lp frakture mandibula

30
A. DEFINISI 1. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial, yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma pada wajah sering melibatkan tulang-tulang pembentuk wajah, diantaranya mandibula. 2. Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar. Gambar1. Anatomi tulang mandibula B. ANATOMI FISIOLOGI

Upload: christian-galih

Post on 02-Jan-2016

252 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Frakture Mandibula

A. DEFINISI

1. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan

atau tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun

parsial, yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang

menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak

langsung. Trauma pada wajah sering melibatkan tulang-tulang pembentuk

wajah, diantaranya mandibula.

2. Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya

kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh

wajah ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani

dengan benar.

Gambar1. Anatomi tulang mandibula

B. ANATOMI FISIOLOGI

Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah muka,

terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang

mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus

yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar, yang

mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-masing

ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan prosesus

koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar

dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang

Page 2: Lp Frakture Mandibula

disebut simfisis mentum, yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua

buah tulang.

Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus

alveolaris, yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah

korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan

korpus mandibula, kurang lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen mentalis

yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus

mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang merupakan pertemuan

antara tepi belakang ramus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan

mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus aurikularis.

Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio

m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa

artikularis permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago

artikuler melapisi bagian superior dan anterior dari prosesus kondiloideus,

sedangkan bagian posterior tidak. Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus

ditutupi oleh kelenjar parotis dan terletak di depan tragus. Antara prosesus

koronoideus dan prosesus kondiloideus membentuk sulkus mandibula dimana lewat

vasa dan nervus. Kira-kira ditengah dari permukaan medial ramus mandibula

didpatkan foramen mandibula. Melalui foramen ini masuk kedalam kanal yang

mengarah ke bawah depan di dalam jaringan tulang, dimana dilalui oleh vasa

pembuluh darah dan saluran limfe.

Mandibula mendapat nutrisi dari a.alveolaris inferior cabang pertama dari

a.maksillaris yang masuk melalui foramen mandibularis, bersama vena dan

n.alveolaris. A.alveolaris inferior memberi cabang-cabang ke gigi-gigi bawah serta

gusi sekitarnya, kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a.mentalis. Sebelum

keluar dari foramen mentalis bercabang insisivus yang berjalan ke depan di dalam

tulang. A.mentalis beranastomosis dengan a.fasialis, a.submentalis, a.labii inferior.

A.submentalis dan a.labii inferior merupakan cabang dari a.facialis.

a.mentalis memberi nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran balik dari mandibula melalui

v.alveolaris inferior ke v.fasialis posterior. V.mentalis mengalirkan darah ke

v.submentalis yang selanjutnya mengalirkan darah ke v.fasialis anterior. V. fasialis

posterior dan v.fasialis comunis mengalirkan darah ke v.jugularis interna.

Page 3: Lp Frakture Mandibula

Aliran limfe ,mandibula menuju ke limfe node submandibularis yang

selanjutnya menuju ke rantai jugularis interna. N.alveolaris inferior cabang dari

n.mandibularis berjalan bersama arteri dan vena alveolaris inferior masuk melalui

foramen mandibularis berjalan di kanalis mandibularis memberi cabang sensoris ke

gigi bawah, dan keluar di foramen sebagai n.mentalis, merupakan araf sensoris

daerah dagu dan bibir bawah.

Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu m.masseter,

m.temporalis, m.pterigoideus lateralis dan m.pterigoideus medialis. Sedangkan

m.digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun mempunyai

fungsi yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan kiri

berkontraksi mandibula bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan gigi-gigi

terbuka. Saat mandibula terstabilisasi m.digastrikus dan m.suprahyoid mengangkat

os hyoid, keadaan ini penting untuk proses menelan.

Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu :

1. Rotasi melalui sumbu horisontalyang melalui senteral dari kondilus

2. Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian

temporomandibuler.

Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 siklus, yaitu :

1. Fase membuka.

2. Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami

kontraksi isotonic atau relaksasi. Kontraksi isometric dari elevbator hanya

terjadi bila gigi atas dan bawah rapat atau bila terdapat bahan yang keras

diantaranya akhir fase menutup.

3. Fase menutup

Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus

pada otot elevator.Setelah makanan menjadi lembut berupa suatu bolus

dilanjutkan dengan proses menelan. Untuk fungsi buka, katub mulut,

mengunyah dan menelan yang baik dibutuhkan :

1. Tulang mandibula yang utuh dan rigid

2. Oklusi yang ideal

3. Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta

4. Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.

Page 4: Lp Frakture Mandibula

C. ETIOLOGI

1.  Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat

tersebut.

2.  Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh

dari area benturan.

3.  Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa

trauma.Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi

tulang dan tumor tulang.

D. JENIS/KLASIFIKASI

gambar 2 : jenis fraktur

1. Menurut garis fraktur :

a. Fraktur komplit : Apabila garis patah melalui seluruh penampang tulang

atau melalui kedua konteks tulang

b. Fraktur inkomplit : Apabila garis patah tidak melalui penampang tulang.

2. Menurut bentuk fraktur dan hubungannya dengan mekanisme trauma.

a. Fraktur tranfersal : Fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap

sumbu panjang tulang. Segmen patah tulang direposisi atau direduksi

kembali ketempatnya semula, maka segmen akan stabil dan biasanya akan

mudah dikontrol dengan bidai gips

b. Fraktur patah oblique : Fraktur dimana garis patahannya membentuk

sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil.

Page 5: Lp Frakture Mandibula

c. Fraktur serial : Fraktur ini terjadi akibat torsi pada ekstremitas.

Menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat

sembuh dengan imobilisasi luar.

d. Fraktur kompresi : Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumpuk

tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan

vertebra lain.

e. Fraktur anulasi : Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat

insisi tendon atau ligament. Contohnya fraktur patella

3. Menurut jumlah garis fraktur

a. Fraktur komminute : Terjadi banyak garis fraktur atau banyak fragmen

kecil yang terlepas

b. Fraktur segmental : Apabila garis patah lebih dari satu tetapi tidak

berhubungan sehingga satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah

menjadi sulit untuk sembuh.

c. Fraktur multiple : Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang

berlainan tempat.

Gambar 3 : Tipe fraktur mandibula. A. Greenstick B. Simple C. Kominuisi

D. Kompoun

Page 6: Lp Frakture Mandibula

4. Menurut hubungannya antara fragmen dengan dunia luar

a. Fraktur terbuka : Apabila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang

fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.

Fragmen terbuka dibagi menjadi tiga tingkat yaitu :

1) Pecah tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit terkontaminasi

ringan, luka kurang dari 1 cm.

2) Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar dari 1 cm

3) Luka besar sampai dengan 8 cm, kehancuran otot, kerusakan

neuromaskular, kontaminasi besar.

Grade/derajat fraktur terbuka :

1) Grade I : Sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.

2) Grade II : fraktur terbuka merobek kulit dan otot.

3) Grade III : banyak sekali jejas kerusakan kulit otot, jaringan syaraf,

pembuluh darah serta luka sebesar 6-8cm.

b. Fraktur tertutup : Terjadi pada tulang yang abnormal atau sakit. Penyebab

terbanyaknya adalah osteoporosis dan osteomalacia.

5. Lokasi fraktur

Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur

mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah sebagai berikut :

a. Dentoalveolar

b. Kondilus

c. Koronoideus

d. Ramus

e. Sudut mandibula

f. Korpus mandibula

g. Simfisis

h. Parasimfisis

Page 7: Lp Frakture Mandibula

Gambar 4 : Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan lokasi fraktur

E. TANDA DAN GEJALA

1. Nyeri

Rasa nyeri yang hebat dapat dirasakan saaat pasien mencoba menggerakkan

rahang untuk berbicara, mengunyah atau menelan.

