makalah - abdul karim soroush - no logo uin.rtf

Download Makalah - Abdul Karim Soroush -  NO LOGO UIN.rtf

If you can't read please download the document

Upload: ahmadi-fd

Post on 28-Nov-2015

64 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Bast} al-Tajarrubah al-Nabawiyyah (Expansion of Prophetic Experience)

0

PEMIKIRAN KEISLAMAN ABDUL KARI>M SOROUSH

tentang Kenabian, Isla>m, dan al-Qura>n

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

KAJIAN KITAB TAFSIR

Dosen Pengampu: Dr. H. Abdul Ghafur, Lc., M.A.

Oleh:

Ahmadi Fathurrohman Dardiri (1220510030)

PROGRAM STUDI AGAMA DAN FILSAFAT

KONSENTRASI STUDI QURAN DAN HADIS

PROGRAM PASCASARJANA

UIN SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2013

PENDAHULUAN

Persoalan wahyu (revelation) menempati posisi penting dalam kesejarahan agama. Persoalan ini hendaknya tuntas dirumuskan, dalam arti tidak meninggalkan celah lemah yang memungkinannya tergugat secara logika dan fakta, baik oleh para pengikut (baca: peneliti Muslim) yang kritis dan para opponentnya. Beberapa orang telah pernah mengaku mendapatkan wahyu dari Tuhan dan menganggap diri mereka nabi di hadapan publik. Lia Eden misalnya, dengan argumentasinya, ingin meyakinkan semua orang bahwa wahyu yang diperolehnya benar-benar dari Tuhan melalui perantara Jibri>l. Argumentasi Lia jelas mengesampingkan konsep kho>tam (QS al-Ahza>b 33: 40) yang melekat pada diri Muh}ammad. Konsep kho>tam tidak lagi dianggap sebagai penutup (kho>tim) seluruh kenabian Alla>h melainkan hanya khatam (cincin) kenabian belaka. Sehingga klaim masih ada nabi setelah Muh}ammad atau Muh}ammad bukan nabi terakhir benar-benar dihidupkan di tengah-tengah masyarakat, setidaknya dalam beberapa kalangan tertentu. Fakta ini menjelaskan pentingnya pembahasan kenabian secara tuntas dalam dunia Isla>m.

Makalah ini akan membahas beberapa pemikiran Abdul Kari>m Soroush yang saling berkaitan, yaitu wahyu (revelation), misi kenabian (prophetic mission) dan penafsiran al-Qura>n. Tema-tema ini diambil dari kumpulan esai karya Soroush berujudul The Expansion of Prophetic Experience: Essays on Historicity, Contingency, and Plurality in Religion. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion of Prophetic Experience: Essays on Historicity, Contingency, and Plurality in Religion, terj. Nilou Mobasser (Leiden: Brill, 2009). Versi asli buku ini dalam bahasa Persia (Bast-e Tajrobeh-yi Nabavi) dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab (Bast} al-Tajrubah al-Nabawiyyah). Perlu diketahui, dalam versi Inggris ini sedikit berbeda dari 2 versi pendahulunya. Selain beberapa bab baru ditambahkan, ditambahkan pula 5 appendiks baru pada bagian belakang buku. Perbedaan ini justru menjadikan versi Inggris lebih menarik dan lebih komprehensip karena disertakannya pemikiran terbaru Soroush, baik dalam bentuk wawancara akademik maupun surat-menyurat dirinya dengan seorang pemuka Isla>m Iran bernama Aya>tulla>h Sobhani (terletak pada bagian appendiks). Buku ini berisi esai-esai tentang, agama, pengalaman beragama, misi kenabian, pluralisme relijius, konsep Wila>yah al-Faqi>h, dll. Buku yang versi aslinya dalam bahasa Persia (1999) ini, jika ditinjau dari sisi tema pembahasan, tampak seperti kelanjutan dari buku kumpulan esai Text in Context (1995) yang membahas tentang historisitas agama dan pengalaman beragama. Lebih jauh, Soroush mengajukan tesis besar (grand thesis) bahwa pengetahuan agama, pengalaman beragama, dan agama itu sendiri berbeda satu sama lain. http://www.drsoroush.com/Publications.htm. Diakses pada 24 Nop 2013.

SEKILAS AKADEMIK SOROUSH

Abdul Kari>m Soroush lahir di Teheran Selatan pada 1945. Dalam kalender Isla>m (Hijriyyah), hari kelahiran Soroush bertepatan dengan hari A>syu>ra> tahun 1324 H. Atas dasar inilah orang tua Soroush memberi nama Soroush dengan H}usayn Haj Farajullah Dabbagh. Laura Secor, The Democrat Irans Leading Reformist Intellectual Tries to Reconcile Religious Duties and Human Rights, artikel online pada http://www.drsoroush.com/ English/On_DrSoroush/E-CMO-20040314-1.html. Diakses pada 24 Nop 2013. Nama H}usayn dalam tradisi Syi>ah adalah nama suci, karena Imam H}usayn, cucu nabi Muh}ammad SAW, meninggal pada tanggal 10 bulan A>syu>ra>. Sedangkan nama Abdul Kari>m Soroush adalah nama pena sebagai identitas khusus saat mempublikasikan karya-karyannya. Menurut Robin Wright nama Abdul Kari>m memiliki arti servant of God (abdi Tuhan), sementara Soroush memiliki arti angel of revelation. Lihat dalam Robin Wright, Irans Greatest Political Challenge: Abdol Karim Soroush, World Policy Journal, 1997, hlm. 67.

