leukemia

Upload: sabrinabressy

Post on 14-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB ILEUKEMIA GRANULOSTIK KRONISPENDAHULUANLeukimia granulositik kronik (LGK) (chronic granulocytic leukemia) dikenal juga dengan nama leukemia myeloid kronik (chronic myeloid leukemia) merupakan suatu jenis kanker dari leukosit. LGK adalah bentuk leukemia yang ditandai dengan peningkatan dan pertumbuhan yang tak terkendali dari sel myeloid pada sumsum tulang, dan akumulasi dari sel-sel ini di sirkulasi darah. LGK merupakan gangguan stem sel sumsum tulang klonal, dimana ditemukan proliferasi dari granulosit matang (neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan prekursornya. Keadaan ini merupakan jenis penyakit myeloproliferatif dengan translokasi kromosom yang disebut dengan kromosom Philadelphia.Dengan kemajuan di bidang biologi molecular, pada tahun 1980 diketahui bahwa pada kromosom 22 yang mengalami pemendekan, ternyata didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada di lengan panjang kromosom 9(9q34), yakni ABL(Abelson) dengan gen BCR(break cluster region) yang terletak di lengan panjang kromosom 22(22q11). Gabungan kedua gen ini sering ditulis sebagai penyebab utama terjadinya kelainan proliferasi pada LGK.

INSIDENSIKejadian leukemia mielositik kronis mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. Pada umumnya menyerang usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebih progresif. Di Jepang kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reactor atom Chernobil meledak.

TANDA DAN GEJALA KLINIKLGK dibagi menjadi 3 fase, yakni: fase kronik, fase akselerasi dan fase blas. Pada umumnya saat pertama diagnosis ditegakkan, pasien masih dalam fase kronis, bahkan sering kali diagnosis LGK ditemukan secara kebetulan, misalnya saat persiapan para operasi, dimana ditemukan leukositosis hebat tanpa gejala infeksi.Pada fase kronis, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau merasa cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. Kadang timbul nyeri seperti diremas di perut kana atas akibat. Keluhan lain sering tidak spesifik, misalnya: rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi, keringat malam. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia.Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif atau mengalami akselerasi. Bila saat diagnose ditegakkan, pasien berada pada fase kronis, maka kelangsungan hidup berkisar antara 1-5 tahun. Cirri khas fase akselerasi adalah leukositosis yang sulit dikontrol oleh obat-obat mielosupresif, mieloblas di perifer mencapai 15-30%, premielosit >30%, dan trombosit 300.000/mmk, Dosis boleh ditinggikan sampai maksimal 2,5gram/hari. Penggunaan dihentikan bila leukosit 100.000/mm3 dan neutrofit >1000/mm3 untuk konfirmasi respon komplit.Dosis pemeliharaan: 6 MP 70-90 mg/m2 PO tiap hari. Metroteksat 15 mg/m2 PO tiap minggu. Pemeliharaan diteruskan sampai 3 tahun, lalu periksa apus sumsum tulang, cairan spinal, biopsy testis. Bila terdapat remisi, obat-obatan distop. Dosis pemeliharaan disesuaikan dengan target leukosit 3000-3500/mm3, jika leukosit meninggi, dosis metroteksat dinaikkan.Pencegahan infiltrasi ke SSP Dilakukan pada keadaan remisi lengkap. Radiasi cranial 2400 rad dalam dosis terbagi (200 rad/kali) Metroteksat intratekal 10 mg/m2, 2 kali seminggu sebanyak 5 dosis.

Modifikasi Dosis: Vinkristin 1 mg bila bilirubin >2 mg% Doksorubisin: dosis diturunkan 25%, bila bilirubin 2-3 mg%, 50% bila bilirubin 3-4 mg%, 75% bila bilirubin >4 mg% Metroteksat: dosis diturunkan: 25% bila kreatinin 1,5-2 mg%, 50% bila kreatinin >2 mg% HIDAC 1 gram/m2: bila: Usia >60 tahun Kreatinin >2 mg% Kadar metroteksat >20 mmol/L

PROGNOSISKebanyakan pasien LLA dewasa dapat mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja, dan hanya 30% yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang sembuh dengan kemoterapi adalah usia 15-20 tahun dengan factor prognostic baik lainnya. Harapan sembuh untuk pasien LLA dewasa lainnya tergantung dari terapi yang lebih intensif dengan transplantasi sumsum tulang. Overall disease-free survival rate untuk LLA dewasa kira-kira 30%. Pasien usia >60 tahun mempunyai disease-free survival rate 10% setelah remisi komplit.

