bab ii biografi buya hamka 1. ayahnya, haji abdul karim ...digilib.uinsby.ac.id/14720/5/bab...

36
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 20 20 BAB II Biografi Buya Hamka dan M. Quraish Shihab A. Biografi Buya Hamka 1. Biografi Buya Hamka Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal sebagai Ham ka, lahir 16 Februari 1908 di Ranah Minangkabau, desa Kampung Molek, Nagari Sungai Batang, di tepian danau Maninjau, Luhak Agam, Sumatera Barat. Nama kecilnya adalah Abdul Malik, sedangkan Karim berasal dari nama ayahnya, Haji Abdul Karim dan Amrullah adalah nama dari kakeknya, Syeikh Muhammad Amrullah. Hamka seorang ulama multi dimensi, hal itu tercermin dari gelar-gelar kehormatan yang disandangnya. Dia bergelar Datuk Indomo yang dalam tradisi Minangkabau berarti pejabat pemelihara adat istiadat. Dalam pepatah Minang, ketentuan adat yang harus tetap bertahan dikatakan dengan sebaris tidak boleh hilang, setitik tidak boleh lupa. Gelar ini merupakan gelar pusaka turun temurun pada adat Minangkabau yang didapatnya dari kakek dari garis keturunan ibunya; Engku Datuk Rajo Endah Nan Tuo, Penghulu suku Tanjung. 1 1 Hamka, Ayahku (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1982), 5-10.

Upload: doannhi

Post on 16-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

20

BAB II

Biografi Buya Hamka dan M. Quraish Shihab

A. Biografi Buya Hamka

1. Biografi Buya Hamka

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal sebagai Ham ka,

lahir 16 Februari 1908 di Ranah Minangkabau, desa Kampung Molek, Nagari

Sungai Batang, di tepian danau Maninjau, Luhak Agam, Sumatera Barat.

Nama kecilnya adalah Abdul Malik, sedangkan Karim berasal dari nama

ayahnya, Haji Abdul Karim dan Amrullah adalah nama dari kakeknya, Syeikh

Muhammad Amrullah.

Hamka seorang ulama multi dimensi, hal itu tercermin dari gelar-gelar

kehormatan yang disandangnya. Dia bergelar Datuk Indomo yang dalam

tradisi Minangkabau berarti pejabat pemelihara adat istiadat. Dalam pepatah

Minang, ketentuan adat yang harus tetap bertahan dikatakan dengan sebaris

tidak boleh hilang, setitik tidak boleh lupa. Gelar ini merupakan gelar pusaka

turun temurun pada adat Minangkabau yang didapatnya dari kakek dari garis

keturunan ibunya; Engku Datuk Rajo Endah Nan Tuo, Penghulu suku

Tanjung.1

1 Hamka, Ayahku (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1982), 5-10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Ayah Hamka bernama Muhammad Rasul, pada masa mudanya lebih

dikenal dengan sebutan Haji Rasul. Setelah menunaikan ibadah haji beliau

mengganti namanya dengan Abdul Karim lalu melekat pada namanya gelar

Tuanku. Beliau adalah pelopor gerakan pembaharuan Islam (tajdid) di

Minangkabau. Haji Rasul adalah putera seorang ulama berpengaruh di Nagari

Sungai Batang yang kemudian lebih dikenal sebagai wilayah Nagari Danau

bernama Syeikh Muahammad Amrullah.

Di masa kecilnya Abdul Malik yang biasa dipanggil Malik, hidup di

kampung bersama ayah bundanya. Dia merupakan anak kesayangan Haji Rasul

karena sebagai anak lelaki tertua, Malik menjadi tumpuan untuk melanjutkan

kepemimpinan umat. Tetapi metode dakwah Syeikh Abdul Karim yang

cenderung keras dan tak kenal kompromi terbawa pula dalam cara beliau

mendidik anak-anaknya. Hal itu rupanya tidak begitu berkenan di hati Malik.

Ia tumbuh menjadi anak dengan jiwa pemberontak.2

Tapi kemudian masa kecilnya yang indah itu berakhir. Malik mengikuti

ayahandanya yang mengajar di Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan

tinggal di sana. Ia berkesempatan belajar di perguruan Thawalib yang dipimpin

oleh ayahnya selama beberapa waktu, namun tak sampai tamat. Hamka

memiliki beberapa kesenangan dan sifat pemberontak. Mengenai sifat

2 Hamka, Kenang-Kenangan Hidup, Jilid I(Jakarta; Bulan Bintang, 1979), 79.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

pemberontak dan kesenangannya mengembara, Hamka dalam salah satu

bukunya berjudul Falsafah Hidup menulis,

Tetapi entah bagaimana, dari umur sepuluh tahun, telah tampak jiwa saya

melawan beliau.... Jiwa beliau adalah jiwa diktator.... Kalau sekiranya cara

beliau mendidik itu sajalah, maulah saya terbuang, menjadi anak yang

tidak berguna. Saya tidak mau pulang ke rumah, saya tidak mau mengaji,

saya bosan mendengar kitab Fiqh yang diajarkan di Thawalib.

Sepanjang abad ke-19, pembaharuan Islam merupakan wacana dominan

di Mekah dan Madinah. Sebagai jantung dunia Islam, perkembangan ini

meluas sampai ke Ranah Minang, dibawa oleh banyak ulama negara-negara

Melayu yang mengkaji langsung ilmu agama di pusatnya, Mekah. Keadaan itu

mengancam posisi adat dan thareqat yang menjamur di Sumatera Barat sejak

abad ke-18, menyusul kemunduran Pagarruyung sebagai pusat teladan.

Pada masa-masa seperti itulah Abdul Malik mulai menapaki dunia ilmu

pengetahuan (agama). Dia menyaksikan arkeologi pengetahuan yang terbelah.

Jejak-jejak Islam thareqat masih tersisa yang berhadap-hadapan dengan

wacana baru pembaharuan Islam. Kondisi demikian sangat mempengaruhi

perkembangan pribadi Abdul Malik karena pelaku-pelaku sentral sejarah

perkembangan Islam di Nusantara, khususnya Sumatera Barat, itu tak lain

kakek dan ayah kandungnya sendiri.

Pergesekan antara dunia kakek dan ayah mendorong Abdul Malik untuk

melampauinya. Walau hanya berbekal pendidikan formal yang minim, yakni

antara 1916 sampai 1923 ia belajar agama pada lembaga pendidikan Sekolah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Diniyah di Parabek, kemudian dilanjutkan belajar di Sumatera Thawalib di

Padang Panjang yang didirikan murid-murid ayahnya, Abdul Malik memiliki

kecerdasan alami yang menojol. Kemampuan baca tulis (Arab, Latin, dan

Jawi)-nya di atas rata-rata. Dipicu keberjarakan dengan ayah dan etos

perantauan Minangkabau, mendorong Abdul Malik mengembara mencari jati

diri.

