abses mandibula

26
Abses perimandibular adalah abses yang berlokasi pada margo mandibula sampai “submandibular space”, merupakan kelanjutan serous periostitis. Patofisiologi : Proses supurasi yang mencari jalan keluar ekstraoral dan terlokalisir di antara margo inferior mandibula sampai submandibular space. Pada pemeriksaan didapatkan: Keadaan umum: - Lemah, lesu, malaise - Demam Pemeriksaan Ekstra oral : - Asimetri wajah - Tanda radang jelas - Trismus - Fluktuasi +/- - Tepi rahang tidak teraba Pemeriksaan intra oral: - Periodontitis akut - Muccobuccal fold normal - Fluktuasi (-) Abses submandibular adalah abses yang berlokasi pada submandibular space. Submandibular space memiliki batas inferior fascia profunda dari hyoid sampai mandibula, batas lateral corpus mandibula, dan batas superior mukosa dasar mulut. Keadaan umum:

Upload: oktiya-sari

Post on 04-Jan-2016

600 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

abses mandibula merupakan

TRANSCRIPT

Page 1: abses mandibula

Abses perimandibular adalah abses yang berlokasi pada margo mandibula sampai “submandibular space”, merupakan kelanjutan serous periostitis.

Patofisiologi : Proses supurasi yang mencari jalan keluar ekstraoral dan terlokalisir di  antara margo inferior mandibula sampai submandibular space.

Pada pemeriksaan didapatkan:

Keadaan umum:

-          Lemah, lesu, malaise

-          Demam

Pemeriksaan Ekstra oral :

-          Asimetri wajah

-          Tanda radang jelas

-          Trismus

-          Fluktuasi +/-

-          Tepi rahang tidak teraba

Pemeriksaan intra oral:

-          Periodontitis akut

-          Muccobuccal fold normal

-          Fluktuasi (-)

Abses submandibular adalah abses yang berlokasi pada submandibular space.

Submandibular space memiliki batas inferior fascia profunda dari hyoid sampai mandibula, batas lateral corpus mandibula, dan batas superior mukosa dasar mulut.

Keadaan umum:

-          Lemah, lesu, malaise

-          Demam

Pemeriksaan Ekstra oral :

-          Asimetri wajah

-          Tanda radang jelas

Page 2: abses mandibula

-          Fluktuasi +

-          Tepi rahang teraba

Pemeriksaan intra oral:

-          Periodontitis akut

-          Muccobuccal fold

-          Fluktuasi (-)

Abses pterygomandibular adalah abses yang terjadi pada “petrygomandibular space”. Abses dibatasi di bagian medial oleh M. pterygoideus dan lateral oleh ramus mandibula.

Klinis: nyeri telan, trismus +/-, bengkak EO tidak nyata

Intraoral: Fluktuasi (+)

Pada periodontitis ringan, perawatan tahap awalnya cukup dengan terapi non bedah meliputi pembersihan karang gigi (scaling) dan penghalusan akar (root planing) yang dilakukan oleh dokter gigi, karena karang gigi tidak dapat hancur hanya dengan penyikatan gigi.

Bila perlu, pasien diresepkan obat kumur dan antibiotik untuk membantu melawan bakteri penyebab infeksi.

Pada kasus sedang hingga berat, terapinya  meliputi terapi bedah dan non bedah, supaya terjadi pembentukan jaringan baru yang sehat. Gambar disamping mengilustrasikan penghalusan akar dan pembentukan kembali tulang rahang yang rusak, lalu setelahnya gusi ditutup kembali dengan penjahitan.

Perawatan terkini dengan menggunakan laser semakin dikembangkan, karena dengan pemakaian  laser luka sang

Page 3: abses mandibula

Laporan Pendahuluan Abses ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ABSES MANDIBULA

BAB IKONSEP DASAR

Bab ini ber isi tentang konsep dasar asuhan keperawatan pada klien abses mandabula. Secara umum dan khusus tentang abses menurut definisi, etlologi:A. DefinisiAbses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi kibat atau infeksi bakteri. (www.,medicastore.com,2004)Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejalaberupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004). Sedangkan abses mandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah leher. (Smeltzer dan Bare, 2001)

B. PenyebabMenurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara antara lain:1. Bakteri masuk kebawah kuit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.Lebih lanjut Siregar (2004) menjelaskan peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi2. Darah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang3. Terdapat gangguan sisitem kekebalan.Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, (2001), abses mandibula sering disebabkan oleh infeksi didaerah rongga mulut atau gigi. Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan didaerah submandibula yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi. Sering mendorong lidah keatas dan kebelakang dapat

Page 4: abses mandibula

menyebabkan trismus. Hal ini sering menyebabkan sumbatan jalan napas. Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas maka jalan napas hasur segera dilakukan trakceostomi yang dilanjutkan dengan insisi digaris tengah dan eksplorasi dilakukan secara tumpul untuk mengeluarkan nanah. Bila tidak ada tanda- tanda sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan eksplorasi tidak ditemukan nanah, kelainan ini disebutkan Angina ludoviva (Selulitis submandibula). Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika dsis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob.Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.

C. PatofisiologiJika bakteri menusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeks. Sebgian sel mati dan hancur, menigglakan rongga yang berisi jaringan dan se-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalalm melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri.sel darah putih kakan mati, sel darah putih yang mati inilah yang memebentuk nanah yang mengisis rongga tersebut.Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencefah penyebaran infeksi lebih lanjut jka suat abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.(www.medicastre.com.2004).Pathway (Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2001)

D. Tanda dan GejalaMenurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa :1. Nyeri 2. Nyeri tekan3. Teraba hangat4. Pembengakakan5. Kemerahan6. Demam Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagi benjolan. Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan di bawah lidah, mungkin berfluktuasi.

E. Pemeriksan Diagnosis Menurut Siregar (2004), abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menetukan ukuran dan lokasi abses dalam bissxa dilkukan pemeriksaan rontgen,USG, CT, Scan, atau MRI.

F. Pengobatan Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus

Page 5: abses mandibula

diberikan secara parentral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam anasksi lokalal untuk abses yang dangkal dan teriokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 05 tiroid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan pecah dengna sendirinya dan mengeluarkan isinya.kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan. infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi, abses pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang keras.Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia Antibiotik biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi kebagian tubuh lainnya.

G. Diagnosa KeperawatanMenurut T. Heather Herdman, et.al (2007), diagnosa keperawatan yaitu :1. Nyeri Akut yang berhubungan dengan egen injuri biologi2. Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit3. Kerusakan Intergritas kulit yang berhubungan dengan trauma mekanik.

H. Rencana KeperawatanMenurut Johnson, Marion Meridean Maas dan Sue Moorhead, ed (2000) rencana keperawatan terdiri dari :1. Nyeri Akut yang berhubungan dengan Agen Injury Biologia. Tujuan Level nyaman.b. Kriteria hasil :No Indikator 1 2 3 4 51. Melaporkan secara fisik sehat 2. Meloporkan puas dapat mengontrol gejala 3. Mengekspresikan puas dengan fisiknya 4. Mengekspresikan kepuasan dengan berhubunganSosial 5. Mengekspresikan kepuasan secara spiritua 6. Melaporkan puas dengan kemandiriannya 7. Melaporkan puas dengan kontrol nyeri

Keterangan :1 : Sangat tidak sesuai2 : Sering tidak sesuai3 : Kadang tidak sesuai4 : Jarang tidak sesuai5 : Sesuaic. Intervensi (Joane C, Mc.Closkey, 1996)1) Manajemen Nyeria) Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, dan faktor presipitas.b) Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan

Page 6: abses mandibula

c) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungand) Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri, klabrasi dengan dokter jika ada komplai dan tindakan nyeri yang tidak berhentie) Ajarkan teknik non farmakologi, lbiotedback, leahsasi, distraksi, anagenh administrasif) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum obat g) Cek riwayat alergih) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kalii) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat sesuai porgramj) Evaluasi efektifitas analgesik tanda dan gejala efek sampingk) Laksanakan terapi dokter untuk pemberian obat2. Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit (Johnson, Marion Meridean Maas dan Sue Moorhead, ed., 2000)a. Tujuan : Status termoregulasi b. Kriteria hasil :No Indikator 1 2 3 4 51. Suhu tubuh DBN 2. Perubahan warna kulit 3. Tidak ada kegelisahan kelelahan 4. Perubahan DBN 5. Tidak ada ditensi pernapasan

