leukemia.docx
DESCRIPTION
leukemiaTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
BISITOPENIA e.c LEUKEMIA
Disusun Oleh:
Oki Yonatan Oentiono
FK UPH
(07120070074)
Tutor:
dr. D.F. Amirani, Sp. A
Dipresentasikan pada Kamis, 27 September 2012
Moderator:
dr. Ida Mardiati, Sp. A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2012
DAFTAR ISI
BAB I
STATUS PASIEN.................................................................................................................................... 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................25
BAB III
ANALISA KASUS.................................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................47
1
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. L A
Tanggal Lahir : 31 Juli 2009
Umur : 3 tahun 7 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Asrama YONPOMAD
Jonggol, Bogor.
Agama : Katolik
Tgl masuk RS : 26 Juli 2012
No. CM : 39-65-66
Identitas Orang Tua Ayah Ibu
Umur 34 tahun 33 tahun
Anak ke 1 1
Pekerjaan TNI-AD Ibu rumah tangga
Pangkat KOPDA -
Agama Katolik Katolik
Pendidikan Tamat SMA Tamat D3 Akuntansi
Keguguran - -
Lahir mati - -
Konsanguinitas - -
Hubungan dengan orang tua: Anak kandung.
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara
2
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 7Agustus 2012 dengan ayah dan
ibu pasien.
Keluhan utama : Pucat pada muka dan bibir.
Keluhan tambahan : Nafsu makan berkurang.
Riwayat penyakit sekarang
Anak laki-laki berusia 3 tahun dengan keluhan pucat pada muka dan bibir
disertai nafsu makan yang mendadak berkurang 2 hari sebelum masuk RS.
Pasien demam mendadak 2 minggu sebelum masuk RS, demam tidak
tinggi, namun terus menerus tiap hari, demam tetap sepanjang hari, tidak
mengigil, tidak mual, tidak muntah, kesadaran tidak menurun, tidak
meracau, tidak mengigau, tidak kejang dan tidak sesak nafas. Dari hari
pertama pasien sudah diberi ibuprofen 3 x 1 sendok takar sampai 3 hari
pasien tidak ada perubahan, lalu dibawa ke klinik terdekat. Di klinik
teresbut pasien mendapat obat puyer 3 x 1 bungkus sehari dan sirup
ferroglobin 3 x satu sendok teh. Selain obat klinik pasien juga makan 1
kapsul ekstrak cacing tanah berwarna hitam pekat setiap hari. Setelah 3
hari mengkonsumsi obat klinik dan kapsul tersebut, demam pasien sempat
turun selama 2 hari, namun hari berikutnya pasien demam lagi. Kemudian
keesokaanya pasien dibawa ke RS Ridwan di Jakarta. Dari RS diberikan
puyer 3 x 1 bungkus, preparat besi dan vitamin masing-masing 3 x 1 satu
sendok teh. Setelah mengkonsumsi obat dari RS selama 2 hari tetap tidak
ada perubahan, bahkan hari ketiga pasien menjadi pucat dan susah makan
lalu keesokannya pasien dibawa ke RSPAD. Selama mengkonsumsi
kapsul ekstrak cacing tanah yaitu dari hari keempat demam sampai masuk
RSPAD, buang air besar pasien menjadi kehitaman dengan konsistensi
lunak satu kali tiap hari, setiap buang air besar sebanyak setengah gelas
aqua. Sebelumnya pasien buang air besar teratur satu kali tiap hari warna
kuning kecoklatan sebanyak setengah gelas aqua. Buang air kecil 5-6 x per
hari tiap kali kira-kira sepertiga gelas aqua dengan warna kuning jernih.
Sebelum sakit nafsu makan pasien baik, makan nasi 7 hari seminggu 3 kali
setengah piring sehari, daging dan ikan 1-2 hari seminggu 3 potong sehari,
sayur 1 hari seminggu 3 sendok sayur sehari, telur 7 hari seminggu 2-3
3
butir per hari dan susu 7 hari seminggu 3-4 gelas sehari tiap gelas 4 sendok
takar. Pasien pernah dicubit pipinya oleh ayahnya 1 minggu sebelum
masuk RS dan meninggalkan bekas memar yang belum hilang. Pasien
tidak batuk, pilek, gangguan buang air kecil, nyeri kepala, mimisan, gusi
berdarah, nyeri menelan, penurunan berat badan drastis,
bintik-bintik/bercak-bercak merah atau biru atau ungu pada kulit,
muntah/batuk darah. Pasien tidak mengeluhkan gatal di bokong pada
malam hari. Tidak tampak cacing keluar dari bokong saat buang air besar.
Tidak pernah pergi ke daerah endemis malaria.
Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya tidak pernah mengalami gejala seperti ini. Riwayat
penyakit kronis, seperti tb paru, keganasan, disangkal.Riwayat perdarahan
karena trauma dan operasi juga disangkal.Riwayat alergi disangkal.
Riwayat transfusi darah sebelumnya disangkal. Riwayat sakit kuning
disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada dalam keluarga yang menderita gejala yang sama seperti
pasien. Riwayat keganasan dalam keluarga disangkal.
Riwayat lingkungan tempat tinggal
Pasien tinggal di rumah dengan orang tua dan tidak bersebelahan atau
berdekatan dengan bengkel, pabrik kimia, cat, asbes atau dekat
pembuangan limbah pabrik. Rumah memiliki penerangan cukup, air bersih
tersedia, ventilasi cukup, selokan ada tidak tersumbat, lingkungan bersih.
Riwayat kehamilan
P2A0
Penyakit selama kehamilan: Tidak ada
Riwayat persalinan
Status anak : Anak kandung
Tempat kelahiran : Rumah Bersalin
4
Ditolong oleh : Bidan
Cara persalinan : Spontan
Masa gestasi : Cukup bulan (9 bulan)
Trauma : Tidak Ada
Keadaan Saat Lahir
Nilai APGAR : Tidak tahu
Berat badan lahir : 2900 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Berat badan pulang : Tidak tahu
Lingkar kepala : Tidak diukur
Warna kulit : Merah
Menangis : Langsung menangis
Gerakan : Aktif
Kejang : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Kelainan bawaan : Tidak ada
Kesan : Bayi tunggal, neonatus cukup bulan, sesuai
masa kehamilan, lahir spontan, langsung
menangis.
Riwayat perkembangan fisik
Pertumbuhan gigi pertama : 8 bulan
Tengkurap : 5 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 1 tahun
Jalan sendiri : 1 tahun 2 bulan
Berbicara : 1 tahun
Membaca dan menulis : belum
Gangguan perkembangan mental/emosi : Tidak ada
Kesan: Riwayat perkembangan fisik anak seusai dengan usia
5
Riwayat imunisasi
Vaksin
BCG X
DPT/DT X X X X - -
Polio X X X X X -
Campak X -
Hepatitis B X X X - - -
Kesimpulan: Imunisasi lengkap sesuai dengan umur. Imunisasi selain 5
vaksin tersebut tidak dilakukan karena ibu pasien tidak ada biaya.
Riwayat makan
Usia ASI/PASI
takaran
Buah/biskuit Bubur Nasi tim
0-2 bulan ASI > 8 x/hari
2-4 bulan ASI > 8 x/hari
4-6 bulan ASI > 8 x/hari Pisang½buah/hari
6-8 bulan ASI > 8 x/hari Pisang ½ buah
per hari
Biskuit 3 buah
per hari
3x /hari @ ½
mangkuk
8-10 bulan ASI > 8 x/hari
Susu formula 3x
(4 sendok takar,
120 cc
Pisang ½ buah
per hari
Biskuit 3 buah
per hari
3x /hari @ ½
mangkuk
3x/hari @ ½
piring
10-12 bulan ASI > 8 x/hari
Susu formula 3x
(4 sendok takar,
120 cc
Pisang ½ buah
per hari
Biskuit 3 buah
per hari
3x /hari @ ½
mangkuk
3x/hari @ ½
piring
Batas 1 tahun pasien minum susu formula minimal 3x/hari, bubur 3x/hari,
biscuit dan buah.
