lp farmako afif

Upload: tri-waliyuddin-afif

Post on 10-Mar-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Universitas mataram

TRANSCRIPT

  • BLOK III : HOMEOSTASIS

    LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

    MENENTUKAN ED50 ( EFFECTIVE DOSE ) DIAZEPAM PADA

    MENCIT

    Disusun Oleh :

    Tri Waliyuddin Afif ( H1A015065 )

    Dosen Pembimbing :

    Dr. Nurhidayati, M.Kes

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    NUSA TENGGARA BARAT

    2016

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Diazepam termasuk dalam obat golongan Benzodizepine. Golongan obat ini bekerja

    pada system saraf pusat dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap

    rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulasi. Diazepam menyebabkan tidur dan

    penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic.

    Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuskuler dan efek

    analgesic obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anastesi

    regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anastesia terutama pada penyakit

    kardiovaskuler.

    Peningkatan dosis benzodiazepine menyebabkan depresi SSP yang meningkat dari

    sedasi ke hypnosis, dan dari hypnosis ke stupor. Keadaan ini sering dinyatakan sebagai efek

    anastesia, tetapi obat golongan ini tidak benar-benar memperlihatkan efek anastesi umum yang

    spesifik. Namun pada dosis pre-anastetik, benzodiazepine menimbulkan amnesia anterograd

    terhadap kejadian yang berlangsung setelah pemberian obat. Profil farmakologi

    benzodiazepine sangat berbeda pada spesies yang berbeda. Pada spesies tertentu, hewan coba

    dapat meningkatkan kewaspadaannya sebelum timbul depresi SSP. Walaupun terlihat adanya

    efek analgetik benzodiazepine pada hewan coba, pada manusia anya terjadi analgesi selintas

    setelah pemberian diazepam.

    Jadi dalam praktikum kali ini ditentukan dosis berapa yang memberikan efek tidur pada

    50% individu atau separuh dari jumlah individu yang diamati memberi respon tidur. Dengan

    menentukan ED50 dari diazepam, maka kita dapat mengetahui dosis terapi yang efektif dari

    diazepam untuk menimbulkan efek tidur. Bermanfaat juga untuk pengobatan kecanduan, susah

    tidur, gangguan pernapasan, dan kejang otot. Diazepam juga digunakan untuk perawatan

    peradangan, gemetaran, dan halusinasi sebagai hasil dari kerja alcohol.

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Bagaimana cara mendapatkan dosis tertentu pada obat diazepam?

    2. Bagaimana median Effective Dose (ED50) pada dosis obat diazepam yang diberikan

    pada mencit?

  • 3. Bagaimana perubahan aktivitas pada mencit setelah pemberian dosis obat diazepam

    secara intraperitonial?

    4. Bagaimana perbedaan onset of action dan duration of action yang ditumbulkan oleh

    dosis obat diazepam yang berbeda pada setiap mencit?

    1.3 TUJUAN

    1. Untuk mengetahui median effect dose (ED50) obat diazepam yang akan diberikan

    pada mencit.

    2. Untuk mengetahui cara menitrasi diazepam agar mencapai dosis yang diinginkan.

    3. Untuk mengetahui perbedaan efek yang ditimbulkan oleh perbedaan dosis diazepam

    yang diberikan pada mencit.

    4. Untuk mengetahui perbedaan onset of action dan duration of action yang ditimbulkan

    oleh tiap dosis diazepam yang diuji.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 LANDASAN TEORI

    ED50 ( Effective Dose 50 ) adalah dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50%

    individu. Pemberian fenobarbital dan diazepam secara intraperitoneal digunakan untuk

    menentukan ED50 yaitu dosis yang memberikan efek tidur pada 50% individu atau separuh dari

    jumlah individu yang diamati memberi respon tidur. Dosis yang menimbulkan efek terapi pada

    50% individu disebut dosis terapi median atau dosis efektif median (ED50). Dosis letal median

    (TD50) ialah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu, sedangkan TD50 ialah

    dosis toksik 50%. ED50 ini biasa digunakan untuk menentukan indeks terapi. Dalam suatu

    farmakodinamik, indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam rasio sebagai berikut,

    Indeks terapi= TD 50 atau LD 50

    Distribusi

    Transpor hipnotik sedatif di dalam darah adalah proses dinamik dimana banyaknya

    molekul obat masuk dan meninggalkan jaring tergantung pada aliran darah, tingginya

    konsentrasi dan permeabilitas. Kelarutan dalam dalam lemak memegang peranan penting

    dalam menentukan berapa banyak hipnotik-sedatif yang khusus masuk ke susunan saraf pusat.

