afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

36
PROPOSAL IMPLEMENTASI PRINSIP KEHATI-HATIAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DALAM KASUS SENGKETA GADAI EMAS PADA BANK BRI SYARI’AH” Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian Dosen Pengampu : Andi Eswoyo, S.Ag Oleh: Afif Muzaki 2013110023 Semester/Kelas : V/A PRODI EKONOMI SYARIAH JURUSAN SYARIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN 0

Upload: afiuf

Post on 14-Jun-2015

2.308 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

PROPOSAL

“IMPLEMENTASI PRINSIP KEHATI-HATIAN DI LEMBAGA

KEUANGAN SYARIAH DALAM KASUS SENGKETA GADAI EMAS

PADA BANK BRI SYARI’AH”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

Pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu : Andi Eswoyo, S.Ag

Oleh:

Afif Muzaki

2013110023

Semester/Kelas : V/A

PRODI EKONOMI SYARIAH

JURUSAN SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) PEKALONGAN

2012

0

Page 2: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Republik Indonesia sebagai salah satu negara di dunia, memiliki sumber daya

manusia yang sebagian besar beragama Islam, dalam melakukan kegiatan

kesehariannya sudah seyogyanyalah menggunakan syariat Islam sebagai landasan

dalam rangka memenuhi kesejahteraan bersama baik bagi diri sendiri dan orang lain

sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 dan

penjelasannya dimana seluruh kegiatan tersebut nantinya harus dipertanggung

jawabkan kepada Allah SWT di akhirat kelak.

Perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat dan dinamis pada saat ini,

tentunya harus di imbangi dengan aturan-aturan atau norma-norma yang sesuai

dengan syariat islam, salah satunya dalam melakukan kegiatan yang berhubungan

dengan perbankan, kita sebaiknya terlebih dahulu mengenal Bank-bank Islam yang

ada di Indonesia. Bank Islam atau Bank syariah yang biasa disebut dengan Bank

tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan

produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW.

Dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya

memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta

peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.1

Secara garis besar, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan

menyebutkan tentang kegiatan usaha perbankan secara syariah dalam pasal 1 angka

13 antara lain:

a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil ( mudharabah ) ;

b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal ( musyarakah ) ;

c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan ( murabahah ) ;

d. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (

ijarah ) ;

e. Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank

oleh pihak lain ( ijarah wa iqtina ).

1 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah ,Yogyakarta: Ekonisia, 2004, hal. 1

1

Page 3: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

Dimana selain kegiatan tersebut, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 membuka

kesempatan pada bank untuk melakukan kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai

dengan syariah.

Di dalam praktek perbankan khususnya pada Bank BRI Syariah, kegiatan

usaha dibidang syariah antara lain adalah Giro Wadi’ah, Tabungan Mudharabah,

Deposito Mudharabah, Wakalah ( Transfer, kliring ) dan pembiayaan.

Produk pembiayaan yang dilaksanakan pada Bank BRI Syariah meliputi :

Murabahah ( jual beli barang jadi bayar tangguh ), Istishna ( jual beli barang pesanan

bayar tangguh ), Ijarah ( sewa atau leasing ), Mudharabah ( bagi hasil tanpa sharing

dana nasabah ), Musyarakah ( bagi hasil dengan sharing dana nasabah ) dan Qardh

( pinjam kebajikan atau tanpa ada lebihan atas pinjaman ).

Meski praktek kegiatan Bank BRI Syariah sesuai dengan prinsip syariat islam,

namun masih saja tidak terlepas dengan konflik-konflik yang ada. Bank Indonesia

telah memanggil dua bank syariah terkait persoalan gadai emas. Salah satunya adalah

BRI Syariah. Dari kasus yang ada, fakta menunjukan bahwa perlindungan konsumen

di perbankan nasional masih rendah. Karena ada hal-hal yang tidak dituliskan dalam

kontrak namun berpengaruh signifikan. Jadi bank itu terkadang dengan pola iklan dan

lain-lain menghanyutkan juga kepada nasabah. Yang sebetulnya gak dimasukkan

dalam kontraknya secara tertulis. (Misalnya) Gadai sebenarnya gak ada (kontrak)

bertahun-tahun. Secara spesifik, untuk kasus antara Butet Kartaradjasa dengan BRI

Syariah, bank sentral telah melihat kontrak yang ada memang berlaku empat bulan.

Namun, ketika jatuh tempo, Butet tidak melunasi dan tidak membayar biaya

penitipan. Direksi akhirnya memutuskan melakukan penghapusan piutang karena ini

sudah mengganggu dan bisa masuk NPI. Untuk kasus tersebut, awalnya adalah

pembelian emas dengan akad Qardh oleh Butet yang akhirnya diagunkan. Hal ini

terjadi akibat kekosongan aturan qardh. Sepertinya bisa diterapkan (waktu itu) karena

adanya kekosongan aturan qardh, Kendati tidak menemukan penyimpangan dalan

kontraknya, otoritas perbankan mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap unsur

kehati-hatian dari kedua bank tersebut.