Sejak menempuh di Sekolah Menengah Atas (SMA), ketertarikan bacaan Soroush banyak bersinggungan dengan kajian agama dan filsafat. Dilanjutkan pada studi sarjana bidang farmasi di Universitas Teheran, secara khusus Soroush masih menaruh minat besar kepada filsafat. Melalui rekomendasi Murtad}a> Mut}ahhari, Soroush berkesempatan mempelajari filsafat kepada salah seorang imam masjid di Teheran. Abdul Kari>m Soroush, Menggugat Otoritas dan Tradisi Agama, terj. Abdullah Ali (Bandung: Penerbit Mizan, 2002) hlm. 2-3. Selama studi sarjana, dengan latar Iran yang sedang konflik antara rezim Syah dengan kelompok oposisi Muja>hidi>n Khalq, Soroush muda memiliki hasrat untuk mendukung perjuangan kelompok oposisi tersebut yang dinilainya benar. Abdul Kari>m Soroush, Menggugat Otoritas , hlm. 4

Soroush banyak terpengaruh pemikir-pemikir besar dan progresif Iran saat itu, antara lain Murtad}a> Mut}ahhari, Alla>mah T}aba>t}aba>i>, dan Ali> Syari>ati>. Namun secara khusus, keterpengaruhan pemikiran-pemikiran Soroush dapat dijelaskan lebih mendetail seperti berikut ini: 1) pada bidang tafsir al-Qura>n, Soroush menaruh kekagumannya pada Tafsi>r al-Mi>za>n karya Alla>mah T}aba>t}aba>i>, buku kumpulan puisi Di>wa>n karya Ha>fiz}, dan Mas|nawi> karya Jala>luddin al-Ru>mi>, 2) pada bidang sains dan agama secara intens, Mehdi Bazargan menjadi pribadi yang dikaguminya lewat karyanya The Infinity of the Infenitely Small, 3) pada bidang-bidang lain, buku Ushul-e Falsafe karya Murtad}a> Mut}ahhari, buku al-Asfa>r al-Arbaah karya Mulla S}adra, buku Muhaja>t al-Baid}a> karya Faiz Kasyani, dan pidato sekaligus sesi perkuliahan dengan Ali Syari>ti> sangat mengena benak Soroush, tak terkecuali karya-karya Imam al-Ghazali yang bahkan ditelaah Soroush sejak masih duduk di bangku SMA. Abdul Kari>m Soroush, Menggugat Otoritas , hlm. 5-8.

Pada pertengahan 1970-an, setelah lulus dari sarjana ilmu farmasi di Universitas Teheran, Soroush melanjutkan studi di Chelsea College, London. Setelah menyelesaikan jenjang doktoralnya di bidang farmasi, Soroush tak ragu untuk melanjutkan kuliah bidang Filsafat dan Sejarah Sains. Haidar Bagir, Soroush: Potret Seorang Muslim Liberal, pengantar dalam Abdul Kari>m Soroush, Menggugat Otoritas , hlm. xi-xii dan 8. Baca juga Forough Jahanbakhsh, Pengantar dalam Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. ix. Bagi Soroush, bidang ini sangat baru. Selain tidak ditemukan jejaknya di dunia akademik Iran, jenis ilmu ini memiliki fokus berupa penyelidikan perkembangan dan interaksi gagasan ilmiah dalam ragam disiplin, seperti sejarah, fisika, kimia, biologi, dan astronomi yang sangat menari perhatian. Di sini, Soroush berkenalan secara intensif dengan pemikiran filosof Barat. Abdul Kari>m Soroush, Menggugat Otoritas , hlm. 9.

Ketika di London, aktifitas filsafat Soroush berkembang pesat lantaran dirinya bergabung dengan kelompok kajian khusus mahasiswa Iran bernama Imam Barah. Di Imam Barah, tidak hanya mahasiswa Iran di London yang terjaring dalam perkumpulan, namun seluruh mahasiswa Iran di seantero Inggris. Haidar Bagir, Soroush: Potret Seorang Muslim Liberal, hlm. xii. Artinya, bersamaan dengan benih-benih revolusi di Iran (terjadi sepanjang 1970-an), Imam Barah tak ketinggalan menggaungkan revolusi intelektual ala mahasiswa Iran di Inggris, yang Soroush terlibat aktif di dalamnya.

Masa-masa belajar di London pada bidang Filsafat dan Sejarah Sains, bagi Soroush, adalah masa-masa sulit karena mencerna keilmuan Barat bukanlah hal mudah. Namun demikian, Soroush mengakui masa-masa ini sebagai masa penyegaran baginya di dunia akademik. Abdul Kari>m Soroush, Menggugat Otoritas , hlm. 11. Terbukti, Soroush di kemudian hari dikenal sebagai salah seorang filosof besar garda depan dunia Isla>m Iran.

