ltm 2 pemeriksaan penunjang paru cia

9
Pemeriksaan Penunjang oleh Sayida Saily, 0806320912 Prosedur diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi penyakit paru dapat dipilah menjadi metode-metode yang terutama bersifat morfologis atau fisiologis. Yang termasuk metode morfologis adalah teknik radiologi, endoskopi, pemeriksaan biopsy dan sputum. Pengukuran gas darah dan uji fungsi ventilasi merupakan uji yang mengungkapkan fungsi fisiologis. I. Diagnosis Anamnesis Keluhan awal akut mungkin disebabkan adanya gangguan fisiologis akut, seperti serangan asma bronchial, emboli paru, pneumotoraks atau infark miokard. Serangan berkepanjangan selama berjam-jam hingga berhari-hari lebih sering akibat eksaserbasi penyakit paru yang kronik atau perkembangan proses sedikit demi sedikit seperti pada efusi pleura atau gagal jantung kongestif. Apabila terdapat keluhan batuk, perlu diketahui lamanya dan ada dahak atau tidak, paparan lingkungan, toksin atau allergen dan gejala terkait. Gejala terkait seperti sakit telinga, hidung tersumbat, sakit tenggorok, nyeri ulu hati atau sakit perut membantu melokalisir tempat iritasi tersebut. Batuk yang terjadi kadang-kadang dan berhubungan dengan paparan sesuatu keadaan lingkungan akan menggiring kita kepada penyebab batuk itu. Batuk berdahak (sputum mukopurulen) menunjukkan adanya kelainan saluran napas bawah. Gejala yang menyertai. a. Nyeri dada yang disertai dengan sesak kemungkinan disebabkan oleh emboli paru, infark miokard, atau penyakit pleura b. Batuk yang disertai dengan sesak, khususnya sputum purulen mungkin disebabkan oleh infeksi napas atau proses radangn kronik (misalnya bronchitis atau radang mukosa saluran napas lainnya) c. Demam dan menggigil mendukung adanya suatu infeksi d. Hemoptisis mengisyaratkan rupture kapiler/vascular, misalnya karena emboli paru, tumor atau radang saluran napas. Terpajan Keadaan Lingkungan atau Obat tertentu. a. Allergen seperti serbuk, jamur atau zat kimia mengakibatkan terjadinya bronkospasme dengan bentuk keluhan sesak b. Debu, asap, dan bahan kimia yang menimbulkan iritasi jalan napas berakibat terjadinya bronkospasme pada pasien yang sensitive c. Obat-obatan yang dimakan atau injeksi dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang menyebabkan sesak. Pemeriksaan Fisik a. Tanda Vital. Tekanan darah, temperature, frekuensi nadi dan frekuensi napas menentukan tingkat keparahan penyakit. Seorang pasien sesak dengan tanda-tanda vital normal biasanya hanya menderita penyakit kronik atau ringan, sementara pasien yang memperlihatkan adanya perubahan nyata pada tanda-tanda vital biasanya menderita gangguan akut yang memerlukan evaluasi dan pengobatan segera. Temperatur di bawah 35 o C atau di atas 41 o C atau

Upload: jody-felizio-chandra

Post on 14-Feb-2015

72 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

penunjang paru

TRANSCRIPT

Page 1: LTM 2 Pemeriksaan Penunjang Paru CIA

Pemeriksaan Penunjangoleh Sayida Saily, 0806320912

Prosedur diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi penyakit paru dapat dipilah menjadi metode-metode yang terutama bersifat morfologis atau fisiologis. Yang termasuk metode morfologis adalah teknik radiologi, endoskopi, pemeriksaan biopsy dan sputum. Pengukuran gas darah dan uji fungsi ventilasi merupakan uji yang mengungkapkan fungsi fisiologis.

