lemak berbeda disebabkan oleh panjang-
pendeknya rantai karbon penyusun lemak dan tingkat kejenuhan asam lemak.
Semakin tinggi kandungan asam lemak jenuh, maka lemak akan semakin keras.
Lemak domba, yang kandungan asam lemaknya lebih jenuh daripada lemak sapi,
akan lebih keras. Sedangkan lemak bai yang kandungan asam lemaknya kurang
jenuh daripada lemak sapi, akan lebih lunak.
Karbohidrat
Komposisi kimiawi daging berkutnya adalah karbohidrat (0.5-1.3%).
Kandungan karbohidrat dalam tubuh hewan disimpan dalam bentuk glikogen
(gula otot). Glikogen akan dimetabolisme menjadi glukosa dan glukosa akan
dimetabolisme menjadi asam laktat. Jumlah asam laktat akhir akan menentukan
berapa besar pH akhir daging. pH daging akan mempengaruhi warna, daya ikat air
dan keempukan daging. pH yang dianggap normal untuk daging adalah 5.6.
Bila sapi mengalami stress atau kelelahan sebelum dipotong, maka
kandungan glikogen pada sel oto akan menipis, sehingga konsentrasi asam laktat
yang terbentuk tidak bias membuat pH mencapai angka 5.6. bila pH akhir lebih
tinggi (missal 6.2), maka daging akan terlihat gelap, keras, dan kering. Ini dikenal
dengan istilah Dry, Firm, Dark (DFD).
Warna gelap pada daging ini dicatat berhubungan dengan daya ikat air
(water holding capacity) yang lebih tinggi dari normal. Dengan tingginya daya
ikat air tersebut, menyebabkan keadaan serabut otot menjadi lebih besar dan lebih
banyak cahaya yang diserap daripada yang dipantulkan oleh permukaan daging.
Ini menyebabkan daging terlihat lebih gelap.
Bila proses pasca rigor berlangsung lebih cepat, dan pH akhir yang dicapai
lebih kecil dari 5.6 (missal 5.1), daging akan terlihat pucat, lunak, dan berair, atau
dikenal dengan istilah Pale, Soft, Exudative (PSE). Pada kondisi ini, struktur
jaringan otot renggang yang berhubungan dengan adanya daya ikat air,
menyebabkan lebih banyak sinar yang diserap oleh permukaan daging. Ini
menyebabkan daging terlihat lebih pucat.
Mineral Dan Vitamin
Komposisi kimiawi daging lainnya adalah vitamin dan mineral (1%).
Daging merupakan sumber vitamin seperti vitamin B-Kompleks (B1, B2, Niacin,
B6, dan B12). Sedangkan mineral yang terdapat pada daging adalah besi (Fe) dan
zinc (Zn).
Daging merupakan sumber penting vitamin B12 (Cyanobalamin) dan
Vitamin B12 ini tidak terdapat pada produk makanan nabati. Vitamin B12 ini
berfungsi untuk pembentukan sel darah merah dan system fungsional saraf.
2.2 Pengasapan Daging
2.2.1 Definisi Pengasapan
Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses
pengawetan makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas
dan asap yang dihasilkan berasal dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan
dekat dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar. Pengasapan juga dapat
didefinisikan sebagai proses memasukkan asap hasil pembakaran kayu ke dalam
bahan makanan dalam upaya memperpanjang masa simpan bahan pangan.
Pengasapan daging dilakukan untuk meningkatkan flavor dan penampakkan
permukaan produk yang menarik.
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan
memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia
alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Asap sendiri diartikan sebagai
suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas. Melalui
pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran
tar serta dihasilkan panas. Jadi, proses pengasapan juga termasuk pengawetan
dengan cara kimiawi sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam
makanan yang diawetkan.
Kayu yang digunakan dalam proses pengasapan ini adalah jenis kayu keras
yang sudah diawetkan untuk menghindari getah yang umumnya terdapat dalam
kayu lunak. Kayu keras pada umumnya mengandung 40-60% selulosa, 20-30%
hemiselulosa, dan 20-30% lignin. Disamping bersifat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan memperbaiki flavor, asap juga menghambat oksidasi lemak.