Pasca-Revolusi Iran 1979, Soroush kembali ke Iran. Oleh Khomeini, dirinya diminta mengemban dua jabatan penting saat itu, sebagai kepala jurusan Islamic Culture di Teherans Teahers College dan anggota pada Advisory Committee on Cultural Revolution. Namun, seperti telah disinggung, Soroush yang gandrung filsafat sejak menempuh studi sarjana merasa gerah untuk tidak menjadi pemikir. Terbukti, kedua jabatan tersebut hanya bertahan 4 tahun. Soroush melepas kedua jabatan prestisius tersebut dan memilih fokus pada pengajaran dan penelitian di Academy of Philosophy and The Research Center for Humanities and Social Sciences. Forough Jahanbakhsh, Preface dalam Abdul Kari>m Soroush, The Expansion, hlm. ix.

Pemikiran filsafat Soroush fokus pada bidang agama (religion). Jejaknya dapat ditelusuri pada dwilogi grand theory berjudul Contraction and Expansion of Religious Knowledge (Penyusutan dan Perluasan Pemahaman Keagamaan, tahun 1987-1989) dan Expansion of Prophetic Theory (Peluasan Teori Kenabian, tahun 1997-1999). Teori pertama berkaitan metode mehamami dan interpretasi agama, sementara yang kedua tentang teori agama. Forough Jahanbakhsh, Introduction dalam Abdul Kari>m Soroush, The Expansion, hlm. xvii. Haidar bagir menilai bahwa keseluruhan pemikiran karya Soroush mengerucut pada 3 prinsip metodologis. Pertama, teori koherensi dan korespondensi, bahwa pemahaman agama akan melakukan persesuaian diri dengan pengetahuan manusia. Artinya, ada ketersurutan sekaligus perluasan dalam pemahaman keagamaan yang menyesuaikan dengan tingkat pengetahuan manusia pada suatu masa. Kedua, teori interpenetrasi, berkebalikan dengan yang pertama, bahwa fluktuasi sistem pengetahuan manusia (secara umum) dapat mempengaruhi pemahaman seorang individu terhadap agama. Ketiga, prinsip evolusi, bahwa sistem pengetahuan manusia niscaya mengalami pasang surut, perkembangan, dan perubahan signifikan. Haidar Bagir, Soroush: Potret Seorang Muslim Liberal, hlm. xxii.

Agama, menurut Soroush, seharusnya dipahami dalam koridor dunia manusia, baik yang bersifat kolektif, fluktuatif, interaktif dengan proses pengetahuan manusia, alami, dan (seperti sifat ilmu pengetahuan) dapat berkembang. Forough Jahanbakhsh, Preface dalam Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. x. Artinya, menelaah sisi historisitas dalam mengkaji agama sebagai objek penelitian adalah suatu keniscayaan.

Tesis ini semula diperkenalkan dalam wacana keagamaan di Iran (ketika itu) dan berhasil menimbulkan gejolak, baik gelombang penolakan maupun penerimaan. Sementara generasi muda dan penganut paham progresif sangat menggemari pemikiran Soroush, tidak sedikit opponent Soroush yang mencoba melakukan represi terhadapnya, baik berupa kekerasan fisik atau fatwa keagamaan yang halal membunuh Soroush. Singkat cerita, sejak 2000 Soroush tak lagi berdomisili secara permanen di Iran. Dirinya ditolak keberadaannya di Iran oleh ektrimis yang benci pemikirannya. Sejak itu, Soroush tercatat rajin mengisi kuliah di luar Iran sebagai visiting professor. Tidak diketahui pasti domisili Soroush sejak itu, Namun demikian, dunia Iran tidak lantas melupakan Soroush. Sebagian besar masih memperbincangkan pemikiran Soroush. Sementara itu, di luar Iran, pemikiran Soroush semakin menggema. Puncaknya adalah tatkala dianugerahi Erasmus Prize pada 2004. Forough Jahanbakhsh, Preface dalam Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. x-xi.

Sejak saat itu hingga kini, tulisan Soroush mengalir deras khususnya dalam bentuk artikel ilmiah yang dibukukan dalam format bunga rampai. Meskipun demikian, ini tidak berarti tidak ada yang orisinil dalam pemikiran Soroush. Rujuk sejumlah publikasi karya Soroush pada http://drsoroush.com/en/publications/ Menurut kami, tulisan pendek Soroush dalam bentuk artikel ilmiah sesungguhnya telah mewakili pemikiran Soroush dan dapat disepadankan dengan sebuah pemikiran utuh dalam bentuk buku. Saking deras kehadiran karyanya, Soroush dijuluki prolific thinker, pemikir yang banyak menelurkan ide-ide segar dan orisinal melalui tulisannya. Forough Jahanbakhsh, Preface dalam Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. xi.