Jenis Makanan Frekuensi
Nasi 7 hari/minggu, 3 kali/hari, @ 1 gelas aqua
Sayuran 3 hari/minggu, 2 kali/hari, @ 1 sendok sayur
6
Daging 1 hari/minggu, 3 kali/hari, @ 1 potong
Telur 7 hari/minggu, 2-3x/hari, @ 1 butir
Ikan 1-2 hari/minggu, 3 x/hari, @ 1 potong
Tahu/tempe 1 hari/minggu, 1 x/hari @ 1 potong
Susu 7 hari/minggu, 3-4x/hari @(4 sendok takar)
Kesan: kuantitas dan kualitas gizi cukup
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit Usia Penyakit Usia
Diare - Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang paru - Demam berdarah -
Tuberkulosis - Demam tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Pertusis -
Darah - Varicella -
Difteri - Biduran -
Asma - Kecelakaan -
Penyakit kuning - Operasi -
Batuk berulang - Lain-lain -
Riwayat Keluarga
P2A0
No. Umur Jenis Kelamin HidupLahir
MatiAbortus Mati
Keterangan
Kesehatan
Pendidikan
1. 5 thn Laki-laki X Sehat TK B
2. 3 thn Laki-laki X Pasien Belum sekolah
7
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
1. Tekanan darah : 100/60 mmHg
2. Nadi : 100 x / menit, isi kuat, teratur, dan equal.
3. Suhu : 36,4oC, axilla
4. Pernapasan : Spontan, 24 x / menit, tipe abdominotorakal
Data antropometri
1. Berat badan : 13 kg
2. Tinggi badan : 94 cm
3. LLA : 5 cm
4. Lingkar kepala : 48,5 cm
5. Lingkar dada : 51 cm
6. Status gizi :
Interpretasi status gizi berdasarkan WHO
BB/U (Z-scores) : 0 SD
TB/U (Z-scores) : Antara 0 sampai -2 SD
BB/TB : Antara 0 sampai -1 SD
BMI/U : Antara 0 sampai -1 SD
Lingkar kepala/U : Antara 0 sampai -1 SD
Umur/TB : 2 tahun 9 bulan
BB Ideal/TB : 13,5 kg
Kesan : Pertumbuhan sesuai dengan usia pasien
Pemeriksaan Fisik
Status mental : Tenang
Wajah : Normal, Tidak ada facies Cooley, cholerika dan risus
sardonicus
8
Kepala : Normosefal, tidak ada benjolan, rambut hitam
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak mudah
patah, ubun-ubun sudah menutup, frontal bossing,
ubun-ubun besar sudah menutup
Mata : Palpebra tidak edema, tidak cekung. Kedudukan bola
mata dan alis simetris. Konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik , kornea jernih, pupil bulat isokor dengan
diameter < 3 mm, lensa tidak keruh, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+.
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak terdapat
serumen dan perdarahan pada kedua telinga.
Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, tidak ada sekret, tidak ada
darah, konka inferior tidak edema.
Tenggorok : Tonsil T1-T1tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Mulut : Bentuk normal, mukosa bibir kering dan pucat, tidak
sianosis, tidak hiperemis, gigi geligi tidak ada caries,
gusi tidak berdarah.
Leher : Tidak ada kelainan bentuk leher, pergerakan leher
bebas, kelenjar getah bening anterior bilateral teraba
ukuran +/- 1,5 cm, mobile, panas(-), nyeri tekan(+),
konsistensi kenyal, permukaan rata. Trakea di tengah.
Tidak ada petekie,
Dada : Bentuk normochest.
Paru-paru
1. Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Tidak
terlihat retraksi sela iga.
2. Palpasi : Tidak teraba massa, nyeri tekan (-), vokal fremitus
sama kanan dan kiri.
3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
9
4. Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak terdengar rhonchi, tidak
terdengar wheezing.
Jantung
1. Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis.
2. Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea
midclavicularis sinistra, thrill (-).
3. Perkusi : Tidak dilakukan.
4. Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, tidak terdengar
murmur, tidak terdengar gallop.
Perut
1. Inspeksi: cembung
2. Palpasi: Supel, Teraba pembesaran hati 2 cm dibawah arcus costa, 1
cm di bawah processus xyphoideus, permukaan rata, tepi tumpul,
konsistensi kenyal. Teraba pembesaran lien (Scuffner II) permukaan
rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-), ballotemen ginjal (-/-). Turgor
kulit baik
3. Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran perut
4. Auskultasi: Bising usus (+) Normal.
Ekstremitas : Ekstremitas superior dan inferior, dekstra dan sinistra
tidak tampak deformitas, tidak ada edema, akral hangat,
gerakan aktif, normotonus, tidak sianosis, tidak ada jari
tabuh, refleks fisiologis (+) normal.
Kulit : Warna kulit kehitaman, capillary refill < 2 detik.
KGB : Teraba perbesaran kelenjar getah bening kelenjar
getah bening di daerah submandibula dan leher anterior
bilateral ukuran +/- 1,5 cm, mobile, panas(-), nyeri
tekan(+), konsistensi kenyal, permukaan rata. Kelenjar
tiroid tidak teraba.. Tidak teraba kelenjar getah bening
di preaurikular, retroaurikular, oksipital, supraklavikula,
aksila sampai daerah inguinal.
10
Status Perkembangan Pubertas
Genitalia eksterna : Rambut pubis (-), Tidak ditemukan kelainan pada
uretra, penis, skrotum dan testis.
Anus: lubang anus(+), fistula(-).
Refleks : Refleks Fisiologis :
Refleks biseps : +/+ Refleks patella : +/+
Refleks triseps : +/+ Refleks Achilles : +/+
Refleks Patologis :
Refleks babinski : -/- Refleks Oppenheim : -/-
Refleks Chaddoks: -/- Refleks Gordon : -/-
Laseque : -/-
Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : -
Brudzinsky I,II,II,IV : - Kernig : -
11
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
12
Lab 26/07/2012 (06:40:17) Nilai Rujukan
Hemoglobin 1.3 12 – 16 g/dL
Hematokrit 5 37 – 47 %
Eritrosit 0.5 4.3 – 6.0 jt/uL
Leukosit 7800 4800 – 10800/uL
Basofil 0 0-1
Eosinofil 1 1-3
Neutrofil batang 1 2-4
Neutrofil
segmen6 50-70
Limfosit 92 20-40
Monosit 2 2-6
Trombosit 5000 150000 – 400000/uL
MCV 90 80 – 96 fl
MCH 27 27 – 32 pg
MCHC 28 32 – 36 g/dL
RDW 18.9 11.5-14.5%
Gol. Darah O+
Besi(Fe) 244 50-120 ug/dl
TIBC 269 274-475 ug/dl
Retikulosit 0,7 2-28%
Bilirubin total 0.39 <1.5 mg/dl
SGOT 53 <35 U/L
SGPT 25 < 40 U/L
Albumin 3.6 3.5-5 g/dl
13
Globulin 2.8 2.5-3.5 g/dl
Ureum 52 20-50 mg/dl
Kreatinin 0.7 0.5-1.5 mg/dl
Asam urat 12.8 2.6-6 mg/dl
Natrium 139 135-145 mmol/L
Kalium 4.4 3.5-4.5 mmol/L
Klorida 106 94-111 mmol/L
Pemeriksaan tinja (27/8/2012)
Tinja : Makroskopik : darah, lendir, sel darah merah, sel darah putih,
amoeba, telur cacing(-)
Benzidine test (-)
IV. RESUME
Seorang anak laki-laki 3 tahun datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan
keluhan pucat pada muka dan bibir disertai nafsu makan yang mendadak
berkurang 2 hari sebelum masuk rumah sakit.Pasien demam mendadak 2
minggu sebelum masuk RS, demam tidak tinggi, terus menerus tiap hari,
demam tetap sepanjang hari, tidak mengigil, tidak mual, tidak muntah,
kesadaran tidak menurun, tidak meracau, tidak mengigau, tidak kejang dan
tidak sesak nafas. Sebelum sakit nutrisi pasien cukup. Buang air kecil
normal. Pasien pernah dicubit pipinya oleh ayahnya 1 minggu sebelum
masuk RS dan meninggalkan bekas memar yang belum hilang. Pasien
tidak batuk, pilek, gangguan buang air kecil, nyeri kepala, mimisan, gusi
berdarah, nyeri menelan, penurunan berat badan drastis,
bintik-bintik/bercak-bercak merah atau biru atau ungu pada kulit,
muntah/batuk darah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak
sakit ringan, kesadaran composmentis. Pada tanda-tanda vital didapatkan
tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, suhu 36.4oC,
pernapasan 24x/menit. Pada pemeriksaan abdomen terlihat perut yang
cembung dan terdapat hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan KGB
didapatkan pembesaran KGB leher anterior dan submandibula. Pada
14
pemeriksaan laboratorium hematologi pada tanggal 26Juli 2012
didapatkan bisitopenia dengan nilai leukosit normal,
V. DIAGNOSIS KERJA
Bisitopenia e.c. Leukemia akut e.c. suspek Acute Lymphoblastic
Leukemia
VI. DIAGNOSIS BANDING
Acute Myeloblastic Leukemia
Malaria
Aplastic Anemia
Idiopatik Thrombocytopenic Purpura
Infeksi Mononukleosis
VII. PENATALAKSANAAN
a. Rencana pemeriksaan
i. Aspirasi sumsum tulang
ii. Sediaan apus darah tepi
iii. X-ray thorax
iv. Echocardiografi
v. Kultur urin dan darah
vi. Analisa tinja
b. Asuhan nutrisi
Makan biasa 1350 kcal/hari
Karbohidrat : 675 kcal
Protein : 472.5 kcal
Lemak : 202.5 kcal
c. Asuhan medikamentosa
02 2L/menit via nasal kanul
IVFD D5 1/4Saline 1150cc/24H
Transfusi Packed Red Cell (PRC) 560 cc serial dengan target Hb 12
g/dL
20 cc 12 jam
15
60 cc
100 cc
120 cc
130 cc
130 cc
Thrombosit 2 unit i.v. 3 hari berturut-turut
FFP 130 cc 3 i.v. hari berturut-turut
Nistatin 3 x 300.000 IU PO
Colistin 3 x 300.000 IU PO
Kotrimoksazol 2 x 40 mg PO
Curcuma 3 x 1 tablet PO
Allopurinol 2 x 50 mg PO
Dexamethasone 4-4-3 tablet PO
d. Asuhan keperawatan
Orang tua pasien diedukasi diharapkan menjaga kesehatan pasien agar
tidak sering sakit dan lelah.Selain itu diharapkan juga menjaga pasien
agar tidak jatuh atau terbentur.
