lhp_2008_kons_nunung

8
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS Oleh : Nunung Kusnadi Rita Nurmalina Nyak Ilham Eva Yolynda Aviny Sri S. P. Lestari PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2008

Upload: edysutiarso

Post on 20-Oct-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008

    KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

    BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS

    Oleh :

    Nunung KusnadiRita Nurmalina

    Nyak IlhamEva Yolynda Aviny

    Sri S. P. Lestari

    PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIANDEPARTEMEN PERTANIAN

    2008

  • viii

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    Pendahuluan1. Perubahan iklim berimplikasi pada arah perkembangan pasokan pangan dunia.

    Diprediksikan bahwa ketahanan pangan sebagian besar negara-negara berkembang,terutama yang berpenduduk banyak, menghadapi situasi yang rawan. Karena itudibutuhkan penyesuaian dalam strategi kebijakan pangan dengan memperhatikan padakarakteristik pasokan dan permintaan pangan utama yaitu beras dikaitkan dengankonteks kebijakan ekonomi secara keseluruhan.

    2. Mengantisipasi kondisi tersebut dengan kebijakan yang efektif sangat kompleks karenakarakteristik produsen beras di Indonesia tidak sepenuhnya dapat didefinisikan secarategas. Sebagian besar dari produsen adalah penduduk miskin yang juga merupakankonsumen. Di sisi lain, karakteristik permintaan beras Indonesia juga kompleks karenavariabel-variabel yang mempengaruhi permintaan tidak hanya mencakup dimensiekonomi tetapi juga sosial budaya.

    3. Selama ini, instrumen kebijakan yang direkomendasikan berdasar pada hasil studilingkup makro, sehingga secara empiris masih banyak persoalan yang belum teratasi.Untuk merumuskan kebijakan yang tepat tidak hanya berdasar pada studi-studi makrosemata, tetapi juga berdasar pada hasil studi lingkup mikro.Salah satu studi mikro yangpenting adalah aspek marketable surplus pada tingkat rumah tangga petani yangdikelompokkan menurut agroekosistem.

    4. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengetahui karakteristik sosial ekonomi petanimenurut kategorinya dalam konteks marketable surplus padi pada beberapaagroekosistem; (2) mengetahui cara dan bentuk penjualan produksi padi yang dihasilkanpetani dan implikasinya terhadap karakteristik marketable surplus beras menurut waktu;(3) menganalisis faktor-faktor ekonomi dan sosial budaya yang mempengaruhi sikap danperilaku petani dalam pemasaran padi dan atau beras; (4) menganalisis pengaruhkenaikan harga gabah dan atau beras terhadap kesejahteraan petani pada berbagai tipeagroekosistem; dan (5) merumuskan saran kebijakan di bidang tataniaga gabah danatau beras yang berorientasi pada kesejahteraan petani.

    Metoda Penelitian5. Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil penelitian PATANAS dan JBIC dan

    menggunakan data primer pada sembilan provinsi: Sumut, Lampung, Jabar, Jateng,Jatim, Kalsel, Sulsel, Sulut, dan NTB. Pada masing-masing provinsi dipilih 3-4kabupaten, sehingga setiap provinsi ada sembilan desa. Dari 36 desa penelitian terbagimenjadi agroekosistem sawah (21 desa) dan agroekosistem non sawah (15 desa).Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara pada petani dan FGDpada tokoh masyarakat desa.

    6. Model empirik yang dibangun merupakan persamaan tunggal linear yang diduga denganmetode Ordinary Least Squares (OLS). Untuk memperdalam analisis juga dilakukananalisis deskriptif terutama untuk data kualitatif dan kuantitatif yang belum terakomodasidalam model ekonometrika di atas.