I. DiagnosisAnamnesis

Keluhan awal akut mungkin disebabkan adanya gangguan fisiologis akut, seperti serangan asma bronchial, emboli paru, pneumotoraks atau infark miokard. Serangan berkepanjangan selama berjam-jam hingga berhari-hari lebih sering akibat eksaserbasi penyakit paru yang kronik atau perkembangan proses sedikit demi sedikit seperti pada efusi pleura atau gagal jantung kongestif. Apabila terdapat keluhan batuk, perlu diketahui lamanya dan ada dahak atau tidak, paparan lingkungan, toksin atau allergen dan gejala terkait. Gejala terkait seperti sakit telinga, hidung tersumbat, sakit tenggorok, nyeri ulu hati atau sakit perut membantu melokalisir tempat iritasi tersebut. Batuk yang terjadi kadang-kadang dan berhubungan dengan paparan sesuatu keadaan lingkungan akan menggiring kita kepada penyebab batuk itu. Batuk berdahak (sputum mukopurulen) menunjukkan adanya kelainan saluran napas bawah.

Gejala yang menyertai. a. Nyeri dada yang disertai dengan sesak kemungkinan disebabkan oleh emboli

paru, infark miokard, atau penyakit pleurab. Batuk yang disertai dengan sesak, khususnya sputum purulen mungkin

disebabkan oleh infeksi napas atau proses radangn kronik (misalnya bronchitis atau radang mukosa saluran napas lainnya)

c. Demam dan menggigil mendukung adanya suatu infeksid. Hemoptisis mengisyaratkan rupture kapiler/vascular, misalnya karena emboli

paru, tumor atau radang saluran napas.

Terpajan Keadaan Lingkungan atau Obat tertentu.a. Allergen seperti serbuk, jamur atau zat kimia mengakibatkan terjadinya

bronkospasme dengan bentuk keluhan sesak

b. Debu, asap, dan bahan kimia yang menimbulkan iritasi jalan napas berakibat terjadinya bronkospasme pada pasien yang sensitive

c. Obat-obatan yang dimakan atau injeksi dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang menyebabkan sesak.

Pemeriksaan Fisika. Tanda Vital. Tekanan darah, temperature, frekuensi nadi dan frekuensi napas

menentukan tingkat keparahan penyakit. Seorang pasien sesak dengan tanda-tanda vital normal biasanya hanya menderita penyakit kronik atau ringan, sementara pasien yang memperlihatkan adanya perubahan nyata pada tanda-tanda vital biasanya menderita gangguan akut yang memerlukan evaluasi dan pengobatan segera. Temperatur di bawah 35oC atau di atas 41oC atau tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg menandakan keadaan gawat darurat. Pulsus Paradoksus- pada fase inspirasi terjadi peningkatan tekanan arterial lebih besar 10 mmHg, tanda ini bermanfaat dalam menentukan adanya kemungkinan udara terperangkap pada keadaan asma dan PPOK eksaserbasi akut. Ketika obstruksi saluran napas memburuk, variasi itu meningkat; dan ketika obstruksi membaik, pulsus paradoxus menurun. Frekuensi Napas kurang dari 5 kali/menit mengisyaratkan hipoventilasi dan kemungkinan besar respiratory arrest. Bila lebih dari 35 kali/menit menunjukkan gangguan yang parah, frekuensi yang lebih cepat dapat terlihat beberapa jam sebelum otot-otot napas menjadi lelah dan terjadi gagal napas.

b. Telinga. Periksa apa ada benda asing pada saluran telinga luarc. Nasofaring. Sinus harus dipalpasi untuk mencari nyeri dan ostia diperiksa untuk

mencari adanya ingus yang menyumbat. Edema mukosa hidung dan rinorea dapat disebabkan infeksi, alergi atau rhinitis vasomotor yang kemudian dapat menyebabkan batuk karena drainase posterior di hipofaring. Faring dan hipofaring harus diperiksa untuk mencari peradangan atau masa.

d. Leher. Menggelembungnya vena-vena leher dapat terlihat pada pasien dengan masa mediastinal yang batuk karena tekanan pada saraf laryngeal rekuren atau saraf frenikus. Distensi vena jugular juga dapat menandakan adanya edema paru yang dapat menyebabkan batuk.

e. Dada. Pasien dengan obstruksi saluran napas dapat memperlihatkan rongga dada yang hiperekspansi atau kontraksi otot-otot bantu napas. Penyakit parenkim seperti pneumonia, fibrosis intersisial dan edema paru biasanya meimbulkan suara ronki. Pneumonia juga dapat menyebabkan melemahnya suara napas, pekak pada perkusi dan fremitus yang mengeras.

