makalah blok 13
DESCRIPTION
inkontinensia urinTRANSCRIPT
Inkontinensia Urin Pada Wanita Lanjut Usia
Yuniete Eiffelia
Mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta
______________________________________________________________________________
Pendahuluan
Inkontinensia urin merupakan salah satu masalah kesehatan pada penderita lanjut usia,
khususnya wanita. Masalah kesehatan ini seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau
keluarganya, antara lain karena menganggap bahwa masalah tersebut merupakan masalah yang
memalukan dan tabu untuk dibicarakan atau juga karena ketidaktahuan mengenai masalah
inkontinensia urin dan menganggap bahwa kondisi tersebut sesuatu yang wajar terjadi pada
orang usia lanjut serta tidak perlu diobati.
Dari aspek klinis praktis, inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang
tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan
jumlahnya, yang mengakibatkan masalah sosial dan higienis penderitanya. Variasi dari
inkontinensia urin meliputi dari kadang-kadang keluar beberapa tetes urin saja, sampai benar-
benar banyak.
Kurangnya pemahaman tenaga profesional kesehatan tentang pilihan intervensi
menyebabkan kurang tepatnya terapi untuk kondisi ini dengan konsekuensi yang serius pada
pasien-pasien berusia lanjut. Terapi inkontinensia urin secara dini dan efektif diperlukan untuk
mengembalikan fungsi fisik dan emosional orang yang menderitanya. Selain itu, pemahaman
yang lebih baik tentang masalah inkontinensia urin ini juga akan turut membantu usaha
mengatasi gangguan ini.
1
Anamnesis
Kemahiran mengambil anamnesis tentang keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
pasien memerlukan kecermatan supaya jangan sampai informasi mengenai keluhan utama justru
bukan keluhan utama sebenarnya. Bagi pasien dengan masalah inkontinensia urin, yang perlu
ditanyakan semasa anamnesa adalah: 1,2
Identitas pasien
- Nama lengkap, tempat/tanggal lahir, status pernikahan, pekerjaaan, suku bangsa,
agama, pendidikan dan alamat tempat tinggal.
- Digunakan untuk data penelitian, asuransi, dan sebagainya.
Keluhan utama
- Keluhan yang mendorong pasien untuk berobat.
- Contoh dari kasus: tidak dapat menahan kencing.
Riwayat penyakit sekarang
- Merupakan ceritera yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan.
- Bagi masalah inkontinensia urin, hal-hal yang ditanyakan adalah:
Lama inkontinensia
Keadaan yang menyebabkan kebocoran urin: rasa urgensi, batuk, tegang.
Gejala penyimpanan kandung kemih: frekuensi, urgensi, nokturia.
Gejala berkemih: aliran urin yang keluar lambat, hanya keluar beberapa tetes urin.
Riwayat penyakit dahulu
- Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
- Mencakup masalah medis yang lain:
Diabetes mellitus : menyebabkan timbulnya diuresis osmotik jika kontrol glukosa
buruk.
Insufisiensi vaskular : menyebabkan timbulnya inkontinensia pada malam hari
saat edema perifer dimobilisasi ke sistem vaskular, sehingga menyebabkan
peningkatan diuresis.
Penyakit paru kronis : dapat menyebabkan stress incontinence karena batuk kronis
Cerebro Vascular Accident (CVA).
Hipertensi.
2
Riwayat pernah menjalani operasi yang dapat mempengaruhi proses berkemih
- Operasi untuk kondisi stress incontinence
- Operasi pelvis
Riwayat penggunaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi traktus urinarius bagian
bawah.
Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah mengenali pemicu inkontinensia urin dan membantu
menetapkan patofisiologinya. Antara pemeriksaan yang dilakukan pada pasien inkontinensia urin
adalah: 2,3
Pemeriksaan tanda vital
Pada kasus, didapatkan keadaan umum : tampak sakit ringan, tinggi badan: 150 cm, berat
badan : 60 kg, nadi, frekuensi nafas, tekanan darah dan suhunya normal.
Pemeriksaan status mental
Status mental seperti kesadaran, orientasi, kemampuan bicara dan memori jangka pendek
dan panjang, pemahaman harus diketahui. Kelainan berkemih dapat disebabkan sekunder
atau diperburuk karena adanya disorientasi, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, atau
kurangnya pemahaman saat pasien diminta untuk berkemih. Dalam skenario, didapatkan
kesadaran wanita 70 tahun itu adalah compos mentis di mana keadaan sistem sensorik
utuh, ada waktu tidur dan sadar penuh serta aktivitas yang teratur.
Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan abdomen harus mengenali adanya kandung kemih yang penuh, rasa nyeri,
massa, atau riwayat pembedahan.
