muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · web viewdalam suatu lembaga pendidikan kemampuan...

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menghadapi banyak masalah. Permasalahan-permasalahan itu tentu saja tidak semuanya merupakan permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu. Oleh karena itu cukup beralasan jika pemecahan masalah menjadi “trend” dalam pembelajaran matematika belakangan ini. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimilikinya untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Dewasa ini pemecahan masalah sedang marak diperbincangkan oleh banyak kalangan yang peduli pada pendidikan, khususnya di bidang matematika. Menurut Yee (dalam [1]) kemampuan menerapkan matematika dalam berbagai situasi, dapat dikatakan sebagai pemecahan masalah. Ketika kita berusaha mendefinisikan “pemecahan masalah” dalam matematika, permasalahan kuncinya masih terletak pada pertanyaan bagaimana menemukan solusi ketika dihadapkan pada permasalahan yang dapat diselesaikan dengan ketrampilan matematika, konsep matematika, dan proses matematika. Menurut Report (dalam [1]) kemampuan untuk memecahkan permasalahan merupakan jantungnya matematika. Tidak sedikit guru matematika yang merasa kesulitan dalam membelajarkan siswa bagaimana menyelesaikan masalah matematika. Kesulitan itu lebih disebabkan suatu pandangan yang mengatakan bahwa

Upload: phamhuong

Post on 02-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menghadapi banyak masalah. Permasalahan-permasalahan itu tentu saja tidak semuanya merupakan permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu. Oleh karena itu cukup beralasan jika pemecahan masalah menjadi “trend” dalam pembelajaran matematika belakangan ini. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimilikinya untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.

Dewasa ini pemecahan masalah sedang marak diperbincangkan oleh banyak kalangan yang peduli pada pendidikan, khususnya di bidang matematika. Menurut Yee (dalam [1]) kemampuan menerapkan matematika dalam berbagai situasi, dapat dikatakan sebagai pemecahan masalah. Ketika kita berusaha mendefinisikan “pemecahan masalah” dalam matematika, permasalahan kuncinya masih terletak pada pertanyaan bagaimana menemukan solusi ketika dihadapkan pada permasalahan yang dapat diselesaikan dengan ketrampilan matematika, konsep matematika, dan proses matematika. Menurut Report (dalam [1]) kemampuan untuk memecahkan permasalahan merupakan jantungnya matematika.

Tidak sedikit guru matematika yang merasa kesulitan dalam membelajarkan siswa bagaimana menyelesaikan masalah matematika. Kesulitan itu lebih disebabkan suatu pandangan yang mengatakan bahwa jawaban akhir dari permasalahan merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Prosedur menyelesaikan masalah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan permasalahan kurang, bahkan tidak diperhatikan oleh guru karena terlalu berorientasi pada kebenaran jawaban akhir. Padahal perlu kita sadari bahwa proses penyelesaian suatu masalah yang dikemukakan siswa merupakan tujuan utama dalam pembelajaran pemecahan masalah matematika.

Proses pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan output. Peserta didik sebagai input, melaksanakan aktivitas belajar, sedangkan proses terletak pada kegiatan pembelajaran atau belajar mengajar di kelas, sedangkan output adalah hasil dari proses yang dilaksanakan. Dari pelaksanaan proses pendidikan tersebut diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi tuntutan jaman modern sekarang ini.

Page 2: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

Dalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa tinggi rendahnya kemampuan siswa ditentukan oleh proses pembelajaran itu sendiri. Proses pembelajaran secara formal yang dilakukan oleh siswa di sekolah menjadi sangat penting karena di sekolah merupakan tempat utama pembelajaran untuk berbagai bidang ilmu. Oleh karena itu, pemahaman akan konsep dan materi harus benar-benar ditanamkan pada diri siswa. Hal ini sering dilupakan oleh siswa terutama untuk pelajaran matematika.

Mendengar kata “matematika” tentunya sudah menjadi hal yang tidak asing bagi setiap orang. Yang akan terbayang dalam pikiran kita ketika mendengar kata “matematika” adalah sesuatu yang rumit dan sulit. Banyak orang yang “ngeri” dengan matematika, padahal matematika adalah ilmu pasti yang tidak mungkin untuk tidak bisa dipelajari.

Setiap orang yang duduk di bangku sekolah pastinya akan memperoleh mata pelajaran matematika. Mulai dari tingkat dasar sampai kuliah. Tidak sedikit ilmu matematika yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara banyak dari siswa yang mengalami ketakutan terhadap matematika, ketidaksukaan terhadap pelajaran matematika. Akibatnya siswa tidak mau memperhatikan penjelasan dari guru, sehingga penguasaan konsep matematika siswa terbatas. Hal ini dapat mengakibatkan siswa mengalami ketidakmampuan dalam memecahkan masalah matematika.

Selain dari faktor guru ketidakmampuan tersebut juga bisa berasal dari faktor siswa itu sendiri. Ada seseorang yang mengalami kesulitan memecahkan masalah matematika dan sulit menangkap konsep-konsep dasar aritmetika, seseorang itu disebut seseorang dengan diskalkulia. Diskalkulia adalah ketidakmampuan seorang anak dalam menyerap konsep aritmatika [2]. Menurut Rini (dalam Cahyono [3]) diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

Dalam [3] anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa

Page 3: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna.