Membaca gaya tulisannya, Soroush tampak seperti memiliki pemahaman dua dunia. Dari dunia Barat Soroush menyerap keilmuan filsafat, di dunia Isla>m dirinya mampu mengadopsi nilai-nilai keagamaan untuk kemudian disatu-padukan. Salah satu buktinya adalah counter Soroush yang dialamatkan kepada sistem kepemimpinan Isla>m (wila>yah al-faqi>h) di Iran. Forough Jahanbakhsh, Preface dalam Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. ix. Rujuk juga Tedi Kholiludin, Studi Analisis Pemikiran Abdul Kari>m Soroush Tentang Kritik Sistem Wilayat Al-Faqih, skripsi pada IAIN Walisongo Semarang, 2006, hlm 129-168.

WAHYU DALAM PANDANGAN SOROUSH Seluruh konten pada sub-bab al-Qura>n ini disarikan dari wawancara Michel Hoebink (Radio Netherlands World) dengan Abdul Kari>m Soroush. Versi tulisan wawancara ini berjudul The Word of Muh}ammad: An Interview with Abdul Kari>m Soroush. Wawancara ini dilakukan dalam bahasa Inggris dan pada 2007, merujuk pada diunggahnya hasil wawancara ini dalam versi bahasa Belanda di website www.zemzem.org pada musim gugur 2007. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 271-275 (appendix 1).

Menurut Soroush, wahyu (revelation) adalah inspirasi. Inspirasi yang dimaksud seperti yang didapat seorang pencipta puisi ketika menuliskan puisinya. Puisi adalah manifestasi karya seseorang yang sumbernya berasal dari luar-diri seseorang. Puisi dapat membuka wacana baru para pembacanya dan mengajak mereka melihat dunia dengan cara yang berbeda, tidak berbasis empiris ataupun rasional sebagaimana sains dan filsafat. Meski memiliki kesamaan sifat dengan inspirasi pada benak pencipta puisi, menurut Soroush, posisi wahyu masih lebih tinggi levelnya. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 272.

Proses wahyu menjadi al-Qura>n meniscayakan kerja intelektual yang kreatif oleh Muh}ammad. Muh}ammad yang menangkap wahyu dari Tuhan, mencoba sekuat tenaga mengartikulasikan wahyu tersebut ke dalam perkataan suci yang disebut al-Qura>n (holy sayings). Karenanya, Soroush menolak anggapan bahwa Muh}ammad hanya dianggap sebagai tukang pos yang tugasnya hanya mengantarkan isi surat belaka (wahyu dari Tuhan kepada Jibril, lalu dari Jibril kepada Muh}ammad) tanpa tahu isi suratnya. Muh}ammad, menurut Soroush, berperan penting dalam produksi teks al-Qura>n. Nah, menurut Soroush, contoh puisi di atas sangat membantu dalam menggambarkan persoalan wahyu dan produksi teks al-Qura>n ini. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 272.

Persoalan apakah wahyu berasal dari luar atau dari dalam diri Muh}ammad, itu persoalan lain. Yang bisa dipastikan, sisi internal diri manusia adalah area yang suci. Kesucian diri seorang Nabi (kalau memang disepakati) jelas berbeda dari umumnya orang dan jelas lebih tinggi. Dengan kesucian yang dimiliki, Muh}ammad mampu mengkatualisasikan dirinya dengan sempurna, sehingga dirinya mampu menyatu dengan nilai-nilai ketuhanan dan menjadikan apa yang terlontar darinya berupa perkataan (manifestasi dari wahyu tersebut) juga bernilai suci. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 272-273.

Menurut Soroush, wahyu yang diterima Muh}ammad hanya berupa isi (content of revelation). Content ini tidak berbentuk (formless). Tugas Muh}ammad adalah menjadikannya menjadi suatu bentuk yang dapat dijangkau manusia. Seperti seorang pencipta puisi, isi wahyu tersebut oleh Muh}ammad dijadikan sabda-sabda suci yang dikenal al-Qura>n. Karenanya, menurut Soroush, ada beberapa ayat al-Qura>n yang jika dicermati baik-baik, akan tampak susunan redaksinya yang menampakkan kegembiraan, kepandaian Muh}ammad dalam berkata-kata, atau terkadang perasaan bosan, yang kesemuanya merupakan cerminan perasaan manusiawi Muh}ammad ketika mengktualisasikan wahyu dalam bentuk redaksional kata. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 273

Persoalan lain yang muncul terkait manifestasi wahyu dalam bentuk redaksi kata dalam bahasa Arab adalah, jika setiap manusia niscaya pernah melakukan kesalahan, apakah mungkin terjadi kesalahan dalam Muh}ammad mengartikulasikan wahyu tersebut sehingga al-Qura>n menjadi salah dari sisi redaksi kata dan makna?

