makalah agama islam

20
MAKALAH AGAMA ISLAM Poligami, Nikah Siri, dan Nikah Mut’ah Kelompok 3 Fahreza Ichsan Tesa Jastin Wulandari Merry Nurhilal Utami Fauziah Adma Cindy Claudia Dessyana Wulandari Melisa Habi Winata Icis Ratna Sari Rivanny Frivandiny UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

Upload: mhd-arif-munandar

Post on 09-Jul-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Agama islam

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Agama Islam

MAKALAH AGAMA ISLAMPoligami, Nikah Siri, dan Nikah Mut’ah

Kelompok 3Fahreza IchsanTesa Jastin WulandariMerry Nurhilal UtamiFauziah AdmaCindy ClaudiaDessyana WulandariMelisa Habi WinataIcis Ratna SariRivanny Frivandiny

UNIVERSITAS BAITURRAHMAHFAKULTAS KEDOKTERAN

PADANG2014

Kata Pengantar

Page 2: Makalah Agama Islam

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, dan segala rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “ Poligami, Nikah Siri dan Mikah Mut’ah”.

Karya tulis ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah agama islam. Karya tulis ini membahas tentang poligami, nikah siri dan nikah mut’ah serta dampak bagi pelakunya.

Kami selaku pembuat karya tulis ini menyadari bahwa karya tulis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, harap dimaklum karena kami masih dalam tahap belajar dan masih butuh pembelajaran yang banyak. Kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ulfatmi dan Bapak Tamrin , selaku pembimbing mata kuliah agama islam. Semoga karya tulis ini bermanfaat, khususnya bagi kami dan bagi pembaca karya tulis ini.

A. Poligami

Page 3: Makalah Agama Islam

Pengertian Poligami

Poligami merupakan pernikahan kepada lebih dari satu istri sekaligus. Dalam bahasa arab poligami lebih dikenal dengan ta’addud. Islam memperbolehkan poligami muslim beristri lebih dari hingga empat orang istri dengan syarat suami harus dapat bersikap adil terhadap istri-istrinya.

Allah SWT berfirman, artinya :” Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS.An-Nisa:3).

Faktor-Faktor Biologis

a. Istri yang sakit

Adanya seorang istri yang menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya untuk melayani hasrat seksual suaminya.

b. Hasrat Seksual yang Tinggi

Sebagian kaum pria memiliki gairah dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri dirasa tidak cukup untuk menyalurkan hasratnya tersebut.

c. Rutinitas Alami Setiap Wanita

Adanya masa-masa haid, kehamilan dan melahirkan, menjadi alasan utama seorang wanita tidak dapat menjalankan salah satu kewajiban terhadap suaminya. Jika suami dapat bersabar menghadapi kondisi seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika suami termasuk orang yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya mengalami haid, dikhawatirkan sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami bisa menjadi pilihannya.

d. Masa Subur Pria Lebih Lama

Kaum pria memiliki masa subur yang lebih lama dibandingkan wanita.

Faktor Internal Rumah Tangga

Page 4: Makalah Agama Islam

a. Kemandulan

Banyak kasus perceraian yang dilatarbelakangi oleh masalah kemandulan, baik kemandulan yang terjadi pada suami maupun yang dialami istri.Hal ini terjadi karena keinginan seseorang untuk mendapat keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan dilakukannya.Dalam kondisi seperti itu, seorang istri yang bijak dan shalihah tentu akan berbesar hati dan ridha bila sang suami menikahi wanita lain yang dapat memberikan keturunan.

b. Istri yang Lemah

Ketika sang suami mendapati istrinya dalam keadaan serba terbatas, tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas rumahtangganya dengan baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya, lemah wawasan ilmu dan agamanya, serta bentuk-bentuk kekurangan lainnya. maka pada saat itu,kemungkinan suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih baik, bisa saja terjadi poligami.

c.Kepribadian yang Buruk

Istri yang tidak pandai bersyukur, banyak menuntut, boros, suka berkata kasar, gampang marah, tidak mau menerima nasihat suami dan selau ingin menang sendiri, biasanya tidak disukai sang suami. Oleh karenanya, tidak jarang suami yang mulai berpikir untuk menikahi wanita lain yang dianggap lebih baik dan lebih shalihah, apalagi jika watak dan karakter buruk sang istri tidak bisa diperbaiki lagi.