Asap kayu mengandung lebih dari 200 senyawa dan terdiri dari 2 fase dispersi,
yaitu fase cairan yang mengandung partikel asap dan fase gas dispersi. Senyawa
kimia utama yang terdapat dalam asap antara lain asam formiat, asetat, butirat,
kaprilat, vanilat, dan asam siringat, kemudian terdapat pula dimetoksifenol, metil
glioksal, furfural, metanol, etanol, oktanal, asetaldehid, diasetil aseton, dan 3,4-
benzipren. Alkohol dan asam-asam tersebut berasal dari dekomposisi selulosa dan
hemiselulosa pada suhu yang lebih rendah dari dekomposisi liginin. Dekomposisi
liginin menghasilkan substansi fenolik dan tar pada suhu 310oC.
Formaldehid dari asap memiliki pengaruh preservatif yang besar. Fenol
berperan sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatif. Semua
senyawa yang terkandung di dalam asap turut menentukan karakteristik flavor
daging asap. Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga agar
seluruh bagian makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung ukuran
potongan daging dan jenis ikan. Api perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar.
Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam
makanan. Sewaktu pengasapan dimulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar.
2.2.2 Metode-Metode Pengasapan
Ada beberapa metode pengasapan yang dapat diterapkan pada proses
pengolahan daging. Pengasapan dapat dilakukan dengan cara konvensional
(tradisional) atau secara modern, pengasapan dapat pula dilakukan dengan
pengasapan dingin atau pengasapan panas tergantung suhu pemanasan yang
digunakan.
Pengasapan konvensional merupakan metode yang paling sering
digunakan. Pada metode pengasapan ini, produk yang akan diasap digantungkan
pada rak atau kayu di dalam rumah pengasapan (smoke house) selama 4-8 jam
pada suhu 35oC atau 40oC dengan kondisi produk tidak saling bersentuhan. Asap
dibuat di luar ruang pengasapan dan masuk ke dalam ruang asap dengan
menggunakan sistem pengisapan. Pada pengasapan modern, pengasapan tetap
dilakukan dalam ruang asap. Namun, ruang asap yang modern dilengkapi dengan
alat untuk proses pemanasan dan pemakaian asap (pembangkit asap). Alat tersebut
terdiri dari suatu roda penggiling dan suatu tongkat kayu. Dengan adanya
kelengkapan alat-alat tersebut, suhu, kelembaban relatif, dan kepadatan asap dapat
dikontrol dengan baik.
Metode lain yang dapat digunakan adalah pengasapan dingin dan
pengasapan panas. Metode pengasapan dingin menggunakan suhu asap yang tidak
lebih dari 400oC dengan kelembaban nisbi (RH) antara 60-70%. Pada pengasapan
panas, suhu asap dapat mencapai 1200oC sehingga kadar air bagian dalam produk
yang dihasilkan relatif masih tinggi jika dibandingkan dengan produk hasil
pengasapan dingin sehingga daya awetnya pun lebih rendah.
Pengasapan daging dapat pula dilakukan dengan cara pengasapan elektrik
dan pengasapan cair. Pada pengasapan elektrik, asapyang dihasilkan merupakan
hasil pembakaran kayu atau serbuk kayu yang dipanaskan dengan media listrik
bertegangan tinggi. Pada ruang pengasap dipasang kayu melintang di bagian atas
dan dililiti kabel listrik, lalu bahan digantung dengan kawat pada kayu tersebut.
Berbeda dengan metode pengasapan lainnya, pengasapan cair menggunakan asap
yang berbentuk cair. Pada dasarnya, asap cair merupakan asam cuka (vinegar)
kayu yang diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. Pada destilasi kering
tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu
ditambahkan garam dapur secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan
asap tersebut selama beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada
pengasapan cair adalah konsentrasi, suhu larutan asap, dan waktu perendaman.
Setelah itu, ikan dikeringkan di tempat teduh.
2.2.3 Keuntungan Proses Pengasapan Daging
Menurut Buckle et al (1987) proses pengasapan mempunyai beberapa
keuntungan antara lain untuk mengawetkan daging, menghasilkan bahan
antioksidan, memperpanjang umur simpan, mencegah proses ketengikan dan
memberikan rasa khas pada daging. Selanjutnya Soeparno (1994) menambahkan
bahwa tujuan pengasapan daging adalah untuk meningkatkan flavour dan
penampakan permukaan produk yang lebih menarik.
Sugitha (1995) mengatakan pengasapan (smoking) merupakan salah satu
metode pengawetan yang lebih banyak dikerjakan dengan asap yang bersumber
dari kayu bakar. Antara pemanasan dan pengasapan pada proses ini susah untuk di
pisahkan, seolah-olah kedua faktor tersebut bekerja sama dengan baik untuk
menghasilkan daging asapan berkualitas tinggi.
