lepra

22
Pendahuluan Lepra atau kusta termasuk penyakit tertua, kata kusta berasal dari bahasa India yaitu kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Penyakit kusta merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh masyarakat karena sering kali mengakibatkan mutilasi pada anggot tubuh terutama bagian kaki. Kusta atau lepra merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae termasuk bakteri gram negatif yang tahan asam. Mycobacterium leprae sudah tidak terlalu banyak penderitanya saat ini, namun di beberapa daerah di Indonesia M leprae masih bisa ditemukan. 1,2 Anamnesis Pada anamnesis, agar diagnosa lepra dapat ditegakkan dengan tepat, beberapa hal yang harus ditanyakan pada pasien adalah : 1. Apakah ada rasa gatal? 2. Apakah muncul bercak pada kulit? 3. Apa warna bercak yang muncul? 4. Apa ada rasa nyeri pada bercak? 5. Dimana letak bercaknya? 6. Sejak kapan bercak itu muncul? 7. Apakah ada rasa baal pada lesi? 8. Apakah sudah berobat ke dokter atau membeli obat di luar? 9. Bagaimana hasilnya? 10. Apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan seperti ini?

Upload: gracitageminica

Post on 15-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Lepra

Pendahuluan

Lepra atau kusta termasuk penyakit tertua, kata kusta berasal dari bahasa India yaitu

kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Penyakit kusta merupakan penyakit yang

sangat ditakuti oleh masyarakat karena sering kali mengakibatkan mutilasi pada anggot tubuh

terutama bagian kaki. Kusta atau lepra merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium leprae termasuk bakteri gram negatif yang tahan asam. Mycobacterium leprae

sudah tidak terlalu banyak penderitanya saat ini, namun di beberapa daerah di Indonesia M

leprae masih bisa ditemukan.1,2

Anamnesis

Pada anamnesis, agar diagnosa lepra dapat ditegakkan dengan tepat, beberapa hal yang harus

ditanyakan pada pasien adalah :

1. Apakah ada rasa gatal?

2. Apakah muncul bercak pada kulit?

3. Apa warna bercak yang muncul?

4. Apa ada rasa nyeri pada bercak?

5. Dimana letak bercaknya?

6. Sejak kapan bercak itu muncul?

7. Apakah ada rasa baal pada lesi?

8. Apakah sudah berobat ke dokter atau membeli obat di luar?

9. Bagaimana hasilnya?

10. Apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan seperti ini?

11. Apakah di keluarga ada yang mengalami keluhan seperti ini?

12. Apakah pasien rajin mandi dan mengganti pakaiannya?

Dari hasil anamnesa didapatkan data bahwa pasien datang dengan keluhan adanya bercak putih

pada lengan kiri, sejak 1 bulan, dan tidak ada rasa gatal.

Page 2: Lepra

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang kita lakukan adalah dengan memastikan status lokalisasi

dari bercak putih tersebut. Kita perlu melakukan pemeriksaan pada seluruh bagian tubuh, jika

memang bercak putih sudah menyebar ke seluruh tubuh. Selain itu, kita juga memeriksa

eflouresensi atau sifat dari luka tersebut. Pada setiap kriteria dari lepra, eflouresensinya juga

mempunyai sifat yang berbeda. Pada lepra tipe I (tipe interdeminan), eflouresensi yang muncul

adalah berupa makula hipopigmentasi berbatas tegas, anestesi, dan anhidrasi, pemeriksaan

bakteriomologi negatif, dan tes lepromin positif. Lepra tipe TT (tuberkolusis), eflouresensi

berupa makula eritematosa bulat atau lonjong, permukaan kering, batas tegas, anestesi, bagian

tengah sembuh, bakteriologi negatif, tes lepromin positif kuat. Tipe BT (bordeline tuberculoid),

eflouresensi berupa makula eritrematousa tak teratur, batas tak tegas, kering, mula-mula akan

ada tanda kontraktur, anestesi, bakteriologi bisa negatif atau positif, tes lepromin juga bisa

menunjukan hasil positif atau negatif. Tipe BB (mid-borderline) makula eritromatosa, menonjol,