Syarat-syarat Poligami

Beberapa ulama setelah meninjau ayat-ayat tentang poligami, mereka menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam sebenarnya adalah monogami (menikah dengan seorang saja). Terdapat ayat yang mangandung peringatan agar tidak disalah gunakan. Ini semua bartujuan supaya tidak terjadi kezaliman. Tetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahwa poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhawatirkan bahwa kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya. Sebagaimana talaq, begitu jugalah dengan poligami yang diperbolehkan umatnya berpoligami berdasarkan nas-nas syariat serta realita keadaan masyarakat. Ini berarti poligami tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenangnya demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum

Page 5: Makalah Agama Islam

muslimin. Oleh karena itu,apabila seorang lelaki akan berpoligami hendaklah dia memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

1) Membatasi jumlah istri yang akan dinikahinya

Membatasi jumlah istri yang akan dinikahinya. Syarat ini telah telah disebutkan oleh Allah SWT dengan firman-Nya:“Maka menikahlah dengan siapa yang kamu inginkan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga, atau empat.”(QS. An-Nisa:3).

2) Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi istrinya.

Tujuan pengharaman ini adalah untuk menjaga silaturahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah SAW bersabda : “Seungguhnya kalu kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturahim diantara sesama kamu.” (HR Bukhari&Muslim)Rasulullah juga memperkuat larangan ini, Bahawa Urnmu Habibah (Istri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya, Beliau menjawab:”Sesungguhnya dia tidak halal untukku.”(HR Bukhari&Muslim).

3) Disyaratkan berlaku adil,seperti dalam QS An Nisa:3

Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orangsaja.Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua sahaja.Dan kalau dua itu pun masih khawatir tidak bisa berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja.Para mufassir berpendapat bahwa berlaku adil itu wajib.Adil di sini bukanlah berarti hanya adil terhadap para istri saja, tetapi mengandungi arti berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:

Berlaku adil terhadap diri sendiri

Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri.Sikap yang demikian adalah tidak adil.

Adil diantara para istri

Adil diantara istri-istri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam QS.An-Nisa:3. Namun, berlindung pada pernyataan itu pada kenyataannya, sebagaimana yang ditegaskan Al Quran, berlaku adil

Page 6: Makalah Agama Islam

sangat sulit dilakukan (An-Nisa: 129).Artinya :” Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Rasulullah SAW juga bersabda : “Barangsiapa yang mempunyai istri, lalu dia cenderung kepada salah satu diantaranya dan tidak berlaku adil diantara mereka, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah.” (HR. Ahmad bin Hambal).

Adil memberi nafkah

Dalam hal suami memberikan nafkah, hendaklah suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang istrinya. Memeberi nafkah lebih kepada seorang istri dari yang lain diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Prinsip adil ini tidak ada perbedaan diantara para istri. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai seorang istri.

Adil dalam menyediakan tempat tinggal

Para ulama sepakat mengatakan bahwa suami bertanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami.Ini semua dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan mereka.

Adil dalam giliran

Istri berhak mendapatkan giliran suaminya di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah istri-istri yang lain. Sekurang-kurangnya suami harus menginap di rumah seorang istri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga dengan istri-istri yang lain. Walaupun ada istri yang sedang haidh, nifas, ataupun sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Karena, tujuan pernikahan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk memenuhi nafsu, tapi bertujuan untuk menyempurnakan kasih sayang dan kerukunan antara suami dan istri.

