lp apendik

18

Click here to load reader

Upload: chindy-purbo

Post on 17-Sep-2015

62 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

zzzzz

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PENDAHULUAN

    DEPARTEMEN SURGICAL

    APENDIKSITIS

    OLEH:

    Chindy Purbo Labdo

    115070207131009

    Kelompok 1 K3LN

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN K3LN 2011

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

    2015

  • 1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

    Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15),

    dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.

    Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

    menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens

    apendisitis pada usia itu (Departemen Bedah UGM, 2010).

    Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan

    mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar

    limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah

    besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak

    tertutup oleh peritoneum viserale (Departemen Bedah UGM, 2010).

    Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika

    superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh

    karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, 2004).

    Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.

    Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami

    gangrene (Sjamsuhidajat, 2004).

    Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam

    lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks

    tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan

    oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk

    apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun

    demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah

    jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di

    seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, 2004).

    Gambaran apendiks diperlihatkan gambar 2.1.

    Gambar 2.1. Apendiks

    (Indonesian Children, 2009)

  • 2. Definisi

    Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Penyakit ini mengenai semua

    umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10

    sampai 30 tahun (mansjoer, 2000).

    Apendisitis adalah infeksi pada apendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu

    feces), hiperplasia jaringan limfoid dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab

    utama apendisitis. Erosi mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti E. Coli.

    Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan

    bawah rongga abdomen dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat.

    Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa. Insiden

    tertinggi adalah mereka yang berusia 10 sampai 30 tahun (Baughman, 2000).

    3. Kalsifikasi Apendisitis

    Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik

    (Sjamsuhidayat, 2005).

    a) Apendisitis akut

    Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang

    mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai

    rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul

    yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering

    disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam

    nyeri akan berpindah ketitik mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas

    letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

    b) Apendisitis kronik

    Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat

    nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik

    dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding

    apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus

    lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

    4. Epidemiologi

    Hasil survey pada tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis di sebagian besar wilayah

    indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita

    penyakit apendiksitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau

    sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di

    indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan

    beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens

    apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen

    lainnya (Depkes 2009).

  • Data epidemiologi apendisitis jarang terjadi pada balita, insidennya hanya 1%.

    Apendisitis mengalami peningkatan pada masa pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat

    remaja dan awal 20-an, sedangkan penderita apendisitis mengalami penurunan menjelang

    dewasa (Pieter,2005). Hal ini berkaitan dengan bentuk anatomis dari apendiks pada laki-laki

    lebih lurus daripada apendiks perempuan, sehingga resiko untuk masuknya makanan dan

    terjadi sumbatan lebih tinggi.

    5. Etiologi dan faktor resiko Apendisitis

    Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor

    pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor

    pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat

    pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis

    adalah E. coli (Sjamsuhidajat, 2004).

    Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan

    pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan

    intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

    pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis

    akut (Sjamsuhidajat, 2004).

    6. Patofisiologi

    Terlampir

    7. Manifestasi klinis

    Menurut Pieter, 2005 manifestasi klinis apendisitis akut antara lain:

    1. Tanda awal

    Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksia

    2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di

    titik Mc Burney

    nyeri tekan

    nyeri lepas

    defans muskuler

    3. nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

    nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

    nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)

    nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,

    mengedan

    8. Pemeriksaan Diagnostik Apendisitis

    a) Pemeriksaan Fisik

  • 1. Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan terlihat

    distensi perut.

    2. Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan bila

    tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci

    diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut

    kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan di perut kiri

    bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda

    Blumberg (Blumberg Sign).

    3. Pemeriksaan rektum, pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk menentukan

    letak appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa

    nyeri, maka kemungkinan appendiks yang meradang terletak di daerah pelvic.