Beberapa peneliti kontemporer, diakui Soroush, secara umum sepakat mengenai informasi dari al-Qura>n yang dianggap telah sempurna dan tanpa cacat (infallible), misalnya sifat-sifat Tuhan, kehidupan setelah manusia mati, dan tata cara beribadah. Keraguan mereka adalah mengenai wahyu yang aspek relasionalnya berkaitan dengan duniawi dan masyarakat. Aspek-aspek yang bersifat historis tersebut, menurut mereka, tidak dapat dijamin kebenarannya. Muh}ammad dinilai memberikan statemen sesuai world view masa itu. Sebagai implikasinya, wahyu berbau historis tersebut layak ditolak oleh manusia masa kini, dengan pertimbangan perbedaan world view di masa Muh}ammad dan masa kini. Pandangan kedua ini ditolak Soroush. Soroush beralasan bahwa, meski tidak selalu lebih tahu dari orang-orang yang sezaman dengannya tentang duniawi karena aspek basyariyyahnya, Muh}ammad selalu berada di bawah naungan ilahiah (content of relevation) meski ketika sedang berinteraksi secara sosial. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 273 Artinya, Soroush sangat membela kesucian al-Qura>n meski disampaikan oleh Muh}ammad yang memiliki basyariyyah.

Perihal kebenaran dan kesalahan dari perkataaan Muh}ammad yang historis tersebut sepenuhnya kembali pada penilaian para peneliti. Hemat kami, apa yang dianggap historis dan berbeda world view tersebut memiliki perbedaan parameter pada diri setiap peniliti. Pembahasan ini memiliki keserupaan dengan perdebatan mengenai ayat-ayat yang digolongkan dalam muh}kam dan mutasya>bih dalam kajian ulu>m al-Qura>n, yang mana para peneliti berbeda dalam konsep dan penentuan golongan ayat-ayatnya. Lihat perdebatan panjang para peneliti/ulama tentang pengertian muh}kam dan mutasya>bih ayat-ayat al-Qura>n dalam Jala>l al-Di>n al-S}ayu>t}i>, al-Itqa>n fi> Ulum al-Qura>n (Saudi Arabia: Markaz al-Dira>sa>t al-Qura>niyyah: tt.), juz II, hlm. 1335-1357.

MISI KENABIAN YANG REVOLUSIONER

Sebagaimana disinggung bahwa diri Muh}ammad berperan penting dalam proses pewahyuan, demikian pula dalam misi kenabian (prophetic mission). Misi kenabian tidak melulu soal dunia ilahi. Sejarah membuktikan bahwa perjalanan kenabian sangat dinamis dan memiliki keterkaitan dengan kehidupan manusia; tumbuh, menyebar, dan berkembang. Artinya, seorang nabi berperan dalam perjalanan misi kenabiannya. Sebagai contohnya, tatkala Ibra>hi>m diuji dengan perintah menyembelih anaknya. Digambarkan, Ibra>hi>m menjadi yakin setelah memimpikan perintah penyembelihan tersebut selama 3 malam berturut-turut. Perasaan Ibra>hi>m yang ragu kala itu tercermin dari ujarannya, Bagaimana pendapatmu, wahai anakku? Yang menarik, sang anak justru memberikan dukungan kepada Ibra>hi>m, Kerjakan apa yang diperintahkan (Tuhan) kepadamu, wahai ayahku. Kalau bukan karena Ibra>hi>m sosok yang matang secara psikologis, tentu perintah tersebut sulit dikerjakan, sekalipun sang anak rela dirinya disembelih. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 4. Rujuk peristiwa perintah penyembelihan Ibrahim terhadap anaknya pada QS al-S}a>ffa>t 37:100-111. Kematangan psikologis inilah yang membuktikan kualitas Ibra>hi>m sebagai nabi, sosok manusia yang matang dan mampu menjalankan tugas yang, menurut manusia biasa, sangat berat untuk dikerjakan. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 5.

Misi kenabian digambarkan sebagai sesuatu yang agung dan suci. Seorang nabi, dengan tugas yang diembannya niscaya memperjuangkan suatu keadilan/ kebenaran yang satu (a just one). Kenabian, karenanya, dibedakan dari sekedar pengalaman mistis. Misalnya Maryam, yang mengalami kehamilan suci. Kejadian kehamilan Maryam ini tidak akan pernah menjadikannya sebagai seorang nabi. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 6-7. Karena, nabi tak lain adalah simbol seorang revolusioner di tengah masyarakatnya. Rujuk Munzir Hitami, Revolusi Sejarah Manusia: Peran Rasul sebagai Agen Perubahan (Yogyakarta: LKiS, 2009). Simbol inilah yang menjadikan misi kenabian jauh lebih mulia dan tinggi derajatnya dari pengalaman suci apapun.

Kemuliaan misi kenabian, menurut Soroush, sengaja diwariskan Muh}ammad kepada para pengikutnya. Nasehat paling sederhana sebagai pijakan awal untuk menempa diri adalah dengan menafkahkan apa yang dicintainya (QS Ali Imran 3:92). Muh}ammad mengajak umatnya mengikuti jalan spiritualnya (path) semampu mereka, selain keharusan mematuhi perintah Allah dan menghindari laranganNya. Harapan Muh}ammad adalah agar mereka dapat pula mengajarkannya kepada orang lain dan generasi selanjutnya kelak ketika Muh}ammad telah tiada. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 8.