Hal ini diterangkan dalam firman Allah SWT QS. Ar-Ruum:21, Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Page 7: Makalah Agama Islam

Andaikan suami tidak bisa bersikap adil, maka Ia akan berdosa dan akan mendapatkan siksaan dari Allah SWT pada hari kiamat dengan tanda-tanda pinggangnya miring. Hal ini disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak cucunya.Allah berifirman dalam QS. Az-Zalzalah:7-8

Hikmah Diperbolehkannya Poligami

Islam adalah kata akhir Allah yang dengannya Islam menutup risalah-risalah sebelumnya. Karena itulah, Islam juga membawa syariat yang universal dan abadi, untuk seluruh penjuru dunia untuk semua zaman dan untuk semua umat manusia.Islam tidak membuat syariat untuk orang kota dengan melalaikan orang desa, tidak untuk masayarakat daerah beriklim dingin dengan merupakan masyarakat beriklim tropis dan tidak pula suatu abad dengan melupakan abad dan generasi lain. Islam telah mengukur kebutuhan individu, kebutuhan masyarakat, sekaligus kadarkepentingan semua pihak. Ada diantara mereka yang memiliki semangat besar untuk memiliki keturunan, akan tetapi diberi rezeki dengan istri yang tidak beranak karena mandul, berpenyakit, atau sebab lainnya.

B. Nikah SiriDefinisi dan Alasan Melakukan Pernikahan Siri

Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan; 1. Pernikahan tanpa wali. 2. Pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara.Adapun hukum syariat atas kedua fakta tersebut adalah sebagai berikut.

Hukum Pernikahan Tanpa WaliAdapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali;

sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda; “Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].

Page 8: Makalah Agama Islam

Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)

Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.

Nikah Tanpa Dicatatkan Pada Lembaga Pencatatan SipilAdapun fakta pernikahan siri kedua, yakni pernikahan yang sah

menurut ketentuan syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; sesungguhnya ada dua hukum yang harus dikaji secara berbeda; yakni (1) hukum pernikahannya; dan (2) hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara.

Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga tidak berhak dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”.Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh

Page 9: Makalah Agama Islam

dinyatakan telah melakukan kemaksiyatan; sehingga tidak berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau makruh.

Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi, dan (3) ijab qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.

C. Nikah Mut’ah

Pengertian

1. Bahasa

Kata mut’ah (ُمتْعَة) dalam bahasa Arab berasal dari kata mataa’ (َمتَاع) yang bermakna kesenangan. Sebagaimana firman Allah SWT : Bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan. (QS. Al-Baqarah : 36)

2. Istilah

Sedangkan secara syariah, kata mut’ah setidaknya punya beberapa makna dan pengertian yang berbeda, sesuai dengan namanya. Ada nikah mut’ah, mut’ah haji dan mut’ah cerai. Ketiganya meski sama-sama menggunaan istilah mut’ah tetapi perngertian masing-masing berbeda.

Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah adalah sebuah pernikahan dimana seorang laki-laki mengatakan kepada seorang perempuan kalimat seperti : aku menikmati tubuhmu untuk jangka waktu tertentu dengan uang ini.

Dikatakan dengan jangka waktu tertentu karena hubungan pernikahan dengan sendirinya akan berakhir bila telah jatuh tempo tanpa harus ada proses talak. Baik jangka waktu itu ditentukan dengan definitif hari atau tanggalnya, ataupun disebutkan secara umum, seperti selama musim dingin.

Dalil Haramnya Nikah Mut'ah

Page 10: Makalah Agama Islam

Allah SWT dan Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut’ah itu sejak dahulu. Meski pernah dibolehkan, namun pengharamannya jelas, terang, nyata dan sama sekali tidak ada keraguan di dalamnya.

Dalil yang mengharamkan nikah mut'ah adalah :

1. Al-Quran Al-Karim

Al-Quran Al-Karim sama sekali tidak pernah menghalalkannya, sehingga nikah mut'ah itu tidak pernah dihalalkan oleh Al-Quran Al-Karim. Sebaliknya, justru Al-Quran mengharamkan nikah mut’ah, sebagaimana yang kita pahami dari ayat berikut ; “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela” (QS. Al-Mukminun : 5-6)

Ayat ini mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual kecuali hanya dengan istri yang sah atau budak. Sedangkan nikah mut’ah itu menjadikan pasangan itu sebagai suami istri, melainkan sekedar ingin menghalalkan hubungan seksual, sesuai dengan namanya, yaitu sekedar bersenang-senang. Ibnu Abbas radhiyallahuanhu berkomentar atas ayat ini bahwa semua faraj wanita kecuali istri atau budak, hukumnya haram.