Monitoring
Laboratorium hematologi (Hb, Ht, Leukosit, Eritrosit, Trombosit,
MCV, MCH, MCHC) setiap hari.
Pemeriksaan CSF setiap 1 bulan sekali
Tanda-tanda vital (TD, Nadi, Pernafasan, Suhu)
Tanda-tanda perdarahan (mimisan, gusi berdarah, melena, muntah
darah)
VIII. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia
b. Ad functionam : dubia
c. Ad sanationam : dubia
12 jam
12 jam
24 jam
24 jam
16
FOLLOW UP
8 Agsustus 2012 9 Agustus 2012 10 Agustus 2012 11 Agustus 2012
S Pasien tidak ada
demam, batuk
pilek, gangguan
buang air besar dan
buang air kecil.
Nafsu makan
minum baik.
Mimisan, gusi
berdarah disangkal.
Ada bintik-bintik
merah di wajah,
kaki dan tangan.
Pasien tidak ada
demam, batuk pilek,
gangguan buang air
besar dan buang air
kecil. Nafsu makan
minum baik.
Mimisan, gusi
berdarah disangkal.
Ada bintik-bintik
merah di wajah, kaki
dan tangan jumlah
tetap
Pasien tidak ada
demam, batuk pilek,
gangguan buang air
besar dan buang air
kecil. Nafsu makan
minum baik.
Mimisan, gusi
berdarah disangkal.
Ada bintik-bintik
merah di wajah, kaki
dan tangan
berkurang
Pasien tidak ada
demam, batuk
pilek, gangguan
buang air besar dan
buang air kecil.
Nafsu makan
minum baik.
Mimisan, gusi
berdarah disangkal.
Ada bintik-bintik
merah di wajah,
kaki dan tangan
bertambah.
O KU: tampak sakit
ringan
KS:composmentis
TTV:
TD: 100/60 mmHg
N: 120 x/menit.
S: 36.5 oC.
RR: 24 x/menit.
Kepala:
normocephal,
petekie di dahi dan
pipi(+)
Mata: konjungtiva
tidak anemis,
KU: tampak sakit
ringan
KS:composmentis
TTV:
TD: 100/70 mmHg
N: 100 x/menit.
S: 36 oC.
RR: 22 x/menit.
Kepala:
normocephal,
petekie di dahi dan
pipi(+)
Mata: konjungtiva
tidak anemis, sklera
KU: tampak sakit
ringan
KS:composmentis
TTV:
TD: 90/60 mmHg
N: 110 x/menit.
S: 36.4 oC.
RR: 24 x/menit.
Kepala:
normocephal,
petekie di dahi dan
pipi(+)
Mata: konjungtiva
tidak anemis, sklera
KU: tampak sakit
ringan
KS:composmentis
TTV:
TD: 100/70 mmHg
N: 110 x/menit.
S: 36.8 oC.
RR: 22 x/menit.
Kepala:
normocephal,
petekie di dahi dan
pipi(+)
Mata: konjungtiva
tidak anemis,
17
sklera tidak ikterik
Mulut: bibir tidak
pucat, mukosa
lembab.
Thorax:
pergerakan dada
simetris, tidak ada
retraksi iga, vokal
fremitus kanan =
kiri
Cor: Bunyi jantung
I-II murni reguler,
tidak ditemukan
murmur, tidak
ditemukan gallop.
Pulmo : suara
nafas vesikuler,
tidak ditemukan
rhonkhi, tidak
ditemukan
wheezing.
Abdomen :
cembung, supel,
bising usus (+)
normal, teraba
pembesaran hati 3
cm di bawah arcus
costae, 1 cm bawah
processus
xyphoideus, dan
lien teraba
tidak ikterik
Mulut: bibir tidak
pucat, mukosa
lembab.
Thorax: pergerakan
dada simetris, tidak
ada retraksi iga,
vokal fremitus kanan
= kiri
Cor: Bunyi jantung
I-II murni reguler,
tidak ditemukan
murmur, tidak
ditemukan gallop.
Pulmo : suara nafas
vesikuler, tidak
ditemukan rhonkhi,
tidak ditemukan
wheezing.
Abdomen :
cembung, supel,
bising usus (+)
normal, teraba
pembesaran hati 3
cm di bawah arcus
costae, 1 cm bawah
processus
xyphoideus, dan lien
teraba scuffnerr II,
ginjal tidak teraba,
tidak ikterik
Mulut: bibir tidak
pucat, mukosa
lembab.
Thorax: pergerakan
dada simetris, tidak
ada retraksi iga,
vokal fremitus kanan
= kiri
Cor: Bunyi jantung
I-II murni reguler,
tidak ditemukan
murmur, tidak
ditemukan gallop.
Pulmo : suara nafas
vesikuler, tidak
ditemukan rhonkhi,
tidak ditemukan
wheezing.
Abdomen :
cembung, supel,
bising usus (+)
normal, teraba
pembesaran hati 3
cm di bawah arcus
costae, 1 cm bawah
processus
xyphoideus, dan lien
teraba scuffnerr II,
ginjal tidak teraba,
sklera tidak ikterik
Mulut: bibir tidak
pucat, mukosa
lembab.
Thorax:
pergerakan dada
simetris, tidak ada
retraksi iga, vokal
fremitus kanan =
kiri
Cor: Bunyi jantung
I-II murni reguler,
tidak ditemukan
murmur, tidak
ditemukan gallop.
Pulmo : suara
nafas vesikuler,
tidak ditemukan
rhonkhi, tidak
ditemukan
wheezing.
Abdomen :
cembung, supel,
bising usus (+)
normal, teraba
pembesaran hati 3
cm di bawah arcus
costae, 1 cm bawah
processus
xyphoideus, dan
lien teraba
18
scuffnerr II, ginjal
tidak teraba,
ballotemen (-).
Ekstremitas:warna
kulit kehitaman,
akral hangat, tidak
ditemukan adanya
edema di kedua
ekstremitas
superior dan kedua
ekstremitas
inferior, dekstra
dan sinistra,
capillary refill < 2”.
Petekie di kaki dan
tangan(+)
ballotemen (-).
Ekstremitas:warna
kulit kehitaman,
akral hangat, tidak
ditemukan adanya
edema di kedua
ekstremitas superior
dan kedua
ekstremitas inferior,
dekstra dan sinistra,
capillary refill < 2”.
Petekie di kaki dan
tangan(+)< 2”
ballotemen (-).
Ekstremitas:warna
kulit kehitaman, akral
hangat, tidak
ditemukan adanya
edema di kedua
ekstremitas superior
dan kedua ekstremitas
inferior, dekstra dan
sinistra, capillary
refill < 2”. Petekie di
kaki dan tangan(+)”
scuffnerr II, ginjal
tidak teraba,
ballotemen (-).
Ekstremitas:warna
kulit kehitaman,
akral hangat, tidak
ditemukan adanya
edema di kedua
ekstremitas superior
dan kedua
ekstremitas inferior,
dekstra dan sinistra,
capillary refill < 2”.