  • ix

    Hasil dan PembahasanKaitan Marketed Surplus dengan Pola Tanam dan Pemanfaatan Lahan Sawah

    7. Salah satu faktor penting yang menentukan pola tanam adalah ketersediaan air untukpertanaman padi. Pola tanam padi-padi-padi bisa dilakukan bila didukung oleh sistemirigasi teknis yang baik. Diikaitkan dengan marketed surplus, desa agroekosistem sawahdengan pola tanam padi-padi-padi dikenal sebagai sentra produksi. Pada musim panenbanyak gabah yang diperdagangkan dari daerah ini ke daerah lain. Artinya desa-desaberagroekosistem sawah dengan pola tanam padi-padi-padi dan padi-padi-beramerupakan wilayah marketed surplus atau marketable surplus, sedangkan daerahagroekosistem sawah dengan pola tanam padi-tanaman lain/bera-tanaman lain/beratidak demikian.

    8. Namun demikian, ada juga desa agroekosistem sawah dengan pola tanam padi-bawang-bawang-bawang. Karena kesibuka petani, hasil padi dari satu kali tanamsebagian besar dijual. Akan tetapi dari hasil penjualan bawang yang mereka dapat padamusim tanam berikutnya, mereka tidak kesulitan untuk mendapatkan beras sebagaibahan pangan pokok dengan membeli di pasar. Artinya, jika secara nasional produksigabah mencukupi kebutuhan nasional, sistem distribusi antar wilayah baik, maka konsepmarketed surplus dan marketable surplus pada tingkat desa, apalagi tingkat rumahtangga menjadi kurang berarti. Justru dengan adanya pergerakan gabah dari daerahsurplus ke daerah defisit menyebabkan terjadinya pergerakan ekonomi regional.Dengan demikian sentra produksi hendaknya difokuskan pada daerah-daerah sentraproduksi utama yang harus didukung dengan sistem irigasi yang baik, infrastrukturpemasaran yang baik.

    Cara dan Penggunaan Hasil Panen9. Ada lima cara panen yang digunakan petani yaitu bawon, tebasan, upah/kg, upah/hari,

    dan mapalus (gotong royong). Bawon merupakan cara panen yang sudah cukup lamadan banyak dipertahankan. Perkembangan yang terjadi hanya rasio bagi hasilnya,dalam studi ini bervariasi dari 5:1, 6:1, 7:1, 8:1 sampai 10:1. Variasi ini ditentukan olehketersediaan tenaga kerja, makin sulit tenaga kerja maka rasio bagian yang diterimapemilik sawah akan semakin kecil. Karena bawon adalah upah natura, maka makinkecil rasio bawon makin kecil marketed surplus petani pemilik sawah. Dengan kata lain,pada desa yang sulit tenaga kerja maka marketed surplus semakin kecil.

    10. Penggunaan hasil panen pada umumnya digunakan untuk konsusmsi rumah tanggadengan cara menyimpan kebutuhan selama semusim. Dengan cara ini petani di desaberagroekosistem sawah, dalam kondisi tidak ada bencana, tidak pernah mengalamikekurangan pangan. Bahkan mereka dapat menjual untuk membeli kebutuhan rumahtangga lain. Kelebihan stok pangan selama semusim dijual ke pedagang/penebas atauke RMU yang ada di desa. Sebagian pedagang menjual ke RMU dalam desa dansebagian dijual ke pedagang besar atau RMU luar desa. Pada desa dengan pola tanam2 3 menanam padi ketersediaan RMU cukup banyak yaitu 3-7 unit per desa. Bahkanpada daerah ini sudah terdapat RMU-Keliling.

    Keterkaitan Karakteristik Sosial Ekonomi dan Marketed Surplus11. Keterkaitan marketed surplus beras dengan perbedaan agroekosistem dan karakteristik

    sosial ekonomi petani di Jawa dan luar Jawa menunjukkan ada perbedaan perilaku.Namun jika membandingkan pada petani yang berada pada agroekosistem sawah, tidakada perbedaan perilaku keterkaitan marketed surplus beras dan karakteristik sosial

  • xekonomi petani. Perbedaan yang terjadi hanya pada besaran semata. Nilai marketedsurplus beras di Pulau Jawa (81,85 %) lebih besar dibandingkan di luar Pulau Jawa(77,04 % dan 76,94%). Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh: (1) usahatani padisawah di Pulau Jawa lebih terspesialisasi sehingga produksi lebih tinggi, proporsipendapatan usahatani padi lebih besar; (2) perbedaan pasar tenaga kerja di Pulau Jawalebih kompetitif dan semakin sulit dan cara penjualan dengan tebasan lebih banyak; dan(3) luas lahan yang dimiliki di luar Jawa lebih merata, sehingga walau pengaruhnya adanamun tidak begitu nyata.