2. Hadits Rasulullah SAW

Ada begitu banyak hadits nabawi yang secar tegas mengaramkan nikah mut’ah. Tentunya selain jelas, hadits-hadits itu mencapai derajat yang shahih, sehingga tidak alasan bagi kita saat ini untuk menghalalkannya.

Dari Ar-Rabi’ bin Sabrah Al-Juhani berkata bahwa ayahnya berkata kepadanya bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut’ah. Ketahuilah bahwa Allah SWT telah mengharamkannya sampai hari kiamat. (HR. Muslim).

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW mengharamkan nikah mut’ah. Beliau berkata,”Nikah mut’ah itu hanya berlaku buat mereka yang belum mendapatkannya. Namun ketika turun syariat tentang nikah, talak, iddah dan waris di antara suami istri, maka nikah mut’ah itu dihapus.(HR. Ath-Thabarani) (

Abdullah bin Abbas radhiyallahuanhu berkata bahwa nikah mut’ah itu disyariatkan di awal-awal pensyariatan. Saat itu seseorang yang mengembara di suatu negeri tanpa punya pengetahuan berapa lama akan tinggal, lalu dia menikah dengan seorang wanita sekadar masa bermukim di negeri itu, istrinya itu memelihara hartanya dan mengurusinya, hingga turunnya ayat : orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali kepada istrinya dan budaknya. (HR. At-Tirmizy)

Page 11: Makalah Agama Islam

Faktor Tidak Sahnya Nikah Mut’ah

Jumhur ulama yaitu mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa nikah mut'ah itu haram dan nikah mut’ah itu bukan termasuk jenis pernikahan yang sah. Tidak sahnya nikah mut’ah karena ada beberapa rukun yang paling fundamental dari sebuah pernikahan yang tidak dijalankan, antara lain :

1. Tidak Ada Saksi

Nikah mut’ah itu adalah nikah yang tidak membutuhkan saksi dalam akadnya. Cukup akad itu dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Padahal tanpa adanya saksi, apalagi akadnya dirahasikan segala, jelaslah bahwa nikah itu tidak sah dilihat dari sudut pandang manapun. Ungkapan bahwa saksi nikah mut’ah itu adalah Allah jelas merupakan ungkapan yang salah kaprah dalam hukum. Sebab peristiwa akad nikah itu peristiwa hukum yang bersifat horizontal antara manusia dan juga vertikal dengan Allah, maka kehadiran saksi yang berwujud manusia dengan segala syaratnya adalah mutlak.

2. Tidak Ada Wali

Nikah mut’ah menjadi haram karena umumnya nikah itu tidak melibatkan wali dari pihak wanita. Padahal jumhur ulama, kecuali mazhab al-Hanafiyah, mewajibkan adanya wali dari pihak wanita dalam sebuah akan nikah. Bahkan justru wali itulah yang sesungguhnya melakukan ijab kepada calon menantunya.

3. Masa Yang Terbatas

Salah satu faktor mengapa nikah mut’ah itu menjadi haram hukumnya adalah faktor terbatasnya waktu berlaku. Sementara sebuah pernikahan itu punya masa berlaku abadi dan selamanya, di dunia ini. Bahkan sebagian ulama menegaskan bahwa hubungan suami istri itu akan langgeng sampai ke surga.

Dengan dibatasi waktu berlakunya, dimana bila telah jatuh tempo hubungan suami istri itu dengan sendirinya terputus, maka nikah mut’ah jelas bukan sebuah akad nikah yang sah dalam pandangan syariah.