Terdapat dua cara pengasapan yang sudah umum dilakukan yaitu
pengasapan panas dan pengasapan dingin. Pengasapn panas yaitu dengan cara
memanggang ikan secara perlahan-lahan sehingga bahan tersebut menjadi masak,
daya awetnya hanya dapat bertahan 1-3 hari. Sedangkan pengasapan dingin,
caranya sama dengan pengasapan panas, bedanya terlihat pada suhu dan lama
pengasapan. Pada pengasapan dingin suhunya berkisar antara 30-40oC dan lama
pengasapan 1-2 minggu, sehingga produk yang dihasilkan menjadi kering dan
tahan lama.
Pada umumnya bahan bakar yang digunakan pada pengasapan adalah kayu
bakar, serbuk gergaji, sabut kelapa, tempurung kelapa, bongkol jagung dan jenis
kayu lainya yang tidak mengandung toksik.
Asap umumnya dibuat dengan cara menghembuskan asap yang berasal
dari kayu keras yang mengandung sekitar 40 – 60 % selulosa, 20 – 30 %
hemiselulosa dan 20 – 30 % lignin. Adapun tujuan pengasapan adalah untuk
menghambat pertumbuhan bakteri, memperlambat proses oksidasi lemak dan
memberikan flavour pada daging yang diproses atau diolah. Secara tradisional,
proses pengasapan dikontrol dan dibuat dari pembakaran kayu dibawah daging.
Proses ini dapat dipercepat dengan hasil produk yang berkualitas dengan jalan
mengontrol proses pengasapan dalam suatu pembakaran dan dengan elektrostatis-
deposisi partikel-partikel kayu sumber asap.
Pengasapan akan memberikan beberapa keuntungan yaitu daging menjadi
kompak, yang disebabkan oleh adanya penarikan air dan penggumpalan protein
daging ikan. Dalam konsentrasi tertentu garam-garam tersebut akan mengahambat
pertumbuhan bakteri pembusuk, kecuali itu rasa juga menjadi enak.
Proses pengasapan mempunyai beberapa akibat antara lain pengaruh yang
bersifat mengawetkan yang ditimbulkan oleh penyimapanan/ penimbunan di
permukaan daging senyawa kimia seperti formaldehida, asetaldehida, aseton
diasetil, metanol, etanol, fenol, asam-asam format dan asetat, furfural dehida,
resins, bahan lilin, ter dan tentu saja bahan-bahan yang lain yang semuanya
terdapat pada produk yang di asap dengan konsentrasi mulai bagian per sejuta
sampai bagian perbilyun.
Akibat pengawetan dapat juga di sebabkan oleh pengeringan permukaan
yang menguapkan kira-kira 3% dari kehilangan seluruh berat pada produk yang di
asap panas. Pengaruh bahan antioksidan juga dihasilkan oleh pemasukan
senyawa-senyawa fenol ke dalam produk dan pada permukaan bahan yang di
asap, bahan-bahan ini menyebabkan ketahanan simpan yang lebih lama, dan bebas
dari proses ketengikan. Pengasapan memberi rasa yang khas pada produk-produk
tradisional. Soeparno (1994) mengatakan maksud pengasapan daging terutama
adalah untuk meningkatkan flavor dan penampakan permukaan produk yang
menarik. Selongsong daging asap juga dapat membantu memperbaiki permukaan
daging.
Flavour yang dihasilkan oleh asap bervariasi tergantung kepada beberapa
kondisi yang digunakan untuk menghasilkan asap. Asap yang sama dapat
menghasilkan aroma berbeda dengan daging yang berbeda. Oleh karena itu
flavour produk pengasapan sedikit banyak bergantung pada reaksi antara
komponen-komponen asam dan grup fungsional dari protein daging.
2.3 Sosis Sapi
2.3.1 Definisi Sosis Sapi
Sosis sapi adalah daging sapi yang telah digiling dan yang telah dicampur
dengan bumbu-bumbu, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, air, irisan bawang,
telur, dan bahan-bahan lainnya. Seluruh bahan tersebut kemudian dimasukkan
kedalam suatu selongsong (casing) yang kemudian diikat pada kedua ujungnya
dan langsung direbus. Sosis sapi merupakan salah satu jenis pengolahan daging
sapi yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Semua jenis daging ternak
termasuk jeroan dan tetelan dapat digunakan untuk pembuatan sosis. Pada
prinsipnya semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah
lemak. Daging merupakan sumber protein yang bertindak sebagai pengemulsi
dalam sosis. Protein yang utama berperan sebagai pengemulsi adalah miosin yang
larut dalam larutan garam.
