limfogranuloma venereum

32
1 KARYA TULIS ILMIAH PENYAKIT MENULAR SEKSUAL LIMFOGRANULOMA VENEREUMOleh: RESTY YULIANITA NURMAN K1A112069 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2012

Upload: resty-yoelianita

Post on 09-Aug-2015

954 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

limfogranuloma venereum merupakan salah satu jenis penyakit menular seksual yang disebakan oleh bakteri Chlamydia trachomatis yang mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama pada daerah genital, inguinal, anus dan rektum, dengan perjalanan klinis, akut, sub-akut, atau kronis tergantung pada imunitas penderita dan biasanya berbentuk sindrom inguinal.

TRANSCRIPT

Page 1: Limfogranuloma venereum

1

KARYA TULIS ILMIAH

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

“LIMFOGRANULOMA VENEREUM”

Oleh:

RESTY YULIANITA NURMAN

K1A112069

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2012

Page 2: Limfogranuloma venereum

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil

menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisikan tentang informasi

mengenai salah satu jenis penyakit menular seksual yang bernama

Limfagranuloma Venereum.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita

semua tentang berbagai informasi yang ada didalamnya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu

kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang

telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Kendari, 7 september 2012

Penulis

Page 3: Limfogranuloma venereum

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannnya

terutama melalui hubungan seksual (Sjaiful Fahmi Daili,1987). Tempat

terjangkit penyakit tersebut tidak hanya pada alat kelamin saja, tetapi

dapat di berbagai tempat di luar alat kelamin. Yang tergolong penyakit

menular seksual ini adalah sifilis, gonore, ulkus mole, lymfogranuloma

venereum dan granuloma inguinale. Dari sudut epidemiologi ternyata

penyaki menular seksual berkembang sangat cepat berkaitan dengan

pertambahan dan migrasi penduduk, bertambahnya kemakmuran serta

terjadi perubahan perilaku seksual yang semakin bebas ( Ida bagus Gede

Manuaba,1998).

Penyakit kelamin banyak terdapat di negara berkembang maupun

yang sudah maju dan tersebar luas pada semua lapisan masyarakat baik

miskin maupun kaya. Seperti pada penyakit IMS lainnya, limfogranuloma

venereum merupakan penyakit yang lebih sering dijumpai pada daerah-

daerah rural dan orang-orang berperilaku promiskus serta golongan

social ekonomi rendah.

1.2. Rumusan masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Lymphogranuloma venereum?

b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya penyakit

Lymfogranuloma venereum??

c. Bagaimana cara penularan penyakit Limfogranuloma venereum?

d. Bagaimana mencegah, mendiagnosis dan mengobati penyakit

Limfogranuloma venereum?

Page 4: Limfogranuloma venereum

4

1.2 Tujuan penulisan

Untuk mengetahui tentang bagaimana dan seperti apa penyakit

Limfogranuloma venereum itu serta bagaimana cara mencegah,

mendiagnosis dan pengobatan penyakit tersebut.

1.3 Manfaat penulisan

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan para

pekerja seks mengenai Penyakit Menular Seksual (PMS) khususnya

Limfogranuloma venereum

Page 5: Limfogranuloma venereum

5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual

yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, L3, afek

primer biasanya cepat hilang, bersifat sistemik, mengenai sistem saluran

pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama pada daerah genital, inguinal,

anus dan rektum, dengan perjalanan klinis, akut, sub-akut, atau kronis

tergantung pada imunitas penderita dan biasanya berbentuk sindrom

inguinal. Sindrom tersebut berupa limfadenitis dan periadenitis beberapa

kelenjar getah bening inguinal medial dengan kelima tanda radang akut dan

disertai gejala konstitusi, kemudian akan mengalami perlunakkan yang tak

serentak.

2.2. Sinonim

Limfogranuloma venereum (LGV) disebut juga Limfopatia venereum

yang dilukiskan pertama kali oleh Nicolas, Durand dan Favre pada tahun

1913, karena itu juga disebut penyakit Durand-Nicolas-Favre disease. Selain

itu dikenal juga sebagai Limfogranuloma Inguinal, Limfogranuloma tropikum,

Tropical bubo, Climatic bubo, Strumous bubo, dan Paradenitis inguinal

2.3. Epidemiologi

LGV bersifat sporadis tersebar di seluruh dunia terutama pada

negara-negara yang beriklim tropis dan subtropics, seperti I daerah Amerika

Utara, Eropa, Australia dan prevalensi tinggi yang terdapat di Asia dan

Amerika Selatan, LGV merupakan penyakit endemis di timur dan barat Afrika,

India, sebagian Asia Tenggara, Amerika Utara dan Kepulauan Karibia. Pada

daerah nonendemis ditemukan padapelaut, tentara, dan wisatawan yang

Page 6: Limfogranuloma venereum

6

mendapat infeksi pada saat berkunjung atau pernah tinggal di daerah

endemis. Seperti pada penyakit IMS lainnya, limfogranuloma venereum

merupakan penyakit yang lebih sering dijumpai pada daerah-daerah rural

dan orang-orang berperilaku promiskus serta golongan social ekonomi

rendah.

Penyakit ini dijumpai pada usia antara 20-40 tahun, lebih sering pada

laki-laki dibanding dengan perempuan dengan rasio 5:1 atau lebih, hal ini

disebakan karena adanya perbedaan patogenesis. Kejadian akut LGV

berhubungan erat dengan usia dan tingginya aktivitas seksual, pernah

dilaporkan kasus LGV pada remaja. Kini penyakit ini jarang ditemukan.

2.4. Etiologi

Penyebab Limfogranuloma venereum (LGV) adalah Chlamydia

trachomatis, yang merupakan salah satu organisme dari 4 spesies dari

genus Chlamydia, yang memiliki siklus pertumbuhan yang unik . Chlamydia

trachomatis memiliki sifat sebagian seperti bakteri dalam hal pembelahan

sel, metabolisme, struktur, maupun kepekaan terhadap antibiotika dan

kemoterapi, dan sebagian bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel hidup

untuk berkembang biaknya (parasit obligat intrasel).

Spesies Chlamydia trachomatis terdiri dari dua biovars yaitu trachoma

atau organisme TRIC dan organisme LGV. Organisme LGV sendiri terdiri

atas 3 serovars yaitu L1, L2, L3.