Page 2: LTM 2 Pemeriksaan Penunjang Paru CIA

f. Abdomen. Adanya masa atau peradangan subdiafragma dapat menyebabkan iritasi pada diafragma. Batuk pada keadaan ini biasanya subakut atau kronis. Pemeriksaan abdomen harus dilakukan dengan teliti agar kelainan ini tidak terlewatkan.

Pemeriksaan Umum1. Tampilan Umum. Pasien dapat memberikan isyarat atau diagnosis tersebut.

Seorang pasien yang mengantuk dengan napas yang lambat dan pendek bisa disebabkan; obat tertentu, retensi CO2 atau gangguan system saraf pusat (misalnya strok, edema serebral, perdarahan subaraknoid). Seorang pasien yang gelisah dengan napas yang cepat dan dalam bisa disebabkan hiposemia berat karena primer penyakit paru/saluran napas, jantung atau bisa juga serangan cemas (anxiety attack), histerical attack.

2. Kontraksi Otot Bantu Napas. Dapat mengungkapkan adanya tanda obstruksi saluran napas. Otot bantu pernapasan di leher dan otot interkostal akan berkontraksi/digunakan pada keadaan adanya obstruksi saluran napas moderat hingga parah. Asimetri gerakan dinding dada atau deviasi trakeal dapat pula dideteksi selama pemeriksaan otot-otot napas. Pada tension pneumotoraks- suatu keadaan gawat darurat-sisi yang terkena akan membesar pada setiap inspirasi dan trakea akan terdorong kesisi yang disebelahnya.

3. Tekanan Vena Jugularis Harus Dicatat. Peninggiannya menandakan adanya peningkatan tekanan atrium kanan.

4. Palpasi.- Tertinggalnya pengembangan satu hemitoraks yang dirasakan dengan palpasi

bagian lateral bawah rib cage paru bersangkutan menunjukkan adanya gangguan pengembangan pada hemitoraks tersebut. Hal ini bisa akibat obstruksi salah satu bronkus utama, pneumotoraks atau efusi pleura.

- Fremitus taktil. Menurunnya fremitus taktil yang diperoleh dengan memerintahkan pasien menyebutkan tujuh puluh tujuh berulang-ulang terpalpasi pada area yang mengalami atelektasis seperti yang terjadi pada bronkus yang tersumbat atau area yang ada efusi pleura. Meningkatnya fremitus disebabkan oleh konsolidasi parenkim pada suatu are yang mengalami inflamasi.

5. Perkusi- hipersonor akan ditemukan pada hiperinflasi paru seperti terjadi selama serangan

asma akut, emfisema, juga pada pneumotoraks.- redup pada perkusi menunjukkan konsolidasi paru atau efusi pleura

6. Auskultasia. Berkurangnya intensitas suara napas pada kedua bidangn paru menunjukkan

adanya obstruksi saluran napas. Keadaan ini dapat terdengar pada konsolidasi, efusi pleura tau pneumotoraks.

b. Ronki kasar dan nyaring sesuai dengan obstruksi parsial atau penyempitan saluran napas

c. Ronki basah halus terdengar pada parenkim paru yang berisi cairan. Ronki bilateral disertai dengan irama gallop sesuai dengan gagal jantung kongestif. Ronki setempat sesuai dengan adanya konsolidasi paru di tempat itu.

d. Adanya egofoni (diucapkan huruf “I” seperti “e” datar) menandakan konsolidasie. Pada pasien dengan sesak dan rasa sakit di dada harus dipikirkan kemungkinan

adanya friction rub, bila 2 komponen merupakan cirri pleuritis dan suara 3 komponen seperti perikarditis.