BAB IVLEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIKDEFINISILeukemia limfositik kronik (LLK) merupakan suatu gangguan limfoproliferatif yang ditemukan pada orang tua (umur median 60 tahun) dengan perbandingan 2:1 umtuk laki-laki. LLK dimanifestasikan oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil dalam sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat ekstramedular dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3 atau lebih.LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

EPIDEMIOLOGILLK merupakan 25% dari seluruh leukemia di Negara barat, tetapi amat jarang ditemukan di Jepang, Cina, dan Indonesia.Usia rata-rata saat diagnosis 65 tahun, hanya 10-15% kurang dari 50 tahun. Angka kejadian di negara barat 3/100.000. Pada populasi geriatri, insidens di atas usia 70 tahun sekitar 50/100.000. Resiko terjadinya LLK meningkat seiring usia. Perbandingan resiko relatif pada pria tua adalah 2,8:1 perempuan tua. Kebanyakan pasien memiliki ras kaukasia dan berpendapatan menengah.

PENYEBABPenyebab LLK belum diketahui. Kemungkinan yang berperan adalah abnormalitas kromosom, onkogen, dan retrovirus (RNA tumour virus). Penelitian awal menunjukkan keterlibatan gen bcl-1 dan bcl-2 pada 5-15% pasien, sedangkan gen bcl-3 hanya kadang-kadang terlibat. Protoonkogen lcr dan c-fgr, yang menkode protein kinase tirosin diekspresikan pada limfosit yang terkena LLK tetapi tidak pada sel B murni yang normal. Saat ini pada pasien LLK didapatkan delesi homozigot dan region genom telomerik gen retinoblastoma tipe-1 d13s25. Hal ini menunjukkan bahwa adanya gen suppressor tumor baru terlibat dalam LLK.Sel B darah tepi normal adalah subpopulasi limfosit B CD5+ matur (sama dengan sel B-1a) yang terdapat pada zona mantel limfonodi dan dalam jumlah kecil di darah. Sel B LLK mengekpresikan immunoglobulin membrane permukaan yang umumnya rendah kadarnya, kebanyakan IgM, IgD dibandingkan sel B darah tepi normal, dan single light chain (kappa dan lambda). Juga mengekspresi antigen T CD5, antigen HLA-DR dan antigen B (CD19 dan CD20) mempunyai reseptor untuk sel darah tikus, dan menghasilkan autoantibodi polireaktif. Ekpresi gen VH dan VL terbatas pada sel-sel tersebut. Berdasarkan karakteristik tersebut, LLK kemungkinan merupakan suatu proses bertahap, dimulai dengan ekspansi poliklonal yang ditimbulkan oleh antigen terhadap limfosit B CD5+ yang dibawah pengaruh agen mutasi pada akhirnya ditransformasi menjadi proliferasi monoklonal. Limfosit B CD5+ neoplastik mengumpul akibat hambatan apoptosis (kematian sel terprogram). Meskipun gen bcl-2 jarang mengalami translokasi , tetapi terus menerus diekspresikan secara berlebihan, yang mengakibatkan bertambah panjangnya kelangsungan hidup sel LLK. Selain itu sitokin terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan sel-sel tersebut. Pada LLK, TNF alfa dan IL-10 berperan sebagai growth factor. Dalam perjalanan penyakit, ekspresi berlebihan CD38, onko gen c-myc, delesi gen RB-1, dan mutasi gen supresor tumor p53 juga terjadi.Sekitar 55% pasien LLK mempunyai abnormalitas sitogenik, khususnya trisomi 12, kelainan kromosom 13 pada lajur q14 (lokasi gen supresor RB-1), 14q+, delesi kromosom 6 dan kromosom 11. Hal ini baik dideteksi melalui fluoresensi in situ, hibridisasi dibandingkan analisis sitogenik konvensional. Belum jelas makna kelainan tersebut pada tingkat molekuler.Kelainan kariotipik bertambah pada LLK stadium lanjut dan menunjukkan abnormalitas yang didapat. Evolusi kariotipik umumnya berhubungan dengan perjalanan penyakit, terjadi pada 15-40% pasien LLK.