2. Perdarahan dari rongga mulut.

3. Maloklusi

Keadaan dimana rahang tak dapat dikatupkan, mulut seperti keadaan sebelum

trauma.

4. Trismus

Ketidakmampuan membuka mulut lebih dari 35 mm, batas terendah nilai normal

adalah 40 mm.

5. Pergerakan Abnormal.

a. Ketidakmampuan membuka rahang membuat dugaan pergesekan pada

prosesus koronoid dalam arkus zygomatikcus.

b. Ketidakmampuan menutup rahang menandakan fraktur pada prosessus

alveolar, angulus, ramus dari simfisis.

6. Krepitasi tulang

Krepitasi tulang tulang adalah bunyi berciut yang terdengar jika tepian-tepian

fraktur bergesakan saat berlangsungnya gerakan mengunyah, bicara, atau

menelan.

7. Mati rasa pada bibir dan pipi

Patognomonis untuk fraktur distal dari foramen mandibula.

Page 8: Lp Frakture Mandibula

8. Oedem daerah fraktur dan wajah tidak simetris.

F. PATOFISIOLOGI

Fraktur disebabkan oleh adanya trauma (langsung dan tidak langsung), stress 

fatique (kelelahan akibat tekanan berulang) dan pathologis. Karena adanya tekanan

atau daya yang mengenai tulang  maka akan mengakibatkan terjadinya fraktur dan

perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patahan dan kedalam jaringan lunak

disekitar tulang tersebut. Bila terjadi hematoma maka pembuluh darah vena akan

mengalami pelebaran sehingga terjadi penumpukan cairan dan kehilangan leukosit

yang berakibat terjadinya perpindahan, menimbulkan implamasi atau peradangan

yang menyebabkan bengkak dan akhirnya terjadi nyeri. Selain itu karena kerusakan

pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadi fraktur menyebabkan tekanan

darah menjadi turun, begitupula dengan suplai darah ke otak sehingga kesadaran

pun menurun yang mengakibatkan syok hipovolemi. Bila mengenai jaringan lunak

maka akan terjadi luka dan kuman akan mudah untuk masuk sehingga mudah

terinfeksi dan lama kelamaan akan berakibat delayed union dan mal union dan yang

tidak terinfeksi mengakibatkan non union. Apabila fraktur mengenai peristeum atau

jaringan tulang dan korteks maka akan mengkibatkan deformitas, krepitasi dan

pemendekan ekstremitas. Berdasarkan proses diatas tanda dan gejalanya yaitu

nyeri/tenderness, deformitas/perubahan bentuk, bengkak, peningkatan suhu

tubuh/demam, krepitasi, kehilangan fungsi dan apabila hal ini tidak teratasi, maka

akan menimbulkan komplikasi yaitu komplikasi umum misalnya : syok, sindrom

remuk dan emboli lemak. Komplikasi dini misalnya : cedera syaraf, cedara arteri,

cedera organ vital, cedera kulit dan jaringan lunak, sedangkan komplikasi lanjut

misalnya : delayed union, mal union, non union, kontraktur sendi dan miossitis

ossifycans, avaseural necrosis dan osteo arthritis.

Page 9: Lp Frakture Mandibula

Gambar 3. Pathway fraktur

Tahap penyembuhan tulang :

Setelah tulang mengalami fraktur

1.      Stadium Hematum

Pada stadium ini karena pembuluh darah pecah, maka terjadi perdarahan pada

daerah fraktur. Hematum terbentuk mengelilingi daerah tulang yang

mengalami fraktur, kemudian setelah 24 jam aliran darah pada daerah fraktur

berkurang sehingga terjadi penggabungan haematum dengan fibroblast dan

membentuk fibrin.

Page 10: Lp Frakture Mandibula

2.      Stadium proliferasi

Dalam 48-72 jam setelah terjadi fraktur, sel sel jaringan baru mulai terbentuk

pada daerah fraktur.