II. Pemeriksaan Radiologi

Teknik RadiologiToraks merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar X, karena itu parenkim menghasilkan bayangan yang sangat bersinar-sinar. Jaringan lunak dinding dada, jantung dan pembuluh darah besar, serta diafragma lebih sukar ditembus sinar X dibandingkan parenkim paru sehingga bagian-bagian tubuh ini tampak lebih padat pada radiogram. Struktur torak yang bertulang (termasuk iga, sternum dan vertebra) lebih sulit lagi ditembus, sehingga bayangannya lebih padat lagi. Metode radiologi yang biasanya digunakan untuk menemukan penyakit paru adalah radiografi dada rutin, tomografi computer, angiografi, serta pemindaian perfusi dan ventilasi paru.

Radiografi Dada RutinPemeriksaan radiograf dada rutin dilakukan pada suatu jarak standar setelah inspirasi maksimum dan menahan napas untuk menstabilkan diafragma. Radiograf diambil dengan sudut pandang posteroanterior dan kadang juga diambil dari sudut pandang lateral dan melintang. Radiograf yang dihasilkan memberikan informasi sebagai berikut:1. Status rangka toraks termasuk iga-iga, pleura dan kontur diafragma dan saluran

napas atas pada waktu memasuki dada.2. Ukuran, kontur dan posisi mediastiunum dan hilus paru, termasuk jantung, aorta,

kelenjar limfe, dan akar percabangan bronkus.

Page 3: LTM 2 Pemeriksaan Penunjang Paru CIA

3. Tekstur dan derajat aerasi parenkim paru.4. Ukuran, bentuk, jumlah dan lokasi lesi paru termasuk kavitasi, tanda fibrosis dan

daerah konsolidasi.Penampilan radiograf dada yang normal bervariasi dalam beberapa hal bergantung pada jenis kelamin, usia subjek yang berlainan, dan keadaan pernapasannya.

Tomografi Komputer (CT scan) merupakan satu teknik radiologic yang serangkaian radiografnya, masing-masing merupakan gambaran dari suatu “irisan paru” yang diambil sedemikian rupa sehingga dapat dibentuk suatu gambaran yang cukup rinci. Banyak bayangan abu-abu yang terlihat dengan CT scan yang dipadukan dengan radiograf dada rutin; selain itu, lebih sedikit masalah yang timbul dalam mendeteksi ketidaknormalan karena struktur normal yang tidak jelas seperti bila hanya menggunakan radiograf dada rutin. CT scan berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura atau mediastinum (nodus, tumor, struktur vascular), dan secara umum untuk mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lain.

Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI) menggunakan resonansi magnetic sebagai sumber energy untuk mengambil gambaran potongan melintang tubuh. Dengan MRI gambaran dapat diambil dalam berbagai bidang (transversal, sagital, atau koronal); dapat membedakan jaringan yang normal dan yang terkena penyakit, walaupun keduanya berada pada densitas yang sama (keadaan ini tidak dapat dibedakan dengan menggunakan CT scan); dan dapat membedakan antara pembuluh darah dengan struktur nonvascular, walaupun tanpa menggunakan zat kontras.MRI khususnya digunakan dalam mengevaluasi penyakit pada hilus dan mediastinum.

Ultrasound tidak berguna dalam mengevalusai penyakit parenkim paru. Namun, ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang akan timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.

