makalah adek lon
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap kata tersusun atas komponen makna yang berbeda-beda. Dalam setiap komponen tersebut, terdapat kemungkinan adanya kesamaan dan perbedaan dengan komponen yang dimiliki kata lainnya. Sebagai contoh kata bahagia dan kecewa. Dalam kedua kata tersebut diketahui terdapat komponen makna perasaan, tetapi dalam kata bahagia juga terkandung komponen makna berakibat positif pada diri sendiri, sedangkan dalam kata kecewa yang terkandung justru sebaliknya, yaitu berakibat negatif pada diri sendiri. Komponen-komponen makna tersebut penting diidentifikasi atau dianalisis, terutama untuk membedakan kata-kata yang berada dalam medan makna atau ranah yang sama. Dalam kaitannya dengan kepentingan analisis komponen, palmer (1976: 86) menyatakan bahwa “analysis of this kind (componential analysis) allows us to provide definition for all these words in terms of a view components.”
1.2. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah deskripsi komponen makna dari kata-kata yang berada dalam ranah kata yang ada dalam kehidupan sehari hari kita.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Digunakan untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain.2. Dapat menggolong-golongkan kata atau unsur leksikal seperti dalam teori
medan makna.3. Dapat digunakan untuk mencari perbedaan kata-kata yang bersinonim
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Komponen makna
Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic
property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur
leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk
makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Analisis ini mengandaikan setiap
unsur leksikal memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang membedakannya
dengan unsur lain (Chaer, 2009:115). Pengertian komponen menurut Palmer ialah
keseluruhan makna dari suatu kata, terdiri atas sejumlah elemen, yang antara
elemen yang satu dengan yang lain memiliki ciri yang berbeda-beda (Aminuddin,
2008:128).
Analisis dengan cara seperti ini sebenarnya bukan hal baru, R. Jacobson
dan Morris Halle dalam laporan penelitian mereka tentang bunyi bahasa yang
berjudul Preliminaries to Speech Analysis: The Distinctive Features and Their
Correlates telah menggunakan cara analisis seperti itu. Dalam laporan itu mereka
mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa dengan menyebutkan ciri-ciri pembeda di
antara bunyi yang satu dengan bunyi yang lain. Bunyi-bunyi yang memiliki
sesuatu ciri diberi tanda plus (+) dan yang tidak memiliki ciri itu diberi tanda
minus (-). Konsep analisis dua-dua ini lazim disebut analisis biner oleh para ahli
kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang
lain.
Aminuddin (1988:126-128) menjelaskan bahwa menurut pandangan
konseptualisme, konsep yang dibedakan atas :
Konsep Objektif yaitu konsep yang berkaitan dengan hubungan antara
pikiran, pengatahuan, dan pandangan terhadap dunia luar.
Konsep mental yaitu konsep yang berkaitan dengan hubungan antara
pikiran, pengetahuan, dan pandangan terhadap hasil konseptualisasi itu sendiri.
Dalam filsafat, pembagian di atas berkaitan dengan istilah immament dan
transenden.
2
Lyons (1977: 317-335) menjelaskan bahwa analisis bahasa adalah
pendekatan untuk mendeskripsikan makna kata atau frasa yang mendasarkan pada
tesis bahwa makna setiap leksem dapat diuraikan atas komponen-komponen
maknanya. Sedangkan, Chaer (1995: 114-122) menjelaskan teori komponen
makna atau komponen semantik yang menjelaskan bahwa setiap leksem atau kata
terdiri atas satu yang bersama-sama membentuk makna kata tersebut. Contoh,
leksem perjaka dan mempunyai komponen makna: (+) manusia, (-) berpotensi
melahirkan, (-) menikah; gadis mempunyai komponen makna: (+) manusia, (+)
berpotensi melahirkan, (-) menikah
2.2. Pembeda Makna
Untuk dapat menganalisi komponen makna seseorang perlu mengetahui
hubungan-hubungan makna yang ada di dalam kata-kata. Misalnya kata melompat
dan melompat-lompat mempunyai hubungan makna dan perbedaan makna,
sehingga diperlukan komponen pembeda. Lain halnya jika kata melompat
dibandingkan dengan kata melihat, terdapat kenyataan bahwa kedua kata itu tidak
memperlihatkan hubungan makna. Komponen pembeda makna akan jelas apabila
diketahui komponen makna. Komponen makna diperlukan untuk mengetahui
seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan suatu makna
kata.