Memasuki abad 20, di pulau Jawa mulai timbul gerakan-gerakan politik

dan keagamaan, seperti Sarekat Islam yang dipimpin oleh Haji Omar Said

Tjokroaminoto. Juga Muhammadiyah yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad

Dahlan di Yogyakarta, yang alirannya sejalan dengan paham pemikiran Haji

Rasul. Selain itu gerakan-gerakan nasionalis juga mulai timbul, kesemuanya

bertujuan untuk menuntut kemerdekaan Indonesia di bawah pimpinan

Soekarno. Bahkan aliran komunis juga muncul di Jawa dipelopori oleh Alimin,

Tan Malaka dan lain-lain. Berita-berita sekitar kebangkitan partai politik itu

telah sampai juga ke Minangkabau dan menjadi buah pembicaraan khalayak di

sana. Ini menjadi dorongan kuat bagi Abdul Malik sehingga pada 1924 ia

merantau ke Jawa dengan Yogyakarta.3

Pada 1925, Abdul Malik kembali ke Minang. Walau masih dalam usia

17 tahun, ia telah menjadi ulama muda yang disegani. Keterpikatannya pada

seni dakwah di atas panggung yang ditemuinya pada orator-orator ulung di

3 Yunan, Corak Pemikiran Kalam, 39.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Jawa, membuatnya merintis kursus-kursus pidato untuk kalangan seusianya.

Abdul Malik rajin mencatat dan merangkum pidato kawan-kawannya,

kemudian diterbitkan menjadi buku. Dia sendiri yang menjadi editor buku

yang diberi judul Khatib al-Ummah. Inilah karya perdana Abdul Malik sebagai

seorang penulis. Melihat perkembangan buah hatinya yang demikian hebat

dalam hal tulis menulis dan pidato, Haji Rasul sangat gembira. Namun

menuruti adatnya yang keras, yang tercetus justru sebuah kritik tajam,

“Pidato-pidato saja adalah percuma, isi dahulu dengan pengetahuan, barulah

ada arti dan manfaatnya pidato-pidatomu itu”.4

Dua tahun di kampung halaman, pada 1927 Abdul Malik pergi tanpa

pamit kepada ayahnya untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam

pengetahuan (Islam) pada ulama-ulama di sana. Dia sengaja kabur dari rumah

sebagai jawaban atas kritik ayahnya. Dari Mekah, dia pun berkirim surat

kepada ayahnya, memberitahukan bahwa dia telah menunaikan ibadah haji. Di

Mekah, Abdul Malik sempat bekerja di perusahaan percetakan penerbitan

milik Tuan Hamid, putra Majid Kurdi yang merupakan mertua Syeikh Ahmad

Khatib Minangkabauwi, Imam dan Khatib Masjidil Haram, guru besar

ayahnya.5

Setelah menunaikan haji (sejak saat itu menyandang nama Haji Abdul

Malik Karim Amrullah - Hamka), dan beberapa lama tinggal di Tanah Suci, ia

4 Ibid., 105. 5 Yusuf, Corak Pemikiran Kalam, 43-44.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

berjumpa H. Agus Salim. Tokoh Muhammadiyah itu menyarankan agar

Hamka segera pulang ke Tanah Air. Menurut Agus Salim, banyak pekerjaan

yang jauh lebih penting menyangkut pergerakan, studi, dan perjuangan yang

dapat engkau lakukan. Karenanya, akan lebih baik mengembangkan diri di

tanah airmu sendiri.6 Kata-kata pemimpin besar itu oleh Hamka dianggap

sebagai suatu titah. Ia pun segera kembali ke tanah air setelah tujuh bulan

bermukim di Mekah. Tetapi bukannya pulang ke Padang Panjang di mana

ayahnya tinggal, Hamka malah menetap di Medan, kota tempat berlabuh kapal

yang membawanya pulang.

Pada 1956, Hamka selesai membangun sebuah rumah kediaman di

bilangan Kebayoran Baru. Di depan rumah itu terdapat sebuah lapangan luas

yang disediakan pemerintah untuk membangun sebuah masjid agung. Rencana

pembangunan masjid agung itu membuat Hamka begitu gembira karena

baginya apabila sebuah masjid berada di depan rumah, maka akan mudah

mendidik anak-anak dalam kehidupan Islami. Dua tahun kemudian, sebuah

peristiwa penting terjadi dalam hidup Hamka Dia diundang oleh Universitas

Punjab di Lahore, Pakistan, untuk menghadiri sebuah seminar Islam. Di

sanalah Hamka berkenalan dengan seorang pemikir besar Islam Dr.

Muhammad al-Bahay.

6 Hamka, Kenang-kenangan Hidup, 111.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Usai mengikuti seminar, Hamka melanjutakan lawatan ke Mesir atas

undangan Mu’tamar Islamy, yang Sekretaris Jenderalnya ialah Sayid Anwar

Sadat, salah seorang perwira anggota “Dewan Revolusi Mesir” di samping

Presiden Jamal Abdel Nasser. Lawatan Hamka ke Mesir kebetulan bertepatan

dengan kunjungan kenegaraan Presiden Soekarno ke sana sehingga Saiyid Ali

Fahmi al-Amrousi pun tengah berada di negerinya. Maka, terjadilah

kesepakatan antara Mu’tamar Islamy dan al-Syubba al-Muslimun dengan

Universitas Al-Azhar untuk mengundang Hamka mengadakan suatu

muhad}arah (ceramah) di gedung al-Syubba al-Muslimun guna

memperkenalkan lebih jauh pandangan hidup Hamka kepada masyarakat

akademisi dan pergerakan di Mesir.

Disanlah kemudian Universitas Al-Azhar melalui Syeikh Mahmoud

Syaltout memberikan apresiasi begitu tinggi dengan pendalaman dan

pemahaman pemikiran Muhammad Abduh.7 Usai kuliah umum di Mesir,

Hamka melanjutkan lawatan ke Saudi Arabia dan disanalah Universitas Al-

Azhar menganugerahkan gelar ilmiah tertinggi kepada Buya Hamka, yakni

gelar Ustadzyyah Fakhriyah (Doctor Honoris Causa).8 Gelar Ustadzyyah

Fakhriyah itu merupakan penghargaan kehormatan akademis pertama yang

diberikan Universitas Al-Azhar kepada orang yang dianggap patut

menerimanya.

7 Yusuf, Corak Penafsiran Kalam, 49. 8 Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Hamka adalah orang pertama yang mendapat gelar H.C. dari

Universitas Al-Azhar, Kairo. Inilah momentum penting dalam sejarah

perjuangan Hamka. Dalam pengantar Tafsir Al-Azhar, mengenai hal itu

Hamka menulis,

Ijazah yang amat penting di dalam sejarah hidup saya itu telah saya

terima dengan penuh keharuan. Sebab dia ditandatangani oleh Presiden

R.P.A. sendiri, Jamal Abdel Nasser dan Syeikh Jami’ Al-Azhar yang

baru, yang Al-Azhar sangat mencapai martabat yang gilang gemilang

selama dalam pimpinan beliau. Itulah Syeikh Mahmoud Syaltout. Dan

beliau turut hadir dalam muhadharah saya di gedung al-Syubba al-Muslimun itu.9

Gelar Ustadzyyah Fakhriyah itu begitu memotivasi Hamka untuk

melanjutkan syiar Islam yang berpusat di Masjid Agung Kebayoran Baru.

Hamka semakin sering menyampaikan pelajaran tafsir usai shalat Shubuh.

Disebabkan oleh bermacam kegiatan pengajian dan khutbah-khutbah Jum’at

Hamka yang memukau, Masjid Agung Kebayoran Baru pun mulai dipadati

jama’ah.