Penambahan lemak dalam pembuatan sosis berguna untuk membentuk
sosis yang empuk serta memperbaiki rasa dan aroma sosis. Jumlah penambahan
lemak tidak boleh lebih dari 30% dari berat daging untuk mempertahankan tekstur
selama pengolahan dan penanganan. Penambahan lemak yang terlalu sedikit akan
menghasilkan sosis yang keras dan kering. Penambahan pengikat dan bahan
pengisi berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur
yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan waktu
pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan.
Bahan pengikat dan pengisi dibedakan berdasarkan kadar proteinnya.
Bahan pengikat mengandung protein yang tinggi, sedangkan bahan pengisi pada
umumnya mengandung karbohidrat saja. Bahan pengikat dan pengisi pada
umumnya yang digunakan adalah susu skim, tepung terigu, tepung beras, tepung
tapioka, tepung kedelai, tepung ubi jalar, tepung roti, dan tepung kentang.
Air yang ditambahkan ke dalam adonan sosis biasanya dalam bentuk
serpihan kristal es, supaya suhu adonan selama penggilingan tetap rendah. Selain
sebagai fasa pendispersi dalam emulsi daging, air berfungsi juga untuk
melarutkan protein sarkoplasma (protein larut air) dan sebagai pelarut garam yang
akan melarutkan protein miofibril (protein larut garam). Jumlah penambahan air
akan mempengaruhi tekstur sosis. Penambahan yang terlalu banyak menyebabkan
teksur sosis yang lunak. Jumlah penambahan ini tidak bole melebihi 4 kali protein
ditambah 10%.
Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa, mengawetkan dan yang
paling penting adalah untuk melarutkan protin. Garam dapur dan garam alkali
fosfat secara bersama-sama berpengaruh terhadap pengembangan volume dan
daya ikat air dari daging. Garam alkali polifosfat berfungsi untuk
mempertahankan warna, mengurangi penyusutan waktu pemasakan dan
menstabilkan emulsi.
2.3.2 Proses Pembuatan Sosis Sapi
Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging ayam yang telah dicincang
kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam
pembungkus yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau
pembungkus buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan. Pada
pemasakan sosis ada beberapa tahap yang harus dikerjakan, yaitu penggilingan,
curing, pembuatan adonan, pengisian selongsong, pengasapan, dan perebusan.
Penggilingan bertujuan untuk menyebar ratakan lemak dalam daging.
Proses curing dilakukan dengan cara memotong daging sebesar telapak
tangan (10X10X2 cm) dan diolesi garam dan campuran gula (1%), garam kristal
NaNO2 atau KNO2 (7,5 gram untuk 50 kg daging) kemudian sodium aritrobat
sebanyak 22,5 gram untuk 50 kg daging. Curing dikerjakan pada suhu 2 – 4 0C
selama sehari semalam. Selama pembuatan adonan dilakukan pencincangan,
pemberian bumbu-bumbu yang terdiri dari garam, gula pasir, bawang putih,
merica, sendawa, masako, Sodium Tripoliphosphat (STPP), binding, dan filling.
Selanjutnya, daging yang telah bahan dimasukkan ke dalam selongsong.
Selongsong pada umumnya terdiri dari usus sapi, kambing, domba, dan babi.
Selongsong dapat pula berupa bahan lain yang khusus dibuat untuk itu,
seperti sellulosa, kolagen atau plastik. Gilingan daging yang telah diberi casing ini
dimasukkan ke dalam smoke house untuk keperluan pengasapan yang berlangsung
berkisar 1-2 jam. Dan yang terakhir adalah perebusan, tujuan dari proses
perebusan ini adalah memberikan rasa dan aroma tertentu pada sosis, memberikan
warna yang lebih karena terbentuknya senyawa nitrosohemokhrom daya simpan.