    Indikasi

    Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti

    gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat mengatasi gemetaran, kegilaan, dan halusinasi

    sebagai akibat mengkonsumsi alcohol. Diazepam juga dapat dignakan untuk kejang otot.

    Kejang otot merupakan penyakit neurology. Diazepam digunakan sebagai obat penenang dan

    dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.

    Efek samping

    Sebagaimana obat, selain memiliki efek yang menguntungkan, diazepam juga memiliki

    efek samping yang perlu diperhatikan dengan seksama. Efek samping diazepam memiliki tiga

    kategori efek samping yaitu:

  • 1. Efek samping yang sering terjadi: pusing, mengantuk.

    2. Efek samping yang jarang terjadi: depresi, impaired cognition.

    3. Efek samping yang jarang sekali terjadi: reaksi alergi, amnesia, anemia, angiodema,

    behavioral disorders, blood dyscrasias, blurred vision, kehilangan keseimbangan, konstipasi,

    coordination changes, diarrhea, disease of liver, drug dependence, dysuria, extrapyramidal

    disease, false sense of well-being, fatigue, general weakness, headache disorders, hipotensi,

    increased bronchial secretion, leucopenia, libido changes, muscle spasm, muscle weakness,

    nausea, neutropenia disorder, polydipsia, pruritus of skin, seizure disorder, sialorrhea, skin

    rash, sleep automatism, tachyarrhytmia, trombositopeni, tremors, visual changes, vomiting,

    xerostomia.

    Farmakokinetik

    Benzodiazepine bersifat lipofilik dan diabsorbsi secara cepat dan sempurna setelah

    pemberian oral dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Waktu paruh benzodiazepine penting

    secara klinis karena lama kerja dapat menentukan penggunaan dalam terapi. Benzodiazepine

    dibagi atas kelompok kerja jangka pendek, sedang, dan panjang. Dan diazepam masuk ke

    dalam kelompok kerja lama. Obat dengan jangka panjang membentuk metabolit aktif dengan

    waktu paruh panjang.

    Diazepam, nitrazepam, bromazepam memiliki PP yang tinggi (80-90%) yang

    diantaranya memiliki siklus enterohepatik. Distribusinya juga dalam tubuh cukup baik,

    terutama di otak, jantung, hati, dan lemak. Apabila diberikan dalam bentuk suppositoria,

    resorpsinya agak lama, kurang lebih 2 jam bereaksi setelah pemberian dibandingkan dengan

    pemberian oral yang hanya membutuhkan waktu kurang lebih setengan jam saja. Namun

    apabila diberikan dalam bentuk larutan khusus rektal (rektiole), penyerapannya lebih cepat

    sekitar 10 menitan. Oleh karena itu rektiole lebih banyak diberikan dalam keadaan darurat,

    misalnya pada pasien kejang.

    Farmakodinamik

    Pengikatan GABA (asam gama aminobutirat) ke reseptornya pada membrane sel akan

    membuka saluran klorida, meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk

    menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang letup dan

    meniadakan pembentukan kerja potensial. Benzodiazepine terikat pada sisi spesifik dan

    berafinitas tinggi dari membran sel yang terpisah tetapi dekat reseptor GABA. Reseptor

  • benzodiazepine terdapat hany pada SSP dan lokasinya sejajar dengan neuron GABA.

    Pengikatan benzodiazepine memacu afinitas resptor GABA untuk neurotransmitter yang

    bersangkutan sehingga sluran klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut

    akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron (catatan: benzodiazepine dan

    GABA secara bersama-sama akan meningkatkan afinitas terhadap sisi ikatannya tanpa

    perubahan jumlah total sisi tersebut).

    Lama pemberian

    Obat diazepam ini tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang panjang, karena

    dapat berakibat buruk bagi tubuh penderita. Diazepam segera didistribusi ke otak, tetapi

    efeknya baru tampak setelah beberapa menit. Obat ini menyebabkan tidur dan penurunan

    kesadaran disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic, juga tidak

    menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efek analgesic obat

    narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anastesia regional,

    endoskopi, dan prosedur dental, juga untuk induksi anastesia terutama pada penderita dengan

    penyakit kardiovaskuler. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anastesia

    diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama.