Selain itu anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya. Ketidaktepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran. Matematika membutuhkan prosedur penyelesaian yang berurut mengikuti pola-pola tertentu, anak diskalkulia sulit mengikuti prosedur tersebut. Bisa jadi anak fobia matematika, adanya keyakinan bahwa dia tidak bisa matematika. Proses pembelajaran matematika yang biasa didominasi guru, beserta bentuk evaluasi yang lebih berorientasi pada hasil. Hal ini kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, guru menjadi pusat dan sumber belajar.

Pembelajaran matematika memerlukan beberapa aspek untuk mendukung proses pembelajaran, diantaranya adalah kemampuan pemecahan masalah matematika dan aktivitas siswa. Untuk itu perlu dicari suatu alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan kedua aspek di atas.

Dalam [4] disebutkan beberapa gejala diskalkulia antara lain proses visual lemah dan bermasalah dengan kemampuan memahami bangun ruang, serta memasukkan angka-angka pada kolom yang tepat. Kesulitan dalam mengurutkan, misalnya diminta menyebutkan urutan angka. Kebingungan menentukan sisi kiri dan kanan. Seperti yang kita ketahui bahwa kemampuan siswa di dalam suatu kelas tentunya berbeda-beda. Dalam memecahkan masalah setiap siswa memerlukan waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh gaya belajar dan motivasi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah serta strategi yang digunakan dalam memecahkan masalah berbeda pula.

Meningkatkan ketrampilan pemecahan masalah merupakan tujuan utama dalam pembelajaran matematika. Dalam memecahkan masalah matematika, siswa tidak hanya menggunakan kemampuan matematika yang telah mereka miliki, tetapi juga meningkatkan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang matematika. Hal ini mengakibatkan pemecahan masalah dalam matematika dapat digunakan sebagai dasar pembelajaran konsep-konsep matematika, sehingga siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri.

Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) [5] menetapkan tujuan pembelajaran matematika bagi siswa salah satunya adalah pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut, maka diperlukan kemampuan memecahkan masalah. Winarti (dalam Putri [6]) “kemampuan memecahkan masalah matematika akan diperoleh siswa dengan baik apabila dalam pembelajaran terjadi komunikasi antara guru dan siswa atau antar siswa yang merangsang terciptanya  partisipasi.” Akan tetapi, sering kita jumpai

Page 4: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

kenyataan di lapangan, guru dalam memberikan contoh bagaimana memecahkan suatu masalah, kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk berusaha menemukan sendiri penyelesaiannya, sehingga siswa menjadi kurang kreatif, akibatnya siswa hanya mampu memecahkan masalah bila telah diberikan caranya oleh guru. Jadi dalam hal ini pembelajaran lebih terpusat kepada guru.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia [7] pengertian dari kemampuan yang berasal dari kata dasar “mampu” adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan. Sedangkan pengertian matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah. Pemecahan berarti proses atau cara. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan. Dari uraian di atas pemecahan masalah diartikan sebagai proses atau cara menyelesaikan sesuatu. Pemecahan masalah matematika adalah proses atau cara menyelesaikan sesuatu yang berhubungan dengan ilmu tentang bilangan dan hubungan antar bilangan.

Polya (dalam Damanik [8]) mendefinisikan pemecahan masalah (problem solving) sebagai “to search consiously for some action appropriate to attain a clearly conceived, but not immediatly attainable, aim”. Makna dari pernyataan tersebut adalah pemecahan masalah sebagai usaha sadar untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, tetapi tujuan tersebut tidak segera dapat dicapai.

Sedangkan Krulik dan Rudnick (dalam Nahel [9]) mendefinisikan pemecahan masalah adalah suatu cara yang dilakukan sesorang dengan menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan pemahaman untuk memenuhi tuntutan dari situasi yang tidak rutin.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk mencari jalan keluar dari kesulitan dengan menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan pemahaman yang telah dimilikinya.

Tujuan pengajaran pemecahan masalah dari sebelum taman kanak-kanak hingga kelas XII secara umum menurut NCTM (dalam Damanik [8]) adalah untuk : 1) membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah; 2) memecahkan masalah yang muncul dalam matematika dan di dalam konteks-konteks lainnya; 3) menerapkan dan menyesuaikan bermacam strategi yang sesuai untuk memecahkan permasalahan; 4) memantau dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematika.

Tujuan siswa dilatih menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah menurut Russefendi (dalam Nahel [9]) adalah : 1) untuk meningkatkan motivasi dan menumbuhkan sikap kreatif; 2) memiliki prosedur pemecahan masalah yaitu membuat analisis dan sintetis, serta dapat mengevaluasi terhadap hasil pemecahan.

Page 5: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

Pada umumnya, kemampuan siswa sangat erat kaitannya dengan perolehan hasil belajar. Bila berhadapan dengan sejumlah siswa yang tidak dipilih secara khusus berdasarkan kecerdasannya, maka diantara mereka terdapat siswa yang pandai, sedang, dan lemah, dimana sebagian besar dari mereka mempunyai intelegensi sedang-sedang saja (normal). Padahal di dalam suatu kelas yang sama guru akan mengajarkan materi yang sama dengan metode yang sama pula kepada siswa di kelas yang memiliki kemampuan berbeda dan gaya belajar yang berbeda tersebut.

