makalah 26 e9 screening

37
Skrining Kanker Serviks pada Kelompok Wanita di Tuna Susila Ida Bagus Indrayana M 102009119 Albertha Febryani Meta102010331 Mendy 102011413 Apriandy Pariury 102011299 Kartika Purnamasari 102012159 Nerissa Arviana Yang 102012229 Vifin Rotuahdo Saragih 102012232 Christina 102012287 Jovianto Reynold AH 102012313 Syella Trianuary 102012421 Kelompok E9 Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no. 10 Email: [email protected] P endahuluan IVA merupakan salah satu metode untuk melakukan deteksi dini adanya kanker leher rahim. Skrining dengan IVA ini dinyatakan lebih mudah, lebih sederhana, dan lebih murah dibandingkan dengan tes pap smear. Karena itu, pemeriksaan IVA ini memberikan harapan besar untuk terlindung dari ganasnya efek 1

Upload: hirumacool

Post on 04-Sep-2015

247 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

bd

TRANSCRIPT

Skrining Kanker Serviks pada Kelompok Wanita di Tuna SusilaIda Bagus Indrayana M 102009119

Albertha Febryani Meta102010331

Mendy 102011413 Apriandy Pariury 102011299

Kartika Purnamasari 102012159

Nerissa Arviana Yang 102012229

Vifin Rotuahdo Saragih 102012232Christina 102012287

Jovianto Reynold AH 102012313

Syella Trianuary 102012421

Kelompok E9

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no. 10

Email: [email protected] merupakan salah satu metode untuk melakukan deteksi dini adanya kanker leher rahim. Skrining dengan IVA ini dinyatakan lebih mudah, lebih sederhana, dan lebih murah dibandingkan dengan tes pap smear. Karena itu, pemeriksaan IVA ini memberikan harapan besar untuk terlindung dari ganasnya efek kanker leher rahim, jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada perempuan Indonesia yang berusia 25 tahun ke atas. Masalah yang menghadang dalam penanggulangan kanker leher rahim di Indonesia adalah masih rendahnya angka cakupan tes deteksi dini atau skrining kanker ini. Skrining adalah salah satu cara untuk menemukan lesi pre kanker dan kanker pada stadium dini. Faktanya, angka skrining kanker leher rahim di Indonesia hanya berkisar kurang dari (5%) (idealnya sekitar 80%). Karena rendahnya angka skrining itulah, maka pantas saja (70%) pasien kanker leher rahim di Indonesia terdiagnosis pada stadium lanjut. Kondisi ini membuat rendahnya angka kesakitan dan tingginya angka kematian pada pasien kanker leher rahim di Indonesia. 1Pembahasan

Epidemiologi ca serviks

a. Distribusi karsinoma serviksKanker serviks atau karsinoma uteri merupakan salah satu penyebab utama kematian wanita yang berhubungan dengan kanker. Di seluruh dunia, diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker serviks baru dan 250.000 kematian setiap tahunnya yang 80% terjadi di Negara-negara berkembang. Di Indonesia, insiden kanker serviks diperkirakan 40.000 kasus pertahun dan masih merupakan kanker wanita tersering. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi dinegara-negara berkembang. Hal iu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini mempunyai urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita. Saat ini di Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu yang relative cepat. Selain itu lebih dari 70% kasus yang datang kerumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.Selam kurun waktu 5 tahun, usia penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9 % dari wanita berusia genital, oral --> genital, manual --> genital) terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu berpengaruh mencegah penularan virus HPV. Sebab virus juga bisa berpindah melalui sentuhan kulit.5d. Agent Host Environment karsinoma serviks