3.      Stadium Pembentukan Kallus

Dalam waktu 6-10 hari fraktur, terjadi perubahan granulasi jaringan dan

pembentukan kallus, pertumbuhan jaringan berlangsung secara terus menerus

sampai fragmen menyatu kembali memerlukan waktu 3-4 minggu.

4.      Stadium Ossifikasi

Ossifikasi terjadi 3 -10 minggu, kallus yang menetap berubah menjadi tulang

yang kaku, akibat dari penumpukan garam-garam mineral menutup dan

meliputi ujung-ujung fragmen tulang yang kemudian akan menjadi tulang.

5.      Stadium konsolidasi

Setelah pembentukan tulang, kallus diremodeling oleh aktivitas osteoblast

dan osteoklast

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIG

1. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur

2. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan

mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak

3. Pemeriksaan darah lengkap: Hb menurun terutama fraktur terbuka,

peningkatan leukosit adalah respon stres normal setelah trauma.

4. Pemeriksaan klinis ekstraoral

Tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan

pembengkakan. Seringpula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat jelas

deformasi dari kontur mandibula yang bertulang. Jika terjadi perpindahan

tempat dari fragmen-fragmen itu pasien tidak bisa menutup geligi anterior, dan

mulut menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering kelihatan menyangga

rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah bercampur darah menetes

dari sudut mulut pasien

5. Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus

pada kedua sisi, kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah

mandibula. Bagian-bagian melunak harus ditemukan pada daerah-daerah

Page 11: Lp Frakture Mandibula

fraktur, demikian pula terjadinya perubahan kontur dan krepitasi tulang. Jika

fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami mati

rasa.

6. Pemeriksaan klinis intraoral

Setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan. Dari dalam mulut. Sulkus

bukal diperiksa adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual. Hematoma

didalam sulkus lingual akibat trauma rahang bawah hampir selalu

patognomonik fraktur mandibula.

H. PENATALAKSANAAN

Prinsip penanganan fraktur rahang pada langkah awal penanganan pada hal

yang bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing),

sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulaation), penaganana luka jaringan

lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak.

Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi

fragmen fraktur fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang

yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan

penyembuhan tulang selesai.

Secara khusus penanganan fraktur tulang rahang dan tulang pada wajah

(maksilofasial) mulai diperkenalkan olah hipocrates (460-375 SM) dengan

menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi

rahang atas), sebagai dasar pemikiran dan diagnosis fraktur rahang. Pada

perkembangan selanjutnya oleh para klinisi berat menggunakan oklusi sebagai

konsep dasar penanganan fraktur rahang dan tulang wajah (maksilofasial) terutama

dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan perkembangan

teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages), pengikat

rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan

imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw).

Page 12: Lp Frakture Mandibula

Prosedur penanganan fraktur mandibula :

1. Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup

dan fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih disukai

paada kebanyakan fraktur.

2. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup

dan arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla.

3. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan fraktur

4. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan

selama 4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.

5. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila dilakukan

reduksi terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.

Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar yang penting bagi seorang

Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial dalam penatalaksanan kasus patah rahang

atau fraktur maksilofasial. Dengan prinsip ini diharapkan penyembuhan atau

penyambungan fragmen fraktur dapat kembali ke hubungan awal yang normal dan

telah beradaptasi dengan jaringan lunak termasuk otot dan pembuluh saraf disekitar

rahang dan wajah.

Patah rahang dan tulang wajah yang tidak ditangani dengan baik akan

memberikan gangguan dan keluhan pada pasien dalam jangka pendek dan jangka

panjang. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus patah rahang yang adalah

infeksi pada jaringan lunak dan tulang rahang. Infeksi tersebut dapat menyebabkan

kehilangan jaringan lunak dan keras yang banyak. Komplikasi lain, jika

penyambungan tidak adekuat (malunion)dan oklusi rahang atas dan bawah tidak

tercapai maka akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak nyaman

(discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang (Temporomandibular joint)

oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan

kanan.