Dalam penelitian Arikunto (dalam Damanik [8] ) diperoleh hasil tes siswa, dapat ditentukan seberapa besar jumlah siswa yang berada pada kelompok atas, sedang dan bawah, dan diperoleh prosentase sebesar 27% skor teratas disebut kelompok atas (tinggi), 27 % skor terbawah disebut kelompok bawah (rendah), dan sisanya kelompok sedang.

Karena yang dibahas dalam makalah ini adalah tentang ketidakmampuan matematik siswa maka siswa dalam kelompok atas yang dimaksud adalah siswa yang memiliki ketidakmampuan matematik rendah, sedangkan siswa dalam kelompok rendah adalah siswa yang memiliki ketidakmampuan matematik tinggi, dan sisanya adalah kelompok sedang.

Menurut NJCLD (dalam[10]) definisi ketidakmampuan belajar adalah istilah umum yang merujuk kepada kelompok heterogen dari kekacauan yang ditunjukkan dengan kesulitan nyata pada penguasaan dan penggunaan kemampuan mendengarkan , berbicara, membaca, menulis, menalarkan dan matematik. Kekacauan ini merupakan bagian dari individu, dan disimpulkan disebabkan oleh tidak berfungsinya sistem nery pusat, dan dapat terjadi seumur hidup. Permasalahan dalam perilaku pribadi, persepsi sosial, dan interaksi sosial dapat terjadi pada ketidakmampuan belajar namun tidak dengan sendirinya menjadi-ketidakmampuan belajar. Walaupun ketidakmampuan belajar dapat terjadi berdampingan dengan kondisi-kondisi cacat lainnya (misalnya, kerusakan sensori, keterbelakangan mental, gangguan emosi yang serius) atau dengan pengaruh luar (seperti pembedaan kultur, petunjuk yang tidak cukup atau tidak benar), mereka bukanlah akibat dari kondisi-kondisi atau pengaruh-pengaruh tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ketidakmampuan matematik adalah kekacauan yang ditunjukkan dengan kesulitan nyata pada penguasaan dan penggunaan kemampuan berhitung, yang berkaitan dengan bilangan untuk menyelesaikan suatu masalah matematika.

Dalam makalah ini, pemecahan masalah dianggap sebagai standart kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah menyelesaikan suatu pembelajaran. Kemampuan memecahkan masalah menjadi target dalam pembelajaran matematika yang sangat berguna bagi siswa dalam kehidupannya. Melalui aktivitas pemecahan masalah, siswa dapat memperbaiki kemampuan dirinya dalam melakukan semua ketentuan pemecahan masalah.

Page 6: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

Siswa menjadi bisa melakukan tahap-tahap pemecahan masalah matematika dan melengkapi ketrampilan pendukung untuk menyelusuri setiap tahap pemecahan. Kemampuan pendukung tersebut di antaranya berkolaborasi, melakukan kooperatif, bernegosiasi dengan sesama teman dan guru. Sementara guru berperan sebagai fasilitator dan motivator, dengan setiap usaha yang dilakukannya tidak bersifat menilai tetapi hanya bersifat mendorong dan selalu menghargai setiap solusi yang diperoleh siswa.

Pendidikan memegang peranan penting mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu pendidikan hendaknya dikelola dengan baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut bisa tercapai bila pebelajar dapat menyesuaikan pendidikan tepat pada waktunya dengan hasil belajar yang baik. Hasil belajar seseorang ditentukan oleh beberapa faktor yang ada di luar individu adalah tersedianya bahan ajar yang memberi kemudahan bagi individu untuk mempelajarinya, sehingga menghasilkan belajar yang baik. Selain itu juga gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikomotoris sebagai indikator yang bertindak yang relatif stabil untuk pebelajar merasa saling berhubungan dan berinteraksi terhadap lingkungan belajar (NASSP) dalam widiyanti [11].

Setiap individu adalah unik. Setiap individu memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut bermacam-macam, mulai dari perbedaan fisik, pola berpikir dan cara-cara merespon hal-hal baru. Demikian juga dalam hal belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran yang diberikan oleh guru. Maka dari itu diperlukan berbagai metode untuk dapat memenuhi tuntutan perbedaan individu tersebut.

Pada dasarnya gaya belajar merupakan metode terbaik yang memungkinkan dalam mengumpulkan dan menggunakan pengetahuan secara spesifik. Kebanyakkan ahli setuju bahwa ada tiga dasar gaya belajar, yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Setipa individu memungkinkan memiliki satu macam gaya belajar atau dapat memiliki kombinasi gaya belajar yang berbeda. Di sebagian besar kasus, karateristik gaya belajar bahkan dapat di amati pada anak yang mempunyai usia relatif muda.

Ketika siswa telah mengenal gaya belajar yang dimilikinya, maka siswa dapat menerapkan gaya belajar yang baik dan sesuai dengan gaya belajarnya, sehingga siswa dapat memaksimalkan prestasi belajar akademik maupun non-akademik.