1. Agent karsinoma serviksa. Human papillomavirus HPV merupakan virus heterogenus yang mengandungi DNA kembar bulat yang tertutup. Genom virus tersebut mempunyai 6 jenis protein yaitu (, E1, E2, E3, E4, E6, E7), yang dimana berfungsi sebagai protein regulatori dan 2 lagi protein ( L1, L2), yang membentuk kapsid virus tersebut. Sehingga hari in 77 genotip HPV yang berlainan telah dijumpai dan telah diklonisasi yang dimana diantaranya tipe 6, 11, 16, 18, 26, 31, 33, 35, 39, 42, 43, 44, 45, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 58, 59, 66, dan 68 mempunyai sifat untuk menginfeksi tisu anogenital. HPV yang menginfeksi servik manusia tergolong dalam dua kelompok. Tipe resiko rendah, HPV 6b dan 11, yang terkait dengan SIL tahap rendah tetapi tidak pernah dijumpai dalam kanker invasif. Tipe HPV resiko tinggi, HPV 16 dan 18, dijumpai dalam 50-80% kasus SIL dan dalam 90% kanker invasive. Walaupun jarang, tipe 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 73, dan 82 perlu dilihat dalam kumpulan karsinogenik.4Perbedaan yang ketara diantara kedua tipe ini kelihatan selepas infeksi, tipe resiko rendah berada dalam keadaan DNA episomi ekstrakromosomal dan tipe resiko tinggi memasuki ke dalam DNA sel host. Proses rekombinasi ini sering menyebabkan E6 dan E7 mengikat secara terus dengan promoter virus yang menyebabkannya untukk memindahkan karakteistiknya selepas integrasi. Oleh karena E7 mengikat dan menginaktivasi protin Rb protein manakala E6 mengikat p53 dan menyebabkan berlaku degradasi, kehilangan fungsional TP53 dan RB menyebabkan resistensi pada apoptosis yang seterusnya menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkawal setelah DNA rusak. Ini seterusnya mengakibatkan terjadinya malignancy. 4,5b. Human immunodeficiency virus Peran infeksi virus HIV dalam patogenesiss kanker servikal tidak dapat dipahami dengan sepenuhnya. Studi menunjukkan wanita HIV-seropositine mempunyai prevalensi yang lebih tinggi daripada wanita serogenotive dan juga prevalensi HPV berakibat terus terhadap immunosupresi yang diukur dengan menggunakan kiraan CD-4. Penyebab lain terjadinya kanker serviks adalah merokok, hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini, berganti-ganti pasangan seksual, gangguan sistem kekebalan tubuh, pemakaian pil KB, infeksi atau pemakaian bahan kimia secara menahun, penggunaan pembalut yang kualitasnya rendah, penggunaan bahan kimia yang terlalu berlebihan untuk vagina dan pembiaran atau cuek terhadap masalah-masalah berlebihan contohnya keputihan yang berlebihan.2. Host karsinoma serviks

Manusia yang system kekebalan tubuhnya tidak tahan terhadap virus Human Papilloma Virus. Manusia dengan factor resiko yang tinggi, mempunyai factor riwayat kanker serviks pada keluarga.

3. Environment karsinoma serviks

Non-fisik:

Tingkat pendidikan yang rendah

Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung atau memperngaruhi tingkat pengetahuan seseorang dan taraf pendidikan yang rendah selalu berhubungan dengan informasi dan pengetahuan terbatas, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula pemahaman seseorang terhadap informasi yang didapat dan pengetahuannya pun akan semakin tinggi.3Skrining testPencegahan primer merupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit, tetapi bila hal ini tidak mungkin dilakukan maka mendeteksi tanda dan gejala penyakit dan pengobatan secara tuntas merupakan pertahanan kedua.6Untuk mendeteksi tanda dan gejala penyakit secara dini dan menemukan penyakit sebelum menimbulkan gejala dapat dilakukan dengan cara berikut.1. Deteksi tanda dan gejala dini

Untuk dapat mendeteksi tanda dan gejala penyakit secara dini dibutuhkan pengetahuan tentang tanda dan gejala tersebut yang dilakukan oleh tenaga kesehatan masyarakat. Dengan cara demikian, timbulnya kasus baru dapat segera diketahui dan diberikan pengobatan. Biasanya, pederita datang untuk mencari pengobatan setelah penyakit menimbulkan gejala dan mengganggu kegiatan sehari-hari yang berarti penyakit telah berada dalam stadium lanjut. Hal ini disebabkan ketidak tahuan dan ketidak mampuan penderita.2. Penemuan kasus sebelum menimbulkan gejala

Penemuan kasus ini dapat dilakukan dengan mengadakan uji tapis terhadap orang-orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit. Diagnosis dan pengobatan penyakit yang diperoleh dari penderita yang datang untuk mencari pengobatan setelah timbul gejala relatif sedikit sekali dibandingkan dengan penderita tanpa gejala.a. Tujuan skrining1. Mendeteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap orang-orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit yaitu orang yang mempunyai risiko tinggi untuk terkena penyakit (population at risk)2. Dengan ditemukannya penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya dan tidak menjadi sumber penularan hingga epidemic dapat dihindari.

3. Menurunkan Case Fatality penyakit.b. Sasaran skriningBerdasarkan pemikiran tersebut, sebagi sasaran utama uji tapis adalah penyakit kronis seperti:

1. Infeksi bakteri (lepra,TBC, dll)

2. Infeksi virus (hepatitis)

3. Penyakit non-infeksi, antara lain

a. Hipertensi

b. Diabetes mellitus

c. Penyakit jantung

d. Karsinoma serviks

e. Prostat dan

f. Glaucoma

4. AIDS

c. Syarat-syarat skrining1. Tes harus cukup sfesifik dan sensitive

2. Tes dapat diterima oleh masyarakat, aman, tidak berbahaya, cukup murah, sederhana.

3. Penyakit atau masalah yang akan di skrining merupakan masalah yang cukup serius, prevalensinya cukup tinggi, merupakan masalah kesehatan masyarakat.