Petekie di kaki dan
tangan(+)”
A Acute Lymphoblastic Leukimia, fase
induksi
Acute Lymphoblastic Leukimia, fase
induksi
Acute Lymphoblastic Leukimia, fase
induksi
Acute Lymphoblastic Leukimia, fase
induksi
P - Diet makan biasa
1490 kalori
-Susu F100 5x150
cc
-Sari buah 1x
-Allopurinol 2x50
mg PO
-BRM 1x1 tab PO
-Contrimoxazole
2x50 mg PO
-Cohistin 200000
IU 3x1 tab PO
-Nistatin 200000
- Diet makan biasa
1490 kalori
-Susu F100 5x150 cc
-Sari buah 1x
-Allopurinol 2x50
mg PO
-BRM 1x1 tab PO
-Contrimoxazole
2x50 mg PO
-Cohistin 200000 IU
3x1 tab PO
-Nistatin 200000 IU
3x1 tab PO
- Diet makan biasa
1490 kalori
-Susu F100 5x150 cc
-Sari buah 1x
-Allopurinol 2x50
mg PO
-BRM 1x1 tab PO
-Contrimoxazole
2x50 mg PO
-Cohistin 200000 IU
3x1 tab PO
-Nistatin 200000 IU
3x1 tab PO
- Diet makan biasa
1490 kalori
-Susu F100 5x150
cc
-Sari buah 1x
-Allopurinol 2x50
mg PO
-BRM 1x1 tab PO
-Contrimoxazole
2x50 mg PO
-Cohistin 200000
IU 3x1 tab PO
-Nistatin 200000
19
IU 3x1 tab PO
-Dexamethasone 2-
2-2 tab PO
-Transfusi TC 2
unit
-Prednisone 2-2-2
tab PO
-Transfusi TC 2 unit
-Mtx it 12 mg
-Dexa 1 mg it
-Prednisone 2-2-2
tab PO
-Transfusi TC stop
IU 3x1 tab PO
-Prednisone 2-2-2
tab PO
-Transfusi TC 2
unit
o Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang diambil tanggal 1/8/2012
o Diambil dari hips
o Pembacaan
Persediaan sumsum tulang cukup tebal, partikel cukup,
selularitas normoseluler, penyebaran merata, tampak gambaran
monoton sel-sel abnormal dengan sitoplasma sempit, kromatin
padat anak inti jelas(limfoblas)
o Kesimpulan
Gambaran sumsum tulang sesuai dengan ALL-L1
o Foto thorax tanggal 2/8/2012
o Kesan : Bronchopneumonia, masih mungkin suatu proses spesifik
20
o Kultur darah tanggal 2/8/2012
o Hasil : tidak tampak kuman atau pertumbuhan
o Kultur urin tanggal 2/8/2012
o Jumlah kuman >100.000/mL
o Mikroskopik : Coccus gram positif
o Hasil biakan : Staphylococcus epidermidis
o Echocardiografi tanggal 7/8/2012
o Funsi LV baik EF 65%,
fungsi RV baik
o Tidak tampak kelainan
intrakardial, fungsi diastole
dan sistol normal
21
22
23
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANEMIA
Anemia merupakan keadaan berkurangnya kadar hemoglobin darah.Anemia berdasarkan umur (WHO):
Tabel. 1 Klasifikasi anemia berdasarkan umur
Usia Hemoglobin (g/dL)
6 bulan – < 5 tahun
> 5 tahun – 14 tahun
Dewasa laki-laki
Dewasa perempuan (tidak hamil)
Dewasa perempuan (hamil)
< 11
< 12
< 13
< 12
< 11
Tabel. 2 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi
KlasifikasiAnemia
mikrositik-hipokrom
Anemia
normositik-normokromAnemia makrositik
MCV < 80 fl 80 – 95 fl > 95 fl
MCH < 27 pg > 26 pg
Etiologi Defisiensi besi
Thalassemia
Penyakit kronik
Keracunan timbal
Sideroblastik
Anemia pasca-
perdarahan
Penyakit ginjal
Defisiensi campuran
Kegagalan sumsum
tulang (pasca
kemoterapi, infiltrasi
oleh karsinoma, dll)
Megaloblastik :
Defisiensi vitamin B 12 atau asam folat
Non-megaloblastik :
Alkohol, penyakit hati, mielodisplasia, anemia aplastik, dll
Klasifikasi anemia menurut etiologi:
25
1. Anemia Aplastik
Anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh
kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia
tanpa adanya infiltrasi atau supresi sumsum tulang.
Etiologi:
Primer
- Kelainan kongenital: Fanconi
- Idiopatik
Sekunder
- Akibat radiasi sinar rontgen/radioaktif
- Akibat bahan kimia seperti benzena, insektisida
- Akibat obat seperti obat sitostatika
- Akibat infeksi hepatitis virus/virus lain
Diagnosis:
Anamnesis
- Keluhan pucat, timbul bentuk perdarahan kulit seperti peteki dan
ekimosis, perdarahan mukosa seperti epitaksis, perdarahan gusi,
hematemesis/melena serta tanda-tanda infeksi berupa febris, ulserasi
mulut atau tenggorokan.
Pemeriksaan Fisik
- Tanda-tanda anemia, tidak ada hepatomegali, splenomegali atau
pembesaran kelenjar getah bening.
Pemeriksaan Penunjang
- Anemia normokromik normositer disertai retikulositopenia
- Trombositopenia
- Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia
- Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal
2. Anemia Defisiensi
a. Defisiensi Fe
Anemia yang timbul akibat kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis
hemoglobin. Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif
selama masa anak diperlukan 0.8-1.5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap
26
hari dari makanan. Banyakknya Fe yang diabsorbsi dari makanan sekira
10% setiap hari, sehingga untuk nutrisi yang optimal diperlukan diet yang
mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari.
Etiologi:
Kebutuhan yang meningkat: petumbuhan dan menstruasi
Kurangnya besi yang diserap: masukan besi dari makanan yang tidak
adekuat dan malabsorpsi besi.
Perdarahan
Transfusi feto-maternal
Hemoglobinuria : biasanya pada anak yang memakai katup jantung
buatan.
Iatrogenic blood loss.
Idiopathic pulmonary hemosiderosis.
Latihan yang berlebihan.
Diagnosis:
Anamnesis
- Keluhan pucat, badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-
kunang.
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda anemia, koilonikia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
Pemeriksaan Laboratorium
- Anemia hipokromik mikrositer
- Besi serum menurun
- TIBC meningkat
- Saturasi transferin menurun
- Feritin serum menurun
- Pengecatan sumsum tulang menunjukkan cadangan besi negatif
27
Lab ADB Talasemia minor Anemia peny. kronis
MCV N,
Fe Serum N
TIBC N
Saturasi transferin N
FEP N N,
Feritin Serum N
b. Defisiensi B12 dan Asam Folat (Anemia Megaloblastik)
Anemia megaloblastik yang ditandai dengan adanya peningkatan ukuran
sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoesis dengan
karakteristik dismaturisasi nukleus dan sitoplasma sel mieloid dan eritroid
sebagai akibat gangguan sintesis DNA.
Etiologi :
a. Defisiensi asam folat
b. Defisiensi vitamin B12
Diagnosis :
Anamnesis : pasien mengeluh pucat, mudah lelah, anoreksia
Pemeriksaan fisik :
Lemon yellow skin, glositis dengan lidah berwarna merah seperti daging (buffy tongue), ditemukan stomatitis angularis, purpura, neuropati, hepar dan limpa tidak membesar.
Pemeriksaan Laboratorium :
- Defisiensi asam folat : didapatkan anemia makrositik ( MCV >
100fL), anisositosis, dan poikilositosis, retikulositopenia, dan sel
darah merah beriniti dengan morfologi megaloblastik. Kadar asam
folat yang menurun, kadar besi dan vitamin B12 serum normal.
- Defisiensi vitamin B12 : gambaran hematologis identik dengan
defisiensi asam folat, kadar vitamin B12 <100 pg/ml, adar asam
folat dan besi normal.
3. Anemia Hemolitik
28
Definisi: Anemia yang disebabkan oleh proses kerusakan sel eritrosit yang
lebih awal. Umur eritrosit normal rata-rata 110-120 hari, setiap hari terjadi
kerusakan sel eritrosit 1% dari jumlah eritrosit yang ada dan diikuti oleh
pembentukan sumsum tulang. Bila tingkat kerusakan lebih cepat dari
kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit maka akan
menimbulkan anemia. Selama terjadi proses hemolisis, umur eritrosit
lebih pendek, diikuti oleh aktivitas meningkat dari sumsum tulang ditandai
dengan meningkatnya jumlah sel retikulosit tanpa disertai adanya
perdarahan yang nyata.