Dalam proses belajar, tidak ada cara yang dianggap benar atau salah karena setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda dan memberikan keuntungan dan kekurangan masing-masing. Ketika siswa mampu memahami gaya belajarnya maka, proses belajar siswa akan lebih efisien dan efektif.

Page 7: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

Sebagaimana yang sudah disebutkan di atas bahwa ketidakmampuan matematik siswa dalam memecahkan masalah berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah gaya belajar siswa tersebut. Kita tidak bisa memaksakan seorang anak harus belajar dengan suasana dan cara yang kita inginkan karena masing-masing anak memiliki tipe atau gaya belajar sendiri-sendiri. Kemampuan anak dalam menangkap materi dan pelajaran tergantung dari gaya belajarnya.

Menurut De Porter dan Hernacki (dalam Haryanto [12]) gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur dan mengolah informasi. Sedangkan menurut Willing (dalam Rahayu [13]) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi oleh pembelajar.

Dari uraian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa gaya belajar adalah kebiasaan dalam mengkombinasi dari menyerap, mengatur dan mengolah informasi dengan cara yang disenangi oleh pembelajar. Banyak siswa menurun prestasi belajarnya di sekolah karena di rumah siswa dipaksa belajar tidak sesuai dengan gayanya. Siswa akan mudah menguasai materi pelajaran dengan menggunakan cara belajar mereka masing-masing.

Berdasarkan kemampuan otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka cara belajar individu dapat dibedakan menjadi tiga kategori. Ketiga kategori tersebut adalah visual, auditori dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa seorang individu hanya memiliki salah satu karakteristik cara belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik cara belajar yang lain.

Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika sang individu menemukan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik gaya belajar dirinya maka akan cepat menjadi “pintar” sehingga kursus atau les privat tidak diperlukan lagi.

Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa pemecahan masalah matematika sangat penting dikuasai siswa karena matematika memiliki peranan yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu. Tetapi ketidakmampuan matematis dapat menyebabkan pemahaman dalam pemecahan masalah matematis menjadi rendah. Salah satu tanda seseorang dengan ketidakmampuan matematik yang tinggi adalah visual yang lemah. Sedangkan disini visual dianggap sebagai salah satu karakteristik gaya belajar individu. Oleh karena alasan tersebut, maka penulis memilih judul : “Ketidakmampuan Matematik Siswa Madrasah Tsanawiyah Kelas IX dalam Memecahkan Masalah Ditinjau dari Gaya Belajar”.

B. Rumusan Masalah

Page 8: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :1. Bagaimana ketidakmampuan matematik siswa madrasah tsanawiyah kelas

IX dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari gaya belajar visual ?

2. Bagaimana ketidakmampuan matematik siswa madrasah tsanawiyah kelas IX dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari gaya belajar auditori ?

3. Bagaimana ketidakmampuan matematik siswa madrasah tsanawiyah kelas IX dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari gaya belajar kinestetik ?

C. Definisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahpahaman arti maka penulis memberikan

batasan definisi sebagai berikut :1. Ketidakmampuan adalah istilah umum yang merujuk kepada kelompok

heterogen dari kekacauan yang ditunjukkan dengan kesulitan nyata pada penguasaan dan penggunaan kemampuan mendengarkan , berbicara, membaca, menulis, menalarkan dan matematik.

2. Ketidakmampuan matematik adalah kekacauan yang ditunjukkan dengan kesulitan nyata pada penguasaan dan penggunaan kemampuan berhitung, yang berkaitan dengan bilangan untuk menyelsaikan suatu masalah matematika.

3. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.4. Pemecahan masalah berarti proses atau cara dalam menyelesaikan sesuatu.5. Masalah matematika yang dibahas dalam makalah ini hanya terbatas pada

soal-soal latihan untuk Ujian Nasional Kelas IX Madrasah Tsanawiyah.6. Pemecahan masalah matematika adalah proses atau cara dalam

menyelesaikan sesuatu yang berkaitan dengan soal-soal Ujian Nasional kelas IX Madrasah Tsanawiyah.

7. Gaya belajar yang dibahas dalam makalah ini adalah gaya belajar visual, auditori dan kinestetik.

Page 9: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

BAB IILANDASAN TEORI

A. Ketidakmampuan MatematikYang dimaksud ketidakmampuan belajar menurut NJCLD (dalam [10]

adalah istilah umum yang merujuk kepada kelompok heterogen dari kekacauan yang ditunjukkan dengan kesulitan nyata pada penguasaan dan penggunaan kemampuan mendengarkan , berbicara, membaca, menulis, menalarkan dan matematik. Kekacauan ini merupakan bagian dari individu, dan disimpulkan disebabkan oleh tidak berfungsinya sistem nery pusat, dan dapat terjadi seumur hidup.

Istilah ketidakmampuan belajar dan gangguan belajar sering digunakan secara bergantian, tetapi keduanya berbeda. Gangguan ini bisa membuat masalah bagi seseorang untuk belajar dengan cepat atau dalam cara yang sama seperti seseorang yang tidak terpengaruh oleh ketidakmampuan belajar. Orang dengan ketidakmampuan belajar mengalami kesulitan melakukan jenis tertentu keterampilan atau menyelesaikan tugas jika dibiarkan mencari hal-hal dengan sendirinya atau jika diajarkan dengan cara konvensional.

Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang sangat penting dan sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini [6].

Pengertian matematika menurut Soejdadi (dalam [14]) adalah suatu ilmu yang memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan dan berpola pikir deduktif. Sedangkan menurut Ismayani matematika adalah segala hal yang berkaitan dengan pola dan aturan dan bagaimana aturan itu dipakai untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan [15].

Dari pernyataan di atas pengertian matematika adalah segala hal yang berkaitan dengan pola dan aturan yang bertumpu pada kesepakatan yang dapat dipakai untuk menyelesaikan baerbagai macam permasalahan yang berkaitan dengan teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan diskrit.

Suatu ketidakmampuan dalam melakukan keterampilan aritmatika yang diharapkan untuk kapasitas intelektual dan tingkat pendidikan seseorang bisa dianggap sebagai gangguan matematika. Keterampilan aritmatika diukur dengan tes yang dibakukan dan diberikan secara individual. Tidak adanya kemampuan matematika yang diharapkan mengganggu kinerja sekolah atau aktivitas hidup sehari-hari. Gangguan matematika telah dikenali selama banyak

Page 10: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

dekade, seperti yang ditunjukan oleh banyaknya istilah yang telah digunakan, tetapi tidak dikenali sebagai gangguan psikiatrik sampai tahun 1980 dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ketiga (DSM-III). Terminologi di masa lalu untuk gangguan ini adalah ”sindrom Gerstmann,” ”diskalkulia,” ”gangguan aritmatika kongenital,” ”akalkulia,” dan ”gangguan aritmatika perkembangan.”[16].

Menurut DSM-IV (dalam Silvia [16]), gangguan matematika adalah salah satu gangguan belajar. Gangguan dalam empat kelompok keterampilan telah diidentifikasi pada gangguan matematika: keterampilan linguistik (yang berhubungan dengan mengerti istilah matematika dan mengubah masalah tertulis menjadi simbol matematika), keterampilan perseptual (kemampuan mengenali dan mengerti simbol dan mengurutkan kelompok angka), keterampilan matematika (penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian dasar dan urutan operasi dasar), dan keterampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan mengamati simbol operasional dengan benar).

Tidak seperti cacat fisik, ketidakmampuan belajar tidak terlihat tetapi pengaruhnya terlihat di ketidakmampuan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang sama dan dengan cara yang sama terhadap siswa lain. Tidak ada jawaban yang nyata untuk bagaimana cacat ini terjadi. Ini mungkin berhubungan dengan keluarga genetika, prematur, kelahiran trauma, atau sejumlah faktor-faktor yang tidak akan pernah diidentifikasi. Dampak dari cacat dapat bervariasi dari ringan parah tapi selalu memanifestasikan dirinya dalam siswa ketidakmampuan untuk belajar meskipun rata-rata tingkat kecerdasan dan mendukung akademik.

Ketidakmampuan belajar seseorang ada bermacam-macam. Salah satunya adalah ketidakmampuan matematik. Ketidakmampuan matematik atau dikenal dengan istilah diskalkulia adalah ketidakmampuan seorang anak dalam menyerap konsep aritmatika [2]. Menurut Rini (dalam [3]) diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

Banyak anak-anak yang terdiagnosis diskalkulia memiliki kegagalan akademis yang pada akhirnya menjadi ketidakmampuan dalam belajar matematika atau merasa tidak mampu mempelajarinya. Adapun gejala-gejala diskalkulia antara lain:

Page 11: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

1. Proses penglihatan atau visual lemah dan bermasalah dengan spasial (kemampuan memahami bangun ruang). Dia juga kesulitan memasukkan angka-angka pada kolom yang tepat.

2. Kesulitan dalam mengurutkan, misalkan saat diminta menyebutkan urutan angka. Kebingungan menentukan sisi kiri dan kanan, serta disorientasi waktu (bingung antara masa lampau dan masa depan).

3. Bingung membedakan dua angka yang bentuknya hampir sama,misalkan angka 7 dan 9, atau angka 3 dan 8. Beberapa anak juga ada yang kesulitan menggunakan kalkulator.

4. Umumnya anak-anak diskalkulia memiliki kemampuan bahasa yang normal (baik verbal, membaca, menulis atau mengingat kalimat yang tertulis).

5. Kesulitan memahami konsep waktu dan arah.Akibatnya, sering kali mereka datang terlambat ke sekolah atau ke suatu acara.

6. Salah dalam mengingat atau menyebutkan kembali nama orang.7. Memberikan jawaban yang berubah-ubah (inkonsisten) saat diberi

pertanyaan penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian. Orang dengan diskalkulia tidak bisa merencanakan keuangannya dengan baik dan biasanya hanya berpikir tentang keuangan jangka pendek.Terkadang dia cemas ketika harus bertransaksi yang melibatkan uang (misalkan di kasir).

8. Kesulitan membaca angka-angka pada jam, atau dalam menentukan letak seperti lokasi sebuah negara, kota, jalan dan sebagainya.

