makalah blok 17
TRANSCRIPT
Pendahuluan
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya(membran mukosa)
yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentasinya dalam
sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai
akibat metabolisme sel darah merah.1
Anamnesis
1. Identitas Pasien
Menanyakan kepada pasien atau orang tua dari anak, meliputi:
Nama lengkap pasien
Umur pasien
Tanggal lahir
Jenis kelamin
Agama
Alamat
Umur (orang tua)
Pendidikan dan pekerjaan (orang tua)
Suku bangsa
2. Keluhan Utama
Menanyakan keluhan utama pasien yaitu: bayi tampak kuning
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan kepada pasien atau orang tua sebagai wali:
Sejak kapan kuningnya?
Menanyakan riwayat kehamilan.
Berapa berat badan sebelum sakit ? adakah penurunan berat badan?
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya? jika ya, apakah sudah berobat ke
dokter dan apa diagnosisnya serta pengobatan yang diberikan?
5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga.
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis seperti hipertensi, asma, DM,
penyakit menular dan penyakit lainnya selain itu juga perlu ditanyakan apa ada keturunan
kembar.
6. Riwayat Status Sosial Ekonomi.
Keluarga ini termasuk berkecukupan atau tidak. Dari sini dapat diperkirakan apakah pasien
tinggal ditempat yang cukup memadai dan kondisi lingkungan rumah yang cukup higienis.
7. Riwayat Pengobatan.
Obat apa saja yang sudah diminum pasien untuk mengatasi kuning pada bayi.2
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus dapat dideteksi dari warna kulit yaitu pemucatan kulit dengan cara
menekan kulit dengan jari, ketika bilirubin melebihi 5 mg/dL(85 mikromol/L). Ikterus dimulai
dari wajah, kemudian menyebar ke abdomen dan kemudian ke ekstremitas. Jika terdapat
pertanyaan mengenai keparahan ikterus, ukur kadar bilirubin dan plotkan pada diagram bilirubin,
sesuai dengan usia dalam jam.3,4
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari
kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat
lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.3,4
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Dapat pula dilakukan pemeriksaan secara khusus dengan menekan kulit secara ringan memakai
jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan dengan pencahayaan yang
memadai. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan
kemungkinan penyebab ikterus tersebut.3,4
Tabel 1. Drajat ikterus berdasarkan Kramer.4
Derajat
ikterusDaerah ikterus
Perkiraan kadar
bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%
III
Sampai badan bawah (di bawah
umbilikus) hingga tungkai atas (di atas
lutut)
11,4 mg/dl
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang.
Pada pemeriksaan penunjang terhadap keluhan penyakit ikterus yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Pengukuran bilirubin darah direk dan indirek
b. Penggolongan darah
c. Uji Coombs
d. Darah perifer lengkap
DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil
immatur yang menyatakan adanya infeksi.
e. Apus darah untuk morfologi darah tepi
f. Konsentrasi G6PD
g. Albumin serum.5,6
Working Diagnosis
Diagnosis kerja yang diambil adalah ikterus fisiologis.
Differential Diagnosis.
Ikterus akibat ASI(breast milk jaundice).
Umum dijumpai. Bilirubin tak terkonjugasi. Pemberian ASI tetap harus dilanjutkan. Akan
dieksaserbasi oleh dehidrasi akibat kegagalan untuk memberikan ASI atau pemberian susu
yang tidak adekuat. Berlanjut hingga usia diatas 2 minggu pada 15% kasus. Pada sebagian
bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini
dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi
bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI
tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah. Apabila keadaan umum bayi baik, aktif,
minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.7
Sepsis
Sebagian kecil bayi yang tampak ikterik saat lahir, menderita suatu infeksi kongenital yang
dapat melewati plasenta dan mungkin dapat menyebabkan kerusakan serius pada janin.