DIAGNOSISManifestasi klinis Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menimbulkan gejala,. Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan/ olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi smakin mencolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya. Akibat penumpukan sel B neoplastik, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis pada akhirnya akan mengalami limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali.Pemeriksaan Fisis20-30% pasien tidak menunjukkan kelainan fisik. Kelainan fisik yang dijumpai adalah limfadenopati. Sekitar 50% pasien mengalami limfadenopati dan/atau hepatosplenomegali. Pembesaran limfonodi dapat terlokalisir atau merata dan bervariasi dalam ukuran. Splenomegali dan/atau hepatomegali ditemukan pada 25-50% kasus. Infiltrasi pada kulit, kelopak mata, jantung, pleura, paru, dan saluran cerna umumnya jarang, dan timbul pada akhir perjalanan penyakit. Sejalan dengan perjalanan penyakit, limfadenopati massif dapat menimbulkan obstruksi lumen termasuk ikterus obstruktif, disfagia uropati obstruktif, edema ekstremitas bawah, dan obtruksi usus parsial. Timbulnya efusi pleura atau asites berhubungan dengan prognosis yang buruk.

KRITERIA DIAGNOSISTanda patognomonik LLK adalah peningkatan jumlah leukosit dengan limfositosis kecil sekitar 95%. Untuk menegakkan diagnosis, sebaiknya dilakuakan pemeriksaan gambaran darah tepi secara hati-hati dan cermat. Gambaran darah tepi tampak limfositosis dengan gambaran limfositosis kecil matur dan smudge cell yang dominan; imunofenotip khas limfosit (CD5+, CD19+, CD20+, CD23+, FMC7-/+, dan CD22-/+); dan infiltrasi limfosit ke sumsum tulang bervariasi dalam 4 gambaran yaitu interstisial (33%), nodular (10%), campuran intertisial dan nodular (25%) serta infiltrasi difus (25%). Meskipun telah didapatkan limfositosis dan infiltrasi limfosit ke sumsum tulang belum berarti pasti LLK.LLK dapat didiagnosis jikan ditemukan peningkatan absolute limfosit didalam darah (>5000/uL) dan morfologi dan imunofenotipnya menunjukkan gamabaran khas. Klasifikasi France-America-British (FAB), membagi tiga tipe morfologi berdasarkan perbandingan limfosit atipikal didalam darah, yaitu: LLK tipikal terdiri dari 90% limfosit kecil LLK tipe prolimfositik (sel prolimfositik 11-54%) LLK atipikal yang ditandai dengan morfologi sel limfosit yang heterogen tetapi proporsi prolimfosit kurang dari 10%Kriteria ini tidak selalu menetap. Pada kasus LLK atipikal, gangguan limfoproliferatif lainnya harus dipertimbangkan dulu sebelum membuat diagnosis LLK atipikal; oleh karena itu analisis imunofenotip sel B neoplastik, data sitogenetik dan molecular dapat bermanfaat.