4. Kebijakan, intervensi atau pengobatan yang akan dilakukan setelah dilaksanakan skrining harus jelas.

5. Wanita sudah menikah, tidak dalam keadaan hamil, tidak sdang dalam datang bulan, 24 jam sebelumnya tidak berhubungan seksual.6d. Uji tapis secara spesifikUji tapis secara spesifik dilakukan terhadap orang-orang yang mempunyai risiko atau yang di kemudian hari dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit. Uji tapis secara spesifik dilakukan dengan mempertimbangkan factor umur, jenis kelamin atau pekerjaan, dan lain-lain.2Uji tapis karsinoma serviks yang dilakukan terhadapt wanita berumur 29 tahun ke atas. Uji tapis dilakukan dengan pemeriksaan:1. Pap smear,

2. Inspeksi portio, dan

3. Palpasi ginekologisKriteria evaluasiUntuk menilai hasil uji tapis dibutuhkan criteria tertentu seperti berikut.

Validitas

Reliabilitas

Yield

1. ValiditasUji tapis merupakan tes awal yang baik untuk memberikan indikasi individu mana yang benar-benar sakit dan mana yang tidak, disebut validitas. Validitas mempunyai dua komponen yaitu:1. Sensitivitas dan

2. Spesivisitas

Sensitivitas ialah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu dengan tepat, dengan hasil tes positif, dan benar sakit.Spesivisitas ialah kemapuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu dengan tepat, dengan hasil tes negative, dan benar tidak sakit.Istilah sensitivitas dan spesivisitas mula-mula digunakan oleh Yerushelmi pada tahun 1947 sebagai indeks statistik dalam penelitiannya tentang variabilitas pemeriksa ahli radiologi. Kini, kedua indeks statistic tersebut digunakan dalam epidemiologi untuk menyatakan masalah secara kuantitatif dan merupakan yang penting dalam analisis data epidemiologis. Kedua komponen ini dapat ditentukan dengan membandingkan hasil uji tapis dengan hasil diagnosis pasti.Secara ideal, hasil tes untuk uji tapis harus 100% sensitive dan 100% spesifik, tetapi dalam praktik hal ini tidak pernah ada dan biasanya sensitivitas berbanding terbalik dengan spesivisitas. Misalnya, bila hasil tes mempunyai sensitivitas yang tinggi, akan diikuti oleh spesivisitas yang rendah dan sebaliknya. Hal ini tampak jelas pada tes yang menghasilkan data kontinu seperti:

1. Hb

2. Tekan darah

3. Serum kolesterol

4. Tekanan intraokuler

Karena tes dengan variabel di atas, sensitivitas dan spesivisitas dapat diubah-ubah dengan menentukan batas hasil yang positif. Untuk menjelaskan kedua indeks tersebut akan lebih mudah dipahami melalui penyajian dalam bentuk table kontingensi 2 x 2 berikut.6Hasil tessakitKeadaan penderita

Tidak sakitjumlah

Positifa ba+b

Negativec dc+d

Jumlah a+cb+cN

Tabel 1. Pemeriksaan IVA dan Status PenderitaKeterangan:

a: positif benar

c: negatif semu

b: positif semu

d: negatif benar

N: a+b+c+d

Sensitivitas = a/(a+c)x 100%

spesivisitas = d/(b+d) x 100%

Proporsi negatif semu = c/(a+c)

Proporsi positif semu = b/(b+d)

Penilaian hasil uji tapis dengan menghitung sensitivitas dan spesivisitas menggunakan perhitungan di atas mempunyai beberapa kelemahan berikut.61. Tidak semua hasil pemeriksaan dapat dinyatakan dengan tegas ya atau tidak.

2. Perhitungan ini tidak sesuai dengan kenyataan karena perhitungan sensitivitas dan spesivisitas setalah penyakit diketahui atau didiagnosis, sedangkan tujuan uji tapis adalah mendeteksi penyakit yang belum tampak dan bukan untuk menguji kemampuan alat tes yang digunakan.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut dilakukan perhitungan perkiraan nilai kecermatan dengan tujuan untuk menaksir banyaknya orang yang benar-benar menderita dari semua hasil tes yang positif. Perkiraan nilai kecermatan terdiri dari dua komponen yaitu:1. Nilai kecermatan positif (positive accuracy) dan

2. Nilai kecermatan negative (negative accuracy)Nilai kecermatan positif ialah proporsi jumlah yang sakit terhadap semua hasil tes positif.

Nilai kecermatan negatif ialah proporsi jumlah yang tidak sakit terhadap hasil tes negative.

Selain nilai kecermatan positif dan nilai kecermatan negatif, dapat dihitung juga komplemennya yaitu false positif dan false negative.False positif rate ialah jumlah hasil tes positif semu dibagi dengan jumlah seluruh hasil tes positif.

atau 1 y

False negative rate ialah jumlah hasil tes negative semu dibagi dengan jumlah seluruh hasil tes negative.

atau 1 z

Contoh: misalnya ditemukan 150 orang positif menderita dan 45 orang positif benar, 10 orang positif semu, 5 orang negative semu, dan 90 orang negative benar.