Pemeriksaa pelvis
Pada wanita, harus diperiksa laksiti otot pelvis. Terdapat empat tipe prolaps yaitu:
- Cystocele: Penurunan kandung kemih ke vagina menyebabkan terdapat benjolan
lunak pada dinding depan vagina.
- Rectocele : Penurunan rectum ke vagina menyebabkan terdapat benjolan lunak pada
dinding belakang vagina.
- Enterocele: Penurun bagian atas vagina ke atau melalui tempat masuknya.
3
- Prolaps uterine: Penurunan uterus melebihi separuh jalan ke vagina dan dapat
dirasakan benjolan lunak pada lubang vagina.
Pengetahuan tentang kekuatan otot pelvis terutama bermanfaat untuk dokter bedah dalam
menentukan pilihan operasi untuk wanita dengan stress incontinence.
Pemeriksaan rektum
Dalam melakukan pemeriksaan rektal, diperiksa apakah lipatan gluteal simetris dan
adakah terdapat impaksi feses dan massa. Dalam pemeriksaan rektal juga dilakukan
pemeriksaan neurologis karena akar syaraf sakral (S2-S4) menginervasi uretra eksternal
dan sfingter anal.
Pemeriksaan Penunjang
Selain dilakukan urinalisis dan kultur urin, pemeriksaan laboratorium juga harus
mencakup pemeriksaan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum. Kultur urin akan
membantu untuk menyingkirkan infeksi, yang berhubungan dengan inkontinensia. Jika catatan
berkemih menggambarkan adanya poliuria maka konsentrasi glukosa serum dan kalsium juga
harus diperiksa.
Pada pria dengan volume PVR (Post Void Residual) melebihi 150-200ml, renal
sonography harus dilakukan untuk mengeksklusikan kemungkinan hidronefrosis. Pada pasien
dengan hematuria steril yang mengalami ketidaknyamanan suprapubik atau perineal atau pasien
dengan resiko tinggi karsinoma kandung kemih (contoh seorang pria perokok atau pria dengan
onset urgensi dan atau urge incontinence yang baru dengan sebab yang tidak dapat dijelaskan),
harus dilakukan cystoscopy dan sitologi urin.2
Sitologi urin bermanfaat untuk uji penyaringan keganasan traktus urinarius, tetapi
penggunaan test sangat tergantung dari akurasi laboratorium melakukan sitologi. Sitologi urin
yang rutin tidak bermanfaat, tetapi uji ini harus dilakukan pada wanita tua yang berusia lebih dari
50 tahun dengan gejala traktus urinarius iritatif, terutama jika gejalanya menunjukkan onset yang
mendadak.
Pemeriksaan urin dengan uji dipstick dan mikroskopis penting untuk menyingkirkan
adanya infeksi, kelainan metabolik, dan penyakit ginjal. Adanya hematuria harus dievaluasi
dengan sitologi, urografi intravena, dan sistoskopi. Biopsi kandung kemih harus dilakukan jika
diduga terdapat suatu keganasan.2
4
Diagnosis Kerja
Berdasarkan kasus yang ada dapat disimpulkan bahwa ibu tersebut menderita
inkontinensia campuran. Yaitu jenis inkontinensia gabungan antara inkontinensia urgensi dan
inkontinensia stress. Inkontinensia urgensi disebabkan oleh aktivitas kandung kemih yang
berlebihan. Inkontinensia tipe urgensi ditandai dengan ketidakmampuan menunda berkemih
setelah sensasi berkemih muncul. Manifestasinya dapat berupa urgensi, frekuensi dan nokturia.
Kelainan ini dibagi menjadi 2 subtipe yaitu motorik dan sensorik.4
Subtipe motorik disebabkan oleh lesi pada sistem saraf pusat seperti yang terjadi pada
stroke, parkinsonism, tumor otak dan sklerosis multipel maupun adanya lesi pada medula
spinalis daerah suprasakral. Subtipe sensorik dapat disebabkan oleh hipersensitivas kandung
kemih akibat cystisis, uretritis dan diverkulitis.
Sedangkan inkontinensia stress disebabkan pengaruh melemahnya otot dasar panggul.