Sosis yang telah diasapkan, direbus dalam ketel dengan suhu 70 -75 0C, lama
perebusan
BAB III
PENGASAPAN DAGING SAPI PADA PEMBUATAN
SOSIS ASAP
3.1 Proses Pengasapan Sosis Asap
Setelah memalui proses pengisian, sosis tersebut akan melalui proses
pengasapan. Penggunaan asap pada pengasapan sosis terutama bertujuan untuk
memberikan cita rasa khas, mengawetkan, menghasilkan produk yang khas dan
mencegah oksidasi. Komponen asap yang sangat berperan dalam hal ini adalah
senyawa fenolik. Pengasapan sosis yang dimasak harus mempunyai suhu internal
antara 66-68oC. Dalam proses pengasapan, unsur yang paling berperan adalah
asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Pada pengasapan menghasilkan efek
pengawetan yang berasal dari beberapa senyawa kimia yang terkandung di
dalamnya, khususnya senyawa-senyawa aldehide (formaldehide dan
acetaldehyde), dan asam-asam organik (asam semut dan asam cuka)
Proses pengasapan dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengasapan dingin
(cold smoking) yang dilakukan pada suhu 20-25oC (tidak lebih dari 28oC), pada
kelembaban 70-80%, selama beberapa jam sampai beberapa hari, dan pengasapan
panas (hot smoking) yang dilakukan pada suhu awal 30-35oC dan akhir 50-55oC
bahkan dapat mencapai 75-80oC. Pengasapan sosis biasanya dilakukan dengan
metode pengasapan panas (hot smoking) yang dilakukan dengan cara tradisional.
Asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya, misalnya serbuk
kelapa, serbuk akasia dan serbuk mangga.
Sosis yang telah melalui proses pengisian (filling), dimasukkan ke dalam
alat pengasap selama 2–10 jam tergantung dari keinginan pengolah dan berapa
daya awet produk yang dikehendaki. Selama proses pengasapan, diupayakan
jangan sampai terbentuk api karena hal tersebut akan mempengaruhi mutu produk
ikan asap yang dihasilkan. Penempelan partikel asap ini yang akan sangat
mempengeruhi daya awet produk karena dalam partikel asap terdapat senyawa-
senyawa fenol, asam organik yang dapat berfungsi sebagai anti bakteri dan juga
anti oksidan. Semakin banyak penempelan partikel asap maka semakin awet
produk yang dihasilkan. Dengan kata lain, lama waktu pengasapan yang panjang
akan memberikan produk ikan asap yang memiliki daya awet lebih baik. Hal
tersebut berimplikasi pada semakin banyaknya bahan bakar yang digunakan
sehingga akan menaikkan harga jual produk. Setelah proses pengasapan selesai,
sosis dikeluarkan dari alat pengasap, kemudian didinginkan. Beberapa cara
pendinginan yang sering dilakukan adalah dengan menggantungkan sosis pada
sepotong kayu dan diangin-anginkan. Berikut diagram proses pengasapan pada
sosis asap.
Sosis
Sosis
Diagram. Proses
Pengasapan Sosis Asap
sis asap
Pengisian ke dalam selongsong
Pengepresan (pengikatan selongsong)
Pengasapan
(selama 2-10 jam, pada suhu 70-80oC)
Pendinginan
(pada suhu kamar = 28-30oC )
Pengemasan
Diagram. Proses Pengasapan Sosis Asap
Sosis dimasukkan ke dalam alat pengasap. Bagian tungku dari lemari asap
diisi dengan bahan bakar, kemudian dibakar. Setelah terbakar, api dipadamkan
sehingga kayu tetap membara sambil mengeluarkan asap. Kemudian sosis
digantung dalam lemari asap. Temperatur pengasapan antara 70 – 80oC dan tetap
dipertahankan selama pengasapan. Setelah sosis diasap sesuai keinginan, daging
didinginkan selanjutnya dikemas.
3.2 Kandungan Kimiawi Sosis Asap
Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan
sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Sama halnya
dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur dan lain-lain, daging
bersifat mudah rusak akibat pro-ses mikrobiologis, kimia dan fisik bila tidak
ditangani dengan baik (Soeparno, 1994). Dengan demikian perlu perlu dilakukan
usaha-usaha pengolahan dan pengawetan yang bertujuan untuk memperpanjang
masa simpan. Dengan meluasnya konsumsi daging, sehingga telah banyak bentuk
hasil olahan yang berasal dari daging seperti daging korned, sosis, dendeng, abon
dan daging asap dan lain-lain.
Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap
yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan
lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida, masing-
masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa
tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk
lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga membunuh
mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air rendah daging lebih
sulit dirusak oleh mikroba.
Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton alkohol
dan karbon dioksida 4. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama
disebabkan oleh senyawa fenol (quaiacol, 4-mettyl-quaiacol, 2,6-dimetoksi fenol)
dan senyawa karbonil. Sosis asap merupakan produk polahan daging yang
mempunyai nilai gizi tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada
jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya.
Produk olahan sosis kaya energi, dan dapat digunakan sebagai sumber
karbohidrat.Selain itu,sosis juga memiliki kandungan kolesterol dan sodium yang
cukup tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan penyakit jantung, stroke, dan
hipertensi jika dikonsumsi berlebihan.
Ketentuan mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI
01-3820-1995) adalah: kadar air maksimal 67 persen, abu maksimal 3 persen,
protein minimal 13persen, lemak maksimal 25 persen, serta karbohidrat maksimal
8 persen. Kenyataannya, banyak sosis dipasaranyang memiliki komposisi gizi
jauh di bawah standar yang telah ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan
pemakaian jumlah daging kurang atau penggunaan bahan tidak sesuai komposisi
standar sosis.
3.3 Karakterstik Organoleptik Sosis Asap
Forrest et al (1975) membagi sosis menjadi enam kategori berdasarkan
metode pembuatan yang digunakan oleh pabrik, yaitu: sosis segar, sosis asap-
tidak dimasak, sosis asap-dimasak, sosis masak, sosis fermentasi, dan daging
giling masak. Sosis segar tidak dimasak sebelumnya dan biasanya tak diasapi,
sehingga sebelum dikonsumsi, sosis segar harus dimasak .
Sosis mempunyai rasa yang enak, aroma yang harum,tekstur yang empuk
dan warna yang cerah dan lebih disukai. Dari sejarah sosis ini sosis dikembangkan
sedemikian rupa dengan aneka bumbu agar lebih berasa spesifik dan disukai oleh
banyak kalangan. Sosis masak dibuat dari daging yang telah dikuring sebelum
digiling. Sosis jenis ini dimasak dan biasanya diasapi. Daya simpannya lebih lama
daripada sosis segar. Contohnya, frankfurter dan hot dog.
Karakteristik sosis asap tidak jauh berbeda dengan karakteristik sosis segar
yang tidak mengalami pengasapan. Sosis memiliki warna merah dari yang cerah
sampai agak pudar. Untuk memperoleh warna merah yang stabil, dilakukan
penambahan nitrit pada proses kuring daging. Warna juga diperoleh dari
pewarnaan pada casing seperti pada casing kolagen yang dapat diwarnai, bisa
dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp.
Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing
selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan. Penggaraman
dilakukan dengan tujuan meningkatkan citarasa sehingga daging sosis berasa
asin.. Tekstur daging pada umumnya kenyal.
Pengasapan bertujuan untuk mendapatkan rasa yang lebih spesifik, bau
yang lebih harum atau disukai. Dengan pengasapan memungkinkan umtuk
mendapatkan daya simpan produk menjadi lebih panjang, dan warna menjadi
lebih menarik. Dengan adanya pengolahan sosis melalui pengasapan,
memungkinkan produk ini menjadi semakin disukai dan semakin populer. Faktor
disukainya produk asap ini tidak terlepas dari kesan awal produk ini di pamerkan.
Untuk produk sosis asap kesan utama tidak terlepas dari aroma asap, flavor asap
dan warna. Pada saat ini produk sosis sudah menempati image (citra) makanan
yang disukai, lezat, enak, dan bergizi tinggi.