Berdasarkan hal tersebut di atas pembeda makna akan terjadi karena beberapa hal
berikut ini.
a) Perbedaan bentuk akan melahirkan perbedaan makna; dan
b) Perubahan bentuk akan melahirkan hubungan makna.
2.3. Hubungan Antar komponen
Kajian makna dalam semantik leksikal lebih mendasarkan pada peran
makna kata dan hubungan makna yang terjadi antarkata dalam suatu bahasa.
Hubungan makna antar kata baik yang bersifat sintagmatik dan paradigmatik
kerap digunakan untuk menjawab permasalahan makna kata. Kajian makna kata
dalam konteks ini pada gilirannya tentu dapat menjawab permasalahan makna
3
kalimat. Sebab sebagaimana kerap dikemukakan oleh ahli semantik bahwa makna
kalimat bergantung pada makna kata yang tercakup dalam kalimat tempat kata itu
terangkai. Peran kajian makna kata berdasarkan hubungan makna ini terasa
penting mengingat tidak semua makna kata dapat dijelaskan oleh keterkaitannya
dengan objek yang digambarkan oleh kata itu. Makna kata-kata yang bersifat
abstrak, misalnya hanya mungkin dapat dijelaskan maknanya oleh hubungan
makna antarkata dalam suatu bahasa.
Makna bahasa terutama makna kata dapat kita petakan menurut
komponennya. Pandangan seperti ini, tampak dalam teori medan makna yang
menyatakan bahwa kosakata dalam suatu bahasa terbentuk dalam kelompok-
kelompok kata yang menunjuk kepada lingkup makna tertentu, misalnya perkakas
dapur atau nama-nama warna. Dalam suatu medan makna, antara kata yang satu
dengan kata lainnya menunjukkan hubungan makna yang dapat dikelompokkan
ke dalam 2 golongan. Pertama golongan kolokasi yang menggambarkan hubungan
sintagmatik antara kata-kata yang terdapat dalam suatu bidang tertentu atau
medan tertentu. Kedua golongan ’set’ yang cenderung menggambarkan hubungan
paradigmatik antarkata dalam suatu bidang tertentu.
Untuk menggambarkan hubungan antar kata dalam suatu bidang tertentu
dapat diungkapkan melalui komponen makna yang tercakup dalam kata-kata
dalam suatu bidang tertentu. Komponen makna menunjukkan bahwa setiap kata
maknanya terbentuk dari beberapa unsur atau komponen. Misalnya, kata-kata
yang menggambarkan kekerabatan, seperti ‘ayah’, “ibu’, ‘adik’. ‘kakak’ dapat kita
lihat komponen maknanya dalam diagram berikut.
Selain untuk menunjukkan hubungan makna antarkata, komponen makna
juga berguna, antara lain untuk perumusan makna dalam kamus dan untuk
menentukan apakah kalimat yang digunakan dapat diterima atau tidak secara
semantik. Tentu saja untuk mengungkapkan komponen makna tersebut perlu
dilakukan melalui analisis yang lazim dikenal sebagai analisis komponen makna.
Analisis ini dalam kajian semantik leksikal tentu cukup menonjol mengingat
manfaatnya yang cukup beragam dalam mengkaji makna kata dan hubungan
makna antarkata dalam suatu bahasa.