Dengan semangat membara, Soroush berkeyakinan, bahwa ketiadaan nabi di tengah-tengah umat bukan alasan bagi umat Isla>m kehilangan arah dalam menghadapi dinamika dunia yang bergerak cepat dan tiada henti. Soroush menekankan pentingnya umat Isla>m menghayati perjuangan misi kenabian Muh}ammad untuk dimanifestasikan dalam kehidupan mereka. Uswah hasanah ini dapat berwujud pengembangan dan perluasan misi kenabian melalui pengalaman kenabian (the expansion of the prophetic experience). Dengan kata lain, jika Muh}ammad mewakili pembaharu pada masanya. Maka setiap umat Isla>m pengikut Muh}ammad diharapkan menjadi pembaharu di masa mereka. Sebegitu pentingnya aktifitas ini sehingga, menurut Soroush, umat Isla>m perlu mereka-reka bahwa kenabian telah diturunkan kembali dalam format baru bagi umat Isla>m (bersifat personal). Dengan begitu, pada setiap masa akan terjadi duplikasi semangat kenabian yang sama dengan Muh}ammad ketika berada di tengah-tengah masyarakatnya. The Prophet (Muh}ammad) did not adapt abstract experiences to reality. His whole life was experience in the heart of reality. Muh}ammad ketika itu tidak mengadaptasi pengalaman-pengalaman abstrak untuk diterapkan pada realitas. Keseluruhan hidupnya adalah pengalaman (yang berharga) yang terletak di pusat realitas. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 22-23. Maka, membayangkan setiap orang memiliki jiwa revolusioner layaknya Muh}ammad akan sangat membantu memajukan Isla>m dan seluruh penganutnya kepada puncak kejayaan yang bahkan jauh melebihi ekspektasi Muh}ammad ketika menjalankan misi kenabiannya.

Telah dijelaskan bahwa proses berlangsungnya misi kenabian sangat dinamis. Selain tumbuh, menyebar, dan berkembang, misi kenabian juga mengalami proses evolusi, setidaknya dari tinjauan redaksional ayat-ayat yang turun di Makkah dan di Madinah. Tampak bahwa ayat Makkiyyah lebih labil dibanding ayat Madaniyyah. Selain ber-rima pendek, ayat Makkiyyah bernuansa revolusioner, dalam arti ingin mendobrak secara total kemapanan masyarakat Jahiliyah yang represif dan dogmatis kala itu. Lain halnya dengan ayat Madaniyyah yang lebih stabil dari tinjauan struktur dan susunan ayatnya. Selain mengandung banyak pesan bernada konstruktif baik dari sisi keagamaan maupun sosial, dari ayat Madaniyyah juga terekam proses pertumbuhan masyarakat yang semakin dinamis dan maju. Hal ini tampak pada banyaknya ayat-ayat yang mengatur relasi sosial antar manusia, ayat-ayat terkait mua>malah. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 9-11.

Dalam menjalankan misi kenabiannya, Muh}ammad telah mempersiapkan diri dengan baik. Terlepas dari apakah wahyu al-Qura>n benar-benar turun secara gradual atau secara utuh pada suatu Lailah al-Qadr, Muh}ammad toh mampu menjalankan misinya dengan baik. Disebutkan, selain dapat menyampaikan wahyu dengan sangat baik, Muh}ammad juga menyiapkan argumentasi penguat yang tak kalah meyakinkan (yang kini dikenal sebagai sunnah dan hadi>s|). Soroush menilai, apa yang ditampilkan Muh}ammad seperti halnya lectureship yang dilakukan seorang dosen di hadapan muridnya. Selain harus menguasai materi dengan baik, karena harus selalu siap dengan beragam pertanyaan yang sifatnya tak terduga, penyampaiannya harus komunikatif sehingga dapat menarik minat mahasiswanya untuk mendengarkan penjelasan dosennya lebih seksama. Kurang lebih, demikian yang terjadi dalam misi kenabian Muh}ammad. Tentu keberhasilan misi kenabian tersebut tidak semata kehendak Tuhan. Harus diakui, Muh}ammad memiliki andil besar dalam menjadikan wahyu al-Qura>n diterima dengan sangat baik oleh para pengikutnya, bahkan hingga kini. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 13-15.

Keniscayaan al-Qura>n dalam berdialektika dengan persoalan masyarakatnya ketika itu, dapat ditelusuri pada QS al-Nu>r 24:11 yang merekam pembelaan al-Qura>n terhadap A>isyah, atau rekaman peperangan antar suku pada QS al-Ahza>b 33, atau permusuhan Abu> Lahab dengan Muh}ammad sehingga al-Qura>n perlu membela Muh}ammad, seperti pada QS al-Masad 111. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 17. Maka jangan mengherankan jika, dengan berbekal proposisi bahwa Muh}ammad dan pengalaman kenabiannya adalah manusiawi dan bahwa proses perjalanan agama berlansung secara gradual dan historis, Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 17. Soroush mengatakan bahwa al-Qura>n adalah buatan Muh}ammad (the creator of the Quran) ditinjau dari sisi redaksional kata. Abdul Kari>m Soroush, The Expansion , hlm. 271.