Angiografi Pembuluh ParuPola dan aliran arteria pulmonalis dapat didemonstrasikan dengan menyuntikkan cairan radioopak melalui kateter yang dimasukkan lewat vena lengan ke dalam atrium kanan, ventrikel kanan, lalu ke dalam arteria pulmonalis utama. Teknik ini digunakan untuk menentukan lokasi emboli massif atau untuk menentukan derajat infark paru. Kelainan

seperti aneurisma atau perubahan vascular yang sering terjadi pada emfisema juga dapat diketahui.Risiko utama yang dapat terjadi pada angiografi adalah timbulnya aritmia jantung saat kateter dimasukkan ke dalam bilik jantung.

Pemindaian Paru dengan memakai isotop, walaupun merupakan metode yang kurang dapat diandalkan untuk mendeteksi emboli paru, tetapi prosedur ini lebih aman dibandingkan dengan angiografi. Kadang-kadang dilakukan pemindaian perfusi dan ventilasi paru. Pemindaian perfusi dilakukan dengan penyuntikan mikrosfer albumin ke dalam vena perifer; partikel ini tampak sebagai emboli yang bersifat sementara dalam kapiler paru sebanding dengan aliran darah yang aktif. Distribusi radioaktivitas dihitung dengan sebuah scintiscanner dan bayangannya direkam oleh kamera. Gambarannya hampir selalu abnormal pada embolisme (daerah yang tidak mengandung radioaktif), tetapi tidak sangat spesifik, karena kelainan ini juga ditemukan pada keadaan lain seperti emfisema dan pneumonia. Pemindaian ventilasi memanfaatkan inhalasi bolus gas radioaktif, biasanya xenon-133. Pemindaian ventilasi paru biasanya tampak normal pada embolisme, tetapi tampak abnormal pada infark, pneumonia, dan emfisema.Teknik pencitraan scintigraphic lain, yaitu pencitraan menggunakan gallium 67, telah digunakan untuk mendeteksi dan mengevaluasi keadaan infeksi dan peradangan pada paru yang terkena. Pemindai gallium telah banyak digunakan untuk mendeteksi Pneumocystis carinii, yaitu penyebab pneumonia pada pasien dengan AIDS.

III. Bronkoskopi

Bronkoskopi merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan untuk mengangkat benda asing. Bronkoskopi konvensional berupa suatu pipa logam berlubang dengan system lensa cermin berlampu. Pipa ini dengan mudah dapat dimasukkan ke dalam percabangan trakeobronkial sesudah pasien diberi anastesi lokal.Fiberoptic bronchoscope yang lebih baru merupakan suatu alat yang fleksibel dan dapat menghantarkan cahaya dan bayangan yang jelas sampai ke sudut-sudut. Alat ini berdiameter kecil dan lentur sehingga mengakibatkan trauma yang lebih ringan bila dibandingkan dengan alat bronkoskop logam konvensional. Fiberoptic bronchoscope memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan pada cabang-cabang bronkus yang lebih kecil dan juga dapat dimasukkan melalui hidung. Biposi jaringan dapat dilakukan dengan mempergunakan forsep kecil atau sikat yang lentur pada ujung bronkoskop tersebut. Tabung pengisap juga dapat dimasukkan melalui bronkoskop untuk mengambil secret

Page 4: LTM 2 Pemeriksaan Penunjang Paru CIA

yang diperlukan untuk pemeriksaan biakan dan sitologi. Fiberoptic bronchoscope ini dapat dipakai di bangsal, meskipun tempat terbaiknya adalah ruang operasi.

Sesudah menjalani bronkoskopi, pasien yang bersangkutan tidak boleh makan atau minum selama paling tidak 2-3 jam, yaitu sampai reflex muntah timbul lagi; kalau tidak, pasien mungkin akan mengalami aspirasi ke dalam percabangan trakeobronkial. Timbulnya kembali refleks muntah ini dapat dites dengan menyentuhkan suatu aplikator dari katun pada bagian belakang kerongkongan pasien. Kalau ini menyebabkan pasien muntah, maka pasien sudah diizinkan menelan. Komplikasi lain yang mungkin dapat terjadi sesudah menjalani bronkoskopi adalah perdarahan dan pneumotoraks akibat bronkus yang pecah.