    12. Karakteristik sosial ekonomi seperti jumlah anggota keluarga berpengaruh negatifterhadap marketed surplus. Makin besar jumlah anggota keluarga makin kecil marketedsurplus beras karena hasil produksi yang digunakan untuk konsumsi rumah tanggamenjadi lebih banyak. Jumlah anggota rumah tangga terkait juga dengan penggunaantenaga kerja dalam usahatani. Makin besar jumlah anggota keluarga seharusnyaproporsi tenaga kerja luar keluarga yang digunakan dalam usahatani semakin kecil.Namun hal sebaliknya dapat terjadi, karena kesempatan untuk bekerja di usahatanirendah akibat ada anggota keluarga yang masih sekolah atau berusaha di sektor nonpertanian. Hal ini sangat terkait juga dengan sistem upah. Jika pembayaran upahmenggunakan uang tunai yang bersumber bukan dari hasil penjualan gabah padamusim tersebut maka proporsi tenaga kerja luar keluarga yang besar tidak akanmenurunkan marketed surplus beras. Namun jika pembayaran upah menggunakansistem bawon akan menurunkan marketed surplus beras. Dengan demikian karakteristikproporsi tenaga kerja luar keluarga sifatnya tidak unik.

    13. Besaran marketed surplus beras di setiap agroekosistem juga konsisten denganbesaran proporsi pendapatan padi terhadap pendapatan total rumahtangga. Proporsipendapatan padi terhadap total pendapatan rumahtangga tertinggi terjadi di pulau Jawapada agroekosistem sawah. Hal ini menunjukkan bahwa pada agroekosistem ini padimenjadi komoditas utama dan menyumbang pendapatan relatif lebih besar dibandingkanpada agroekosistem sawah dan non sawah di luar pulau Jawa. Tingginya proposipendapatan padi tersebut secara konsisten berhubungan positif dengan marketedsurplus beras. Secara umum hal ini menunjukkan adanya pilihan antara menempatkanberas sebagai produk subsisten atau produk komersial. Hasil analisis ini dapatmengindikasikan bahwa pada agroekosistem sawah beras merupakan produk komersial.

    14. Semakin luas lahan yang dikuasai rumahtangga petani marketed surplus beras semakinbesar. Hal ini secara konsisten terjadi di seluruh agroekosistem yang dipelajari. Artinya,dilihat dari luas penguasaan lahan, perbedaan agroekosistem tidak menghasilkanperbedaan arah marketed surplus beras. Konsekuensi dari hal ini adalah bahwapersoalan semakin menyempitnya luas penguasaan lahan oleh rumahtangga petanidapat mengganggu marketed surplus beras.

    Cara dan Bentuk Penjualan Produksi Padi yang Dihasilkan Petani

    15. Pada agroekosistem sawah, jumlah petani yang melakukan penjualan lebih banyakdibandingkan dengan jumlah petani di agroekosistem non sawah. Hal menarik adalahbahwa cara penjualan sekaligus dan bertahap paling banyak dilakukan oleh petani dantelah berlangsung lama di masyarakat petani. Alasan menjual sekaligus adalahterbatasnya jumlah tenaga kerja, petani butuh uang tunai segera untuk rumahtanggadan tidak tersedianya fasilitas pengolahan dan penyimpanan gabah sehingga lebih baikdijual sekaligus. Alasan menjual secara bertahap adalah kertersediaan fasilitaspengolahan dan penyimpanan serta menunggu harga naik. Perilaku menunggu harga

  • xi

    naik memperkuat dugaan bahwa marketed surplus beras di Pulau Jawa responsifterhadap harga beras. Alasan yang sama terlihat tidak menonjol di luar Pulau Jawa. Halini mengindikasikan bahwa marketed surplus beras di luar Pulau Jawa tidak responsifterhadap harga beras.