Etiologi:
Gangguan Intrakorpuskuler (herediter)
Gangguan Ekstrakorpuskuler (didapat)
Diagnosis:
Anamnesis
Keluhan pucat, mudah lelah, malaise, demam, dan perubahan warna urin.
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda anemia, ikterus, hepatosplenomegali.
Pemeriksaan Penunjang
- Anemia hipokromik mikrositer
- Penurunan kadar Hb, Hematokrit atau hitung eritrosit
- Retikulositosis
- Tes Coombs: DAT (+) adanya antibody permukaan/komplemen
permukaan sel RBC.
- Tanda-tanda hemolisis: hemoglobinemia, peningkatan
urobilinogen urin dan sterkobilinogen.
4. Anemia Pada Penyakit Kronik (Keganasan)
Anemia merupakan gejala objektif yang sangat sering djumpai pada penyakit
sistemik. Kelainan sistemik yang sering disertai anemia adalah:
- Penyakit kronik seperti: infeksi kronik (TB paru, bronkiektaksis, kolitis
kronik), inflamasi kronik (artritis rematoid, SLE, IBD) dan keganasan (Ca
ginjal, hati, kolon, pankreas, ataupun limfoma maligna).
29
o Anamnesis: gejala anemia ringan-sedang, menyertai penyakit yang
mendasarinya.
o Pemeriksaan Fisik:sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
o Pemeriksaan Penunjang: Anemia ringan-sedang, anemia hipokromik
mikrositer ringan atau normokromik normositer, besi serum dan
TIBC menurun.
- Gagal ginjal kronik
- Penyakit hati kronik
- Hipotiroidisme
Etiologi:
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
5. Anemia Pasca-Perdarahan
Anemia yang timbul akibat kehilangan darah.
Etiologi : kehilangan darah akibat kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus
peptikum, hemoroid, ankilostomiasis.
Diagnosis :
Anamnesis : pasien mengeluh pucat, ada riwayat kehilangan darah
akibat kecelakaan, gangguan saluran cerna seperti perdarahan usus yang
dapat menimbulkan feses bercampur dengan darah, hemoroid, penyakit
infeksi parasit.
Pemeriksaan Fisik : terdapat tanda-tanda anemia, takikardi, pada
kehilangan darah yang cepat dan banyak dapat menimbulkan renjatan
syok.
Pemeriksaan Laboratorium : tidak ada sel abnormal pada darah tepi,
jumlah eritrosit berkurang.
B. Leukemia
1. DEFINISI DAN KLASIFIKASI
30
Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya
akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah. sel-sel
abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena : (a) kegagalan
sumsum tulang (yaitu anemia, netropenia, trombositopenia); dan (b)
infiltrasi organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meninges,
otak, kulit, atau testis).1
Penggolongan utama leukemia dibagi menjadi empat tipe-
leukemia akut dan kronik, yang lebih lanjut dibagi menjadi limfoid dan
mieloid.1
2. LEUKEMIA AKUT
Leukemia akut didefinisikan sebagai penyakit keganasan sel darah
yang berasal dari sumsum tulang, ditandai dengan proliferasi sel-sel
darah putih, dengan manifestasi sel abnormal dalam sel darah tepi.
Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur, tidak terkendali
dan fungsinya menjadi tidak normal. Oleh karena fungsi tersebut, fungsi-
fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan
gejala leukemia.2
Leukemia akut merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan
transformasi ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor
hemopoietik sumsum tulang dini, disebut sel blas. Bila tidak diobati,
penyakit ini biasanya cepat bersifat fatal, tetapi secara paradoks, lebih
mudah diobati dibandingkan leukemia kronik.1
3. EPIDEMIOLOGI LEUKEMIA AKUT
Leukemia akut pada anak-anak mencakup 30-40% dari keganasan
pada anak, yang dapat terjadi pada semua umur, insidens terbesar terjadi
pada usia 2-5 tahun dengan insidens rata-rata4-4,5 kasus/tahun/100.000
anak di bawah umur 15 tahun. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
proporsi laki-laki lebih besar daripada perempuan, terutama terjadi
31
setelah usia pertama kehidupan. Proporsi tersebut menjadi lebih
dominan pada usia 6-15 tahun. Pada keseluruhan kelompok umur, rasio
laki-laki-laki dan wanita pada LLA adalah 1,15. Leukemia akut jenis LLA
(Leukemia Limfoblastik Akut) terdapat pada ±90% kasus, sisanya 10%
merupakan Leukemia Mieloblastik Akut.2
4. ETIOLOGI
Penyebab leukemia akut masih belum diketahui. Namun faktor
risikonya antara lain cacat genetik, paparan paternal/maternal terhadap
pestisida dan produk minyak bumi, penggunaan marijuana/alkohol
maternal, radiasi tingkat tinggi, paparan bidang elektromagnetik, infeksi
virus/bakteri, kondisi perinatal seperti penyakit ginjal pada ibu,
penggunaan suplemen oksigen, asfiksia, berat badan lahir > 4500gram,
dan hipertensi saat hamil.3
5. KLASIFIKASI LEUKEMIA AKUT
Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya lebih dari 30% sel
blas dalam sumsum tulang pada saat manifestasi klinis. Selanjutnya
dibagi lagi menjadi Leukemia Mieloid Akut (AML) dan Leukemia
Limfoblastik Akut (ALL) berdasarkan apakah sel blasnya terbukti sebagai
mieloblas atau limfoblas. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan adanya
diferensiasi, sedangkan pada AML, biasanya ditemukan tanda-tanda
diferensiasi ke arah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya.1
6. LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
a. Klasifikasi
Klasifikasi dapat dilakukan berdasarkan morfologi, imunofenotipe,
dan gambaran sitogenik. Kelompok French-American-British (FAB)
mensubklasifikasikan ALL menjadi tiga subtipe :
32
L1, memperlihatkan adanya sel-sel limfoblas kecil yang
seragam dengan kromatin homogen, anak inti tidak tampak
dan sitoplasma yang sedikit/sempit;
L2, terdiri dari sel blas yang berukuran lebih besar, ukurannya
bervariasi, dengan sitoplasma yang lebih jelas dan lebih
heterogen (kromatin lebih kasar) dengan satu atau lebih anak
inti,
L3, terdiri dari sel limfoblas besar dengan anak inti yang jelas,
homogen dengan kromatin berbercak, sitoplasma sangat
basofilik, dan vakuol sitoplasma.1,2,3
b. Diagnosis
Leukemia akut dapat terjadi perlahan maupun progresif mulai dari
seminggu hingga bulanan. Tidak jarang pasien ditemukan pada
pemeriksaan rutin pada anak tanpa gejala, namun dapat pula timbul
dengan gejala perdarahan hebat, infeksi, dan gangguan pernapasan.
Keluhan utama pasien pada umumnya adalah pucat dan lemah yang
berkaitan dengan anemia. Pada penelitian Widiaskara dkk, 2010,
keluhan utama yang dirasakan pasien adalah pucat (50%), demam
(70,7%), perdarahan (62,2%), dan nyeri tulang (21,9%).2
Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk
menegakkan diagnosis leukemia. Namun untuk memastikannya harus
dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dan dilengkapi
dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal, dan
beberapa pemeriksaan penunjang lain. Cara ini dapat mendiagnosis
sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut, yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika, dan biologi molekuler.3
i. Gambaran Klinis
Diagnosis leukemia akut berdasarkan penemuan klinis
yang abnormal antara lain pucat, adanya ptekie atau purpura,
perdarahan pada mukosa, demam, limfadenopati,
splenomegali, hepatomegali dan perdarahan fundus.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia, perdarahan,
33
dan infeksi. Lebih dari 50% pasien pasien ditemukan
hepatosplenomegali dengan atau tanpa limfadenopati. Infiltrasi
ke susunan saraf pusat pada pasien di Norwegia sekitar 3%
pada LLA dan 4% pada AML (Acute Myeloblastic Leukemia).
Pucat dan lemah berkaitan dengan derajat anemia. Demam
pada leukemia dapat timbul akibat proses infeksi maupun
proses leukemia sendiri karena ternyata demam berkurang
dengan pemberian kemoterapi. Limfadenopati dan hepato-
splenomegali timbul karena invasi ekstramedular dari sel
leukemia. Invasi lain dapat mengenai susunan syaraf pusat,
pembesaran testis, pembesaran ginjal, infiltrasi gastrointestinal
hipertrofi gingiva dan infiltrasi ke periosteum.2
ii. Pemeriksaan
Pemeriksaan hematologik memperlihatkan adanya
anemia normositik dengan trombositopenia pada sebagian
besar kasus. Jumlah leukosit total dapat menurun, normal, atau
meningkat hingga 200x109/l atau lebih. Pemeriksaan sediaan
apus darah biasanya memperlihatkan adanya sel blas dalam
jumlah yang bervariasi. Sumsum tulang hiperselular dengan
blas leukemik >30%. Sel-sel blas tersebut dicirikan oleh
morfologi, uji imunologik, dan analisis sitogenik. Untuk
pemantauan lanjutan, dilakukan analisis penyakit residual
minimal dengan pencirian menggunakan analisis PCR,
penataan klonal gen V, atau gen TCR pada pasien tersebut.