Prosedur yang sering dilakukan setelah bronkoskopi untuk mengetahui adanya komplikasi adalah memantau tanda-tanda vital selama beberapa jam, pembuatan radiograf dada dan pengumpulan sputum selama 24 jam. Perawat juga harus menyadari bahwa spasme atau edema laring bisa timbul sebagai komplikasi lambat dan keadaan ini mungkin membutuhkan intubasi endotrakea dan pemberian oksigen.

IV. Pemeriksaan Biopsi

Contoh jaringan untuk pemeriksaan biopsy dapat diperoleh dari saluran pernapasan bagian atas atau bawah dengan menggunakan teknik endoskopi yang memakai laringoskop atau bronkoskop. Bedah toraks yang dipandu dengan video (VATS) adalah kemajuan teknologi terbaru yang digunakan untuk diagnosis maupun penatalaksanaan penyakit pleura dan parenkim. Caranya adalah dengan memasukkan trokar yang kaku dengan lensa di bagian distalnya masuk ke dalam pleura melalui insisi kecil interkostal dalam keadaan anestesi umum. Operator kemudian dapat melakukan pemeriksaan biopsy pada lesi di pleura atau jaringan perifer paru atau mengangkat nodul pada jaringan perifer paru di bawah penglihatan langsung. Cara ini telah banyak digunakan untuk menggantikan biopsy paru terbuka dan torakotomi. Jaringan berbentuk silinder dapat juga didapat dengan teknik terbaru yaitu dengan biopsy jarum perkutaneus menggunakan air-turbine drill. Manfaat utama biopsy paru terutama berkaitan dengan penyakit paru difus yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain. Pneumotoraks dan perdarahan sering terjadi pada sejumlah besar pasien sesudah menjalani tindakan tersebut di atas.

Biopsy kelenjar getah bening mediastinum dilakukan selama mediastinoskopi. Tindakan ini merupakan tindakan insisi dasar leher bagian depan, lalu melalui insisi ini dimasukkan alat yang mempunyai system cermin-lensa dengan lampu. Alat ini terus didorong maju di bawah pengawasan visual sampai mencapai mediastinum tempat dilakukannya pemeriksaan dan biopsy. Mediastinoskopi merupakan metode post operatif utama untuk mengevaluasi keadaan patologis atau penyebaran regional ke kelenjar gerah bening hilus pada pasien dengan kanker paru.

V. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum secara makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik berperan penting dalam diagnosis etiologi berbagai penyakit pernapasan.1. Pewarnaan gram dan pemeriksaan basil tahan asam (BTA) adalah suatu tindakan

rutin2. Kultur mikobakteri dan jamur. Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang

didapatkan adanya kelainan foto toraks berupa infiltrate di apeks atau kavitas atau pada pasien imunokompromis

3. Pemeriksaan sitologi dilakukan pada pasien batuk yang dicurigai juga menderita kanker paru

4. Pewarnaan silver pada dahak untuk mencari Pneumocystis carinii pada pasien imunokompromis.

Warna, bau, dan adanya darah merupakan petunjuk yang berharga. Pemeriksaan mikroskopik dapat mengungkapkan organism penyebab berbagai pneumonia bacterial, tuberculosis, serta beberapa jenis infeksi jamur. Waktu terbaik pengumpulan sputum adalah segera sesudah bangun karena sekresi bronkus yang abnormal cenderung tertimbun saat tidur. Kadang-kadang perlu merangsang pembentukan sputum dengan nebulizer. Metode yang popular untuk mendapatkan secret trakeobronkial adalah dengan pembilasan bronkoalveolar (BAL) menggunakan bronkoskopi yang fleksibel. Salin steril disuntikkan melalui bronkoskopi dan dihisap kembali ke dalam bilik penampungan. Pencucian bronkus ini dapat digunakan untuk memeriksa adanya sel-sel keganasan atau mikroorganisme dari saluran pernapasan bawah. Cairan dari BAL cukup efektif untuk mendeteksi Pneumocystis carinii pada pasien dengan AIDS.