Dari uraian permasalahan diatas, terlihat jelas akan kurangnya perlindungan

terhadap konsumen di Indonesia. Termuat dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun

19992 dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yakni Undang-undang Nomor 21

2

Page 4: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

Tahun 2008 tentang perbankan syariah, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen.2 Dan juga kurangnya etika di dalam bisnis, karena tidak

memberikan kenyamanan dan keamanan terhadap konsumennya, kita sebagai

pengusaha atau pembisnis sudah sepatutnya memegang erat norma-norma atau nilai-

nilai dalam melakukan kegiatan bisnis, sehingga orang yang kita ajak kerjasam di

bisnis kitapun tidak merasa kecewa, karena kesuksesan bisnis kita hanya apabila kita

bisa dipercaya oleh orang lain.3 Adapun pendapat lain yang menyimpulkan bahwa

suatu tindakan dianggap beretika apabila orang lain tidak keberatan jika kita

melakukan hal itu terhadap orang lain.4

Berdasarkan hal-hal diatas maka penulis ingin membahas mengenai tanggung

jawab bank syariah terhadap konsumen dengan judul : “IMPLEMENTASI

PRINSIP KEHATI-HATIAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DALAM

KASUS SENGKETA GADAI EMAS PADA BANK BRI SYARI’AH”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini akan membahas permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuanagan Syari’ah ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan dan tinjauan akad pembiayaan pada Bank BRI

Syari’ah ?

3. Bagaimanakah implementasi prinsip kehati-hatian di Bank BRI Syari’ah terkait

kasus sengketa gadai emas dan perlindungan konsumen ?

C. Tujuan Penelitian2 Nurkhayati, Perlindungan Hak Nasabah Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Di Bank Syariah, STAIN Pekalongan, 2010, hal. 2.3Navis Illiyana Azmi, Etika Ekonomi Islam Dan Delevansinya Dalam Ekonomo Bisnis, STAIN Pekalongan, 2010.4 Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, jakarta: Rajawalipers, 2011, hal. 13.

3

Page 5: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian

ini bertujuan :

1. Untuk memahami konsep prinsip kehati-hatian dan peraturan perundangan

lainnya yang menjadi landasan operasional dari Lembaga Keuangan Syari’ah

2. Untuk memahami pelaksanaan dan tinjauan akad yang ada pada Bank BRI

Syari’ah

3. Untuk memahami implementasi prinsip kehati-hatian di Bank BRI Syari’ah

terkait kasus sengketa gadai emas dan perlindungan terhadap konsumen.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan praktis yaitu :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya

wawasan ilmiah baik secara umum maupun secara khusus, menumbuhkan sikap

kritis terhadap konsep prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan Syari’ah yang

ada di Indonesia, memperkaya khazanah ruang lingkup pengetahuan tentang jual

beli gadai emas di Lembaga Keuangan Syari’ah, menambah pengetahuan

khususnya tentang “Implementasi Prinsip Kehati-Hatian Di Lembaga Keuangan

Syariah Dalam Kasus Sengketa Gadai Emas Pada Bank BRI Syari’ah”, dan

diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan tentang Implementasi Prinsip

Kehati-hatian dalam kasus jual beli gadai emas yang ada di Indonesia khususnya

pada Lembaga Keuangan Syari’ah.

2. Secara praktis, dengan mengetahui prinsip kehati-hatian, khususnya dalam kasus

sengketa jual beli gadai emas , maka diharapkan kepada masyarakat Indonesia

yang mayoritas Muslim dapat menjalankan usaha jual beli gadai emas yang

Islami, salah satunya dengan memahami konsep prinsip kehati-hatian di Lembaga

Keuangan Syari’ah, dan studi ini diharapkan juga dapat berguna dalam rangka

penyusunan kodifikasi hukum dan Undang-Undang mengenai prinsip kehati-

hatian yang ada di Indonesia, khususnya dalam bidang jual beli gadai emas di

Lembaga Keuangan Syari’ah.

E. Telaah pustaka

4

Page 6: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, maupun data yang ada

dan penulusuran pendahuluan yang dilakukan pada kepustakaan khususnya Sekolah

Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Pekalongan , terhadap judul

“IMPLEMENTASI PRINSIP KEHATI-HATIAN DI LEMBAGA KEUANGAN

SYARIAH DALAM KASUS SENGKETA GADAI EMAS PADA BANK BRI

SYARI’AH” belum ada dilakukan penelitian sebelumnya, oleh karena itu proposal

penelitian yang diajukan ini adalah asli dan aktual, maka dengan demikian penelitian

ini dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan mengenai masalah

prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan Syari’ah yang pernah dilakukan oleh

beberapa peneliti, diantaranya yaitu :

Indah Fajarwati (2011) dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Prinsip

Kehati-hatian (Prudential Banking) Terhadap Pelaksanaan Pembiayaan Ijarah Di bank

syariah X” menjelaskan bahwa setiap fasilitas pembiayaan pada bank syari’ah harus

selalu berpedoman pada prinsip kehati-hatian begitu juga dalam pembiayaan ijarah.

Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas adalah penerapan prinsip kehati-

hatian terhadap pelaksanaan pembiayaan ijarah di Bank syari’ah X dan akibat hukum

apabila terjadi pelanggaran terhadap prinsip prudential banking dalam pelaksanaan

pembiayaan ijarah di Bank Syari’ah X, tesis ini menggunakan metode penelitian

dengan metode pendekatan yuridis normatif, kesimpulannya bahwa penerapan prinsip

kehati-hatian ini telah diterapkan secara baik dan benar, dimana penerapannya dapat

dilihat dalam proses pembiayaan ijarah, serta pelanggaran yang dilakukan oleh oknum

karyawan bagian pembiayaan di bank syari’ah dapat di kategorikan sebagai tindak

pidana dalam dunia perbankan, sedangkan pelanggaran yang dilakukan oleh nasabah

dapat dilakukan tindakan hukum.

Dwi Santi Wulandari (2009) dalam penelitian yang berjudul “Prinsip Kehati-

hatian Dalam Perjanjian Kredit Bank” menjelaskan penelitian ini merupakan studi

kasus dengan pendekatan yuridis empiris. Obyek penelitian adalah prinsip kehati-

hatian dalam perjanjian kredit BCA. Data dikumpulkan dengan wawancara dan

dokumentasi, dan dianalisis menggunakan analisis kualitatif.

5

Page 7: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

Hasil penelitian adalah (1) pelaksanaan prinsip kehati-hatian yang

diaplikasikan dalam perjanjian kredit oleh Bank BCA Cabang Cilegon Propinsi

Banten mencakup (a) kewajiban penyusunan dan pelaksanaan perkreditan yang

diaplikasikan dengan ditetapkannya kebijakan tertulis mengenai kredit dan perjanjian

kredit, (b) Batas maksimum pemberian kredit yang diaplikasikan dengan adanya pasal

amount clause dalam perjanjian kredit, (c) penilaian kualitas aktiva yang

diaplikasikan dengan penilaian 5 C, pembentukan Satuan Kerja Penyelamatan Kredit,

dan adanya pasal dispute settlement clause , (d) sistem informasi debitur yang

diaplikasikan dengan kelengkapan identitas debitur dan adanya pasal representation

and waranties cluse, dan (e) penerapan prinsip mengenal nasabah yang diaplikasikan

dengan UKPN dan adanya pasal Bank BCA Cabang Cilegon Propinsi Banten dengan

pihak debitur dalam perjanjian kredit tertuang dalam pasal hak dan kewajiban bank.

Muhammad Ikhlas (2010) dalam penilitian yang berjudul “ Pelaksanaan

Penerapan Prinsip Kehati-hatian Perbankan Syari’ah (Prudential Banking) Dalam

Pemberian Pembiayaan” menjkelaskan bahwa penerapan prinsip kehati-hatian pada

Bank Syari’ah Mandiri cabang Padang terdapat pada rangkaian prosedur pemberian

pembiayaan itu sendiri yang menggunakan analisis 5.C (character, capacity,

collateral, capital, condition) dan prinsip syari’ah sesuai pasal 23 ayat (1) dan (2)

undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah dan peraturan

perundang-undangan lainnya. Dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan tidak

terdapat kendala yang terlalu berarti dalam hal penerapan prinsip kehati-hatian pada

BSM cabang padang ini, kendala tersebut hanya berupa penerapan sertifikasi

manajemen resiko yang baru sebatas level manajemen dan kepala cabang serta

masalah keterlambatan pembayaran angsuran pelunasan pembiayaan oleh nasabah

yang bersangkutan setelah jatuh tempo. Berdasarkan hasil penelitian penulis tersebut

dapat penulis simpulkan bahwa pelaksanaan pemberian pembiayaan pada Bank

Syari’ah Mandiri cabang padang dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku tanpa kendala yang terlalu berarti.

Dari beberapa penelitian diatas, dapat penulis pastikan bahwa tidak ada

satupun dari tulisan tersebut yang memefokuskan kajiannya terhadap “Implementasi

Prinsip Kehati-Hatian Di Lembaga Keuangan Syariah Dalam Kasus Sengketa Gadai

Emas Pada Bank BRI Syari’ah”, secara khusus, penulisan proposal ini didasarkan

6

Page 8: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

pada ide, maupun gagasan dan pemikiran penulis secara pribadi, dimulai dari awal

hingga akhir penyelesaiannya. Ide penulis tumbuh berdasarkan permasalahan yang

timbul di Lembaga Keuangan Syari’ah. Kalau ada pendapat atau kutipan dalam

penulisan ini karena hal tersebut sangat dibutuhkan sebagai faktor pendukung dan

pelengkap untuk penyempurnaan penulisan proposal ini.

F. Kerangka Teori

Prinsip kehati-hatian (Prudential Priciple) adalah suatu asas atau prinsip yang

menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib

bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan

padanya. Hal ini disebutkan dalam pasal 2 UU Nomor 10 tahun 1998 sebagai

perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, bahwa perbankan

Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan

menggunakan prinsip kehati-hatian. Dalam ketentuan ini, menunjukkan bahwa

prinsip kehati-hatian adalah asas terpenting yang wajib diterapkan atau

dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Hermansyah dalam bukunya Hukum Perbankan Nasional Indonesia

menyebutkan bahwa prinsip kehati-hatian mengaharuskan pihak bank untuk selalu

berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu

konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang

perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik. Berkaitan dengan prinsip

kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 2 di atas, kita dapat

menemukan pasal lain di dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang

mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu

diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam pasal 29 ayat 2, 3, dan

4, pasal tersebut mengemukakan bahwa :

(2) bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan

kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,likuiditas, rentabilitas,

solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib

melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

(3) dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah dan

7

Page 9: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak

merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada

bank.