Hal ini dapat terjadi pada lansia karena pengaruh umur yang menyebabkan semakin lemahnya
fungsi otot-otot panggul. Faktor resiko sebagai wanita juga meningkatkan kemungkinan
terjadinya inkontinensia stress. Wanita yang sering hamil dan melahirkan akan membutuhkan
kerja otot panggul yang lebih sering untuk menahan janin selama usia kehamilan dan untuk
membantu kontraksi pada proses partus/melahirkan. Peningkatan resiko pada wanita lansia juga
dapat disebabkan karena penurunan kerja hormon estrogen pasca menopause.3
Diagnosis Pembanding
Diagnosis banding dari inkontinensia yang dialami ibu tersebut ialah jenis inkontinensia
yang lainnya, yaitu:
Inkontinensia overflow
Keadaan dimana pengeluaran urine terjadi akibat overdistensi kandung kemih. Dengan
kata lain aktivitas kandung kemih menurun akibat kandung kemih terlalu melebar.
Inkontinensia overflow dapat diakibatkan oleh trauma pada medula spinalis, stroke,
diabetik neuropari serta pembedahan yang radikal pada pelvis.
Pada laki-laki, dapat terjadi inkontinensia jenis overflow akibat hipertrofi prostat. Pada
hipertrofi prostat, dapat terjadi obstruksi pada uretra pars prostatika. Hal ini dapat
meningkatkan tegangan kandung kemih yang dapat menyebabkan pelebaran kandung
5
kemih dalam jangka waktu yang terlalu lama. Yang akhirnya memicu terjadinya
inkontinensia.4
Inkontinensia ini umumnya diikuti dengan sering berkemih pada malam hari dengan
volume yang kecil. Umumnya sisa urine setelah berkemih (biasanya 450 cc) dapat
menjadi pembeda jenis inkontinensia ini dengan jenis yang lainnya.
Inkontinensia fungsional
Berbagai penyakit seperti demensia berat, gangguan mobilitas (artritis genu, kontraktur)
serta gangguan neurologik dan psikologik dapat menyebabkan penurunan berat pada
fungsi fisik dan kognitif. Hal ini sangat mengganggu mobilisasi penderita sehingga
penderita tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat.3
Etiologi dan Tipe Inkontinensia
Pengetahuannya yang tepat akan penyebab inkontinensia sangat diperlukan agar dapat
memberikan penatalaksanaan yang tepat pula. Secara umum ada 4 penyebab pokok, yaitu:5
gangguan urologik: misalnya radang, batu, tumor dan divertikel.
gangguan neurologik: misalnya stroke, trauma pada medula spinalis dan dementia.
gangguan fungsional: misalnya hambatan pada mobilitas penderita.
gangguan lingkungan: misalnya tidak tersedianya situasi berkemih yang memadai/sarana
yang terlalu jauh.
Inkontinensia yang terjadi akibat gangguan diatas dapat dibagi atas:5
Inkontinensia urin akut, biasanya bersifat reversibel. Inkontinensia ini terjadi secara
mendadak dan berkaitan dengan kondisi sakit akut maupun masalah pengobatan yang
diberikan yang akan menghilang bila kondisi akut ini teratasi ataupun obat diberhentikan
penggunaannya.
Untuk mengingat dengan lebih mudah, maka para ahli memakai akronim DIAPPERS
sebagai penyebab inkontinensia akut seperti yang dapat terlihat pada table 1.
Penyebab Inkontinensia Akut
D Delirium or acute confusional state
I Infection, Urinary
A Athropic vaginitis
6
P Pharmaceutical
P Psychologic disorders : depression
E Endocrine disorders
R Restricted mobility
S Stoolilmpaction
Hal lain yang tidak dapat dilupakan ialah bahwa inkontinensia pada pria umumnya
disebabkan oleh hipertrofi prostat. Hal ini menyebabkan obstruksi mekanik pada bagian
distal kandung kemih yang akan menyebabkan urine tertahan dan menstimulasi kontraksi
otot detrusor involunter.
Penggunaan obat seperti diuretika, anti kolinergik, psikotropik, analgesik-narkotik,
penghambat adrenergik alfa, agonis adrenergik alfa serta calcium channel blocker perlu
diperhatikan karena memiliki efek terhadap saluran kemih dan dapat menyebabkan
tercetusnya inkontinensia akut.
Inkontinensia urin kronik/persisten
Ada dua hal yang melatarbelakangi inkontinensia kronik, yaitu kegagalan penyimpanan
urin pada kandung kemih akibat hiperaktif atau menurunnya kapasitas kandung kemih
dan kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya otot detrusor atau
meningkatnya tahanan aliran keluar.
Inkontinensia yang menetap dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:5,6
1. Inkontinensia urgensi
Tipe ini ditandai dengan ketidakmampuan menunda berkemih. Menifestasinya berupa
seringnya berkemih dan nokturia. Kelainan ini dibagi atas dua subtipe yaitu subtipe
motorik dan sensorik. Subtipe motorik dapat disebabkan oleh lesi pada sistem saraf
pusat seperti pada penderita parkinson dan stroke, maupun adanya lesi pada saraf
supraspinal. Subtipe sensorik disebabkan oleh hipersensitivitas kandung kemih akibat
sistisis, uretritis dan diverkulitis.