DBN : dalam batas normalKeterangan : 1. Tidak pernah sesuai harapan 2. Jarang sesuai harapan3. Kadang sesuai harapan4. Sering sesuai harapan5. Selalu sesuai harapanc. Intervensi (Joane C, Mc.Closkey, 1996)1) Menangani panasa) Monitor temperatur tiap 8 jam b) Monitor warna kulit dan temperatur tiap 8 jamc) Monitor TTV tiap 8 jamd) Tingkatkan pemasukan cairan melalui mulut2) Pengaturan suhua) Monitor suhu paling sedikit 2 hari sesuai kebutuhanb) Monitor temperatur baru sampai stabilc) Monitor gejala hipertermid) Monitor TTV e) kolaborasi dalam pemberian antipiretikf) Atur suhu lingkungan sesuai kebtuhan pasieng) Berikan pemasukan nutrisi dan cairan yang adekuat.]3. Kerusakan Integritas kulit yang berhubungan dengan trauma mekanik (Johnson, Marion Meridean Maas dan Sue Moorhead, ed., 2000)a. Tujuan Integritas kulit dan jaringan yang normal setelah dilakukan perawatanb. Kriteria hasil : Indikator 1 2 3 4 51. Temperatur jaringan DHYD 2. Sensasi DHYD

Page 7: abses mandibula

3. Elastisitas DHYD 4. hidrasi DHYD 5. Respiasi DHYD 6. warna DHYD 7. ketebalan DHYD 8. keutuhan kulit Keterangan : 1. Tidak Pernah sesuai Harpan2. Jarang Sesuai harapan3. Kadang Sesuai Harpan4. Sering Sesuai Harapan5. Selalu Sesuai Harapanc. Intervensi (Joansone C, McCloskey, 1996)1) Perawatan luka a) Catat karakteristik lukab) Catat karakteristik drainesec) Gunakan saleb kulit atau isid) Pakaikan pakaian yang longgare) Gunakan prinsip steril untuk perawatan lukaf) Ajarkan keluarga dan pasien prosedur perawatan luka Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook

atogenesa, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga MulutPosted: Juni 1, 2010 by gilangrasuna in Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen

4

Proses infeksi pada jaringan pulpo-periapikal dapat menyebabkan beberapa kondisi ketika melibatkan jaringan periapikal, dapat berupa granuloma, abses, kista, atau osteomyelitis. Dalam catatan ini akan dibahas mengenai patogenesa abses mulai dari jaringan periapikal hingga ke jaringan lunak.

PATOGENESA DAN POLA PENYEBARAN

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif (Topazian, 2002). Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.

Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang

Page 8: abses mandibula

bersifat merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti, enzim ini berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan.

Bagaimana sebenarnya pola perjalanan abses ini?

Seperti yang kita semua ketahui, pada umumnya abses merupakan proses yang kronis, meskipun sebenarnya ada juga abses periapikal akut, namun di catatan ini saya hendak membahas mengenai perjalanan abses secara kronis.

Seperti yang disebutkan diatas, bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3 macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase. Enzim ini berperan layaknya parang petani yang membuka hutan untuk dijadikan ladang persawahannya, ya.. enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya “hyaluronidase”, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.

Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.

Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan.

Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.

S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.

Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya

Page 9: abses mandibula

terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.

Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara alami.

Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh, maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.

Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi) virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.

Sebelum mencapai “dunia luar”, perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai “mencapai” korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah “serous” disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.

Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil “menembus” korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous.

Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka

Page 10: abses mandibula

dapat terjadi fascial abscess. Fascial spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. Fascial spaces dibagi menjadi :

Fascial spaces primer

1. Maksilaa. Canine spacesb. Buccal spacesc. Infratemporal spaces

2. Mandibulaa. Submental spacesb. Buccal spacesc. Sublingual spacesd. Submandibular spaces

- Fascial spaces sekunder

Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang. Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah.

Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi.

• Canine spaces

Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus.

• Buccal spaces

Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan.

• Infratemporal spaces

Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi

Page 11: abses mandibula

berasaal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila infeksi telah menyebar.

• Submental space

Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.

• Sublingual space

Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.

• Submandibular space

Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.

• Masticator space

Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m. temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula. Gejala infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat menyebar ke lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas.

• Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)

Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat menyebar. Gejala infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, trismus.