(4) untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai

kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah

yang dilakukan melalui bank.

Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apapun

juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam

menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-

hatian. Ini mengandung arti bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang

dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan

kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat

dipertanggung jawabkan secara hukum. Dalam bagian akhir ayat 2 disebutkan

bahwa bank wajib menjalankan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Dalam

pengertian bahwa bank wajib untuk tetap senantiasa memelihara tingkat kesehatan

bank, kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,

dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, sehingga dalam rangka

mendukung atau menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam

pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, bank wajib memiliki

dan menerapkan sistem pengawasan intern. Hal lain yang menarik dalam

ketentuan prinsip kehati-hatian bank ini adalah adanya kewajiban bagi bank

menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian

sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank, sebagaimana

dijelaskan dalam ayat 4 pasal 29 di atas.

Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian

nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan

usaha dan kondisi bank menjadi terbuka yang sekaligus menjamin adanya

transparasi dalam dunia perbankan. Informasi tersebut dapat memuat keadaan

bank termasuk kecukupan modal dan kualitas aset. Apabila informasi tersebut

telah tersedia atau disediakan, maka bank dianggap telah melaksanakan ketentuan

ini. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara

penenpatan dana dari nasabah atau pembelian atau penjualan surat berharga untuk

kepentingan dan atas perintah nasabahnya. Walau ketentuan ini terkesan

8

Page 10: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

berlebihan, namun ketentuan ini menunjukkan bahwa bank benar-benar memiliki

tanggung jawab terhadap nasabahnya. Hal ini penting bagi bank dalam rangka

menjaga hubungan baik dan berkelanjutan dengan nasabahnya. Sebab jika sekali

nasabah dirugikan akibatnya nasabah selamanya tidak akan percaya kepada pihak

bank. Hal ini juga relevan dengan konsep hubungan antara bank dan nasabahnya,

yang bukan hanya sekedar hubungan debitur-kreditur semata, melainkan lebih

dari itu sebagai hubungan kepercayaan. Dan juga penyediaan informasi tersebut

sebenarnya salah atu ketentuan yang wajib dijalankan oleh Bank Syari’ah dan

UUS sebagai bagian dari kewajiban pengelolaan resiko (penerapan prinsip kehati-

hatian), sebagaimana yang tercantum dalam pasal 38 ayat (1) UU No. 21 Tahun

2008.

Penerapan prinsip kehati-hatian bank syari’ah juga dapat dilihat pada pasal 35

ayat (2), (3), (4), dan ayat (5). Dalam ayat (2) disebutkan bahwa Bank Syari’ah

dan Unit Usaha Syari’ah (UUS) wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia

laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi tahunan serta

penjelasannya yang disusun berdasarkan prinsip akutansi syari’ah yang berlaku

umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang diatur dengan

peraturan Bank Indonesia. Dan pada ayat selanjutnya, yakni ayat (3) dinyatakan

bahwa neraca dan perhitungan laba rugi tahunan harus di audit terlebih dahulu

oleh kantor akuntan publik. Setelah itu, neraca dan laporan laba rugi wajib

diumumkan kepada publik dalam waktu dan bentuk yang telah ditentukan oleh

Bank Indonesia. Namun ada pengecualian terhadap Bank Pembiayaan Rakyat

dalam hal kewajiban penyampaian laporan tersebut, Sebagaimana isi ayat (4) dan

(5) :

(4) bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat.

(5) bank syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi kepada

publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank Indonesia.

Lebih lanjut tentang prinsip kehati-hatian, baik bank syari’ah maupun UUS

harus menempuh cara-cara yan tidak merugikan bank syari’ah ataupun UUS, dan

tidak merugikan nasabah dalam hal penyaluran dana pembiayaan dan ketika akan

melakukan usaha lainnya. Dalam hal tersebut, Bank Indonesia menetapkan

9

Page 11: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan prinsip

syari’ah (baca : kehati-hatian), pemberian jaminan, penempatan investasi surat

berharga yang berbasis syari’ah, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan

oleh Bank Syari’ah dan UUS kepada nasabah penerima fasilitas ysng terkait,

termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang sama dengan Bank Syari’ah

dan UUS yang bersangkutan. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 37 ayat

(1) UU No. 21 Tahun 2008.