9. Sulit memahami not-not dalam pelajaran musik atau kesulitan dalam memainkan alat musik. Koordinasi gerak tubuhnya juga buruk, misalkan saat diminta mengikuti gerakan-gerakan dalam aerobik dan menari. Dia juga kesulitan mengingat skor dalam pertandingan olahraga[17].

Dalam Misbahudin [18] diterangkan sebab-sebab diskalkulia antara lain :1. Siswa tidak bisa menangkap konsep dengan benar.

Siswa belum sampai keproses abstraksi dan masih dalam dunia konkret. Dia belum sampai kepemahaman yang hanya tahu contoh- contoh, tetapi tidak dapat mendeskripsikannya.

2. Siswa tidak mengerti arti lambang- lambang.Siswa hanya menuliskan/ mengucapkan tanpa dapat menggunakannya. Akibatnya, semua kalimat matematika menjadi tidak berarti baginya.

3. Siswa tidak dapat memahami asal- usul suatu prinsipSiswa tahu apa rumusnya dan menggunakannya, tetapi tidak mengetahui dimana atau dalam konteks apa prinsip itu digunakan.

4. Siswa tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur.Ketidaksamaan menggunakan operasi dan prosedur terdahulu berpengaruh kepada pemahaman prosedur lainnya.

5. Ketidaklengkapan pengetahuan

Page 12: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

Ketidaklengkapan pengetahuan akan menghambat kemampuan siswa untuk memecahkan masalah matematika, sementara itu pelajaran terus berlanjut secara berjenjang.

B. Pemecahan MasalahDewasa ini pemecahan masalah sedang marak diperbincangkan oleh

banyak kalangan yang peduli pada pendidikan, khususnya di bidang matematika. Menurut Yee (dalam [1]) kemampuan menerapkan matematika dalam berbagai situasi, dapat dikatakan sebagai pemecahan masalah. Ketika kita berusaha mendefinisikan “pemecahan masalah” dalam matematika, permasalahan kuncinya masih terletak pada pertanyaan bagaimana menemukan solusi ketika dihadapkan pada permasalahan yang dapat diselesaikan dengan ketrampilan matematika, konsep matematika, dan proses matematika. Menurut Report (dalam [1]) Kemampuan untuk memecahkan permasalahan merupakan jantungnya matematika.

Polya (dalam Damanik [8]) mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat dicapai. Pemecahan masalah dapat juga diartikan sebagai penemuan langkah-langkah untuk mengatasi kesenjangan (gap) yang ada. Pemecahan masalah matematika adalah suatu proses dimana sesorang dihadapkan pada konsep, ketrampilan, dan proses matematika untuk memecahkan masalah matematika.

Dalam perspektif historis krikulum matematika, Stanick dan Kilpatrick (dalam Damanik [8]) mengidentifikasi peran pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika sebagai berikut :1. Problem solving is context

Pemecahan masalah sebagai konteks, maksudnya adalah masalah digunakan sebagai sarana untuk mengajarkan suatu topik matematika.

2. Problem solving as skillPemecahan masalah sebagai ketrampilan, yaitu berupa kemampuan untuk memperoleh solusi dari masalah yang dihadapinya. Ketrampilan merupakan penguasaan suatu strategi atau teknik pemecahan masalah.

3. Problem solving as artPemecahan masalah sebagai seni dari matematika atau jantungnya matematika (heart of mathematics), maksudnya matematika merupakan pemecahan masalah itu sendiri. Pembelajaran matematika dimulai dari pemecahan masalah sebagai konteks untuk memperkenalkan atau memahami suatu konsep atau prinsip matematika, kemudian konsep atau prinsip yang telah berhasil dipahami tersebut diterapkan dalam soal-soal pemecahan masalah untuk melatih ketrampilan siswa.

Page 13: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

Langkah-langkah penyelesaian masalah menurut Polya (dalam Nahel [9]) adalah :1. Memahami Masalah

Pelajar seringkali gagal dalam menyelesaikan masalah karena semata-mata mereka tidak memahami masalah yang dihadapinya. Atau mungkin ketika suatu masalah diberikan kepada anak dan anak itu langsung dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, namun soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Untuk dapat memahami suatu masalah yang harus dilakukan adalah pahami bahasa atau istilah yang digunakan dalam masalah tersebut, merumuskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi yang diperoleh cukup, kondisi/syarat apa saja yang harus terpenuhi, nyatakan atau tuliskan masalah dalam bentuk yang lebih operasional sehingga mempermudah untuk dipecahkan. Kemampuan dalam menyelesaikan suatu masalah dapat diperoleh dengan rutin menyelesaikan masalah. Berdasarkan hasil dari banyak penelitian, anak yang rutin dalam latihan pemecahan masalah akan memiliki nilai tes pemecahan masalah yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang jarang berlatih mengerjakan soal-soal pemecahan masalah. Selain itu, ketertarikan dalam menghadapi tantangan dan kemauan untuk menyelesaikan masalah merupakan modal utama dalam pemecahan masalah. 