Infeksi kongenital tersebut adalah toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, virus herpes, dan
sifilis. Ikterus akibat infeksi kongenital ini biasanya merupakan gabungan bilirubin tak
terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. Bayi memperlihatkan tanda-tanda infeksi lainnya
yang abnormal. Bayi-bayi baru lahir sangatlah rentan terhadap sepsis bakterial(infeksi
sistemik dengan kultur darah ataupun kultur sentral lainnya yang positif). Sepsis onset-
dini(early-onset sepsis, EOS): <72 jam setelah kelahiran. Definisi ini berkisar dari 24 jam
sampai 6 hari, namun paling banyak terjadi dalam 72 jam setelah kelahiran. Kondisi ini
disebabkan oleh pajanan vertikal ke jumlah bakteri yang tinggi selama kelahiran dan jumlah
antibodi pelindung yang sedikit. Sepsis onset-lambat:>72 jam setelah kelahiran. Organisme
biasanya didapat melalui transmisi nosokomial dari orang ke orang.7,8
Inkompatibilitas ABO dan penyakit Rhesus.
Golongan darah ibu O, golongan darah bayi A atau B. IgG antihemolisin maternal melewati
plasenta dan menyebabkan hemolisis pada bayi, pemeriksaan antibodi direk(DAT atau tes
Coombs) positif(namun hasil yang positif merupakan prediktor buruk bahwa bayi akan
mengalami ikterus-hanya 10% yang membutuhkan fototerapi), kakak kandungnya mungkin
juga terkena, kurang berat dibandingkan penyakit Rhesus, onset setelah kelahiran, hemolisis
dengan anemia dapat berkembang selama beberapa minggu pertama kehidupan dan hal ini
membutuhkan tindak lanjut untuk pemantauan anemia. Penyakit Rhesus adalah keadaan
bentuk penyakit hemolitik yang paling berat dan berawal in utero. Saat lahir, bayi mungkin
mengalami anemia, hidrops, ikterus, dan hepatosplenomegali. Biasanya teridentifikasi pada
skrining antenatal, kini keadaan ini tidak umum ditemukan akibat adanya profilaksis, antibodi
Duffy dan Kell dan golongan darah lainnya dapat timbul, namun tidak terlalu benar.7
Percepatan destruksi sel darah merah pada janin dan neonatus paling sering disebabkan oleh
inkompatibilitas golongan darah Rh dan ABO dengan golongan darah ibu (eritoblastosis
fetalis). Konsentrasi bilirubin serum hanya sedikit meningkat di darah tali pusat bayi yang
terkena, tetapi dapat meningkat pesat setelah pemisahan plasenta saat persalinan.9
Hepatitis B.
Hepatitis merupakan radang pada hepar yang bisa disebabkan oleh virus hepatitis A, B, C, D,
E,dan G. Hepatitis dapat didiagnosa terutama melalui pemeriksaan serologi. Pada bayi
baru lahir, hepaitits terutama disebabkan oleh HBV. HBV spesifik menginfeksi hati karena
reseptor spesifik untuk virus terdapat pada membrana sel hepatosit yang memudahkan
masuknya virus dan faktor transkripsi hanya ada dalam sel hati.7
Etiologi
Ikterus fisiologis disebabkan oleh banyak faktor yang merupakan sifat fisiologis normal bayi
baru lahir; peningkatan produksi bilirubin akibat peningkatan massa eritrosit, pemendekan
rentang hidup eritrosit dan imaturitas ligandin dan glukuronil transferase hati.5,6
Etiologi dari ikterus fisiologis sebenarnya cukup bervariasi bergantung pada keadaan masa
lahir, premature, ras dan lainnya. Disamping hal tersebut inti dari sebuah ikterus fisiologis yang
umumnya disebabkan karena:
Hemolisis yang disebabkan banyaknya sel darah fetus yang lisis dan digantikan karena berusia
pendek.
Fungsi hepar yang belum seutuhnya sempurna yang mengakibatkan penurunan konjugasi dan
pengambilan bilirubin.