Rangkaian pelajaran tafsir yang dilaksanakan ba’da shubuh yang

dimuat dalam Gema Islam oleh Hamka diberi judul Tafsir Al-Azhar, merujuk

kepada tempat di mana tafsir itu diberikan sekaligus penghargaan pribadi

Hamka kepada Al-Azhar (Mesir). Tulis Hamka,

Atas usul dari tata usaha majalah di waktu itu, yaitu saudara Haji Yusuf

Ahmad, segala pelajaran “Tafsir” waktu Shubuh itu dimuatlah di dalam

majalah Gema Islam tersebut. Langsung saya berikan nama baginya

Tafsir Al-Azhar, sebab “Tafsir” ini timbul di dalam Masjid Agung Al-

9 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz I-II (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1982), 46.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Azhar, yang nama itu diberikan oleh Syeikh Jami’ Al-Azhar sendiri.

Merangkaplah dia sebagai alamat terimakasih saya atas penghargaan

yang diberikan oleh Al-Azhar kepada diri saya.10

2. Kondisi Sosial Buya Hamka

Di ujung abad ke-19 dan awal abad ke-20, ranah Minang di Tanah Sira

di mana Hamka dilahirkan, orang-orang di sekitar Minangkabau telah

menyaksikan fenomena yang dikenal sebagai gerakan perubahan. Empat orang

tokoh terkenal dalam gerakan yang dilakukan putra-putra Minang yang dikenal

dengan sebutan kaum muda ini adalah Syekh Taher Djalaluddin, Syekh Djamil

Djambek, H. Abdul Karim Amrullah dan H. Abdullah Ahmad.11

Syekh Taher Djalaluddin, meski sekembalinya dari studi di Timur

Tengah menetap di Singapura dan hanya pulang kampung dua kali tetapi

memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap tiga tokoh lainnya. Pengaruh

tersebut terutama tersalur melalui majalah al-Imam, yang diterbitkan pada

tahun 1906, majalah hanya mampu bertahan terbit sampai tahun 1909 yang

memuat artikel-artikel mengenai masalah-masalah agama, juga laporan

mengenai beberapa peristiwa penting di dunia Islam. Melalui majalah ini

Syekh Taher berusaha dan berikhtiyar menyebarkan pemikiran-pemikiran

Muhammad Abduh dengan cara mengutip pandangan-pandangannya

sebagaimana yang tertuang dalam majalah al-mana>r.12

10 Ibid., 48. 11 Hamka, Kenang-kenangan Hidup, I/ 7. 12 Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1982), 40-42.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

Terepengaruh oleh semangat pembaharuan al-Imam, Syekh Muhammad

Djamil Djambek, H Abdul Karim Amrullah dan H. Abdullah Ahmad

melakukan berbagai aktifitas yang mengguncangkan kaum adat dan kaum

agama yang masih kuat berpegang pada tradisi, juga pemerintah kolonial

Belanda. pada tahun 1910 misalnya, H. Abdul Karim Amrullah melancarkan

kecaman yang cukup keras terhadap rabit}ah dan wasilah yang biasa dilakukan

para penganut tarekat, yang ia muat dalam sebuah buku berjudul qat’u razdi al-

mulhidin. Tujuan menulis buku ini adalah untuk membela gurunya yaitu Sekh

Ahmad Khatib. Sekh Ahmad Khatib dalam bukunya iz}har zuqal al-kadzibin

pernah melakukan kecaman terhadap golongan tarekat bahwa segala amalan

terekat bukan berasal dari ajaran al-Qur’an dan hadis. Kecamannya itu

mendapat bantahan dari Syekh Ahmad Munka, seorang tokoh kaum tua dan

penganut paham tarekat naqsabandiyah al-khalidiyah dengan menulis bukunya

yang berjudul irqa>m muta’annitin li inkarihim rabit}ah al-wasilin.13

Reaksi terhadap langkah pembaharuan H. Abdul Karim Amrullah,

Syekh Muhammad Djamil Djambek dan Syekh H. Abdullah Ahmad cukup

keras, terutama dari kalangan kaum tua, seperti ucapan keluar dari madzhab

ahl al-sunnah wa al-jamaah dan mereka juga dituduh sebagai zindiq yakni sesat

dan menyesatkan. Bahkan tidak hanya sampai disitu, dengan membawa hadis

Nabi, man tashabbaha bi qaum fahuwa minhu, syekh Djamel Djambek, Syekh

13 Hamka, Ayahku (Jakarta: Ummindi, 1982), 290-291.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

Abdul Karim Amrullah, dan Syekh Abdullah Ahmad dituduh telah menjadi

kafir disebabkan mereka memakai tas, baju, jas dan dasi yang notabenenya

adalah pakaian orang Belanda.14

Adapun organisasi yang pertama didirikan oleh ulama muda adalah

organisasi yang mereka beri nama sumatra tawalib. Sebuah organisasi atas

gagasan yang dilontarkan oleh Bagindo Jamluddin Rasyid, salah seorang putra

Minangkabau yang menuntut ilmu di Eropa dan baru pulang studinya pada

tahun 1915, kemudian atas inisiatif Haji Habib diresmikanlah berdirinya

organisasi sumatra tawalib.15

Pada awal perjalanan organisasi ini belum dirasa ada kemajuan yang

menonjol. Sebuah oraganisasi yang pada waktu itu masih terbatas pada

anggota-anggota yang berasal dari pelajar-pelajar tawalib school. Itulah

sebabnya organisasi ini pada awal pertumbuhannya hanya berbentuk

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh pelajar. Namun dalam

perkembangannya, setelah sumatra school cakupannya tidak hanya pada

pelajar-pelajar tawalib school akan tetapi hingga mencakup kulliyatud diniyah

yang dipimpin oleh Syekh Ibrahim Musa di Parabek Bukit Tinggi. Maka

usahanya diperluas untuk mengawasi dan mebina sekolah serta memajukan

pendidikan.16

14 Ibid., 105. 15 Ibid. 16 Ibid., 30.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

Kondisi terpolarisasi struktur sosial keagamaan di Mingkabau menjadi

lama dan baru, menjadi berambah mengental ketika kaum muda aktif

mendirikan lembaga-lembaga pendidikan model baru dan pada awal mula

mengarahkan orientasinya ke bidang politik dengan membentuk organisasi

politik yaitu Persatuan Muslim Indonesia (PERMI). Di tengah realitas sosial

sebagaimana terungkap pada bagian sebelumnya, Hamka dilahirkan ditepi

danau Maninjau di desa Tanah Sirah.17

3. Karya-karya Buya Hamka

Karya-karya Hamka sangat banyak, dan secara keseluruhan karya-karya

Hamka lebih dari seratus buku yang di antaranya adalah di bawah Lindungan

Ka’bah (1936), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1938), Falsafah Hidup

(1994), Tasawuf Perkembangan dan pemurnian Sejarah Umat Islam (1993),

Revolusi Ideologi dan keadilan Sosial (1984), Hamka di mata hati Umat

(1983), Merantau ke Deli (1939), Tasawuf Modern, Tafsir al-Azhar, Di dalam

lembah kehidupan (1940), Ayahku (1949), Khatibul Ummah, Pembela Islam

(1929), Ringkasan Tarikh Ummat Islam (1929), Kepentingan Melakukan

Tabligh (1929), Revolusi Agama (1946), Mandi Cahaya di Tanah Suci (1950),

Mengembara di Lembah Nil (1950),Ditepi S ungai Dajlah (1950), Kenangan-

kenangan Hidup (4 series, Hamka’s autobiography) (1950), 1001 Soal Hidup

(1950), Sayid Jamaluddin Al-Afghani (1965), Ekspansi Ideologi (Al-ghazwul Fikri)

17 Hamka, Kenang-kenag Hidup, 7.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

(1963), Hak Asasi Manusia Dipandang dari Segi Islam (1968), Falsafah Ideologi Islam

(1950), Keadilan Sosial Dalam Islam (1950), Muhammadiyah di Minangkabau (1975),

Pandangan Hidup Muslim (1960), Kedudukan perempuan dalam Islam (1973), dan

Falsafah ketuhanan.18

4. Metode Penafsiran Buya Hamka

a) Metode Tafsir Al-Azhar.