2. Merencanakan PemecahanMemilih rencana pemecahan masalah yang sesuai bergantung dari seberapa sering pengelaman kita menyelesaikan masalah sebelumnya. Semakin sering kita mengerjakan latihan pemecahan masalah maka pola penyelesaian masalah itu akan semakin mudah didapatkan. Untuk merencanakan pemecahan masalah kita dapat mencari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi atau mengingat-ingat kembali masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan sifat / pola dengan masalah yang akan dipecahkan. Kemudian barulah menyusun prosedur penyelesaiannya.

3. Melaksanakan RencanaLangkah ini lebih mudah dari pada merencanakan pemecahan masalah, yang harus dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah dibuat dengan ketekunana dan ketelitian untuk mendapatkan penyelesaian.

4. Melihat KembaliKegiatan pada langkah ini adalah menganalisi dan mengevaluasi apakah strategi yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada strategi lain yang lebih efektif, apakah strategi yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah strategi dapat dibuat generalisasinya. Ini bertujuan untuk menetapkan keyakinan dan memantapkan pengalaman untuk mencoba masalah baru yang akan datang.

Page 14: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

Sedangkan menurut Berinderjeet dalam [1] tahapan proses pemecahan masalah ada 6, yaitu :1. Membaca masalah2. Memahami masalah3. Memikirkan cara memecahkan masalah4. Menerjemahkan masalah ke dalam kalimat matematika/model matematika5. Mengerjakan pada hitungan matematika6. Tiba pada solusi

Setelah mengetahui tahapan proses pemecahan masalah yang sesuai, maka diharapkan siswa mampu menjadi problem solver yang sukses. Kemampuan siswa memecahkan masalah berkembang secara perlahan dan kontinu. Menurut De Walle [1] terdapat beberapa aspek dalam diri siswa yang perlu dikembangkan untuk menunjang kemampuannya dalam memecahkan masalah, yaitu :1. Strategi pemecahan masalah

Berbagai  strategi  pemecahan  masalah  perlu  dikenal  dan  kemudian dikuasai  siswa. Strategi  pemecahan masalah  yang  bisa  diajarkan  dalam pembelajaran matematika,  antara  lain : strategi coba-coba, intelligent guessing and testing, membuat gambar, menggunakan tabel, membuat dan mengorganisir daftar data atau informasi, bekerja mundur, menalar dengan logika, mencoba pada masalah analog yang lebih sederhana, menuliskan persamaan atau kalimat terbuka, menggunakan kalkulator atau komputer, memperhitungkan segala kemungkinan, atau menggunakan sudut pandang yang berbeda.

2. Proses metakognitifDalam proses memecahkan masalah, siswa perlu memantau jalan berpikirnya atau proses metakognitif. Dalam proses ini siswa menyadari bagaimana dan mengapa ia melakukan hal tersebut, siswa juga menyadari langkah yang diambilnya apakah berjalan dengan baik atau menemui hambatan sehingga dapat mendorong siswa untuk memikirkan alternatif lain atau berusaha memahami kembali apa masalahnya. Sebagimana halnya dengan strategi, kemampuan metakognitif ini juga dapat dipelajari.

3. Keyakinan, kepercayaan diri, ketekunan dan kesungguh-sungguhan.Keyakinan diinterpretasikan sebagai pemahaman dan perasaan seseorang dengan matematika. Di samping penguasaan siswa akan beragam strategi pemecahan masalah dan pentingnya proses metakognitif, bagaimana perasaan siswa tentang pemecahan masalah dan tentang matematika secara umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap usahanya untuk memecahkan masalah dan keberhasilannya dalam matematika.Menurut Suydan (dalam [1]) siswa sebagai good problem solver dalam pembelajaran matematika memenuhi 10 kriteria, yaitu siswa mampu memahami konsep dan terminologi, menelaah keterkaitan, perbedaan dan

Page 15: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

analogi, menyeleksi prosedur dan variabel yang benar, memahami ketidak konsistenan konsep, membuat estimasi dan analisis, menvisualisasikan dan menginterpretasikan data, membuat generalisasi, menggunakan berbagai strategi, mencapai skor yang tinggi dan baik hubungannya dengan siswa lain, dan mempunyai skor yang rendah terhadap kecemasan.

C. Gaya BelajarMenurut Fleming dan Mills (dalam Rahayu [8]), gaya belajar

merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas atau sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran.

Menurut Nasution (dalam Maqassary [19] gaya belajar atau “learning style” siswa yaitu cara siswa bereaksi dan menggunakan perangsang – perangsang yang diterima dalam proses belajar. Menurut penulis gaya belajar adalah cara siswa untuk membuat suatu strategi dalam belajar dan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar seseorang tersebut.

Dari pengertian – pengertian gaya belajar di atas, disimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih siswa untuk bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang dalam menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi pada proses belajar. Setiap orang memiliki gaya belajar masing-masing. Pengenalan gaya belajar sangat penting.

Seorang siswa juga harus memahami jenis gaya belajarnya. Dengan demikian, ia telah memiliki kemampuan mengenal diri yang lebih baik dan mengetahui kebutuhannya. Pengenalan gaya belajar akan memberikan pelayanan yang tepat terhadap apa dan bagaimana sebaiknya disediakan dan dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung optimal.