    16. Cara penjualan lain adalah tebasan. Pada daerah tertentu cara ini masih relatif baru,atau bahkan pada daerah tertentu cara tebasan belum ada. Dengan demikian penjualandengan cara tebasan tidak terdapat pada setiap daerah. Dilihat dari cara penyerahanbarang (padi) cara penjualan tebasan sebenarnya sama dengan cara penjulansekaligus. Namun ciri khas dari cara penjualan dengan tebasan adalah padi tidaksempat dipanen oleh petani. Padi diserahkan kepada pembeli dalam keadaan masihbelum dipanen. Alasan menggunakan cara ini adalah keterbatasan tenaga kerja,kebutuhan uang tunai dan menghindari risiko gagal panen.

    17. Sebagian besar petani di Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa menjual gabah secarasekaligus dalam bentuk GKP. Demikian halnya dengan penjualan secara bertahapmenghasilkan kecenderungan yang sama antara Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa.Penjualan secara bertahap banyak dilakukan dalam bentuk GKS dan sedikit dalambentuk GKG atau beras. Bentuk penjualan yang lebih banyak dalam bentuk tidak terolah(GKP) dibandingkan dengan terolah (GKG dan beras) pada agroekosistem sawahberlaku sama di Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa.

    18. Pilihan bentuk gabah yang dijual petani sudah lama berjalan tanpa banyak mengalamiperubahan. Artinya petani belum banyak melakukan diversifikasi vetikal pada industrihilir beras. Sarana pengolahan padi tidak banyak dikembangkan di tingkat petani didugakarena memerlukan investasi mahal terutama bagi petani yang menghasilkan padidalam jumlah sedikit. Investasi dalam bentuk lumbung, lantai jemur, dryer dan blower,memerlukan investasi tidak sedikit. Oleh karena itu industri pengolahan hasilberkembang di luar petani seperti pabrik beras (PB) dan Rice Milling Unit (RMU). Untukmenghasilkan beras petani cenderung memanfaatkan jasa dari PB atau RMU tersebut.Konsekuensi dari masalah ini adalah maka nilai tambah yang diciptakan akan terbagipada PB atau RMU sehingga kurang memberi insentif bagi petani untuk menjual dalambentuk beras. Stabilitas harga beras yang secara efektif dilakukan oleh pemerintahdalam upaya melindungi konsumen beras juga mengurangi insentif ekonomi bagi petaniuntuk menjual dalam bentuk beras.

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Marketed Surplus

    19. Secara umum faktor yang berpengaruh positif terhadap adalah harga beras ,pendapatan total rumahtangga [etani, dan luas lahan yang dimiliki petani. Padaagroekosistem sawah di pulau Jawa pengaruhnya nyata dan marketed surplus responsifterhadap harga beras. Berbeda dengan di agroekosistem sawah di luar pulau Jawa danagroekosistem non-sawah di luar pulau Jawa, marketed surplus tidak responsif terhadapharga beras. Secara statistik juga tidak lebih berpengaruh nyata. Sementara ituhubungan harga jagung dan harga singkong dengan marketed surplus secara umumtidak dapat dijelaskan dengan baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa bahwa perilakupetani dalam mengalokasikan beras yang dikonsumsi dan dijual tidakmempertimbangkan harga jagung. Perilaku seperti ini mengindikasikan bahwa berasmerupakan makanan pokok yang tidak mudah disubstitusi oleh singkong atau jagung.Pada agroekosistem sawah di pulau Jawa pendapatan total berpengaruh nyata namunukuran elastitisas tidak responsif. Hal ini mengindikasikan bahwa beras merupakankebutuhan konsumsi keluarga yang dapat dipenuhi dari produksi usahatani sendiri ataudari pasar. Pendapatan total rumahtangga yang tinggi memungkinkan rumahtangga