Chlamydia berukuran lebih kecil dari bakteri, berdiameter 250-550 mm,

namun lebih besar dari ukuran virus pada ummunya. Di dalam jaringan

pejamu , membentuk sitoplasma inklusi yang merupakan patognomoni

infeksi Chlamydia.

Penyakit yang segolongan dengan Limfogranuloma venereum ialah

psitakosis, trakoma, dan Inclusion conjunctivitis.

Page 7: Limfogranuloma venereum

7

2.5. Manifestasi klinis

LGV adalah penyakit sistematik primer menyerang system limfatik,

dengan manisfestasi klinis dapat akut, subakut atau kronik,dengan

komplikasi pada stadium lanjut. Masa tunas penyakit ini adalah 1-4 minggu.

Gejal konstitusi timbul sebelum penyakitnya mulai dan biasanya menetap

selam sindrom inguinal. Gejal tersebut berupa malese, nyeri kepala, artralgia,

anoreksia, nausea dan demam. Terdapat perbedaan gambaran klinis pada

pria dan dan wanita. Pada wanita jarang didapatkan lesi primer genital dan

bubo inguinal. Gambaran klinis LGV secara umum dapat dibagi dalam 2

stadium, yaitu :

1. Stadium dini, yang terdiri atas :

a. Lesi primer genital

b. Sindrom inguinal

2. Stadium lanjut, dapat berupa :

a. Sindrom ano-rektal

b. Elefantiasis/Sindrom genital (esthiomene)

Waktu terjadinya lesi primer hingga sindrom inguinal 3-6 minggu,

sedangkan dari bentuk dini hingga bentuk lanjut yaitu selam satu tahun

hingga beberapa tahun.

1. Stadium Dini

a. Lesi primer genital

Setelah masa inkubasi antara 3-20 hari, akan terjadi lesi primer di

genital yang bersifat tidak sakit, ummumnya bersifat solitar, tidak khas,

dan cepat menghilang (sembuh) tanpa pembentukan jaringan parut

(scar) , lesi primer dapat berbentuk erosi atau ulkus dangkal, papula-

papula gerombolan vesikel kecil mirip lesi herpes, atau sebagai uretritis

Page 8: Limfogranuloma venereum

8

nonspesifik. Masa inkubasi dapat bersifat lebih lama apabila lesi primer

genital tidak muncul, sebagai manifestasi adalah sindrom inguinal.

Pada pria sering berlokasi di genitalia, eksterna terutama disulkus

koronarius, frenulum, preputium, penis, uretra, dan skrotum. Lesi primer

pada pria sering disertai oleh limfangitis pada bagian dorsal penis dan

membentuk nodul limfangial yang lunak atau abses-abses kecil

(bubonuli). Bubonuli dapat pecah dan membentuk drainse sinus, fistel,

dan fibrosisuretra sehingga terbentuk sikatrik pada dasar penis. Pada

wanita lebih sering terjadi pada dinding posterior vagina, portio, bagian

posterior serviks dan vulva. Limfangitis sangat sering berhubungan

dengan edema local dan regional yang menyebabkan phimosis pada

pria dan pembengkakan pada wanita dengan derajat yang bervariasi.

b. Sindrom inguinal

Sindrom inguinal merupakan sindrom yang sering dijumpai

karena itu akan diuraikan secara luas. Sindrom tersebut terjadi pada

pria, jika afek primernya di genitalia eksterna, umumnya unilateral,

kira-kira 80%. Pada wanita terjadi jika afek primernya pada genitelia

eksterna dan vagina 1/3 bawah. Itulah sebabnya sindrom tersebut

lebih sering terdapat pada pria daripada wanita, karena umumnya lesi

primer pada wanita terletak di tempat yang lebih dalam, yakni di vagina

2/3 atas dan serviks. Jika lesi primer terletak pada tempat tersebut,

maka yang mengalami peradangan bukan kelenjar inguinal medial,

tetapi kelenjar Gerota. Pada sindrom ini yang terserang ialah kelenjar

getah bening inguinal medial, karena kelenjar tersebut merupakan

kelnjar regional bagi genitalia eksterna. Kelenjar yang dikenal ialah

beberapa dan dapat mdiketahui karena permukaannya berbenjol-

benjol, kemudian akan berkonfluensi. Karena LGV merupakn penyakit

subakut, maka kelima tanda radang akut terdapat pada dolor, rubor,

Page 9: Limfogranuloma venereum

9

tumor, kalor dan fungsio lea. Selain limfadenitis terjadi pula

periadenitis yang menyebabkan perlekatan dengan jaringan

sekitarnya. Kemudian terjadi perlunakan yang tidak serentak, yang

mengakibatkan konsistensinya menjadi bermacam-macam, yakni

keras, kenyal dan lunak (abses). Perlunakan biasanya di tengah,

dapat terjadi abses dan fistel yang multiple.

Sering terlihat pula 2 atau 3 kelompok kelenjar yang berdekatan

dan memanjang seperti sosis di bagian proksimal dan distal

ligamentum Pouparti dan dipisahkan oleh lekuk (sulkus). Gejala

tersebut oleh Greenblatt disebut stigma of groove. Pada stadium

lanjut terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di fosa iliaka dan

danamai bubo bertingkat (etage bubonen), kadang-kadang dapat

pula ke kelenjar di fosa femoralis. Ada kalanya terdapat limfangitis

yang tampak sebagai tali yang keras dan bubonuli.

Biasanya terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu

setelah lesi primer menghilang. Pada 2/3 kasus terjadi limfadenitis

inguinal yang unilateral. Dimulai sebagai suatu masa, agak sakit

menetap 1-2 minggu. Bubo inguinal pertama kali ditemukan oleh

William Allace tahun 1833 yang terdiri atas: kulit menjadi merah, dan

kemudian ditemukannya tumor yang melekat pada permukaan kulit

tersebut, mulanya dapat digerakkan , bubo kemudian mengalami

kemajuan cepat, sehingga menyebabkan rasa sakit yang berdenyut-

denyut, demam tinggi diikuti dengan takikardi, hilangnya nafsu makan,

dan gangguan tidur. Kelainan ini lebih sering pada pria daripada

wanita, karena pada wanita lokasi primer terletak di bagian dalam dan

aliran limfe kearah kelenjar limfe daerah pelvis.