PENAFSIRAN AL-QURA>N MENURUT SOROUSH

Diakui Soroush bahwa dirinya absen dalam menyumbangkan pemikiran orisinil tentang penafiran al-Qura>n. Namun begitu, ia memiliki ketertarikan pada fakta perbedaan dalam interpretasi al-Qura>n yang hanya berujung pada kesemrawutan. Sebut saja perbedaan penafsiran kalangan Mutazilah dan Asyariyyah yang tidak memiliki ujung dan menampilkan hal-hal yang tidak masuk akal dalam penafsiran mereka. Fakta ini membuat Soroush tertarik mengurai permasalahan tersebut. Abdul Kari>m Soroush, Menggugat Otoritas , hlm. 6 dan 17.

Seperti telah disinggung di atas tentang 3 prinsip metodologis Soroush dalam grand thesisnya berjudul Contraction and Expansion of Religious Knowledge (Penyusutan dan Perluasan Pemahaman Keagamaan), pemikiran tafsir al-Qura>n Soroush tidak bisa dipisahkan dari teori ini. Menurut Soroush, penafsiran al-Qura>n beriringan dengan sistem pengetahuan manusia. Hal ini bisa dirujuk buktinya pada pemahaman penafsiran awal tentang Langit Tujuh, Haidar Bagir, Soroush: Potret Seorang Muslim Liberal, hlm. xxv. juga pada abad pertengahan dan kontemporer. Adanya perluasan pemahaman keagamaan menjadikan penafsiran Langit Tujuh mengikuti sistem pengetahuan zamannya. Hal ini secara tegas menguatkan tesis bahwa, Yang abadi adalah agama itu sendiri dan bukan pemahaman kita tentangnya. Haidar Bagir, Soroush: Potret Seorang Muslim Liberal, hlm. xxvii.

Pemikiran Soroush serupa pemikiran Mustaqim dalam tesisnya tentang kajian epistemologi tafsir. Menurut Mustaqim, perkembangan penafsiran terbagi menjadi tiga: 1) tafsir era afirmatif, dengan nalar kuasi-kritis, 2) tafsir era afirmatif, dengan nalar ideologis, dan 3) tafsir era reformatif dengan nalar kritis. Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta, LkiS, 2010), hlm. 34. Diakui Mustaqim, tesis ini tampak kaku. Sehingga dalam karya lainnya, Mustaqim mencoba mengkoreksi tesis tersebut dengan mengatakan standar ganda yang diterapkan pada tesis pertamanya (berdasarkan periode dan nalar, sekaligus) harus diurai menjadi satu standar di satu sisi dan satu standar dari sisi lain. Misalnya, ada suatu tafsir yang dinilai berada pada periode afirmatif namun memiliki nalar kritis, atau sebaliknya suatu tafsir dinilai berada pada periode reformatif namun masih menerapkan nalar kuasi-kritis. Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qura>n: Studi Aliran-Aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan, hiingga Modern-Kontemporer, edisi revisi (Yogyakarta: Pondok Pesantren LSQ Ar-Rahmah Yogyakarta dan Penerbit Adab Press, 2012), hlm. 9-10. Kesimpulannya, standar ganda ala Mustaqim menjadi lebih lentur dalam penerapannya.

Menurut penulis, meski tampak serupa, antara tesis Soroush dan tesis revisi Mustaqim memiliki perbedaan ontologis. Mustaqim masih tampak kaku karena membatasi pada dua aspek saja. Sementara tesis Soroush lebih melebar dan masih menerima kemungkinan kategorisasi lain yang relevan dengan jenis penafsiran yang sedang dikaji.

ANALISIS DAN KRITIK

Soroush dalam memaparkan ide orisinalnya berpijak pada keilmuan positivistik, filsafat, dan logika keislaman yang bijak. Dikatakan bijak karena Soroush berusaha menempatkan yang transenden dalam bingkai profanitas. Muh}ammad sebagai nabi, misalnya, menurut Soroush bukan sosok pribadi yang penuh dengan unsur ilahiah sehingga dapat berbuat semena-mena. Hal ini tampak dalam berbagai usaha yang dilakukan Muh}ammad dalam menyebarluaskan Isla>m dengan beragam cara yang etis, santun, dan penuh pengorbanan jiwa dan raga.

Dari tesis kenabian dilahirkan pemahaman tentang al-Qura>n. Bahwa al-Qura>n, tak lain adalah suatu ucapan Muh}ammad (Word of Muh}ammad) dari manapun sumber inspirasinya. Al-Qura>n juga adalah respon Muh}ammad atas lingkungannya. Al-Qura>n memiliki horizonnya sendiri, horizon abad VII H, yang lahir dari pandangan dunia Muh}ammad.

Al-Qura>n, karenanya, jika ingin dianggap sebagai abadi sepanjang zaman harus mampu dan mau didialogkan dengan masa di mana seorang penafsir hidup. Tengok saja al-Qura>n di masa nabi dan sahabat, sumber yang digunakan tak lain hanya keterangan nabi dan keterangan para sahabat. Lain lagi di era pertengahan dan modern-kontemporer. Jika pada era pertengahan lebih condong ke penafsiran ideologis, maka pada era modern-kontemporer bersifat ilmiah, kritis, dan non-sektatian. Baca Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qura>n, hlm. 9-10. Setiap zaman memiliki pola berpikir sendiri dalam memahami al-Qura>n.

