m. afif adityawan anwar 105610552015

106
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MERELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI NEW MALL PASAR SENTRAL KOTA MAKASSAR M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

Upload: others

Post on 12-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

i

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM

MERELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI NEW MALL PASAR

SENTRAL KOTA MAKASSAR

M. AFIF ADITYAWAN ANWAR

105610552015

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

Page 2: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

ii

Page 3: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

iii

Page 4: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Mahasiswa : M. Afif Adityawan Anwar

Nomor Stanbuk : 105610552015

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini dalam penelitian

saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah di

tulis/publikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini

saya buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian pernyataan ini

tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi dari akademik yang

sesuai dengan aturan yang berlaku sekalipun pencabutan gelar

akademik.

Makassar, 2020

Yang Menyatakan,

(M. Afif Adityawan Anwar)

Page 5: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

v

ABSTRAK

M. AFIF ADITYAWAN ANWAR (Implementasi Kebijakan Pemerintah

Dalam Merelokasi Pedagang Kaki Lima Di New Mall Pasar Sentral Kota

Makassar)

(dibimbing oleh : Dr. H. Muhlis Madani, M.SiDr. Anwar Parawangi, M.Si)

Implementasi Kebijakan Pemerintah Dalam Merelokasi Pedagang Kaki

Lima Di New Mall Pasar Sentral Kota Makassar, jenis penelitian ini adalah

penelitian Kualitatif yang mana semua data di peroleh melalui observasi,

wawancara, dan dokumentasi yang kemudian di jelaskan secara deskriptif

kualitatif, sedangkan informan dalam penelitian ini sebanyak delapan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pemerintah dalam

merelokasi pedagang kaki lima di new mall pasar sentral kota makassar dengan

berpedoman kepada undang-undang dan peraturan terkait, namun dalam

pelaksanaannya sesuai prosedur dan persyaratan yang telah di tetapkan oleh

pemerintah. adapun upaya yang harus di lakukan oleh pemerintah sehinggah

kebijakan tersebutefektif.

Kata Kunci: Implementasi, Pemerintah, Dinas Perdagangan

Page 6: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena dengan berkah

dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan skripsi ini dan salawat serta doa tercurahkan kepada Baginda

Muhammad SAW umat beliau yang senantiasa istiqamah dalam menjalankan

ajarannya kepada seluruh umatnya. Atas izin dan kehendak Allah SWT skripsi

sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program sarjana (S1) Jurusan

Ilmu Administrasi Negara fakultasi lmu sosial dan ilmu politik universitas

muhammadiyah Makassar Skripsi ini berjudul “IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MERELOKASI PEDAGANG

KAKI LIMA DI NEW MALL PASAR SENTRAL KOTA MAKASSAR.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini adalah ata sizin Allah

SWT sebagai pemegang kendali dan penulis sadar bahwa dalam proses penulisan

skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan,

kerjasama, dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih dan rasa hormat penulis kepada :

1.Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si selaku pembimbing I yang selalu

meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan

dan motivasi kepada penulis untuk penyelesaian skripsi.

2.Bapak Dr. Anwar Parawangi, M.Si selaku pembimbing II dan orang tua kami

yang selalu meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan

bimbingan, memberikan arahan, memberikan kritik dan dorongan serta tak lupa

pula memberikan motivasi dan nasehat kepada penulis selama penyelesaian skripsi.

3.Seluruh pegawai, Staf Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang memberikan

bantuan dalam penulisan skripsi ini.

4.Kepada segenap informan penelitian penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada Dinas perdagangan dan PDPasar makassar

terima kasih juga kepada StaffNewMall, yang telah memberikan bantuan data dan

informasi yang di butuh kanselama proses penelitian skripsi.

Page 7: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

vii

Teristimewa kepada Kedua Orang tua tercinta Bapak Anwar dan Ibu Mulyana yang

telah menjadi orang tua terhebat, yang selalu memberikan motivasi, nasehat, cinta,

perhatian, dan kasih saying serta doa yang tentu takkan bisa penulis balas. Segenap

keluarga besar penulis yang selalu percaya bahwa segala sesuatu yang di lakukan

degan ikhlas dan tulus akan membuahkan hasil yang indah.

DAFTAR ISI

Page 8: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

viii

HALAMAN JUDUL SKRIPSI ............................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iii

PENERIMAAN TIM ................................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH........................ iv

ABSTRAK .......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viiI

BAB I PENDAHULUAN

A.LatarBelakang ................................................................................................. 1

B.Rumusan Masalah ........................................................................................... 7

C.Tujuan Penelitian ............................................................................................ 7

D.ManfaatPenelitian............................................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan pustaka ............................................................................................. 9

B.Kebijakan Publik ........................................................................................... 13

C.Implementasi Kebijakan ................................................................................ 17

D. Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedangan Kaki Lima ..................... 23

E.Kerangka Pikir ............................................................................................... 39

F.Fokus Penelitian ............................................................................................. 42

G.Deskripsi Fokus Penelitian ............................................................................ 42

BAB III METODE PENELITIAN

A.Waktu dan Lokasi Penelitian......................................................................... 44

B.Jenis dan Tipe Penelitian ............................................................................... 44

C.Sumber Data .................................................................................................. 45

D.Informan Penelitian ....................................................................................... 45

E.Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 46

F.Teknik Analisis Data...................................................................................... 47

G.Keabsahan Data ............................................................................................. 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 50

Page 9: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

ix

B.Hasil dan Pembahasan ............................................................................ 52

C.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Relokasi Pedangang Kaki Lima di Kota

Makassar ........................................................................................................... 66

D.Efektifitas Relokasi Pedagang Kaki Lima di New Mall Kota Makassar ...... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan.............................................................................................. 78

B.Saran ....................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Implementasi adalah tahap paling penting dalam administrasi publik karena

merupakan serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu

yang di ikuti dan di laksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang

berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang di perhatikan.

Anderson dalam Tachjan (2016:19). Tahap yang penting dalam implementasi

kebijakan adalah menentukan apakah kebijakan yang di tempuh oleh pemerintah

benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil untuk menghasilkan output dan

outcomes seperti telah direncanakan. (Dwiyanto Indiahono, 2016:143).

Pada prinsipnya implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan

dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk

mengimplementasikan kebijakan publik ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu

langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui

formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik. (Riant Nugroho,

2016:141).

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses

kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar

mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan

1

Page 11: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

3

dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana aktor,

organisasi, prosedur, teknik, serta sumber daya diorganisasikan secara bersama-

sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang

diinginkan. Suratman (2017:26).

Beberapa tahun ini sektor informal di daerah perkotaan Indonesia

menunjukkan pertumbuhan yang cukup pesat namun masih di identik dengan

aktivitas ekonomi skala kecil, kurang produktif dan tidak mempunyai prospek yang

menjanjikan. Keberadaan dan kelangsungan sebuah kegiatan sektor informal dalam

sistem ekonomi kotemporer bukanlah gejala negatif, namun lebih sebagai realitas

ekonomi kerakyatan yang berperan cukup penting dalam pengembangan

masyarakat dan pembangunan nasional.

Keberadaan sektor informal setidaknya mampu berperan sebagai

penampung dan alternatif peluang kerja bagi para pencari kerja khususnya di Kota

Makassar. Pada hasil observasi awal penelitian, Nielma Palamba selaku Kepala

Dinas Perdagangan Kota Makassar, menyatakan bahwa ada 5.864 jumlah pedagang

kaki lima di Kota Makassar.

Pada saat ini di Indonesia sektor informal telah di anggap membuat banyak

masalah, terutama yang bertempat atau beroprasi di pusat kota, hal tersebut akan

menyebabkan keindahan kota berkurang dan menjadi pemicu kemacetan lalu lintas.

Berdasarkan hasil observasi awal penelitian ditemukan sebanyak 1.700 PKL

yang berada di luar gedung New Makassar Mall. Sejumlah PKL tersebut dibongkar

dan direlokasi ke gedung New Mall Makassar, sehingga saat ini PKL yang bersedia

Page 12: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

4

direlokasi berjumlah 120 PKL dari 1.200 kios yang ada di New Mall Makassar, dan

saat ini telah beraktifitas serta telah mulai berjualan seperti biasanya.

Pemerintah Kota telah mengambil keputusan untuk membatasi ruang di

sektor informal Aslinda dan Guntur (2017). Bahkan kota besar di Indonesia seperti

Makassar, sektor informal mendapat perlakuan atau tindakan yang kurang pantas

dari aparat penertiban kota.

Suharto (2002) sektor informal mencakup operator usaha kecil yang

menjual makanan dan barang atau menawarkan jasa dan pada gilirannya melibatkan

ekonomi uang dan transaksi pasar, hal ini disebut

sebagai sektor informal perkotaan.

Simanjuntak dalam Haris (2011) mengemukakan bahwa Pedagang Kaki

Lima (selanjutnya di sebut PKL) sangat menarik karena kemandiriannya dalam

menciptakan lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah serta reputasinya

sebagai mencegah merajalelanya pengangguran dan keresahan social.

Dalam bahasa Etimologi, PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja

dagangan yang menggunakan gerobak. Isilah kaki lima berasal dari masa

penjajahan Kolonial Belanda. Peraturan Pemerintah waktu itu menetapkan bahwa

setiap jalan raya yang di bangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan

kaki.

Eridian dalam Sudaryanti (2000) Pedagang Kaki Lima ialah orang-

orang dengan modal relatif kecil/sedikit berusaha (produksi–penjualan

barang–barang/jasa–jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen

tertentu dalam masyarakat.

Page 13: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

5

Dari pengertian atau batasan tentang Pedagang Kaki Lima yang di singkat

PKL, yang di kemukakan para ahli di atas, dapat di pahami bahwa Pedagang Kaki

Lima merupakan bagian dari kelompok usaha kecil yang bergerak di sektor

informal. Secara spesifik defenisi PKL menurut Pemerintah Indonesia adalah

seorang yang menjalankan usaha yang melakukan penjualan barang-barang dengan

menggunakan bahu jalan atau trotoar dan tempat-tempat untuk kepentingan umum

serta tempat lain yang bukan miliknya.

Pusat Kajian Administrasi Internasional (PKAI, 2007) tentang kajian

kebijakan pengelolaan sektor informal perkotaan di beberapa Negara Asia saat ini

di Indonesia, masalah sektor informal menjadi semakin genting karena pranata-

pranata sektor formal tidak mendukung keberadaan sektor informal dalam arti yang

sebenarnya. Sektor informal masih dianggap sebagai black economy, tidak resmi,

mengganggu ketertiban kota, dan bahkan dianggap merusak pranata formal.

Misalnya, kebijakan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) selama ini lebih banyak

menonjolkan matra "menggusur kemiskinan dan ketimpangan dalam distribusi

pendapatan di kota".

Seperti halnya dengan Kota Makassar atau sering di namakan Kota Daeng

juga memiliki masalah tersendiri dengan meningkatnya PKL yang tidak memiliki

izin. Kondisi ini yang ditempuh Pemerintah kota Makassar, seperti penggusuran

dan pemindahan lahan berjualan Pedagang Kaki Lima dilakukan, demi

mewujudkan Makassar yang rapi dan tertib. Ratna Sari (2017)

Di Kota Makassar kebijakan pemanfaatan ruang oleh PKL diatur dalam

Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan

Page 14: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

6

Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41

Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima,

Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pembinaan

Pedagang Kaki Lima Dalam Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang dan

Surat Keputusan Walikota Makassar Nomor 20 Tahun 2004 tentang prosedur tetap

(PROTAP) penertiban bangunan dan pembinaan pedagang sector informal (PKL)

dalam wilayah Kota Makassar dan yang terakhir Peraturan daerah kota makassar

nomor 12 tahun 2014 tentang pengurusan pasar dalam daerah kota Makassar.

Peraturan Daerah (PERDA) merupakan alasan kuat untuk merelokasi PKL

yang ada dikota makassar, terutama Pedagang kaki lima yang ada di Pasar sentral

Kota Makassar. atas kebijakan Pemerintah dalam merelokasi PKL yang berkisar

200-an, sepanjang Jl. KH Ramli, Jl. KH Wahid Hasyim, dan Jl. HOS Cokroaminoto

ke New Mall. Tujuan Pemerintah dari relokasi tersbut tidak lain adalah untuk

penataan PKL yang lebih modern dan tidak mempergunakan badan jalan sebagai

mana mestinya.

Pasar sentral yang sekarang berubah nama menjadi New Mall Makassar

yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota Makassar belum sepenuhnya

dimanfaatkan sebagaimana mestinya atau belum efektif, tidak semua Pedagang

Kaki Lima menempati tempat yang telah disediakan di New Makassar Mall.

Berdasarkan hasil observasi awal penelitian ditemukan sebanyak 1.700

PKL yang berada di luar gedung New Mall Makassar. Sejumlah PKL tersebut

dibongkar dan direlokasi ke gedung, sehingga saat ini PKL yang bersedia direlokasi

Page 15: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

7

berjumlah 893 PKL dari 2.200 kios yang ada di New Mall Makassar, dan saat ini

telah beraktifitas serta telah mulai berjualan seperti biasanya.

Berita Kota Makassar (BKM, 2019) yang menyebutkan bahwa ada dua

lapak yang saat ini berada diarea luar bagunan New Makassar Mall, ada yang

bagunan yang tampak rapi dan ada bangunan yang tampak semrawut namun

fungsinya sama, yaitu untuk sementara waktu menampung PKL yang belum

bersedia menempati lapak yang berada dalam gedung New Mall Makassar. Lapak

PKL yang nampak rapi tepat berada di sebelah selatan berjumlah 700 lapak yang

dibangun oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Makassar, sedangkan lapak yang

tampak semrawut berada di sebelah barat mall 300 lapak.

Penulis menyayangkan karena setelah dilaksanakan kebijakan relokasi

tersebut dengan dikosongkannya lahan yang tadinya ditempati Pedagang Kaki

Lima, kenyataannya masih ditemukan PKL yang mencoba kembali ke tempat awal,

sehingga kios yang berada di gedung New Mall Makassar nampak masih sepi.

Implementasi kebijakan program pemerintah Kota Makassar dapat dikatakan

efektif apabila mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sebagaimana dikemukakan

Ratminto dan Winarsih (2005) bahwa efektivitas itu tercapai ketika mencapai suatu

tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang

maupun misi organisasi itu.

Kondisi inilah yang menuntut Pemerintah kota untuk mengatasi

permasalahan ini namun masih banyak hambatan yang ditemui diantaranya adalah

jumlah Pedagang Kaki Lima yang lebih banyak dibandingkan aparat yang bertugas,

serta masih banyaknya tempat Pedagang Kaki Lima yang membutuhkan relokasi

Page 16: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

8

untuk mewujudkan Makassar yang rapih dan tertib. Hal ini merupakan masalah

yang sangat kompleks karena akan menghadapi dua sisi dilematis. Pertentangan

antara kepentingan hidup dan kepentingan pemerintahan akan berbenturan kuat dan

menimbulkan friksi diantara keduanya.

Terlepas dari latar belakang yang telah diuraikan di atas penulis ingin

mengkaji bagaimanakah Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam merelokasi

PKL di New Makassar Mall, dimana mall tersebut bertempat di Jl. Kyai H. Agus

Salim. Dengan demikian, nantinya akan diperoleh gambaran tentang dampak

implementasi kebijakan pemerintah kota Makassar dalam pelaksanaan program

relokasi PKL di Pasar Sentral kota Makassar ke New Mall.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah peran Pemerintah dalam merelokasi Pedagang Kaki Lima?

2. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam Implementasi

Kebijakan Pemerintah dalam merelokasi Pedagang Kaki Lima?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimanakah Efektivitas Kebijakan Pemerintah dalam

merelokasi Pedagang Kaki Lima?

2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam

Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam merelokasi Pedagang Kaki Lima

Page 17: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

9

D. Manfaat

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada studi Administrasi

Negara khususnya Kebijakan Publik serta dapat dijadikan referensi atau acuan bagi

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dari penelitian ini nanti akan berpengaruh pada semakin

membaiknya pengelolaan PKL yang sesuai dengan tujuan utama dilaksanakannya

relokasi oleh Pemkot. Selain itu juga diharapkan dengan kebijakan relokasi tersebut

dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi para PKL.