    Kadarnya segera turun karena adanya redistribusi, tetapi sedasi sering muncul lagi setelah 6-8

    jam akibat adanya penyerapan ulang diazepam yang dibuang melalui empedu. Karena itu

    diazepam jangka lama tidak memerlukan koreksi dosis.

  • BAB III

    METODOLOGI

    3.1 WAKTU DAN TEMPAT PELAKSAAN

    Hari : Kamis, 7 Januari 2016

    Pukul : 13.30 Selesai

    Tempat : Lab. Anatomi

    3.2 ALAT & BAHAN

    a. Mencit 8 ekor

    b. Diazeoam dengan dosis I : 0,156 mg/cc

    Dosis II : 0,312 mg/cc

    Dosis III : 0,625 mg/cc

    Dosis IV : 1,25 mg/cc

    c. Spuit injeksi 1 cc dan 3 cc

    d. Jam atau stop watch

    e. Bak penampung mencit

    f. Spidol permanen

    g. Aquadest

    h. Becker glass

    i. Gelas ukur

    3.3 CARA KERJA

    a. Menyiapkan semua alat dan bahan yang digunakan.

    b. Menyiapkan mencit yang akan diberi perlakuan sebanyak 8 ekor dengan masing-

    masing 2 ekor mencit untuk tiap dosis.

    Kelompok I untuk mencit dengan dosis diazepam 0,156 mg/cc

    Kelompok II untuk mencit dengan dosis diazepam 0,312 mg/cc

  • Kelompok III untuk mencit dengan dosis diazepam 0,625 mg/cc

    Kelompok IV untuk mencit dengan dosis diazepam 1,25 mg/cc

    c. Mengambil mencit dari bak penampungan dengan cara :

    Tarik ekor mencit dan angkat kemudian taruh di atas kawat bak.

    Dengan tangan kanan masih memegang ekor mencit, tangan kiri menjepit kulit

    tengkuk bagian belakang kepala dan leher mencit dengan ibu jari dan jari telunjuk,

    kemudian angkat mencit.

    d. Setelah mencit dipegang dengan baik, injeksikan diazepam sebanyak 0,5 cc secara

    intraperitoneal.

    e. Tunggu selama 10 menit, lalu evaluasi keadaan mencit tiap 5 menit selama 60 menit.

    f. Mencatat hasil pengamatan pada table. (1=tidur, 0=tidak tidur).

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 HASIL PENGAMATAN

    Tabel Hasil Pengamatan

    DOSIS MEN

    CIT

    WAKTU (MENIT)

    5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

    DOSIS 1

    0,156 mg/cc

    M1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1

    M2 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1

    DOSIS 2

    0,312 mg/cc

    M1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

    M2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1

    DOSIS 3

    0,625 mg/cc

    M1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0

    M2 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

    DOSIS 4

    1,25 mg/cc

    M1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1

    M2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1

    KETERANGAN

    0 : tidak tidur

    1 : tidur

    4.2 ANALISIS DATA

    Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, bahwa pengaruh dari dosis obat diazepam

    yang berbeda-beda dapat memberikan pengaruh yang bervariasi dari hewan coba (mencit).

    Dosis obat diazepam yang tinggi, pengaruh ataupun rangsangan yang ditimbulkan oleh

    mencit dapat memberikan pengaruh tidur yang besar, perbedaan ini dapat dilihat pada menit-

    menit pertama pemberian obat pada mencit, dari kedua mencit menimbulkan pengaruh yang

    berbeda walaupun diberikan dosis obat diazepam yang sama.

  • Pada kelompok I dengan pemberian dosis obat diazepam 0,156 mg/cc, pada menci 1

    menit ke-5 sampai menit ke-35 tidak menimbulkan pengaruh, setelahnya pada menit ke-40

    obat diazepam memperlihatkan pengaruhnya yaitu mencit tidur, seterusnya pada menit ke-

    45 mencit beraktivitas lagi dan menit ke-50 sampai menit ke-60 mencit tertidur. Sebaliknya

    pada mencit 2, menit ke-5 sampai menit ke-25 obat diazepam belum memperlihatkan

    pengaruhnya, setelahnya pada menit ke-20 sampai menit ke-40 obat diazepam

    memperlihatkan pengaruhnya terhadap mencit 2 dengan tertidur, setelah menit ke-45 mencit

    terbagun dan menit ke-50 sampai menit k-60 mencit tertidur.

