long case tht
DESCRIPTION
thtTRANSCRIPT
1. a.) Sebutkan indikasi mutlak tonsilektomi !
Tonsil yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan
yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi komplikasi penyakit-penyakit
kardiopulmonal.
Abses peritonsiler yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.
Dan pembesaran tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan wajah
atau mulut yang terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut.
Tonsillitis yang mengakibatkan kejang demam.
Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan
gambaran patologis jaringan.
b.) Sebutkan indikasi relative tonsilektomi !
Jika mengalami Tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak
menunjukkan respon terapi yang adekuat.
Halitosis yang menetap pada Tonsilitis kronis yang tidak menunjukkan
perbaikan dengan pengobatan.
Tonsilitis kronis atau Tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier kuman
Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap pengobatan
dengan antibiotic.
Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan
dengan keganasan (neoplastik).
2. a.) Pengangkatan tonsil pada penderita peritonsiler abses dapat dilakukan
dengan berapa cara, kapan, dan apa untung ruginya ?
Waktu pelaksanaan tonsilektomi sebagai terapi abses peritonsil, bervariasi :
1. Tonsilektomi a chaud: dilakukan segera / bersamaan dengan drainase abses.
2. Tonsilektomi a tiede : dilakukan 3-4 hari setelah insisi dan drainase.
3. Tonsilektomi a froid : dilakukan 4-6 minggu setelah drainase.
Penelitian mengatakan tonsilektomi merupakan penanganan yang terbaik
untuk mencegah rekurensi abses peritonsil. Pada masa lalu, orang berpendapat
operasi harus dilakukan 2-3 minggu setelah infeksi akut berkurang. Tetapi setelah 2-3
minggu, menimbulkan bekas luka yang terdapat pada kapsul tonsil, sehingga tindakan
operasi sulit dan menimbulkan perdarahan serta sisa tonsil.
Beberapa keuntungan dari tonsilektomi segera pada abses peritonsil adalah :
1. Penanganan penderita dilakukan dalam satu tahap pada saat sakit.
2. Memberikan drainase pus yang lengkap.
3. Mengurangi kesulitan tonsilektomi selang waktu yang kadang-kadang timbul.
4. Mengurangi waktu perawatan (bila penderita dirawat inap di rumah sakit)
5. Mengurangi rasa sakit dengan segera dan menghilangkan perasaan tidak enak
mengalami prosedur yang lain (insisi dan drainase)
Beberapa kerugian tindakan tonsilektomi segera pada abses peritonsil adalah :
1. Dapat terjadinya perdarahan pada saat tindakan tonsilektomi.
2. Dapat terjadi trombosis, sinus kavernosus, aspirasi paru, dan meningitis.
b.) Tonsilitis kronik ada 2 tipe yaitu atrofi dan hipertrofi, lebih berbahaya mana
dari 2 tipe tersebut ? Mengapa ?
Tonsilitis kronik hipertrofi
Ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan jaringan parut.
Kripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan eksudat, seringnya purulen
keluar dari kripta tersebut.
Tonsilitis kronik atrofi,
Ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi), di sekelilingnya hiperemis dan pada
kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis.
Dari kedua tipe tersebut, tonsillitis kronis atrofi lebih berbahaya daripada
tonsillitis kronis hipertrofi. Hal ini dikarenakan ukuran tonsil yang kecil (atrofi)
membuat penderita tidak merasa tonsilnya membesar walaupun sedang terjadi infeksi
kronis pada tonsil. Sehingga jika sudah terjadi komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkulosis baru akan mengetahui telah terjadi infeksi tonsillitis kronis
dan penanganannya akan terlambat.
3. a.) Apa bahayanya tonsillitis kronik sebagai sumber infeksi yang tidak diangkat ?
Akan menimbulkan fokal infeksi dimana sumber bakteri / kuman didalam tubuh
dan kuman / produk – produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu
dan dapat menimbulkan panyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan
fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran kuman atau toksin
dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen,
sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen. Fokal infeksi dapat menyebabkan
rhinitis kronis, sinusitis atau otitis media. Jika penyakit itu telah ada bahkan dengan
adanya tonsillitis kronik sebagai sumber infeksi akan memperparah penyakit tersebut.
b.) Mengapa terjadi pembesaran kelenjar submental pada tonsillitis kronik dan bagaimana sifat-sifat khasnya ?