2. Inkontinensia stress
Terjadi akibat peningkatan tekanan intraabdominal seperti batuk, bersin, mengejan
maupun tertawa yang kerapkali terjadi pada wanita yang sudah tua yang mengalami
7
hipermobilitas uretra dan melemahnya otot dasar panggul akibatnya kurangnya kadar
estrogen dan sering melahirkan.
3. Inkontinensia fungsional
Penyababnya adalah penurunan berat fungsi fisik dan kognitif sehingga pasien tidak
dapat mencapai toilet pada saat yang tepat. Ini mungkin terjadi pada penderita
demensia berat, gangguan mobilitas, neurologik dan psikologik.
4. Inkontinensia luber (overflow)
Inkontinensia ini paling jarang dijumpai. Pada inkontinensia ini terjadi penurunan
aktivitas m. detrusor akibat gangguan pada persarafan sacrum yang merupakan
persarafan bagi vesika urinaria.
Dalam kenyataannya, keempat tipe ini saring saling bercampur pada pasien inkontinensia
urin. Tipe campuran yang jamak dijumpai adalah campuran antara inkontinensia urgensi
dan stress.6
Gejala Klinis
Pada inkontinensia urin gambaran umum adalah ketidakmampuan untuk menahan kemih
sehingga secara tanpa sengaja terjadi proses berkemih tersebut. Penderita umumnya tidak sadar
akan kondisinya. Yang dapat kita lihat adalah tanda bekas miksi di celana maupun rok pasien.
Urine yang tersisa sering menimbulkan bau amoniak yang tajam dan khas sehingga kerapkali
menurunkan kepercayaan diri pasien bila berada di hadapan orang banyak.
Pada inkontinensia urin tipe urgensi umumnya ditandai dengan ketidakmampuan pasien
untuk menunda berkemih bila sensasi berkemih muncul. Akibatnya pasien sering kencing,
terutama pada malam hari (nokturia).5
Pada inkontinensia urin tipe stress ciri yang paling khas adalah ketidakmampuan
menahan kemih pada saat peninggian tekanan intraabdomen seperti batuk, bersin dan tertawa.
Inkontinensia urin tipe overflow merupakan inkontinensia yang ditandai dengan sering
berkemihnya pasien pada malam hari dengan jumlah urin yang kecil. Yang dapat menjadi
pembeda antara inkontinensia tipe ini dengan tipe urgensi dan tipe stress adalah sisa urin setelah
berkemih yang dapat mencapai 450 cc. Pada laki-laki juga dapat terjadi inkontinensia overflow
akibat hipertrofi prostat. Hal ini dapat dideteksi dengan frekuensi miksi yang sering namun
volume urin kecil dan dapat tampak urin yang menetes setelah berkemih.
8
Pasien dengan inkontinesia urin tipe fungsional sering disertai dengan gangguan fisik
yang berat seperti gangguan mobilitas (artritis genu, kontraktur), demensia berat, gangguan
neurologik dan psikologik. Pasien ini umumnya sangat lemah mobilitasnya sehingga tidak dapat
mencapai tempat untuk berkemih seperti toilet. Oleh karena itu dalam penatalaksanaanya nanti
harus dipikirkan bagaimana cara mengatasi toilet yang jauh, seperti dengan melakukan
kateterisasi.
Setelah memperhatikan gejala yang mungkin timbul, kita juga dapat menentukan apakah
ada kemungkinan adanya inkontinensia campuran pada pasien dengan memperhatikan ciri dari
tiap tipe tersebut.5
Patofisiologi
Secara normal proses berkemih merupakan proses dinamik yang memerlukan rangkaian
koordiansi proses fisiologik yang berurutan. Secara umum terdapat 2 fase yaitu fase
penyimpanan dan fase pengosongan. Diperlukan keutuhan struktur dan fungsi komponen saluran
kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi dan lingkungan.4
Ada mekanisme yang berada di luar kendali dalam melaksanakan proses berkemih.
Proses ini dikendalikan oleh sistem saraf. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada
dibawah kendali saraf pudendal, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra
internal berada di bawah kontrol sistem saraf otonom.