    Pada kelompok II dengan pemberian dosis 0,312 mg/cc, pada percobaan ini mencit 1

    dosis obat diazepam ternyata tidak memperlihatkan pengaruhnya dari menit ke-5 sampai

    menit ke-60, sebaliknya pada mencit 2 pada menit ke-5 sampai menit ke-50 obat diazepam

    tidak memperlihatkan efeknya dan setelah menit ke-55 sampai menit ke-60 dosis obat

    diazepam baru memperlihatkan pengaruhnya dengan mencit 2 tertidur.

    Pada kelompok III dengan dosis 0,625 mg/cc obat diazepam, kelompok ini pada kedua

    mencit pada menit ke-50 sampai menit ke-15 pengaruh obat diazepam belum

    memperlihatkan pengaruhnya dan setelah dari menit ke-15 sampai menit ke-60 mencit

    tertidur karena dosis obat diazepam telah mempengaruhi rangsangan pada mencit terkecuali

    pada mencit 1 menit ke-30 mencit terbangun.

    Pada kelompok IV dengn dosis 1,25 mg/cc obat diazepam, kedua mencit setelah

    pemberian dosis obat diazepam dari menit ke-5 sampai menit ke-60 mencit dominan

    memperlihatkan pengaruh dari obat diazepam yang diberkan yaitu mencit tidur. Walaupun

    pada mencit 1 menit ke-25, ke-40 dan ke-55 mencit tidak tertidur, pada mencit 2 menit ke-

    40 mencit terbangun.

    4.3 PEMBAHASAN

    Berdasarkan data dari hasil pengamatan, bahwa pengaruh dosis obat diazepam yang

    lebih besar dapat memberikan efek yang lebih besar pula, efek yang diberikan pada hewan

    percobaan atau mencit tersebut tertidur dan dosis pemberian obat ini pada kelompok IV.

    sebaliknya, pada kelompok I dan II dengan dosis yang rendah dapat memberikan sedikit efek

    atau pengaruh tertidur dari hewan percobaan atau mencit.

    Untuk penghitungan effective dose (ED) pada percobaan ini, dari berbagai perbedaan

    dosis dari semua kelompok hampir memberikan lebih dari 50% pengaruh obat diazepam pada

  • kedua mencit. Pada kelompok ke 2 hanya 1 mencit yang memperlihatkan pengaruhnya,

    artinnya dapat disimpulkan kelompok 2 ini memberikan pengaruhnya 50% obat diazepam.

    Dari data yang telah diamati, pemberian obat diazepam pada mencit terdapat keganjalan

    dikarenakan mencit setelah tidur kembali bangun, data ini bias disebabkan karena pengaruh

    dari rangsangan pengamat terhadap mencit terlalu berlebihan atau tidak konsisten dengan

    pemberian rangsangan sebelum-sebelumnya dana tau efek dari obat diazepam yang belum

    mencapai titik maksimun, sehingga mencit yang awalnya telah tidur menjadi bangun. Hal ini

    dapat dilihat dari kelompok 1, 3 dan 4, sedangkan pada kelompok 2 entah kenapa pada mencit

    1 tidak memiliki pengaruh tidur dan kebalikan pada mencit ke-2 telah memberikan pengaruh

    yaitu pada menit ke-55 dan menit ke-60.

  • BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Diazepam termasuk dalam obat golongan Benzodizepine. Golongan obat ini bekerja

    pada system saraf pusat. Perbedaan dosis yang digunakan, sangat berpengaruh terhadap efek

    yang ditimbulkan oleh suatu obat. Semakin besar dosis obat yang diberikan maka semakin

    cepat pula onset of action yang dihasilkan oleh obat tersebut. Namun pada percobaan ini, ada

    beberapa variabel penggangu yang merusak data pengamatan sehingga kurang sesuai dengan

    konsep onset of action.

  • BAB VI

    DAFTAR PUSTAKA

    Bruton, L., Parker, K., Blumenthal, D., and Buxton, I. 2008. Goodman &Gilman: Manual

    Farmakologi dan Terapi. Jakarta: EGC.

    Deliana, Melda. 2002. Tata Laksana Kejang pada Anak in Sari Pediatri Vol. 4 No.2.

    Available at: < http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-4.pdf>

    Frederick, Maryland. 2005. Diazepam Autoinjector. Columbia: Meridian Medical

    Technologies. Available at:

    Katzung, B.G., Masters, S.B., and Trevor, A.J. 2012. Farmakologi Dasar & Klinik, Edisi

    12 Volume 1. Jakarta: EGC.

    Universitas Indonesia, 2001. Famakologi dan Terapi, edisi 4. Gaya Baru : Jakarta