• Retropharyngeal space (posterior visceral space)

Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran pernapasan atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato voice, stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n cranial bawah, Horner syndrome)

PRINSIP TERAPI

Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan lunak. Lalu bagaimana dengan abses periapikal? Yang terjadi didalam tulang? Biasanya abses periapikal memiliki “kondisi” khas berupa gigi mengalami karies besar dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah, kadang terasa ada cairan asin keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi kegawat-daruratannya dalam kondisi ini tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang dapat dilakukan adalah melakukan

Page 12: abses mandibula

prosedur open bur, melakukan eksterpasi guna mengeluarkan jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi.

Terima Kasih!

Jangan berhenti belajar, anak bangsa!

Salam Sejawat.

PENDAHULUANTrismus didefinisikan sebagai suatu kontraksi tonik dari otot mastikasi. Dahulu istilah trismus digunakan untuk menggambarkan gejala klinis dari tetanus, yaitu lock jaw atau rahang yang terkunci, yaitu suatu gejala klinis yang disebabkan oleh toksin tetanus terhadap kontraksi otot mastikasi atau pengunyah. Saat ini istilah trismus digunakan untuk menggambarkan setiap bentuk keterbatasan dalam membuka mulut, termasuk di dalamnya akibat dari trauma, pembedahan dan radiasi. Keterbatasan dalam membuka mulut ini atau trismus dapat menimbulkan masalah terhadap kesehatan, termasuk di dalamnya kekurangan zat-zat nutrisi akibat gangguan mengunyah makanan, gangguan dalam berbicara, dan pengaruhnya terhadap kesehatan mulut dan gigi. Pada orang yang mengalami rasiasi pada daerah leher dan kepala, permasalahan tersebut sering muncul bersamaan dengan gangguan dalam menelan.Trismus dapat mempengaruhi kualitas hidup sipenderita dalam berbagai cara. Komunikasi akan sulit dilakukan jika seseorang mengalami trismus. Tidak hanya gangguan dalam berbicara akibat mulut tidak bisa terbuka dengan sempurna, tetapi juga terdapat gangguan dalam artikulasi dan resonsi suara sehingga kualitas suara yang dikeluarkan akan menurun. Pada penderita yang mengalami trismus akan mengalami gangguan kesehatan mulut karena sulit melakukan gerakan mengunyah dan menelan, dan akan terjadi peningkatan resiko terjadinya aspirasi.ETIOLOGIHambatan dari pegerakan rahang tersebut secara garis besar disebabkan oleh trauma, terapi radiasi, pembedahan dan berbagai gangguan pada sambungan rahang lainnya. Hal ini terjadi akibat kerusakan pada otot rahang, kerusakan pada sambungan rahang, pertumbuhan jaringan ikat yang terlalu cepat (pembentukan jaringan parut), Atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Berdasarkan proses diatas maka etiologi dari trismus dapat dibagi 2 yaitu:1. Faktor eksternal- Neoplasma pada rahang- Infeksi akut- Miositis- Penyakit Sistemik (SLE, Skleroderma dan penyakit sistemik lainya)- Pseudoankylosis- Luka bakar- Atau berbagai trauma lainnya yang mengenai otot-otot rahang.2. Faktor internal- Ankylosis tulang pada sambungan rahang- Ankylosis jaringan ikat pada sambungan rahang- Artristis- Infeksi

Page 13: abses mandibula

- Trauma- Mikro trauma (termasuk di dalamnya brusixm)- Gangguan SSP (tetanus, lesi pada nervus trigeminal dan keracunan obat)3. Faktor Iatrogenik- Paska Odontektomi Molar KetigaMolar ketiga terpendam merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi diantara gigi geligi yang lain. Pengambilan gigi molar ketiga bawah impaksi biasanya dilakukan secara pembedahan (odontektomi), yang biasanya dilakukan dengan lokal anestesi. Paska pengambilan gigi molar ketiga terpendam secara odontektomi antara lain dapat menimbulkan pembengkakkan dan trismus. Trismus yang timbul dapat bersifat sementara atau permanen. Trismus bersifat sementara hanya disebabkan oleh peradangan dan gangguan refleks saraf motorik otot-otot pengunyah, sedangkan trismus yang permanen biasanya karena gangguan pada sendi temporomandibular.- Injeksi Yang Dilakukan Saat AnestesiTrismus terjadi sebagai akibat komplikasi anestesi yang menggunakan jarum dalam menganestesi mandibular dan pada infiltrasi regio posterior pada rahang atas. Dimana kedua teknik ini melibatkan penetrasi jarum ke otot-otot mastikasi dan deposisi larutan anestesi ke jaringan yang banyak vaskularisasinya. Pada kedua teknik tersebut, dapat terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan hematom yang luas pada fossa infra temporal, hal ini terjadi bila jarum melewati pleksus vena pterigoideus. Infeksi hematom pada tempat tersebut akan menyebabkan bertambahnya rasa sakit dan terjadinya kerusakan jaringan yang luas, konsekuensinya adalah hipomobilitas dari temporomandibular joint.- Pengaruh dari fiksasi intermaksilaris setelah fiksasi terjadinya fraktur atau trauma.