Masa inkubasi untuk gejala ini berkisar 10-30 hari, tapi mungkin

lebih lambat 4-6 bulan setelah infeksi.

Page 10: Limfogranuloma venereum

10

Gejala sistemik seperti demam, menggigil, nausea, anoreksia,

sakit kepala sering menyertai sindrom ini. Gejala konstitusi ini

kemungkinan berhubungan dengan penyebaran sistemik dari

Chlamydia. Selama stadium ini, organisme LGV dapat diisolasi dari

darah dan cairan serebrospinal pasien baik dengan gejala

meningoencephalitis maupun tidak dan pada cairan

serebrospinalyang abnormal.

Manifestasi dari penyebaran sistemik yang lain yaitu: hepatitis,

pneumonitis, kemungkinan arthritis, eritema multiforme dan pernah

dilaporkan edema papil sedangkan pada wanita gejala nyeri pinggang

bawah lebih sering terjadi karena terkena kelenjar limfe Gerotha yang

diikuti dengan gejala proktitis dan periproktitis seperti nyeri abdomen,

nyeri saat defekasi dan diare.

Pada pemeriksaan klinis sindrom inguinal didapatkan keadaan

sebagai berikut :

Kelenjar inguinal membesar, nyeri dan teraba padat,

kemudian berkembang menjadi peradangan sekitar

kelenjar atau perilimfadenitis.

Terjadi perlekatan antar kelenjar sehingga terbentuk

paket, juga perlekatan kelenjar dengan kulit di atasnya,

kulit tampak merah kebiruan (blue balls) yang

menandakan akan terjadi tumor bubo, juga panas dan

nyeri.ini biasanya terjadi pada 1-2 minggu setelah bubo

mengalami fluktuasi.

Perlunakan kelenjar yang tak serentak ditandai dengan

fluktuasi pada 75% kasus, dan terbentuk abses multiple.

Abses pecah menjadi sinus atau fistel multiple pada 1/3

kasus, sedangkan yang lain mengalami involusi secara

Page 11: Limfogranuloma venereum

11

perlahan dan membentuk massa padat kenyal di daerah

inguinal.

Beberapa bentuk spesifik dapat terjadi dapat terjadi seperti :

pembesaran kelenjar di atas dan di bawah ligamentum inguinal

Pouparti sehingga terbentuk celah disebut sign of groove (Greenblatt’s

sign). Pembesaran kelenjar femoralis, inguinalis superficial dan

profundus menyebabkan bentuk seperti tangga sehingga disebut

ettage bubo. Pada penyembuhan fistel akan terjadi akan terjadi

jaringan parut yang khas di daerah inguinal. Beberapa laporan kasus

LGV mirip limfoma leher pada pria homoseksual yang mempraktekkan

felasio dan laki-laki heteroseks yang melakukan kunilungus.

Banyak penelitian mengenai LGV pada wanita hanya 20-30 %

terlihat sebagai sindroma inguinal. Pada wanita kira-kira 1/3 kasus

tanpa proktitis, tetapi keluhan sakit pada perut bagian bawah dan

pinggang terutama waktu membungkuk, keluhan ini menandakan

terkenanya limfenod bagian dalam pelvis dan limfenod bagian lumbal,

dan mungkin dapat disalahartikan sebagi apendisitis akut atau abses

tuba.

2. Stadium Lanjut

a. Sindrom ano-rektal

Sindrom anorektal merupakan manifestasi lanjut LGV terutama

pada wanita, karena penyebaran lansung dari lesi primer di vagina ke

kelenjar limfe perirektal. Gejala awal adalah perdarahan anus yang

diikuti duh anal yang purulen disertai febris, nyeri pada waktu

defekasi, sakit perut bawah, konstipasi dan diare. Selanjutnya bila

tidak diberi pengobatan akan terjadi proktokolitis berat yang gejalanya

mirip colitis ulserosa, dengan tanda-tanda fistel anal, abses perirektal

dan rektovaginal/rektovesikel. Gejala striktura rekti yang progresif

Page 12: Limfogranuloma venereum

12

sering ditandai dengan secret dan perdarahan rektum, kolik dan

obstipasi oleh karena obstruksi total.

Pada pria :

Sindrom anorektal dapt terjad pada pria yang

homoseksual, yang melakukan sanggama secara genitoanal,

mukosa rektal dapat diinokulasi lansung oleh Chlamydia selama

hubungan seks secara anal atau melalui penyebaran limfatik

dari uretra posterior.

Gejala awal dari infeksi rektal adalah pruritus anal diikuti

duh anal yang purulen yang disebabkan karena edema local

atau difus mukosa anorektal. Mukosa menjadi hiperemis dan

mudah berdarah karena trauma, juga sering terdapat ulserasi

superficial, multiple dan diskrit, dengan batas yang ireguler yang

akhirnya diganti dengan jaringan parut. Proses peradangan

kronis menyerbu masuk ke dalam dinding usus dan membentuk

granuloma nonkaseosa dan abses, jika terjadi infeksi sekunder

secret menjadi mukopurulen. Selanjutnya bila tidak diberi

pengobatan proses granulomatus akan mengenai seluruh

lapisan dinding usus, lapisan otot akan diganti dengan jaringan

fibrosis.

Pada wanita :

Pada wanita terjadi karena penyebaran lansung dari lesi

primer di posterior dinding vagina dan serviks ke kelenjar limfe

perirektal.

Pada wanita septum rektovagina mungkin akan terkikis,

dan terbentuk fistula rektovagina. Konstraksi yang berlebihan

pada jaringan fibrosis selam berbulan-bulan sampai bertahun-

Page 13: Limfogranuloma venereum

13

tahun akan menyebabkan hambatan pasial (striktur) atau

komplit (stenosis) dari rektum.

Sindrom anorektal pada wanita dapat terjadi dengan dua

cara. Pertama, jika sanggama dilakukan dengan cara genito-

anal. Kedua, jika lesi primer terdapat pada vagina 2/3 atas atau

serviks, sehingga terjadi penjalaran ke kelenjar perirektal

(kelenjar Gerota) yang terletak antara uterus dan rektum.

Pembesaran kelenjar tersebut hanya dapat diketahui dengan

palpasi secara bimanual. Proses berikutnya hampir sama

dengan sindrom inguinal, yakni terjadi di limfadenitis dan

periadenitis, lalu mengalami perlunakan hingga terbentuk

abses. Kemudian abses memecah sehingga menyebabkan

gejala keluarnya darah dan pus pada waktu defekasi, kemudian

terbentuk fistel. Abses-abses dan fistel-fistel dapat berlokasi di

perianal dan perirektal.