Hasil tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 2. Pemeriksaan IVA dan Status PenderitaHasil tes sakitKeadaan penderita

Tidak sakitjumlah

Positif 45 1055

Negative 5 9095

Jumlah 50 100150

Sensitivitas hasil tes : 45/50 = 90%

Spesivisitas hasil tes : 90/100 = 90%

Nilai kecermatan positif : 45/55 = 82%

Nilai kecermatan negative : 90/95 = 95%

False positif rate : 100 82% =18%

False negative rate : 100 95% = 5%

Dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu tes dengan sensitivitas dan spesivisitas yang dapat menghasilkan angka positif semua dan angka negative semu yang sangat berbeda.Dengan perhitungan perkiraan nilai kecermatan di atas, terdapat kelemahan yaitu hasilnya sangat dipengaruhi prevalensi penyakit di masyarakat karena dengan perbedaan prevalensi yang kecil akan mengakibatkan perubahan nilai kecermatan yang besar. Hal itu dapat dilihat pada contoh berikut.22.1 Uji tapis terhadap diabetes mellitus pada dua kelompok individu yang masing-masing sebnyak 1000 orang. Prevalensi diabetes pada kelompok pertama adalah 1% dan pada kelompok kedua 2%. Kedua kelompok tersebut mempunyai sensitifitas 99% dan 95%. Perhitungan nilai kecermatannya sebagi berikut.

Tabel 3. Prevalensi Ca Serviks1 %Prevalensi

2%

Jumlah individu10001000

Sakit

Tidak sakit

Positif benar

Positif semu

Jumlah positif10

990

9,9

49,5

59,420

980

19,8

49

69

Nilai kecermatan positif10/59,4= 17%20/69= 29%

Pada hasil perhitungan diatas tampak bahwa kelompok dengan prevalensi rendah mempunyai nilai kecermatan hanya 17% yang berarti bahwa dari 100 orang dengan hasil tes positif hanya 17 orang yang benar sakit atau 5 ari 6 orang tidak sakit.Kesimpulan:a. Pada prevalensi penyakit yang rendah menghasilkan nilai kecermatan yang rendah.

b. Perbedaan prevalensi yang kecil dapat mengakibatkan perubahan nilai kecermatan.

2.2 Misalnya pada contoh di atas, kelompok pertama dilakukan terhadap 20 orang penderita, sedangkan kelompok kedua dilakukan terhadap 200 orang bukan penderita dengan hasil berikut.

Tabel 4. Pemeriksaan IVA dan tatus PenderitaHasil tes SakitStatus penderita

Tidak sakitjumlah

Positif 18 2038

Negative 2 180182

Jumlah 20 200220

Sensitifitas: 18/20 = 90%

Spesitivitas: 180/200 = 90%

Nilai kecermatan positif: 18/38 = 47%

Nilai kecermatan negative: 180/182 = 99%

False positif : 53%

False negative : 1%

Hasil:

1. Nilai perkiraan kecermatan tergantung pada rasio antara penerita dan bukan penderita.

2. Sensitivitas dan spesitivitas tidak dipengaruhi oleh prevalensi penyakit.

Kesimpulan:

Sensitivitas dan spesitivitas banyak digunakan sebagai indeks statistic dalam analisis data epidemiologi.Positif Predicted Value adalah kemampuan dari suatu tes untuk mengidentifikasikan orang-orang yang benar-benar sakit dari hasil tes skrining (+).

Negative Predicted Value adalah suatu kemampuan dari suatu tes untuk mengidentifikikasi orang-otang yang benar-benar sehat/tidak bermasalah dari yang hasil tes skringingnya negative.7

2. ReliabilitasBila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil yang konsisten, dikatakan reliabel. Reliabilitas ini dipengaruhi oleh beberapa factor berikut:1. Variabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:

a. Stabilitas reagen dan

b. Stabilitas alat ukur yang digunakan.

Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen dan alat ukur, maka kosistensi hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, sebelum digunakan hendaknya kedua hal tersebut ditera atau diuji ulang ketepatanya.2. Variabilitas orang yang diperiksa. Kondisi fisik, psikis. Stadium penyakit atau peyakit dalam masa tunas. Misalnya:

a. lelah

b. kurang tidur

c. marah

d. sedih

e. gembira

f. penyakit yang berat dan

g. penyakit dalam masa tunas

umumnya, variasi ini sulit diukur terutama factor psikis.

3. Variabilitas pemeriksa. Variasi pemeriksa dapat berupa:

a. Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil pemeriksaan yang dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama

b. Variasi eksterna ialah variasi yang terjadi bila satu sediaan dilakukan pemeriksaan oleh beberapa orang.