Page 18: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Implementasi Kebijkan

Implementasi kebijakan sering terdapat permasalahan yang menunjukkan

ketidakefektifan kebijakan yang telah ditempuh.Gejala tersebut dinamakan

sebagai implementation gap, yakni: “Suatu keadaan dimana dalam proses

kebijakan selalu akan terbuka ke mungkinan terjadinya perbedaan antara apa

yang diharapkan (direncanakan) oleh pembuat kebijakan dengan apa yang

senyatanya dicapai (sebagai hasil atau prestasi dari pelaksanaan kebijakan).

Besar kecilnya perbedaan tersebut tergantung pada organisasi atau aktor yang

dipercaya untuk mengemban tugas dalam meng- implementasikan kebijakan

tersebut.” (Andrew Dunsire dalam Wahab, 2001).

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Hogwood dan Gunn (dalam Wahab,

2001), bahwa: “Kebijakan publik sebenarnya mengandung resiko untuk gagal.

Kegagalan kebijakan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu non-

implementation (tidak ter-implementasi) dan unsuccessful implementation

(implementasi yang tidak berhasil). Kebijakan yang memiliki resiko untuk

gagal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, pelaksanaan- nya

yang jelek (bad execution), kebijakannya sendiri memang jelek (bad policy),

dan kebijakan yang bernasib jelek (bad luck).

Implementasi suatu kebijakan dapat dianalisis dengan mengunakan beberapa

model implementasi kebijakan. Salah satu model implementasi kebijakan adalah

Page 19: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

11

model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn (1975), yang disebut

sebagai a model of the policy implementation process (model proses implementasi

kebijakan). Model ini mencoba menghubungkan antara isu kebijakan dengan

implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan

prestasi kerja (performance).

Antara kebijakan dengan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah variabel bebas

(independent variable) yang saling berkaitan. Variabel-variabel bebas itu

diantaranya:

a. Ukuran dan tujuan kebijakan

b. Sumber-sumber kebijakan

c. Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana

d. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

e. Sikap para pelaksana, dan

f. Lingkungan ekonomi, politik, dan social.

Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979) dalam Wahab (2001:65)

menjelaskan makna implementasi ini dengan mengatakan bahwa :

“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan

kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah

disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik

usaha-usaha untuk mengadimistrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat

atau dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka fokus implementasi kebijakan itu

akan lebih jelas bagi mencakup usaha-usaha yang dilakukan oleh pejabat-pejabat

Page 20: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

12

atau lembaga dalam upaya mereka untuk memberikan pelayanan atau untuk

merubah perilaku masyarakat kelompok sasaran dari program yang bersangkutan.

Abdul Wahab (2001) dengan tegas mengatakan bahwa pelaksanaan implementasi

kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari

pembuatan kebijakan.

Berbagai tujuan kebijakan tentu tidak akan tercapai dengan sendirinya

tanpa kebijakan tersebut diimplementasikan. Meskipun sebagai sebuah konsep

implementasi sering dipakai untuk menggambarkan bagaimana upaya yang

dilakukan oleh para implementor dalam mewujudkan tujuan kebijakan, akan tetapi

hanya dengan menyebut implementasi saja tidak cukup menggambarkan

bagaimana sesungguhnya berbagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan itu

dilakukan. Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2012:64-65) : “realitasnya di

dalam implementasi itu sendiri terkandung suatu proses kompleks dan panjang.

Proses implementasi sendiri bermula sejak kebijakan ditetapkan atau memiliki

payung hukum yang sah. Setelah itu tahapan-tahapan implementasi akan dimulai

dengan serangkaian kegiatan mengelola orang, sumber daya, teknologi,

menetapkan prosedur, dan seterusnya dengan tujuan agar tujuan kebijakan yang

ditetapkan dapat diwujudkan.”

Apabila disepakati bahwa cara melihat keberhasilan implementasi tidak

hanya berhenti pada kepatuhan para implementer saja namun juga hasil yang

dicapai setelah prosedur implementasi dijalani maka upaya untuk memahami

realitas implementasi kebijakan perlu dilihat secara lebih detil dengan mengikuti

Page 21: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

13

proses implementasi yang dilalui para implementer dalam upaya untuk

mewujudkan tujuan kebijakan tersebut.

Model Implementasi Kebijakan

1. Model George C. Edward III

George C. Edward III dalam Subarsono (2011) Implementasi Kebijakan di

pengaruhi 4 (empat) variabel yaitu

a. Komunikasi yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar

implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan

dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target

group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

b. Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan

konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk

melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya

tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor

dan sumber daya finansial.

c. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti

komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi

yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik

seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki

sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses

implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif

d. Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan

kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.

Page 22: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

14

Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan

fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan

pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan

kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

2.Model Merilee S. Grindle

Selanjutnya Merilee S. Grindle Keberhasilan implementasi menurut

Merilee S. Grindle dalam Nugroho (2006) dipengaruhi oleh dua variabel besar,

yakni isi kebijakan (content of policy) lingkungan implementasi (context of

implementation). Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan,

dilakukan implementasi kebijakan.

Isi Kebijakan (content of policy) mencakup :

a.Jenis manfaat yang di hasilkan

b.Derajat perubahan

c.Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan

d.Kedudukan pembuat kebijakan

e.Siapa pelaksana program

f.Sumber daya yang dikerahkan

Sedangkan Lingkungan kebijakan (content of implementation) mencakup :

a.Kepatuhan dan daya tangkap

b.Karakteristik lembaga dan penguasa

c.Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

Page 23: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

15

3.Model Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Subarsono, (2011) ada tiga

kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni

karakteristik dari masalah (tractability of the problems), karakteristik

kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) dan

variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation)

Keberhasilan implementasi menurut Merile S. Grindle (1980) dalam

Subarsono, dkk (2012) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan

(content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).

Variabel tersebut mencakup: sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target

group termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target group,

sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah letak sebuah

program sudah tepat, apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya

dengan rinci, dan apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang

memadai.

Keunikan dari model Grindle terletak pada pemahamannya yang

komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan

implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi di

antara para aktor implementasi, serta kondisikondisi sumber daya implementasi

yang diperlukan. Dalam penelitian ini menggunakan teori dari Merilee S. Grindle

yang menyebutkan bahwa keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel

besar, yakni isi kebijakan dan lingkungan implementasi.

Page 24: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

16

Penggunaan teori tersebut dapat membantu peneliti untuk menganalisis

implementasi Kebijakan secara universal lebih mendalam serta dapat disimpulkan

bahwa pengertian implementasi kebijakan adalah serangkaian tindakan yang

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok untuk mencapai suatu tujuan yang telah

ditetapkan dalam keputusan kebijakan.

Setelah mengetahui tentang Implementasi dan kebijakan, selanjutnya akan

dibahas mengenai pengertian kebijakan pemerintah. Pemerintah ialah ilmu yang

mempelajari bagaimana cara lembaga umum disusun dan di fungsikan dengan baik

secara ekstern dan intern terhadap warga negaranya.

Implementasi secara etimologis adalah berasal dari bahasa inggris yaitu

implement. Webster’s Dictionary (Suratman:2017:25), to implement

(mengimplementasikan) berarti provide the means for carrying out (menyediakan

sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk

menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu.

Menurut Rulinawaty (2013:2) implementasi kebijakan merupakan tahap

yang krusial dalam proses kebijakan public. Suatu program kebijakan harus

diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat

mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang.Untuk mengimplementasikan

kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung

mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan

derivate atau turunan dari kebijakan.

Page 25: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

17

Menurut Kebijakan publik menurut Thomas R Dye (Mulyadi, 2016:36)

adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan tidak dikerjakan oleh pemerintah.

Berbeda pendapat Howleyt dan Ramesh (Mutiarain dan Arif, 2014:20)

mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah proses pelaksana program-

program atau kebijakan-kebijakan, yang merupakan upaya penerjemahan dari

rencana ke dalam praktek.

Adapun menurut Ripley dan Franklin (Winarno, 2012:148) implementasi

kebijakan adalah apa yang terjadi setelah undang-undang yang ditetapkan

memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan atau jenis keluaran yang

nyata.

Menurut (Wahab, 2010:68)Implementasi kebijakan adalah pelaksana

keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat

pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting

atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi

masalah yang di atasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin

dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses

implementasinya.

Kemudian Suratman (2017:26) mengatakan implementasi kebijakan

merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau

program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang

diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan

alat administrasi publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik, serta sumber

daya diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna

Page 26: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

18

meraih dampak atau tujuan yang diinginkan dan implementasi seringkali digunakan

sebagai suatu istilah tunggal tanpa obyek. Sebenarnya, obyek dari kata

implementasi adalah kebijakan.Kebijakan harus ada lebih dahulu, baru kemudian

menyusul implementasi, dan yang diimplementasikan adala kebijakan.Pada

umumnya implementasi mengikuti teorema formasi dan keputusan tersebut.Sangat

jarang di temukan keputusan yang bersifat swalaksana atau self-executing.

Melalui pemahaman yang lebih tentang proses implementasi dilakukan

secara akurat diharapkan akan dapat dirumuskan rekomendasi yang lebih baik

sehingga di masa-masa mendatang implementasi suatu kebijakan akan lebih

memiliki peluang untuk berhasil disbanding dengan sebelumnya kemudian Harold

Laswell (1956) dalam Erwan agus purwanto dan Dhya Ratih Sulistyastuti (2002:17)

sebagai ilmuwan yang pertama kali yang mengembangkan studi tentang kebijakan

public, Laswell menggagas suatu pendekatan yang ia sebut sebagai pendekatan

proses (policy process approach). Menurutnya, agar ilmuwan dapat memperoleh

pemahaman yang baik tentang apa sesungguhnya kebijakan publik, maka kebijakan

publik tersebut harus diurai menjadi beberapa bagian sebagai tahapan-tahapan,

yaitu :agenda-setting, formulasi, legitimasi, implementasi, evaluasi, reformulasi,

dan terminasi. Dari siklus kebijakan tersebut terliat secara jelas bahwa

implementasi hanyalah bagian atau sala satu tahap dari proses besar bagaimana

suatu kebijakan public dirumuskan. (Erwan Adan Dhya R:2002:16)

Meskipun Laswell tidak secara khusus memberi penekanan terhadap arti

penting implementasi kebijakan dari keseluruhan tahapan yang harus dilalui dalam

proses perumusan kebijakan, namun sejak saat itu konsep implementasi kemudian

Page 27: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

19

menjadi suatu konsep yang mulai di kenal dalam disiplin ilmu politik, ilmu

administrasi publik, dan lebih khusus lagi disiplin ilmu kebijakan publik yang mulai

di kembangkan.

Konsep tersebut memiliki posisi yang privotal untuk menjelaskan fenomena

implementasi kebijakan publik.Perkembangan selanjutnya bermunculan pakar

yang menaruh perhatian terhadap studi implementasi. Mereka antara lain : Van

Horn dan Van Meter (1975), Teilmann (1980), Klein (1979), Berman (1978), dan

Patton (1978).

Ada Dua konsep pendekatan studi implementasi.Pertama, memahami

implementasi sebagai bagian dari proses atau siklus kebijakan (part of the stage of

the policy process). Implementasi merupakan sala satu tahapan dari serangkaian

proses atau siklus suatu kebijakan. Dalam hal ini implementasi di lihat

sebagai:”administration of the law in which various actors, organization,

procedures, and techniques work together to put adopted policies into effect in an

effort to attain policy or program goals” (Anderson, 1990:172). Dalam pemahaman

ini, implementasi dimaknai sebagai pengelolaan hukum (karena kebijakan telah

disyahkan dalam bentuk hukum) dengan mengarakan semua sumber daya yang ada

agar kebijakan tersebut mampu mencapai atau mewujudkan tujuannya.

Kedua, implementasi kebijakan dilihat sebagai suatu studi atau sebagai

bidang kajian (field of study).Perspektif ini tidak dapat di lepaskan dari upaya yang

dilakukan oleh para ahli untuk memahami problematika itu sendiri. Implementasi

sebagai studi, tentu memiliki berbagai elemen penting, yaitu: subject matter

(ontologi), cara memahami obyek yang dipelajari (epistemologi), dan rekomendasi

Page 28: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

20

tindakan yang diperlukan (aksiologi). Secara kronologis, tahapan-tahapan ilmiah

implementasi sebagai suatu studi tersebut adalah:

Menemukan masalah atau fenomena implementasi yang menarik untuk

dikaji.

a.Merumuskan pertanyaan penelitian (research question) yang hendak diteliti.

b.Merumuskan landasan teoritis, konsep, dan variable-variabel penelitian.

c.Menetapkan metodologi yang hendak dipakai untuk mengumpulkan data.

d.Mengolah dan menganalisis data.

e.Rekomendasi kebijakan.

Konsep implementasi juga berkaitan dengan proses penilaian. Penilaian

tersebut dilakukan oleh aktor yang terlibat dalam proses implementasi, dan salah

satu tugas dasar seorang analis implementasi adalah mengevaluasi proses

implementasi dengan mempertimbangkan tujuan dan perangkat terhadap

implementasi kebijakan, analisis implementasi tidak bias terbatasi hanya dengan

pernyataan atau laporan mengenai kondisi setelah proses implementasi. Dan ini

merupakan fokus utama paling awal yang perlu di perhatikan dalam analisis

implementasi.Sukses atau gagal bukanlah satu-satunya tolak ukur relevan terhadap

implemetasi kebijakan publik. Proses pelaksanaan sebuah kebijakan memiliki

logikanya sendiri yang sekaligus menjadi fokus selanjutnya yang perlu di

perhatikan oleh seorang analis implementasi.Suratman (2017:38).

Aspek-aspek proses implementasi selain pencapaian terhadap tujuan

kebijakan yang perlu di perhatikan oleh seorang analis antara lain: strategi dan

taktik yang digunakan oleh para pihak dalam implementasi tujuan, mekanisme

Page 29: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

21

penangguhan sebagai satu parameter keputusan, keseragaman motif diantara para

aktor yang terlibat, dua kebutuan pembangunan koalisi dan pengaturan tujuan yang

hendak dicapai. Implementasi tidak hanya sekedar perkara dimana suatu kebijakan

telah memiliki sebuah tujuan dan hasil (bisa jadi beberapa tujuan dan hasil), namun

sebagai tambahan, konsep implementasi juga harus memenuhi dua hubungan yang

berbeda, yakni: fungsi kausal dan fungsi pemenuhan/pencapaian.

Dua ide fundamental dalam konsep implementasi: bahwa rancangan

kebijakan adalah keluaran (output) yang memberikan hasil (outcome) dengan cara

tertentu yang kemudian memenuhi tujuan kebijakan. Penilaian dari proses

implementasi berfokus pada pelaksanaan sebuah kebijakan beserta konsekuensi di

dalamnya. Ini termasuk tiga aktifitas yang berbeda secara logika.

a.Penjelasan mengenai tujuan yang dimaksud (fungsi tujuan),

b.Pernyataan mengenai hubungan antara keluaran dan hasil dalam kerangka

efektivitas kausal (fungsi kausal),

c.Uraian mengenai hubungan antara tujuan dan hasil sebagai upaya untuk

menegaskan jangkauan pencapaian tujuan (fungsi pencapaian).

Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli diatas,

disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu kegiatan atau usaha

yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu

pemahaman apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku

atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni

kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya

pedoman-pedoman kebijakan Negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk

Page 30: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

22

mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkam akibat-akibat/dampak nyata

pada masyarakat atau kejadian-kejadian, sehingga diketahui hasil yang sesuai

dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.

Selanjutnya Pressman dan wildavsky dalam (1973) dalam Suratman

(2017:79), mengemukakan lima buah model implementasi kebijakan yaitu :

a.Model Van Meter dan Van Horn

Model ini mendefinisikan implementasi kebijakan merupakan tindakan

yang dilakukan baik oleh individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok

pemerintah atau swasta, yang diarahkan untuk tercapainya tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijakan.Pandangan keduanya mengandaikan bahwa

implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor,

dan kinerja kebijakan.Meter dan Horn mengemukakan suatu model yang mencakup

enam variable yang membentuk keterkaitan antara kebijakan dengan kinerja.Dalam

model ini, variable terkait adalah kinerja, yang didefinisikan sebagai tingkat sejauh

mana standar-standar dan tujuan-tujuan kebijakan direalisasikan. Adapun variable-

variabel yang membentuk keterkaitan antara kebijakan dengan kinerja tersebut

adalah :

a)Standar dan tujuan (standards and objectives).

b)Sumber daya (keuangan) (resources).

c)Karakteristik organisasi pelaksana (characteristics of the implementing agencies).

d)Komunikasi antar organisasi dan aktifitas penguatan (interorganzational

communication and enforcement activities);

e)Sikap para pelaksana (disposition of implementers).