Tafsir al-Azhar menggunakan metode tahlili atau analitis yakni,

menafsirkan ayat-ayat al Quran dengan memaparkan segala aspek yang

terkandung dalam ayat-ayat al Quran dan menjelaskan makna-makna yang

tercacup di dalamnya sesuai dengan keahlian mufassir dan kecenderungan

dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.19

Hal ini terlihat, dalam menafsirkan al Quran Hamka memaparkan

hampir seluruh aspek yang terccakup dalam kandungan ayat tersebut. Hail

inilah yang menyebabkan tafsir al-Azhar muncul dalam jumlah jilid yang

sangat banyak. Bahkan 1 jilid yang rata-rata berjumlah 300-400 halaman

hanya merupakan penafsiran dari 1 juz al Quran saja. Misalnya, dalam

menafsirkan ayat 90-93 surat al-Maidah yang berbicara tentang Khamr, judi,

sembelihan untuk berhala dan mengundi nasib. Hamka menafsirkan secara

mendetail dan hampir seluruh aspek terkait. Ini membutuhkan lebih dari 17

18Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983). 19 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998),31

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

halaman dalam menjelaskan kandungan ayat-ayat tersebut, Hamka berusaha

mengekplorasinya mulai dari cara-cara pembuatan arak, istilah-istilah untuk

menyebut arak, jenis permainan judi dan mengundi nasib yang diapakai di

beberapa daerah, akibat yang diarsakan oleh pengguna minuman keras, ayat-

ayat al Quran dan Hadis yang membahas tentang tema tersebut dan kondisi

sosio-kulturan masyarakat Arab ketika ayat tersebut turun.

Contoh yang dapat dikemukakan adalah penafsiran hamka terhadap

surat al-An’am: 151,

Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh

Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,

berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu

membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan

memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu

mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di

antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh

jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu

(sebab) yang benar.” demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya

kamu memahami(nya).

Dalam menafsirkan potongan ayat “Dan janganlah kalian bunuh anak-

anak kalian karena kemiskinan”, Hamka mengaitkannya dengan program

keluarga berencana (KB). alam mengeksplorasi ayat tersebut, hamka

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

mengutip data-data historis tentang adanya kebiasaan membunuh anak

karena faktor kemiskinan yang terjadi pada zaman Jahiliyah, persoalan

keluarga berecana (KB), akibat dari pil anti hamil, tentang kesehatan mental

anak dan kemerosotan moral. Bahkan untuk kepentingan itu, beliau

melakukan wawancara dengan para pengguna alat-alat kontrasepsi tersebut.20

b) Corak Tafsir al-Azhar

Corak yang ada dalam tafsir al-Azhar adalah sosial kemasyarakatan

(alAdabi al-Ijtima’i). Secara teoritis memang metode tahlili merupakan salah

satu metode penafsiran yang dalam aplikasi praktisnya bisa mengandalkan

berbagai ragam corak penafsiran, tak terkecuali corak sosial kemasyarakatan

atau al-Adabi al-Ijtima’i.21

Metode ini dapat dilihat ketika Hamka menafsirkan surat al-Rum: 41,

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena

perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka

sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke

jalan yang benar).

Di daratan memang telah maju pengangkutan, jarak dunia bertambah

dekat, namun hati bertambah jauh. Heran, banyak orang yang membunuh diri

20 Hamka, Tafsir Al-Azhar., VIII/ 103-121. 21 Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran,50.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

karena bosan dengan hidup yang serba mewah dan serba mudah ini. Banyak

orang yang sakit jiwa. Tepat sambungan ayat “Supaya mereka deritakan

setengah dari apa yang mereka kerjakan”. Dalam sambungan ayat ini terang

sekali bahwa tidaklah semua pekerjaan manusia jahat, bahkan hanya

setengah. Seumpama kemajuan kecepatan kapal udara, yang tengah ada

faedahnya bagi manusia, sehingga mudah berhubungan. Tetapi yang

setengahnya lagi kapal udara itu telah digunakan untuk melemparkan bom,

bahkan bom atom, bom hidrogen, dan senjata-senjata nuklir.22

c) Bentuk penafsiran

Dari segi bentuk penafsirannya, tafsir al-azhar ini termasuk dalam

kategori tafsir bi al-ra’yi. Dalam penafsirannya, penelitian hamka tampak

kelihatan sangat dominan dan tidak tergantung pada riwayah. Sedangkan

posisi riwayah hanyalah sebagai konfirmasi dan justifikasi semata terhadap

skspresi Hamka. Kenyataan inilah yang memberikan ruang gerak lebih lebar

bagi Hamka dalam menjelaskan kandungan sepanjang dalam batas-batas

yang di izinkan oleh syara’ dan kaidah-kaidah penafsiran yang mu’tabar.

Bentuk penafsiran semacam itu dapat tergambar melalui

penjelasannya terhadap surat al-Nisa’: 34,

22 Ibid., XXI/ 94.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena

Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian

yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan

sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah

yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,

oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu

khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah

mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika

mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk

menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

Di dalam ayat ini tidak langsung datang perintah mengatakan wahai

laki-laki, wajiblah kamu jadi pemimpin.Atau wahai perempuan, kamu mesti

menerima pimpinan.Yang diterangkan lebih dahulu ialah kenyataan.Tidak

pun ada perintah, namun kenyataannya memang laki-lakilah yang memimpin

perempuan.Sehingga kalau datanglah misalnya perintah perempuan

memimpin laki-laki, tidaklah bisa perintah itu berjalan, sebab tidak sesuai

dengan kenyataan hidup manusia.Laki-laki memimpin perempuan, bukan saja

pada manusia bahkan pada binatangpun.Para rombongan itik, itik jantan

jugalah yang memimpin berpuluhpuluh itik yang mengiringkannya.