STADIUMStadiumGejala Klinis dan LaboratoriumMedian Survival (bulan)

A

B

CLimfositosis darah tepi dan sumsum tulang + 55%), hepatosplenomegali, wasting syndrome dan meningkatnya resistensi terhadap terapi. Transformasi LKK yang lain meliputi LLA, leukemia sel plasma, myeloma multiple dan limfoma Hodgkin.Komplikasi Akibat Penyakit Autoimun meliputi tes anti globulin direct yang positif, anemia hemolitik, trombositopenia, neutropenia dan aplasia sel darah merah murni atau agranulositosis. Tes antiglobulin direct positif hingga 20% pasien LKK selama perjalanan penyakitnya. Trombositopenia autoimun terjadi pada 2% pasien LKK.Keganasan sekunder. Lokasi tersering meliputi kulit (melanoma dan karsinoma), paru dan saluran cerna. Hal ini dianggap sebagai konsekuensi terapi imunosupresi yang poten. Gangguan atau keganasan hematologi lainnya juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan LKK.

PENATALAKSANAANDiagnosis LLK tidak menandakan perlunya pengobatan. Saat ini tidak terdapat terapi kuratif LLK. Tujuan terapi pada kebanyhakan pasien LLK adalah meredakan gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup. Tetapi pada pasien lebih muda dengan faktor risiko buruk, pendekatan eksperimental dengan tujuan penyembuhan yang dipilih.Kemoterapi yang diberikan terlalu dini dapat memperpendek harapan hidup dan bukannya memperpanjang. Pengobatan diberikan bila terdapat organomegali yang bermasalah; episode hemolitik, dan supresi sumsum tulang. Pasien dalam stadium Binet C akan memerlukan pengobatan, seperti juga beberapa pasien dalam stadium B.

LKK STADIUM DINI YANG STABILPada pasien ini tidak diperlukan terapi kecuali timbul gejala atau penyakitnya berlanjut. Hal ini didasarkan pada: Pasien LKK stadium dini yang stabil bertahan hisup sebagaimana subyek normal dengan usia yang sama. Pengobatan pada pasien dengan stadium dini (Binet stadium A atau Rai stadium 0) dengan klorambusil, baik kontinu maupun intermiten memperlambat rasio progresivitas penyakit tetapi tidak memperbaiki kelangsungan hidup. Selain itu dalam satu penelitian terapi kontinu dengan klorambusil berhubungan dengan kelangsungan hidup yang lebih pendek karena tingginya insidens kanker epitel.

LKK STADIUM LANJUT DENGAN BATAS TUMOR LUAS DAN GAGAL SUMSUM TULANGKemoterapi TunggalKlorambusil. Mula-mula 2-4 mg kemudian dinaikkan 6-8 mg per oral setiap hari atau pemberian intermiten setiap 2-4 minggu dengan dosis 0,4-0,7 mg/kg BB per oral. Pengobatan diberikan sepanjang terdapat respons, biasanya tidak lebih dari 8-12 bulan. Angka respons berkisar 40-70%, terapi respons komplit jarang terjadi. Pada penelitian-penelitian terakhir, kombinasi klorambusil dengan prednisone tidak lebih baik dibandingkan dengan klorambusil saja. Meskipun pasien diobati dengan regimen kemoterapi kombinasi memiliki respons lebih tinggi namun angka kelangsungan hidup tidak lebih panjang.Siklofosfamid. Pasien yang tidak dapat mentoleransi klorambusil, dapat diberikan siklofosfamid dengan dosis per oral 200 mg/m2/hari selama 5 hari atau pemberian intermiten setiap 3-4 minggu dengan dosis 500-750 mg/m2 intravena pada hari I. Asupan cairan 2-3 liter per hari. Efek samping berupa mual, muntah, rambut ontok, supresi sumsum tulang dan sistitis

KEMOTERAPI KOMBINASIKemoterapi yang direkomendasikan adalah: Siklofosfamid, vinkristin dan prednisone (COP)Dosis: Siklofosfamid 300mg/m2 peroral hari 1-5 atau 750 mg/m2 IV hari I. Vinkristin 2 mg IV hari I Pednison 40 mg/m2 per oral hari 1-5 COP dan doksorubisinDosis: Doksorubisin 25-50 mg/m2 IV hari I.

