makalah blok 17
DESCRIPTION
pbl blok 17TRANSCRIPT
Ikterus Fisiologis pada Neonatus
Pebriyanti Salipadang
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
email : [email protected]
Pendahuluan
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata, atau jaringan lainnya yang menjadi
kuning karena peningkatan bilirubin dalam darah. Ikterus dapat terjadi apabila terdapat
bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonates, ikterus akan ditemukan pada minggu
pertama kehidupan bayi. Dikemukakan bahwa pada bayi cukup bulan sekitar 60% dan bayi
kurang bulan sekitar 80%. Ikterus sebagian lagi bersifat patologis yang dapat menimbulkan
gangguan bahkan menyebabkan kematian. Oleh sebab itu timbulnya ikterus pada bayi harus
dipantau perkembangannya. Sesuai dengan pada saat usia berapa bayi tampak kuning dan
bagaimana hasil pemeriksaan penunjangnya. Sehingga dapat ditentukan terapi apa yang dapat
dan sebaiknya diberikan pada bayi.
Anamnesis
Anamnesis ikterus pada riwayat ansteti sebelumnya sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat
inkompabilitas darah, riwayat tranfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Disamping itu faktor resiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis ini.
Ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor resiko itu antara lain adalah kehamilan dengan
komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan
diabetes millitus, gawat janin malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.1
Pemeriksaan Fisik
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan
apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena
besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan,
namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan
bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
1
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut:
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan
buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit
dan jaringan subkutan.
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning.
Pemeriksaan Penunjang1
Pengukuran bilirubin diindikasikan jika:
ikterus pada usia kurang dari 24 jam
ikterus tampaknya signifikan pada pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan lebih lanjut, selain bilirubin serum total, yang mungkin dibutuhkan (usia
<3 minggu:
Bilirubin direk.
Hitung darah lengkap, hitung retikulosit, dan apusan untuk morfologi darah
tepi.
Golongan darah dan tes antibodi direk (direct antibody test, DAT atau tes
Coombs).
Konsentrasi G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase).
Albumin serum.
Urinalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia). Namun demikian,
pada sebagian besar bayi penyebabnya tidak teridentifikasi.
Working Diagnosis
1. Ikterus Fisiologis (Ikterus Neonatorum)2
Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir. Ikterus
adalah pewarnaan kuning dikulit, konjungtiva, dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya
2
kadar bilirubiin. Pada lingkungan normal, kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang
bereaksi-indirek adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang dari 5 mg/24 jam;
dengan demikian, ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 sampai ke-3, biasanya berpuncak antara
hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan menurun sampai dibawah 2 mg/dL antara
umur hari ke-5 dan ke-7. Ikterus yang disertai dengan perubahan-perubahan ini disebut
“fisiologis” dan diduga akibat kenaikan produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah
janin dikombinasi dengan keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati.
Secara keseluruhan, 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin indirek lebih
besar dari 12,9 mg/dL dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang lebih besar dari 15mg/dL.
Factor resiko untuk mengalami hiperbilirubinemia indirek meliputi: diabetes pada ibu, ras
(Cina, Jepang, Korea, dan Amerika Asli), prematuritas, obat-obatan (vitamin K3,
novobiosin), tempat yang tinggi, polisitemia, jenis kelamin laki-laki, trisomi-21, memar kulit,
sefalhematom, induksi oksitosin, pemberian ASI, kehilangan berat badan (dehidrasi atau
kehabisan kalori), pembentukan tinja terlambat, dan ada saudara yang mengalami ikterus
fisiologis. Bayi-bayi tampa variable ini jarang mempunyai kadar bilirubin indirek diatas
12mg/dL, sedangkan bayi yang mempunyai banyak resiko mungkin mempunyai kadar
bilirubin yang lebih tinggi. Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai
menjadi kadar orang dewasa (1mg/dL) pada umur 10-14 hari. Hiperbilirubinemia indirek
persisten sudah 2 minggu memberi kesan hemolisis, defisiensi glukoronil transferase
herediter, ikterus ASI, hipotiroidisme, atau obstruksi usus. Ikterus yang disertai dengan
stenosis pylorus mungkin karena kehabisan kalori, defisiensi UDP-glukoronil transferase
hati, atau kenaikan sirkulasi bilirubin enterohepatik akibat ileus.