Page 31: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

23

f)Kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik (economic, social, and political

conditions).

b.Model Sabatier dan Mazmanian

Sabatier dan Mazmanian (1979) mengembangkan model control efektif dan

pencapaian. Menurutnya pendekatan tahapan-tahapan kebijakan tidak membantu

untuk memahami proses pembuatan kebijakan karena pendekatan ini membagi

prosesitu menjadi serangkaian bagian yang tidak realistis dan artifisial. Karena itu

dari sudut pandang ini implementasi dan pembuatan kebijakan menjadi satu proses

yang sama. Sabatier dan Mazmanian mendukung sintesis gagasan teoritis top-down

dan botton up menjadi enam syarat yang mencakupi dan mesti ada untuk

implementasi yang efektif dari tujuan kebijakan yang telah di nyatakan secara legal.

Enam syarat yang dimaksud adalah :

a)Tujuan yang jelas dan konsisten, sehingga dapat menjadi standar evaluasi legal

dan sumber daya.

b)Teori kasual yang memadai, dan memastikan agar kebijakan itu mengandung

teori yang akurat tentang bagaimana cara melahirkan perubahan.

c)Struktur implementasi yang disusun secara legal untuk membantu pihak-pihak

yang mengimplementasikan kebijakan dan kelompok-kelompok yang menjadi

sasaran kebijakan.

d)Para pelaksana implementasi yang ahli dan berkomitmen yang menggunakan

kebijaksanaan mereka untuk mencapai tujuan kebijakan.

e)Dukungan dari kelompok kepentingan dan “penguasa” di legislatif dan eksekutif.

Page 32: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

24

f)Perubahan dalam kondisi sosio ekonomi yang tidak melemahkan dukungan

kelompok dan penguasa atau tidak meruntuhkan teori kasual yang mendasari

kebijakan.

Zabatier dan mazmanian mengklasifikasikan proses implementasi

kebijakan ke dalam tiga variable, yaitu :

1.Variable independen

2.Variable intervening

3.Variable dependen

c.Model Politik- Administratif Grindle

Model Politik- Administratif Grindle (1980) berasumsi bahwa tugas

implementasi adalah menetapkan suatu mata rantai yang memungkinkan arah

kebijakan umum direalisasikan sebagai suatu hasil dari aktifitas

pemerintahan.Dalam hal ini, kebijakan diterjemahkan kedalam program tindakan

guna mencapai tujuan yang dinyatakan dalam kebijakan tersebut.Program tindakan

itu sendiri dapat dijabarkan lagi kedalam proyek-proyek spesifik yang mudah

dilaksanakan.Kebijakan adalah pernyataan arah, tujuan, dan sarana yang bersifat

luas dan umum. Proses implementasi hanya dapat dimulai apabila arah kebijakan

umum dan tujuan sudah dinyatakan secara spesifik, program tindakan sudah di

desain, dan dana telah dialokasikan untuk pelaksanaannya.

Model implementasi Grindle mencakup dua kelompok factor yang secara

potensial dapat menyebabkan implementasi kebijakan berhasil atau gagal, yaitu :

muatan kebijakan (policy content) dan konteks implementasi. Variabel terkait di

dalam model adalah outcomes kebijakan namun tetap mempertimbangkan struktur

Page 33: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

25

implementasi yaitu dengan mempertanyakan tentang apakah program dan proyek

di laksanakan sesuai rencana.

Grindle merumuskan model implementasi sebagai berikut :

a)Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected).

b)Jenis manfaat yang di hasilkan (tipe of benefit).

c)Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).

d)Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).

e)Para pelaksana program (program implementators).

f)Sumber daya yang dikerahkan (resources commited).

d.Model Edwards III

Model Edwards III (1980) mempertimbangkan empat factor kritis atau

variable di dalam mengimplementasikan kebijakan public, yaitu : komunikasi,

sumber daya, disposisi atau sikap, dan struktur birokrasi. Faktor-faktor internal

birokrasi ini berpengaruh secara langsung terhadap implementasi, tetapi juga saling

tergantung satu dengan yang lainnya.Edwards menilai bahwa masalah utama

administrasi public adalah rendahnya perhatian terhadap implementasi. Secara

tegas dikatakan bahwa ‘without effective implementation the decision of

policymakers will not be carried out successfully’.

Factor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut George C.

Edward III sebagai berikut :

a)Komunikasi

b)Sumber daya

c)Disposisi atau sikap

Page 34: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

26

Model Proses atau Alur Dari Smith

Model botton-up yang di kemukakan oleh Smith (1973) yang di kutip Putra

(2003), memandang implementasi sebagai proses atau alur. Smith menyatakan

bahwa ada empat variabel yang perlu di perhatikan dalam proses implementasi

kebijakan yaitu :

a)Idealized policy, yaitu suatu pola interaksi yang diidealisasikan oleh

perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan

meransang target grup untuk melaksanakannya.

b)Target grup, yaitu bagian dari policy stakeholdersyang diharapkan dapat

mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang di harapkan oleh perumus

kebijakan. Karna mereka ini banyak mendapat pengaruh dari kebijakan, maka

diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakunya dengan kebijakan yang

dirumuskan.

c)Implementing organization, yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit

birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.

Model Implementasi Kebijakan Adam Smith

gambaran lebih lanjut dapat dilihat pada gambar berikut :

a. Substantive and Procedural Policies

Substantive policy yang dimaksud adalah suatu kebijakan yang dilihat dari

substansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah, seperti kebijakan pendidikan,

kebijakan ekonomi, dan lain sebagainya.

Procedural policy yang dimaksud adalah suatu kebijakan yang dilihat dari

pihak-pihak yang terlibat dalam perumusannya (policy stakeholders).

Page 35: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

27

Adapun dalam hal ini pembuatan suatu kebijakan publik meskipun ada

instansi/organisasi pemerintah yang secara fungsional berwenang membuatnya,

tetapi dalam pelaksanaan pembuatannya banyak instansi/organisasi lain yang

terlibat.

b. Distributive, Retributive, and Regulatory Policies

Distributive policy yang dimaksud adalah suatu kebijakan yang mengatur

tentang pemberian pelayanan atau keuntungan kepada individu-individu,

kelompok-kelompok, atau perusahaan-perusahaan.

Retributive policy yang dimaksud adalah suatu kebijakan yang mengatur

tentang pemindahan alokasi kekayaan, kepemilikan, atau hak-hak.

Regulatory policy yang dimaksud adalah suatu kebijakan yang mengatur

tentang pembatasan atau pelarangan terhadap perbuatan atau tindakan. Contohnya

adalah kebijakan tentang larangan memiliki.

c. Material Policy

Material policy yang dimaksud adalah suatu kebijakan yang mengatur

tentang pengalokasian/penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi

penerimanya.

d. Public Goods and Private Goods Policies

Public goods policy yang dimaksud adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang

penyediaan barang-barang atau pelayanan-pelayanan oleh pemerintah, untuk

kepentingan orang banyak. Contohnya kebijakan tentang perlindungan keamanan

dan penyediaan jalan umum.

Page 36: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

28

Private goods policy yang dimaksud adalah suatu kebijakan yang mengatur

tentang penyediaan barang-barang atau pelayanan-pelayanan oleh pihak swasta,

untuk kepentingan individu-individu (perorangan) di pasar bebas dengan imbalan.

Contohnya kebijakan pengadaan tempat hiburan, hotel, dan lain sebagainya

Selanjutnya beberapa aspek yang perlu dicermati dalam memahami difinisi

kebijakan public menurut Makhya (2006: 83-84). Pertama, kebijakan publik adalah

tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Jadi, dalam

pemahaman ini, maka yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan

adalah pemerintah. Maka pihak swasta atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

tidak memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan publik. Kedua, tidak semua

tindakan pemerintah bisa dikategorikan dalam pengertian kebijakan publik.

Istilah publik, menjadi kata kunci untuk memberikan pengertian bahwa tindakan

pemerintah walaupun secara prosedural mengatasnamakan untuk kepentingan

publik, tetapi tindakannya bersifat kepentingan personal, maka tidak bisa

dikategorikan sebagai kebijakan publik. Ketiga, setiap kebijakan pemerintah

harus mengikat pada publik. Kebijakan-kebijakan yang tidak mengikat hanya

bersifat simbolis (Symbolic Policies). Keempat, kebijaksanaan pemerintah harus

ditujukan kepada kepentingan publik dan didasarkan pada tujuan-tujuan tertentu.

Model implementasi kebijakan Adam Smith

Policy

Tension

Policy

Making

process

Implementing

Organization

Target

Group

Idealized Policy

Page 37: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

29

Transactions

| Feedback Institutions

B. Kebijakan Publik

Asal dari kata kebijakan dan publik. Menurut Islamy (1991) dalam Wahab

(2001) kebijakan public (public policy) adalah Serangkaian tindakan yang

ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang

mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan

seluruh masyarakat. Pembuatan kebijakan merupakan suatu tindakan yang

ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dan berorientasi pada upaya

pencapaian tujuan demi kepentingan masyarakat. Suatu proses kebijakan,

menurut Charles O. Jones dalam Wahab (2001, h.29) sedikitnya terdapat empat

golongan atau tipe aktor (pelaku) yang terlibat, yaitu: golongan rasionalis,

golongan teknisi dan golongan inkrementalis serta golongan reformis.

Syafiie dalam Tahir (2014:20) mendefiniskan kebijakan publik adalah

semacam jawaban terhadap suatu masalah karena akan merupakan upaya

memecahkan, mengurangi dan mencegah suatu keburukan serta sebaliknya

menjadi penganjur,inovasi,dan pemuka terjadinya kebaikan dengan cara terbalik

dan tindakan terarah, sedangkan menurut Anderson menjelaskan bahwa

kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan

seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan masalah Anderson

Environmental Factors

Page 38: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

30

(1984) dalam Tahir (2014). Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa

rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dasar, dalam melaksanakan

pekerjaan, kepemimpinan serta cara bertindak (tentang perintah organisasi dan

sebagainya).

Sementara itu, Carl Friedrich dalam Wahab (2001) menyatakan bahwa

kebijakan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang disusulkan oleh

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan

dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang

untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Kebijaksanaa Negara adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang

dikembangkan oleh badan-badan dan pejabatpejabat pemerintah (Agustino,

2006). Menurut David Easton dalam Winanrno (2012) mendefinisikan

kebijakan sebagai akibat aktifitas pemerintah (the impact of government

activity). Untuk mendefinisikan tentang masalah kebijakan kita harus merujuk

pada definisi dari kebijakan publik itu sendiri seperti yang telah dijelaskan di

atas.Masalah kebijakan merupakan sebuah kesenjangan dari implementasi

sebuah kebijakan di dalam masyarakat. Terjadinya ketidakserasian antara isi dari

kebijakan terhadap apa yang terjadi di lapangan merupakan masalah dari

kebijakan tersebut.

Adapun berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas mengenai pengertian

kebijakan publik, maka dapat disimpulkan kebijakan publik merupakan

kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan-tindakan

pemerintah. Kebijakan tersebut diartikan baik untuk melakukan atau tidak

Page 39: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

31

melakukan sesuatu dengan mempunyai tujuan tertentu dan ditujukan untuk

kepentingan masyarakat. Menurut James L. Anderson dalam LAN (2008:6-8),

jenis-jenis kebijakan publik dapat dikelompokkan, antara lain sebagai berikut:

C. Pedangang Kaki Lima

Peningkatan penduduk di Kota Makassar yang memiliki kecendrungan yang

semakin besar. Pusat kota tersebut memiliki kegiatan dan daya tarik yang besar bagi

penduduk desa untuk melakukan urbanisasi. Urbanisasi merupakan respon terhadap

harapan untuk mendapatkan penghasilan dan pekerjaan yang dianggap lebih baik.

Perkembangan di Kota Makassar yang semakin terkonstruksi oleh

kemajuan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri membuat level

keterampilan menjadi semakin tinggi. Akibatnya, penduduk yang bermukim di

sekitaran kota Makassar semakin tidak mempunyai kesempatan untuk berkerja di

sektor formal, sehingga mereka memilih untuk bekerja di sektor informal. Ratna

Sari, (2017)

Berdasarkan definisi tersebut, semua PKL yang menempati area publik atau

tanah-tanah milik pemerintah adalah ilegal, tak terkecuali PKL Jl. KH Ramli dan

Jl. KH Wahid Hasyim serta Jl. HOS Cokroaminoto. Akan tetapi, PKL diharapkan

menjadi mitra pemerintah dalam membangun pilar-pilar perekonomian masyarakat

(quilljournal.wordpress.com).

Menurut Wirisardjono (2003) bahwa PKL adalah kegiatan sector marginal

(kecilkecilan) yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pola kegiatan tidak teratur baik dalam hal waktu, permodalan maupun

penerimanya.

Page 40: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

32

b. Tidak tersentuh oleh peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang

ditetapkan oleh pemerintah (sehingga kegiatannya sering dikatakan”liar”)

c. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan

diusahakan dasar hitung harian

Definisi-definisi tentang PKL di atas menunjukkan bahwa siapa saja

berpeluang untuk menjadi PKL, kemudahan ini mendorong pesatnya jumlah PKL

di kota-kota karna usaha ini cukup menjanjikan bagi mereka yang tidak tertampung

di sektor formal, serta bagi mereka yang termasuk angkatan kerja yang tidak

memiliki keahlian dan keterampilan Mustafa (2008:9) menyatakan bahwa jenis

usaha sektor ini paling berpengaruh karena kehadirannya dalam jumlah yang cukup

besar mendominasi sektor yang bekerja memenuhi kebutuhan masyarakat

perkotaan, terutama golongan menengah ke bawah.

2. Penataan tempat usaha Pedagang Kaki Lima di jalan KH Ramli sampai

dengan Jalan HOS Cokroaminoto (Pasar Sentral)

Kehadiran PKL di suatu kota pada dasarnya tidak direncanakan sehingga

memunculkan permasalahan bagi suatu kota karena tidak tertata dengan rapi. Untuk

mengembalikan ketertiban suatu kota muncul gagasan relokasi. Relokasi yaitu

suatu upaya menempatkan kembali suatu kegiatan tertentu ke lahan yang sesuai

dengan peruntukannya Harianto (2001). Dapat disimpulkan relokasi adalah usaha

memindahkan PKL dari lokasi yang tidak sesuai ke sebuah lokasi yang dinilai layak

menampung pedagang dengan memperhatikan semua aspek. Khususnya aspek

ketertiban, keindahan dan kebersihan. Umumnya PKL tidak mendapatkan subsidi

apapun dari pemerintah, modal yang dikeluarkan diperoleh dari meminjam sanak

Page 41: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

33

family atau orang-orang terdekat. Pemerintah memandang sektor informal hanya

sebagai ancaman yang harus ditertibkan bukan sebagai sektor penggerak ekonomi,

maka terjadi kesalahan presepsi dalam memandang sektor informal Mubyarto

(2002), sehingga pendekatkan yang diterapkan pun tidak menyentuh akar

permasalahan.

Untuk itu diperlukan dukungan pemerintah dalam pertumbuhan sektor

informal, dengan cara menjamin serta mengatur perkembangan mekanisme pasar

dan melindungi dari ancaman monopoli perusahaan besar yang bersifat formal.

Oleh karenanya, pemerintah mempertimbangkan lagi keberadaan sektor informal,

jika keberadaan sektor informal mampu diberdayakan dengan baik, bisa menjadi

potensi daerah dalam mengurangi angka pengangguran.

Upaya kebijakan pemerintah dalam merelokasi PKL bertujuan untuk

mempergunakan badan jalan dengan semestinya selain dari itu pemerintah juga

bertujuan untuk meningkatkan kesejatraan PKL. Kegiatan penataan tempat usaha

merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pengelolaan PKL.

Dalam penataan tempat usaha tersebut walikota berwenang untuk menetapkan,

memindahkan dan menghapus lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan

sosial, ekonomi, ketertiban dan kebersihan lingkungan di sekitarnya Maulana

(2004).

Ratnasari (2017) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa berdasarkan

hasil sensus ekonomi 2016 terdapat 132.444 usaha di Kota Makassar di mana

95,22% (126.115 usaha) adalah usaha mikro kecil menengah dan sisanya 4,78%

(6.329) adalah usaha menengah besar.