Upaya untuk mengurangi berbagai variasi di atas dapat dilakukan dengan mengadakan:

Standardisasi reagen dan alat ukur

Latihan intensif pemeriksa

Penentuan criteria yang jelas

Penerangna kepada orang yang diperiksa

Pemeriksaan dilakukan dengan cepat.6e. Macam-macam skrining

a. Mass screening adalah screening secara masal pada masyarakat tertentub. Selective screening adalah screening secara selektif berdasarkan kriteria tertentu, contoh pemeriksaan ca paru pada perokok; pemeriksaan ca servik pada wanita yang sudah menikahc. Single disease screening adalah screening yang dilakukan untuk satu jenis penyakitd. Multiphasic screening adalah screening yang dilakukan untuk lebih dari satu jenis penyakit contoh pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas.7Skrining tes yang digunakan untuk mendeteksi ca serviks Screening untuk memeriksa perubahan-perubahan leher rahim sebelum adanya gejala-gejala adalah sangat penting. Screening dapat membantu dokter mencari sel-sel abnormal sebelum kanker berkembang. Mencari dan merawat sel-sel abnormal dapat mencegah kebanyakan kanker serviks. Screening juga dapat membantu mendeteksi kanker secara dini, sehingga perawatan akan menjadi lebih efektif.Untuk beberapa dekade yang lalu, jumlah wanita-wanita yang didiagnosis setiap tahun dengan kanker serviks sudah menurun. Dokter-dokter percaya bahwa ini terutama disebabkan oleh sukses dari screening.Cara paling mudah untuk mengetahuinya dengan melakukan pemeriksaan sitologis leher rahim. Pemeriksaan ini saat ini populer dengan nama pap smear atau Papanicolaou smear yang diambil dari nama dokter Yunani yang menemukan metode ini yaitu George N. Papanicolaou.1. IVA IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan. 2,4 Tingkat Keberhasilan metode IVA dalam mendeteksi dini kanker servik yaitu 60-92%. Sensitivitas IVA bahkan lebih tinggi dari pada Pap Smear. Dalam waktu 60 detik kalau ada kelainan di serviks akan timbul plak putih yang bisa dicurigai sebagai lesi kanker.5Klasifikasi IVA sesuai temuan klinis Hasil tes positif : plak putih atau epitel acetowhite biasanya dekat SCJ

Hasil tes negative : permukaan polos dan halus, warna merah jambu, ektropion, polip, servisitis, inflamasi, nabothian cysts.

Kanker: massa mirip kembang kola atau bisul.

2. Pap smear Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Tingkat Keberhasilan Papsmear dalam mendeteksi dini kanker rahim yaitu 65-95 %.53. Thin prep Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.4. Kolposkopi Jika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau kejanggalan, prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Tujuannya untuk menentukan apakah ada lesi atau jaringan yang tidak normal pada serviks atau leher rahim.5Program IVA di Puskesmas : Early Diagnosis dan Promp Threatment

Deteksi dini kanker leher rahim meliputi program skrining yang terorganisasi dengan sasaran perempuan kelompok usia tertentu, pembentukan sistem rujukan yang efektif pada tiap tingkat pelayanan kesehatan, dan edukasi bagi petugas kesehatan dan perempuan usia produktif. Skrining dan pengobatan lesi displasia (atau disebut juga lesi prakanker) memerlukan biaya yang lebih murah bila dibanding pengobatan dan penatalaksanaan kanker leher rahim. Beberapa hal penting yang perlu direncanakan dalam melakukan deteksi dini kanker, supaya skrining yang dilaksanakan terprogram dan terorganisasi dengan baik, tepat sasaran dan efektif, terutama berkaitan dengan sumber daya yang terbatas.

Sasaran yang akan menjalani skrining: (1) perempuan berusia 30-50 tahun, (2) perempuan yang menjadi klien pada klinik dengan discharge vagina yang abnormal atau nyeri abdomen bawah (bahkan jika di luar kelompok usia), (3) perempuan yang tidak hamil (walaupun bukan suatu hal yang rutin, perempuan yang sedang hamil dapat menjalani penapisan dengan amna, tetapi tidak boleh menjalani pengobatan dengan krioterapi) oleh karena itu IVA tidak masukkan pelayanan klinik antenatal, (4) perempuan yang mendatangi puskesmas, klinik KB yang secara khusus menangani penapisan kanker leher rahim.2

Ketua Yayasan Kanker Indonesi Provinsi DKI Jakarta melihat kanker serviks merupakan salah satu masalah kesehatan perempuan yang perlu menjadi perhatian utama sebagai bentuk perlindungan bagi perempuan di indonesia. Program ini merupakan langkah positif menyadarkan kaum perempuan bahwa pencegahan lebih baik dari pada mengobati. Dengan target pencapaian 1.4 juta perempuan di DKI Jakarta diperiksa untuk mendeteksi dini kanker serviks ditahun 2017.4

Periode pemeriksaan IVA secara gratis dimulai dari bulan Mei sampai Juni 2013 dengan waktu pelayanan pukul 08.00 sampai 12.00 di 286 puskesmas se DKI Jakarta. Dimana sebelumnya pada tahun 2007 sampai 2012 terdapat 53.815 perempuan yang telah diperiksa dengan melibatkan kader dan anggota PKK serta PPKS Yayasan Kanker Indonesia DKI Jakarta.4IVA Test

Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di Indonesia dan adanya pilihan metode yang mudah di-ujikan di berbagai negara, agaknya metode IVA (inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat) layak dipilih sebagai metode skrining alternatif untuk kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode skrining IVA itu mudah, praktis dan sangat mampu laksana.

Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana. IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam asetat. Syarat IVA test: sudah pernah melakukan hubungan seksual, tidak sedang datang bulan/haid, tidak sedang hamil, 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual.

Kelebihan metode skrining IVA: (1) Mudah, praktis dan sangat mampu laksana, (2) Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah, (3) Sensivitas dan spesifisitas cukup tinggi, (4) Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan disetiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih, (5) Alat-alat yang dibutuhkan dan teknik pemeriksaan sangat sederhana.2Teknik Skrining dengan Metode IVA :

Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut: Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi, meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi, terdapat sumber kanker haya untuk melihat leher rahim, spekulum vagina, asam asetat (3-5%), swab-lidi berkapas, sarung tangan. Tes IVA dilakukan dengan langkah sebagai berikut:1. Inspeksi/pengamatan genitalia eksterna dan lihat apakah terjadi discharge pada mulut uretra. Palpasi kelenjar Bartholini. Jangan menyutuh klitoris akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada ibu. Katakan pada ibu/klien bahwa spekulum akan dimasukkan dan mungkin ibu akan merasakan beberapa tekanan.

2. Dengan hati-hati masukkan masukkan spekulum sepenuhnya atau sampai terasa ada tahanan lalu secara perlahan buka bilah/bocor untuk melihat serviks. Atur spekulum sehingga spekulum sehingga seluruh leher rahim dapat terlihat. Hal tersebut mungkin sulit pada kasus dimana serviks berukuran besar atau sangat anterior atau posterior. Mungkin perlu menggunakan spatula atau lain untuk mendorong leher rahim dengan hati-hati ke atas atau ke bawah agar dapat terlihat.3. Bila serviks dapat terlihat seluruhnya, kunci cocor spekulum dalam posisi terbuka sehingga tetap berada di tempatnya saat melihat serviks. Dengan cara ini petugas memiliki satu tangan yang bebas bergerak.

4. Jika sedang memakai sarung tangan lapis pertama/luar, celupkan tangan tersebut ke dalam larutan klorin 0,5% lalu lepaskan sarung tangan tersebut dengan membalik sisi dalam keluar. Jika sarung tangan bedah akan digunakan kembali, sterilkan dengan merendam ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Jika ingin membuang, buang sarung tangan ke dalam wadah anti bocor atau kantung plastik.

5. Pindahkan sumber cahaya agar serviks dapat terlihat jelas.6. Amati serviks apakah ada infeksi seperti discharge, ektropion, kista Nabothi.7. Gunakan kapas lidi bersih untuk membersihkan cairan yang keluar, darah atau mukosa dari serviks. Buang kapas lidi ke dalam wadah anti bocor atau kantung plastik.8. Identifikasi ostium servikalis

9. Basahi kapas lidi dengan larutan asam asetat dan oleskan pada serviks. Bila perlu, gunakan kapas lidi bersih untuk mengulang pengolesan asam asetat sampai seluruh permukaan servkis benar-benar telah teroles asam asetat sesampai seluruh permukaan serviks benar-benar telah teroles asam asetat secara merata. Buang kapas lidi yang telah dipakai ke tempat sampah kering.10. Setelah serviks dioleskan larutan asam asetat, tunggu selama 1 menit agar diserap dan memunculkan reaksi acetowhite.

11. Lihat apakah serviks mudah berdarah. Cari apakah ada bercak putih yang tebal atau epitel acetowhite yang menandakan IVA positif.

12. Bila perlu, oleskan kembali asam asetat atau usap serviks dengan kapas lidi bersih untuk menghilangkan mukosa, darah, atau debris yang terjadi saat pemeriksaan dan mungkin menggangu pandangan. Buang kapas lidi yang telah dipakai.

13. Bila pemeriksaan visual pada serviks telah selesai, gunakan kapas lidi yang baru untuk menghilangkan sisa asam asetat dari serviks dan vagina. Buang kapas sehabis dipakai pada tempatnya.

14. Lepaskan spekulum secara halus. Jika hasil tes IVA negatif, letakkan spekulum ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi. Jika hasil tes IVA positif dan setelah konseling pasien menginginkan pengobatan segera, letakkan spekulum pada nampan atau wadah agar dapat digunakan pada saat krioterapi.