Vesika urinaria terdiri atas 4 lapisan, yaitu lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan
submukosa dan lapisan mukosa. Saat otot detrusor berelaksasi terjadi pengisian kandung kemih,
dan bila otot ini mengalami kontraksi maka urine yang telaha tertampung didalamnya akan
dikeluarkan. Proses kontraksi ini berlangsung akibat kerja saraf parasimpatis, sedangkan
penutupan sfingter vesika urinaria agar dapat menampung urin dikerjakan oleh saraf simpatis
yang dipicu oleh noradrenalin.3,4
Mekanisme kerja pada otot detrusor melibatkan kerja otot itu sendiri, saraf pelvis, medula
spinalis dan kontrol sistem saraf pusat yang mengontrol jalannya proses berkemih. Pada sistem
saraf pusat ada bagian yang bernama pusat sobkortikal dan pusat kortikal. Ketika urine mulai
mengisi kandung kemih, pusat subkortikal akan bekerja agar otot-otot pada kandung kemih dapat
berelaksasi sehingga dapat berdistensi untuk menampung urin hasil proses di ginjal. Ketika
pengisian ini berlanjut akan tercapai suatu volume tertentu (biasanya 200 ml) yang memicu pusat
9
kortikal yang ada pada lobus frontal untuk bekerja mengurangi pasokan urine yang masuk ke
dalam kandung kemih.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas relaksasi yang menyebabkan pengisian urin
ditimbulkan oleh pusat yang lebih tinggi yaitu korteks serebri atau dengan kata lain bersifat
menghambat proses miksi. Sedangkan pusat yang lebih rendah yaitu batang otak dan saraf supra
spinal memfasilitasi proses miksi dengan mendukung proses kontraksi otot yang terjadi.
Gangguan yang mungkin terjadi pada kedua bagian otak ini yang dapat menyebabkan
pengurangan kemampuan penundaan pengeluaran urin.3
Ketika terjadi desakan untuk berkemih, maka rangsang saraf dari daerah korteks akan
disalurkan melalui medula spinalis ke saraf pelvis. Aksi saraf parasimpatis ini akan memicu
terjadinya kontraksi. Namun kontraksi ini tidak hanya semata-mata tergantung kepada aktivitas
saraf yang bersifat kolinergik. Otot detrusor memiliki reseptor prostaglandin. Obat-obat yang
menyebabkan inhibisi pada prostaglandin tentu saja akan mempengaruhi kontraksi m. Detrusor.
Selain itu kontaksi otot detrusor juga bergantung pada calcium-channel. Oleh karena itu bila
pemberian calcium channel blocker seperti pada pasien hipertensi dapat menyebabkan terjadinya
gangguan kontraksi kandung kemih.4
Selain faktor dari kandung kemih, juga harus diperhatikan sfingter uretra baik yang
interna dan eksterna. Proses kontraksi pada sfingter uretra dipengaruhi oleh aktivitas dari
adrenergik alfa. Pengobatan yang sifatnya agonis terhadap adrenergik alfa (pseudoefedrin) dapat
memperkuat kontraksi dari sfingter sehingga menahan urin secara berkelanjutan. Sedangkan obat
alpha-blocking dapat mengganggu penutupan sfingter. Persarafan adrenergik beta dapat
menyebabkan relaksasi pada sfingter uretra. Obat yang bersifat beta-adrenergic blocking dapat
mengganggu karena menyebabkan relaksasi uretra dan melepaskan aktivitas kontraktil
adrenergik alfa.
Perlu diperhatikan bahwa meskipun inkontinensia urin kebanyakan dialami pada lansia,
sindrom ini bukanlah kondisi yang normal pada usia lanjut. Namun dapat dikatakan bahwa usia
lanjut yang dapat menjadi faktor predesposisi (faktor pendukung) terjadinya inkontinensia urin.
Proses menua akan menyebabkan perubahan anatomis dan fisiologis pada sistem urogenital
bagian bawah. Perubahan ini memiliki kaitan erat dengan menurunnya kadar estrogen pada
wanita dan kadar androgen pada laki-laki. Perubahan yang terjadi meliputi penumpukan fibrosis
10
dan kolagen pada dinding kandung kemih sehingga menyebabkan penurunan efektivitas fungsi
kontraksi dan memudahkan terbentuknya trabekula maupun divertikula.3
Atrofi pada mukosa, perubahan vaskularisasi pada daerah submukosa dan menipisnya
lapisan otot uretra menyebabkan penurunan pada tekanan penutupan uretra dan tekanan outflow.
Selain itu pada laki-laki terjadi pembesaran prostat dan pengecilan testis sedangkan pada wanita
terjadi penipisan dinding vagina dengan timbulnya eritema atau ptekie, pemendekan dan
penyempitan ruang vagina serta peningkatan pH lingkungan vagina akibatnya kurangnya
lubrikasi.