SITOPENIA AKIBAT MEKANISME IMUN ATAU HIPERSPLENISMEPasien dengan sitopenia akibat respons imun sebaiknya diobati kortikosteroid dengan dosis 1 mg/kgBB per hari dan ditappering-off., Preparat imunosupresan hanya diberikan kepada pasien yang tidak respons setelah 3-6 minggu terapi, meliputi immunoglobulin dosis tinggi, siklosporin, splenetomi dan radiasi limpa dengan dosis rendah. Dua pendekatan terapi akhir berguna pada kasus dengan hipersplenisme. Hasil pengobatan terbaik dilaporkan dengan siklosporin.

PENGOBATAN TERHADAP KOMPLIKASI SISTEMIKHipogamaglobulinemia. Pada penelitian acak, imunoglonulin dosis tinggi (400 mg/kgBB intervena setiap 3 minggu) akan mencegah infeksi tetapi tidak meningkatkan kelangsungan hidup pasien LKK. Pertimbangan biaya dengan lamanya survival pada pemberian rutin immunoglobulin menjadi perdebatan para ahli. Pada dosis yang lebih rendah (250 mg/gBB setiap 4 minggu atau 10g setiap 3 minggu) mempunyai efektivitas yang setara dengan dosis tinggi.Neutropenia yang diperberat dengan kemoterapi sering dijumpai. Jumlah neutrofil yang rendah dapat disebabkan karena lamanya dan kombinasi dari terapi pada pasien dengan penyait refrakter stadium lanjut. Pemberian filgrastim atau pegfilgrastim setelah kemoterapi dapat mengurangi resiko neutropenia. Sebuah penelitian menunjukkan berurangnya frekuensi infeksi paru yang serius pada pasien LK resiko tinggi yang mendapat filgrastim dan terapi berbasis fludarabin bila dibandingkan control.Anemia adalah temuan laboratorium yang sering dijumpai pada LKK dan bertambah berat sesuai perjalanan penyakit. Terapi LKK dapat menimbulkan eksaserbasi anemia yang sudah ada, khususnya pada pasien usia lanjt. Konsekuensinya adalah elelahan dan dispneu yang sangat mengurangi kualitas hidup pasien. Penelitian acak double blind menunjukkan bahwa eritropoietin rekombinan dapat megatasi anemia yang tidak berespons terhadap kemoterapi dan gejala yang diakibatkannya.

RADIOTERAPIRadioterapi pada pasien LKK hanya bersifat paliatif. Dapat berupa: Radiasi limpa. 50-90% pasien akan menunjukkan penurunan ukuran limpa, berkurangnya nyeri perut serta rasa tidak enak pada perut. Efek samping adalah fatique, mual, trombositopenia transien dan netropenia. Radioterapi terapi eksternal untuk lesi-lesi yang besar. Dosis 30-40 Gy dalam 2 frasi.

SPLENEKTOMIIndikasi: Splenomegali massif yang simptomatik Sitopenia yang refrakter:Sitopenia aotoimun dan hipersplenismePENGOBATAN LINI KE-2Analog PurinAnalog purin merupakan preparat yang baik untuk LKK. Fludarabin atau analog purin lainnya mungkin akan menggantikan klorambusil sebagai terapi baku LKK. Sedangkan pemberian analog purin dalam kombinasi dengan agen sitotoksik lainnya (siklofosfamid) atau biologic-response modifiers (interferon) sedang diteliti. Mekanisme kerja dari analog purin kompleks, tetapi meliputi induksi apoptosis. Pada pasien-pasien tanpa respons terhadap pengobatan inisial, fludarabin merupakan obat pilihan, dengan keberhasilan respons 17-74%. Angka kejadian respons lebih tinggi pada pasien yang memberikan respons pada pengobatan sebelumnya dan yang tidak menerima pengobatan ekstensif. Hasil awal pada penelitian yang sedang berlangsung membandingkan fludarabin dengan kombinasi siklofosfamid, doksorubisin dan pednison menunjukkan respons yang lebih tinggi dibandingkan fludarabin; meskipun belum diketahui pada jangka panjangnya.