Pada bayi premature kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih
lambat daripada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya lebih lama,
yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi; puncaknya dicapai antara hari ke-4
dan ke-7; gambaran bergantung pada waktu yang diperlukan bayi premature untuk mencapai
mekanisme matur dalam metabolism dan ekskresi bilirubin. Biasanya kadar puncak 8—12
mg/dL tidak dicapai sebelum hari ke-5 sampai ke-7, dan ikterus jarang diamati sesudah hari
ke-10.2
3
Different Diagnosis
a. Breast Feeding Jaundice
Bayi baru lahir yang mendapat ASI lebih cenderung mengalami hiperbilirubinemia
daripada bayi yang mendapat susu formula. Kondisi ini secara acak dibagi menjadi cepat atau
ikterus susu, yang terjadi pada usia 2-4 hari, dan awitan lambat atau ikterus ASI, yang mulai
pada usia 4-7 hari. Kira-kira 13% bayi yang mendapat ASI (dibandingkan dengan 4% bayi
yang mendapat susu formula) kadar bilirubin mencapai lebih dari 12mg/dl. Pada bayi baru
lahir yang mendapat ASI, kadar bilirubin umumnya mencapai puncak yang berkisar 10-30
mg/dl yang akan menetap selama 4-10 hari pada kadar tersebut sebelum menurun secara
perlahan mencapai kadar dewasa pada usia 3-12minggu. Bayi kurang bulan yang mendapat
ASI dari bank donor juga memiliki kadar bilirubin yang secara signifikan lebih tinggi
daripada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula. Tidak terdapat perbedaan antara
angka produksi bilirubin pada bayi yang mendapat susu formula dan bayi yang mendapat
susu ASI sehingga tingginya tingkat hiperbilirubinemia tidak berkaitan dengan produksi ,
tetapi berkaitan dengan konjugasi dan ekskresi bilirubin.
Ikterus dini berkaitan dengan ASI yang terjadi pada usia 2-4 hari dapat berkaitan dengan
cairan total dan asupan kalori yang kurang optimal sebelum laktasi berkembang sempurna,
karena bayi yang diberi ASI cenderung untuk lebih mengalami kehilangan berat badan pada
periode ini. Neonatus yang diberi ASI mengeluarkan tinja yang mengandung mekonium lebih
sedikit. Β glukoronidase juga terdapat di dalam ASI dan dipercaya menyebabkan dkonjugasi
bilirubin menjadi bentuk nonpolar yang larut di dalam lemak. Bentuk nonpolar ini lebih
mudah direabsorpsi , sehingga meningkatkan sirkulasi bilirubin enterohepatik. Berhenti
memberikan ASI hingga 24jam secara nyata akan menurunkan kadar bilirubin. Pada saat ASI
diberikan kembali,kadar bilirubin akan meningkat, tetapi tidak setinggi kadar sebelumnya.
Ikterus ASI mungkin dapat dikendalikan dengan melakukan fototerapi tanpa mengganggu
pemberian ASI.
4
Etiologi3
Penyebab ikterus pada bayi baru lagir dapat berdiri sendiri ataupun dapat sebabkan
oleh beberapa factor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, definisi enzim
G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab
lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake”
bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfafurazole. Difesiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah dan yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Epidemiologi
Insidens:
1. Usia awitan adalah 2 sampai 3 hari
2. Keparahan berbeda-beda diantara ras, dengan bayi Asia dan penduduk asli Amerika
menempati kadar bilirubin tertinggi
5
3. Bayi-bayi yang berasal dari beberapa area geografis, khususnya area sekitar Yunani,
mengalami peningkatan insidens hiperbilirubinemia.4
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%
mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998
menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit
pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat
Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus
pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan
kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito
melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5
mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada
hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan
hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi
kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi.
Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang
dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens
ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis
dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%.
Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang
bulan 22,8%.
Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun
2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan
oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai
berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode
spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan
metode visual.5
Patofisiologi
6
Metabolisme bilirubin6
Meningkatnya kadar bilirubin dapat disebabkan produksi yang berlebihan. Sebagian
besar bilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pada neonates 75% bilirubin
berasal dari mekanisme ini. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin
indirek (free billirubin) dan bentuk inilah yang dapat masuk ke jaringan otak dan
menyebabkan kericterus. Sumber lain kemungkinan besar dari sumsum tulang dan hepar,
yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen non-eritrosit dan komponen eritrosit yang
terbentuk dari eritropoiesis yang tidak sempurna.6
Pembentukan bilirubin diawali dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin.
Setelah mengalami reduksi biliverdin menjadi bilirubin bebas, yaitu zat yang larut dalam
lemak dan sulit larut dalam air. Bilirubin ini mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi
dan mudah melewati membrane biologic seperti plasenta dan sawar otak. Di dalam plasma
bilirubin bebas tersebut terikat/ bersenyawa dengan albumin dibawa kehepar. Dalam hepar
terjadi mekanisme ambilan sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan
masuk ke dalam hepatosit. Didalam sel bilirubin akan terikat dan bersenyawa dengan
ligandin (protein Y), protein Z dan glutation S-transferase membawa bilirubin ke reticulum
endoplasma hati. Didalam sel hepar berkat adanya enzim glukorinil transferase, terjadi proses
konjugasi bilirubin yang menghasilkan bilirubin direk, yaitu bilirubin yang larut dalam air
dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan. Selanjutnya
menjadi urobilinogen dan kelur bersama feses sebagai sterkobilin. Didalam usus terjadi
proses absorpsi enterohepatik, yaitu sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi
bilirubin indirek dan direabsorbsi kembali oleh mukosa usus.
Penigkatan kadar bilirubin pada hari-hari pertama kehidupan, dapat terjadi pada
sebagian besar neonates. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar eritrosit neonates dan
umur eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), dan fungsi hepar belum matang. Hal ini
merupakan keadaan yang fisiologis. Pada liquor amnion yang normal dapat ditemukan
bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu.
Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin amnion dapat dipakai untuk memperkirakan
beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus janin.
Produksi bilirubin pada janin dan neonates diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar
mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian pula kesanggupan untuk
7
mengonjugasi. Dengan demikian, hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin
indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi dan diekskresi oleh hepar ibunya.6
Gambar 1. Alur metabolism bilirubin6
Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar bilirubin serum total
lebih dari 5 mg/dL, disebabkan oleh predisposisi neonatal untuk memproduksi bilirubin dan
keterbatan kemampuan untuk mengekskresikannya. Dari definisinya, tidak ada ketidak
normalan lain atau proses patologis lain yang menyebabkan ikterus. Warna kuning pada kulit
dan membrane mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak-terkonjugasi. Sumber
utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua atau sel darah merah yang
mengalami hemolisis. Pada neonates, sel darah merah mengalami pergantian yang lebih
tinggi dan waktu hidup yang lebih pendek, yang meningkatkan kecepatan produksi bilirubin
lebih tinggi. Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan factor yang membatasi ekskresi
bilirubin.5
Bilirubin tak terkonjugasi atau indirek bersifat larut lemak dan mengikat albumin
plasenta. Bilirubin kemudian diterima oleh hati, tempat konjugasinya. Bilirubin kemudian
diterima oleh hati, tempat konjugasinya. Bilirubin terkonjugasi atau direk diekskresikan
dalam bentuk empedu ke dalam usus. Didalam usus, bakteri mengubah bilirubin terkonjugasi
menjadi urobillinogen. Mayoritas urobilinogen yang sangat mampu larut dieksresikan
kembali oleh hepar dan dieliminasikan kedalam feses; ginjal mengekskresikan 5 %
8
urobilinogen. Peningkatan kerusakan sel darah merah dan ketidakmatangan hepar tidak hanya
menambah peningkatan kadar bilirubin, tetapi bakteri usus lain dapat mendekonjugasi
bilirubin, yang memungkinkannya direabsorpsi kedalam sirkulasi dan selanjutnya
meniningkatkan kadar bilirubin.4
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi.
Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi. Tingginya kadar bilirubin
yang dapat menimbulkan efek patologi. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan
efek patologi pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan
konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin menjurus kea rah terjadinya kern ikterus bila
kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus kemungkinan menjadi patologi atau dapat
dianggap sebagai hiperbilirubinemia ialah :4
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonates kurang bulan dan 12,5
mg% pada neonates cukup bulan
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD
dan sepsis)
e. Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan, infeksi, hipoglikemia,
hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
Hiperbilirubinemia fisiologik7
a. Biasanya tidak terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Jarang meningkat lebih dari 5mg/dL dalam 1 hari
c. Memuncak pada 48 sampai 72 jam pada bayi atern dan 4 sampai 5 hari pada bayi
premature.
d. Bilirubin serum tidak melebihi 13 mg/dL pada bayi aterm dan 15mg/dL pada bayi
premature.
e. Fraksi bilirubin direk pada umumnya < 2 mg/dL
f. Ikterus fisiologik menghilang dalam minggu pertama pada bayi aterm dan minggu ke-
2 pada bayi prematur
Gejala Klinik
9
a. Ikterus pertama kali dapat dilihat pada daerah kepala dan batang tubuh dan
berkembang ke bagian bawah
b. Ikterus dapat dilihat pada sclera, kulit, dan membrane mukosa
c. Urine menjadi berwarna emas gelap sampai berwarna coklat
d. Kadar bilirubin menurun setelah lima hari dan biasanya berada dalam batas normal
pada hari kesepuluh kehidupan.4
Sekitar 50% bayi baru lahir terlihat ikterus selama seminggu pertama setelah
dilahirkan. Mekanisme yang paling sering adalah fisiologis dan mencerminkan kekurangan
sementara dalam system konjugasi. Pada janin, konjugasi sangat sedikit pada bilirubin sangat
diharapkan terjadi, tetapi setelah kelahiran, konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati harus
mengambil alih transfer plasenta.
Dalam klinis, penting untuk mengenali bayi yang tidak membutuhkan pemeriksaan
atau intervensi, daripada mengukur kadar bilirubin. Bayi seperti ini mengikuti “prinsip utama
ikterus fisiologis”.
1. Kuning tidak terlihat pada 24 jam pertama
2. Bayi tetap sehat
3. Serum bilirubin tidak mencapai kadar yang harus mendapat perawatan
4. Kuning hilang dalam 14 hari.5,8
Penilaian ikterus menurut Kramer
Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk penilaian
ikterus, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan
leher, dada sampai pusatm pusat bagian bawah sampai tumit pergelangan kaki dan bahu
pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara
pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin
dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam gambar 2.6
10
Ikterus neonatorum
Bilirubin Serum Total
< 15 mg/dL aterm< 12 mg/dL prematur
Observasi dan ulangi dalam 24 jam
Jika peningkatan > 5 mg/dL/24 jam atau
ikterus klinis melebihi 1 minggu pada bayi
aterm atau 2 minggu pada prematur,
evaluasi
Evaluasi anamnesis/pemer
iksaan fisik lengkap bilirubin
direk hitung darah lengkap dengan apusan coombs direk golongan
darah Rh ibu dan bayi
> 15 mg/dL aterm> 12 mg/dL prematur
Gambar 2. Penilaian ikterus menurut Kramer6
Derajat
IkterusDaerah Ikterus
Perkiraan kadar
Bilirubin (rata-rata)
Aterm Prematur
1
2
3
4
5
Kepala sampai leher
Kepala, badan sampai dengan umbilicus
Kepala, badan, paha sampai dengan lutut
Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan pergelangan tangan dan
kaki
Kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari
5,4
8,9
11,8
13,3
-
9,4
11,4
15,8
Tabel 2. Perkiraan kadar rata-rata bilirubin6
Gambar 3. Penilaian Ikterus neonatorum6
Komplikasi
a. Dehidrasi
11
b. Letargi
c. Menyusu kurang
d. Kerikterus atau ensefalopati yang diakibatkan oleh deposisi bilirubin tak terkonjugasi
dalam sel-sel otak.3
Tatalaksana
a. Pengobatan umum
Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi atau factor penyebab dan perawatan yang
baik. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah pemberian makan yang dini dengan cairan dan
kalori cukup dan iluminasi kamar bersalin dan bangsal bayi yang baik.