Pada ikterus patologis bisa disebabkan oleh faktor yang lebih banyak termasuk.5,6
Epidemiologi
Ikterus fisiologis dijumpai pada sekitar 60% bayi cukup bulan dan lebih dari 80% bayi
prematur. Bilirubin serum mencapai kadar maksimum sebesar 6 mg/dL antara hari ke-2 dan ke-4
pada bayi cukup bulan dan 10-12 mg/dL pada hari ke-5 sampai ke-7 pada bayi prematur.9
Patofisiologi
Penyakit hemolitik bayi baru lahir merupakan penyebab umum ikterus neonatus. Meskipun
demikian, karena imaturitas metabolisme bilirubin, banyak bayi baru lahir menjadi ikterus tanpa
adanya hemolisis. Bilirubin dihasilkan pada katabolisme hemoglobin dalam sistem
retikuloendotelial. Cincin tetrapirol heme dipecah oleh heme oksigenase membentuk biliverdin
dan karbon monoksida dengan jumlah yang sama. Karena tidak ada sumber biologis lain untuk
karbon monoksida, ekskresi gas ini secara stoikiometrik identik dengan produksi bilirubin oleh
biliverdin reduktase. Satu gram hemoglobin menghasilkan 35 mg bilirubin. Sumber bilirubin
selain dari hemoglobin dalam sirkulasi mewakili 20% produksi bilirubin; sumber ini meliputi
produksi hemoglobin inefisien dan lisis sel prekursor dalam sumsum tulang. Dibandingkan
dengan dewasa, bayi baru lahir mempunyai kecepatan produksi bilirubin dua sampai tiga kali
lebih besar. Ini sebagian disebabkan oleh peningkatan massa eritrosit (hematokrit lebih tinggi)
dan pemendekan rentang usia eritrosit 70-90 hari, dibandingkan dengan 120 hari rentang usia
eritrosit dewasa.3,5
Penatalaksanaan
Dasarnya bayi yang mengalami ikterus fisiologis, tidak berbahaya dan tidak diperlukan
pengobatan khusus, kondisi tersebut akan hilang dengan sendirinya. Prinsip pengobatan warna
kekuningan pada bayi baru lahir adalah menghilangkan penyebabnya. Tujuan utama
penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak
mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, dengan mengusahakan
agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan
merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal). Serta
mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pada penanganan yang terutama dapat dilakukan
untuk memulihkan penyakit ikterus neonatorum yaitu terapi sinar dan tranfusi tukar.5,9
Fototerapi
Bilirubin, yang bersifat fotolabil, mengalami beberapa fotoreaksi apabila terpajan ke sinar
dalam rentang cahaya tampak, terutama sinar biru(panjang gelombang 420 sampai 470 nm);
hal ini menyebabkan fotoisomerasi bilirubin. Turunan bilirubin yang dibentuk oleh sinar
bersifat polar, dengan demikian turunan tersebut lebih larut dalam air daripada bilirubin asli,
dan lebih mudah diekskresikan di urin. Bentuk isometrik bilirubin yang utuh diekskresikan
dalam empedu dalam keadaan tidak terkonjugasi, secara spontan direkonversi menjadi
bilirubin tidak terkonjugasi di lumen usus, dan diserap secara parsial di usus halus. Bilirubin,
dalam jumlah-jumlah yang lebih kecil, juga secara ireversibel dipecahkan oleh oksigen yang
sangat reaktif yang diaktifkan oleh sinar. Produk foto-oksidasi ini juga diekskresikan di urin
dan empedu. Fototrapi harus dilakukan sebelum bilirubin mencapai konsentrasi “kritis”,
penurunan konsentrasi serum mungkin belum tampak selama 12 sampai 24 jam. Fototerapi
harus dilanjutkan sampai konsentrasi bilirubin serum tetap dibawah 10 mg/dL.3,5
Gambar 1. Terapi sinar.10
Transfusi tukar
Transfusi tukar digunakan untuk menurunkan secara bermakna kadar bilirubin tidak
terkonjugasi yang meningkat yang tidak responsif terhadap terapi standar. Rekomendasi
sebelumnya untuk transfusi tukar adalah jika kadar serum >20 mg/dL dengan adanya
hemolisis dengan ambang yang lebih rendah untuk bayi dengan berat lahir rendah/prematur
dan dengan penyakit lain.3,5
Ada beberapa macam transfusi tukar:
a. Double Volume artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat mengganti
kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi.
b. Iso Volume artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti
65%Hb bayi.
c. Partial Exchange artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus polisitemia
atau darah pada anemia.