PATOGENESISOtot mastikasi atau pengunyah terdiri dari otot temporalis, masseter, pterygoid medial dan pterygoid lateral. Masing-masing otot memiliki peranan tersendiri dalam proses mengunyah, dan saat terjadi kerusakan pada otot tersebut akan menimbulkan rasa nyeri, keadaan ini disebut dengan muscle guarding yaitu penegangan pada otot yang timbul sebagai kompensasi terhadap nyeri yang timbul pada otot tersebut. Nyeri ini akan menyebabkan otot akan berkontraksi, dan menyebabkan berkurangnya lebar pembukaan mulut yang dapat dihasilkan oleh gerakan otot mastikasi. Kontraksi ini merupakan suatu gerakan reflek, sehingga penderita tidak dapat mengontrolnya. Setiap tindakan yang dipaksakan untuk meregangkan otot tersebut akan menimbulkan kontraksi yang makin kuat. Untuk melakukan terapi pada penderita trismus lebih efisien dilakukan dengan melakukan gerakan yang halus dan perlahan.Patogenesis lainya adalah gangguan pada temporomandibular joint. Sebagaimana sendi-sendi lainnya di dalam tubuh, temporomandibular joint merupakan tempat yang sering mengalami artritis maupun penyakit degenerasi sendi. Pada regio ini juga sering terjadi trauma yang menimbulkan hemartrosis, dislokasi, fraktur prosessus condylaris dan disini juga terdapat diskus intraartikularis, maka fungsi sendi bisa berjalan dengan baik bila terdapat keserasian antara unsur-unsur tulang dan diskus dari sendi. Pergerakan yang harmonis antara sendi bilateral juga penting untuk berfungsinya mandibula secara normal. Dengan kata lain gangguan pada tempat tersebut akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membuka mulut atau rahang disamping rasa nyeri yang timbul saat melakukan gerakan.Pada tetanus mekanisme terjadinya kekakuan pada otot terjadi akibat tetanospasmin yang menyebar ke SSP melalui 2 mekanisme:1. Adsorbsi melalui moineural junction2. Melalui ruang di jaringan limfatik, darah dan SSP.Toksin ini akan menekan proses inhibisi motor neuron dan interneuron. Toksin juga akan