bentuk tidak teratur, kasar, ada lesi satelit, penebalan saraf dan kontraktur, pemeriksaan

bakteriologi positif, tes lepromin negatif. Tipe BL (boderline lepramatosa) berupa makula

infiltrat merah mengkilat, tak teratur, batas tak tegas, pembengkakan saraf, pemeriksaan

bakteriologi ditemukan banyak basil, tes lepromin negatif. Tipe LL (lepromatosa) berupa

infiltrasi difus berupa nodula simetri, permukaan mengkilat, saraf terasa sakit, anestesi,

pemeriksaan bakteriologi positif kuat, tes lepromin negatif.2

Selain pemeriksaan fisik kulit, kita harus pula melakukan pemeriksaan saraf tepi pasien

(nervus ulnaris, nervus radialis, nervus aurikulas magnus, dan nervus poplitea), mata

(lagoftalmus), tulang (kontraktur atau absorbsi), dan rambut (alis mata, kumis, dan pada lesi

sendiri). Pemeriksaan anestesi (baal) dan sensitifitas bisa dilakukan dengan tes panas dingin

ataupun dengan jarum. Tes keringet dengan melakukan tes Gunawan, yaitu dengan pensil tinta

dibuat garis pada lesi hingga keluar lesi, lalu pasien melakukan olahraga sampai berkeringat.

Selanjutnya dilihat pada bagian mana tinta melebur karena keringat dab bagian tinta yang tidak

melebur karena anhidrasi.2 Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan makula hipopigmentasi

positif dengan anestesi.

Page 3: Lepra

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis penunjang dibagi menjadi tiga macam yaitu pemeriksaa bakterioskopik (kerokan

jaringan kulit), pemeriksaan histopatologik, dan pemeriksaan serologik.

1. Pemeriksaan bakterioskopik: dibuatlah suatu sediaa dari kerokan jaringan kulit atau

usapan dan kerokan mukosa hidung bagian septum lalu diwarnai dengan pewarnaan

BTA (Basil Tahan Asam), antara lain Ziehl-Neelsen. Jika hasilnya negatif, maka orang

tersebut belum tentu tidak mengandung kuman M. leprae. Bagian tubuh yang pasti

dikerok jaringan kulitnya adalah dibawah cuping telinga berdasarkan pengalaman,

tempat tersebut diharapkan mengandung kuman lebih banyak. Cara pengambilannya

dengan menggunakan skalpel steril, lalu pada kulit yang terkena lesi didesinfeksi

kemudian dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar menjadi iskemik, sehingga

kerokan mengandung sedikit mungkin darah yang bisa mengganggu pemeriksaan.

Kerokan skalpel harus sampai di dermis yang diharapkan banyak mengandung kuman

M. leprae (sel leprae = sel Virchow). Dan dari mukosa hidung diambil dengan cara nose

blows, terbaik dilakukan pada pagi hari dan ditampung pada sehelai plastik. Namun

sediaan dari mukosa hidung jarang dipakai karena kemungkinan adanya M. atipik, M.

leprae tidak pernah positif kalau pada kulit negatif, bila diobati hasil pemeriksaan

mukosa hidung negatif negatif lebi dahulu dibandingkan kerokan jaringan kulit, dan rasa

nyeri saat pemeriksaan. Lalu bahan sediaan dioleskan pada gelas alas, difiksasi diatas

api, lalu diwarnai dengan pewarnaan Ziehl Neelsen. M. Leprae tergolong BTA, akan

tampak merah pada sediaan. Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus

(fragmen), dan butiran (granulasi). Bentuk solid adalah bentuk dari kuman hidup,

Gambar 1. Makula Hipopigmentasi3

Page 4: Lepra

sedangkan bentuk fragmen dan granulasi adalah bentuk dari kuman yang mati.