Diterangkan sebab yang pertama di dalam ayat, ialah lantaran Allah telah

melebihkan sebagian mereka yaitu mereka laki-laki atas yang sebagian, yaitu

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

perempuan. Lebih dalam tenaga, lebih dalam kecerdasan, sebab itu lebih pula

dalam tanggung jawab. Misalnya berdiri rumah tangga, ada bapak, ada istri

dan ada anak, dengan sendirinya meskipun tidak disuruh, lakilakilah yaitu si

bapak yang akan menjadi pimpinan. Seibarat batang tubuh manusia, ada

kepala, ada tangan dan kaki, ada perut.Semuanya penting, tetapi yang kepala

tetap kepala.23

Jadi, secara metodologis tafsir al-azhar karya hamka ini merupakan

karya sebuah tafsir yang disususn dengan menggunakan metode tahlili

(analitis) dengan bentuk bi al-ra’yi, yang mana corak dominan yang muncul

di dalamnya adalah corak sosial kemasyarakatan atau al-Adabi al-Ijtima’i.

B. M. Quraish Shihab dan Konsepnya tentang Jihad

1. Biografi M. Quraish Shihab

Muhammad Quraish Shihab adalah putra kelima dari dua belas

bersaudara. Dia lahir di Rappang Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Februari

1944. Dia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya,

Abdurrahman Shihab (1905-1986 M) adalah tamatan Jami’at al-Khairat

Jakarta yang juga pernah menjabat sebagai rektor IAIN Alaudin

Makassar,sebuah perguruan tinggi Islam yang mendorong tumbuhnya Islam

moderat di Indonesia.24

23 Ibid., V/ 58-59. 24Abuddin Nata, Tokoh – Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo,

2005), 362-363.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang, dia

melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil "nyantri" di Pondok

Pesantren Dar al-Hadits al-Faqihiyah.25 Pada tahun 1958 dalam usia 14 tahun,

dia berangkat ke Kairo Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar dan

pada tahun 1967, dia meraih gelar Lc (S1) pada Fakultas Ushuluddin jurusan

Tafsir dan Hadis Universitas al-Azhar. Kemudian dia melanjutkan

pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 dia meraih gelar

M.A. untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Qur’an dengan tesis berjudul Al-I'jâz

al-Tasyri’iy li Al-Qur’an al-Karîm.26

Keinginan Muhammad Quraish Shihab belajar ke Kairo Mesir ini

terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintah daerah Sulawesi (waktu itu

wilayah Sulawesi belum dibagi menjadi Sulawesi Utara dan Selatan). Mesir

dengan Universitas al-Azhar, seperti diketahui, selain merupakan pusat

gerakan pembaharuan Islam, juga merupakan tempat yang tepat untuk belajar

Al-Qur’an. Sejumlah tokohnya, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho

adalah Mufassir kenamaan yang terlahir dari daerah Mesir.

Setelah meraih gelar magister untuk spesialisasi tafsir Al-Qur’an, dia

kembali ke tanah air Indonesia (1970) dan langsung diberi kepercayaan untuk

menduduki berbagai jabatan. M. Quraish Shihab dipercayakan untuk menjabat

wakil rektor bidang akademisdan kemahasiswaan pada IAIN Alaudin, Ujung

25 Ibid., 6. 26 Raziqin, 101 Jejak Tokoh..., 269-270.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

Pandang (1974-1980). Selain itu, dia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di

dalam kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII

Indonesia Bagian Timur (1967-1980), maupun di luar kampus seperti

pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan

mental (1973-1975). Selama di Ujung Pandang ini, dia juga sempat melakukan

berbagai penelitian antara lain, penelitian dengan tema "Penerapan Kerukunan

Hidup Beragama di Indonesia Timur"(1975) dan "Masalah Wakaf Sulawesi

Selatan" (1978).

Meskipun sudah menduduki sejumlah jabatan, semangat M. Quraish

Shihab untuk melanjutkan pendidikannya tetap tinggi. Oleh karena itu ketika

ada kesempatan untuk melanjutkan belajar, M. Quraish Shihab kembali ke

Kairo tepatnya pada tahun 1980 dan melanjutkan pendidikannya di

almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada tahun 1982, dengan

disertasi berjudul "Nazhm al-Durar li al-Biqa'iy,Tahqiq wa Dirasah," dia

berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan yudisium

summa cum laude, disertasi penghargaan tingkat I (mumtaz ma'a martabat al-

syaraf al-‘ula).27

Sekembalinya ke Indonesia setelah meraih Doktor dari Al-Azhar sejak

tahun 1984 M. Quraish Shihab di tugaskan di Fakultas Ushuluddin dan

Fakultas Pascasarjana dan akhirnya menjadi Rektor IAIN yang sekarang

27Nata, Tokoh – Tokoh Pembaruan, 364.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1992-1998). Selain itu, diluar

kampus, dia juga dipercayakan untuk menduduki berbagai jabatan. Antara lain

Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tahun (1985-1998), anggota

Lajnah Pentashhih Al-Qur’an Departemen Agama sejak tahun 1989 dan

sampai sekarang, menjadi anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional

tahun (1988-1996). Anggota MPR RI 1982-1987, 1987-2002, anggota Badan

Akreditasi Nasional (1994-1998), Direktur Pengkaderan Ulama MUI (1994-

1997), anggota Dewan Riset Nasional (1994-1998), anggota Dewan Syari’ah

Bank Mu’amalat Indonesia (1992-1999) dan Direktur Pusat Studi Al-Qur’an

(PSQ) Jakarta. Beliau juga pernah meraih Bintang Maha Putra.28

Selain jabatan-jabatan di atas, M. Quraish Shihab juga banyak terlibat

dalam beberapa organisasi profesional antara lain: pengurus Perhimpunan

Ilmu-Ilmu Syari'ah, pengurus Konsorsium Ilmu- Ilmu Agama Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang menjadi Departemen Pendidikan

Nasional, Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)

dan disela-sela kesibukannya, dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan

ilmiyah di dalam maupun luar negri. Yang tidak kalah pentingnya, M. Quraish

Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis menulis seperti di surat kabar Pelita.

Setiap hari Rabu dia menulis dalam rubrik "Pelita Hati" Dia juga mengasuh

rubrik "Tafsir al-Amanah" dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta

28 Umar, Membumikan Al-Qur’an, 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

yaitu majalah Amanah. Selain itu, dia juga tercatat sebagai anggota Dewan

Redaksi majlah Ulumul Qur'an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di

Jakarta.29

2. Kondisi Sosial M. Quraish Shihab

Muhammad Quraish Shihab berasal dari keluarga keturunan Arab yang

terpelajar. Ayahnya bernama Prof. Abdurrahman Shihab, beliau adalah seorang

ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang

sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi

baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.

Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya

membina dua perguruan tinggi di Ujung Pandang, yaitu Universitas Muslim

Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan

Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujung Pandang. Ia juga tercatat

sebagai rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 – 1965 dan

IAIN 1972 – 1977.

Sebagai seorang yang berpikiran progresif, Abdurrahman percaya

bahwa pendidikan adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya

yang demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu

Jami’atul Khair, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murid-

murid yang belajar di lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan pembaruan

29 Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

gerakan dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki

hubungan yang erat dengan sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah

seperti Hadramaut, Haramaian dan Mesir. Banyak guru-guru yang didatangkan

ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad Soorkati yang berasal dari

Sudan, Afrika. Sebagai putra dari seorang guru besar, Quraish Shihab

mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir

dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama setelah

magrib.

Pada saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya yang

kebanyakan berupa ayat-ayat Al-Qur'an. M. Quraish Shihab kecil telah

menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap Al-Qur’an sejak umur 6-7 tahun.