Selanjutnya muara fistelmeluas menjadi ulkus, yang

kemudian menyembuh dan menjadi sikatriks, terjadilah retraksi

hingga mengakibatkan striktura rekti. Kelainan tersebut

umumnya mengenai seluruh lingkaran rektum sepanjang 4-10

cm dan berlokasi 3-8 cm atau lebih di atas anus. Keluhannya

ialah obstipasi, tinja kecil-kecil disertai perdarahan waktu

defekasi. Akibat lain ialah terjadinya proktitis yang

menyebabkan gejala tenesmus dan keluarnya darah dan pus

dari rektum. Kecuali kelenjar Gerota, dapat pula terjadi

penjalaran ke kelenjar iliaka dan hipogastrika.

Page 14: Limfogranuloma venereum

14

Manifestasi klinis :

Manifestasi klinis akut sindrom anorektal adalah

proktokolitis dan hyperplasia intestinal dan jaringan limfe

perirektal (lymphorrhoid).

Manifestasi kronis sindrom tersebut adalah abses

perirektal, ischiorektal, fistula rektovaginal, fistula anal dan

striktura rektal atau stenosis.

Gejala proktokolitis :

1. Panas

2. Rasa sakit pada rektum

3. Tenesmus

4. Perut bagian bawah kiri terasa sakit jika disentuh

5. Pada palpasi kolon bagian pelvis terasa tegang

6. Mukosa rektal granuler pada pemeriksaan digital dan dapat

bergerak, kelenjar limfoid teraba pembesaran pada palpasi.

7. Pemeriksaan sigmoidoskopi tidak menunjukkan tanda yang

patognomonik.

Gejala konstipasi dari striktura rektal derajatnya sangat

bervariasi mulai dari “pencil stool”, distensi abdomen, kolik dan

penurunan berat badan. Mayoritas tebanyak pasien dengan

sindroma anorektal adalah wanita atau pria homoseksual.

b. Sindrom genital (esthiomene)

Kata esthiomene berasal dari bahasa Yunani yang artinya

“Eating away”. Infeksi primer mengenai kelenjar limfe dari skrotum,

penis atau vulva yang mungkin menyebabkan limfangitis kronis

dandan progresif, edema kronis dan akhirnya terjadi pembentukan

fibrosklerosis jaringan subkutan. Hal ini akan menyebabkan

terjadinya indurasi dan pembesaran bagian yang terkena dan

Page 15: Limfogranuloma venereum

15

pembesaran bagian yang terkena dan akhirnya terjadi ulserasi.

Pada awalnya ulserasi hanya superfisial namun kemudian menjadi

lebih invasive dan destruktif.

Pasien dengan esthiomene kebanyakan adalah wanita.

Ulsearasi kronis ini sangat sakit. Pada wanita kebanyakan terjadi

bagian permukaan labia mayora, pda lipatan genitokruris, dan pada

bagian lateral dari perineum. Anus dan klitoris bisa terjadi edema

tapi masih dapat berfungsi normal. Pada wanita cenderung untuk

gterjadi pembentuka papiler pada mukosa meatus uretra, yang

berupa tumor poliploid pada permukaan elefantiasis yang

disebabkan akibat tekanan paha yang disebut buchblatt

condiloma, pertumbuhan ini menyebabkan disuria, polakisuria dan

inkontinensiauri. Dapat pula terjadi fistel akibat ulserasi yang

destruktif dan pecah ke vagina atau vesika urinaria. Bial derajat

kerusakan pembuluh dan kelenjar limfe cukup luas dapat terjadi

elefantiasissatu atau kedua tungkai.

Peniscrotal elephanthiasis dapat terlihat 1-20 tahun setelah

infeksi, dapat mengenai hanya preputium, preputium dan penis,

skrotum saja atau keseluruhan dari genitalia eksterna.

Konjungtivitis folikuler, selalu disertai oleh limfadenitis maksila

dan aurikularis posterior, dapat terjadi pada setiap stadium dari

LGV. Infeksi konjungtivitis disebabkan akibat infeksi secara

inokulasi dari discharge genital yang infeksius. Kondisi ini sejalan

dengan Parinaud’s oculoglandular syndrome.

Lesi primer LGV pada mulut dan faring dapat terjadi akibat

felasio dan cunnilingus, sehingga mengakibatkan limfadenitis

maksilaris atau servikalis.

Sindrom genital berupa edema vulva yang terjadi sepanjang

klitoris samapi anus (elephantiasis labia) akibat peradangan kronis,

sehingga terjadi kerusakan saluran dan kelenjar limfe dan timbulnya

Page 16: Limfogranuloma venereum

16

edema limfe di daerah vulva. Dapat pula terjadi fistel akibat ulserasi

yang destruktif dan pecah ke vagina atau vesika urinaria.

Pada pria dapat terjadi proses yang sama, namun jarang

dijumpai. Manifestasi klinis berupa elefantiasis skrotum. Bila derajat

kerusakan pembuluh dan kelenjar limfe cukup luas dapat terjadi

elephantiasis satu atau kedua tungkai.

Jika sindrom inguinal tidak diobati, maka terjadi fibrosis pada

kelenjar inguinal medial, sehingga aliran getah bening terbendung

serta terjadi edema dan elephantiasis. Elefantiasis tersebut dapat

bersifat vegetative, dapat terbentuk fistel-fistel dan ulkus-ulkus.

Pada pria, elephantiasis terdapat di penis dan skrotum ,

sedangkan pada wanita di labia dan klitoris, disebut estiomen. jika

meluas terbentuk elefantiasis genito-anorektalis dan disebut

sindrom Jersild.

2.6. Patofisiologi

LGV adalah penyakit menular seksual yang sering ditemukan di

Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Tengah serta Selatan. LGV jarang

terjadi di Amerika Serikat, kecuali pada laki-laki homoseksual. LGV

disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotype L-1, L-2 dan L-3.