3.4 Nilai Gizi Sosis Asap
Informasi nutrisi
Jumlah sajian: 100 g
Energi total 312 kkal
Kalori
Lemak total
Protein
Karbohidrat total
Serat (Dietary Fiber)
Air
Abu
Gula
26,91 g
14,11 g
2,42 g
0 g
53,56 g
3 g
N/A
Mineral
Kalsium (Ca)
Besi (Fe)
Magnesium (Mg)
Fosfor (P)
Kalium (K)
Natrium (Na)
Seng (Zn)
Tembaga (Cu)
Mangan (Mn)
Selenium (Se)
7 mg
1,76 mg
13 mg
105 mg
176 mg
1131 mg
2,8 mg
0,072 mg
0,009 mg
14,6 μ
Vitamin
Vitamin C (Ascorbic acid)
Vitamin B1 (Thiamin)
Vitamin B2 (Riboflavin)
Vitamin B3 (Niasin)
Vitamin B5 (Panthothenic acid)
Vitamin B6
Folat (Folate)
0 mg
0,05 mg
0,14 mg
3,19 mg
0,188 mg
0,11 mg
4 μg
Asam folat/Folic Acid
Food folate
Vitamin B12
Vitamin A
Retinol
Vitamin E (Alpha-tokoferol)
4DFE
0 μg
4 μg
1,86 μg
0 μg
0 μg
N/A
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Daging sapi adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang biasa dan
umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Daging merupakan salah
satu komoditas pangan yang memiliki sifat sangat mudah rusak atau busuk. Salah
satu metode pengawetan daging adalah dengan cara pengasapan, pengasapan
adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan
makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap
yang dihasilkan berasal dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan
api agar tidak terpanggang atau terbakar. Pengasapan juga dapat didefinisikan
sebagai proses memasukkan asap hasil pembakaran kayu ke dalam bahan
makanan dalam upaya memperpanjang masa simpan bahan pangan. Pengasapan
daging dilakukan untuk meningkatkan flavor dan penampakkan permukaan
produk yang menarik.
Proses pengasapan dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengasapan dingin
(cold smoking) yang dilakukan pada suhu 20-25oC (tidak lebih dari 28oC), pada
kelembaban 70-80%, selama beberapa jam sampai beberapa hari, dan pengasapan
panas (hot smoking) yang dilakukan pada suhu awal 30-35oC dan akhir 50-55oC
bahkan dapat mencapai 75-80oC. Pengasapan sosis biasanya dilakukan dengan
metode pengasapan panas (hot smoking) yang dilakukan dengan cara tradisional.
Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging ayam yang telah dicincang
kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam
pembungkus yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau
pembungkus buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan. Ketentuan
mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI
01-3820-1995) adalah: kadar air maksimal 67 persen, abu maksimal 3 persen,
protein minimal 13persen, lemak maksimal 25 persen, serta karbohidrat maksimal
8 persen.
4.2 Saran
Proses pengasapan daging telah terbukti dapat memberikan keuntungan,
selain umur simpan daging menjadi bertambah proses pengasapan juga dapat
menjadi sarana diversifikasi pangan. Contohnya produk diversifikasi pangan hasil
olahan daging dengan proses pengasapan adalah sosis asap, oleh karena itu
penulis menyarankan kepada para produsen makanan, khususnya produsen yang
bergerak dalam usaha pengolahan daging agar dapat menjadikan proses
pengolahan dengan menggunakan pengasapan sebagai saran untuk dapat
memproduksi suatu produk daging dengan jenis yang lebih beragam dan harga
jual yang tidak terlalu tinggi, karena pada umumnya daging segar masih memiliki
harga jual yang sangat tonggi sehingga tidak semua kalangan masyarakat dapat
mengkonsumsi daging. Dengan adanya tulisan ini, penulis mengharapkan agar
daging tidak lagi menjadi bahan atau komoditas pangan yang hanya bisa
dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas saja, namun dapat dinikmati oleh
semua lapisan mayarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Inovasi Baru Dunia Sosis. ((Available at:
http://bisnisukm.com/inovasi-baru-dunia-sosis.html). Diakses tanggal 5
November 2009).
Awal, Syafri. 2009. Sosis Asap Produk Hasil Ternak yang Bergizi Tinggi, Lezat
Berasa Spesifik, dan Baik untuk Kecerdasan. (Available at
http://gentaandalaspress-unand.blogspot.com (diakses 5 November 2009).
Bahar, Burhan. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. penerjemah.
Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Food Science.
Collins, Anne. 2008. Calories In Smoked Sausages (Beef). (Available at:
http://www.calorie-counter.net/meat-calories/smoked-sausage-beef.htm
Maruddin, Fatma. 2004. Kualitas Daging Sapi Asap Pada Lama Pengasapan dan
Penyimpanan. J. Sains & Teknologi, Agustus 2004, Vol.4 No.2: 83-90.
Prof. DR. Made Astawan.2009. Bahaya laten sosis. Available at :
http://kompas.com (diakses pada tanggal 8 november 2009)
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sugitha I Made. 1995. Teknologi Hasil Ternak. Universitas Andalas. Padang.
(diakses pada 7 November 2009).