15. Lakukan pemeriksaan bimanual dan rektovaginal (bila diindikasikan). Periksa kelembutan gerakan serviks; ukuran, bentuk, posisi rahim; kehamilan atau abnormalitas dan pembesaran uterus.2Tabel 5. Kategori Klasifikasi IVA.2Klasifikasi IVAKriteria Klinis

Tes negativeHalus, berwarna merah muda, seragam, tidak berfitur, ektropion, servisitis, ovula Nabothi, dan lesi acetowhite tidak signifikan

Tes positifBercak putih (acetowhite epithelium sangat jelas terlihat dengan batas tegas dan meninggi, tidak mengkilap yang terhubung atau meluas SSK (squamouscolumnar junction)

Dicurigai kankerPertumbuhan massa seperti kembang kol yang mudah berdarah atau luka bernanah/ulcer

Gambar 1. Hasil yang dapat ditemukan pada IVA test.2Rujukan

Tabel 6. Daftar Rujukan.2

Temuan IVA Tindakan Rujukan

Bila ibu dicurigai menderita kanker leher rahimSegera rujuk ke RS Kab/Kota atau Provinsi yang dapat memberikan pengobatan kanker yang memadai.

Ibu dengan hasil tes positif yang lesinya menutupi rahim lebih dari 75%, meluas ke dinding vagina atau lebih luas 2 mm dari probe krioterapiRujuk untuk penilaian dan pengobatan di fasilitas terdekat yang menawarkan LEEP atau cone biopsy. Jika tidak mungkin atau dianggap tidak akan pergi ke fasilitas lain, beritahu tentang kemungkinan besar persistensi lesi dalam waktu 12 bulan dan tentang perlunya pengobatan ulang.

Ibu dengan hasil tes positif yang memenuhi kriteria untuk mendapat pengobatan segera tetapi meminta diobati dengan tindakan lain, bukan dengan krioterapiBeritahu tentang kelebihan dan kekurangan semua metode pengobatan. Rujuk ke RS Kab/Kota atau Provinsi terdekat yang menawarkan pengobatan sesuai keinginan klien

Ibu dengan hasil tes positif yang meminta tes lebih lanjut (diagnosa tambahan), yang tidak tersdia di puskesmas Rujuk ke fasilitas tersier (RS Provinsi/Pusat) yang menawarkan klinik ginekologi (bila diindikasikan)

Ibu dengan hasil tes positif yang menolak menjalani pengobatanBeritahu tentang kemungkinan pertumbuhan penyakit dan prognosisnya. Anjurkan untuk datang kembali setelah setahun untuk menjalani tes IVA kembali untuk menilai status lesinya.

Promosi Kesehatan

Dalam promosi kesehatan, tidak ada satu pun tujuan dan pendekatan atau serangkaian kegiatan yang benar. Hal terpenting adalah bahwa kita harus mempertimbangkan tujuan dan kegiatan yang kita miliki, sesuai dengan nilai-nilai dan penilaian kita terhadap kebutuhan klien. Hal ini berarti bahwa nilai kita sebagai seorang promotor kesehatan dan kebutuhan klien di sisi lain harus berada dalam suatu keadaan persepi agar tujuan dan kegiatan yang dilakukan dapat berfungsi optimal.8

Menurut Ewles dan Simnett (1994), terdapat kerangka lima pendekatan yang menunjukkan nilai-nilai yang dianut, meliputi: pendekatan medik, perubahan perilaku, pendidikan, pendekatan berpusat pada klien, dan perubahan sosial.

1. Pendekatan medik

Tujuan pendekatan medik adalah membebaskan dari penyakit dan kecacatan yang didefinisikan secara medik, seperti penyakit infeksi, kanker, dan penyakit jantung. Pendekatan ini melibatkan intervensi kedokteran untuk mencegah dan meringankan kesakitan, mungkin dengan menggunakan metode persuasif atau paternalistik (misal memberi tahu orangtua agar membawa anak mereka untuk imunisasi, wanita untuk memanfaatkan KB). Pendekatan ini memberikan arti penting terhadap tindakan pencegahan medik, dan merupakan tanggung jawab profesi kedokteran membuat kepastian bahwa pasien patuh pada prosedur yang dianjurkan.2. Pendekatan perubahan perilaku

Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Pendekatan perubahan perilaku bertujuan mengubah sikap dan perilaku individual masyarakat sehingga mereka mengadopsi gaya hidup sehat.