b. Tindakan lanjut
Bahaya hiperbilirubinemia ialah “kernikterus”. Oleh karena itu terhadap bayi yang
menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
Penilaian berkala pendengaran
Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa.3
Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali pemberian
minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang mencukupi. Pemberian minum
sedini mungkin akan meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri diintroduksi
ke usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak dapat diabsorpsi
kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun. Meletakkan bayi dibawah sinar
matahari selama 15-20 menit, ini dilakukan setiap hari antara pukul 6.30-08.00. selama
ikterus masih terlihat, perawat harus memperhatikan pemberian minum dengan jumlah cairan
dan kalori yang mencukupu dan pemantauan perkembangan ikterus. Apabila ikterus makin
meningkat intensitasnya, harus segera dicatat dan dilaporkan karena mungkin diperlukan
penanganan khusus.6
Prognosis dan Pencegahan
12
Hiperbilirubemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui
sawar otak
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:3
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan
kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
6. Pemberian minum yang dini pada bayi
7. Pencegahan infeksi
Kesimpulan
Ikterus merupakan perubahan warna menjadi kuning pada kulit atau organ lain akibat
penumpukan bilirubin. Bila ikterus terlihat pada hari ke 2-3 dan menurun pada hari ke 7-14
kehidupan maka disebut ikterus fisiologis. Pengobatan yang diberikan pada ikterus bertujuan
untuk mencegah agar konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai angka yang
patologis. Prognosis ikterus tergantung cepatnya dilakukan diagnose dan pemberian terapi
pada bayi.
Daftar Pustaka
1. Fanaroff AA, Lissauer T.At glance neonatologi.Jakarta: Penerbit Erlangga;2008.h.96-
108
2. Wahab AS.Gangguan system pencernaan. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin
AM. Ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Jakarta : EGC; 2003.hlm.611-3
3. Perinatologi. Dalam: Hassan R,Alatas H.Ilmu Kesahatan Anak. Edisi 11. Jakarta:
Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.hlm 1101-10
4. Yudha EK.Hiperbilirubinemia. Dalam: Betz CL. Sowden LA. Buku saku keperawatan
pediatric. Edisi 5. Jakarta:EGC;2009.hlm 270-1
13
5. Safitri A.Gangguan pada bayi baru lahir. Dalam:Meadow R, Newell S. Lecture notes
pediatrika. Edisi 7. Jakarta:Erlangga;2004.hlm 75
6. Ester M. Perawatan bayi ikterus. Dalam: Surasmi A, Handayani S, Kusuma HN. Buku
perawatan bayi resiko tinggi. Cetakan 1. Jakarta:EGC; 2003.hlm 57-61
7. Susilawati, Mahanani DA.Pediatri. Dalam:Grabber MA, Toth PP,Herting RL.Buku saku
dokter keluarga University IOWA. Edisi 3. Jakarta:EGC;2006.hlm 444-5
8. Ankiby H. Ikterus pada bayi baru lahir. Dalam: Schwartz MW. Pedoman klinis
pediatric. Cetakan 1. Jakarta: EGC;2005.hlm 473-4
14