Analisis sitogenik memperlihatkan pola yang berbeda pada
bayi, anak, dan dewasa, yang sebagian menjelaskan perbedaan
prognosis pada kelompok-kelompok tersebut.1
Pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal
harus dilakukan dan dapat menunjukkan bahwa tekanan cairan
spinal meningkat dan mengandung sel leukemia. Pemeriksaan
biokimia dapat memperlihatkan adanya kadar asam urat
serum, laktat dehidrogenase serum yang meningkat, dan lebih
jarang, hiperkalsemia. Uji fungsi hati dan ginjal dilakukan
34
sebagai dasar sebelum memulai pengobatan. Pemeriksaan
sinar X mungkin memperlihatkan adanya lesi litik tulang dan
massa mediastinum yang disebabkan pembesaran timus dan
atau kelenjar getah bening mediastinum yang khas untuk ALT-
T.1
Diagnosis banding meliputi AML, anemia aplastik
(kadang-kadang disertai ALL), infiltrasi sumsum tulang oleh
keganasan lain (misalnya rhabdomyosarkoma, neuroblastoma,
dan sarkoma ewing), infeksi seperti mononukleosis infeksiosa
dan pertusis, artritis rematoid juvenilis, serta purpura
trombositopenia imun.1
Gambaran laboratorium pada pasien leukemia
bervariasi mulai ringan sampai berat. Pada penelitian
Widiaskara dkk, 2010, hemoglobin bervariasi antara 2,3 g/dl
sampai 14 g/dl namun semua pasien dengan kadar hemoglobin
lebih dari 10 g/dl telah mendapat transfusi sebelumnya. Pasien
mulai mengeluh oucat atau lemah, bila kadar hemoglobin
kurang dari 8 g/dl. Hepatomegali seringkali terjadi pada pasien
dengan hemoglobin < 10 g/dl. Pada penyakit yang timbul lebih
perlahan hepatomegali diikuti dengan splenomegali,
limfadenopati, dan hiperleukositosis. Kadar leukosit bervariasi
antara 10.000 sampai 49.000/mm.1
c. Pengobatan
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan
suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia
dan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi
darah/trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk
meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang
baik, dan pendekatan aspek psikososial.3
Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan
leukemianya berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi,
intensifikasi, profilaksis susunan saraf pusat dan rumatan. Saat ini
35
biasa digunakan kombinasi sedikitnya tiga macam obat untuk
meningkatkan efek sitotoksik, meningkatkan tingkat remisi, dan
menurunkan frekuensi timbulnya resistensi obat. Kombinasi obat
berganda ini juga telah terbukti memberi remisi yang lebih panjang
pada leukemia akut dibandingkan dengan obat tunggal. Klasifikasi
risiko normal atau risiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi.
Saat ini di Indonesia sudah ada dua protokol pengobatan yang lazim
digunakan untuk pasien LLA yaitu protokol Nasional (Jakarta) dan
protokol WK-ALL 2000.1,3
Terapi induksi berlangsung 4-6minggu dengan dasar 3-4 obat yang
berbeda (deksametason, vinkristinm L-asparaginase dan atau
antrasiklin). Kemungkinan hasil yang dapat dicapai remisi komplit,
remisi parsial, atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif
tambahan setelah remisi komplit dan untuk profilaksi leukemia pada
susunan saraf pusat. Hasil yang diharapkan adalah tercapainya
perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. Pada risiko
sedang dan tinggi, induksi diintensifkan guna memperbaiki kualitas
remisi. Lebih dari 95% pasien akan mendapat remisi pada fase ini.
Terapi SSP yaitu secara langsung diberikan melalui injeksi intratekal
dengan obat metotreksat, sering dikombinasi dengan infus berulang
metotreksat dosis sedang (500 mg/m2) atau dosis tinggi pusat
pengobatan (3-5gr/m2). Di beberapa pasien risiko tinggi dengan
umur > 5 tahun mungkin lebih efektif dengan memberikan radiasi
cranial (18-24Gy) disamping pemakaian kemoterapi sistemik dosis
tinggi.3
Terapi lanjutan rumatan dengan menggunakan obat
merkaptopurin tiap hari dan metrotreksat sekali seminggu, secara
oral dengan sitostatika lain selama perawatan tahun pertama.
Lamanya terapi rumatan ini pada kebanyakan studi adalah 2-2 ½
tahun dan tidak ada keuntungan jika perawatan sampai dengan tiga
tahun. Dosis sitostasika secara individual dipantau dengan melihat
leukosit dan atau monitor konsentrasi obat selama terapi rumatan.3
36
Tabel Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan leukemia1
Pasien dinyatakan remisi komplit bila tidak ada keluhan dan bebas
gejala klinis leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan
jumlah sel blas <5% dari sel berinti, hemoglobin >12g/dl tanpa
transfusi, jumlah leukosit >3000/ul dengan hitung jenis leukosit
normal, jumlah granulosit >2000/ul, jumlah trombosit >100.000/ul,
dan pemeriksaan cairan serebrospinal normal.3
Dengan terapi intensif modern, remisi akan tercapai pada 98%
pasien. 2-3% dari pasien anak akan meninggal dunia dalam CCR
(Continous Complete Remission) dan 25-30% akan kambuh. Sebab
37
utama kegagalan terapi adalah kambuhnya penyakit. Relaps sumsum
tulang yang terjadi (dalam 18 bulan sesudah diagnosis) memperburuk
prognosis (10-20% long-term survival) sementara relap yang terjadi
kemudian setelah penghentian terapi mempunyai prognosis lebih
baik, khususnya relaps testis dimana long-term survival 50-60%.
Terapi relaps harus lebih agresif untuk mengatasi resistensi obat.3
Transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan
untuk sembuh, khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang
setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk dengan terapi
sitostatika konvensional.3
Secara keseluruhan setelah relaps adalah 20-40% pada seri yang
berbeda. Survival meningkat dari 53% pada tahun 1981-1985 dampai
dengan saat ini 81% (1992-1995). 3
Kalsium adalah mineral yang penting dalam penyusunan
tulang. Keadaan hipokalsemi pada ALL terjadi oleh berbagai sebab,
termasuk asupan kalsium yang kurang, malabsorpsi vitamin D, dan
penggunaan kortikosteroid yang kontinu akan menyebabkan
gangguan penyerapan di intestinal dan kehilangan kalsium melalui
ginjal. Berdasarkan penelitian Santoso dkk, 2010, pengukuran bone
mineral density menunjukkan penurunan BMD z-score pada anak yang
menerima 12 bulan kemoterapi dibandingkan dengan yang menerima
kemoterapi enam bulan. Pada penelitiannya, kortikosteroid dan
metotreksat yang diketahui memiliki efek samping ke tulang.
Walaupun digunakan dalam dosis rendah, namun konsumsi yang
kontinu akan mengganggu proses pembentukan tulang.
Kortikosteroid akan menghambat 1- α hydroxylation yang diperlukan
untuk mensintesis 1,25(OH)2D3 di ginjal. Tanpa faktor ini, absorpsi
kalsium akan terhambat. Kortikosteroid juga mengurangi produksi
osteocalcin, matrix protein utama dan sitokin lokal yang berfungsi
menghambat resorpsi tulang. Sedangkan Metotreksat, akan
menghambat prekursor sel mesenkim primitif yang berperan dalam
proses mineralisasi. Akumulasi polyglutamat MTX di sel akan
meningkatkan toksisitas terhadap tulang. Namun pada beberapa
38
referensi, bahwa beban mekanik tulang dan jaringan lemak sebagai
mekanisme yang mendasari dari pengurangan BMD. Seseorang
dengan BMI (Body Mass Index) rendah memiliki jaringan lemak yang
kurang, menyebabkan sintesis substansi biologik tidak adekuat dan
menyebabkan gangguan metabolisme mineral tulang. Sebaliknya
Niimaeki dkk di Finlandia, dalam Sari, 2010, mendapatkan bahwa
indeks massa tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko untuk
terjadinya osteonekrosis dan berdasarkan Permatasari,2009, memiliki
relaps bone marrow lebih tinggi pada pasien LLA anak. Sedangkan
menurut Hijiya, dalam Sari, 2010, mendapatkan tidak ada perbedaan
terjadinya toksisitas akibat kemoterapi pada pasien obesitas dan non
obesitas yang bermakna secara statistik. Menurut Sari dkk, 2010,
obesitas meningkatkan risiko untuk menderita kanker, meningkatkan
stres oksidatif melalui proses inflamasi dan meningkatnya kerusakan
oksidatif pada DNA. Penelitian Barb dkk yang dikutip Sari,
menghubungkan peran adiponektin dengan kanker. Adiponektin yaitu
suatu protein yang disekresikan oleh adiposit dan berperan penting
dalam pengaturan sensitivitas insulin dan inflamasi, dengan kanker.