2.7. Patogenesis

Chlamydia trachomatis tidak dapat menembus membran atau kulit

yang utuh, tetapi masuk melalui aberasi atau lesi kecil di kulit, kemudian

mengadakan penyebaran secara limfogen untuk bermultiplikasi ke dalam

fagositosis mononuklear pada kelenjar limfe regional kemudian akan

menimbulkan peradangan di sepanjang saluran limfe (limfangitis dan

perilimfangitis), seterusnya mencapai kelenjar limfe terdekat sehingga terjadi

peradangan kelenjar limfe dan jaringan di sekitarnya (limfadenitis dan

perilimfadenitis). Jadi LGV adalah penyakit yang terutama mengenai

Page 17: Limfogranuloma venereum

17

jaringan limfatik. Proses patologis yang penting adalah trombolimfangitis dan

perilimfangitis, dengan penyebaran proses inflamasi dari limfenod ke jaringan

sekitarnya. Limfangitis ditandai dengan ploriferasi sel endotel sepanjang

pembuluh limfe saluran penghubung dalam limfenod. Pada tempat infeksi

limfenod cepat membesar, dan pada area tersebut dikelilingi oleh daerah

yang nekrosis yang terdiri atas kumpulan sel endotel yang padat. Area yang

nekrosis diserbu oleh sel lekosit polimorfonuklear dan mengalami

pembesaran yang khas berbentuk segitiga atau segiempat disebut sebagai

“stelata abses”. Pada peradangan lanjut abses-abses bersatu dan pecah

membentuk lokulasi abses, fistel atau sinus. Proses inflamasi dapat

berlansung beberapa minggu atau beberapa bulan. Penyembuhan disertai

dengan pembentukan jaringan fibrosis, yang merusak struktur limfenod dan

dapat menyumbat saluran limfe. Edema kronis dan fibrous sklerosis

menyebabkan indurasi dan pembengkakan daerah yang terkena. Fibrosis

juga mempengaruhi pembuluh darah kulit dan membrane mukosa sehingga

menyebabkan ulserasi. Dapat terjadi kerusakan rektum akibat ulserasi

mukosa, peradangan transmural dinding usus, obstruksi aliran limfe,

pembentukan jaringan fibrotic, dan striktur. Juga dapat terjadi perlekatan

diantara kolon sigmoid dan dinding rektum dengan dinding rektum dengan

dinding pelvis. Limfopatia pada laki-laki terjadi pada daerah inguinal,

sedangkan pada perempuan dan laki-laki homoseksual biasanya terjadi di

daerah genital, anal dan rektal. Perbedaan lokasi lesi penyakit ini tergantung

dari letak lesi primer. Pada laki-laki penis merupakan tempat pertama kali

masuknya (lesi primer) Chlamydia trachomatis kemudian menyebar ke

kelenjar limfe inguinal sedangkan perempuan melalui intravagina atau

servikal menuju kelenjar limfe intrapelvik, anus dan rektal.

LGV akut lebih sering pada laki-laki karena pada perempuan

biasanya asimtomatik dan baru didiagnosis setelah berkembang menjadi

proktokolitis akut atau bubo inguinal.

Page 18: Limfogranuloma venereum

18

LGV kemungkinan bukanlah suatu penyakit menular seperti gonore.

Lesi primer herpes, urethritis, servisitis, proktokolitis, dan ulserasi kronis

kemungkinan adalah bentuk infeksi yang terbanyak dari LGV. Walaupun bukti

yang menyokong sangat minimal, endoservik kelihatanya adalah tempat

infeksi yang paling sering pada wanita, dan infeksinya masih berlangsung

sampai beberapa minggu atau bebrapa bulan. Penularan secara kongenital

tidak terjadi, tetapi infeksi mungkin terjadi melalui jalan lahir selama proses

kelahiran.

Meskipun proses patologi primer pdea limfagranuloma venereum

biasanya hanya terlokalisir pada satu atau dua bagian kelenjar limfe,

organism ini juga dapat menyebar secara sistemik melalui aliran darah dan

dapat memasuki system saraf pusat. Penyebaran lokal penyakit ini dibatasi

oleh imunitas hospes yang akan membatasi multiplikasi, Chlamydia Delayed

hypersensitivity (dapat dibukktikan melalui skin tes) dan LGV-spesifik

Chlamydia antibody dapat terlihat 1-2 minggu setelah infeksi. Imun hospes ini

mungkin juga tidak dikeluarkan dari tubuh sehingga terjadi laten. Chlamydia

yang hidup dapat diisolasi dari lesi lama selama 20 tahun setelah infeksi

awal. Kebanyakan kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh limfogranuloma

venereum mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas yang diperantarai oleh

sel antigen terhadap Chlamydia. Persisten limfogranuloma venereum di

jaringan atau infeksi ulang oleh serovarians yang berhubungan dengan

Chlamydia trachomatis mungkin berperan dalam perkembangan penyakit

sistematik.

Sistem Pembuluh Limfe dan Kelenjar Getah Bening Alat kelamin

Kelenjar getah bening alat-alat kelamin dapat dibedakan menjadi

dua kelompok besar.

1. Traktus horizontalis kelenjar-kelenjar inguinal superficial dan kelenjar-

kelenjar inguinal dalam (profundus).

Page 19: Limfogranuloma venereum

19

2. Kelenjar-kelenjar getah bening dalam panggul dan sepanjang aorta

abdominalis yang terutam merupakan kelenjar-kelenjar regional bagi

alat reproduksi. Nama kelenjar-kelenjar tersebut disesuaikan dengan

nama pembuluh darah yang diiringinya atau sesuai dengan nama alat

yang terdapat berdekatan dengan kelenjar-kelenjar yang

bersangkutan.

Pada pria :

1. Penis

Anyaman pembuluh getah bening dangkal ditampung oleh kelenjar-

kelenjar inguinal superficial medial, kadang-kadang ditampung oleh

kelenjar-kelenjar iliaka eksterna. Anyaman pembuluh getah bening

dalam ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal medial.

2. Skrotum

Dari skrotum ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial

medial.

3. Uretra

Dari uretra pars spongiosa getah bening ditampung oleh kelenjar-

kelenjar inguinal superfisial medial, kelenjar – kelenjar inguinal dalam

iliaka eksterna. Dari uretra pars prostatika dan membranasea getah

bening disalurkan ke kelenjar-kelenjar iliaka interna.

4. Prostat dan vesikula seminalis

Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sakral, iliaka eksterna, iliaka interna

dan anorektal.

5. Testis dan epididimis

Ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.