Melemahnya fungsi otot dasar panggul yang disebabkan oleh berbagai macam operasi,
denervasi dan gangguan neurologik dapat menyebabkan prolaps pada kandung kemih sehingga
melemahkan tekanan akhir kemih keluar. Hal ini dapat memicu terjadinya inkontinensia.3
Epidemiologi
Kasus inkontinensia urin cenderung tidak dilaporkan, karena penderita merasa malu dan
menganggap tidak ada yang dapat dilakukan untuk menolongnya. Penderita juga mendapat
benturan sosial yaitu kondisi masyarakat sekitar yang akan menjauhinya bila ia diketahui
menderita penyakit ini. Penelitian epidemiologi terhadap penyakit ini pun sulit untuk dilakukan
karena beragamnya subjek penelitian, metode kuisioner dan definisi inkontinensia yang
digunakan. Namun secara umum prevalensinya meningkat sesuai dengan pertambahan umur.
Sekitar 50% lansia di instalasi perawatan kronis dan 11-30% di masyarakat mengalami
inkontinensia urin.
Sedangkan berdasarkan gender, penyakit ini cenderung lebih sering dialami oleh wanita
dengan perbandingan 1,5 : 1 terhadap pria.6 Berdasarkan survei oleh Divisi Geriatri Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSCM tahun 2002 pada 208 orang usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan
Keluarga di Jakarta, didapati bahwa angka inkontinensia stress mencapai 32,2%. Sedangkan
survei yang dilakukan oleh Poliklinik Geriatri RSCM pada tahun 2003 terhadap 179 pasien
didapati angka kejadian inkontinensia urin stress pada laki-laki sebesar 20,5% dan pada
perempuan sebesar 32,5%.4
Pada penelitian yang dilakukan di Australia, didapatkan 7% pria dan 12% wanita diatas
usia 70 tahun mengalami inkontinensia. Sedangkan mereka yang dirawat, terutama di unit psiko-
geriatri, 15-50% diantaranya menderita inkontinensia. Sedangkan melalui penelitiannya, seorang
11
ahli bernama Fonda mendapatkan 10% pria dan 15% wanita diatas 65 tahun di Australia
menderita inkontinensia.
Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat oleh National Overactive Bladder
Evaluation (NOBLE) dengan 5204 orang sebagainya sampelnya, menyimpulkan suatu perkiraan
bahwa 14,8 juta perempuan dewasa di Amerika Serikat menderita inkontinensia urin dengan
sepertiganya (34,4%) merupakan inkontinensia urin tipe campuran.4
Seorang ahli bernama Dioko serta timnya melakukan penelitian pada 1150 orang secara
acak dan mendapati 434 orang diantaranya menderita inkontinensia urin. Dari mereka yang
mengalami inkontinensia urin, didapati bahwa 55,5% diantaranya merupakan tipe campuran,
26,7% merupakan tipe stress saja, 9% tipe urgensi saja dan 8,8% memiliki komplikasi lain.
Seringkali penderita inkontinensia berpikir dengan mengurangi asupan cairan berupa
minuman akan mengurangi frekuensi miksi. Namun hal ini akan berbahaya karena menganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit. Kapasitas kandung kemih pun semakin lama akan semakin
menurun yang justru akan memperberat keluhan inkontinensianya. Sebenarnya bila penyakit ini
diobati secara tepat maka inkontinensianya dapat diupayakan menjadi lebih ringan sehingga
penderita menjadi lebih nyaman dan memudahkan juga bagi yang merawat serta mengurangi
kemungkinan komplikasi serta biaya perawatan.4
Penatalaksanaan
Pengelolaan inkontinensia urin akan cukup baik hasilnya bila semua faktor yang
berpengaruh diperhatikan, dan tipe dari inkontinensia dapat dikenal serta diagnosis penyebabnya
diketahui. Antara penatalaksanaan yang dilakukan adalah: 5,6
Teknik latihan perilaku
- Latihan kandung kemih
Latihan ini mengikuti jadwal yang ketat untuk ke kamar kecil/berkemih. Jadwal
dimulai dengan ke kamar kecil tiap dua jam, dan waktunya makin ditingkatkan.
Makin lama waktu yang dicapai untuk berkemih, makin memberikan peningkatan
control terhadap kandung kemih. Latihan ini terbukti efektif untuk inkontinensia tipe
stress maupun urgensi.
- Latihan menahan dorongan untuk berkemih
12
Untuk mendapatkan control atas kandung kemih, cara berikut dapat dipakai saat
datang dorongon berkemih:
Berdiri tenang atau duduk diam, lebih baik jika kaki disilangkan. Tindakan ini
mencegah rangsang berlebihan dari kandung kemih.
Tarik nafas teratur dan relaks.