Kepadatan BTA tanpa memebedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan

dengan Indeks Bakteri (IB) dengan nila 0-6+ menurut Ridley.1

2. Pemeriksaan histopatologik: makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di

dalam darah ada yang mempunyai nama khusus dan fungsi berbeda-beda dalam

menjalankan imunitas tubuh. Saat ada kuman M. leprae yang masuk, akan bergantung

pada sistem imunitas seluler orang tersebut. Jika sistem imunnya bagus, maka akan

banyak ditemukan sel datia Langhans tetapi sayangnya jika ada massa epiteloid

berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama

kerusakan jaringan dan cacat. Sebaliknya jika sistem imunitas seluler orang tersebut

rendah, maka M. leprae akan berkembang biak dalam sel tubuh manusia lalu menjadi sel

Virchow sebagai alat pengangkut penyebarluasan. Granuloma adalah akumulasi

makrofag dan atau derivat-derivatnya. Contohnya adalah gambaran histopatologik tipe

tuberkeloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nayta, tidak ada kuman, atau

hanya sedikit dan non-solid.1

3. Pemeriksaan serologik: pemeriksaan ini didasarkan atas terbentuknya antibodi pada

tubuh yang terinfeksi M. leprae. Ternyata ada antibodi spesifik kuman ini yaitu anti

phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD. Sedangkan

antobodi non-spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan. Kegunaan

pemeriksaan serologik ini adalah untuk mendiagnosis penyakit kusta yang meragukan

seperti kusta yang subklinis (hampir tidak ada lesi kulit). Disamping itu dapat

menentukan kusta subklinis, karena tidak didapatinya lesi kulit, misalnya narakontak

serumah. Uji serologik tersebut terdiri dari Uji MLPA, ELISA, dipstick test, dan flow

test.1

Diagnosis Banding

1. Pteriasis Versikolor

Pteriasis Versikolor atau panu adalah penyakit jamur superfisial kronik yang

disebabkan oleh Malassezia furfur. Biasanya tidak akan menimbulkan keluhan yang

subyektifm hanya berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam.

Page 5: Lepra

Bercak meliputi badan dan kadang-kadang menyeang ketiak, lipat paha, lengan , tungkai

atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut. Infeksi bisa terjadi karena kontak langsung

dari penempelan jamur ke kulit manusia. Jamur bertumbuh karena faktor kulit yang

berminyak, prematuritas, pengobatan anti mikrobial, kortikosteroid, penumpukan glikogen

ekstraseluler, infeksi kronik, keringat berlebihan, pemakaian pelumas kulit, dan kadang

karena kehamilan.4

Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di

badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur

sampai teratur, batas jelas dan difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila di lihat

dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan

biasanya asimtomatik sehingga ada kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit

tersebut. Lesi kulit berupa bercak putih sampai coklat, merah, dan hitam. Di atas lesi terdapat

sisik halus. Bentuk lesi tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus. Sering didapatkan lesi

bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang meluas membentuk plakat,

kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular dengan numular, folikular dengan

plakat ataupun folikular, atau numular dengan plakat. Kadang-kadang penderita dapat

merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena

sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksik jamur terhadap pembentukan pigmen,

sering di keluhkan penderita. Biasanya penderita datang berobat karena alasan kosmetik yang

disebabkan bercak hipopigmentasi. Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada

pigmen normal kulit penderita, paqparan sinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-

kadang warna lesi sulit dilihat, tetapi skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan

pada permukaan lesi dengan kuret atau kuku jari tangan (coup d’angle dari Beisner).1,4

Page 6: Lepra

2. Pteriasis Alba

Sering di jumpai pada anak-anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Lesi berbentuk bulat,

oval atau plakat yang tidak beraturan. Warna merah muda atau sesuai warna kulit dengan

skuama halus. Setelah eritema hilang, lesi yang dijumpai hannya depigmentasi dengan

skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara ½-2 cm. Pada

anak-anak lokasi kelainan pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut, dagu, pipi,

serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan. Dapat simteris pada bokong,

paha atas, punggung, ekstensor lengan. Umunya lesi bersifat asimtomatik, meskipun kadang-

kadang penderita mengeluhkan panas atau gatal.1

3. Vitiligo

Makula berwarna putih dengann diameter beberapa milimeter sampai beberapa

sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis lain. Kadang

ada makula hipomelanotik selain makula apigmentasi. Daerah yang sering terkena adalah

bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, periorifisial sekitar mata, hidung, mulut, tibialis

anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris atau asimetris.