Page 14: abses mandibula

mempengaruhi transmisi pada mioneural junction.GAMBARAN KLINISGambaran yang utama dari trismus adalah gangguan dalam membuka mulut. Pada pasien yang menderita kanker hal ini biasanya terjadi akibat radiasi atau pembedahan, kerusakan pada saraf, atau gabungan dari berbagai faktor. Pada penderita stroke, hal ini terjadi akibat gangguan pada SSP. Gangguan bicara dan menelan sering mengiringi gangguan dalam membuka mulut, dan kombinasi dari gejala tersebut akan menyulitkan penanganan pada penderita. Pada penderita yang mengalami trismus akibat terapi radiasi, juga sering mengalami xerostomia, mucusitis dan nyeri yang timbul dari luka bakar radiasi. Semua hal tersebut sering dihubungkan dengan gejala klinis lain yang ditemukan, seperti sakit kepala, nyeri pada rahang, nyeri telinga, ketulian, atau nyeri pada pergerakan rahang. Pada kasus temporomandibular yang mengalami kekakuan, biasanya joint tersebut mengalami proses pembentukan jaringan ikat atau ankylosis (jarang terjadi). Masing-masing faktor tersebut akan mempengaruhi penanganan pada penderita.(1,2)PERMASALAHAN YANG TIMBUL AKIBAT TRISMUS1. Permasalahan dalam proses makanBerkurangnya kemampuan membuka mulut menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi penderita trismus. Penderita tidak sanggup memakan makanan dalam porsi yang biasa. Penderita biasanya akan mengalami penurunan berat badan dan mengalami kekurangan gizi. Hal ini perlu diperhatikan bila penderita tersebut membutuhkan suatu proses penyembuhan setelah menjalani proses pembedahan, khemoterapi, atau radiasi. Kehilangan berat badan sebesar 10 % dari berat badan awal memiliki indikasi terjadi intake gizi dan kalori yang kurang pada penderita.Masalah di atas juga timbul akibat gangguan menelan pada penderita trismus, hal tersebut berhubungan dengan pembentukan bolus makanan yang terganggu akibat proses salivasi dan pergerakan lidah yang tidak sempurna. Selain itu akan banyak ditemukan sisa makanan yang tidak seluruhnya ditelan. Kombinasi dari gangguan pada otot mastikasi, pembentukan bolus yang tidak sempurna dan peningkatan dari sisa makanan akan menyebabkan aspirasi dari sisa makanan tersebut.2. Permasalahan dalam kesehatan gigi dan mulutGangguan dalam membuka mulut akan dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut yang jelek akan dapat menimbulkan karies yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Infeksi yang lebih lanjut terutama pada mandibula akan menyebabkan terjadinya osteoradionekrosis. Osteoradionekrosis ini terdapat pada penderita kanker yang menjalani terapi pada mandibula. Meskipun jarang terjadi, gangguan ini dapat mengganggu fungsi rahang dan menjadi fatal. Hal ini terjadi akibat matinya jaringan tulang mandibula oleh radiasi. Pada keadaan ini terapi yang dibutuhkan adalah oksigen hiperbarik.3. Permasalahan dalam proses menelan dan berbicaraKebanyakan dari penderita trismus akan mengalami gangguan menelan dan berbicara. Berbicara akan terganggu jika mulut tidak dapat terbuka secara normal sehingga bunyi yang dihasilkan tidak akan sempurna. Proses menelan akan terganggu jika otot mengalami kerusakan, laring tidak akan sanggup dielevasikan secara sempurna saat bolus makanan melaluinya.4. Permasalahan akibat immobilasi sambungan rahangMeskipun gejala utama trismus adalah ketidakmampuan dalam membuka mulut, hal lain yang sangat perlu mendapat perhatian adalah permasalahan pada temporomadibular joint. Saat temporomadibular joint mengalami immobilisasi, proses degeneratif akan timbul pada sambungan tersebut, perubahan ini hampir mirip dengan perubahan yang terjadi pada proses artritis, dan biasanya akan diikuti oleh nyeri dan proses inflamasi. Jika tidak ditangani segera proses ini akan terus berlanjut dan kerusakan akan menjadi permanen. Dan juga akan dapat

Page 15: abses mandibula

timbul proses degenarasi pada otot-otot pengunyah sehingga jika terus berlanjut akan menimbulkan atropi pada otot tersebut.

PENATALAKSANAANPenanganan yang sedini mungkin akan dapat meminimalisasi gangguan di atas. Pergerakan pasif yang dilakukan beberapa kali sehari akan lebih efektif dibandingkan dengan melakukan peregangan secara statis. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh Universitas Pittsburgh memperlihatkan bahwa pergerakan pasif memberikan hasil yang signifikan dalam mengurangi inflamasi dan nyeri.Terdapar bermacam-macam alat yang digunkan untuk tujuan diatas, selain cara manual dengan menggunakan jari. Peralatan tersebut bermacam-macam bentuknya mulai bentuk kerangka, pegas yang ditempatkan diatara gigi, sekrup dan katup hidrolik yang ditempatkan diantara gigi.Tetapi perangkat yang paling banyak digunakan saat ini adalah penekan lidah, yang membuat mulut selalu terbuka.ProsedurSebelum melakukan terapi diukur dulu besarnya mulut yang dapat dibuka dan setiap selesai melakukan terapi dilakukan pencatatan, dan juga perlu dicatat setiap nyeri atau rasa tidak enak yang timbul setelah melakukan terapi. Untuk terapi awal dilakukan dengan menggunkan formula 7-7-7. Penjabarannya yaitu, membuka dan menutup mulut dengan bantuan sebanyak 7 kali. Pertahankan posisi mulut terbuka maksimal yang tidak menimbulkan rasa sakit selama 7 detik dan penderita harus melakukan latihan ini 7 kali sehari. Penderita diperbolehkan melakukan lebih dari formula tersebut asal sanggup melakukannya. Pada prinsipnya latihan yang dilakukan tersebut tidak sampai menimbulkan rasa nyeri dan sakit karena akan dapat mengurangi efektifitas terapi. Total waktu yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur latihan ini adalah 10 menit/hari. Jika hasil latihan telah menunjukkan kemajuan dapat dilakukan pengurangan porsi latihan.