Page 13: Lp Frakture Mandibula

Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot

sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (myofascial pain) Terlebih jika

pasien mengkompensasikan atau memaksakan mengunyah dalam hubungan oklusi

yang tidak normal. Kondisi inilah yang banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang

yang tidak dilakukan perbaikan atau penangnanan secara adekuat. Komplikasi

setelah pembedahan yang dapat terjadi pada semua operasi penyambungan tulang

adalah terlambatnya penyambungan dan penyembuhan tulang (delayed union) atau

kegagalan penyambungan tulang (nonunion)yang sering disebabkan tidak stabilnya

fragmen fraktur karena immobilisasi yang kurang baik. Komplikasi yang secara

klinis dan estetik nampak adalah perubahan bentuk dan proporsi wajah.

Penatalaksanaan pada fraktur mandibula mengikuti standar penatalaksanaan

fraktur pada umumnya. Pertama periksalah A(airway), B(Breathing) dan

C(circulation). Bila pada ketiga topik ini tidak ditemukan kelainan pada pasien,

lakukan penanganan terhadap fraktur mandibula pasien. Bila pada pasien terdapat

perdarahan aktif, hentikanlah dulu perdarahannya. Bila pasien mengeluh nyeri

maka dapat diberi analgetik untuk membantu

I. KOMPLIKASI

Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula

umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur

mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan

berbagai kemungkinan komplikasi lainnya.

Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami

gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union. Ada

beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur mandibula

dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor

risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik,

kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak

menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan

mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-

kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat

untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.

Page 14: Lp Frakture Mandibula

Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya

komplikasi antara lain sepsis oral, adanya gigi pada garis fraktur, penyalahgunaan

alkohol dan penyakit kronis, waktu mendapatkan perawatan yang lama, kurang

patuhnya pasien dan adanya dislokasi segmen fraktur.

Adapun komplikasi lainyang dapat terjadi yaitu :

a. Komplikasi yang timbul selama perawatan

b. Infeksi

c. Kerusakan saraf

d. Gigi yang berpindah tempat

e. Komplikasi pada daerah ginggival dan periodontal

f. Reaksi terhadap obat

Page 15: Lp Frakture Mandibula

J. ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Pengkajian pada klien fraktur menurut Doengoes, (2000) diperoleh data sebagai

berikut :

1.  Aktivitas (istirahat)

Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin

segera fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan

nyeri)

2. Sirkulasi

Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri) atau

hipotensi ( kehilangan darah), takikardia ( respon stress, hipovolemia), penurunan /

tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera : pengisian kapiler lambat, pucat pada

bagian yang terkena pembengkakan jaringan atau massa hepatoma pada sisi cedera.

3.  Neurosensori

Gejala : Hilang sensasi, spasme otot, kebas / kesemutan (panastesis)

Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme

otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi, agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri

atau trauma)

4.  Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area

jaringan / kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi ; tidak ada nyeri

akibat kerusakan saraf, spasme / kram otot (setelah imobilisasi)

5. Keamanan

Tanda : Laserasi kulit, avulse jaringan, perubahan warna, pendarahan,

pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

6.Penyuluhan

Gejala : Lingkungan cedera

7. Pemeriksaan Diagnostik

a   Pemeriksaan roentgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

b.  Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi jaringan lunak

Page 16: Lp Frakture Mandibula

c.  Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d.  Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi). Peningkatan

jumlah SOP adalah respon stress setelah trauma.

e.   Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kirens ginjal.

f.    Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse

multiple atau cedera hati.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1.  Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot gerakan fragmen tulang, edema

dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stress, ansietas

2.  Hambatan mobilitas  fisik  berhubungan dengan kerusakan integritas sstruktur

tulang dan penurunan kekuatan otot

3. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk dan penonjolan

tulang

4.  Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer ;

kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi

tulang.