VI. Analisis Gas Darah

Untuk menilai fungsi pernapasan secara adekuat, perlu juga mempelajari hal-hal di luar paru seperti volume dan distribusi gas yang diangkut oleh system sirkulasi. Biasanya

Page 5: LTM 2 Pemeriksaan Penunjang Paru CIA

digunakan contoh darah arteri untuk analisis gas darah. Arteri radialis (atau brakialis) sering dipilih karena arteri ini mudah dicapai. Pergelangan tangan diekstensikan dengan menempatkannya di atas gulungan handuk. Setelah kulit disterilkan, lalu arteri distabilkan dengan dua jari dari satu tangan sedangkan tangan yang lain menusuk arteria tersebut dengan alat suntik yang sudah diisi heparin. Setelah 5 ml darah terhisap ke dalam alat suntik, udara dikeluarkan, dan darah disimpan di atas es dan langsung dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Nilai-nilai normal gas darah

Pengkuruan gas darah simbol Nilai normal

Tekanan karbon dioksida PaCO2 34-45 mmHg (rata-rata 40)> 45 mmHg : Hipoventilasi< 35 mmHg : Hiperventilasi

Tekanan oksigen PaO2 80-100 mmHg60-80 mmHg : Hipoksemia

ringan40-60 mmHg : Hipoksemia

sedang< 40 mmHg : Hipoksemia berat

Persentasi kejenuhan oksigen SaO2 95-97%Konsentrasi ion hydrogen pH 7,35-7,45Bikarbonat HCO3

- 22-26 mEq/L

PaCO2 merupakan petunjuk ventilasi alveolar yang terbaik. Bila PaCO2 meningkat, penyebab langsung selalu hipoventilasi alveolar. Hipoventilasi menyebabkan asidosis respiratorik dan penurunan pH darah. Hipoventilasi alveolar dapat terjadi bila volum tidal menurun, seperti pada pernapasan yang cepat dan dangkal. Hipoventilasi dapat pula terjadi jika frekuensi pernapasan menurun seperti kelebihan dosis narkotik ataupun barbiturate. PaCO2 dapat pula meningkat untuk mengompensasi alkalosis metabolic. Akibatnya dalam interpretasi nilai PaCO2 secara tepat, perlu dipertimbangkan pula pH darah dan kadar bikarbonat guna menentukan apakah suatu perubahan timbul akibat kondisi pernapasan primer atau justru sebagai tindakan kompensasi dari suatu kondisi metabolic.

Penyebab langsung penurunan PaCO2 adalah selalu hiperventilasi alveolar. Hiperventilasi menyebabkan alkalosis respiratorik dan kenaikan pH darah.

Hiperventilasi sering timbul pada asma dan pneumonia dan menggambarkan usaha tubuh untuk meningkatkan PaO2 dengan usaha membuang CO2 yang berlebihan dari paru. Cedera atau tumor otak, keracunan aspirin, dan ketegangan dapat juga menyebabkan hiperventilasi atau dapat juga merupakan proses kompensasi untuk mengatasi asidosis metabolic.

Perubahan asam-basa pada asidosis dan alkalosis

Gangguan asam-basa pH HCO3- PCO2

Asidosis respiratorik ↓ ↑ ↑Alkalosis respiratorik ↑ ↓ ↓

Asidosis metabolic ↓ ↓ ↓Alkalosis metabolik ↑ ↑ ↑

Perubahan kadar bikarbonat menggambarkan usaha ginjal untuk mengompensasi keadaan asidosis atau alkalosis respiratorik, sedangkan perubahan PaCO2 pada gangguan metabolic menggambarkan peran paru dalam usaha kompensasi. Tujuan kompensasi adalah mengembalikan pH darah ke nilai normal.Hipoksemia akibat penyakit paru disebabkan oleh salah satu atau lebih dari mekanisme:1. Ketidakseimbangan antara proses ventilasi-perfusi (penyebab tersering)2. Hipoventilasi alveolar3. Gangguan difusi4. Pirau anatomic intrapulmonar. Hipoksemia akibat tiga kelainan yang pertama dapat

diperbaiki dengan pemberian O2. Tetapi pirau anatomic intrapulmonar (pirau arteriovenosa) tidak dapat diatasi dengan terapi O2.