Berkurangnya adiponektin berhubungan erat dengan peningkatan
jenis kanker tertentu. Namun belum terbukti adanya keterkaitan yang
bermakna antara penurunan kadar protein ini dengan peningkatan
leukimia pada anak. Sari dkk menyimpulkan, obesitas mempengaruhi
terapi pada LLA, dengan demikian juga mempengaruhi outcome pada
LLA anak.4,5,6
Berdasarkan penelitian Kamima dkk, 2009, menyatakan bahwa
stres oksidatif terjadi sebelum kemoterapi karena radikal bebas yang
dilepaskan sel kanker dan tetap berlangsung saat pemberian
kemoterapi. Stres oksidatif pada LLA risiko tinggi lebih berat
dibandingkan dengan LLA risiko rendah. Kadar MDA
(malondialdehid) tinggi dan vitamin antioksidan rendah
mempermudah terjadi efek samping kemoterapi. Perlu penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui kadar vitamin antioksidan normal pada
anak Indonesia dan dipikirkan pemberian asupan makanan yang
39
mengandung vitamin antioksidan serta suplementasi vitamin
antioksidan pada protokol kemoterapi untuk menurunkan efek
samping kemoterapi.7
d. Prognosis
Faktor prognostik LLA sebagai berikut :
i. Jumlah leukosit awal, yaitu saat diagnosis ditegakkan,
mungkin merupakan faktor prognosis yang bermakna
tinggi. Ditemukan adanya hubungan linier antara jumlah
leukosit awal dan perjalanan pasien LLA pada anak, yaitu
bahwa pasien dengan jumlah leukosit > 50.000 ul
mempunyai prognosis yang buruk.3
ii. Ditemukan pula adanya hubungan antara umur pasien saat
diagnosis dan hasil pengobatan. Menurut Widiaskara dkk,
2010 dan Permatasari dkk 2009, pada pasien umur 2-5
tahun survival rate dua kali lebih besar dibandingkan
pasien berumur kurang dari dua tahun atau lebih dari 10
tahun. Menurut Permono, 2005, pasien dengan umur
dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai
prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien
berumur diantara itu. Khusus pasien dibawah umur satu
tahun atau bayi terutama dibawah enam bulan mempunyai
prognosis paling buruk. Hal ini dikatakan karena mereka
mempunyai kelainan biomolekuler tertentu. Leukemia bayi
berhubungan dengan gene re-arrangement pada kromosom
11q23 seperti t (4;11) atau t (11;19) dan jumlah leukosit
yang tinggi.2,3,7
iii. Fenotip imunologis (immunophenotype) dari limfoblas saat
diagnosis juga mempunyai nilai prognostik. Leukemia sel-B
(L3 pada klasifikasi FAB) dengan antibodi “kappa” dan
“lambda” pada permukaan blas diketahui mempunyai
prognostik yang buruk. Dengan adanya protokol spesifik
untuk sel-B, prognosisnya semakin membaik. Sel-T
40
leukemia juga mempnyai prognosis yang jelek, dan
diperlakukan sebagai resiko tinggi. Dengan terapi intensif,
sel-T leukemia murni tanpa faktor prognostik buruk yang
lain, mempunyai prognosis yang sama dengan leukemia sel
pre-B. LLA sel-T diatasi dengan protokol risiko tinggi.3
iv. Jenis kelamin. Dari berbagai penelitian, sebagai besar
menyimpulkan bahwa anak perempuan mempunyai
prognosis yang lebih baik dari anak laki. Hal ini dikatakan
karena timbulnya relaps testis dan kejadian leukemia sel-T
yang tinggi, hiperleukositosis dan organomegali serta
massa mediastinum pada anak laki-laki. Penyebab pastinya
belum diketahui, tetapi diketahui pula ada perbedaan
metabolisme merkaptopurin dan metotreksat. Namun
menurut Permatasari dkk, 2009, tidak ada perbedaan
tingkat survival dilihat dari jenis kelamin pada kelompok
yang diteliti.1,3,6
v. Respons terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas
di darah tepi sesudah satu minggu terapi prednisone
dimulai. Adanya sel sisa sel blas pada sumsum tulang pada
induksi hari ke tujuh atau 14 menunjukkan prognosis
buruk.3
vi. Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis.
LLA hiperploid (>50 kromosom) yang biasa ditemukan
pada 25% kasus mempunyai prognosis yang baik. LLA
hipoploid (3-5%) memiliki prognosis intermediate seperti
t(1;19). Translokasi t(9;22) pada 5% anak atau t(4;11) pada
bayi berhubungan dengan prognosis buruk.1,3
Menurut Hoffbrand, 2005, bila pengobatan gagal, maka biasanya
terjadi kematian karena penyakit bersifat resisten atau akibat infeksi
atau komplikasi lain selama pengobatan. Permatasari, 2009,
mengatakan bahwa luaran dari LLA yang buruk masih terus
diobservasi. Banyak faktor yang mempengaruhi luaran terapi pada
anak dengan LLA diantaranya usia saat didiagnosis, jenis kelamin, dan
41
status nutrisi. Sedangkan menurut Widiaskara,2010, Pasien LLA
dengan risiko tinggi mempunyai angka kematian tiga kali lebih tinggi
daripada risiko standar, dengan penyebab tersering adalah infeksi,
sebesar 76%.1,2,6
42
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien Anak L.A, laki-laki, berusia tiga tahun tujuh hari, didiagnosis leukemia
akut, berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium, yang dilakukan
di RSPAD pada Juli 2012.
Dari anamnesis didapatkan pada dua 2 minggu yang lalu, pasien mengalami
demam terus-menerus, pemberian obat panas dan vitamin tidak memberikan
perubahan, pasien juga mengeluhkan wajah pucat. Pemeriksaan fisik ditemukan
organomegali dan pembesaran KGB.
Demam yang timbul pada leukemia dapat timbul akibat proses infeksi atau
proses leukemia itu sendiri, karena ternyata demam menghilang setelah diberikan
kemoterapi. Pada proses infeksi meskipun sel-sel darah putih bertambah banyak,
namun sel-sel tersebut tidak matang dan tidak dapat berfungsi sempurna, sehingga
pasien tetap rentan terhadap infeksi.
Gejala yang sering pada leukemia adalah pucat, demam, perdarahan dan nyeri
tulang. Gejala klinis leukemia akut dapat terjadi progresif karena infiltrasi sel-sel
darah putih di sumsum tulang belakang yang menghambat pembentukan sel-sel lain
yaitu trombosit dan sel darah merah, maka klinis didapatkan pucat, anorexia dan
lemas karena anemia, serta perdarahan karena trombosit rendah atau sekunder karena
infiltrasi sel-sel leukemia ke hati. Pada pasien ini didapatkan pucat dan bukti
perdarahan yaitu memar pada pipi yang lama tidak menghilang yang sesuai dengan
gejala dan tanda leukemia. Selain itu gejala juga bisa muncul akibat infiltrasi sel-sel
leukemia ke berbagai organ seperti hati, limpa, KGB, tulang serta sistem saraf pusat.
Pada pasien ini didapatkan pembesaran hati, liver dan KGB yang sesuai dengan
patofisiologi leukemia. Keganasan dan pembesaran organ yang terjadi menyebabkan
pasien kehilangan nafsu makan minum. Keluhan pasien pada umumnya pucat dan
lemah yang disebabkan oleh anemia.
Dari pemeriksaan lab didapatkan anemia dan trombositopenia dengan nilai
leukosit yang normal. Anemia dan trmobsitopenia disebabkan karena desakan pada
sumsum tulang akibat proliferasi sel-sel darah putih yang abnormal. Nilai leukosit
43
pada penderita leukemia bisa rendah, normal atau tinggi karena jumlah sel darah putih
yang beredar memang banyak tapi sebagian besar tidak matang.