Kontraksikan otot-otot dasar panggul beberapa kali. Ini akan membantu menutuo
urethra dan menenangkan kandung kemih.
Alihkan pikiran ke hal lain, untuk menjauhkan perhatian dari dorongan berkemih.
Bila rangsang berkemih sudah menurun, jangan ke toilet sebelum jadwal
berkemih.
- Latihan otot dasar panggul
Latihan otot-otot pelvis memperkuat otot-otot yang lemah sekitar kandung kemih.
Untuk identifikasi otot yang tepat, bayangkan kita sedang menahan untuk tidak flatus.
Otot yang dipakai untuk menahan flatus adalah otot yang ingin kita latih.
Lakukan latihan otot dasar panggul beberapa kali sehari sekitar sepuluh menit.
Praktekkan setiap waktu dan tempat. Paling baik saat berbaring di tempat tidur.
Setelah menguasai metodenya, lakukan juga saat duduk dan berdiri.
Obat-obatan
Terapi dengan menggunakan obat-obatan diberikan apabila masalah akut sebagai pemicu
timbulnya inkontinensia urin telah diatasi dan berbagai upaya bersifat nonfarmakologis
telah dilakukan tetapi tetap tidak berhasil mengatasi masalah inkontinensia tersebut.
Pemberian obat pada inkontinensia urin disesuaikan dengan tipe inkontinensia urinnya.
Tabel 2. Obat-obat untuk mengobati inkontinensia urin.
Jenis obat Mekanisme Tipe
inkontinensia
Efek samping Nama obat dan Dosis
Antikoligernik
&
antispasmodic
Meningkatkan
kapasitas
vesika urinaria
dan
mengurangi
Urgensi atau
stress dengan
instabilitas
detrusor atau
hiperrefleksia
Mulut kering,
penglihatan
kabur,
peningkatan
TIO,
Oksibutinin: 2,5-5 mg
tid
Tolterodine: 2 mg bid
Dicyclomine: 10 – 20
mg
13
involunter
vesika urinaria
konstipasi dan
delirium.
Imipramine: 10 – 50
mg tid
α-Adrenergik
agonis
Meningkatkan
kontraksi otot
polos urethra
Tipe stress
dengan
kelemahan
sphinter
Sakit kepala,
takikardi,
peningkatan
tekanan darah
Pseudofedrin: 15 – 30
mg tid
Phenylpropanolamine:
75 mg bid
Imipramine: 10 – 50
mg tid
Estrogen
agonis
Meningkatkan
aliran darah
periurethra
Tipe stress,
tipe urgensi
yang
berhubungan
dengan
vaginitis atropi
Kanker
endometrial,
peningkatan
tekanan darah,
batu saluran
kemih
Oral: 0,625 mg/hr
Topical: 0,5 – 1,0
gr/aplikasi
Kolinergik
agonis
Menstimulasi
kontraksi
vesica urinaria
Tipe luapan
atau overflow
dengan vesika
urinaria atonik
Bradikardi,
hipotensi,
bronkokontrik
si, sekresi
asam lambung
Bethanechol: 10 – 30
mg tid
α-Adrenergik
antagonis
Merelaksasi
otot polos
urethra dan
kapsul prostat
Tipe luapan
dan urgensi
yang
berhubungan
dengan
pembesaran
prostat
Hipotensi
postural
Tetrasozine: 1 – 10
mg/hr
Pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan terakhir untuk masalah inkontinensia yang tidak berhasil
diatasi dengan teknik latihan perilaku maupun obat-obatan. Dapat juga merupakan
14
pilihan penderita sendiri. Beberapa tindakan pembedahan antara lain adalah
spincterectomi, operasi prostat atau operasi pada prolaps rahim.
Modalitas lain
Selain itu, terdapat produk-produk untuk inkontinesia ini dapat diberikan sebagai
pelengkap terapi untuk meningkatkan kenyamanan dan percaya diri. Contoh-contoh
produk tersedia antara lain:
- Penyerap: Menyerap dan menampung bocoran urin.
- Stimulasi elektrik: Merangsang syaraf pudendus, mengakibatkan kontaksi maksimal
otot dasar panggul dan relaksasi otot detrusor.
- Pessarium: Mengurangi/ mencegah prolaps rahim.
- Klem penis: Untuk penderita sehabis operasi prostat dan masih ada kebocoran urin
saat aktifitas. Klem dibuka saat mau berkemih dan waktu tidur.