Mukosa jarang terkena, kadang mengenai genital eksterna, putting susu, bibir, dan gingitiva.1

4. Morbus Hansen Gambar 4. Vitiligo3

Gambar 3. Pitiriasis Alba5

Gambar 2. Pitiriasis Versikolor5Gambar 2. Pitiriasis Versikolor5

Page 7: Lepra

Lesi dengan bercak putih bersisik halus pada bagian tubuh, tidak gatal, kemudian

melebar dan meluas. Jika sudah terkena saraf perifer, penderita akan mengelih kesemutan

dan baal pada bagian tertentu, ataupun kesukaran menggerakan anggota badan yang berlanjut

dengan kaku sendi. Rambut alispun dapat rontok.2

Diagnosis Kerja

Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sudah

dilakukan, bapak usia 40 tahun ini didiagnosa mengalami penyakit lepra (Morbus Hansen).

Etiologi

Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A Hansen pada tahun

1874 di Norwegia, yang sampai saat ini juga belum bisa dibiakkan dalam media artifisial. M.

leprae berbentuk kuman dengan ukuran 3-8 µm x 0,5 µm, tahan asam, dan alkohol positif-gram.1

Epidemiologi

Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan belum diketahui pasti

hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antarkulit yang lama dan erat.

Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M. Leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam

Gambar 6. Mycobacterium Leprae3

Page 8: Lepra

droplet. Masa tunas sangat bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun

sekitar 3-5 tahun. Penyebaran penyakit terjadi karena perpindahan penduduk yang terinfeksi

penyakit tersebut. Distribusi penyakit ini tiap negara maupun dalam satu negara berbeda-beda.

Demikian pula penyebab penyakitnya menurun atau menghilang pada suatu negara sampai saat

ini belum jelas benar. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman

penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang

berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas, dan kemungkinan adanya resevoir diluar

manusia. Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan ± 11,39 %,

tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Saat ini usaha pencatatan penderita di bawah

usia 1 tahun penting dilakukan untuk dicari kemungkinan ada tidaknya kusta kongenital.

Frekuensi tertinggi pada usia 25-35 tahun. Kusta terdapat dimana-mana, terutama di Asia,

Afrika, Amerika Latin, daerah tropis dan subtropis, serta masyarakat dengan sosial-ekonomi

rendah. Makin rendah sosial-ekonominya makin berat penyakitnya, sebaliknya faktor sosial-

ekonomi tinggi sangat membantu penyembuhan.1

Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun tajam

disebagian besar negara atau wilayah endemis. Kasus pada awal tahun 2009 tercatat 213.036

penderita yang berasal dari 121 negara, sedangkan jumlah kasus baru tahun 2008 baru tercatat

249.007. Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercata akhir tahun 2008 adalah 22.359 orang

dengan kasus baru tahun 2008 adalah 16.668. Distribusi tidak merata, yang tertinggi di Pulau

Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Prevalensi pada tahun 2008 per 10.000 penduduk adalah

0,73.1 Pada total penyebaran di dunia muncul 600.000 kasus baru, dengan total 1,5-8 juta kasus

yang terjadi. Lebih dari 80% kasus muncul di India, China, Myanmar, Indochina, Indonesia,

Brazil, Nigeria. Di US total 400 kasus, dengan 100-200 kasus baru. Banyak kasus karena imigran

yang berasal dari Mexico, Asia Tenggara, Filipina.3

Patogenesis

Sebenarnya Mycobacterium leprae mempunyai patogenesis dan daya inhasi yang rendah,

sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang

lebih berat. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain

Page 9: Lepra

disebabkan oleh respons imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma

setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit

kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan

tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya.1

Manifestasi Klinik

Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan histopatologis,

dan serologis. Diantara ketiganya, diagnosis secara klinislah yang terpenting dan paling

sederhana. Hasil bakterioskopis memerlukan waktu paling sedikit 15-30 menit, sedangkan

histopatologik 10-14 hari. Kalau memungkinkan dapat dilakukan tes lepromin (Mitsuda) untuk

membantu penentuan tipe, yang hasilnya dapat diketahui setelah 3 minggu. Penentuan tipe kusta

perlu dilakukan agar dapat menentukan terapi yang sesuai.1

Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasilar (banyak kuman) dan

pausibasilar (sedikit kuman). Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe LL, BL dan BB pada

klasifikasi Ridley-Jopling dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+ sedangkan pausibasilar adalah

tipe I, TT dan BT dengan IB kurang dari 2+. Untuk kepentingan pengobatan, pada 1987 telah

terjadi perubahan. Yang dimaksud dengan PB adalah kusta dengan BTA negatif yaitu pada

pemeriksaan kerokan jaringan kulit ( I, TT, BT). Kusta MB adalah kusta dengan tipe BB, LL,