Ia harus mengikuti pengajian al-Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri.

Selain menyuruh membaca al-Qur’an, ayahnya juga menguraikan secara

sepintas kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Di sinilah, benih-benih kecintaannya

kepada Al-Qur’an mulai tumbuh.30

3. Karya-karya M. Quraish Shihab

M. Quraish Shihab salah seorang intelektual yang produktif dalam dunia

keilmuan. Dia banyak menulis, baik berupa buku maupun artikel di berbagai

surat kabar dan majalah, Republika, Pelita, majalah al-Amanah, Ulum Al-

Qur’an, Mimbar Ulama dan sebagainya. Dia juga sibuk melakukan dakwah di

30 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:pesan kesan dan keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati,

2002)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

masyarakat baik secara perorangan maupun lembaga bahkan di berbagai Media

elektronika seperti RCTI, Metro dan stasiun-stasiun TV Swasta lainnya.

Kemudian hasilnya dicetak menjadi buku sebagai karyanya.

Karya-karyanya diterbitkan dan disebarkan secara luas, bukan hanya di

Indonesia, tapi juga di negri tetangga, seperti Malaysia dan Brunai Darussalam.

Diantara karya-karya itu diantaranya,31 Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan

Kelemahannya, Filsafat Hukum Islam, Satu Islam Sebuah Dilema, Tafsir al-

Amanah, Tafsir Al-Qur’an al-Karim atas surat-surat pendek berdasarkan urutan

turunnya, Pengantin Al-Qur’an, Sejarah dan UlumAl-Qur’an, Fatwa-Fatwa

Seputar Al-Qur’an dan Hadis, Fatwa-Fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah,

Fatwa-Fatwa Seputar Wawasan Agama, Fatwa-Fatwa Seputar Tafsir Al-Qur’an,

Menuju Haji Mabrur, Panduan Puasa Bersama Muhammad Quraish Shihab,

Hidangan Ilahi Ayat-Ayat Tahlil, Membumikan Al-Qur’an, Lentera Hati Kisah

dan Hikmah Kehidupan, Studi Kritis Tafsir al-Manar Karya M. Abduh dan

M.Rasyid Ridha, Tafsir al-Mishbah, dan lain sebagainya.

4. Metode Penafsiran M. Quraish Shihab

a) Metode Tafsir al-Misbah

Dalam penyajian tafsir Al-Misbah, Quraish masih menggunakan

tahlili dalam penjelasannya. Akan tetapi tidak menghilangkan metode

maudhu’i untuk mengarahkan pesan kandungan Al-Qur’an yakni dengan

31 Ibid., 272.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

mengelompokkan ayat-ayat dalam satu surat sesuai tema, agar kemudian

tidak bertele-tele dan menyita waktu yang luas dalam pembahasannya.

Seperti yang ia jelaskan ketika menafsirkan surat al-Nahl: 125:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya

Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari

jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat

petunjuk.

Dalam tafsir Al-Mishbah, Quraish menafsirkan ayat ini terlebih dahulu

dengan menerangkan munasabah ayat adalah perintah mengamalkan prinsip-

prinsip tauhid Nabi Ibrahim as, yakni dengan sedikit menerangkan korelasi

ayat ini dengan ayat sebelumnya, seperti uraiannya: “Nabi Muhammad saw

yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim, sebagaimana terbaca

pada ayat yang lalu, kini diperintahkan lagi untuk mengajak siapa pun

agar mengikuti pula prinsip-prinsip ajaran Bapak para Nabi dan

pengumandang tauhid itu”.

Setelah menguraikan satu ayat seutuhnya, barulah Ia menjelaskan

lebih lanjut isi dari tema ayat mengenai metode dakwah serta

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

menerangkan lebih detail kosa kata-kosa kata yang dianggap penting

untuk dibahasnya. Penjelasan inilah yang merupakan ciri dari Tafsir tahlili.32

b) Corak Tafsir al-Misbah

Tafsir al-Mishbah memiliki corak tafsir al-Adabi al-Ijtimai. Corak

tafsir ini terkonsentrasi pada pengungkapan balaghah dan kemukjizatan

Alquran, menjelaskan makna dan kandungan sesuai hukum alam, memperbaiki

tatanan kemasyarakatan umat.

Hal ini sangat jelas terlihat ketika Quraish Shihab menafsirkan surat al-

Furqan ayat 63,

Quraish Shihab menjelaskan:

Kata (هونا) haunan berarti lemah lembut dan halus. Patron kata yang di sini

adalah mashdar/indefinite noun yangmengandung makna “kesempurnaan”.

Dengan demikian, maknanya adalah penuh dengan kelemahlembutan.

Sifat hamba-hamba Allah itu, yang dilukiskan dengan ( الرض على يمشون

berjalan di atas bumi dengan lemah lembut, dipahami oleh banyak (هونا

ulama dalam arti cara jalan mereka tidak angkuh atau kasar. Dalam

konteks cara jalan, Nabi Saw. mengingatkan agar seseorang tidak berjalan

dengan angkuh, membusungkan dada. Namun, ketika beliau melihat

seseorang berjalan menuju arena perang dengan penuh semangat dan

terkesan angkuh, beliau bersabda: “Sungguh cara jalan ini dibenci oleh

Allah, kecuali dalam situasi (perang) ini.” (HR. Muslim). Kini, pada masa

kesibukan dan kesemrawutan lalu lintas, kita dapat memasukkan dalam

pengertian kata (هونا) haunan, disiplin lalu lintas dan penghormatan

terhadap rambu-rambunya. Tidak ada yang melanggar dengan sengaja

peraturan lalu lintas kecuali orang yang angkuh atau ingin menang sendiri

sehingga berjalan dengan cepat dengan melecehkan kiri dan kanannya.

Penggalan ayat ini bukan berarti anjuran untuk berjalan perlahan atau

larangan tergesa-gesa. Nabi Muhammad Saw. dilukiskan sebagai yang

32 Ibid., I/ 253.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

berjalan dengan gesit, penuh semangat, bagaikan turun dari dataran

tinggi.33

Dari sini jelas, usaha Quraish Shihab untuk memperbaiki tatanan

kehidupan sosial sungguh kuat, sehingga masalah disiplin lalu lintas pun

disinggung dalam tafsirannya, walau pun mungkin sebagai contoh. Jadi wajar

dan sangat pantas sekali, kalau tafsirnya ini digolongkan dalam corak al-Adabi

al-Ijtima`i.

c) Bentuk Penafsiran

Bentuk penafsiran dari tafsir al-Misbah mengambil bentuk tafsir bi al-

riwayah. Hal ini dapat dilihat dari cara Quraish Shihab menafsirkan surat al-

Nisa’ ayat 1,

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan

isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki

dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan

(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga

dan mengawasi kamu.