KESIMPULAN- Trismus adalah keterbatasan dari pergerakkan rahang, yang berhubungan dengan gangguan pada temporomandibular joint dan otot mastikasi.- Pada penatalaksanaannya, perlu diperhatikan kedua komponen yang terlibat yaitu otot dan temporomedular joint.- Terapi yang paling efektif adalah melakukan terapi berupa gerakan pasif pada kedua komponen tersebut.- Penanganan trismus harus dilakukan secepat mungkin untuk menghindari cacat yang permanen.- Terapi memerlukan waktu jangka panjang (dalam waktu berbulan-bulan bahkan seumur hidup)

Page 16: abses mandibula

KELENJAR SUBMANDIBULARIS

Kelenjar Submandibula adalah sepasang kelenjar yang terletak di rahang bawah, di atas otot digatrik. Produksi sekresinya adalah campuran serous dan mukous dan masuk ke mulut melalui duktus Wharton. Walaupun lebih kecil daripada kelenjar parotis, sekitar 70% saliva di kavum oral diproduksi oleh kelenjar ini,25% parotis, 8% kelenjar mukosa kecil. Selama merangsang sekresi kelenjar parotid menghasilkan mayoritas air liur.

kelenjar submandibular dibagi menjadi lobus superfisialis dan profunda, yang dipisahkan oleh otot mylohyoid :

Bagian dangkal adalah porsi yang lebih kecil. Otot mylohyoid berjalan di bawahnya. Bagian dalam terdiri dari sebagian besar kelenjar.

Sekresi yang diserahkan ke saluran Wharton pada bagian superfisial setelah mereka kail sekitar tepi posterior otot mylohyoid dan melanjutkan pada permukaan lateral superior. Saluran tersebut kemudian dilintasi oleh saraf lingual , dan akhirnya mengalir ke caruncles sublingual di kedua sisi frenulum lingual bersama dengan besar saluran sublingual.Kelenjar submandibular, bersama dengan kelenjar parotis dan sublingual, terdiri dari kelenjar ludah utama. Kelenjar ludah minor yang tersebar di sepanjang saluran aerodigestive atas, termasuk bibir, mukosa rongga mulut, faring, dan langit-langit keras.

Kelenjar submandibular adalah yang terbesar kedua (perkiraan berat, 10 g) dari kelenjar ludah mayor (kelenjar parotis adalah yang terbesar). Secara anatomis, itu terletak di segitiga submandibula leher.

Kelenjar itu sendiri dapat sewenang-wenang dibagi menjadi lobus superfisialis dan profunda berdasarkan hubungannya dengan otot mylohyoid, dangkal berbohong mantan otot, dan membungkus kedua sekitar aspek posterior otot. Kelenjar itu sendiri terletak pada otot hyoglossus, dangkal baik hypoglossal dan saraf lingual, yang terakhir persarafan parasimpatis memasok dengan cara saraf chorda tympani (dari VII saraf kranial) dan ganglion submandibula. Duktus kelenjar submandibular, juga dikenal sebagai duktus Wharton, keluar kelenjar dari lobus dalam, melewati lantai mulut, dan membuka di dekat frenulum lingual.

v Kelenjar ini terletak disebelah dalam korpus mandibula dan mempunyai duktus ekskretoris (Duktus Wharton) yang bermuara pada dasar rongga mulut pada frenulum lidah , dibelakang gigi seri bawah

v Merupakan kelenjar yang memproduksi air liur terbanyak

v Seperti juga kelenjar parotis, kelenjar ini diliputi kapsel yang terdiri  dari jaringan ikat padat yang juga masuk ke dalam organ dan membagi organ tersebut menjadi beberapa lobulus

v Secara morfologis kelenjar ini merupakan kelenjar tubuloalveolar / tubuloacinus bercabang-cabang (compound tubulo alveolar gland)

v Percabangan duktusnya sama dengan glandula parotis demikian pula sel-selnya

v Bentuk sinus kebanyakan memanjang

v Antara sel-sel asinus membran basal terdapat sel-sel basket

v Duktus Boll : pendek, sempit sehingga sukar dicari dalam preparat bila dibandingkan glandula parotis. Selnya pipih dan memanjang