Pada wanita :

1. Labium mayor

Page 20: Limfogranuloma venereum

20

Ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, kadang-

kadang oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.

2. Labium minor

Ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, inguinal

dalam dan iliaka ekster.

3. Kelenjar bartholin

Ditampung oleh kelenjar-kelenjar vesikel anterior.

4. Klitoris

Anyaman pembuluh getah bening dangkal ditampung oleh kelenjar-

kelenjar inguinal superfisial medial, kelenjar-kelenjar inguinal dalam

medial. Anyamn pembuluh getah bening dalam ditampung oleh

kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.

5. Uretra

Getah bening uretra ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal

superfisial medial, kelenjar-kelenjar inguinal dalam, interiliaka dan

gluteal inferior.

6. Ovarium

Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sepanjang aorta abdominalis.

7. Uterus

Fundus uteri : sama seperti ovarium

Korpus uteri : ke kelenjar-kelenjar sepanjang aorta, kelenjar-kelenjar

inguinal superfisial, dan interiliakal.

Servik uteri : ke kelenjar-kelenjar iliaka dan kelenjar sepanjang aorta.

8. Vagina

Bagian kranial : beranastomosis dengan servik uteri lalu ke kelenjar

iliaka eksterna dan interiliaka.

Bagian kaudal : ke kelenjar-kelenjar interiliakal gluteal inferior dan

beberapa kelenjar inguinal superfisial.

Bagian dorsal : ke kelenjar anorektal.

Page 21: Limfogranuloma venereum

21

2.8. Pemeriksaan Penunjang

Tes Frei

Merupakan metode diagnosis pertama yang dilakukan untuk

mendiagnosis LGV (1930-1970)

Tes ini berdasarkan pada imunitas seluler terhadap virus LGV. Bahan

diambil dari aspirasi bubo yang belum pecah atau antigen yang dibuat

dari hasil pembiakan dalam selaput kuning telur embrio ayam, nama

dagang lygnanum.

Cara kerja

1. Caranya dengan menyuntikkan 0,1 ml antigen intradermal pada

lengan bawah dengan kontrol pada lengan lainnya.

2. Reaksi dibaca setelah 48-72 jam, hasil positif bila tampak papul

eritematosa dikelilingi daerah infaltrat dengan diameter >6 mm dan

daerah control negative.

3. Hasil positif dalam waktu 2 sampai beberapa minggu (bahkan

sampai 6 bulan) setelah infeksi dan akan tetap positif untuk jangka

waktu lama bahkan seumur hidup. Reaksi ini merupakan delayed

intradermal yang spesifik terhadap golongan Chlamydia sehingga

dapat member hasil positif semu pada penderita dengan infeksi

Chlamydia yang lain.

Tes Serologi

Tes serologi yang digunakan dalam pemeriksaan ini meliputi:

1. complement fixation tes (CFT)

2. radio isotop presipitation (RIP)

3. micro imunofluorescence (micro-IF) typing

Page 22: Limfogranuloma venereum

22

CFT lebih sensitive dan dapat mendiagnosis lebih awal (positif), dan

antibodi bisa menetap selama bertahun-tahun. Pada pemeriksaan CFT

menggunakan antigen yang spesifik, yang merupakan tes yang lebih

sensitive. Terdapat reaksi silang dengan infeksi Chlamydia yang lain dan

antibodi dapat tetap positif dengan titer tinggi atau rendah sampai beberapa

tahun. Titer lebih atau sama dengan 1:64 menunjukkan adanya

infeksilimfogranuloma venereum yang aktif. Penurunan titer dapat dipakai

untuk menunjukkan keberhasilan terapi. Titer yang rendah biasanya pada

kasus-kasus in-aktif atau infeksi Chlamydia lainnya.

Pemeriksaan micro-IF dianggap lebih sensitive dibandingkan tes

fiksasi komplemen. Tes ini dapat memperlihatkan tipe strain antigen yang

menyebabkan infeksi melalui pola reaktivitasnya. Pada LGV, serumfase akut

biasanya mengandung antibody micro-IF yang sangat tinggi. Pada LGV

dapat ditemukan titer antibody IgG yang sangat tinggi (>1 : 2000) jauh

melebihi titer urethritis non gonokokus yang disebabkan oleh Chlamydia.

Pemeriksaan RIP digunakan oleh Philip et al untuk mendeteksi

antibody limfogranuloma venereum yang menggunakan antiglobulin untuk

persipitasi antibody Chlamydia dan kompleks Chlamydia

meningopneumonitis radiolabeled yang tidak dapat dilihat dari proporsi

radioaktif yang dilepaska. Antigen spesifik trachoma limfogranuloma

venereum diekstrasi dari pertumbuhan Chlamydia dalam kultur jaringa.

Pemeriksaan ini lebih sensitive dari pemeriksaan micro-IF.

Kultur Jaringan

Dilakukan dalam yolk sac embrio ayam atau dalam biakan sel dengan bahan

pemeriksaan dari aspirasi pus bubo yang belum pecah dapat member

konfirmasi diagnosis

Sitologi

Page 23: Limfogranuloma venereum

23

Dipaki untuk menemukan badan inklusi Chlamydia yang khas dari koloni

virus, baik intraseluler maupun ekstraseluler. Specimen diambil dari jaringan

yang terinfeksi kemudian diwarnai dengan menggunakan metode giemsa,

iodine, dan antibodi fluoresen. Ssitologi tidak terlalu baik sebagai metode

untuk diagnosis pasti LGV karena spesimen sering kali terkontaminasi

dengan bakteri dan artefak lain.

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Digunakan untuk melihat asam nukleat spesifik Chlamydia trachomatis pada

kasus-kasus yang disebabkan organisme ini. Primer DNA yang digunakan

untuk mengetahui adanay sekuens DNA di dalam plasmid atau membrane

protein bagian luar Chlamydia trachomatis.

Biopsi-Histopatologi

Biopsy digunakan untuk menyingkirkan diagnose banding yang tersering

yaitu infeksi atipik dan neoplasia. Gambaran histopatologi berupa hyperplasia

folikuler dan abses dari kelenjar limfe yang tidak spesifik.

Tes GPR

Tes GPR ini berdasarkan peningkatan globulin dalam darah. Dilakukan

dengan memberiakn beberapa tetes (1-2 tetes) formalin 40% pada 2 cc

serum penderita dan dibiarkan 24 jam. Hasil positif bila terjadi

penggumpalan (serum jadi beku). Tes ini tidak spesifik oleh karena dapat

positif pada penyakit lain.