Untuk menegakkan diagnosis pasti leukemia adalah pemeriksaan sumsum
tulang, melalui Bone Marrow Puncture (BMP), pemeriksaan ini juga dapat
menyingkirkan diagnosis banding lain seperti malaria, infeksi mononukelosis, aplastik
anemia dan idiopatik trombositopenia. Sumsum tulang normal mempunyai sel blas
<5%. Dikatakan leukemia bila sel blas>25%. Dikatakan LLA bila pada pemeriksaan
BMP sel blasnya adalah limfoblas, tidak memperlihatkan adanya diferensiasi.
Sedangkan dikatakan LMA, bila pada pemeriksaan BMP sel blasnya adalah
mieloblas, dan ditemukan tanda-tanda diferensiasi ke arah granulosis atau monosit
atau progenitasnya. Foto thorax untuk melihat adanya massa di anterior mediastinum
karena adanya limfadenopati dan menekan vena cava superior.
Pengobatan pada leukemia adalah meliputi kuratif dan suportif. Terapi kuratif
bertujuan untuk menyembuhkan leukeminya dengan kemoterapi yang meliputi fase
induksi, intensifikasi, profilaskis dan rumatan. Saat ini digunakan kombinasi
sedikitnya tiga macam obat untuk meningkatkan efek sitotoksik, meningkatkan
tingkat remisi, dan menurunkan frekuensi resistensi obat.3 Di Indonesia sudah ada dua
protokol pengobatan yang lazim digunakan untuk LLA, yaitu protokol nasional
(Jakarta) dan protokol WK-ALL 2000.1,3
Terapi suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia,
pengobatan komplikasi. Pasien ini datang dengan pucat maka untuk memperbaiki
sirkulasi diberikan O2 dan infuse D5 1/4S. Lalu diberikan juga terapi suprotif berupa
pemberian transfusi darah(PRC), trombosit(TC) dan FFP, pemberian antibiotika,
pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi
dan pendekatan psikososial.3 Pasien ini diberikan antijamur Nistatin 3 x 300.000 IU,
anbiotik untuk mencegah infeksi saluran cerna Colistin 3 x 300.000 IU, antibiotik
untk mencegah ISK dan ISPA Kotrimoksazol 2 x 40 mg, Allopurinol 2 x 50 mg,
Curcuma 3 x 1 tablet, dan Dexamethasone 4-4-3 tablet.
Untuk nutrisi diberikan makan biasa 3x sehari total 1350 kcal. Ini didapat
berdasarkan RDA calori dari umur berdasarkan tinggi badan dan berat badan ideal
berdasarkan tinggi badan. 1350 kalori dengan proporsi 50% dari karbohidrat 675kkal,
35% dari protein 472,5 kkal, 15% dari lemak 202,5 kkal.
Untuk cairan dipilih D5 1/4S karena pasien tidak nafsu makan dan minum,
lalu untuk jumlah cairan didapat dari 1000+ (3 x 50 cc)= 1150 cc/24jam.
44
Volume PRC yang ditransfusi didapat dari 4 x 12 x 13= 624 cc. Dengan cara
berseri pemberian 12 jam pertama 1 x 1,3 x 13= 20 cc, 12 jam berikutnya 3 cc/kgBB,
12 jam berikutnya 5 cc/kgBB, 12 jam berikutnya 7 cc/kgBB, 24 jam berikuntya 10
cc/kgBB, selanjutnya tiap 24 jam 10 cc/kgBB. Bila ada gallop diberikan furosemide 1
mg/kgBB (13 mg).
Transfusi FFP sebanyak 10 cc/kgBB./hari selama 3 hari. Sedangkan transfusi
trmobosit concentrate sebanyak BB(13)/13 x 2= 2 unit selama 3 hari.
Untuk obat seperti Colistin dapat diberikan 3 x 1-2 tablet (250.000 I.U.)
sehari, sedangkan Nystatin 3-4 x 1 mL(100.000 I.U.). Untuk contrimoxazole 6-8
mg/kgBB dalam 2 dosis. Dexamethasone dosisnya sesuai protocol leukemia di
Indonesia.
Yang perlu diwaspadai pada pengobatan/pemberian kemoterapi adalah efek
samping obat, antara lain :
Methotrexate : Ulkus mulut, toksisitas usus, hepatotoxic,
supresi sumsum tulang.
Vincristine : Neurotoxic, anorexia, konstipasi
Dexametason : Ulkus peptik, obesitas, diabetes, osteoporosis,
psikosis, hipertensi.
Daunorubicin : Cardiotoxic, rambut rontok, supresi sumsum
tulang, hepatotoxic.
6-Mercaptopurine : Hepatotoxic, stomatitis
Luaran yang buruk pada LLA masih terus diobservasi, berbagai faktor
mempengaruhi luaran terapi pada anak, diantaranya usia saat didiagnosis, jenis
kelamin, dan status nutrisi. Pasien didiagnosis Leukemia akut dengan suspek LLA
pada usia 3 tahun. Pada pasien umur 2-5 tahun survival rate dua kali lebih besar
dibandingkan pasien berumur kurang dari dua tahun atau lebih dari 10 tahun. Pasien
dengan umur dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih
buruk dibandingkan dengan pasien berumur diantara itu. Jenis kelamin pasien laki-
laki mempunyai prognosis kurang baik dibandingkan anak perempuan. Hal ini
dikatakan karena timbulnya relaps testis dan kejadian leukemia sel-T yang tinggi,
hiperleukositosis dan organomegali serta massa mediastinum pada anak laki-laki.
Sedangkan status gizi pasien baik sehingga dapat tingkat relaps yang lebih rendah
pada bone marrow dibandingkan dengan yang status gizinya kurang atau
lebih(obesitas). Pasien LLA dengan risiko tinggi mempunyai angka kematian tiga kali
45
lebih tinggi daripada risiko standar, dengan penyebab tersering adalah infeksi, sebesar
76%. Maka pada pasien ini prognosisnya adalah dubia. Monitoring lain yang
dilakukan pada pasien ini adalah :
Terhadap kejadian infiltrasi sel-sel leukemia ke SSP, dengan memeriksakan
cairan serebrospinal saat pemberian MTX.
Fungsi hati dengan memeriksakan SGPT, SGOT dan bilirubin.
Fungsi ginjal dengan memeriksakan : ureum, kreatinin.
Kadar asam urat.
Lesi litik pada tulang, masa di mediastinum (pembesaran thymus atau kelenjar
getah bening mediastinum).
Tanda-tanda toksisitas obat terhadap jantung dengan pemeriksaan foto thorax
dan echocardiografi.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku
Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan ke-3. Jakarta: Badan penerbit
IDAI. 2010.
2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. Philadephia: Saunders; 2007.
3. Sills RH. Practical Algorithm in Pediatrics Hematology and Oncology.
Switzerland: Karger; 2003.
4. Hoffbrand AV, Petit JE, Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4.
2005. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Hlm.150-160.
5. Widiaskara, Permono B, Ugrasena IDG, Ratwita M. Luaran Pengobatan
Fase Induksi Pasien Leukemia Limfoblastik Akut pada anak di Rumah
Sakit Umum dr.Soetomo Surabaya. Sari Pediatri, vol.12, no.2, Agustus
2010, Jakarta. Hlm. 128-134.
6. Permono B, Ugrasena IDG. Leukemia Akut dalam Buku Ajar Hematologi-
Onkologi Anak. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, dkk
(editor). 2006. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta. Hlm. 236-247.
7. Santoso MC, Windiastuti E, Tumbelaka AR. The proportion of bone mineral
density in children with high risk acute lymphoblastic leukemia after 6 and
12-month chemoterapy maintenance phase. Paediatricia Indonesiana,
Vol.50, No.6, November 2010, Jakarta. Hlm. 365-370.
8. Sari TT, Windiastuti E, Cempako GR, Devaera Y. Prognosis Leukemia
Limfoblastik Akut pada anak Obes. Sari pediatri, vol.12, no.1, Juni 2010,
Jakarta. Hlm. 58-62.
9. Permatasari E, Windiastuti E, Satari HI. Survival and prognostic factors of
childhood acute lymphoblastic leukemia. Paediatricia Indonesiana, Vol.49,
No.6, November 2009, Jakarta. Hlm. 365-371.
Kamima K, Gatot D, Hadinegoro SRS. Profil antioksidan dan oksidan pasien anak
dengan leukemia limfoblastik akut pada kemoterapi fase induksi (studi
pendahuluan). Sari Pediatri, Vol.11, No.4, Desember 2009, Jakarta. Hlm. 282-288.
47