PENGOBATAN BARUAntibodi MonoklonalDiakuinya antibody monoclonal anti CD20 chimeric (rituximab) dan antibody monoclonal anti CD52 humanized (alentuzumab) membawa cakrawala baru pengobatan LKK.Rituximab adalah antibody anti CD20 chimeric yang dipelajari secara luas pada limfoma derajat rendah dimana dijumpai respon pada 50% pasien. Respons terhadap rituximab pada pasien L yang diberi dosis sama dengan pada limfoma bersifat marginal, kemungkinan karena perbedaan farmakokinetik rituximab pada penyakit tersebut atau kurangnya ekspresi target CD20 pada sel LKK.Alentuzumab adalah antibody monoclonal humanized yang ditujukan langsung untuk antigen CD52. FDA menyetujui alentuzumab untuk pengobatan pasien LKK yang sebelumnya diobati dengan agen alkil dan mengalami penyakit refrakter terhadap fludarabin. Antigen CD52 diekspresikan pada hamper semua sel LKK seperti halnya limfosit T, B normal, sel NK dan monosit. Pada penelitian yang menghasilkan pengakuan terhadap alentuzumab didapatkan rasio respons 33% dan kelangsungan hidup rerata 16 bulan pada pasien LKK yang mengalami penyakit refrakter fludarabin.

TRANSPLANTASI HEMATOPOIETIC PROGENITORSAllogenic Transplantation. Data pada seri alotransplantasi, melibatkan 54 pasien, telah dikumpulkan oleh European and Internasional Bone Marrow Transplantation Regristries. Usia rerata pasien transplantasi 41 tahun, dengan kisaran 21-57 tahun. Sebelum transplantasi sebagian besar pasien mendapatkan siklofosfamid dan iradiasi total tubuh demikian pula siklosporin dan metroksat dipakai sebagai preparat mencegah graft-versus host disease. Dari 54 pasien, 38 (70%) mengalami remisi dan 24 (44%) hidup dengan usia median 27 tahun (kisaran 5-80 tahun) setelah transplantasi. Hasil akhir didapatkan lebih baik pada pasien dengan penyakit stabil yang respons terhadap terapi dibandingkan yang progresif. Relaps kadang terjadi selambat-lambatnya 4 tahun setelah transplantasi.Autologous transplantation. Terdapat sejumlah laporan penelitian tentang autotranplantation pada LKK. Sekitar 40 pasien telah dilaporkan, dan semuanya mempunyai penyakit yang lanjut sebelum transplantasi, serta semua menerima siklofosfamid dan iradiasi total tubuh sebagai regimen. Meskipun hasilnya menjanjikan, transplantasi sebaiknya masih dipertimbangkan sebagai terapi esperimental. Infeksi oportunistik merupakan hal yang perlu diperhatikan. Transplantasi, sebaiknya dipertimbangkan pada pasien muda dengan resiko tinggi LLK.

BIOTERAPIInterferon alfa memberikan respons meskipun bukan respon komplit, pada pasien-pasien denga penyakit stadium dini yang tidak menerima terapi sebelumnya. Merupakan agen yang potensial untuk mencapai respons terhadap kemoterapi. Antibody monoclonal mungkin bermanfaat pada penyakit residual yang minimal. IL-2, IL-4 dan IL-6 sedang dalam penelitian. IL-2 telah terbukti membatasi aktivitas secara klinis, namun pada dosis tinggi menimbulkan toksisitas. Penelitian sebelumnya pada tikus mendukung bahwa antisense oligonukleotida spesifik pada IL-10 merupakan stimulator pertumbuhan limfosit B neoplastik yang dapat digunakan secara klinis.

DAFTAR PUSTAKA

Adamson JW and Erslev AY. Aplastic anemia. In: William WJ. Beutler E. EWslev AY. Lichtman MA, editors. Hematology. 4th edition. New York: Mc. Graw-Hill; 1990. p. 158-74Alter BP. Bone marrow failure: a child is not just a small adult (but an adult can have a childhood disease). Hematology. 2005: 96-103.Bagby GC. Lipton JM, Sloand EM, Schiffer. Marrow failure. Hematology. 2004: 318-36.Brodsky RA, Jones RJ. Aplastic anemia. Lancet. 2005; 365: 1647-56.

26