2.9. Diagnosis

Diagnosis LGV umumnya berdasarkan atas anamnesis adanya koitus

suspektus disertai gambaran klinis yang khas, dan hasil pemeriksaan

penunjang antara lain:

Page 24: Limfogranuloma venereum

24

1. Tes Frei positif

2. Tes fiksasi komplemen atau tes serologi lain untuk LGV positif

3. Isolasi Chlamydia dari jaringan yan terinfeksi pada kultur jaringan

4. Pemeriksaan PCR untuk Chlamydia

5. Pemeriksaan histology ditemukan Chlamydia dalam jaringan yang

terinfeksi

2.10. Diagnosis Banding

Diagnosis banding penyakit LGV dilakukan berdasarkan stadium penyakit

yaitu:

A. Stadium Primer Genital

1. Herpes genital: Penyakit ini bersifat residif dapat disertai gatal

atau nyeri, lesi berupa vesikel di atas kulit yang eritematosa,

berkelompok. Bila pecah tampak kelompok erosi dan tidak

terdapat indurasi.

2. Sifilis: lesi primer yang berlanjut pada limfogranuloma

venereum dapat dikelirukan dengan lesi primer pada sifilis.

Didiagnosis dengan menemukan Treponema pallidum pada

pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap. Adenitis inguinal

akibat sifilis nampak kecil, keras dan tidak nyeri. Fase lanjut

dari LGV berupa estiomene yang disertai ulserasi dan sikatrik

dapat dibedakan dari sifilis dapat dibedakan dari sifilis dengan

tes serologis sifilis, CFT dan adanya spirochaeta.

3. ulkus mole: ulkus pada ulkus mole dapat bervariasi dari satu

sampai multipel yang disertai ulserasi. Bila menyebabkan

limfadenitis maka lesi primer masih tampak, kelima tanda

radang juga terdapat namun perlunakannya serentak. Pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan H. Ducreyi.

B. Sindrom Inguinal

Page 25: Limfogranuloma venereum

25

1. Granuloma Inguinalis: lesi pada kulit lebih khas, lebih besar

dan lebih persisten daripada LGV, ditemukan Donovan bodies.

Limfadenitis inguinal pada granuloma inguinale tidak khas.

Dapat dijumpai esthiomene.

2. Limfadenopati inguinal: dapat merupakan kelanjutan dari suatu

trauma pada kaki, keganasan pada daerah genital, rektum dan

abdominal, lifoma maligna, tuberculosis dan herpes genital.

3. TBC kulit: bila mengenai daerah inguinal terdapat persamaan

dengan LGV. Keduanya terdapat limfadenitis pada beberapa

kelenjar, periadenitis sera pembentukan abses dan fistel yang

multipel. Pada TBC kulit tidak terdapat kelima tanda radang akut

kecuali tumor, dan biasanya pada inguinal lateral dan femoral

sedangkan pada LGV terdapat pada inguinal medial.

2.11. Penatalaksanaan

Penderita LGV akut dianjurkan untuk istirahat total dan diberikan terapi untuk

gejala sistemik yang timbul yaitu meliputi terapi berikut.

Pengobatan

Rejimen yang direkomendasikan oleh National Guideline for the

management of Lymphogranuloma Venereum dan U.S Departement

of health and Human Services, Public Health Service Center for

disease control and Prevention adalah doksiklin yang merupakan

pilihan pertama pengobatan LGV dosis 2 X 100 mg/hari selama 14-21

hari atau tetrasiklin 2 gr/ hari atau minosiklin 300 mg diikuti 200 mg

2X/hari.

Sulfonamid: dosis 3-5 gr/hari selama 7 hari.

Page 26: Limfogranuloma venereum

26

Eritromisin: pilihan kedua, dosis 4 X 500 mg/hari selama 21 hari,

terutama pada kasus-kasus alergi obat golongan tetrasiklin pada

wanita hamil dan menyusui.

Eritrhomycin ethylsuccinate 800 mg 4 X / hari selama 7 hari.

Kotrimoksasol (Trimetropin 400 mg dan sulfametoksasol 80 mg) 3 X 2

tablet selama 7 hari.

Ofloxacin 400 mg 2 X / hari selama 7 hari.

Levof loxacin 500 mg 4 X / hari selama 7 hari

Azithromycin 1 gr dosis tunggal

Pembedahan

Tindakan pembedahan dilakukan pada stadium lanjut di samping pemberian

antibiotika. Pada abses multipel yang berfluktuasi dilakukan aspirasi berulang

karena insisi dapat memperlambat penyembuhan. Tindakan bedah antara

lain vulvektomi lokal atau labiektomi pada elefantiasis labia. Dilatasi dengan

bougie pada struktur rekti atau kolostomi bila terjadi obstruksi total, abses

perianal dan perirektal. Proses ini mempunyai risiko untuk terjadinya perforasi

usus, harus dibatasi pada yang lunak, struktur yang pendek tidak berada di

bawah peritoneum, dan jangan dilakukan striktur muda terlepas (licin) atau

jika terjadi perdarahan.

Operasi plastik dilakukan untuk elefantiasis penis, skrotum dan esthiomene.

Tidak ada satu prosedurpun yan diberikan tanpa didahului dengan pemberian

antibiotik, bahkan antibiotika harus diberikan beberapa bulan sebelum

diputuskan untuk dilakukan tindakan bedah. Resolusi spontan dari fibrosis

LGV belum pernah tejadi, tetapi proses inflamasi dan diameter striktur

mungkin mengalami kemajuan yang dramatis dengan pengobatan antibiotika.

Page 27: Limfogranuloma venereum

27

2.12. Komplikasi

Dapat terjadi ruptur bubonuli sehingga terbentuk sinus dan fistel

Pada komplikasi jangka panjang dapat terjadi fibrosis dan jaringan

parut pada penis

Pada wanita dapat terjadi servitis, perimetritis, dan salpingitis

Pada komplikasi sistemik dapat menyebabkan infeksi pulmo,

perikarditis, arthritis, konjungtivitis dan meningitis

2.13. Prognosis

Jika diobati secara dini, prognosisnya baik, tetapi jika terjadi

komplikasi lanjut dapat menyebabkan kematian. Reinfeksi dan relaps

mungkin terjadi, terutam pada pasien human immunodeficiency virus (HIV),

pada pasien ini dapat berkembang dengan multipel abses, sehingga

memerlukan terai yang lebih lama karena resolusinya terlambat.