4
2.4. Komponen Penjelas
Lutzeier menjelaskan bahwa sifat tidak pertelingkahan, dalam hubungan
itu, perbedaan makna antara anggota kohiponim diuraikan dengan komponen
pembeda. Sehubungan dengan hal itu, penentuan ciri makna bersama dalam
sebuah leksem tidak hanya dilihat berdasarkan unsur makna yang terdapat pada
sebuah leksem karena kadang-kadang unsur-unsur dalam makna tersebut kurang
lengkap. Oleh karena itu, kita pun harus mengandalkan intuisi dan pengalaman
yang kita dapatkan. Jadi. mungkin saja penamaan ciri ini tidak akan sama antara
yang satu dan yang lainnya. Selain itu, beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam menganalisis komponen makna adalah penanda yang biasa
dipakai dalam analisis komponen makna, antara lain, tanda plus (+ ), minus (ó ),
dan plus minus (± ). Tanda plus digunakan jika komponen makna tertentu terdapat
pada makna leksem yang dianalisis. Tanda minus dipakai untuk menandai jika
makna tertentu tidak terdapat pada makna leksem itu. Tanda plus minus dipakai
jika komponen makna mungkin terdapat dan mungkin tidak terdapat pada makna
leksem itu. Misalnya, leksem laki-laki akan dianalisis +INSANI untuk
mengontraskan dengan leksem ëhewaní, leksem ëtumbuhaní, dan dengan ciri
makna INSANI, kemudian +DEWASA untuk mengontraskan dengan leksem
ëanak-anakí, leksem ëbayií dan WANITA untuk mengontraskan dengan leksem
ëwanitaí.
Penetapan keanggotaan leksem dalam hierarki didasarkan pada komponen
maknanya. Leksem yang mempunyai komponen makna lebih banyak memiliki
tingkat hierarki yang rendah. Oleh karena itu, leksem ëlaki-lakií yang memiliki
komponen makna ˜INSANI + DEWASA dan WANITA akan lebih rendah jika
dibandingkan dengan leksem ëorangí yang memiliki citi + INSANI.
Analisis komponen makna ini berguna untuk melihat hubungan makna
antara sesama kehiponiman atau ketaksoniman, Hal itu dapat dilakukan dengan
cara mendaftar semua unsur makna yang terdapat pada leksem-leksem tersebut,
kemudian makna-makna yang menjadi ciri bersama dan ciri khusus tiap-tiap
leksem itu dikelompokkan.
5
2.5. Langkah – langkah menganalisis komponen diagnostic
Komponen makna (champ lexical) yang membentuk medan leksikal dapat
dikelompokkan atas tiga tipe. Pertama, le composant commun (komponen
bersama) yaitu komponen makna yang dimiliki secara bersama-sama oleh
komponen-komponen leksikal pada suatu medan leksikal yang berfungsi menjadi
batas medan leksikal. Kedua, le composant diagnostique (komponen diagnostik)
yaitu komponen makna yang menjadi pembeda satu komponen leksikal dengan
lainnya dalam suatu medan leksikal. Ketiga, le composant suplémentaire
(komponen komplementer) yaitu yang kehadirannya bersifat komplemen atau
tambahan saja.
Untuk membedakan ketiga tipe ini. Dalam terminologi le sistème de
parenté (sistem kekerabatan) dimana égo ‘aku’ sebagai pusatnya, leksem père
‘ayah’ sebagai oposisi leksem mère ‘ibu’ dimana père ‘ayah’ memiliki komponen
makna mâle ‘jantan’ dan mère ‘ibu’ memiliki komponen makna femelle ‘betina’.
Leksem père ‘ayah’ juga dikontraskan dengan fils ‘anak laki-laki’’ dan grand père
‘kakek karena perbedaan generasi, meskipun sama-sama memiliki komponen
makna mâle ‘jantan’. Selain itu, leksem père ‘ayah’ juga dapat dikontraskan
dengan oncle ‘paman’ karena père ‘ayah’, meskipun sama-sama memiliki
komponen makna mâle ‘jantan’ dan satu generasi (même génération), karena père
‘ayah’ memiliki hubungan langsung kebawah dengan égo ‘aku’, sedangkan oncle
‘paman’ tidak. Dengan demikian, père ‘ayah’ memiliki tiga komponen diagnostik
yaitu mâle ‘jantan’, une génération sur l’égo ‘satu generasi di atas égo ‘aku’, dan
avoir la direction direct à l’égo ‘memiliki hubungan langsung ke bawah dengan
aku’.