Dalam hal tersebut, Quraish Shihab menjelaskan ayat pertama surah al-

Nisa’ sebagai berikut:

33 Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

Ayat Al-Hujurat memang berbicara tentang asal kejadian manusia yang

sama dari seorang ayah dan ibu, yakni sperma ayah dan ovum/indung telur

ibu. Tetapi, tekanannya pada persamaan hakikat kemanusiaan orang

perorang, karena setiap orang walau berbeda-beda ayah dan ibunya, tetapi

unsur dan proses kejadian mereka sama .... Adapun ayat al-Nisa’ ini, maka

walaupun ia menjelaskan kesatuan dan kesamaan orang-perorang dari segi

hakikat kemanusiaan, tetapi konteksnya untuk menjelaskan banyak dan

berkembangbiakannya mereka dari seorang ayah, yakni Adam, dan

seorang Ibu, yakni Hawa. Ini dipahami dari pernyataan: Allah

memperkembang-biakkan laki-laki yang banyak dan perempuan. Ini

tentunya baru sesuai jika kata nafs wdhidah dipahami dalam arti ayah

manusia seluruhnya (Adam AS) dan pasangannya (Hawa) lahir darinya

laki-laki dan perempuan yang banyak.34

C. Komentar Ulama terhadap Tafsir al-Azhar dan al-Misbah

1. Komentar Terhadap Tafsir al-Azhar

Tafsir al-Azhar adalah salah satu karya fenomenal tafsir Indonesia yang

dihasilkan oleh seorang tokoh panutan bagi generasi setelahnya. Menurut

Nurcholis Madjid, selain keilmuaannya dalam bidang Agama, Hamka juga

dikenal sebagai negarawan. Dalam hal komentarnya terhadap falsafah

Pancasila, menurut Nurcholis Madjid Hamka memberikan perumpamaan

terhadap Pancasila.

Menurut Hamka, Pancasila bagaikan bilangan 10.000 dimana angka 1

(satu) merupakan perumpamaaan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan

bilangan nol yang jumlahnya ada empat diumpamakan sebagai sila kedua

sampai kelima. Maka apabila dihilangkan angka satunya, bilangan empat nol

34 Ibid, II/ 314-315.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

48

yang ada setelahnya menjadi tidak ada nilainya walaupun ditambah lagi

dengan deretan nol yang panjang.35

Zuriati menambahkan tentang kelebihan Buya Hamka. Menurut

pandangnnya, Buya Hamka selain mengayomi internal Islam, beliau juga

pandai berdiplomasi dengan agama lain. Beliau bersama-sama dengan Isma’il

al-Faruqi termasuk cendikiawan muslim yang meneruskan tongkat estafet

keilmuan perbandingan agama (Comperative Religion). Hamka mempunyai

kontribusi yang tidak sedikit dalam bidang yang disebut dengan

Religionswissenschaft.36

Mengenai tafsir al-Azhar, Milhan Yusuf berkomentar bahwa karya

fonemenal Hamka ini membuktikan posisi intelektual Hamka dan memberikan

sumbangsih literatur ke-Islaman.37 Lebih lanjut, Yusuf berpendapat bahwa

tafsir al-Azhar adalah tafsir yang fenomenal sejak permulaan abad ke-20.38

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Howard M. Federspiel, tafsir

yang ditulis oleh Hamka mempunyai kelebihan yaitu diantaranya, tafsir ini

menyajikan pengungkapan kembali teks dan maknanya serta penjelasan dalam

istilah-istilah agama mengenai maksud bagian-bagian tertentu dari teks.

Disamping itu semua, tafsir ini delengkapi materi pendukung lainnya seperti

35 Nurcholis Majid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1998), 178. 36 Zuriati ibn Muhammad Rashid, “al-Faruqi and His Views on Comparative Religion”, dalam

InternationalJournal of Business and Social Science 1, no. 1, 2010: 1. 37 Milhan Yusuf, Hamka’s Method of Interpreting the Legal Verses of the Qur’an: A Study of His Tafsir al-Azhar (Montreal: Thesis of the Faculty of Graduate Studies and Research in Institute of

Islamic Studies McGill University Canada (non publish), 1995), 22. 38 Ibid., 20.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

49

ringkasan surat, yang membantu pembaca dalam memahami materi apa yang

dibicarakan dalam surat-surat tertentu dari al-Qur’an.39 Dalam tafsir ini juga

Hamka berusaha mendemonstrasikan keluasan pengetahuannya pada hampir

semua disiplin bidang-bidang ilmu agama Islam, ditambah juga dengan

pengetahuan-pengetahuan non-keagamaannya yang begitu kaya dengan

informatif.40 Karakteristik seperti tersebut di atas sebagaiman diungkapkan

oleh Karel Steenbrink bahwa secara umum, Hamka dalam melakukukan

tekhnik penafsirannya “mencontoh” tafsir al-Manar karya Rasyid Ridho dan

tafsir al-Jawahir karya Tantawi Jauhari.41 Dan yang terakhir Hamka lebih

banyak menekankan pada pemahaman ayat secara menyeluruh. Oleh karena itu

dalam tafsirnya Hamka lebih banyak mengutip pendapat para ulama

terdahulu.42 Sikap tersebut diambil oleh Hamka karena menurutnya

menafsirkan al-Qur’an tanpa melihat terlebih dahulu pada pendapat para

mufassir dikatakan tahajjum atau ceroboh dan bekerja dengan serampangan.

2. Komentar Terhadap Tafsir al-Misbah

Tafsir al-Misbah merupakan karya tafsir yang paling populer dalam

literatur tafsir di Indonesia. Tafsir ini dipandang sebagai tafsir dengan cakupan

39 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia, terj. Tajul Arifin (Jakarta: Mizan, 1996),

143. 40 Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani; Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi (melacak Hermeneutika Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Manar (Yogyakarta: Qolam, 2002), 73. 41 Karel Steenbrink, Qur’an Interpretations of Hamzah Fansuri (CA. 1600) and Hamka (1908-1982): A Comparison, Jurnal Studi Islamika, Vol. 2, No. 2, 1995, 83. 42 Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia Abad Ke-20, Jurnal Ilmu

dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Volume III, No.4, 1992, 57.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

50

pembahasan yang lengkap. Dengan keahlian yang dimiliki Quraish Shihab,

tafsir ini tidak hanya memunculkan respon dari masyarakat Indonesia, akan

tetapi juga diminati oleh berbagai kalangan peneliti luar Indonesia.

Hal ini dapat dilihat dalam beberapa pandangan peneliti yang tertarik

terhadap metode dan sistematika Quraish Shihab dalam menjelaskan

kandungan al-Qur’an. Dengan pendekatan sosial-kemasyarakatan yang dipakai

oleh Quraish Shihab, dianggap oleh Howard M. Federspiel yang dikutip

Muhammadiyah Amin dan Kusmana, sebagai era baru dalam perkembangan

penafsiran dan memberikan sumbangsih terhadap perkembangan pemahaman

keagamaan dan kehidupan sosial masyarakat.43

Mohd Hisyam Abdul Rahim, seorang intelektual Malaysia menganggap

bahwa Tafsir al-Misbah dipandang sebagai maqnum opus. Tafsir al-Misbah

memberikan sumbangsih besar terhadap perkembangan penafsiran yang ditulis

dalam bahasa Indonesia.44

D. Persamaan dan perbedaan Latar Belakang dan Sosio-Kultural Hamka dan M.

Quraish Shihab

Hamka dan M. Quraish Shihab memiliki rentan waktu yang cukup jauh.