Perubahan gas darah arteri merupakan hal yang kritis dalam diagnosis kegagalan pernapasan atau ventilasi yang mungkin timbul secara perlahan-lahan. Apabila kadar PaO2 turun di bawah nilai normal, terjadi insufisiensi pernapasan, dan terjadi kegagalan pernapasan bila PaO2 turun sampai 50mmHg. PaCO2 dapat meningkat atau turun sampai di bawah nilai normal pada insufisiensi atau kegagalan pernapasan.

Oksimetri Denyut Nadi

Page 6: LTM 2 Pemeriksaan Penunjang Paru CIA

Walaupun pengukuran gas-gas darah arteri adalah cara terbaik untuk menilai perubahan gas, terkadang terdapat keadaan yang tidak menguntungkan setelah punksi darah arteri dalam mengumpulkan darah untuk dianalisis. Akibatnya, oksimetri denyut nadi, yaitu satu cara noninvasive untuk menilai oksigenasi, mulai banyak digunakan. Oksimetri denyut nadi mengukur saturasi oksogen Hb (SaO2) lebih dahulu daripada PaO2, dengan menggunakan probe yang biasanya menjepit sekeliling jari. Dua gelombang cahaya yang berbeda akan melewati jari. Hb teroksogenasi dan yang tidak teroksigenasi memiliki bentuk absorpsi cahaya yang berbeda. Pengukuran absorbsi dua panjang gelombang pada denyut nadi darah arteri menggolongkan dua bentuk Hb. Jumlah Hb dengan saturasi O2 langsung dihitung dan ditampilkan pada alat pembacaannya. SaO2 normal adalah 95%-97% sesuai dengan PaO2 yang berkadar sekitar 80 mmHg hingga 100mmHg. Tujuan klinis yang biasanya ingin dicapai untuk Hb dengan saturasi O2 adalah SaO2 paling sedikit 90% (sesuai dengan PaO2 yang berkadar sekitar 60mmHg.

Walaupun oksimetri memiliki keuntungan dalam pengukuran oksigenasi secara noninvasive, cara ini memiliki keterbatasan. Pertama, para ahli kesehatan harus lebih memperhatikan hubungan antara SaO2 dan PaO2 yang diperlihatkan pada kurva disosiasi oksihemoglobin, karena kurva ini relative berbentuk datar di atas PaO2 yang berkadar lebih besar daripada 60mmHg (sesuai dengan SaO2 yang berkadar 90%), oksimeter denyut nadi cukup sensitive untuk merubah PaO2 di atas kadar ini. Selain itu, hubungan antara PaO2 dan SaO2 dapat berubah bergantung pada keadaan kurva yang bergerak ke arah kanan atau kiri akibat faktor-faktor seperti pH, suhu, 2,3 DPG. Keterbatasan kedua, alat tersebut tidak dapat membedakan bentuk lain Hb, seperti karboksihemoglobin atau methemoglobin, bila hanya menggunakan dua panjang gelombang. Yang ketiga, bila curah jantung rendah atau timbul vasokonstriksi kutaneus, pembacaan pada alat oksimetrinya tidak dapat dipercaya. Sehingga pada akhirnya tidak ada informasi tentang pH dan CO2 yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson, L.M., 1995, Prosedur Diagnostik pada Penyakit Pernapasan, dalam Price SA dan Wilson LM (eds): Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6. Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta, hal 756-769

2. Sudoyo AW, et all. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. pg 959-960