Sebab terurainya hubungan suami istri itu kalau lewat talak tentu lewat kematian. Dan tidak ada yang ditetapkan masa berlakunya akan expired bila usia pernikahan itu telah berjalan sekian bulan.

Konsekuensi Hukum Nikah Mut’ah

Apabila sebuah nikah mut’ah terlanjur terjadi, para ulama menegaskan ada beberapa konsekuensi hukum yang perlu untuk diperhatikan, antara lain :

Page 12: Makalah Agama Islam

1. Tidak Saling Mewarisi

Seorang laki-laki yang melakukan nikah mut’ah dengan seorang perempuan, pada hakikatnya bukan suami istri, maka mereka tidak saling mewarisi, bila salah satunya meninggal dunia. Istri tidak akan mendapat warisan dari harta suaminya bila suaminya itu wafat. Hal yang sama juga berlaku sebaliknya, suami tidak berhak menerima warisan dari harta istrinya bila istrinya itu meninggal dunia. Sebab keduanya bukan pasangan suami istri yang sah.

2. Tidak Ada Talak, Rujuk, Dzhihar dan lainnya

Talak dengan segala konsekuensi hukumnya hanya berlaku dan terjadi bila seorang suami mengucapkan lafadz talak kepada istrinya, dimana istri itu adalah wanita yang dengan sah dinikahinya.

Sedangkan dalam hukum nikah mut’ah, laki-laki itu bukan suami bagi perempuan, maka otomatis juga tidak dikenal istilah talak. Maka tidak ada talak satu, talak dua atau talak tiga. Kalau pun laki-laki itu mengucapkan lafadz talak 1000 kali, tetap saja talak itu tidak berlaku dan tidak ada konsekuensi hukumnya.

Selain tidak berlaku hukum talak, juga tidak berlaku rujuk, dhihar, ilaa’ dan seterusnya. Karena pasangan itu bukan suami istri yang sah.

3. Bukan Muhshan

Orang yang menikah dengan cara mut’ah, tidak termasuk orang yang sudah muhshan, yaitu seorang yang telah melakukan hubungan sex secara sah dan dibenarnya secara syariah.

Sebagaimana kita tahu, seorang yang muhshan apabila berzina, hukumannya berbeda dengan seorang yang bukan muhshan. Pezina muhshan hukumanya dirajam sampai mati, sedangkan pezina yang bukan muhshan, hukumannya dicambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun.

Dampak negatif dan positif adanya nikah mut’ah1.      Dampak Positif.

Selain dampak negatif, nikah mut’ah pun ternyata juga mempunyai dampak postif. Dampak positifnya adalah memerlukan seseorang, karena ia khawatir terjerumus ke dalam fitnah dan salah satu cara pemeliharaan diri dari zina dan perbuatan keji, hal ini adalah pendapat Jumhur ulama, sebagaimana disebutkan oleh penulis kitab Al-Mughni, yaitu Muwaffiquddin Ibnu Qudamah Rahimahullah.

Page 13: Makalah Agama Islam

2.      Dampak negatif.a.       Nikah Mut’ah merupakan bentuk pelecehan terhadap martabat kaum

wanita. Jadi pihak wanita sangat dirugikan.b.      Nikah Mut’ah mengganggu keharmonisan keluarga dan meresahkan

masyarakat.c.       Nikah Mut’ah berakibat menelantarkan generasi yang dihasilkan oleh

perkawinan itu.d.      Nikah Mut’ah bertentangan dengan Undang Undang Perkawinan

No.1/1974 pasal 1 dan 2.e.       Nikah Mut’ah dicurigai dapat menimbulkan dan menyebarkan penyakit

kelamin.f.       Nikah Mut’ah sangat potensial untuk merusak kepribadian dan budaya

luhur bangsa Indonesia.