Kelenjar getah bening merupakan bagian dari pertahanan tubuh. Salah satu dari
kelenjar tersebut terdapat di submental. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan
sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein
asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Jika terjadi infeksi
maka kelenjar getah bening akan membesar. Dengan mengetahui lokasi pembesaran
KGB maka kita dapat mengerahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau
penyebab pembesaran KGB. Cirinya kenyal, tidak merah dan tidak memerah terlihat
dikulit.
4. a.) Bagaimana membedakan rhinitis kronik non alergi dengan rhinitis kronik alergi ? Dilihat dari pola penyakit, gejala, usia penderita, faktor pencetus, reaksi atopic, tes alergi dll
Rhinitis Alergika adalah suatu respon immunologik pada nasal, yang awalnya
diperantarai oleh immunoglobulin E (IgE). Dahulu, rhinitis alergika ini dibagi menjadi
dua kelas berdasarkan musimnya. rhinitis alergika musiman yang berarti rhinitis alergika
yang dipicu oleh peningkatan jumlah antigen akibat perubahan musim, seperti tepung sari
dan debu diluar rumah. Yang kedua adalah rhinitis alergika menahun, yang berarti
rhinitis alergika yang terjadi sepanjang tahun, disebabkan oleh antigen yang menetap
seperti bulu hewan, kutu debu, kecoak dan debu dari dalam rumah Allergic Rhinitis and
Its Impact on Asthma (ARIA). ARIA berpendapat bahwa rhinitis alergika harus
diklasifikasikan berdasarkan taksonomi yang sama yang digunakan pada asthma, yang
mencakup 4 kategori : a) rhinitis alergika ringan intermitten, b) rhinitis alergika sedang
berat intermitten, c) rhinitis alergika ringan persisten, d) rhinitis alergika sedang berat
persisten. rhinitis alergika intermiten ditandai dengan gejala yang berlangsung lebih
kurang 4 hari dalam seminggu dan lebih dari 4 minggu dalam setahun. Tingkat
keparahannya tergantung pada seberapa besar gejala mengganggu kinerja harian, tidur
atau kualitas hidup.
Rhinitis alergika ditandai dengan kehadiran empat gejala klasik yaitu ; bersin,
gatal di hidung , rhinorrea dan hidung tersumbat. Selain dari empat gejala ini, juga
terdapat gejala non nasal seperti iritasi konjunctiva dan gatal di langit-langit mulut.
Pasien juga bisa menunjukkan gejala seperti nyeri di frontal dan periorbita, kehilangan
sensasi penciuman, dan merasa penuh ditelinga.
Rhinitis alergika biasanya terjadi pada anak-anak. Biasanya pada usia 10 tahun.
Rhinitis alergika musiman punya kaitan erat dengan terjadinya musim semi dimana
serbuk sari banyak dikeluarkan. Pasien yang mengidap rhinitis alergika menahun juga
memiliki pola yang khusus. Tetapi tidak berkaitan dengan musim.
Kebalikan dari rhinitis alergika, rhinitis non alergika adalah penyakit yang tidak
bisa dijabarkan oleh berbagai mekanisme patofisiologis. Ia lebih condong kepada
pengecualian terhadap orang-orang yang menderita rhinitis alergika tetapi dengan hasil
test alergi yang negatif. Kondisi ini muncul setelah ditemukannya fungsi fisiologis yang
berbeda yang kemudian disatukan dalam sebuah sindrom yang kemudian dikenal dengan
nama rhinitis non alergika. Berbagai kondisi ini mencakup infeksi, fluktuasi hormone,
agen farmakologik dan disfungsi otonom. Dalam sebuah klasifikasi terbaru, rhinitis non
alergika dibagi secara luas menjadi 5 subgrup. A)rhinitis iritatif-toksik (berdasarkan
pekerjaan) B) rhinitis hormonal, C) Rhinitis akibat obat-obatan, D) Idiopathic
(vasomotor) dan E)bentuk lainnya ( rhinitis non alergika dengan eosinophilia.