Komplikasi
Kernikterus(Enselofati Bilirubin).
Fraksi bilirubin direk, tidak terkonjugasi, dan larut lemak bersifat toksis terhadap
perkembangan sistem saraf pusat, terutama bila konsentrasi bilirubin indirek tinggi dan melebihi
kapasitas pengikatan albumin. Kernikterus terjadi bila bilirubin indirek diendapkan dalam sel
otak serta menganggu metabolisme dan fungsi neuron, terutama pada ganglia basalis. Bilirubin
indirek dapat melewati sawar darah-otak karena kelarutannya dalam lemak. Teori lain
menunjukkan bahwa gangguan sawar darah-otak memungkinkan masuknya bilirubin-albumin
atau kompleks bilirubin bebas-asam lemak.3,5
Kernikterus biasanya ditemukan bila kadar bilirubin terlalu tinggi menurut usia kehamilan.
Kernikterus bisanya tidak terjadi pada bayi cukup bulan bila kadar bilirubin di bawah 20-25
mg/dL. Insidensi kernikterus meingkat ketika kadar bilirubin serum meningkat di atas 25 mg/dL.
Kernikterus dapat ditemukan pada kadar bilirubin di bawah 20 mg/dL bila ada sepsis, meningitis,
hemolisis, asfiksia, hipoksia, hipotermia, hipoglikemia, obat pemindah bilirubin, dan
prematuritas.3,5
Secara klinis, kernikterus pada neonatus memperlihatkan spektrum gejala dan tanda yang
cepat berkembang menjadi penyakit yang destruktif dan biasanya fatal. Tidak nafsu makan,
rigiditas, opistotonus, menangis bernada tinggi, demam, dan kejang, yang muncul secara
berurutan, adalah gejala yang paling sering dijumpai.3,5
Prognosis
Prognosis terhadap suatu ikterus fisiologis adalah baik. Pada normalnya bayi yang mengalami
ikterus fisiologis akan menjadi sembuh dan dapat tumbuh kembang dengan baik layaknya anak-
anak normal asalkan mendapatkan penangan yang baik dari pihak orang tua dan juga dokter.
Kesimpulan
Hipotesis diterima. Karena dari data-data yang terkumpul dan gejala yang timbul pada bayi
sangat mengarah bahwa bayi tersebut mengalamami ikterus fisiologis.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h.634-5.
2. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta :Erlangga;
2007.h.1-17.
3. Hassan R, Alatas H. Editors. Ilmu kesehatan anak. Jilid ke-2. Jakarta: fakultas kedokteran
UI; 2007.h.519-22, 1101-23.
4. Hidayat AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.66.
5. Mutaqqin H, Dany F, Dwijayanthi L, Wulandari N, Darmaniah N, editors. Essensi pediatri
nelson. Edisi ke-4. Jakarta:EGC; 2010.h.213-47.
6. Safitri A, editor. At a glance neonatologi. Jakarta: Erlangga; 2009.h.96-9.
7. Lissauer T, Fanaroff AA. At a Glance Neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga;2008.p.96-
109.
8. Yusna d, hartanto h, editors. Dasar-dasar pediatri. edisi ke-3. Jakarta:EGC; 2008.h.62.
9. Appleton, Lange. Rudolph’s pediatrics. 20th ed. Jakarta:EGC; 2007.h.1249-52.
10. Terapi sinar. Di unduh dari
http://i349.photobucket.com/albums/q373/heavensinhands/Bili_light_with_newborn.jpg. 9
Juni 2012.