KESIMPULAN

Page 14: Makalah Agama Islam

PERTANYAAN1. Bila sang istri mengizinkan sang suami untuk berpoligami hingga 3 kali, lalu setelah diizinkan ternyata suaminya tidak adil dalam hubungan suami-istri, malahan suaminya selalu lebih mesra kepada istri mudanya. Lalu istri yang pertama meminta cerai, bagaimana tanggapan anda? (Bastian 12-094)

Jawaban:

Seharusnya kita sebagai seorang istri jangan terlalu cepat mengambil keputusan, terutama untuk bercerai. Seorang istri harus instropeksi diri mengapa suaminya bersikap seperti hal tersebut diatas. Apa yang kurang dan tindakan apa yang seharusnya diperbaiki oleh seorang istri, begitu juga dengan suami. Harus tau dan bisa membagi waktu seadil-adil mungkin kepada semua istrinya. Cobalah bicara antara suami dan istri sehingga permasalahn ini bisa diselesaikan dan tidak ada rasa iri antara sesama istri. Tetapi, jika semua telah dilakukan dan tidak ada perobahandan suami tetap berlaku tidak adil kepada sang istri, mungkin perceraian adalah jalan terbaik.

Page 15: Makalah Agama Islam

2. Bagaimana menurut pandangan islam seorang wanita yang bekerja sebagai wanita panggilan dan ada seorang laki-laki yang mau menikah siri dengan wanita tersebut agar wanita itu berhenti menjadi wanita panggilan. Tetapi laki-laki tadi sudah memiliki istri. Dan dia menikahi wanita tersebut tanpa sepengetahuan istrinya. Apakah menikah sirinya sah atau tidak, karena istrinya tidak mengetahui suaminya menikah lagi? (Yoni Puspita Sari 12-043)

Jawaban:

Tujuan seorang laki-laki tersebut untuk menikahi wanita panggilan ini baik, karena untuk mengubah prilaku wanita tersebut. Dan penikahan itu sah jika mengikuti syarat-syarat pernikahan. Hanya saja pernikahan pernikan tersebut tanpa pengetahuan istri sang pria tersebut, sehartusnya jika seorang pria mau menikah lagi haru meminta izin terlebih dahulu jepada seorang istrinya.

3. Jelaskan pandangan islam dan hukumnya mengenai nikah mut’ah, bukankah nikah mut’ah itu menyewa wanita untuk dijadikan istri dalam jangka waktu tertentu? Lalu, nikah mut’ah seperti apa yang diharamkan? (Dea Oktari 12-062)

Jawaban:

Allah SWT dan Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut’ah itu sejak dahulu. Meski pernah dibolehkan, namun pengharamannya jelas, terang, nyata dan sama sekali tidak ada keraguan di dalamnya.

Al-Quran Al-Karim sama sekali tidak pernah menghalalkannya, sehingga nikah mut'ah itu tidak pernah dihalalkan oleh Al-Quran Al-Karim. Sebaliknya, justru Al-Quran mengharamkan nikah mut’ah, sebagaimana yang kita pahami dari ayat berikut ; “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela” (QS. Al-Mukminun : 5-6)

4. Berbicara tentang poligami dalam nalar wajar kaum perempuan tidak akanj setuju untuk berbagi cinta dengan perempuan lain, penolakan salah satunya karena alasan keraguan atas rasa keadilan yang akan tercipta

Page 16: Makalah Agama Islam

setelah poligami. Menurut kelompok saudara apakah berhak seorang perempuan menolak poligami , jelaskan dengan ringkas, dan apa saja persyaratan seorsng laki2 boleh berpoligami (Widya Astri 12-091 kelompok 6)

Jawaban:

Jika berdasarkan hati nurani memang tidak ada wanita yang ingin suaminya berpoligami, namun didalam islam seorang istri tidak memiliki hak untuk melarang suaminya untuk melakukan poligami karena Islam memperbolehkan poligami. Islam memperbolehkan seorang muslim beristri lebih dari hingga empat orang istri dengan syarat suami harus dapat bersikap adil terhadap istri-istrinya.

Allah SWT berfirman, artinya :” Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS.An-Nisa:3).

Syarat seseorang boleh melakukan poligami karena 2 faktor yakni faktor biologis dan faktor internal rumah tangga seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

JAWABAN