Biasanya pada usia 50 tahun keatas. Pengetahuan mengenai batas usia ini penting
untuk membedakan rhinitis yang disebabkan oleh alergika atau non alergika. Pasien-
pasien dengan riwayat salah satu atau kedua orang tua pernah mendapat riwayat atopik
memiliki kecendrungan untuk terkena rhinitis alergika. Jika dicurigai terjangkit rhinitis
alergika, bisa dilakukan test untuk melihat sensitivitas dari zat alergi sekaligus untuk
menegakkan diagnosa rhinitis alergika dan menetapkan terapinya. Baik metode in vivo
maupun in vitro sama-sama tersedia untuk anak-anak maupun orang dewasa. Metode
yang paling umum untuk mendeteksi adanya alergi adalah dengan menggunakan satu
atau beberapa test kulit. Test kulit bisa berupa epikutan seperti prick test atau bisa juga
percutan seperti test intradermal. Test inhalasi zat allergen bisa dengan mudah dilakukan
jika menggunakan antigen serial yang sering terpapar pada pasien dan mungkin bisa
bereaksi.
b.) Kepanjangan dari apa NARES ?
Non-Allergic Rhinitis with Eosinophilia Syndrome
5. a.) Bagaimana membedakan abses septum dengan septum deviasi ? Bagaimana
pengelolaannya ?
Abses septum nasi adalah pus yang terkumpul di antara tulang rawan dengan
mukoperikondrium atau tulang septum dengan mukoperiosteum yang melapisinya. Abses
septum biasanya didahului oleh trauma hidung yang kadang-kadang sangat ringan
sehingga tidak dirasakan oleh penderita, akibatnya timbul hematoma septum yang bila
terinfeksi akan menjadi abses. Gejala abses septum nasi adalah hidung tersumbat yang
progresif disertai rasa nyeri. Rasa nyeri terutama dirasakan di daerah dorsum nasi
terutama di puncak hidung. Juga terdapat keluhan demam dan sakit kepala.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, seluruh septum nasi harus diperiksa dari
kaudal septum nasi sampai nasofaring. Tampak pembengkakan unilateral ataupun
bilateral, mulai tepat di belakang kolumella meluas ke posterior dengan jarak bervariasi.
Perubahan warna menjadi kemerahan atau kebiruan pada daerah septum nasi yang
membengkak menunjukkan suatu hematoma. Daerah yang dicurigai dipalpasi dengan
forsep bayonet atau aplikator kapas untuk memeriksa adanya fluktuasi dan nyeri tekan.
Pada palpasi dapat ditemukan nyeri tekan. Untuk memastikan abses septum nasi cukup
dengan aspirasi pada daerah yang paling fluktuasi. Pada aspirasi akan didapatkan pus
pada abses septum nasi, sedangkan dari hematoma septum nasi akan keluar darah.
Beberapa penulis menyarankan tindakan rutin berupa aspirasi sebelum diberikan tindakan
operatif. Pus yang diperoleh sebaiknya diperiksakan di laboratorium untuk menentukan
jenis kuman dan tes sensitifitas terhadap antibiotik.
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum
nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Deviasi septum biasanya sudah
dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada batang hidungnya. Namun, diperlukan juga
pemeriksaan radiologi untuk memastikan diagnosisnya. Dari pemeriksaan rinoskopi
anterior, dapat dilihat penonjolan septum ke arah deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi
pada deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal. Gejala yang sering timbul biasanya
adalah sumbatan hidung yang unilateral atau juga bilateral. Keluhan lain ialah rasa nyeri
di kepala dan di sekitar mata. Selain itu, penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat
deviasi pada bagian atas septum. Penatalaksanaannya :
Analgesik. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Dekongestan, digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
Pembedahan (Septoplasti, SMR (Sub-Mucous Resection))
b.) Apa yang kamu ketahui hubungan antara rhinitis alergika dengan asthma
bronchial ?
Hubungan asma dan rinitis alergi telah banyak didiskusikan oleh para peneliti.