Keduanya hidup dalam dalam dua kondisi yang berbeda, Hamka hidup dalam

43 Muhammadiyah Amin dan Kusmana, “A Study of Quraish Shihab’s Themathic Inerpretation”

dalam Abdullah Saeed (ed.), Approaches to the Qur’an in Contemporary Indonesia (New York:

Oxford University Press, 2005), 78. 44 Mohd. Hisyam Abdul Rahim dan Zulkifli Mohd Yusoff, Shihab’s Perspektuve on Working Women Issue: An Analysis in His Book, Tafsir, al-Misbah, Research and Development, Academy of Islamic

Studies University of Malaya, 2011, 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

51

kondisi bangsa Indonesia dalam masa penjajahan hingga awal masa

kemerdekaan. Sedangkan Quraish Shihab hidup dalam masa dimana

masyarakat Indonesia sudah dapat menikmati kemerdekaan seutuhnya.

Latar inilah kemudian mempengaruhi cara keduanya dalam

menafsirkan al-Qur’an dalam konteks ke-Indonesiaan. Meskipun demikian

keduanya memeliki beberapa kesamaan dalam hal sosial kultur masyarakat

Indonesia. Beberapa persamaan dan perbedaannya, dipaparkan sebagai berikut:

1. Persamaan

Berdasarkan pendekatan Historis bahwa keduanya hidup pada abad

ke-20 dimana perkembangan pemahaman Islam dipengaruhi oleh revolusi

yang dilakukan para intelektual kontemporer di Mesir. Pengembangan

pemahaman ke-Islaman yang terjadi di Mesir juga memiliki pengaruh

terhadap perkembangan para pemikir di Indonesia.

Begitu juga dengan Hamka dan Quraish Sihab. Hamka yang sejak

kecil di hadapkan pada polemik kaum tua (tradisional) dengan kaum muda

(kontemporer) membawanya pada kecintaan terhadap pola pemahaman

kontemporer yang dibawa ayahnya sendiri. Ketertarikan tersebut berujung

pada kekagumannya terhadap pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh yang

menjadikannya mendapatkan gelar Honoris Causa (HC) dari Universitas al-

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

52

Azhar Kairo dengan makalah berjudul “Pengaruh Faham Muhammad Abduh

di Indonesia dan Malaya”.45

Tidak berbeda dengan Hamka, Quraish Shihab yang hidup pada masa

dimana pengaruh perkembangan keagamaan yang dibawa para pembaharu

Islam di Indonesia sudah berkembang. Disamping itu, Quraish Shihab yang

menimba ilmu di Universitas al-Azhar membuka peluangnya untuk lebih

memahami pemikiran-pemikiran pembaharu Islam di Mesir seperti

Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lainnya.46 Pemikiran tokoh-tokoh ini

kemudian mempengaruhi caranya dalam memahami al-Qur’an.

Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa Hamka dan

Quraish Shihab memiliki kesamaan dalam latar sosial yang melingkupinya

dalam keilmuannya. Proses keilmuan keduanya kemudian memberikan

sumbangsih dalam bentuk dan model penafsiran al-Qur’an.

2. Perbedaan

Meskipun dalam pembahasan sebelumnya telah dipaparkan bahwa

antara Hamka dan Quraish Shihab memiliki kesamaan dalam kondisi sosial

keilmuan, akan tetapi dalam sisi yang lain keduanya memeliki perbedaan

historis maupun sosial yang juga menjadikan keduanya memiliki perbedaan

dalam melakukan pendakatan penafsiran al-Qur’an. Perbedaan ini muncul

diakibatkan kondisi sosial masa Hamka yang hidup dalam masa penjajahan

45 Yusuf, Corak Penafsiran Kalam, 49. 46 Raziqin, 101 Jejak Tokoh..., 269-270.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

53

dan awal kemerdekaan yang dalam segala masih labil. Berbeda dengan

Quraish Shihab yang hidup pada masa dimana Bangsa Indonesia sudah

terbebas dari penjajahan dan kondisi sosial politik yang sudah beranjak

mapan.

Perjalanan hidup Hamka melewati masa pemerintahan kolonial

Belanda, Jepang, Orde Lama dan Orde Baru. Pada masa penjajahan Belanda,

Hamka berjuang lewat jalur intelektual, spiritual dan bahkan fisik bersama

tokoh-tokoh nasional, terutama dalam organisasi Syarikat Islam dan

Muhammadiyah.

Perjalanan hidup hamka yang terkait dengan proses penafsirannya

dalam tafsir al-Azhar justru terjadi ketika beliau hidup dalam masa Orde

Lama Soekarno. Sikap kritis Hamka pada masa itu dilakukan dengan penuh

konsisten dan etika dalam aktivitas politik yang sangat mempengaruhi

pemerintahan karena harus ada ketegasan dalam membela kebenaran.

Pemerintah Indonesia pasca kemerdekaan memang sangat labil dan masih

banyak konflik yang bergejolak. Kritik yang disampaikan Hamka dalam

berdakwah di Masjid Agung al-Azhar lebih mengkritik pemerintahan

Soekarni di dalam menjalankan pemerintahannya yang diktator dan dekat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

54

dengan komunis atheis.47 Sikap kritis ini menjadikannya dituduh makar dan

dijebloskan ke dalam penjara.

Dengan kondisi semacam ini, Hamka menulis tafsirnya. Sehingga

tafsir yang dikarang Hamka sangat kental dengan pengalaman hidupnya yang

dimulai dari masa penjajahan hingga rezim orde lama.

Berbeda dengan Quraish Shihab, dengan kondisi masyarakat yang

hampir memasuki era Millenium, perkembangan sosial budaya masyarakat

sudah masuk dalam era modern. Persepsi masyarakat terhadap al-Qur’an juga

menagalami pergeseran. Quraish Shihab melihat bahwa masyarakat muslim

Indonesia sangat mencintai dan mengagumi Al-Qur’an. Hanya saja sebagian

dari mereka itu hanya kagum pada bacaan dan lantunan dengan

menggunakan suara Merdu. Kenyataan ini seolah-olah mengindikasikan

bahwa Al-Qur’an hanya sekedar untuk dibaca saja.48 Sebenarnya bacaan dan

lantunan Al-Qur’an harus disertai dengan pemahaman dan penghayatan

dengan menggunakan akal dan hati untuk mengungkapkan pesan-pesan

dalam Al-Qur’an.

Al-Qur’an juga telah memberikan banyak motivasi agar manusia

merenungi kandungan-kandungan al-Qur’an melalui dorongan untuk

47 Shobahussurur dkk, Mengenang 100 Tahun Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) (Jakarta:

YPI al-Azhar, 2008), 69. 48 Shihab, Tafsir al-Misbah, I/ 4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

55

memberdayakan akal pikirannya. Tradisi tila>wah, qira>’ah dan tadabbur al-

Qur’an merupakan upaya memahami dan mengamalkan Al-Qur’an.

Dari latar belakang ini dapat disimpulkan bahwa Hamka maupun

Quraish Shihab memiliki konteks yang berbeda yang mempengaruhi peroses

penafsiran masing-masing. Hamka yang hidup pada masa penjajahan dan

pembangunan konsep pemerintahan memiliki gaya penafsiran yang

disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pada waktu itu. Begitu juga

dengan Qurasih Shihab yang hidup pada masa modern yang lebih melihat

konpleksitas masyarakat sehingga memerlukan penafsiran yang langsung

dapat dipahami dan langsung mengena pada problematika masyarakat.