Dengan demikian, menurut penulis, tujuan diberlakukannya prinsip kehati-

hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat.Dengan kata lain,

diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat

terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-

ragu menyimpan dananya di bank. Prinsip kehati-hatian harus dijalankan oleh

bank, bukan hanya karena dihubungkan dengan kewajiban agar bank tidak

merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank dan

masyarakat, melainkan juga berkaitan erat dengan sistem moneter yang

menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat (bukan semata-mata

nasabah penyimpan). Namun menurut pendapat penulis, penerapan prinsip

kehati-hatian belum optimal, karena akhir-akhir ini masyarakat dibuat resah

dengan berita kasus sengketa jual beli gadai emas antara butet kataraharja dengan

Bank BRI Syari’ah. Penulis menilai hal tersebut bisa terjadi karena kurang

maksimalnya penerapan prinsip kehati-hatian oleh bank. Sehingga kepercayaan

masyarakat terhadap bank berkurang.5

Dasar Hukum Berlakunya Bank Syariah

Dasar hukum berlakunya Bank syariah di Indonesia terdapat pada :

1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Perubahan kedua Atas

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.6

5 file:///D:/Prinsip%20Kehati-hatian%20Bank%20Syar%E2%80%99iah%20_%20.%20%20WELCOME%20_%20SAEPUDIN%20ONLINE.htm6 http://hukumonline.com/

10

Page 12: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

Peraturan Pelaksanaan Bank Berdasarkan Prinsip Syariah

Dasar hukum berlakunya bank berdasarkan prinsip syariah diantaranya adalah :

1) Peraturan bank Indonesia No.10/16/PBI/2008, Tentang Perubahan Atas

Peraturan bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip

Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana serta

Pelayanan Jasa Bank Syariah.

2) Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008, Tentang Produk Bank Syariah

Dan Unit Usaha Syariah.

3) Peraturan Bank Indonesia No.10/23/PBI/2008,Tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/21/PBI/2004 Tentang Giro Wajib

Minimum Dalam rupiah Dan Valuta Asing bagi Bank Umum Yang

Melaksankan Kegiatan usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

4) Peratuaran Bank Indonesia No.10/27/PBI/2008, Tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut

Pengawasan dan Penetapan Status Bank.

5) Perturan Bank Indonesia No.10/32/PBI/2008, Tentang Komite Perbankan

Syariah.

6) Surat Edaran bank Indonesia No.10/14/DPbs/2008, Tentang Pelakasanaan

Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan penyaluran Dana

Serta Pelayanan jasa bank Syariah.

7) Peraturan Bank Indonesia No.11/3/PBI/2009, Tentang Bank Umum Syariah.

8) Peraturan Bank Indonesia No.10/31/PBI/2008. Tentang Uji Kemampuan Dan

kepatutan (Fit And Proper Test) bank Syariah dan unit usaha Syariah.7

Kegiatan Usaha Bank BRI Syariah

Kegiatan usaha Bank Syariah, Bank Syariah terdiri atas bank Umum Syariah

dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Sebagaimna tertera dalam pasal 19 ayat

(1) Undang-undang Nomor 21 tahun Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

dimana kegiatan usaha bank umum syariah meliputi:

7 Tinjauan Mengenai Penerapan Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Banking), Indah Fajarwati, FH UI, 2011.

11

Page 13: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

a. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau

Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang dimaksud

dengan akad Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang

mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan

untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang;

b. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah

atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang

dimaksud dengan “Akad Mudharabah” dalam menghimpun dana adalah akad

kerja sama antara pihak pertama (malik,shahibul mal, nasabah) sebagai

pemilik dana dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau Bank Syariah) yang

bertindak sebagai pengelola dana dan membagi keuntungan usaha sesuai dengan

kesepakatan yang dituangkan dalam akad;

c. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad

musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.

Yang dimaksud dengan “Akad Mudharabah” dalam pembiayaan adalah akad

kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank

Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib,

atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan

usaha sesuai dengan kesepakatanyang dituangkan dalam akad, sedangkan

kerugian ditanggung sepenuhnya oleh bank syariah kecuali jika pihak kedua yang

melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.Yang

dimaksud dengan “Akad musyarakah” adalah Akad kerja sama di antara dua

pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak

memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi

sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan

porsi dana masing-masing.

d. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad

istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang

dimaksud dengan “Akad murabahah” adalah Akad Pembiayaan suatu barang

dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya

dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Yang dimaksud

12

Page 14: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

dengan “Akad salam” adalah Akad Pembiayaan suatu barang dengan cara

pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan

syarat tertentu yang disepakati. Yang dimaksud dengan “Akad istishna” adalah

Akad Pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu

dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau

pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’).

e. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah, menyalurkan Pembiayaan penyewaan

barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah

dan atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain

yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Pengalihan utang adalah

pemindahan utang nasabah dari bank atau lembaga keuangan konvensional ke

bank atau lembaga keuangan syariah, dimana dalam pengurusan untuk

memperoleh kepemilikan secara penuh atas aset, nasabah dapat melakukan akad

ijarah dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS), sesuai dengan Fatwa DSN-

MUI No.09/DSN-MUI/IV/2002. Dan apabila diperlukan, LKS dapat membantu

menalangi kewajiban nasabah dengan menggunakan prinsip Al-Qardh, dimana

yang dimaksud dengan Al- Qardh yaitu akad pinjaman dari LKS kepada nasabah

dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang

diterimanya kepada LKS pada waktu dan dengan cara pengembalian yang telah

disepakati. Besarnya imbalan jasa Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah

talangan yang diberikan LKS kepada nasabah. Dalam hal LKS memberikan

Qardh kepada nasabah, yang dengan Qardh tersebut nasabah melunasi kredit

(utang)-nya dan dengan demikian aset yang dibeli dengan aset yang dibeli dengan

kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh. Kemudian nasabah menjual

aset tersebut kepada LKS dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi

Qardh nya kepada LKS. LKS kemudian menyewakan aset yang telah menjadi

miliknya tersebut kepada nasabah, dengan akad Al-Ijarah al-Muntahiyah Bi al-

Tamlik.

f. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak

kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan atau sewa beli dalam bentuk

ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan

13

Page 15: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

Prinsip Syariah. Yang dimaksud dengan “Akad ijarah” adalah Akad

penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari

suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan

pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Yang dimaksud dengan “Akad

ijarah muntahiya bittamlik” adalah Akad penyediaan dana dalam rangka

memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan

transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.

g. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain

yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang dimaksud dengan “Akad

hawalah” adalah Akad pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada

pihak lain yang wajib menanggung atau membayar.

h. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah.

i. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak

ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah,

antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah,

atau hawalah. Yang dimaksud dengan “transaksi nyata” adalah transaksi yang

dilandasi dengan aset yang berwujud. Yang dimaksud dengan “Akad kafalah”

adalah Akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain,

di mana pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali

utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).

j. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh

pemerintah dan atau Bank Indonesia;

k. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip

Syariah;

m. Menyediakan empat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan

Prinsip Syariah;

n. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan

Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

o. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah. Yang

dimaksud dengan “Akad wakalah” adalah Akad pemberian kuasa kepada

penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa;

14

Page 16: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

p. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip

Syariah; dan

q. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di

bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan

“kegiatan lain” adalah antara lain, melakukan fungsi sosial dalam bentuk

menerima dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, serta dana kebajikan.

Konsep dan Aplikasi Gadai menurut Ekonomi Islam

Gadai termasuk salah satu mekanisme penting dalam utang piutang, dengan

kemudahan serta kelebihan tersendiri. Dalam Islam gadai secara eksplisit sudah

diatur sejak masa Nabi dengan istilah rahn, yang disebutkan baik dalam Al-

Qur’an20 maupun hadis Selaras dengan misi Islam sebagai agama rahmatan

lil-‘alamin, maka gadai pun memiliki aturan normatif yang dapat menjaga

keselarasannya dengan prinsip ajaran Islam dalam bermuamalah. Seiring dengan

perkembangan kondisi kehidupan, aplikasi gadai tidak terlepas dari interpretasi

teoritis maupun praktis dalam kehidupan umat Islam di berbaagai belahan dunia,

salah satunya adalah munculnya sebuah lembaga pegadaian. Secara umum

pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga

kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan

akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga

gadai. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1150, gadai adalah suatu

hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.

Di mana barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh

orang yang mempunyai hutang atau oleh orang lain atas nama orang yang

mempunyai hutang.

Lembaga jaminan yang disebut Gadai diatur oleh ketentuan pasal 1150 sampai

dengna pasal 1160 KUH Perdata. Gadai merupakan lembaga jaminan yang

digunakan untuk mengikat jaminan utang yang berupa barang-barang bergerak

antara lain berupa barang-barang perhiasan (misalnya kalung emas dan gelang

emas), surat berharga dan surat yang mempunyai harga (misalnya saham dan

sertifikat deposito), mesin-mesin yang tidak terpasang secara tetap di tanah atau

bangunan (misalnya genset), dan sebagainya. Pengikatan jaminan melalui Gadai

memberikan jaminan kebendaan kepada krediturnya sebagai pemegang Gadai,

15

Page 17: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

artinya kreditur mempunyai hak menagih pelunasan piutangnya atas benda yang

diikat dengan Gadai tersebut. Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan hak

didahulukan atau hak preferen kepada kreditur sebagai pemegang Gadai, artinya

kreditur tersebut akan memperoleh pembayaran didahulukan atas piutangnya dari

hasil pencairan (penjualan) benda yang diikat dengan Gadai dibandingkan dengan

kreditur-kreditur lainnya.8

Pelaksanaan Pengawasan Yang Dilakukan Oleh Bank Indonesia

Hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana atau deposan

merupakan perjanjian antara pemberi dana/penananam dana dengan bank sebagai

pengelola dengan prisip PLS /bagi hasil dan konsekuensi masing-masing pihak.

Dalam KUH Perdata pasal 1765 merupakan cermin perjanjian pinjam meminjam

uang antara bank dengan nasabah, sedangkan nasabah penyimpan dana atau deposan

hanya bersedia menyimpan dananya pada bank yang bersangkutan apabila nasabah

deposan percaya bahwa bank yang bersangkutan mampu untuk membayar kembali

dana itu apabila ditagih. Selanjutnya dalam system bank syariah, Pengertian

Mudlarabah dan Musyarakah sebagai berikut ;

Mudlarabah adalah kontrak antara dua pihak dimana satu pihak yang disebut rab

al-mal (investor) mempercayakan uang kepada pihak kedua, yang disebut mudlarib,

untuk tujuan usaha dagang. Musyarakah ( kemitraan ) adalah dasar kedua dari

konsep Profit and Loss Sharing dalam perbankan Islam. Musyarakah adalah suatu

kontrak yang lazimnya diikuti oleh para mitra yang setara, artinya, kedua belah

pihak sepakat dengan syarat-syarat kontrak, dan salah satu pihak tidak boleh

mendiktekan syarat-syarat tersebut kepada pihak lain. Selain itu dalam Undang-

Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ditetapkan dengan

dimensi hukum memandang nasabah sebagai konsumen perbankan.