PERENCANAAN

Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun

perencanaan untuk masing masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa

keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria hasil sebagai berikut :

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen cidera fisik

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri

berkurang/hilang

Kriteria hasil :

1)  Menyatakan nyeri hilang

2)  Menunjukan sikap santai

3) Menunjukan keterampilan penggunaan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individu.

Page 17: Lp Frakture Mandibula

Intervensi :

1)  Kaji tingkat nyeri, lokasi nyeri, kedalaman, karakteristik serta intensitas

2)  Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pemberat,

traksi

3)  Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.

4)  Berikan alternatif tindakan kenyamanan misalnya : pijatan dan perubahan posisi.

5)   Ajarkan menggunakan teknik manajemen stress misalnya : relaksasi progresif,

latihan nafas dalam.

6)  Kolaborasi, berikan analgetik sesuai program.

2. Hambatan mobilitas  fisik  berhubungan dengan kerusakan integritas

sstruktur tulang dan penurunan kekuatan otot

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan mobilitas

fisik terpenuhi.

Kriteria hasil :

1)  Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang

mungkin.

2)  Mempertahankan posisi fungsional.

3)   Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.

4)   Menunjukan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.

Intervensi :

1)  Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cidera atau pengobatan dan

perhatikan persepsi klien tehadap imobilisasi.

2)   Instruksikan dan Bantu dalam gerak aktif atau pasif pada ekstremitas yang sakit

dan tidak sakit.

3)  Bantu dan dorong perawatan diri dan Bantu imobilitas dengan kursi roda dan

tongkat.

4) Observasi TTV.

5)  Konsul dengan ahli terapi atau okupasi dan spesifikasi rehabilitasi.

3. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk dan

penonjolan tulang

Page 18: Lp Frakture Mandibula

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas

kulit tidak terjadi.

Kriteria evaluasi :

1) Menyatakan ketidaknyamanan hilang.

2)  Menunjukan teknik/prilaku untuk mencegah kerusakan kulit.

3) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.

Intervensi :

1)  kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan

perubahan warna.

2)  Massage kulit dan penonjolan tulang

3)  Ubah posisi sesering mungkin

4)  Bersihkan kelebihan plester dari kulit

5)  Massage kulit disekitar balutan luka dengan alcohol

6)  Letakan bantalan pelindung dibawah kaki dandi atas tonjolan tulang.

4. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer ;

kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif,

traksi tulang.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi

Kriteria evaluasi :

Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drinase purulen atau eritema dan

demam.

Intervensi :

1)   Inspeksi untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas

2)   Observasi tanda tanda infeksi

3)   Lakukan perawatan luka sesuai program

4)   Observasi hasil laboratorium dan tanda tanda vital

5)   Berikan obat antibiotik sesuai program.

Page 19: Lp Frakture Mandibula

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR

DI RUANG J RS BETHESDA YOGYAKARTA

DISUSUN OLEH:

CHRISTIAN GALIH PRIHANDOKO

1002017

PRODI S1 ILMU KEPERWATAN

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2012 / 2013

Page 20: Lp Frakture Mandibula

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan ini sudah diteliti dan disetujui oleh Pembimbing Laboratorium

Klinik STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta

Yogyakarta, Juli 2013

Pembimbing Klinik I

Ns. FA Muji Raharjo, S.Kep

Pembimbing Klinik II

Rinawati Nugraheni, A Md.Kep

Pembimbing Akademik

Suszallina A.Posende, S.Kep., Ns.

Page 21: Lp Frakture Mandibula

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit buku kedokteran

EGC; Jakarta

Guyton & Hall. (1997). Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta; EGC.

Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan 2009-2011.penerbit buku

kedokteran EGC; Jakarta

Syaifudin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperwatan. Penerbit buku

kedokteran EGC; Jakarta

Sylvia, A. (1995). Patofisiologi : Konsep klinis proses penyakit. Edisi 5. Jakarta; EGC.