Meskipun demikian, baik père ‘ayah’, mère ‘ibu’, oncle ‘paman’, fils
‘anak laki-laki’, dan fille ‘anak wanita’ memiliki komponen makna bersama yaitu
lexème humain ‘leksem insani’ dan relation parenté ‘memiliki hubungan
kekeluargaan’.
Leksem père ‘ayah’ seperti dikemukakan di atas memiliki tiga komponen
diagnostik. Selain itu, sering ada penambahan komponen makna lain pada leksem
père ‘ayah’ misalnya pada tuturan notre père au paradis ‘ Bapak yang ada di
syurga’. Pada tuturan itu, leksem père ‘ayah’ dipadankan maknanya Dieu ‘Tuhan’
6
yang mengandung makna (1) selalu awas dan waspada dan (2) patut untuk
disembah, dihormati.
2.6. Kesulitan Menganalisis Komponen Makna
Dalam menganalisis komponen makna, terdapat beberapa kesulitan atau
hambatan sebagai berikut:
1. Lambang yang didengar atau dibaca tidak diikuti dengan unsur-unsur
suprasegmental dan juga unsur-unsur ekstra linguistik.
2. Tiap kata atau leksem berbeda pengertiannya untuk setiap disiplin ilmu.
Kata seperti ini disebut istilah. Misalnya istilah kompetensi ada pada
bidang linguistik, psikologi, dan pendidikan. Meskipun istilah itu memiliki
medan yang sama, tetapi pasti ada perbedaan sesuai dengan disiplin ilmu
tersebut.
3. Tiap kata atau leksem memiliki pemakaian yang berbeda-beda.
4. Leksem yang bersifat abstrak sulit untuk di deskripsikan. Misalnya:
liberal, sistem.
5. Leksem yang bersifat dieksis dan fungsional sulit untuk dideskripsikan.
Misalnya: ini, itu, dan, di.
6. Leksem-leksem yang bersifat umum sulit untuk dideskripsikan. Misalnya:
binatang, burung, ikan, manusia.
Abdul Chaer (2009:118) menambahkan bahwa dari pengamatan terhadap
data unsur-unsur leksikal ada tiga hal yang perlu dikemukakan berkenaan dengan
analisis komponen makna.
1. Ada pasangan kata yang salah satu daripadanya lebih bersifat netral atau
umum sedangkan yang lain lebih bersifat khusus. Misalnya pasangan kata
mahasiswa dan mahasiswi. Kata mahasiswa lebih bersifat umum dan
netral karena dapat termasuk pria dan wanita sedangkan kata mahasiswi
lebih bersifat khusus karena hanya mengenai wanita. Unsur leksikal yang
bersifat umum seperti kata tersebut dikenal sebagai amggota yang tidak
7
bertanda dari pasangan itu. Dalam diagram anggota yang tidak bertanda ini
diberi tanda 0 atau ±.
2. Ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena
memang mungkin tidak ada, tetapi ada juga yang mempunyai pasangan
lebih dari satu. Contoh yang sukar dicari pasangannya antara lain kata-kata
yang berkenaan dengan warna.
3. Seringkali kita sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara bertingkat,
mana yang lebih bersifat umum dan mana yang lebih bersifat khusus.
Umpamanya ciri [jantan] dan [dewasa] mana yang lebih bersifat umum.
Keduanya dapat ditempatkan sebagai unsur yang lebih tinggi dalam
diagram yang berlainan. Ciri-ciri semantik ini dikenal sebagai ciri-ciri
penggolongan silang.
2.7. Prosedur Menganalisis Komponen Makna
Untuk menganalisis makna dapat digunakan berbagai prosedur. Nida
(1975:64) menyebutkan empat teknik dalam menganalisis komponen makna yakni
penamaan, parafrasis, pendefinisian dan pengklasifikasian (dalam Surayat,
2009:38).
1. Penamaan (Penyebutan)
Proses penamaan berkaitan dengan acuannya. Penamaan bersifat
konvensional dan arbitrer. Konvensional berdasarkan kebiasaan
masyarakat pemakainya sedangkan arbitrer berdasarkan kemauan
masyarakatnya. Misalnya, leksem rumah mengacu ke ‘benda yang beratap,
berdinding, berpintu, berjendela, dan biasa digunakan manusia untuk
beristirahat’.