Page 28: Limfogranuloma venereum

28

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual yang

disebabkan oleh Chlamydia trachomatis.

Gambaran klinis LGV secara umum dapat dibagi dalam 2 stadium, yaitu :

1. Stadium dini, yang terdiri atas :

c. Lesi primer genital

d. Sindrom inguinal

2. Stadium lanjut, dapat berupa :

c. Sindrom ano-rektal

d. Elefantiasis/Sindrom genital (esthiomene)

LGV, jika diobati secara dini, prognosisnya baik, tetapi jika terjadi komplikasi

lanjut dapat menyebabkan kematian. Reinfeksi dan relaps mungkin terjadi,

terutam pada pasien human immunodeficiency virus (HIV), pada pasien ini

dapat berkembang dengan multipel abses, sehingga memerlukan terai yang

lebih lama karena resolusinya terlambat.

Page 29: Limfogranuloma venereum

29

DAFTAR PUSTAKA

Adhi Djuanda and Suria Djuanda: Treatment of lymphogranuloma venereum

with cotrimoxazole (trimethoprin-sulfamethoxalezole. Third Regional

Conference of Dermatology (Denpasar 1978).

Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew’s disease of the skin. Philadelphia:

WB Saunders Co, 1990:994-6.

Becker Y. Chlamydia. Available from: URL: Medicro Capter 39.

Braum-Falco O, Plewig G. Wolff HH. Winkelman RK. Dermatology. 2nd

edition. Philadelphia: WB Saunders. 1991: 123-25.

Bushnell AC. Lymphogranuloma Venereum. Available at http://

www.emedicine.com/EMERG/topic.302.htm.Accessed on January 21,2004.

Centres for Disease Control and Prevention (CDC). Lymphogranuloma

venereum sexually transmitted disease treatment guideline, Public health

Sevice, Atlanta, U.S Departement of Health and Human Services. 1993:26-7

Daili Sf. Anatomi alat kelamin. Djuamda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. 3rd editions. Jakarta: Balai penerbit FK UI.1999.

hal. 9-18.

Djamaluddin W, Mucthar Sv, Anwar AI. Limfogranuloma venereum:

Amiruddin MD, editor. Penyakit Menular Seksual. 1st edition. Yogyakarta:

LkiS Pelangi Aksara,Inc.2004.h.131-40.

Fitzpatrick TB, Jhonson RA, Wolff K, Surmond D, 2001, Chlamydia

Trachomatis infection, Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 5th

edition. New york: Mcgraw-Hill.p. 930-5.

Fiumura NJ. Genital ulcer infection in the female patient and vaginitides.

Dermatol Clin 1997;15:233-246.

Page 30: Limfogranuloma venereum

30

Hutomo M, Barakbah J, Kasansengari U. Lymphogranuloma venereum,

berkala I.P. Kulit dan kelamin 1989;1(2):131-22.

Kaminester LH. Sexually Transmitted Diseases: an illustrated guide to

deferential diagnosis. Burrough Wellcome Co, 1991:12.

King, A. And Nicol,C.: Venereal disease; 3rd edition.pp.243-251 (Bailliere

Tindall,London 1975).

Lorek J. Lymphogranuloma venereum. Available at http://www.emedicine.

com/deru/topic617.htm. Accessed on January 15, 2004.

LUK. NM. Lymphogranuloma venereum. Available at

http://www.hkmj.org.hk/skin/search.htm. accessed on January at 23,2004.

Mabey D, Peeling RW. Lymphogranuloma venereum. Available at http://

stibmjjournal.com /c91/content/full/78/2/90. Accessed on january 23,2004.

Maibach HI, Steigleder GK. Penyakit Hubungan Seksual. Sadana K, editor.

Atlas Saku Penyakit Kulit. 1st edition. Jakarta: Binarupa Aksara.1995.p. 193-4

Moschella SL, Hurley HJ. Dermatology. 3rd edition. Philadelphia: WB

Saunders CO. 1992:994-96.

National Guideline for the Management of Lymphogranuloma Venereum:

2002 update. Association for Genetourinary Medicine (AGUM), Medical

Society for the Lymphogranuloma venereum. London available From URL:

www.gudeline.gov.

Omer EF. Lymphogranuloma venereum in clinical Practice. Med Digest

1994;12(10);17-21.

Perine PL, Stamm WE. Lymphogranuloma venereum. In: Holmes KK, Mardh

PE, Sparling PF, Lemon SM, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, editors.

Page 31: Limfogranuloma venereum

31

Sexually transmitted Diseases. 3rd edition. New york: McGraw-Hill, Inc.1999.p.

423-2.

Prakken, J.R.: Leorboek der Geslachtsziecten; 2nd edition.pp.200-209

(Scheltema & Holkema N.V., Amsterdam 1956).

Rotenberg R. Lymphogranuloma venereum. In: Freedberg IM, Eisen AZ,

Wolff K, Austen KF, Gold Smith LA, Katz SI, Eds. Fitzpatrick’s dermatology in

general medicine. 6th edition. New york: McGraw-Hill,2003:2198-201.

Rothenbery RB. Lymphogranuloma venereum. In: Fitzpatrick TB et al (eds).

Dermatology in General Medicine, Vol.11.4th edition. New york: McGraw Hill

1993:2573-6

Schacter J. Biology of Chlamydia trachomatis. In: Holmes KK, Mardh PE,

Sparling PF, Lemon SM, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, editors. Sexually

Transmitted Disease. 3th edition. New york: McGraw-Hill, Inc.1999.p. 391-

406.

Sentono HK. Limfogranuloma venereum: Daili SF, Makes WIB, Zubier f,

Judanarso J, editors. Penyakit Menular seksual. 2nd edition. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI. 2003.h.131-7.

Sudirman U. Lymphogranuloma venereum. In: Harahap M, Ed. Penyakit

Menular Seksual. Jakarta: PT Gramedia, 1984:131-45

Workowski KA, Levine WC. Sexually transmitted diseases treatment

guidelines-2002. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2002;51(RR-6):1-80.

WHO. Mnagement of STD, Global program on Aids,1994:22

Page 32: Limfogranuloma venereum

32