Orang-orang yang menggunakan pendekatan ini akan merasa yakin bahwa gaya hidup sehat merupakan hal paling baik bagi klien, dan akan melihatnya sebagai tanggung jawab mereka untuk mendorong sebanyak mungkin orang guna mengadopsi gaya hidup sehat yang mereka anjurkan. Contoh pengunaan pendekatan perilaku antara lain: mengajari orang bagaimana menghentikan merokok, pendidikan tentang minum alkohol, mendorong orang melakukan kegiatan olahraga.3. Pendekatan pendidikan

Bertujuan untuk memberikan informasi dan memastikan pengetahuan dan pemahaman tentang perilaku kesehatan, dan membuat keputusan yang ditetapkan atas dasar informasi yang ada. Misalnya program pendidikan kesehatan sekolah yang menekankan upaya membantu murid mempelajari keterampilan hidup sehat, tidak hanya memperoleh pengetahuan saja.4. Pendekatan berpusat pada klien

Tujuan pendekatan adalah bekerja dengan klien agar dapat membantu mereka mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan lakukan, dan membuat keputusan dan pilihan mereka sendiri sesuai kepentingan dan nilai mereka. Promotor berperan sebagai fasilitator, membantu individu mengidentifikasi kepedulian-kepedulian mereka dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan supaya memungkinkan terjadi perubahan. Klien dihargai sebagai individu yang punya keterampilan, kemampuan kontribusi.5. Perubahan sosial

Tujuan pendekatan ini adalah melakukan perubahan-perubahan pada lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi dalam upaya membuatnya lebih mendukung untuk keadaan sehat. Pendekatan ini pada prinsipnya mengubah masyarakat, bukan perilaku setiap individu. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini memberikan nilai penting bagi hak demokrasi mereka mengubah masyarakat, memiliki komitmen pada penempatan kesehatan dalam agenda politik di berbagai tingkat.8Pencegahan Kanker Serviks

Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan kaum perempuan dalam halmencegah kankerserviks agar tidak menimpa dirinya, antara lain: Jalani pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang cukup nutrisi dan bergizi

Selalu menjaga kesehatan tubuh dan sanitasi lingkungan

Hindari pembersihan bagian genital dengan air yang kotor

Jika anda perokok, segera hentikan kebiasaan buruk ini

Hindari berhubungan intim saat usia dini

Selalu setia kepada pasangan anda, jangan berganta-ganti apalagi diikuti dengan hubungan intim.

Lakukan pemeriksaan pap smear minimal lakukan selama 2 tahun sekali, khususnya bagi yang telah aktif melakukan hubungan intim

Jika anda belum pernah melakukan hubungan intim, ada baiknya melakukan vaksinasi HPV

Vaksinasi secara berulang dibutuhkan untuk merangsang tubuh membentuk antibodi (kekebalan tubuh) yang kuat untuk melindungi tubuh dari serangan virus HPV yang akan masuk. Antibodi akan menangkap virus yang akan masuk ke dalam tubuh sehingga tubuh terhindar dari infeksi HPV. Idealnya vaksinasi diberikan sebelum adanya bahaya infeksi HPV. Vaksinasi ini paling efektif apabila diberikan pada perempuan berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara seksual. Namun bukan berarti wanita yang sudah menikah atau berhubungan seksual tidak boleh mendapatkannya. Hanya saja angka proteksinya tidak setinggi pada golongan sebelumnya.Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu (bulan ke 0,1,dan 6). Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga 75%.8KesimpulanDari bebrapa artikel dan hasil penelitian penelitian yang pernah dilakukan Ca Cervix memang merupakan salah satu momok bagi kaum wanita karena merupakan penyakit kanker kedua paling banyak diderita oleh para wanita. Sedangkan di Negara-negara berkembang tingkat kematiannya menyumbang angka 55,5 % dari jumlah total kematian tingkat dunia. Hal ini banyak disebakan diantaranya masih rendahnya tingkat pengetahuan ibu resiko tinggi tentang Ca cervix, khususnya mengenai factor resiko Ca cervix dan kemungkinan pencegahan yang bias dilakukan. Untuk itu perlu digalakkan sosialisasi hal-hal yang berkaitan dengan Ca cervix secara umum kepada masyarakat dan khususnya kepada wanita rentang usia 2-30 tahun, karena menunjukkan bahwa kanker serviks terjadi pada usia 31-60 tahun.Daftar Pustaka

1. Mardjikoen P. tumor ganas alat genitalia. In: wiknjosastro h, saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kandungan 2nd ed. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 2007.p.381-3.2. Suwiyoga IK. Tes Human Papillomavirus sebagai skrining alternative kanker serviks. CDK 2006; 151: hal 29-33.3. Rasjidi I. Manual prakanker serviks. 1sd ed. Jakarta: sagung seto; 20084. Anonym. Kanker leher rahim.2008 (cited 2015 juli 4). Available form URL: http://medicastore.com/penyakit/1046/kanker_leher_rahim_kanker_serviks.html5. Sarwono Prawirohardjo. Kanker Serviks.In: M. Farid Azis, Andri Jono, Abdul Bari Saifuddin, editors. Buku acuan nasional onkologi ginekologi. Edisiketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 20116. Pengantar epidemiologi / penulis, Eko Budiarto, dewi anggraeni. ed.3. Jakarta : EGC,2007. Hal 85-99.7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penanggulangan kanker serviks dengna vaksin HPV. Jakarta : DEPKES RI; 2005.8. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC; 2009. h. 43-625