Data epidemiologi memperlihatkan bahwa rinitis alergi dan asma sering timbul
bersamaan. Penelitian imunologi menunjukkan bahwa asma dan rinitis sering terdapat
bersama-sama. Gejala hidung dilaporkan terjadi pada 28 hingga 78% pasien asma
dibandingkan dengan 5 hingga 20% pada masyarakat umum. Demikian pula asma
ditemukan sampai 38% dari pasien rinitis alergi, jauh lebih tinggi dari prevalens pada
masyarakat luas yang hanya 3 hingga 5%. Guerra dan kawan-kawan pada penelitian
terhadap orang dewasa mendapatkan pasien rinitis dengan atopi dan tanpa atopi
mempunyai risiko untuk menderita asma tiga kali dan risiko asma lima kali lebih pada
pasien rinitis dengan kadar IgE yang tinggi. Mullarkey dkk, menilai 142 pasien rinitis dan
menemukan bahwa 58% pasien rinitis alergi musiman disertai asma. Pengobatan
terhadap rinitis alergi menurunkan kunjungan pasien ke gawat darurat atau dirawat
karena asma dibandingkan dengan rinitis alergi yang tidak diobati. Allergic rhinitis and
its infant on asthma (ARIA) merekomendasikan pasien dengan RA persisten sebaiknya
dievaluasi secara seksama untuk mengetahui adanya asma melalui riwayat penyakit,
pemeriksaan paru dan jika mungkin dilakukan penilaian obstruksi aliran udara sebelum
dan sesudah pemberian bronkodilator. Pasien dengan asma sebaiknya dievaluasi secara
seksama (melalui riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis) untuk mengetahui adanya
rinitis asma.
6. a.) Bagaimana membedakan epistaksis posterior pada penderita hipertensi dan
angiofibroma nasofaring ?
Pada epistaksis karena hipertensi biasanya perdarahanya tidak banyak dan
bercampur lendir, sedangkan epistaksis karena angiofibroma nasofaring epistaksisnya
bersifat masif karena pada angiofibroma gangguan utamanya pada pembuluh darah.
b.) Bagaimana cara memasang Bellocq tampon ?
Bellocq tampon dilakukan pada kasus epistaksi dimana sumber Perdarahan
berasal dari bagian posterior, Bellocq tampon dibuat dari kasa dengan ukuran lebih
kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi
pada sisi yang lainnya. Berikut uratan sederhana pemasangan Bellocq tampon :
Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior
sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut.
Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi
tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung.
Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk
tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah nasofaring.
Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior,
kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung
sehingga tampon posterior terfiksasi.
Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut
(tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi.
Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari.
Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat.
Catatan : tampon harus menutipi coana (nares posterior)
7. a.) Apa itu pansinusitis ? Sindrom cystic fibrosis itu merupakan kumpulan gejala
dari apa saja ?
Pansinusitis merupakan peradangan pada seluruh rongga dan mukosa sinus
paranasal. Sindrom fibrosis kistik adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan
kelenjar tertentu menghasilkan sekret abnormal, sehingga timbul beberapa gejala; yang
terpenting adalah yang mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru. Atelektasis,
ileus meconium, perforasi usus, prolapse rectum, bronkhitits, polip hidung, pneumonia,
dan sirosi hepatis merupakan penyakit yang berkaitan dengan sindrom fibrosis kistik.
b. ) Apa beda konkotomi dengan konkoplasti pada bayi konka hipertropi ?
Konkotomi parsial merupakan pemotongan sebagian konka inferior, sedangkan
konkoplasti adalah memperbaiki konka yang tidak sesuai fungsi dan anatominya.
8. a.) Bagaimana menegakan OME ?
Lazimnya diagnosis OME dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik telinga dengan
menemukan cairan di belakang MT yang normalnya translusen. Gejala dan tanda otitis
media efusi berupa:
rasa penuh di telinga dan kurang pendengaran,
MT suram, keabuan atau kemerahan,
Kadang-kadang tampak adanya gelembung udara atau cairan di kavum timpani,
MT retraksi atau terdorong ke luar atau pada posisi normal,
MT menipis/menebal, vaskularisasi bertambah
Beberapa instrumen penunjang juga membantu menegakkan diagnosis OME, antara lain:
Pneumatic otoscope
Impedance audiometry (tympanometry): digunakan untuk mengukur perubahan
impedans akustik sistem MT-telinga tengah melalui perubahan tekanan udara di
telinga luar.