- Kateter: Ada tiga macam cara kateterisasi pada inkontinensia urin
Kateterisasi luar
Kateterisasi intermiten
Kateterisasi secar menetap
Komplikasi
Morbiditas yang berhubungan dengan inkontinensia urin termasuk jatuh dan attendant
fracture, infeksi kulit dan pressure ulcers. Yang paling penting adalah dampak masalah
inkontinensia urin ini pada domain kualitas hidup, termasuk tekanan psikologis (penurunan harga
diri, khawatir tentang keberkesanan strategi mengatasi masalah inkontinensia urin), gangguan
interaksi sosial (di tempat kerja, waktu luang) dan keterbatasan aktifitas. 5
Prognosis
Sebagian besar pasien dengan inkontinensia urin akan mengalami peningkatan dengan
adanya pengobatan. Keparahan inkontinensia urin yang mungkin akan makin meningkat dari
waktu ke waktu masih belum jelas. Terdapat penemuan di mana kontraksi involunter otot
detrusor pada lansia yang sehat meningkatkan kemungkinan bahwa overactivity detrusor dapat
15
berkembang dari waktu ke waktu. Namun, inkontinensia urin bisa memburuk bila terjadi
kegagalan mekanisme kompensasi (misalnya, fungsi sfingter uretra pada wanita), komorbiditas
meningkat, dan disebabkan oleh beberapa obat.
Inkontinensia adalah penyakit umum tetapi bukanlah suatu perkara yang normal bagi
lansia dan semua lansia harus langsung ditanya mengenai gejala traktus bagian bawahnya.
Evaluasi mengenai fungsional, komorbiditas, pengobatan, dan faktor keseimbangan
cairan bisa memicu maupun memperburuk inkontinensia. Terapi perilaku adalah efektif untuk
berbagai pasien, terutama ia ditargetkan pada status kognitif dan fungsional pasien. Selain itu,
kombinasi terapi perilaku dan obat lebih efektif berbanding dengan satu jenis terapi saja. Namun
begitu, pembedahan tetap menjadi pilihan yang paling efektif bagi wanita lansia yang mengalami
inkontinensia urin tipe stress. 5
Pencegahan
Penghindaran dan perawatan faktor resiko dan faktor yang berhubungan dengan
inkontinensia urin mungkin bisa membantu untuk mencegah masalah ini. Terdapat beberapa ahli
yang menyarankan strategi umum seperti tidak menahan diri dari berkemih untuk waktu yang
lama, mengelakkan minuman diuretik, pemanis buatan dan asupan cairan yang berlebihan serta
mengendalikan konstipasi. 6
Kesimpulan
Inkontinensia urin merupakan keluhan yang banyak dijumpai pada lanjut usia.
Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur, lebih banyak didapatkan pada wanita dan
pada penderita-penderita lanjut usia yang dirawat pada bangsal akut. Menjadi lanjut usia tidak
menyebabkan inkontinensia, tetapi beberapa perubahan berkaitan dengan proses lanjut usia dan
keadaan patologik dapat mendukung terjadinya inkontinensia urin.
Pengelolaan dari inkontinensia urin dimulai antara lain dengan membedakan apakah
secara garis besar penyebabnya dari segi urologik atau masalah neurologik. Kemudian penting
untuk diketahui apakah inkontinensia tadi secara akut atau kronik. Inkontinensia urin mempunyai
kemungkinan besar untuk disembuhkan, terutama pada penderita dengan mobilitas dan status
mental yang cukup baik.
16
Pada kasus yang diberikan, wanita 70 tahun tersebut dalam keadaan status mental yang
baik. Pada pemeriksaan tanda vital juga didapatkan hasil yang normal. Wanita tersebut telah
diduga menderita inkontinensia urin tipe campuran karena ketidakmampuannya untuk menahan
diri dari berkemih sebelum sampai ke WC dan sering terkencing-kencing tanpa sadar saat ketawa
dengan bersemangat.
Daftar Pustaka
1. Nah YK, Hidayat D, Hudyono J, Santoso M. Buku panduan ketrampilan medik (skill-lab).
Jakarta (Indonesia): Fakultas Kedokteran Krida Wacana; 2010. h.58
2. Vitriana. Evaluasi dan manajemen medis inkontinensia urin. Indonesia: Fakultas Kedokteran
Universitas Padajajaran; 2002. h. 20-5
3. Santoso BI. Inkontinensia urin pada perempuan. Majalah Kedokteran Indonesia 2008; 258-
10.
4. Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi 4. Jakarta (Indonesia): Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2006. h.1402-6.
5. Landefeld CS, Palmer RM, Johnson MA, Johnston CB, Lyons WL. Current geriatric
diagnosis and treatment. 1st ed. USA: McGraw Hill;2004.
6. Martono HH, Panarka K. Buku ajar geriatri. Edisi 4. Indonesia: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2009. h. 234-6
17