    4. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui

    letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat

    hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha

    kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka

    tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan

    endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila appendiks yang meradang kontak

    dengan obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan

    menimbulkan nyeri.

    b) Tes laboratorium

    Jumlah leukosit berkisar antara 10.000 dan 16.000/mm dengan pergeseran ke kiri (lebih

    dari 75 persen neutrofil) pada 75 persen kasus yang ada. 96 persen diantaranya

    leukositosis atau hitung jenis sel darah putih yang abnormal. Tetapi beberapa pasien

    dengan apendisitis memiliki jumlah leukosit yang normal. Pada urinalisis tampak sejumlah

    kecil eritrosit atau leukosit.

    c) Foto sinar-X

    Tak tampak kelainan spesifik pada foto polos abdomen. Barium enema mungkin dapat

    untuk diagnosis tetapi tundakan ini dicadangkan untuk kasus yang meragukan

    d) Appendikogram

    Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4 serbuk halus yang

    diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum

    pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa,

    hasil apendikogram diexpertise oleh dokter spesialis radiologi.

  • Gambar 2 Gambaran apendiks normal pada apendikogram

    *Tanda panah menunjukkan gambar apendiks normal

    e) Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography

    Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat

    yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan

    bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami

    inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka

    sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat

    akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-

    97%.

    f) Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi

    saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

    g) Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan

    hati, kandung empedu, dan pankreas.

    h) Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya

    kemungkinan kehamilan.

    i) Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium

    enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan

    karsinoma colon.

    j) Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis, tetapi

    mempunyai arti penting dalam membedakan appendicitis dengan obstruksi usus

    halus atau batu ureter kanan.

    9. Penatalaksanaan

    Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu -satunya

    pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak

    diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis

  • perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses

    atau perforasi (Sjamsuhidajat, 2004).

    Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparskopi. Bila

    apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada

    penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.

    Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih

    terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostic pada kasus

    meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Sjamsuhidajat, 2004).

    Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai

    akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk

    mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan

    penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik

    Operasi

    Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang

    dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi

    dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses

    appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah). Alternatif lain operasi pengangkatan usus

    buntu yaitu dengan cara bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video

    camera yang dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan

    melakukan appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih

    lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu

    luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter sehingga secara

    kosmetik lebih baik (Sanyoto, 2007).

    Adapun pendapat lain, adalah sebagai berikut :

    Penatalaksanaan apendisitis tergantung dari nyeri apendisitisnya akut atau

    kronis.Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical) dan

    pembedahan (surgical).

    1. Non bedah (non surgical)

    Penatalaksanaan ini dapat berupa :

    a. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari)

    b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses pasase makanan

    c. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva pada makanan

    d. Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi, coklat, dan jus jeruk

  • e. Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah masalah refluks

    nonturnal

    f. Tinggikan kepala tidur 6-8 inchi untuk mencegah refluks nonturnal

    g. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan gradient tekanan gastro

    esophagus

    h. Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat memperberat esofagistis.

    2. Pembedahan

    Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan hal -hal sebagai

    berikut:

    Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri tekan atau massa

    yang dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke lateral rektus abdominalis.

    Mesenterium apendikular dan dasar apendiks diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan

    ditanamkan ke dinding sekum dengan menggunakan jahitan purse string untuk

    meminimalkan kebocoran intra abdomen dan sepsis. Kavum peritoneum dibilas dengan larutan

    tetrasiklin dan luka ditutup. Diberikan antibiotic profilaksis untuk mengurangi luka sepsis pasca

    operasi yaitu metronidazol supositoria (Syamsuhidayat, 2004).

    10. KOMPLIKASI

    Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang

    menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih

    tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan

    nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan

    nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).

    Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi usus buntu dapat

    mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah yang terinfeksi) atau peritonitis

    difus (infeksi selaput perut dan panggul). Alasan utama untuk perforasi appendiceal

    adalah keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan. Secara umum, semakin lama

    waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar kemungkinan perforasi. Risiko

    perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. O leh karena itu, setelah didiagnosa

    radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda - nunda. Komplikasi jarang

    terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus. Penyumbatan terjadi ketika peradangan

    usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah isi

    usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di atas mulai mengisi dengan cairan dan gas,

    distensi perut, mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan

    isi usus melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut dan usus.

  • Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi dimana bakteri menginfeksi

    masuk ke darah dan perjalanan ke bagian tubuh lainnya. Kebanyakan komplikasi setelah

    apendektomi adalah (Hugh A.F. Dudle y, 1992):

    1. Infeksi luka dan perforasi.

    Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga

    perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat

    tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan

    gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C,

    tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear

    (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan

    peritonitis

    2. Abses residual

    Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di

    kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula -mula berupa flegmon dan

    berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis

    gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum

    3. Sumbatan usus akut,

    4. Ileus paralitik

    5. Fistula tinja eksternal

    6. Peritonitis

    Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi be rbahaya yang dapat

    terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan

    peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang

    sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elek trolit

    mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.

    11. Pencegahan

    Pencegahan Primer

    Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian appendicitis.

    Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat. Upaya yang

    dilakukan antara lain:

    a. Diet tinggi serat

    Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens

    timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat

    mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan. Serat dalam

    makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu

  • mempercepat sisi -sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi

    konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.

    b. Defekasi yang teratur

    Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan yang

    mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang teratur

    mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai

    suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola

    aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi

    konsistensi feces yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan

    tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya

    pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang

    terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak

    sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks

    Pencegahan Sekunder

    Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk mencegah

    timbulnya komplikasi

  • 12. ASKEP

    Menurut Doenges (2000) pengkajian pada pasien dengan :

    a. Pre Appendiktomi

    1) Aktivitas

    Gejala : Malaise

    2) Sirkulasi

    Tanda: Tachicardia

    3) Eliminasi

    Gejala : Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)

    Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan penurunan/ tidak ada bising usus

    4) Makanan/ cairan

    Gejala : Anoreksia, mual/muntah

    5) Nyeri/ kenyamanan

    Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrum dan umbilikus, yang meningkat berat dan

    terlokalisasi pada titik Mc Burney (setelah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan). Nyeri

    ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul

    yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa

    jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan

    bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi

    perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan

    atau batuk. (W. De Jong,R. Sjamsuhidajat, 2004)

    Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan lutut ditekuk,

    meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi

    duduk tegak.

    6) Keamanan

    Tanda : demam (biasanya rendah). Demam terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada

    komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5-38,5 C

    7) Pernafasan

    Tanda : takipnea/ pernafasan dangkal

    8) Penyuluhan/ pembelajaran

    Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen contoh pielitis akut,

    batu uretra, dapat terjadi pada berbagai usia

    b. Post Appendiktomi

    1) Sirkulasi

    Gejala : riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer.

    2) Integritas ego

    Gejala : perasaan takut, cemas, marah, apati.

    Tanda : tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang, stimulasi simpatis

    3) Makanan/ cairan

    Gejala : insufisiensi pangkreas, malnutrisi, membran mukosa yang kering

    4) Pernafasan

    Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok

    5) Keamanan

  • Gejala : alergi, defisiensi imun, riwayat keluarga tentang hipertermi malignan/reaksi anastesi,

    riwayat penyakit hepatik, riwayat transfusi darah

    Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkah, demam

    A. Diagnosa Keperawatan pre op

    1. Hipertermi

    2. Nyeri akut/kronis

    ANALISA DATA

    NO ANALISA DATA ETIOLOGI ASUHAN

    KEPERAWATAN

    1. DS :

    - Klien mengeluh

    demam

    DO :

    - suhu : 38,5 0 c

    - Leukosit : 30000/

    dl

    Etiologi

    Inflamasi apendiks

    apendisitis

    Reaksi inflamasi

    Merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit

    pada jaringan yang meradang

    Menstimulasi pusat termoregulator di hypothalamus

    Peningkatan suhu tubuh

    Hiperthermi

    Hipertermi berhubungan

    dengan peningkatan laju

    metabolism akibat

    peradangan

    2 DS:

    - mengeluh nyeri

    perut kanan

    - Nyeri hilang timbul

    - Kadang menyebar

    disektar umbilicus

    Etiologi

    Inflamasi apendiks

    apendisitis

    Respon peradangan

    Nyeri akut

  • - Skala nyeri 8

    DO:

    - Nyeri tekan lepas

    - Nadi : 110x/menit

    - RR : 25 x/m

    Pelepasan mediator nyeri (histamin, bradikinin,

    prostaglandin, serotonin)

    Merangsang nosiseptor pada ujung saraf bebas

    Pengiriman impuls nyeri ke medulla spinaslis (N. Thorakalis X)

    nyeri

    INTERVENSI

    1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism akibat peradangan

    Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, masalah

    keperawatan hipertermi dapat diatasi dengan

    Kriteria hasil (NOC):

    a. Thermoregulation

    - Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5 o C)

    - Kulit tidak teraba panas

    - Nadi dan RR dalam rentang normal (RR: 16-20x/menit, N: 60-100x/menit)

    Intervensi (NIC)

    a. Fever treatment

    Kaji suhu tubuh klien secara berkala

    Monitor warna dan suhu kulit

    Monitor tekanan darah, nadi, dan RR

    Monitor WBC, Hb, dan Hct

    Berikan kompres air dengan suhu normal; hindari penggunaan alkohol.

    tingkatkan sirkulasi udara

  • catat adanya fluktuasi tekanan darah

    monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membrane mukosa

    Pantau intake dan output pasien

    Dorong pasien untuk meningkatkan intake cairannya

    Kolaborasikan dengan tim medis tentang pemberian antipiretik

    Kolaborasikan pemberian cairan IV

    2. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cidera

    Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri dapat diatasi

    dengan

    Kriteria hasil (NOC):

    a. Pain Level

    - Melaporkan nyeri berkurang

    - Ekspresi wajah menunjukan penurunan nyeri

    - RR : 20 x/menit

    - Nadi : 80 x/ menit

    Intervensi

    a. Pain management

    Kaji nyeri (lokasi, karakter, onset/durasi, frekuensi, intensitas).

    Amati isyarat nonverbal ketidaknyamanan.

    Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui riwayat nyeri klien.

    Kaji pengetahuan dan kepercayaan klien tentang nyeri.

    Kaji penggunaan metode pereda nyeri farmakologi saat ini.

    Tentukan pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup klien (nafsu makan, aktifitas).

    Berikan informasi kepeda klien tentang penyebab nyeri.

    Kontrol lingkungan yang dapat mempegaruhi respon nyeri klien.

    Kurangi/ hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri.

    Pastikan pemberian analgesic farmakologi sebelum prosedur operasi.

    b. Asuhan Keperawatan Post Op

  • Diagnosa:

    1. Resiko Infeksi

    2. Nyeri Akut

    3. Kerusakan Integritas Jaringan

    ANALISA DATA

    NO ANALISA DATA ETIOLOGI ASUHAN

    KEPERAWATAN

    1 faktor resiko

    - Terdapat luka

    bekas oprasi

    Post appendiktomi

    Teputusnya kontinuitas

    jaringan akibat insisi

    Resiko pemajanan mikro

    organism

    Resiko infeksi

    Resiko Infeksi

    Berhubungan dengan

    pertahanan tubuh primer

    yang tidak adequate

    2 DS:

    - Klien mengeluh nyeri

    pada area operasi

    DO:

    - Nadi : 110x/menit

    - RR : 25 x/m

    Post Appendiktomi

    Teputusnya kontinuitas

    jaringan akibat insisi

    Berkurangnya efek anastesi

    Pengiriman impuls nyeri ke

    medulla spinalis oleh serabut

    saraf sekitar

    Nyeri akut

    Nyeri Akut berhubungan

    dengan agen cedera (post

    operasi)

    3 Ds :

    -

    Do :