Page 42: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

34

Pedagang kaki lima merupakan bagian dari sektor informal kota yang

mengembangkan aktifitas produksi barang dan jasa di luar kontrol pemerintah dan

tidak terdaftar (Evers dan Korf, 2002:234) selanjutnya menurut International

Labour Organization (ILO) pedagang kaki lima didefinisikan sebagai sektor yang

mudah dimasuki oleh pendatang baru, menggunakan sumber-sumber ekonomi

dalam negeri, dimiliki oleh keluarga berskala kecil, menggunakan teknologi padat

karya, ketrampilan yang dibutuhkan dipeoleh di luar bangku sekolah, tidak dapat

diatur oleh pemerintah dan bergerak di pasar persaingan penuh.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

pedagang kaki lima adalah setiap orang yang melakukan kegiatan usaha

perdagangan atau jasa, yaitu melayani kebutuhan barang-barang atau makanan

yang dikonsumsi langsung oleh konsumen, yang dilakukan cenderung berpindah-

pindah dengan kemampuan modal yang kecil/terbatas, dalam melakukan usaha

tersebut menggunakan peralatan sederhana dan memiliki lokasi di tempat-tempat

umum (terutama di atas trotoar atau sebagian badan jalan), dengan tidak

mempunyai legalitas formal. Namun pengertian tentang pedagang kaki lima terus

berkembang sehingga sekarang menjadi kabur artinya.

Selanjutnya dampak sosial ekonomi dapat dilihat dari kacamata positif dan negatif

sehingga dapat lebih berimbang dalam memberikan penilaian. Yang bersifat positif

yaitu meningkatnya kelayakan dan kenyamanan usaha, terbukanya kesempatan

kerja, perubahan status PKL menjadi pedagang legal. Dampak negatif yaitu

menurunnya pendapatan, meningkatnya biaya operasional, melemahnya jaringan

Page 43: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

35

sosial, dan menurunnya kesempatan pedagang untuk ikut dalam kelompok-

kelompok sosial non formal (Suryantika Sinaga, 2004: 134).

Keempat variabel di atas tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu

kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbale balik, oleh

karena itu sering menimbulkan tekanan (tension) bagi terjadinya transaksi atau

tawar menawar antara formulator dan implementor kebijakan.

Smith menggunakan model teoritisnya dalam bentuk system dimana suatu

kebijakan sedang diimplementasikan, maka interaksi di dalam dan di antara

keempat faktor tersebut mengakibatkan ketidaksesuaian dan akan menimbulkan

tekanan atau ketegangan. Ketidaksesuaian, ketegangan dan tekanan-tekanan

tersebut menghasilkan pola-pola interaksi, yaitu pola-pola yang tidak tetap yang

berkaitan dengan tujuan dari suatu kebijakan.

D. Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Pedangan Kaki Lima

Kebijakan publik itu sendiri mempunyai arti serangkaian tindakan yang

ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang

mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh

masyarakat. M. Irfan Islamy (2004 h.20). Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan

salah satu sektor informal yang dominan di daerah perkotaan, sebagai wujud

kegiatan ekonomi skala kecil yang menghasilkan dan atau mendistribusikan barang

dan jasa. Barang-barang yang dijual yaitu barang-barang convenience (berkatagori

menyenangkan) seperti makanan hingga souvenir. PKL menjajakan dagangannya

berkeliling atau mengambil tempat di trotoar dan emper toko.

Page 44: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

36

Pertumbuhan PKL yang demikian pesat tersebut berdampak positif dan

negatif. Positif, karena dapat menjadi sumber bagi pendapatan asli daerah, dapat

menjadi alternatif untuk mengurangi pengangguran, dan dapat melayani kebutuhan

masyarakat khususnya bagi golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

Pedagang kaki lima adalah suatu usaha yang memerlukan modal relatif sedikit,

berusaha dalam bidang produksi dan penjualan untuk memenuhi kebutuhan

kelompok konsumen tertentu. Usahanya dilaksanakan pada tempat-tempat yang

dianggap strategis dalam lingkungan yang informal.Pedagang kaki lima menurut

Alam, dkk (2003:30). Ismawan (2002) menjelaskan bahwa Secara garis besar

karakteristik PKL, digambarkan sebagai berikut: 1. Informalitas. Sebagian besar

PKL bekerja diluar kerangka legal dan pengaturan yang ada, maka keberadaan

mereka pun tak diakui oleh pemerintah setempat. 2. Mobilitas. Aspek informalitas

dari PKL juga membawa konsekuensi tiadanya jaminan keberlangsungan aktifitas

yang dijalani, sehingga usaha ini merupakan sektor yang relatif mudah dimasuki

dan ditinggalkan. Apabila terdapat peluang maka dengan banyak pelaku yang turut

serta, sebaliknya apabila terjadi perubahan peluang ke arah negatif pelakunya akan

berkurang.

Pedagang kaki lima berpotensi dalam bidang pembangunan ekonomi

sekaligus sebagai pengganggu ketertiban umum untuk itu dibutuhkan peran sosial

dalam merumuskan kebijakan bagaimana pedagang kaki lima bisa tetap berjalan

namun tidak sampai mengganggu ketertiban umum. Menurut Charles Lindblom

dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan (2004) mengatakan bahwa untuk memahami

siapa sebenarnya yang merumuskan kebijakan lebih dahulu harus dipahami sifat-

Page 45: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

37

sifat semua pemeran serta bagian atau peran apa yang mereka lakukan, wewenang

atau bentuk kekuasaan yang mereka miliki dan bagaimana mereka saling

berhubungan. Untuk itu Pemerintah harus berusaha untuk mengatasi permasalahan

ini dengan bijak dan terbuka dengan menyadarkan kepada masyarakat baik

terhadap pedagang kaki lima itu sendiri maupun konsumennya untuk selalu

berusaha mentaati segala aturan yang ada dalam pemerintahan.

Kebijakan pemerintah yang harus diambil dalam mengatasi permasalah

tersebut menurut Charles Lindblom dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan (2004)

adalah :

a.Alokasi tempat

Pemerintah tidak hanya memberikan peringatan kepada pedagang kaki lima

saja yang melakukan kesalahan namun juga harus mampu memberikan solusi untuk

mengatasi permasalah tersebut salah satunya adalah memberikan lahan atau tempat

untuk berjualan kepada pihak pedagang kaki lima.

b.Sarana dan prasarana

Untuk dapat menjual dagangannya maka pedagang kaki lima harus bisa diberikan

sarana dan prasarana yang baik sehingga baik pedagang maupun para pengunjung

segan dan menikmati suasana yang menyenangkan sehingga betah dan krasan bisa

ada ditempat tersebut.

c.Adanya peraturan dan larangan

Baik pedagang kaki lima maupun pengunjung tetap harus mentaati peraturan dan

larangan yang dibuat oleh pemerintah dengan tujuan untuk pelaksanaan kegiatan

dagang dapat berjalan secara teratur, tertib dan tidak sendiri-sendiri.

Page 46: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

38

Selanjutnya Ramdhani (2005) menerangkan hal-hal yang menjadi

pertimbangan dalam penentuan lokasi relokasi pedagang kaki lima, yaitu : Pertama

kestrategisan lokasi, yaitu konsumen mudah menjangkau lokasi usaha PKL karena

adanya aksesibilitas yang mendukung. Kedua faktor visual, memberikan kesan

harmonis dan asri sehingga mudah menarik minat konsumen, Ketiga hirarki

pembangunan, jangkauan pelayanan yang efektif dan efisien, Keempat sewa atau

penjualan tanah/ kios yang murah sehingga tidak memberatkan pedagang.

Begitupun dengan apa yang diungkapkan menurut Maulana (2004) dalam

penelitiannya bahwa upaya untuk mewujudkan pemberdayaan para pedagang kaki

lima, yaitu : pertama, memberikan kebijakan yang melindungi keberadaan PKL,

kedua, memanfaatkan lahan yang kurang produktif menjadi lokasi berjualan PKL,

ketiga merelokasi tempat-tempat berjualan para PKL, keempat melakukan

penyuluhan dan pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah, untuk mengembangkan

keahlian para PKL.

E.Kerangka Pikir

Kehadiran pedagang kaki lima merupakan salah satu unsur yang perlu

diperhatikan dalam dunia perdagangan di Indonesia dari masa ke masa. Sebagai

salah satu sektor informal, pedagang kaki lima tidak mungkin dihindari atau

ditiadakan, pedagang kaki lima bagi sebuah kota tidak hanya sebagai fungsi

ekonomi fungsi sosial dan budaya. Aktivitas perdagangan terutama pedagang kaki

lima yang ada kota makassar berkembang sangat pesat kerena menyerap tenaga

kerja yang besar dan modal usaha yang tidak terlalu besar, sehingga pedagang kaki

lima ini menyebar begitu cepat.

Page 47: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

39

Dengan berkembangnya ibu kota makassar membuat aktivitas di jalan

semakin tinggi pula kawasan pedagang kaki lima yang ada di kawasan bahu jalan

dan semakin banyak pula permasalahan yang timbul. Permasalahan-permasalahan

yang sering terjadi dari hari ke hari adalah kepadatan lalu lintas, tingkat kesadaran

pedagang kaki lima untuk kebersihan sekitar lapak dagangannya, pedagang kaki

lima yang tidak tertib, masalah parkir yang semakin hari semakin tidak tertib,

gangguan keamanan, gerobak yang tidak dimasukan ke gudang pada malam hari

sehingga menganggu jalur jalan yang menganggu penggunjung yang ingin

berbelanja.

Penelitian ini membahas mengenai implementasi kebijakan pemerintah

dalam merelokasi pedangan kaki lima (PKL) di New Mall Kota Makassar, dari

opservasi awal peneliti menemukan bahwa kebijakan pemerintah dalam merelokasi

adalah usaha memindahkan PKL dari lokasi yang tidak sesuai ke sebuah lokasi

yang dinilai layak menampung pedagang dengan memperhatikan semua aspek.

Penelitian ini membahas mengenai implementasi kebijakan pemerintah

dalam merelokasi pedangan kaki lima (PKL) di New Mall Kota Makassar, apakah

implementasi dilaksanakan berhasil atau berjalan secara lancar atau tidak. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir sebagai berikut.

Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam merelokasi

Pedagang Kaki Lima di New Mall Kota Makassar

Faktor Pendukung :

1. Faktor Internal

2. Faktor Eksternal

Implementasi Kebijakan

Menyangkut :

1. Sumber Daya

2. Komunikasi

3. Struktur Birokrasi

4. Diposisi atau Sikap

Faktor Penghambat:

1. Anggaran/baiaya

2. Koordinasi

Page 48: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

40

Gambar I : Skema Kerangkar Pikir

Kebijakan relokasi pedagang kaki lima dari Jl. KH Ramli, Jl. KH Wahid

Hasyim, dan Jl. HOS Cokroaminoto adalah sebuah teknik usaha yang dilakukan

pemerintah kota makassar untuk memindahkan suatu objek dari satu tempat ke

tempat lainnya yang di anggap layak dan lebih baik yaitu new mall kota makassar.

Relokasi Pedagang kaki lima(PKL) merupakan suatu bentuk aktivitas atau kegiatan

yang dilakukan pemerintah kota Makassar guna melakukan penataan, pertiban dan

pengelolaan atau pembinaan PKL dan Pemerintah juga menyediakan tempat baru

yang lebih layak dan lebih baik dari sebelumnya.

Dampak secara langsung dari program yang dilakukan terhadap kelompok

sasaran. Kriteria ini sangat menentukan bagi keikutsertaan dan respon warga

masyarakat dalam mengimplementasikan dan mengelola hasil-hasil program

tersebut. Tanpa adanya kepuasan dari pihak sasaran kebijakan, maka program

tersebut dianggap belum berhasil.

Pencapaian tujuan atau hasil merupakan suatu yang mutlak bagi keberhasilan suatu

pelaksanaan kebijakan. Meskipun kebijakan telah dirumuskan dengan baik oleh

orang-orang yang ahli di bidangnya dan juga telah diimplementasikan, namun tanpa

Efektivitas Relokasi

Pedagang Kaki

Lima

Page 49: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

41

hasil seperti yang diharapkan maka dapat dikatakan bahwa program tersebut tidak

berhasil atau gagal.

Pemilihan indikator hasil di atas didasarkan pada alasan bahwa indikator

tersebut merupakan pengukur yang tepat dari efektivitas kebijakan apabila dilihat

dari hasil setelah dilaksanakannya kebijakan.

PKL merupakan usaha sektor informal yang tak jarang menimbulkan masalah di

perkotaan. Keberadaan PKL dianggap telah mengganggu ketertiban dan kebersihan

kota. Begitu pula dengan PKL yang berada di kota Makassar, khususnya di Jalan

KH Ramli sampai dengan Jalan HOS Cokroaminoto.

Di sisi lain, PKL dipandang sebagai penyakit kota. Keberadaan mereka di fasilitas

umum dan fasilitas sosial dinilai merusak estetika kota. Apalagi mereka menempati

bagian jalan. PKL seringkali juga mengganggu ketertiban, karena pembeli

berkendaraan yang datang biasanya memarkirkan kendaraannya di badan jalan

akibat keterbatasan tempat. Kondisi ini akan berpotensi menimbulkan kemacetan

lalu lintas.

F.Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini di lihat dari latar belakang masalah kemudian di

rumuskan dalam rumusan masalah di kaji berdasarkan teori dalam tinjauan

pustaka.Adapun fokus penelitian implementasi kebijakan pemerintah dalam

merelokasi pedagang kaki lima di new mall pasar sentral kota makassar.

G.Deskripsi Fokus Penelitian

a. Sumber daya

Page 50: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

42

Sumber daya adalah segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung

keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya

manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan

b. Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari komunikor kepada

komunikan.

c. Struktur birokrasi

Struktur birokrasi adalah suatu pelaksana kebijakan yang memberikan ruang

bagi para pelaksana melakukan berbagai koordinasi kepada semua unit terkait

sehingga dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan

d. Disposisi

Disposisi adalah suatu kecendrungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana

kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang

sesuai dengan tujuan atau sasaran

Page 51: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

43

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Adapun menjadi lokasi penelitian ini adalah New Mall Pasar Sentral Kota

Makassar. Penelitian ini dilaksanakan di PD Pasar Makassar Raya kota Makassar

dan khususnya di lokasi yang kini ditempati PKL yaitu di Pasar Sentral yang

terletak di jalan KH Ramli sampai dengan Jalan HOS Cokroaminoto.

Pemilihan Pasar Sentral sebagai lokasi penelitian yaitu karena isu tentang

relokasi PKL di pasar tersbut memang sedang hangat dibicarakan dengan fakta

yang ada yaitu hanya beberapa PKL saja yang menempati kios-kios di New

Makassar Mall.

Selain itu juga permasalahan yang muncul dalam proses pelaksanaan

relokasi PKL di pasar sentral tersebut menjadi hal yang menarik untuk diketahui

lebih lanjut dengan diadakannya penelitian di lokasi tersebut.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Page 52: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

44

Penelitian ini menggunakan bentuk deskriptif kualitatif yang memaparkan,

menafsirkan dan menganalisis data yang ada. Penelitian deskriptif yakni studi kasus

yang mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret

kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan

studinya. Selain itu, penelitian ini juga ditunjang dengan studi kepustakaan untuk

mengetahui relevansi pengetahuan yang ditemukan di lapangan dengan pendekatan

teori yang ada.

C. Sumber data

Data yang dikumpulkan terutama merupakan data pokok yaitu data yang

paling relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Akan tetapi, demi

kelengkapan dan kebutuhan dari masalah yang diteliti maka akan dikumpulkan pula

data pelengkap yang berguna untuk melengkapi data pokok. Adapun jenis data yang

digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1) Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri yang diperoleh

melalui wawancara. Sedangkan yang akan diwawancarai antara lain:

a. Pedagang Kaki Lima di Jalan KH Ramli sampai dengan Jalan HOS

Cokroaminoto yang sudah pindah di tempat kios PKL yang baru yakni di New

Makassar Mall

b. Kepala Pasar Sentral

c. Aparat Kantor Pengelolaan PKL, yaitu Kepala Dinas bidang Pengelolaan PKL

2) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah

dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, yang biasanya terbentuk publikasi-

Page 53: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

45

publikasi. Yaitu melalui catatan-catatan lapangan hasil observasi penelitian dan

pengumpulan dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian.