  • xii

    tersebut memenuhi kebutuhan konsumsinya dengan cara membeli dari pasar.Hubungan positif antara pendapatan rumahtangga dan marketed surplus beras jugamenunjukkan bahwa produksi beras (padi) tidak hanya ditujukan untuk kebutuhankonsumsi tetapi untuk tujuan memperoleh keuntungan.Pada agroekosistem sawah dannon-sawah di luar Jawa, pendapatan total ini tidak berpengaruh nyata dan ukuranelastisitas tidak responsif. Marketed surplus dipengaruhi secara nyata dan positif olehluas lahan pada agroekesistem sawah di Jawa dan di luar Jawa. Pada agroekosistemnon sawah di luar pulau Jawa hubungan luas lahan dengan marketed surplus juga positifnamun tidak nyata. Ini diduga karena luas lahan sawah yang dikuasai padaagroekosistem tersebut relatif sempit, produksi padi terbatas, sehingga tidak banyakmenentukan marketed surplus.

    20. Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh negatif terhadap marketable surplus adalahJumlah anggota rumahtangga dan jumlah tenaga kerja luar keluarga. Hubungan negatifantara jumlah anggota keluarga dengan marketable surplus nampak jelas padaagroekosistem sawah di luar pulau Jawa dan tidak nyata pada agroekosistem sawah dipulau Jawa dan agroekosistem non sawah di luar pulau Jawa. Temuan inimengindikasikan juga bahwa beras merupakan makanan pokok rumahtangga petani.Marketed surplus beras pada agroekosistem sawah di pulau Jawa dan agroekosistemnon sawah di luar pulau Jawa berhubungan negatif dengan jumlah relatif tenaga kerjaluar keluarga, namun secara statistik pengaruhnya tidak nyata. Keterangan yangdihimpun dari lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja luar keluargasering dibayar tidak dalam bentuk uang tunai tetapi dalam bentuk fisik berupa bawon,sehingga semakin banyak proporsi tenaga kerja luar keluarga dalam rumahtanggapetani semakin banyak bagian produk yang dihasilkan petani digunakan untukmembayar tenaga kerja luar keluarga dan marketed surplus semakin kecil.

    21. Berdasarkan hasil pendugaan model marketed surplus beras di atas dapat disimpulkanbahwa variasi agroekosistem menghasilkan perilaku yang berbeda terhadap arah danbesaran marketed surplus beras. Pemilahan menurut agroekosistem sawah dan nonsawah menghasilkan perbedaan perilaku marketed surplus melalui perbedaan produksipadi/beras dicerminkan dengan pengaruh variabel luas lahan yang nyata secara statistikdi agroekosistem sawah di pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Hasil ini menunjukkanmarketed surplus beras cenderung tinggi pada petani dengan penguasaan lahanusahatani luas.

    Respons Petani Terhadap Perubahan Harga

    22. Secara umum, petani berpendapat bahwa kenaikan harga gabah tidak banyakmempengaruhi pengelolaan usahataninya. Bahkan lebih banyak petani yang meresponnegatif dibandingkan positif. Faktor utama yang menyebabkan lemahnya respons petaniterhadap kenaikan harga gabah dan beras diduga disebabkan pada saat yang samaterjadi kenaikan harga BBM, kepemilikan lahan yang relatif sempit, fasilitas irigasi yangterbatas, dan harga pupuk yang makin mahal dan ketersediaannya yang terbatas. petanipada agroekosistem nonsawah lebih tegas menilai bahwa harga gabah selama ini belumsesuai dengan yang diharapkan dibandingkan dengan perkembangan harga inputusahatani dan biaya hidup. Pemilahan menurut wilayah Pulau Jawa dan luar Pulau Jawatidak menunjukkan perbedaan yang mencolok.

  • xiii

    Kesimpulan

    23. Secara umum studi ini menunjukkan bahwa berdasarkan besaran dan faktor-faktor yangmempengaruhi besaran marketable surplus telah terjadi perubahan orientasi petanidalam mengusahakan padi dari subsisten ke arah komersial sejalan denganperkembangan sosial ekonomi masyarakat dan ketersediaan infrastruktur. Namundemikian, ciri-ciri subsistensi masih tetap melekat pada komoditas padi.