    - Terdapat luka bekas

    Post operasi

    Teputusnya kontinuitas

    jaringan akibat insisi

    Kerusakan integritas

    jaringan berhubungan

    dengan faktor mekanik

  • oprasi pengambilan

    jaringan apendik yang

    radang

    Kerusakan integritas jaringan

    INTERVENSI

    1. Resiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adequate

    Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam, resiko infeksi klien dapat diatasi

    dengan

    Criteria hasil (NOC):

    Tissue Integrity : kulit dan mucous membrane

    - Temperatur kulit disekitar luka sama dengan di temperature di area yang perut

    - Tekstur dan Integritas kulit sekitar luka baik

    - Pigmen warna kulit yang luka merah segar dan tak ada tanda-tanda necrosis

    Intervensi (NIC)

    a. Infection Control

    Monitor status hemodynamic pasien (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit)

    Kontrol lingkungan untuk mencegah infeksi

    Perawatan dan pergantian peralatan atau protocol yang digunakan pasien

    (pergantian balutan sesuai indikasi)

    Lakukan teknik aseptic pada setiap prosedur tindakan invasive yang ditujukan pada

    pasien (seperti saat penggantian balutan menggunakan sarung tangan steril)

    Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan pada pasien

    Ajari pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi

    Berikan antobiotik jika diperlukan

    b. Infection Protection

    Monitor tanda dan gejala sistemik yang berhubungan dengan infeksi

    Observasi kulit, jaringan, dan mucous membrane pada luka dan sekitar luka

    Tingkatkan intake nutrisi dan cairan untuk menunjang penyembuhan luka pasien

    menjadi cepat

    Anjurkan meningkatkan istirahat untuk mempercepat proses penyembuhan luka

  • Ajari pasien dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala infeksi serta

    bagaimana cara untuk menghindari resiko infeksi (misalnya : modifikasi lingkungan

    untuk mencegah timbulnya sarang kuman, bakteri atau virus)

    2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera (post operasi)

    Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam, nyeri klien berkurang dengan

    Criteria hasil:

    Pain level

    - Mengatakan nyeri berkurang

    - Ekspresi wajah menunjukan nyeri berkurang

    Pain control

    - Melaporkan nyeri berkurang

    Intervensi

    NIC:

    Pain Management

    Kaji keluhan nyeri klien secara komprehensif termasuk lokasi,karakteristik,

    onset/durasi,frekuensi, kualitas, intensitas dan besarnya keluhan nyeri yang dirasakan

    klien.

    Observasi tanda non verbal klien akibat nyeri

    Kaji pengaruh budaya terhadap persepsi nyeri klien

    Kaji faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan persepsi nyeri klien, seperti lingkungan,

    suhu, suara dan lain-lain

    Jelaskan kondisi yang dialami klien saat ini

    Kolaborasikan pemberian analgesik yang sesuai untuk kondisi klien

    Anjurkan klien untuk istiharahat secara adequate untuk mempercepat penyembuhan.

    Gunakan strategi komunikasi terapeutik dan teknik relaksasi (pemberian music, nafas

    dalam, dll) untuk membantu klien untuk meringankan nyeri.

    Monitor kepuasan pasien tehadap manajemen nyeri.

  • 3. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan faktor mekanik

    Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam, nyeri klien berkurang dengan

    Criteria hasil (NOC):

    a. Tissue integrity : Skin and mucous membranes

    - Jaringan bekas luka dapat menutup

    - Tidak terjadi nekrosis

    - Tidak ditemukan eritema

    Intervensi (NIC) :

    a. Wound care

    Monitor karakteristik dari luka, termasuk drainase, warna, ukuran dan bau

    Bersihkan dengan normal salin dan nontoxic cleanser

    Berikan salep yang cocok untuk lesi

    Gunakan teknik steril dressing ketika melakukan perawatan luka

    Jelaskan pada pasien untuk menghindari posisi yang dapat menyebabkan

    ketegangan pada luka

    Ajarkan pada pasien dan keluarga proses perawatan luka

    Jelaskan pada pasien tentang tanda-tanda infeksi (rubor, calor, dolor, fungsiolesa)