Page 17: abses mandibula

v Duktus Pfluger : lebih panjang daripada duktus pfluger kelenjar parotis dan menunjukkan banyak percabangan sehingga dalam preparat lebih mudah dicari

 FUNGSI

   Sel-sel kental sekresi dari kelenjar submandibular memiliki fungsi yang berbeda. Sel-sel mukosa adalah yang paling aktif dan karena itu produk utama dari kelenjar submandibula adalah air liur. Secara khusus, sel-sel serosa menghasilkan amilase saliva, yang membantu dalam pemecahan pati di mulut. Lendir sel-sel mensekresikan musin yang membantu dalam pelumasan dari lobus makanan karena perjalanan melalui kerongkongan.

HISTLOGI

Lobus mengandung lobulus yang lebih kecil, yang mengandung adenomeres, unit sekresi dari kelenjar. Adenomere masing-masing berisi satu atau lebih asinus, atau alveoli, yang adalah kelompok kecil sel yang mengeluarkan produk mereka ke suatu saluran. Para asinus dari adenomere masing-masing terdiri dari sel-sel serous atau baik mukosa, dengan mendominasi adenomeres serosa. Beberapa adenomeres lendir juga dapat ditutup dengan demilune serosa, lapisan sel mensekresi lisozim Serosa menyerupai setengah bulan.Seperti kelenjar eksokrin lainnya, kelenjar submandibular dapat diklasifikasikan oleh anatomi mikroskopis sel sekretori dan bagaimana mereka diatur. Karena kelenjar yang bercabang, dan karena tubulus membentuk cabang mengandung sel-sel sekretori, kelenjar submandibula diklasifikasikan sebagai kelenjar tubuloacinar bercabang. Selanjutnya, karena sel-sel sekretori adalah jenis baik serous dan lendir, kelenjar submandibular adalah kelenjar campuran, meskipun sebagian besar serosa.

PERSARAFAN (Ganglion Submandibularis)

v  Fungsi Ganglion submandibula bertanggung jawab untuk persarafan dari dua kelenjar ludah yaitu pada kelenjar submandibular dan kelenjar sublingual .

Page 18: abses mandibula

v  Lokasi dan hubungan Ganglion submandibula fusiform dalam bentuk kecil. terletak di atas bagian dalam dari kelenjar submandibular , pada otot hyoglossus , dekat perbatasan posterior otot mylohyoid .

Ganglion tergantung oleh dua filamen syaraf dari batas bawah saraf lingualis,yaitu anterior dan posterior. Melalui posterior ini menerima cabang dari chorda tympani saraf yang berjalan di selubung saraf lingual.

v  Serat Seperti ganglia parasimpatis lain dari kepala dan leher, ganglion submandibula adalah situs dari sinaps untuk serabut parasimpatis dan membawa jenis lain dari serat saraf yang tidak sinaps di ganglion. Serat dibawa dalam ganglion adalah:

Ø Serat simpatis dari pleksus karotid eksternal , melalui saraf muka dan cabang-cabangnya.

Ø Preganglionik serat parasimpatis dari nukleus superior salivatory pada medulla oblongata , melalui chorda tympani dan saraf lingualis , yang sinaps di asal:

Ø Postganglionik serabut parasimpatis ke mukosa oral dan kelenjar submandibula dan kelenjar sublingua

Sekresi kelenjar ini, seperti sekresi kelenjar ludah lain, diatur secara langsung oleh sistem saraf parasimpatik dan secara tidak langsung oleh sistem saraf simpatik .

Persarafan parasimpatis ke kelenjar submandibula disediakan oleh inti salivatory unggul melalui chorda tympani , sebuah cabang dari nervus facialis bahwa sinapsis di ganglion submandibula setelah itu mengikuti saraf lingual dan meninggalkan saraf ini karena pendekatan kelenjar. Peningkatan aktivitas parasimpatis mempromosikan sekresi air liur.

Sistem saraf simpatik mengatur sekresi submandibula melalui vasokonstriksi pembuluh darah yang menyediakannya. Peningkatan aktivitas simpatis mengurangi aliran darah kelenjar, sehingga mengurangi sekresi saliva dan menghasilkan enzim yang kaya lendir air liur.