Pure tone Audiometry: juga banyak digunakan, terutama menilai dari sisi gangguan
dengar atau tuli konduktif yang mungkin berasosiasi dengan OME. Meski teknik
ini time consuming dan membutuhkan peralatan yang mahal, tetap digunakan sebagai
skrining, dimana tuli konduktif berkisar antara derajat ringan hingga sedang.
b.) Pada OME kronik berulang perlu tindakan pencegahan dengan apa ?
Pencegahan OME langsung diarahkan untuk memperbaiki ventilasi normal
telinga tengah. Untuk kebanyakan penderita, kondisi ini diperoleh secara alamiah,
terutama jika berasosiasi dengan ISPA yang berhasil disembuhkan. Artinya banyak OME
yang tidak membutuhkan pengobatan medis. Akan lebih baik menangani faktor
predisposisi-nya, misalnya: jika dikarenakan barotrauma, maka aktivitas yang berpotensi
untuk memperoleh barotrauma berikutnya, seperti: penerbangan atau menyelam,
sebaiknya dihindarkan. Strategi lainnya adalah menghilangkan atau menjauhkan dari
pengaruh asap rokok, menghindarkan anak dari fasilitas penitipan anak, menghindarkan
berbagai alergen makanan atau lingkungan jika anak diduga kuat alergi atau sensitif
terhadap bahan-bahan tersebut.
9. a.) Pada penderita OME bagaimana hasil tes penalanya ?
Test penala :
Test rine : (-)
Test weber : lateralisasi ke telinga yang sakit
Test swabach : memanjang
b.) Gambaran timpanogramnya apa ?
Timpanogram : terbentuk garis flat yang konsisten
10. a.) Apa syarat-syarat pengambilan serumen agar tidak menimbulkan trauma ?Terhadap pasien yang datang dengan impaksi serumen, dokter harus menanyakan
riwayat klinis dan menilai adanya faktor-faktor yang akan mempengaruhi
penatalaksanaan, yaitu :
1. Ada tidaknya perforasi membrane timpani.
2. Kelainan anatomi kanalis auditorius eksternus congenital atau akuisita, seperti stenosis
dan eksostosis, otitis eksterna kronis, kelainan kraniofasial (misalnya Down Syndrome,
pasca trauma/ pembedahan).
3. Diabetes
4. Keadaan immunocompromised
5. Terapi antikoagulan.
Sebelum melakukan pengambilan serumen, dokter harus :
1. Melakukan anamnesis mendalam untuk mengetahui riwayat perforasi membrane
timpani, infeksi telinga tengah atau keluarnya discharge dari dalam telinga.
2. Melakukan pemeriksaan kanalis auditorius eksternus dengan seksama untuk menilai
bentuk dan ukuran liang telinga, mengetahui ada tidaknya infeksi liang telinga, perkiraan
beratnya sumbatan dan keadaan membrana timpani (bila memungkinkan).
3. Menilai tipe serumen (kering/ basah/ keras/ padat/ lunak/ lengket), dan menentukan
teknik pengambilan yang akan dipakai.
4. Menilai perlu tidaknya penggunaan seruminolitik sebelum pengambilan serumen.
5. Menjelaskan kemungkinan komplikasi tindakan kepada pasien.
6. Memastikan peralatan dalam keadaan baik dan lengkap serta siap dipakai
Pemakaian Seruminolitik :
- Pemberian seruminolitik 15-30 menit sebelumnya dapat meningkatkan efektifitas tindakan
sampai 90%.
- Seruminolitik yang paling efektif dan sederhana adalah larutan garam fisiologis.
- Bila serumen sangat kering dan keras, berikan seruminolitik 2-3 hari sebelum dilakukan
pengambilan serumen. Seruminolitik diteteskan 2-3 kali sehari.
b.) Pada pengambilan serumen, kulit CAE yang terkorek sedikit akan
menyebabkan rasa sakit yang hebat. Apa sebabnya ?
Jika tidak berhati-hati dalam pengambilan serumen akan menyebabkan trauma
pada CAE yang akan menyebakan inflamasi dan infeksi. Jika terjadi inflamasi akut maka
akan timbul gejala kalor, dolor, rubor, tumor dan fungsio lesa. Dimana akan terasa nyeri,
memerah dan terasa panas, bias disertai pembengkakan dan penurunan fungsi
pendengaran.