Macam – macam gaya belajar (dalam Rahayu [8]) yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain :1. Visual (belajar dengan cara melihat)

Gaya belajar visual, berhubungan dengan masalah penglihatan siswa. Hal ini kaitannya dengan proses belajar seperti matematika (Geometri), bahasa mandarin dan arab, atau yang berkaitan dengan simbol-simbol atau letak simbol. Ciri-ciri dalam gaya belajar visual, antara lain lebih mudah mengingat dengan cara melihat, tidak terganggu oleh suara ribut atau berisik, lebih suka membaca, dan suka mendemonstrasikan sesuatu daripada penjelasan.Kendala dalam gaya belajar visual seperti terlambat menyalin pelajaran di papan tulis, dan tulisannya berantakan sehingga tidak mudah terbaca. Siswa denan gaya belajar visual, umumnya lebih suka melihat daripada mendengarkan, umumnya mereka cenderung teratur, rapi dan berpakaian indah.

Page 16: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

2. Auditory (belajar dengan cara mendengar)Gaya belajar Auditorial, berhubungan dengan masalah pendengaran siswa. Hal ini ada kaitannya dengan proses belajar menghafal, membaca maupun matematika dalam mengerjakan soal cerita.Ciri-ciri dalam gaya belajar Auditorial, antara lain mudah ingat dari apa yang didengarkannya, tidak bisa belajar dalam suasana atau berisik, senang dibacakan atau mendengarkan, lebih menyukai diskusi atau juga cerita, dan bisa mengulangi apa yang dengarkannya.Kendala dalam gaya belajar auditorial ini adalah anak sering lupa apa yang dijelaskan guru. Sering keliru apa yang disampaikan oleh guru, dan juga sering lupa membuat tugas yang diperintahkan melalui lisan. Siswa yang menyukai gaya belajar auditorial umumnya tidak suka membaca buku petunjuk. Dia lebih suka bertanya untuk mendapatkan informasi yang diperlukannya.

3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuhGaya belajar kinestetik, berhubungan dengan masalah gerak siswa. Hal ini kaitannya dengan proses belajar seperti pelajaran olah raga, menari dan percobaan-percobaan sains. Cirinya, antara lain jika menghafal sesuatu, dengan cara berjalan atau melihat langsung, belajar melalui praktek langsung atau manipulasi (trik, peraga), lebih banyak gerak fisik dan punya perkembangan otot yang baik. Kendala dalam gaya belajar kinestetik seperti anak cenderung tidak bisa diam. Siswa yang dengan gaya belajar seperti ini tidak dapat belajar di sekolah-sekolah yang bergaya konvensional dimana guru menjelaskan dan anak duduk diam. Siswa akan lebih cocok berkembang bila di sekolah dengan sistem active learning, di mana anak banyak terlibat dalam proses belajar. Siswa yang menyukai gaya belajar kinestetik umumnya lebih suka bergerak dan tidak betah duduk lama serta sering menundukkan kepala saat mendengarkan.

Cara mengetahui gaya belajar siswa dapat dilakukan dengan mengisi angket yang telah disiapkan. Siswa yang ingin mengetahui gaya belajarnya diminta menjawab semua pertanyaan dalam angket tersebut. Pilihan jawaban yang terbanyak akan menunjukkan jenis atau gaya belajar siswa tersebut. Tidak selalu satu orang hanya akan memiliki satu macam gaya belajar saja. Sangat dimungkinkan seseorang memiliki gaya belajar yang terkombinasi dari macam-macam gaya belajar yang ada.

Menurut Bendler dan Grinder, (dalam Adelbertus [20]) “Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ketiga modalitas visual, auditorial dan kinestetik hampir semua orang cenderung pada satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemerosesan dan komunikasi”. Sedangkan Markova, (dalam Adelbertus [20]) mengatakan “Orang tidak hanya

Page 17: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

cenderung pada satu modalitas, mereka juga memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang memberi mereka bakat dan kekurangan alami tertentu”.

Page 18: muhammadislahulmukmin.files.wordpress.com file · Web viewDalam suatu lembaga pendidikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran

BAB IIIKESIMPULAN

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai jawaban dari permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :1. Pengaruh gaya belajar visual dalam ketidakmampuan matematik siswa kelas

IX dalam memecahkan masalah matematika adalah sangat signifikan. Dimana salah satu gejala ketidakmampuan matematik atau diskalkulia adalah visual yang lemah, maka dimungkinkan bagi siswa yang memiliki gaya belajar visual akan memiliki ketidakmampuan matematik yang rendah. Disini berarti siswa tersebit memiliki kemampuan yang cukup dalam melakukan pemecahan masalah.

2. Berdasarkan ciri-ciri gaya belajar kinestetik dan auditori dimungkinkan bahwa ketidakmampuan matematik siswa MTs kelas IX yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih rendah daripada ketidakmampuan matematik siswa dengan gaya belajar auditori.

3. Berdasarkan ciri-ciri gaya belajar kinestetik dan visual dimungkinkan bahwa ketidakmampuan matematik siswa MTs kelas IX yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih rendah daripada ketidakmampuan matematik siswa dengan gaya belajar visual.