    24. Marketable surplus di agroekosistem sawah rata-rata lebih besar dibandingkan denganmarketable surplus di agroekosistem non-sawah. Marketable surplus juga lebih besar diPulau Jawa dibandingkan dengan marketable surplus di Luar Pulau Jawa. Perbedaantersebut dapat disebabkan oleh: usahatani padi sawah di Pulau Jawa lebihterspesialisasi, proporsi pendapatan usahatani padi lebih besar; perbedaan pasartenaga kerja di Pulau Jawa lebih kompetitif dan semakin sulit dan cara penjualan dengantebasan lebih banyak; dan luas lahan yang dimiliki di luar Jawa lebih merata, sehinggawalau pengaruhnya ada namun tidak begitu nyata.

    25. Sebagian besar petani pada agroekosistem sawah pada MH dan MK di Jawa dan LuarJawa menjual hasil gabahnya secara sekaligus kemudian diikuti dengan cara bertahapdan tebasan. Alasan melakukan penjualan secara sekaligus karena butuh uang tunai,mengurangi risiko, dan kurang sarana. Jika dipilah berdasarkan daerah Jawa dan luarJawa alasan utamanya sama, namun besarannya yang berbeda. Pada agroekosistemsawah bentuk gabah yang penjualannya sekaligus sebagian besar berupa gabah keringpanen (GKP) dan pada cara penjualan bertahap bentuk gabah yang dijual umumnyadalam bentuk GKS dan sebagian telah menjualnya dalam bentuk GKP. Padaagroekosistem non-sawah, keterbatasan produksi menyebabkan gabah yang dihasilkansebagian digunakan untuk konsumsi, sisa untuk konsumsi dijual dengan cara bertahap,karena itu pada lokasi ini banyak petani yang menjual secara bertahap dalam bentukGKS.

    26. Karakterisitik sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap marketable surplusadalah jumlah anggota keluarga dan pendapatan total rumahtangga. Semakin besarjumlah keluarga marketable surplus semakin kecil, dan sebaliknya semakin besarpendapatan rumahtangga marketable semakin besar. Variabel lain, yaitu luas lahan danproporsi penggunaan tenaga kerja luar keluarga secara statistik tidak berpengaruhnyata. Namun ada kecenderungan semakin luas lahan usahatani yang dikuasai petanimarketable surplus semakin besar, sebaliknya ada kecenderungan semakin besarproporsi jumlah penggunaan tenaga kerja luar keluarga marketable surplus semakinkecil.

    27. Perbaikan harga gabah cenderung lebih efektif dirasakan petani pada agroekosistemsawah dibandingkan dengan agroekosistem non sawah. Namun tidak banyakmempengaruhi pengelolaan usahatani akibat kepemilikan lahan yang sempit, fasilitasirigasi yang terbatas, dan harga pupuk yang makin mahal.

    Saran Kebijakan

    28. Pengembangan sentra produksi padi sebaiknya difokuskan pada daerah dengan sistemirigasi yang lebih baik. Pada sisi lain, pada agroekosistem non-sawah lebih difokuskanpada tanaman yang sesuai dengan agroekosistemnya. Pertanaman padi diagroekosisten non sawah hanya sebagai pelengkap. Dengan demikian menjadi lebihfokus dalam pemanfaatan sumberdaya alam (air), tenaga (penyuluh) dan danapembangunan. Namun agar sistem distribusi beras/gabah dari agroekosistem sawah

  • xiv

    dan non sawah tidak terhambat diperlukan infrastrukutr pemasaran yang baik. Akanlebih baik jika dalam satu kawasan tertentu terdapat kawasan agroekosistem sawahyang mampu memasok gabah/beras untuk kawasan agroekosisten non sawah danpusat-pusat perkotaan di kawasan tersebut.

    29. mengembangkan prgram kredit mikro untuk membiayai penggunaan tenaga kerja luarkeluarga dan biaya produksi yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

    30. Untuk meningkatkan keefektifan kebijakan harga beras harus diikuti dengan kebijakandalam peningkatan sarana irigasi dan pengendalian harga input.