Kritik untuk Soroush mengenai wahyu terletak pada pemberian contoh puisi. Proposisi wahyu adalah inspirasi, hemat kami, tidak sinkron atau kurang tepat dengan contoh seorang pencipta puisi dalam menciptakan puisinya. Karena, sebagian pencipta puisi adalah juga seorang filosof atau pemikir. Artinya, mereka bertindak sebagai kritikus di tengah masyarakatnya dan menciptkan puisi sebagai ekspresi kritiknya.

Lebih jauh, jika kemudian pilihan jatuh pada model pencipta puisi, hal ini patut dipertanyakan. Karena, faktanya tak semua puisi itu nyata. Puisi terkadang hanya imajinasi belaka. Di sisi lain, fakta sejarah membuktikan bahwa Muh}ammad dalam menciptakan puisinya (kalau setuju al-Qura>n dianggap sebagai puisi) justru banyak berkutat pada hal-hal yang sifatnya membebaskan masyarakat dari belenggu anarki para penguasa, dari kejumudan pemikiran manusia, dan dari semua belenggu kehidupan zaman itu. Artinya, Muh}ammad lebih tepat dikategorikan pencipta puisi bernafaskan kritik sosial dibanding puisi imjinatif. Lalu, siapa yang benar?

CATATAN AKHIR

Membaca Soroush mengingatkan penulis kepada para orientalis Barat dalam mengkaji al-Qura>n. Paradigma positivistik yang mereka usung sangat mengedepankan sikap kritis. Tinjauan studi, secara khusus, melibatkan aspek historisitas. Wajar jika Muh}ammad, Isla>m, dan al-Qura>n, bagi mereka, tidak lagi bagian sakral untuk dipahami, diteliti, dikritisi, dan bahkan direkonstruksi.

Bahwa Muh}ammad adalah sosok individu biasa namun cerdas tiada tara, adalah benar adanya. Berbekal kesucian jiwa dan berbekal spirit ilahiah, Muh}ammad mampu mengubah tatanan sosial masyarakat Arab yang jahiliyyah dari sisi moral. Apa diucapkan Muh}ammad menjadi sabda suci yang mampu menggerakkan hati para pengikutnya mengikuti jalan yang ditempuhnya (the path, Isla>m).

Desakralisasi Muh}ammad, Isla>m, dan al-Qura>n oleh Soroush sekilas tampak sebagai pengingkaran. Namun jika dicermati, mengkorelasikan pemikiran desakralisasi ini dengan pemikiran Soroush lainnya, misalnya kritik Soroush atas konsep Wila>yah al-Faqi>h di Iran, justru menampakkan relevansinya. Bahwa sekaliber Muh}ammad yang adalah nabi tetap berpijak pada tataran historis dan tidak melulu sakral karena spirit keilahian yang dimilikinya, mengapa konsep Wila>yah al-Faqi>h di Iran tampak merasa lebih suci dibanding kesucian Muh}ammad??!! Wallahu Alam.

DAFTAR PUSTAKA

al-S}ayu>t}i>, Jala>l al-Di>n. tt. al-Itqa>n fi> Ulum al-Qura>n. Saudi Arabia: Markaz al-Dira>sa>t al-Qura>niyyah.

Soroush, Abdul Kari>m. 2009. The Expansion of Prophetic Experience: Essays on Historicity, Contingency, and Plurality in Religion, terj. Nilou Mobasser. Leiden: Brill.

http://www.drsoroush.com/Publications.htm. Diakses pada 24 Nop 2013.

Laura Secor, The Democrat Irans Leading Reformist Intellectual Tries to Reconcile Religious Duties and Human Rights, artikel online pada http://www.drsoroush.com/ English/On_DrSoroush/E-CMO-20040314-1.html. Diakses pada 24 Nop 2013.

Wright, Robin. Irans Greatest Political Challenge: Abdol Karim Soroush, World Policy Journal, 1997.

Soroush, Abdul Karim. 2002. Menggugat Otoritas dan Tradisi Agama, terj. Abdullah Ali. Bandung: Penerbit Mizan.

http://drsoroush.com/en/publications/

Kholiludin, Tedi. 2006. Studi Analisis Pemikiran Abdul Kari>m Soroush Tentang Kritik Sistem Wilayat Al-Faqih. Skripsi pada IAIN Walisongo Semarang.

Hitami, Munzir. 2009. Revolusi Sejarah Manusia: Peran Rasul sebagai Agen Perubahan. Yogyakarta: LkiS.

Mustaqim, Abdul. 2010. Epistemologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta: LkiS.

Mustaqim, Abdul. 2012. Dinamika Sejarah Tafsir al-Qura>n: Studi Aliran-Aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan, hiingga Modern-Kontemporer, edisi revisi. Yogyakarta: Pondok Pesantren LSQ Ar-Rahmah Yogyakarta dan Penerbit Adab Press.