Ada beberapa cara dalam proses penamaan, antara lain: (1) peniruan
bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan
apelativa, (5) penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7)
penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, (9) penyebutan
penemuan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan.
8
2. Parafrasis
Parafrasis merupakan deskripsi lain dari suatu leksem, misalnya:
Paman dapat diparafrasis menjadi:
adik laki-laki ayah
adik laki-laki ibu
berjalan dapat dihubungkan dengan:
berdarmawisata
berjalan-jalan
Bertamasya
makan angin
pesiar
3. Pengklasifikasian
Pengklasifikasian adalah cara memberikan pengertian pada suatu kata
dengan cara menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain.
Klasifikasi atau taksonomi merupakan suatu proses yang bersifat alamiah
untuk menampilkan pengelompokan sesuai dengan pengalaman manusia.
Klasifikasi dibedakan atas klasifikasi dikotomis yaitu klasifikasi yang
terdiri atas dua anggota kelas atau subkelas saja dan klasifikasi kompleks
yaitu klasifikasi yang memiliki lebih dari dua subkelas.
4. Pendefinisian
Pendefinisian adalah suatu proses memberi pengertian pada sebuah kata
dengan menyampaikan seperangkat ciri pada kata tersebut supaya dapat
dibedakan dari kata-kata lainnya sehingga dapat ditempatkan dengan tepat
dan sesuai dengan konteks.
2.8. Indakator Kemampuan Memahami Makna
9
Setiap kata memiliki makna atau mengakibatkan munculnya makna. Ada
pula bahwa ada kata yang mengandung makna jika kata tersebut berada dalam
konteks kalimat. Jika kata tersebut telah berada dalam konteks kalimat, sering
terjadi adanya perubahan makna atau terjadi pergeseran makna. Makna di ketahui
dari komponen – komponennya meskipun orang yang sedang berkomunikasi tidak
selamanya memulai pembicaraan dengan menganalisis makna terlebih dahulu.
Indikator kemampuan memahami makna adalah antara lain:
1. Dapat menjelaskan makna, yang di maksud dengan pembicaraan
2. Dapat melaksanakan semua perintah secara betul
3. Dapat menggunakan kata dalam konteks kalimat
4. Dapat menyebutkan antonim dan sinomim
5. Dapat mereaksi dalam wujud gerakan motoris atau afektif
6. Dapat membetulkan pembicaraan apabila ternyata salah menggunakan
kata yang tidak sesuai
7. Dapat memilih kata yang tepat dari kemungkinan kata yang ada
Cara orang terbiasa menggunakan kata sesuai dengan makna dan
pemakaiannya, antara lain sebagai berikut.
1. Harus memiliki kamus dan membaca serta mendalami makna kata tersebut
2. Membaca surat kabar/ majalah dan mengikuti siaran radio
3. Mengikuti ceramah (tentang kebahasaan)
4. Menggunakan bahasa baik situasi formal maupun nonformal
5. Membaca buku – buku tentang bahasa
6. Membaca buku hasil karya sastra
10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Setiap kata ada yang memiliki makna lebih dari satu.
2. Setiap kali terjadi persamaan bentuk (kata), terjadi pula persamaan makna.
3. Setiap kali terjadi perbedaan bentuk (kata), terjadi pula perbedaan makna.
4. Semakin umum suatu kata, maka akan semakin besar kemungkinan terjadi
salah paham atau perbedaan tafsiran.
5. Semakin khusus suatu kata, makin sempit ruang lingkupnya, maka
semakin sedikit kemungkinan terjadi salah paham.
6. Apabila dilihat berdasarkan hubungan makna di atas, dapat disimpulkan
bahwa analisis komponen makna memilki persamaan dengan sinonimi dan
kata umum – khusus.
3.2. Saran
Untuk dapat menghindari kesalahpahaman dalam pemakaian kata, kita
perlu melihat kontek kalimatnya atau kita bertanya lagi pada pembicara apakah
yang ia maksud dengan kata tersebut.
11
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa
12