D. Informan Penelitian

Informan dalam hal ini yaitu orang yang berada pada ruang lingkup penelitian,

artinya yaitu orang yang dapat menyerahkan suatu informasi tentang kondisi dan

situasi pada latar penelitian.

Tabel I.I Informan Penelitian

No Nama Jumlah Keterangan

1 Syamsul Bahri, S. E 1 Kepala Bagian Umum

2 Asnawi M. Aras, S. H 1 Kepala Subbagian Penagihan

3 Andi Samsuddin

Effendi

1 Kepala Seksi Ketertiban Umum

4 zulkarnaim 1 Pedagang di Blok A

5 Farid 1 Pedagang di Blok B

6 Salsa 1 Pedagang di Blok C

7 Putri 1 Pedagang di Blok C

Adapun narasumber atau informan yang ada dalam penelitian ini yaitu orang-

orang yang berwenang untuk menyerahkan informasi tentang bagaimana

Efektivitas Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima di Pasar Sentral Kota

Page 54: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

46

Makassar. Adapun beberapa informan yaitu Kepala Satpol PP, Pengelola Pasar

Sentral, Pedagang Kaki Lima, dan Masyarakat.

Berdasarkan petunjuk dari informan awal seperti rencana informan di atas

peneliti mengembangkan penelitian ke informan lainnya, begitu seterusnya sampai

penelitian dianggap cukup mendapatkan informasi yang dibutuhkan, proses

penelitian menggunakan teknik Purposive sampling, yaitu pengambilan sampel

berdasarkan penilaian dari peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas untuk

dijadikan sampel, oleh karena itu agar tidak sangat subjektif, peneliti harus punya

latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud agar peneliti benar-

benar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan dari

penelitian (memperoleh data yang akurat).

E.Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui 3 (tiga)

cara sebagai berikut :

a. wawancara

Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara mendalam (in-deph

interviewing) yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada

informan dengan pertanyaan yang bersifat openended dan mengarah pada

kedalaman informasi serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal

terstruktur guna menggali pandangaan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang

sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih

jauh dan mendalam. (Sutopo, 2002)

b. Observasi

Page 55: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

47

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa

peristiwa, tempat atau lokasi dan benda; serta rekaman gambar, yaitu suatu lokasi

dan benda serta rekaman gambar yang menyangkut relokasi di Pasar Sentral kota

Makassar. (Sutopo, 2002)

c. Dokumentasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melihat dan mencatat data yang ada di

lapangan maupun yang tersimpan di kantor berupa catatan, literatur, arsip, laporan-

laporan yang berhubungan dengan masalah penelitian.

F.Teknik Analisis Data

Tujuan dari menganalisis data adalah untuk menyusun dan

mengintepretasikan data yang sudah diperolehDi dalam analisis data dalam

penelitian kualitatif terdapat tiga tahapan, yaitu reduksi data, sajian data dan

penarikan simpulan dan verifikasi yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai

berikut :

a. Reduksi data

Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang

merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dari

fieldnote (Sutopo, 2002:91). HB Sutopo juga menambahkan bahwa reduksi data

berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Bahkan prosesnya diawali

sebelum pelaksanaan pengumpulan data. Sutopo (2002) lebih lanjut menyatakan

bahwa reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas,

memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan

Page 56: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

48

mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan

(2002).

b. Sajian Data

Kegiatan kedua dalam kegiatan analisis data adalah penyajian data. Iskandar

(2009:141-142) menjelaskan bahwa biasanya dalam penelitian, Peneliti akan

mendapat data yang banyak. Data yang didapat tidak mungkin dipaparkan secara

keseluruhan. Untuk itu, dalam penyajian data, data dapat dianalisis oleh peneliti

untuk disusun secara sistematis, sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan

atau menjawab masalah yang diteliti.

c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi

Menarik simpulan dan verifikasi merupakan kegiatan analisis yang ketiga. Iskandar

(2009:142) menjelaskan bahwa mengambil kesimpulan merupakan analisis

lanjutan dari reduksi data, dan display data sehingga data dapat disimpulkan.

G. Pengabsahan data

Validitas sangat mendukung hasil akhir dari penelitian ini, oleh karena itu

diperlukan suatu teknik untuk memeriksa suatu keabsahan data. Keabsaha data

dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi

bermakna silang yakni mengadakan pengecekan akan kebenaran data yang akan

dikumpulkan dari sumber data dengan teknik pengumpulan data yang lain serta

pengecekan pada waktu yang berbeda.

Page 57: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

49

1. Triangulasi sumber yaitu dikerjakan dengan cara mengecek atau mencocokan

suatu data pada sumber lain keabsahan data yang telah didapatkan sebelumnya

untuk mendapatkan sebuah hasil yang ada.

2. Triangulasi pengumpulan data yaitu bermakna data yang diperoleh dari satu

sumber dengan menggunakan metode atau teknik tertentu, diuji keakuratan dan

ketidakakuratan.

3. Triangulasi waktu berkenaan dengan waktu pengumpulan data peneliti

melakukan wawancara dengan informan dalam kondisi waktu yang berbeda untuk

menentukan kredibilitas data

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi atau Karakteristik Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Perusahaan Daerah Makassar Raya atau bisa disingkat PD Pasar Makassar

Raya adalah sebuah perusahaan atau organisasi yang bergerak di bidang

pemungutan distribusi pasar tradisional, seperti Pasar Sentral, Pasar Terong dan

pasar tradisional lainnya. Perusahaan Daerah Makassar Raya di bentuk oleh

Walikota Makassar berdasarkan perubahan atas peraturan daerah Kota Makassar

Nomor 17 Tahun 2002.

Page 58: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

50

Untuk kelancaran pelaksanaan relokasi Pedagang kaki lima di Pasar

Sentral, Perusahaan Daerah Makassar Raya membentuk

a. PD (Perusahan Daerah) Pasar New Mall Makassar

Perusahaan daerah Pasar New Mall yang di pimpin oleh Sudirman Lannurung. PD

Pasar New Mall Makassar mempunyai tugas memungut retribusi pedagang kaki

lima resmi yang berada di dalam dan diluar bangunan New Mall Makassar yang di

tetapkan oleh Walikota Makassar.

Kepala perusahaan daerah Pasar Makassar Raya melaporkan secara bersekala

retribusi setiap harinya kepada Ketua PD pasar lalu melaporkan kembali kepada

Walikota Makassar.

b. PD (Perusahan Daerah) Pasar Makassar Raya

Perusahaan daerah Pasar Makassar Raya yang di ketuai Oleh Walikota Makassar.

PD Pasar Makassar Raya mempunyai tugas merumuskan kebijakan, strategi, dan

langkah-langkah yang di perlukan dalam rangka merelokasikan PKL yang berada

di Pasar Tradisional di Kota Makassar sesuai dengan kebijakan, strategi, dan

pedoman yang di tetapkan oleh Walikota Makassar.

Perusahaan daerah Pasar Makassar Raya melaporkan secara bersekala pelaksanaan

tugasnya kepada Ketua PD pasar lalu melaporkan kembali kepada Walikota

Makassar.

2. Visi dan Misi PD Pasar Makassar Raya

Adapun Visi dan Misi Perusahaan Daerah Pasar Makassar Raya yaitu :

Page 59: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

51

Visi : Terwujudnya Pasar yang nyaman untuk semua, penunjang pendapatan asli

Kota Makassar

Misi :

1. Merekontruksi bangunan pasar, menjadi seperti pasar modern yang berwawasan

ramah lingkungan (Pasar Sehat).

2. Mewujudkan pengelolaan pasar dengan pelayanan publik yang berkualitas,

profesional, memiliki intregritas yang tinggi.

3. Mewujudkan management pengelolaan pasar yang unggul/ modern/

berkontribusi tinggi menunjang pendapatan asli daerah Kota Makassar.

3. Susunan keanggotaan Perusahaan Daerah Pasar Makassar Raya

Ketua : Walikota Makassar

Direktur Utama : Syafrullah, SE

Satuan Pengawas Internal (SPI) / Direktur Umum : Thamrin Mensa, S.T , MM

Kelompok Jabatan Fungsional / Direktur Oprasional : Saharuddin Ridwan, S.S,

MM

Kabag Keuangan : Ahriani S.Sos

Kabag Umum : Syamsul Bahri, S.E

Kabag Pengelolaan : Yunita Yusuf , S.T

Kabag Ketertiban dan Keindahan : Muh. Cahyadi W. Putra, S.H

Kasubag Anggaran dan Pembukuan : Lutfi Gunawan Alam, S.E

Kasubag Administrasi dan Kepegawaian : Wahyudi Falarungi, S.H

Kasubag Perencaan Fisik dan Realibitas : Heril Ahmad, S.T

Kasubag Kebersihan dan Keindahan : Abd Latief

Page 60: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

52

Kasubag Pengelolaan Karcis : Ismail

Kasubag Pengelolaan Asset : Akbar Idris, AMd

Kasubag Kemitraan : Fany Firmansyah

Kasubag Pembinaan dan Penertiban : Bahtiar. R

Kasubag Humas dan Hukum : Sumardin

Kasubag Penagihan : Asnawi M. Aras, S.H

B. Implementasi Kebijakan Pemerintah dalam merelokasi Pedagang Kaki

lima di New Mall Pasar Sentral Kota Makassar.

Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Menurut Islamy

(2004) kebijakan publik (public policy) adalah, “Serangkaian tindakan yang

ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang

mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh

masyarakat”. Pembuatan kebijakan merupakan suatu tindakan yang ditetapkan dan

dilaksanakan oleh pemerintah dan berorientasi pada upaya pencapaian tujuan demi

kepentingan masyarakat namun pada kenyataannya hampir di setiap kebijakan

yang di buat oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dapat dipastikan adanya

masalah awal yang muncul sehingga Pemerintah tersebut melakukan suatu trobosan

dengan membuat suatu kebijakan yang tepat dalam mengalami masalah tersebut.

Sumber daya bahan galian merupakan salah satu potensi sumber daya alam yang

penting untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan penunjang pembangunan.

Relokasi Pedagang Kaki Lima yang tidak tertata di Kota Makassar terus

meningkat sehingga PEMDA membuat suatu kebijakan yang tertuang dalam

Keputusan Walikota Makassar Nomor 20 Tahun 2004 tentang prosedur tetap

Page 61: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

53

(PROTAP) penertiban bangunan dan pembinaan pedagang sector informal (PKL)

dalam wilayah Kota Makassar dan yang terakhir Peraturan daerah kota makassar

nomor 12 tahun 2014 tentang pengurusan pasar dalam daerah kota makassar

bertujuan mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh pemerintah dan

sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dari hasil penelitian peneliti, yang berkaitan dengan implementasi

kebijakan pemerintah dalam merelokasi pedagang kaki lima di kota makassar

bahwa keberhasilan suatu implementasi kebijakan ditentukan oleh banyak faktor

dan masing-masing faktor saling berhubung satu dengan yang lain antara golongan

pelaku actor yang terlibat didalam kebijakan tersebut. Hal ini didukung dengan apa

yang diungkapkan Charles O. Jones (dalam Wahab, 2001) yang menegaskan bahwa

Suatu proses kebijakan, sedikitnya terdapat empat golongan atau tipe aktor (pelaku)

yang terlibat, yakni: golongan rasionalis, golongan teknisi, golongan inkrementalis

dan golongan reformis. Golongan – golongan tersebut yang sebagai aktor dalam

merelokasi Pedagang Kaki Lima yang saat ini berkembang pesat di kota makassar

dengan alas an bahwa semakin banyaknya tingkat kelahiran sehingga pengangguran

dan pedangang kaki lima berkembang pesat sebagai alternative pekerjaan yang

muda di kerjakan.

Dalam mensukseskan kebijakan pemerintah Perusahaan Daerah Pasar

Makassar Raya mengadakan kegiatan sosialisasi dan mengundang para pedagang-

pedagang Kaki Lima yang berada di jalan Jl. KH Ramli, Jl. KH Wahid Hasyim, dan

Jl. HOS Cokroaminoto guna memberikan arahan tentang kebijakan relokasi

Page 62: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

54

tersebut adalah kebijakan yang terbaik demi untuk meningkatkan kesejahteraan

PKL dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan

proses kebijakan sehingga dalam mengkaji lebih dalam tentang kebijakan

Pemerintah Kota Makassar dalam merelokasi Pedagang Kaki Lima peneliti

menggunakan teori Edward III Pemilihan teori Edwards III didasarkan pada

implementasi dapat dimulai dari kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan tentang

apakah syarat agar implementasi kebijakan dapat berhasil Agustino (2006:115),

adapun teori tersebut adalah :

1. Komunikasi (Communication)

2. Sumber Daya (Resources)

3. Disposisi (Disposition)

4. Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)

Sehubungan dengan penjelasan diatas, merupakan hasil dari reductions (Reduksi

data) dan sampai pada konteks konklusif data yang bersumber dari hasil

wawancara, hasil observasi dan dokumentasi penulis pada saat melakukan

penelitian.

C. Pedagang di Pasar Sentral (New Makassar Mall)

Pedagang yang menjual di pasar sentral (New Makassar Mall) ditempatkan

sesuai dengan jenis barang dagangannya, pedagang tersebut dikelompokkan

sebagai berikut:

a. Pedagang di Blok A : Induknya Mall

Page 63: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

55

Pedagang yang menempati bangunan bertingkat yang berupa kios-kios kecil

yang memiliki ukuran 2m x 2,20 dan 2m x 2,23. Bangunan ini di bangun oleh pihak

swasta (PT.Melati Tunggal Inti Raya) sebagai pihak pengelola pasar New

Makassar Mall yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Makassar. Di dalam

mall ini menjual berbagai macam kebutuhan primer dan sekunder.

a. Pedagang di Blok A : Ruko

a) Pedagang Kios / Lapak, adalah pedagang yang menempati bangunan ruko

yang sebelumnya sudah hangus terbakar dan dibangun kembali berupa

lapak oleh pemerintah kota dengan ukuran yang tidak begitu luas dan tidak

bertingkat. Ciri lainnya yakni pintu dari kios/lapak ini terbuat dari ruling

door dan pintu tripleks. Kios/lapak ini menjual berbagai macam pakaian,

barang pecah belah, sepatu, sandal, tas dan sebagainya.

b) Pedagang Kaki Lima (PK5), adalah pedagang yang menjual dengan

membawa gerobak yang berisi dagangannya. Contoh PK5 ini yang menjual

di pasar ini seperti penjual bakso, kue keliling, penjual minuman dingin dan

ada juga yang menjual pakaian jadi, kosmetik asessoris dan lain sebagainya.

Pedagang yang menjual di Blok B ini sesuai perjanjian antara pedagang dan

pemilik ruko bahwa pedagang siap mengangkut kembali barang dagangannya

“siap pindah” apabila suatu saat ruko akan di bangun kembali dengan waktu yang

tidak di tentukan artinya bisa cepat bisa juga lambat.

Tabel I.II

Page 64: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

56

Tarif Retribusi

No. Jenis Pungutan Tarif Total

1 Kios Rp. 2,5 juta / Tahun

2 Kartu Pedagang Rp. 150.000/ Tahun

Rp. 2.665.000 / Tahun 3 Distribusi Rp. 5.000 / Hari

4 Keamanan Rp. 5.000/ Hari

5 Listrik Rp. 3.000/ Hari

6 Kebersihan Rp. 2.000/ Hari

Sumber: PD. Pasar Makassar Raya Kota Makassar, 2020

Tabel 1.3

Rekapitulasi Data Kios (New Makassar Mall) No. Lantai (Lt) Pedagang Mall Booth Emerald Food Septi Jumlah

Lama Cour 1 Lt. Basement 368 - - 171 - - 493

2 Lt. Dasar 613 - - - - - 513

3 Lt. Satu 103 145 4 - - 7 97

4 Lt. Dua - 3 10 - - - 13

5 Lt. Tiga - - - - 4 - 4

Total Kios Buka 1084 48 14 171 4 7 1478

Sumber: Pasar Sentral Makassar (New Makassar Mall), 2020

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan SB selaku

Kabag Umum di PD Pasar Makassar Raya yang mengatakan bahwa :

“Kebijakan ini sebenarnya sudah lama, yaitu pada tahun 2018 bulan Juli dengan

nama kebijakan pengembalian fungsi jalan. Tapi masih banyak PKL yang menolak

kebijakan ini” . (Wawancara SB, tanggal 16 Agustus 2019).