Berdasarkan hal tersebut bahwa keunikan tersendiri bank dengan prinsip

syariah memiliki kandungan filosofis yang sangat tinggi karena dengan adanya

bargaining positition antar pihak menjadikan nuansa bisnis yang melalui perbankan

8 Ahmad Syifdaul Anam, Implementasi Hukum Jaminan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, alumni, Semarang, 2009.

16

Page 18: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

Perlidungan Nasabah Bank Syariah

Diwujudkan dalam berapa hal, yaitu:

a.Melakukan Pengaturan Perbankan.

b.Melakukan Pengawasan berdasarkan program pengawasan yang dibuat oleh

Arsitektur Perbankan Indonesia (API).15

(1)Pengawasan oleh Bank Indonesia (BI) terhadap bank syariah dalam

melaksanakan prinsip syariah, diprogramkan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai

Bank Sentral yang dirancang secara umum untuk semua bank maupun hal-hal yang

khusus mengenai bank syariah. Secara umum pengawasan terhadap perbankan

syariah sama dengan pengawasan pada perbankan konvensional, yaitu berdasarkan

pada Program pengawasan Bank Indonesia (BI) terhadap seluruh perbankan di

Indonesia.9

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat

penelitian ini adalah deskriptif maksudnya adalah suatu analisis data yang

berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan

tentang seperangkat data yang lain,10 bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian

yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa

peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan prinsip kehati-

hatian, sehingga diharapkan dapat diketahui gambaran jawaban atas permasalahan

mengenai Implementasi Prinsip Kehati-Hatian Di Lembaga Keuangan Syariah Dalam

Kasus Sengketa Gadai Emas Pada Bank BRI Syari’ah. Dilihat dari jenis penelitian

ataupun metode pendekatan yang dilakukan adalah yuridis normatif. Pendekatan

yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik

bahan hukum primer maupun sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan

cara melihat dari segi peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku.

9 R, Rach Hardjo Boedi Santoso, SH, Perlindungan Hukum Nasabah Bank Syariah Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pengawasan, alumni, Semarang, 2009. Oleh Bank Indonesia10 Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta,1997, halaman. 38.

17

Page 19: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

2. Teknis Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, baik berupa pengetahuan

ilmiah maupun sesuatu fakta atu gagasan, maka pengumpulan data dilakukan

dengan cara Studi Kepustakaan (Library Research), yang merupakan

pengumpulan data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan

berupa buku-buku, Peraturan per-Undang-Undangan dan bahan bacaan lain yang

terkait dengan penulisan proposal ini untuk digunakan sebagai dasar ilmiah

pembahasan materi.

3. Bahan Penelitian

a. Bahan hukum primer, bahan hukum yang mengikat, Hal ini disebutkan dalam

pasal 2 UU Nomor 10 tahun 1998 sebagai perubahan atas UU Nomor 7 tahun

1992 tentang perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan

usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip

kehati-hatian. Dalam ketentuan ini, menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian

adalah asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank

dalam menjalankan kegiatan usahanya. Berkaitan dengan prinsip kehati-

hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 2 di atas, kita dapat

menemukan pasal lain di dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang

mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu

diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam pasal 29 ayat 2, 3,

dan 4, Dan juga penyediaan informasi tersebut sebenarnya salah atu ketentuan

yang wajib dijalankan oleh Bank Syari’ah dan UUS sebagai bagian dari

kewajiban pengelolaan resiko (penerapan prinsip kehati-hatian), sebagaimana

yang tercantum dalam pasal 38 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008, Penerapan

prinsip kehati-hatian bank syari’ah juga dapat dilihat pada pasal 35 ayat (2),

(3), (4), dan ayat (5), Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas

maksimum penyaluran dana berdasarkan prinsip syari’ah (baca : kehati-

hatian), pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga yang

berbasis syari’ah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 37 ayat (1) UU

No. 21 Tahun 2008.

18

Page 20: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti : Buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum,

pendapat para sarjana dan lain sebagainya.

c. Bahan Hukum Tertier (Penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus umum

Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, internet, dan lain sebagainya yang

berkaitan dengan permasalahan.

4. Alat Pengumpulan Data

Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka

alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Studi Dokumen yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen, peraturan

mengenai prinsip kehati-hatian yang ada di Lembaga Keuangan Syari’ah.

Dokumen ini merupakan sumber informasi yang penting.

2. Pengamatan (observasi), pengammatan ini dipergunakan dengan tujuan

untuk menambah kejelasan yang jujur dan seksama atas situasi tertentu

sehingga mendapatkan perimbangan sejumlah data yang objektif.

3. Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (Interview quide.)

5. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data secara kualitatif yaitu

mengumpulkan data atu semua data yang terkumpul diseleksi, ditabulasi,

diklasifikasi lalu menganalisis data, dan kemudian dianalisis dengan menafsirkan

secara logis dan sistematis dengan menggunakan logika berfikir secara deduktif

dan induktif yaitu yang pembahasannya dimulai dari mengenai hal-hal yang

khusus, sehingga pada gilirannya dapat ditarik suatu kesimpulan, dan

dipresentasikan dalam bentuk deskriptif dalam rangka menjawab permasalahan

hukum yang menjadi objek penelitian.

19

Page 21: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

H. Sistematika Penulisan

Supaya pembahasan dalam penelitian ini sistematis sehingga mudah untuk

dipahami, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN, berisi tentang uraian latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistimatika penulisan.

BAB II : TELAAH PUSTAKA, berisi tentang konsep prinsip kehati-hatian, Dasar

Hukum Berlakunya Bank Syariah, Peraturan Pelaksanaan Bank Berdasarkan

Prinsip Syariah, Kegiatan Usaha bank BRI Syariah, Konsep dan Aplikasi

Gadai menurut Ekonomi Islam, Pelaksanaan Pengawasan Yang Dilakukan

Oleh Bank Indonesia, Perlidungan Nasabah Bank Syariah.

BAB III : METODE PENELITIAN, yang menjelaskan Sifat dan Jenis Penelitian,

Teknis Pengumpulan Data, Bahan Penelitian, Alat Pengumpulan Data,

Analisis Data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN, merupakan bab yang berisikan hasil

Penelitian dan Pembahasan meliputi : , tujuan diberlakukannya prinsip

kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat.Dengan

kata lain, diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga

masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.

Prinsip kehati-hatian harus dijalankan oleh bank, bukan hanya karena

dihubungkan dengan kewajiban agar bank tidak merugikan kepentingan

nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank dan masyarakat,

melainkan juga berkaitan erat dengan sistem moneter yang menyangkut

kepentingan semua anggota masyarakat (bukan semata-mata nasabah

penyimpan).

BAB V : PENUTUP, berisikan kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan dan

disertai pula saran-saran sebagai rekomendasi berdasarkan temuan-temuan

yang diperoleh oleh dalam penelitian.

20

Page 22: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syifdaul Anam, Implementasi Hukum Jaminan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah,

alumni, Semarang, 2009.

Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, jakarta: Rajawalipers, 2011.

Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Raja Grafindo Persada,

Jakarta,1997.

Indah Fajarwati, Tinjauan Mengenai Penerapan Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Banking),

FH UI, 2011.

Navis Illiyana Azmi, Etika Ekonomi Islam Dan Delevansinya Dalam Ekonomo Bisnis,

STAIN Pekalongan, 2010.

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah ,Yogyakarta: Ekonisia, 2004.Nurkhayati,

Perlindungan Hak Nasabah Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Di Bank Syariah, STAIN

Pekalongan, 2010.

R, Rach Hardjo Boedi Santoso, SH, Perlindungan Hukum Nasabah Bank Syariah

Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pengawasan, alumni, Semarang, 2009.

Oleh Bank Indonesia

Internet :

file:///D:/Prinsip%20Kehati-hatian%20Bank%20Syar%E2%80%99iah%20_

%20.%20%20WELCOME%20_%20SAEPUDIN%20ONLINE.htm

http://hukumonline.com/

21

Page 23: Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

PERTANYAAN WAWANCARA

1. Adakah Peraturan yang mengatur prinsip kehati-hatian di Lembaga

Keuangan Syariah ?

2. Apakah fatwa DSN juga mengatur prinsip kehati-hatian ?

3. Bagaimana prosedur dari prinsip kehati-hatian ?

4. Seperti apa Implementasi prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan

Syariah ?

5. Apa pentingnya prinsip kehati-hatian bagi Lembaga Keuangan

Syariah ?

6. Kendala apa saja yang dialami oleh Lembaga Keuangan Syariah dalam

penerapan prinsip kehati-hatian ?

7. Bagaimana perkembangan nasabah atas diterapakannya prinsip kehati-

hatian ?

8. Atas pertimbangan apa anda memahami konsep prinsip kehati-hatian di

Lembaga Keuangan Syariah ?

9. Mengapa masih terjadi sengketa di Lembaga Keuangan Syariah ?

10. Terus apa tanggapan dari Lembaga Keuangan Syariah mengenai

adanya sengketa jual beli gadai emas di BRI Syariah khususnya ?

11. Rencana utama apa yang akan dilakukan dalam menangani sengketa

tersebut ?

12. Adakah dampak negatif atau positif dengan adanya kasus sengketa

bagi LKS sendiri maupun nasabah yang lain ?

13. Kemudian bagaimana tindakan LKS untuk memperbaiki nama baik

ketika terjadi sengketa terhadap masyarakat ?

14. Bagaimana meyakinkan nasabah lain atas masih terjadinya sengketa

padahal LKS memegang teguh prinsip kehati-hatian ?

15. Hukuman apa bagi nasabah maupun LKS ketika melanggar ketentuan-

ketentuan yang ada ?

22