Page 65: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

57

Adapun pendapat dari SE selaku Kepala Seksi Ketertiban Umum yang

mengatakan bahwa:

“Relokasi ini sebenarnya mandet 5-10 tahun karena adanya penolakan oleh PKL

karena menganggap ketika mereka di pindahkan kebangunan baru maka mereka

akan rugi karena pembeli akan malas masuk karena tempatnya yang sangat jauh,

berbeda ketika mereka berjualan dipinggir jalan. Relokasi seharusnya dilakukan

sesuai dengan yang direncanakan dengan alasan SK penampungan pedagang pasca

kebakaran dibahu Jl Cokrominoto, Jl KH Wahid Hasyim, dan Jl KH Agus Salim

sudah dicabut, maka dari itu akan di laksanakan pengembalian badan jalan supaya

aktivitas ekonomi kembali lancar” . (Wawancara SB, tanggal 16 Agustus 2019).

Hasil wawancara oleh SE menunjukkan bahwa Relokasi seharusnya

dilkukan sesuai dengan yang direncanakan dengan alasan SK penampungan

pedagang pasca kebakaran dibahu Jl Cokrominoto, Jl KH Wahid Hasyim, dan Jl

KH Agus Salim sudah dicabut, maka dari itu akan di laksanakan pengembalian

badan jalan supaya aktivitas ekonomi kembali lancar. Namun para pedagang

menolak untuk dipindahkan, sehingga relokasi menjadi mandet dengan jangka

waktu yang sangat panjang karena sampai memakan waktu bertahun-tahun

lamanya.

Kemudian untuk mencari informasi yang lebih akurat mengenai waktu

relokasi dlaksanakan maka peneliti kembali mengajukan pertanyaan mengenai

orang-orang yang terlibat dalam melancarkan kegiatan relokasi.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan SB selaku

Kabag Umum di PD Pasar Makassar Raya yang mengatakan bahwa :

“Pemerintah mengerahkan 700-san lebih aparat personil gabungan untuk menjaga

keamanan relokasi dari pihak Satpol-PP dan kepolisian, hal ini dilakukan karena

banyaknya para pedangan yang melaukan aksi protes, aksi protes kebanyakan

dilakukan oleh ibu-ibu bahkan ada pedagang nekat berdiri di atas alat berat, dan

bahkan mereka berorasi dan membentangkan spanduk penolakan relokasi. Maka

dari itu diturunkan aparat keamanan untuk mengamankan lokasi relokasi”. .

(Wawancara SB, tanggal 16 Agustus 2019).

Page 66: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

58

Berdasarkan hasil wawancara dengan SB selaku Kasubag Umum PD Pasar

Raya yang mengatakan bahwa:

“Keberhasilan relokasi yaitu pemindahan pedagang sesuai dengan pengembalian

fungsi jalan sudah dikatakan berhasil atau efektif seperti yang kita lihat empat sisi

jalan yang menjadi sasaran relokasi yaitu JL.KH. Ramli, JL. KH. Wahid Hasyim,

JL. HOS Cokroaminoto sudah kosong atau sudah tidak terlihat lagi PKL yang

berjualan, mereka sudah dipindahkan ke New Makassar Mall (Blok A) meskipun

masih ada pedagang yang masih berjualan di Blok B, tempat itu kita namakan

tempat sementara karena tempat itu diberadakan karena masih ada pedagang yang

menolak untuk masuk gedung karena masalah finansial dan menganggap bahwa

tempat yang sudah disediakan di dalam gedung terlalu jauh sehingga pembeli akar

berpikir dua kali untuk naik”. (Wawancara, tanggal 18 Agustus 2019).

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa implementasi kebijakan

relokasi PKL Pasar Sentral sudah efektif dengan melihat JL. KH. Ramli, JL. KH.

Wahid Hasyim, JL. HOS Cokroaminoto sudah bersih dari PKL yang berjualan.

Pendapat yang sama juga datang dari hasil wawancara dengan AM selaku

Kasubag Penagihan PD Pasar Raya yang mengatakan bahwa:

“Keberhasilan relokasi ini sudah dikatakan berhasil dikarenakan PKL sudah

memasuki gedung yang sudah disiapkan (New Makassar Mall), meskipun masih

ada pedagang yang belum masuk dan masih menempati tempat sementara, namun

pedagang masih dapat pindah ke dalam gedung ketika sudah siap, baik secara

finansial atau apa pun itu”. (Wawancara, tanggal 18 Agustus 2019)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa relokasi PKL

berhasil meskipun tidak semua PKL memasuki gedung yang sudah disediakan dan

masih menempati tempat sementara namun setidaknya para PKL tidak lagi

mengganggu fungsi jalan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan AM selaku pedagang yang

menempati Blok B mengatakan bahwa:

“Saya akan tetap berjualan diluar gedung New Makassar Mall, apabila pengelola

belum merespon keinginan kami untuk menurunkan harga sesuai kemampuan

kami. Saya menyadari keberadaan saya salah tapi apa boleh buat kami tidak

Page 67: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

59

sanggup untuk masuk ke dalam gedung karena harga kios yang sangat berat untuk

saya. Sedangkan di luar gedung kami tidak perlu membayar mahal. Namun kami

siap pindah kapan pun ketika pemerintah menurunkan harga sesuai kemampuan

kami ataupun solusi lain yang sanggup kami terima” (Wawancara, tanggal 18

Agustus 2019

Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa penolakan yang dilakukan

oleh pedagang yang menempati Blok B untuk masuk berjualan di Blok A karena

alasan harga kios di Blok A yang terbilang mahal. Beberapa pedagang lebih

memilih berjualan di luar gedung karena harga yang lebih murah di banding di

dalam gedung, namun pedagang siap untuk dipindahkan kapanpun apabila harga

kios disesuaikan dengan kemampuan mereka atau pemerintah mencari solusi lain.

Peneliti melanjutkan wawancara selaku pedagang yang menempati Blok D

mengatakan bahwa:

“Saya juga ingin masuk dalam gedung, tapi karena finansial saya tidak mampu,

saya harus berjualan di luar gedung. Saya juga merasa tidak enak hati dengan para

pedagang di dalam gedung dengan keberadaan kami disini. Harga kios dalam

gedung untuk keuangan saya sangat berat. Saya akan berdamai dengan sendirinya

jika harga kios diturunkan sesuai kemampuan saya ”. (Wawancara, tanggal 18

Agustus 2019

a. Komunikasi (Communication)

Edward III (1980) dalam Haedar (2010) Komunikasi merupakan proses

penyampaian informasi dari komunikor kepada komunikan. Sementara itu,

komunikasi kebijkan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan

dari pembuat kebijakan (policy makers) Kepada pelaksana kebijakan (policy

implementors)

Komunikasi yang di lakukan PD Pasar Makassar Raya yaitu melakukan

informasi kepada setiap pedagang kaki lima bahwa akan di adakan rapat bersama

yang membahas tentang relokasi ke New Mall Makassar.

Page 68: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

60

Sebagaimana yang telah di jelaskan diatas, peneliti mewawancarai salah satu

informan yang berada di kantor PD Pasar yang tertempat di gedung New Mall

Makassar. Ibu A selaku sekertaris mengatakan bahwa :

“PD Pasar memang sudah memberitahukan sebelumnya kepada pedangang kaki

lima, bahwa akan dilakukan penggusuran atau lapak-lapak yang ilegal dan akan di

pindahkan ke dalam New Mall Makassar, dan pedangang kaki lima yang terlanjur

memiliki surat izin yang sah akan di tempatkan ke dalam gedung New Mall, tetapi

masih banyak pedang kaki lima yang ilegal rela mati demi menyalamatkan

lapaknya. (Wawancara, tanggal 18 Agustus 2019).

Menurut Agustino (2006:157) komunikasi merupakan salah-satu variabel

penting yang memengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat

menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik”.

Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting

yaitu tranformasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi tidak

hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok

sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi

yang jelas dan mudah di pahami, selain itu untuk menghindari kesalahan

implementasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang

terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi

menghendaki agar informasi yang di sampaikan harus konsisten sehingga tidak

menimbulkan kebingungan pelaksana kebijkan, kelompok sasaran maupun pihak

terkait.

b.Sumber daya (Resources)

Sumber daya memiliki peranan penting dalam implemetasi kebijakan. Edward III

dalam Widodo (2007) :

Page 69: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

61

Bagaimana jelas dam konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan serta

bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan

tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk

melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak

akan efektif.

Sumber daya disini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan

untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini

mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan

yang dijelaskan sebagai berikut

c. Sumber Daya Manusia (staff)

Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber

daya manusia yang cukup kualiatas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya

manusia berkaitan dengan keterampilan, profesionalitas, dan kompetensi di

bidangnya, sedangkan kualitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia

apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya

manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa

sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implentasi kebijakan

akan berjalan lambat.

Kegagalan yang sering terjadi dalam suatu implementasi kebijakan yaitu

disebabkan oleh staff yang tidak memadai, mencukupi. Penambahan jumlah staf

dan implementor saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan implentasi

kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan

Page 70: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

62

kemampuan yang di perlukan dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Hasil

wawancara penulis dengan informan yang berada di PD Pasar New Mall, Ibu A

mengatakan bahwa :

“Semua pegawai PD Pasar Makassar Raya ikut berpatisipasi dalam merelokasikan

PKL atau dalam pembongkaran lapak yang ilegal dijalan Jl. KH Ramli, Jl. KH

Wahid Hasyim, sampai di Jl. HOS Cokroaminoto, Sudah sesuai dengan tugas dan

tanggung jawabnya masing-masing”. (Wawancara, 18 Agustus 2019)

Selain itu peneliti mewawancarai pegawai setempat untuk memperkuat wawancara

ditas, Bapak H sebagai pegawai mengatakan bahwa:

“Sudah pasti semua anggota PD Pasar Makassar Raya turut berpastisipasi, karena

itu sudah tanggung jawab kami dan perintah langsung dari direktur utama PD Pasar

yang diarahkan dari Walikota”. (Wawancara 20 Agustus 2019)

Dari hasil wawancara diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa semua

pegawai di PD Pasar Makassar Raya sampai PD Pasar New Mall turut berpartisipasi

dalam setiap melakukan kegiatan karena masing-masing mempunyai tugas dan

tanggung jawab.

Namun pada kenyatannya setelah diimplementasikan, sebagian besar

pedagang kaki lima yang telah direlokasi masih banyak memutuskan untuk kembali

berjualan di sepanjang jalan dan parkiran new mall. Melihat hal tersebut PEMDA

dan Satpol PP belum melakukan tindakan, dan pedagang kaki lima masih dibiarkan

berjualan di sepanjang jalan bahkan saat ini dibuat kembali gardu-gardu baru

disamping new mall.

Disini terlihat jelas bahwa komunikasi dan koordinasi antar organisasi

pelaksana kebijakan masih belum efektif. Sikap para pelaksana Dalam

implementasinya, kebijakan penataan pedagang kaki lima yang merupakan

perwujudan kerjasama Pemerintah dengan pihak swasta dihadapkan pada beberapa

Page 71: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

63

permasalahan. Di antaranya pertama, ketidak konsistensinya Pemerintah dalam

merelokasi semua pedangan ke new mall dimana saat ini masih banyak

bermunculan pedagang kaki lima baru yang tetap berjualan di sekitar parkiran

lokasi new mall bahkan pihak swasta melegalkan dengan membuat kembali gardu-

gardu untuk PKL. Hal inilah yang kemudian membuat pedagang kaki lima yang

sudah dipindah ke new mall banyak memilih keluar dan kembali berjualan di luar.

a) Anggaran (Budgetary)

Kebijakan anggaran adalah sebuah keputusan yang besar pengaruhnya terhadap

kinerja pengelolaan anggaran karena berdampak langsung tehadap masyarakat.

Syarifuddin (2018:100) mengemukakan bahwa pembuatan keputusan adalah salah

satu dari aktivitas manajerial yang penting. Lebih lanjut Greenberg dan Baron 2003

dalam Syarifuddin (2018:100) menjelaskan bahwa pada dasarnya keputusan dapat

dibedakan sebagai keputusan terprogram dan tidak terprogram. Menurut mereka,

keputusan tidak terprogram dapat disebut sebagai keputusan yang tidak memiliki

solusi.

Berangkat dari hal tersebut, implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan

kecakupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan sehinggs

pemerintah perlu melakukan tahapan kebijakan yang benar-benar terprogram agar

dapat mewujudkan kualitas pengelolaan anggaran dengan baik sesuai dengan

harapan masyarakat. Syarifuddin (2018:205) menyatakan bahwa keberhasilan

kepemimpinan dan kekuasaan atas kebijakan anggaran, sangat tergantung kepada

unsur manusia, termasuk di dalamnya cara pandang manusia yang bersangkutan

terhadap kebijakan anggaran, yang tercermin melalui kebijakan dalam menjalankan

Page 72: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

64

kekuasaan atas anggaran dan berpolitik untuk mencapai tujuan kekuasaan atas

anggaran. Menurut ungkapan Bapak S yang mengatakan bahwa:

“Mengenai anggaran atau ke cukupan modal, kami cuma menyesuaikan dengan

dana yang dikirim dari pusat, kita tinggal mengatur bagaimana supaya dana yang

dikirim dari pusat cukup untuk memfasiliasi kegiatan relokasi. (Wawancara 10

Agustus 2019)

Hal Serupa di perkuat oleh wawancara peneliti kepada yang lain

mengatakan bahwa :

“Anggaran yang dari pusat itu sudah termasuk oprasional, dan sumber dananya itu

dari APBN, sosialisasi yang di laksanakan sesuai dengan dana dari pusat, untuk

mengimplementasikan suatu kegiatan relokasi pedagang kaki lima, dengan adanya

dari pusat kita sesuaikan dengan kebutuhan yang akan dilaksanakan di New Mall

Makassar misalnya saja penambahan lapak-lapak untuk pedagang kaki lima.

(Wawancara 20 Agustus 2019)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa

PD Pasar Makassar Raya melaksanakan kegiatan membutuhkan dana dimana dana

tersebut demi keperluan untuk mencapai suatu tujuan dalam mengimplementasikan

suatu relokasi pedagang kaki lima.

b) Fasilitas (facility)

Tahir Arifin (2014) fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu

faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang

layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam

keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan. Edward III (1980) dalam

Haedar (2010) Pegadaan fasilitas yang layak, seperti lapak-lapak, peralatan-

peralatan pada saat relokasi dan setelah relokasi akan menunjang dalam

keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan. Berdasarkan dengan hal

Page 73: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

65

tersebut adapun wawancara dengan Bapak H sekretris dinas perdagangan

mangatakan bahwa :

“Untuk mengimplementasikan relokasi pedagang kaki lima Dinas

perdagangan itu cuman membantu dari fasilitasnya saja, karna itu sebenarnya bukan

lagi tanggung jawab kami, karna telah dibentuk PD pasar oleh walikota jadi kami

cuman memfasilitasi seperti snack,baliho, dan mengundang PKL untuk

melaksanakan sosialisasi. (Wawancara 20 Agustus 2019)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka hasil wawancara diperkuat oleh

Ibu N bahwa :

“Memang kita sudah menyediakan beberapa fasilitas untuk mengimplementasikan

relokasi PKL ke New Mall Makassar seperti baliho,snack,atau komsumsi lainnya

dan juga ruang rapat untuk PD pasar dan pedagang kaki lima untuk membahas

tentang pelaksanaan relokasi.(Wawancara 20 Agustus 2019)

Dari hasil wawancara diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa

fasilitas yang digunakan dalam mengimplementasi relokasi pedagang kaki lima

sangat memadai untuk tercapainya kegiatan tersebut, Tim dari Dinas Perdagangan

juga ikut berpastisipasi menyiapkan fasilitas seperti batuan komsumsi pada saat

relokasi seperti baliho, komsumsi pada saat relokasi dan semua yang dibutuhkan

PD Pasar Makassar Raya, peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan tersebut berjalan

dengan prosedur yang direncanakan.

c) Informasi dan kewenangan (Information and Authority)

Tachjan (2006) Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi

kebijakan, terutama informasi suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan

penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang

dilaksanakan sesuai dengan yang di kehendaki. Adapun wawancara peneliti dengan

Kasubag Pembinaan dan Penertiban yaitu Bapak B :

Page 74: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

66

“Dengan pengimlementasian kegiatan tersebut PD Pasar tidak berjalan sendiri akan

tetapi PD pasar melakukan kerja sama oleh PT Melati dan Dinas Perdagangan Kota

Makassar . (Wawancara 20 Agustus 2019)

Berdasarkan hasil wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa PD

Pasar Makassar Raya mememilik sumberdaya informasi dan kewenangan yang

baik dimana Hasil wawancara yang dilakukan peneliti bahwa PD Pasar Makassar

Raya tidak berjalan sendiri melainkan PD Pasar bekerja sama dengan Pt Melati dan

Dinas Perdagangan Kota Makassar untuk melaksanakan perawatan dan

pengelolaan new mall.

d. Disposisi (Disposition)

Edward III dalam Haedar (2010) menyatakan pentingnya disposisi yang

benar yang harus dimiliki oleh implementor agar dapat melaksanakan sebuah

kebijakan dengan benar. Kecendrungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana

kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai

dengan tujuan atau sasaran. Karekter yang penting yang harus dimiliki oleh

pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran

mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah

digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakan akan

membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi,

dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.

Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam

implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia

akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh

pembuat kebijakan, sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka

Page 75: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

67

implementasi tidak akan terlaksana dengna baik. Berdasarkan hal tersebut peneliti

melakukan wawancara dengan ibu Y bahwa :

“Dalam mengimplementasikan kegiatan relokasi pedagang kaki lima. PD Pasar

melakukan pendampingan, penataan, dan pengamanan terdahap pedagang kaki

lima yang ingin direlokasi” (Wawancara 20 Agustus)

"Kami masih terus melakukan pendampingan kepada pedagang kaki lima yang

ingin di relokasi. Adapun juga seminar yang kita lakukan untuk pencerahan

pedagang kaki lima supaya bisa menjadi pedagang yang lebih maju" (Wawancara

18 Februari 2020)

Ada tiga bentuk sikap/respon implemtor terhadap kebijakan ; kesadaran

pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan

atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut Lilis dkk 2009. Komitmen atau

dukungan serius dari pejabat pelaksana dalam hal ini PEMDA dan PD Pasar

Makkassar, sangat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan agar bisa mencapai tujuan

secara efektif dan efisien. Pada prinsipnya, kedua pihak pelaksana ini sangat

mendukung penerapan kompetensi Pedagang khususnya di tingkat PKL Di lain

pihak, sebagian Pedangan juga mendukung kebijakan tersebut terlebih bertujuan

untuk meningkatkan kualitas tempat penjualan dan peningkatan kesejahteraan

pedagang itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara diatas terbukti bahwa

pelaksanaan kebijakan Pemerintah telah berjalan sesuai aturan birokrasi yang ada.

Pelaksana kebijakan dalam hal ini PD Pasar telah melaksanakan kebijakan tersebut

dengan tetap melakukan pendampingan, penataan tempat dan pengamanan kepada

pedagang kaki lima yang ingin direlokasi ke New Makassar Mall.

e.Struktur Birokrasi (Bureucratic Srtucture)

Page 76: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

68

Struktur birokrasi yang baik akan membuat pelaksana kebijakan memberikan ruang

bagi para pelaksana melakukan berbagai koordinasi kepada semua unit terkait

sehingga dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan Haedar (2010).

Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi

kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan

struktur birokrasi itu sendiri. SOP menjadi aspek pertama pedoman bagi setiap

implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng

dari tujuan dan sasaran kebijakan, dan aspek dua adalah struktur birokrasi yang

rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi

menjadi tidak fleksibel.

Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada PD Pasar New Mall

Makassar mengenai struktur organisasi. Menurutnya bahwa :

“telah menentukan dan melaksanakan struktur birokrasi yang sederhana dan jelas.

Kejelasan pembagian wewenang memudahkan tiap bagian melaksanakan tugasnya.

Koordinasi antar unit/ bagian menjadi mudah dan jelas, sehingga struktur birokrasi

yang ada memudahkan koordinasi dalam melaksanakan tugas. Pembagian

wewenang dalam melakukan relokasi PKL dengan bekerjasama berbagai pihak

terutama kepada SATPOL PP sebagai penopang keberhasilan kebijakan tersebut

(Wawancara 24 Agustus 2019)

Adapun pendapat lain dari bapak B mengatakan bahwa :

“kebijakan relokasi pedagagang kaki lima (PKL) adalah sebuah kebijakan yang

suda disepakati Bersama, artinya bahwa kegiatan ini telah dibagi masing-masing

unit untuk melaksanakan kewajibannya dalam menertibkan PKL guna meujudkan

harapan Pemerintah untuk mensejahterakan rakyat dan meningkatkan daya beli

masyarakat khususnya Kota makassar.” (Wawancara 24 Agustus 2019)

Hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Struktur birokrasi yang

baik akan membuat pelaksana kebijakan memberikan ruang bagi para pelaksana

melakukan berbagai koordinasi kepada semua unit terkait sehingga dapat

mendukung keberhasilan implementasi kebijakan Pemerintah.

Page 77: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

69

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas yang kemudian diolah dengan

menggunakan model teori Edwar III yang terdiri dari empat aspek yakni

komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi, maka dapat

digambarkan dalam bentuk matriks sebagai berikut :

Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar dalam Merelokasi PKL

ke New Mall

Tabel I.III

Berdasarkan tabel tersebut di atas maka dapat dijelaskan, hasil penelitian ini

menunjukan bahwa aspek-aspek yang perlu ditingkatkan dalam Implementasi

Kebijakan dalam merelokasi PKL ialah aspek komunikasi dan sumber daya,

sedangkan aspek yang sudah berjalan dengan baik adalah aspek disposisi dan

struktur birokrasi.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Relokasi Pedangang Kaki Lima di

Kota Makassar

Model Implementasi Kebijakan Dampaknya

1. Komunikasi

2. Sumber daya

3. Disposisi

4. Struktur Birokrasi

Belum baik/ ditingkatkan

Belum baik/ ditingkatkan

Sudah baik/ dipertahankan

Sudah baik/ dipertahankan

Page 78: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

70

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012), faktor adalah sesuatu hal

(keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu.

Dengan demikian yang dimaksud faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas

kebijakan relokasi Pedagang Kaki Lima di masyarakat di pengaruhi oleh banyak

faktor seperti ketertiban, perilaku, tingkat pendidikan dan kemiskinan. Hal

demikian Berdampak sangat luas terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat dan

keluarga yang tidak mempunyai pekerjaan. Oleh karenanya masalah Pedagang

Kaki Lima harus ditangani secara terkoordinasi oleh sektor pemerintah, sektor

swasta atau dunia usaha dan LPM. Koordinasi mencakup aspek perencanaan,

pembinaan, penyelenggaraan, monotoring dan evaluasi.

a. Faktor pendukung

Salah satu faktor yang mendukung relokasi tersebut adalah dengan

melakukan sosialisasi akan kenyamanan, kemanan dan kebersihan lokasi PKL serta

peningkatan daya beli masyarakat dengan adanya new mall makassar. Adapun

faktor pendukung dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil komunikasi

adalah faktor internal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri

pedagang itu sendiri. Seperti dalam temuan Fatmawati (2013) bahwa dalam

pemilihan lokasi PKL dipengaruhi oleh kemudahan pencapaian, kemudahan dilihat

dan kemudahan hubungan dengan aktifitas formal. Sehingga memudahkan

pelanggan untuk mengakses keberadaan dan waktu para PKL tersebut memulai

Page 79: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

71

menjajakan dagangannya. Berikut penuturan salah satu informan terkait faktor

pendukung relokasi PKL :

“dengan adanya new mall makassar maka antusias pembeli meningkat dan

otomatis omset yang didapatkan pedagang akan meningkat, dan tidak takutlagi

dengan adanya penggusuran-penggusuran serta pungli-pungli liar seperti pada

pasar sebelumnya ” (Wawancara 24 Agustus 2019).

"Dari hasil data Pedagang Kaki Lima yang berpindah ke New Mall terus meningkat

sampai saat ini dan daya tarik pembeli Pedagang terus mingkat" (Wawancara 18

Februari 2020)

Hal senada diungkapkan Suci (2009) dalam penelitiannya bahwa dengan

melakukan relokasi tidak akan mengalami penggusuran terus menerus, karena

tempat yang mereka gunakan untuk kegiatan jual beli suda dalam pengelolaan

pemerintah, tempat yang disediakanpun menarik perhatian pengunjung untuk

datang dan jarak lokasi lama dengan yang baru tidak terlalu jauh sehingga

pelanggan PKL masih bisa tahu keberadaan mereka.

2. Faktor Eksternal

Selain dari faktor internal, komunikasi juga di pengaruhi oleh faktor

eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar Pedagang Kaki Lima. Faktor eksternal

ini dibagi menjadi dua. Yaitu lingkungan yang aman, dan lingkungan yang bersih.

merupakan bagian dari kehidupan pedagang kaki lima, karena dimana lingkungan

tersebut tempat untuk mereka berusaha di dalamnya. lingkungan yang bersih sangat

berpengaruh dalam peningkatan kemajuan usaha mereka karena tingkat

ketertarikan costumer dalam berbelanja sangat baik ketika lingkungan itu bersih

dan tertib.

Terkait dengan faktor eksternal diatas, peneliti mewawancarai salah satu

Staff PD pasar Ibu Y, mengatakan bahwa :

Page 80: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

72

“Selain kami melakukan sosialisasi diluar kita juga menyampaikan langsung

kepada beberapa pedagang yang tidak ingin di relokasi ke New Mall, bahwa untuk

kesejatraan mereka, mereka harus mengikuti proses penataan yang lebih baik”

(Wawancara 24 Agustus 2019).

"Dari pihak pengurus New Mall Makassar mengundang para Pedagang Kaki Lima

untuk mengikuti Seminar. Supaya pola fikir Pedagang bisa terus maju agar

penjualan dagangan mereka bisa lebih efektif" (Wawancara 20 Februari 2020)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa Pedagang Kaki Lima yang tidak mau direlokasi atau ditata dengan baik

sangat mempengaruhi pedagang yang lainnya untuk relokasi.

Untuk mencapai pengimplementasian dalam merelokasi pedagang kaki

lima. PD Pasar Makassar Raya Kota Makassar bekerja sama dengan berbagai pihak

seperti PT. Melati dan Dinas Perdagangan Kota Makassar. Sehingga dalam relokasi

pedagang kaki lima tidak berdiri sendiri mereka bekerja sama dengan pihak lain.

Dengan banyaknya bantuan dari instansi-instansi lain PD Pasar Kota Makassar

dapat dengan mudah melaksanakan kegiatan dalam mencapai tujuan.

Terkait dengan argumen diatas peneliti melakukan wawancara dengan Staf-

Staf PD Pasar Makassar Raya yang berada di New Mall Makassar. Ibu K

mangatakan bahwa :

“Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap kita melakukan kegiatan

misalnya sosialiasi, kita selalu di dukung oleh berbagai instansi-instansi yang ada

di Kota Makassar” (Wawancara 24 Agustus 2019).

"Dalam kegiatan Seminar yang di program oleh instansi-instansi sudah berjalan

dengan baik, dan banyak pedagang kaki lima yang mengikuti kegiatan seminar

tersebut" (Wawancara 20 Februari 2020)

b. Faktor Penghambat

Pendekatan yang menyatakan bahwa implementasi suatu kebijakan bisa saja

telah direncakan dengan seksama, baik dari sudut organisasi, prosedur, manajemen

Page 81: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

73

dan pengaruh pada perilaku tetapi tidak kurang memperhatikan realita-realita

kekuasaan maka mustahil kebijakan dapat berhasil. Pernyataan wahab tersebut di

benarkan oleh situasi relokasi pedagang kaki lima. Pernyataan wahab tersebut

dibenarkan oleh situasi relokasi pedagang kaki lima di Jl. KH Ramli, Jl. KH Wahid

Hasyim, dan Jl. HOS Cokroaminoto.

Koordinasi lintas sektoral juga menjadi faktor penghambat penerapan

beberapa kebijakan terutama kebijakan yang membutuhkan kerjasama lintas

sektoral. Lintas sektoral ini sangat dibutuhkan terutama dalam upaya mengurangi

pedagang kaki lima yang tidak resmi atau semrawut. PD Pasar yang mengembang

amanah melakukan koodinasi antar sektor belum berfungsi optimal. Pelaksana

harian (full time staff) yang berstatus tenaga kontrak sehingga tidak mempunyai

kekuatan untuk mengajukan usulan kepada ketua PD Pasar Makassar Raya dan

jajarannya untuk melakukan koordinasi. Semua pihak merasa bekerja sendiri,

merasa yang paling berperan dan mempunyai anggapan pihak yang lain tidak

melakukan apa-apa. Hal ini karena lemahnya koordinasi lintas sektor.

Berdasarkan argumen di atas maka peneliti melakukan wawancara dengan

salah petugas petugas PD pasar, bapak J mengatakan :

“Rasanya aku kerja sendiri, ya. Rasanya kita pihak perusahaan ini kerja sendiri.

Karena nanti kalau ada pedagang kaki lima, kurang yang ngurusin, semua sibuk

dengan pemungutan retribusi dan tidak berfokus kepada peningkatan perusahaan

ini. Semua memang punya kerjaan masing-masing sesuai dengan perjanjian, tapi

seharusnya rasa saling menutupi dalam pekerjaan itu ada dan tidak sibuk dengan

pekerjaan nya masing-masing” (24 Agustus 2019)

Berdasarkan hasil wawancara diatas adapun pendapat dari Ibu K

mengatakan bahwa :

Page 82: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

74

“Salah satu hambatan ya, di dalam pemerintahan itu dari segi koordinasi antar

sektoral itu, ya. Bagaimana mengkoordinasikan satu kegiatannya dengan peran dari

berbagai macam unit kerja maupun sektor lain yang kadang-kadang ini sulit

memang. Itulah hambatannya dari situ, sehingga dukungan maupun juga

keterlibatan itu kadang-kadang terkendala masalah itu, masalah teknis dan

sebagainya” (2 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa

pihak PD Pasar bekerja sendiri tanpa memperhatikan bagian yang penting atau tidak

berkoordinasi dalam tugas yang lain, sehingga pedagang kaki lima yang mau

direlokasi kurang mendapat respon dari pengurus pasar.

Selain itu faktor penghambat dalam mengimplementasikan suatu kebijakan

relokasi pedagang kaki lima di kota makassar ada beberapa faktor yang dapat

menghambat sehingga kegiatan tersebut tidak sesuai dengan apa yang di

rencanakan sebelumnya. Salah satu faktor yang menjadi penghambat dari kegiatan

yang di rencanakan yaitu masalah harga sewa lapak. Adapun hasil wawancara

peneliti dengan ibu A sebagai bagian Kabag keuangan:

“Salah satu faktor penghambat dari kebijakan ini yaitu masalah harga lapak

yang di berikan pihak swasta kepada pedagang kaki lima yang cukup tinggi, jadi

itu juga yang menjadi kendala pedagang kaki lima untuk tidak mau direlokasi” (2

September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa salasatu yang menjadi penghambat dalam mengimplementasikan suatu

kebijakan yaitu masalah harga lapak yang diberikan pihak swasta cukup tinggi, dan

membuat pedangang kaki lima tetap bertahan di lapaknya yang sebelumnya.

Lebih lanjut peneliti menemukan faktor penghambat dalam relokasi PKL seperti

masih masih dibukanya akses penjualan diluar pasar new mall, edukasi ke PKL

untuk ikut serta mensukseskan kebijakan pemerintah dalam menata kota masih

Page 83: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

75

minim, anggaran untuk relokasi PKL masih terbatas, mindset PKL yang sudah

terlanjur nyaman berjualan di bahu jalan sehingga banyak PKL masih memili

berjualan di luar Gedung new mall apalagi menurut PKL penghasilan pasca relokasi

menurun daripada sebelumnya. Berikut penuturan para narasumber mengenai salah

satu faktor penghambat relokasi PKL Di kota Makassar:

“Penjualan setelah di adakannya relokasi itu cukup menurun bagi pedagang-pegang

lain, karena persoalan tempat berjualan yang tidak strategis atau tidak terlihat” (2

September 2019)

Sesuai dengan hasil wawancara diatas maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa pedagang kaki lima merasakan penurunan penjualan yang cukup terasa

karena banyak pedagang tidak mendapatkan tempat yang strategis. Dan

berdasarkan hasil wawancara mengatakan bahwa kondisi pedagang kaki lima

setelah direlokasi sudah tidak semrawut.

D. Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima di New Mall Kota Makassar

a. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah kota makassar terhadap peningkatan kesejahteraan

ekonomi pedagang kaki lima serta penertiban lapak liar yang ada di jalan trotoar

khususnya pada x pasar sentaral kota mkasassar melalui program pembangunan

prasarana Gedung yang saat ini dikenal sebagai new mall makassar sehingga

pedangan kaki lima yang berkeliaran dan mengganggu ketertibaj jalan lalu lintas

dapat direlokasi ke Gedung pasar new mall makassar saat ini.

Pemerintah Kota Makassar memberikan informasi dan rapat sosialisasi

sebelumnya guna mengantisipasi persoalan yang sewedyanya akan menghambat

kebijakan pemerintah dalam merelokasi pedangang kaki lima sekaligus

Page 84: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

76

menyiapkan berbagai alternative yang dikeluhkan pedangang sesuaikan dengan

kondisi yang di keluhkan. Selain itu dengan memberikan pembinaan berupa

sosialisasi mulai dari tahap perencanaan hingga perpindahan tempat. Pemerintah

juga menyiapkan sarana prasara guna menununjang peningkatan daya beli

pengungjung melalui berbagai kegiatan yang dilakkan PD pasar dengan

menyiapkan sarana yang dapat membuat pengungjung nyaman. Selain itu, juga

pada PD pasar menyiapkan tempat parkiran yang memadai dalam rangka

meningkatkan kenyamanan pengungjung.

Relokasi new mall makassar telah di rencanaankan dengan

menformulasikan anggaran yang cukup, baik untuk penyiapan infrastruktur

maupun suprastruktur serta kebijakan di bidang keamanan.

b. Kesiapan pedagang

Kesiapan pedagang adalah salah satu potensi yang mencakup potensi yang

cukup mendukung aktivitas sosial ekonomi karena pedagang kaki lima tersebut

merupakan satuan penggerak ekonomi serta mengurangi pengangguran kondisi

tersebut membuat pemerintah berinisiatif untuk meningkatkan kualitas

kesejahteraan pedangan dengan membangun insfrakturktur pendukung yaitu new

mall makassar yang saat ini telah resmi di kelola oleh Pihak PD Pasar. Berdasarkan

hasil wawancara yang peneliti lakukan dapat disimpulkan bahwa sikap atas

kebijakan pemerintah kota makassar dalam merelokasi pedagang kaki lima di

nyatakan cukup efektif karena implementor yang ada di PD Pasar Makassar Raya

bersikap sesuai apa yang diinginkan sejumlah kalangantelah berhasil mengurangi

Page 85: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

77

kemacetan jalan raya namun pada kesiapan pedagang kaki lima masih banyak yang

mengeluhkan tentang harga sewa lapak yang di keluhkan sangat mahal.

c. Kendala relokasi Pedagang

Pedagang kaki lima di makassar yang telah cukup lama menjajakan

dagangannya di trotoar jalan telah merasa nyaman dan merasa memiliki omset yang

tinggi sehingga kebanyakan menolak untuk direlokasi dengan mainset bahwa ketika

di relokasi nantinya daya beli masyarakat kan kurang dan pajak serta yuran

keamanan akan bertamba sehingga mengakibatkan kesejahteraan para pedagang

kaki lima menurun. Begitu juga pedagang makanan yang berasumsi bahwa jika

mereka menerima untuk direlokasi maka akan menimbulkan dampak negatif

salahsatunya omset dan keamanan akan merugikan pedagang kaki lima. Sehingga

para PKL menolak untuk direlokasi

Komunikasi yang dilakukan oleh PD Pasar terlihat belum cukup efektif

karena masih banyak Pedagang yang masih mengeluhkan informasi yang sering

simpansiur datangnya, banyak diketahui keluhan dan kendala yang ada pada

pedagang kaki lima tidak dapat di pecahkan hingga direlokasi, dan pemerintah

terkesan tidak begitu perduli dengan aspirasi masyarakat bahkan dengan apa yang

terjadi di lapangan adalah pemerintah belum memecahkan masalah suda membuat

aturan baru dengan mmbuat kembali gardu-gardu di samping new mall sehingga

memancing pedangang yang sudah terlanjur membeli lapak didalam new malla

merasa kecewa.

Data Pedagang Kaki Lima yang di Relokasi dan yang masih berada di luar

Gedung are New Mall Tahun 2019

Page 86: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

78

Tabel I.IV

Sumber: PD Pasar New Mall Tahun 2019

Pedagang Kaki Lima yang di Relokasi dan yang masih berada di luar

Gedung New Mall Periode Maret Tahun 2020

Tabel IV.III

Jumlah Yang Telah

Direlokasi

Jumlah Yang Belum

Direlokasi

1.478 (Seribu Empat Ratus

Tujuh Puluh Depan)

Pedagang Kaki Lima

708 (tujuh ratus delapan)

Pedagang Kaki Lima

Sumber: PD Pasar New Mall Tahun 2020

Jumlah Yang Telah Direlokasi Jumlah Yang Belum Direlokasi

1.278 (Seribu Dua Ratus

Tujuh Puluh Depan) Pedagang

Kaki Lima

908 (Sembilan Ratus Delapan)

Pedagang Kaki Lima

Page 87: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

79

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Implementasi pemerintah dalam merelokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di

New Mall Pasar Sentral Kota Makassar dilakukan dengan cara:

mengomunikasikan relokasi melalui diskusi, rapat dan sosialisasi; melakukan

peningkatan sumberdaya dalam bentuk menambah jumlah staf, menambah

fasilitas lain berupa baliho, kenyamanan lapak, dan kerjasama dengan Dinas

Perdagangan Kota Makassar; melakukan disposisi dalam bentuk

pendampingan penataan dan pengamanan pedagang yang ingin direlokasi

2. Faktor-faktor yang mendukung dalam implementasi kebijakan pemerintah

dalam merelokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di New Mall Pasar Sentral Kota

Makassar, terdiri atas: faktor internal, berupa keadaan diri pedagang untuk mau

Page 88: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

80

direlokasi ke tempat yang lebih nyaman dan tidak memberatkan dari sisi iuran

dan faktor eksternal berupa proses penataan lokasi yang lebih baik melalui

kerjasama dengan pihak swasta untuk kenyamanan penggunaan sarana.

Sementara Faktor-faktor yang menghambat dalam implementasi kebijakan

pemerintah dalam merelokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di New Mall

Makassar, yaitu: lemahnya koordinasi lintas sektoral dinas-dinas yang terkait,

lokasi yang tidak strategis, dan harga lapak yang tidak terjangkau.

B. SARAN

Adapun saran-saran peneliti terhadap inplementasi relokasi tersebut adalah:

1. Bagi Pemerintah

Perlu melakukan komunikasi yang efektif sebelum mengimplementasikan

relokasi pedagang kaki lima dalam bentuk lebih meningkatkan pertemuan

bersama pedagang kaki lima dan pemberitaan yang tepat serta tidak

menimbulkan keresahan masyarakat untuk mengendalikan, memantau, dan

mengevaluasi pelaksanaan relokasi. Dari sisi sumber daya selain menambah

kuantitas juga perlu ditambah kualitas agar penanganan relokasi berjalan lebih

baik. Perlu peningkatan penadampingan secara berkelanjutan dalam dalam

bentuk pengananan dan pengamanan yang lebih baik bagi pedagang yang ingin

direlokasi salah satunya dalam bentuk keringanan iuran, lapak yang nyaman,

strategis, dan mengawasi adanya iuran yang tidak resmi.

2. Bagi Pedagang

Page 89: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

81

Lebih menyiapkan diri dalam berbagai kemungkinan relokasi di masa yang

akan datang karena perubahan tata letak kota, sehingga saat relokasi terjadi

pedagang lebih siap mental dan mendukung program pemerintah untuk

kenyamanan bersama.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat berpartisipasi dan mendukung dalam relokasi dengan ikut

melakukan transaksi ke tempat relokasi yang telah ditentukan pemerintah, agar

omset pedagang meningkat di tempat yang baru, sehingga ketertiban kota juga

akan meningkat.

Page 90: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

82

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. 2001. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi

Kebijakan Negara. Edisi Kedua. Jakarta : Bumi Aksara.

Agus, Erwan Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2012. Implementasi

Kebijakan Publik. Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta :

Gava Media.

Agostiono. 2006. Implementasi Kebijakan Publik Model Van Meter dan Van

Horn,http//kertyawitaradya.wordpre ss, diakses 5 September 2010

Alfina Dewi Ratnasari. 2017. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Keberhasilan Usaha Bisnis Online Shop Di Kota Samarinda. Volume 5,

Nomor 1. ISSN 2355-5408.

Alam, G., Adnan, A., dan Makhmud, A.I., 2003, Analisi KLT-Bioautografi

Senyawa Antibakteri Ekstrak Metanol Spons Callyspongia sp, Majalah

Obat Tradisional, Volume 8 (23 Januari-Maret 2003): 2

Aslinda, Guntur, 2017 : Perubahan Kebijakan Implementasi Pemanfaatan Ruang

Oleh Pedangang Kaki Lima (Pkl) di Kota Makassar. Universitas Negeri

Makassar.

Evers, Hans Dieter dan Rudiger Korff. 2002. Urbanisme Di Asia Tenggara Makna

dan Kekuasaan Dalam Ruang-Ruang Sosial. Jakarta: Obor Indonesia.

Fatmawati Putri, 2013. Kesiapsiagaan Siswa Di SMK Muhammadiyah 2 Surakarta

Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun

Pelajaran 201. Skripsi. Jurusan Pendidikan Geografi Unniversitas

Muhammadiyah Surakarta.

Haris, D. M. Strategi Pengembangan Usaha Sektor Informal Dalam Mendukung

Pertumbuhan Ekonomi dan Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan.

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah. Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa. 2011.

Harianto. 2001. Pendapatan, Harga, dan Konsumsi Beras. Bunga Rampai Ekonomi

Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas

Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

HAEDAR AKIB Guru 2010. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: Apa, Mengapa,

dan Bagaimana: Besar Ilmu Haedar Akib/ Jurnal Administrasi Publik,

Volume 1 No. 1 Thn. 2010 Universitas Negeri Makassar

Hessel Nogi S. Tangkilisan, M.Si, Drs, 2004. Kebijakan Publik yang Membumi,

Konsep, Strategi dan Kasus, Yogyakarta: Lukman Offset dan YPAPI.

Page 91: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

83

Islamy, M.Irfan. 2004. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta:

BumiAksara.

Iskandar (2009). Metode Penelitian Kualitatif Bidang Ilmu-ilmu Sosial Humaniora.

UNESA University Press: Surabaya. Ansori Ansori, Wirjokusumo.

Ismawan. 2002 Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Jakarta: Gramedia.

Kasmad Rulinawaty, Study Implementasi Kebijakan Publik. Makassar: Kedai

Aksara. 2013.

Lembaga Administrasi Negara, 2008, Modul Diklat Kepemimpinan Tingkat III,

Kertas Kerja Perseorangan (KKP), LAN-RI, Jakarta.

Makhya, S. 2006. Ilmu Pemerintahan Telaah Awal. Bandar Lampung: Universitas

Lampung.

Mustafa, Ali Achsan. 2008. Transformasi Sosial Makassar Marginal. Malang :

INSPIRE.

Mubyarto, 18 Juli 2002,. Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan

Koperasi: Peran Perguruan tinggi”. Artikel Dalam Jurnal Ekonomi

Rakyat, Thn I, No 6, tersedia di http;//www.ekonomikerakyatan.org ,

Oktober 2012.

Mulyadi, Deddy. 2016. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung:

Alfabeta.

Mutiarin, dyah dan Arif Zaenudin. 2014. Manajemen Birokrasi dan Kebijakan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maulana.2004. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: PT

Refika Aditama.

Ndraha, S., 2014. Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tata Laksana Terkini. Departemen

Penyakit Dalam, FK. Universitas Krida Wacana. Jakarta.

Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan Publik, Implementasi, Evaluasi.Jakarta: PT. Elex

Media Kumputindo

Othenk. (2008). Pengertian Efektivitas dan Landasan Teori Efektivitas. Tersedia di

http://literaturbook.blogspot.co.id (diakses tanggal 2 Maret 2016)

PKAI. 2007. Kajian Kebijakan Pengelolaan Sektor Informal Perkotaan di

Beberapa Negara ASIA.(Online).Dari http://ppid.lan.go.id/wp-

content/uploads/2014/10/ES-Kajian-Kebijakan-pengelolaan-sektor-

informal-perkotaan-dibeberapa-negara-asia-2007.pdf). Diakses 27

November 2017.

Page 92: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

84

Ratminto & Septi. 2005. Manajemen Pelayanan (Pengembangan Model

Konseptual, Penerapan Citizent’s Charter dan Standar Pelayanan

Minimal). Yogjakarta : Pustaka Pelajar.

Ramdhani, Mohamad, Rangkaian Listrik, Bandung, Penerbit Erlangga, 2005.

Suratman, Generasi Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik. Makassar:

Capiya Publising. 2017.

Sudaryanti (2000). Pedaang Kaki Lima. Tim Pusat Penelitian UMPAR Bandung.

Sutopo, H. B. 2002. Metologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Penerapannya

Dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press

Subarsono, AG. 2008. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi).

Yogyakarta: Cetakan Ke Tiga. Pustaka Pelajar

Sugiyono (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:

Alfabeta.

Suharto . 2002. Implementasi Kebijakan. Surakarta: : Refika Aditama

Sinaga, Suryantika. 2004. Dampak Sosial Kebijakan Pemda DKI Jakarta Tentang

Relokasi Pedagang Kaki Lima di Lokasi Binaan Studi Kasus di Lokasi

Binaan Paal Merah Jakarta Pusat. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.

Syarifuddin. 2018. Dramaturgy Anggaran Pemerintahan Daerah : Phinatama

Media Cetakan I, 2018

Tahir,Arifin. 2014. Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah. Alfabeta. Bandung.

Wahab, Solihin Abdul. 2010. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke

Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Pt Bumi Aksara.

Widodo. Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik (Konsep dan Aplikasi Proses

Kebijakan Publik) Cetakan Kedua. Malang: Bayumedia Publishing

Winarno, Drs budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus.

Yogyakarta: CAPS.

Winarno,Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Kasus). PT Buku Seru.

Jakarta.

Undang-undang

Page 93: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

85

Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan

Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan

dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima;

Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 10 Tahun 1990 dan Surat Keputusan Wali

Kota Makassar sebagaimana tertera pada pasal 2 ayat (1) tentang PKL.

Keputusan Walikota Makassar Nomor 20 Tahun 2004 tentang prosedur tetap

(PROTAP) penertiban bangunan dan pembinaan pedagang sector

informal (PKL) dalam wilayah Kota Makassar

Peraturan daerah kota makassar nomor 12 tahun 2014 tentang pengurusan pasar

dalam daerah kota makassar.

Peraturan Derah Kota Makasar Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Rencana Wilayah

Tata Ruang Kota Makasar

Sumber Lainnya :

BKM (Berita Kota Makasssar 2019

Pusat Kajian Administrasi Internasional (PKAI, 2007)

International Labour Organization (ILO)

Departemen Pendidikan Nasional. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat

Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Page 94: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

86

Page 95: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

87

Page 96: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

88

Page 97: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

89

Page 98: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

90

Page 99: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

91

Page 100: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

92

Page 101: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

93

Page 102: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

94

Page 103: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

95

Page 104: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

96

Page 105: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

97

\

Page 106: M. AFIF ADITYAWAN ANWAR 105610552015

98

RIWAYAT HIDUP

M. Afif Adityawan Anwar, lahir di Makassar pada tanggal

16 April 1996. Anak Pertama dari pasangan Ayah Anwar

Burhanuddin dan Ibu Muliana Arif. Penulis menyelesaikan

pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Mangkura III

Makassar pada tahun 2008. Pada tahun itu juga penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama

Negeri 33 Makassar hingga tamat pada tahun 2011. Kemudian melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Sungguminasa dengan

mengambil program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Selanjutnya pada tahun 2015

penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan mengambil program studi Ilmu

Administrasi Negara. Pada tahun 2020 ini akan mengantarkan penulis untuk meraih

gelar Sarjana Strata Satu (S1) dengan menyusun karya ilmiah dengan judul

“Implementasi Kebijakan Pemerintah Dalam Merelokasi Pedagang Kaki

Lima Di New Mall Pasar Sentral Kota Makassar”.