BL, atau kusta dengan hasil BTA positif. Antara diagnosis secara klinis dan secara

histopatologik, ada kemungkinan terdapat persamaan maupun perbedaan tipe. Perlu diingat

bahwa diagnosis klinis seseorang harus didasarkan hasil pemeriksaan kelainan klinis seluruh

orang tersebut. Sebaiknya jangan hanya didasarkan pemeriksaan sebagian tubuh saja, bisa saja

ada kemungkinan diagnosis di bagian wajah berbeda dengan di bagian tubuh lainnya. Bahkan

pada satu lesi pun dapat berbeda tipenya, tergantung dari tempat biopsinya diambil. Untuk

membandingkan gejala klinis yang ditimbulkan, berikut ada 2 tabel dibawah ini yang akan

menjelaskan jenis multibasilar dan pausi basilar :

Tabel 1: Gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik kusta Pausibasilar (PB)1-3

SIFATLEPROMATOSA

(LL)

BORDERLINE

LEPROMATOSA

(BL)

MID

BORDERLINE

(BB)

Page 10: Lepra

Lesi

- Bentuk

- Jumlah

- Distribusi

- Permukaan

- Batas

- Anestesia

Tes Lepromin

Makula

Infiltrat difus

Papul

Nodus

Tidak terhitung,

praktis tidak ada

kulit sehat

Simetris

Halus berkilat

Tidak jelas

Tidak ada sampai

tidak jelas

Negatif

Makula

Plakat

Papul

Sukar dihitung,

masih ada kulit sehat

Hampir simetris

Halus berkilat

Agak jelas

Tak jelas

Negatif

Plakat

Dome-shaped

(kubah)

Punched-out

Dapat dihitung, kulit

sehat jelas ada

Asimetris

Agak kasar, agak

berkilat

Agak jelas

Lebih jelas

Biasanya negatif

SIFATTUBERKULOID

(TT)

BORDERLINE

TUBERCULOID

(BT)

INDETERMINATE

(I)

Lesi

- Bentuk

- Jumlah

- Distribusi

- Permukaan

- Batas

- Anestesia

Makula saja; makula

dibatasi infaltrat

Satu, dapat beberapa

Asimetris

Kering bersisik

Jelas

Jelas

Makula dibatasi

infiltrat; infiltrat saja

Beberapa atau satu

dengan satelit

Masih asimetris

Kering bersisik

Jelas

Jelas

Hanya makula

Satu atau beberapa

Variasi

Halus, agak berkilat

Dapat jelas/tidak

Tak ada sampai tidak

jelas

Page 11: Lepra

Tes Lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat negatif lemah

atau negatif

Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau cacat tubuh.

Untuk saraf perifer yang perlu diperhatikan adalah pembesaran, konsistensi, ada/tidaknya nyeri

spontan, dan ada/tidanya nyeri tekan. Hanya beberapa saraf superfisial yang dapat dan perlu

diperiksa, yaitu N. fasialis, N. aurikularis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N. medianus, N.

poplitea lateralis, dan N. tibialis posterior. Bagi tipe yang kearah lepromatousa, kelainan saraf

biasanya bilateral dan menyeluruh, sedang untuk tipe tuberkuloid, kelainan saraf lebih

terlokalisasi mengikuti tempat lesinya. Deformitas atau cacat kusta sesuai dengan

patofisiologinya, dapat dibagi dalam deformitas sekunder dan primer. Cacat primer adalah akibat

langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan

merusak jaringan disekitarnya, yaitu kulot, mukosa, tr. Respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan

wajah. Cacat sekunder terajdi sebagai akibat adanya deformitas primer, terutama kerusakan

saraf, antara lain kontraktur sendi, mutilasi tangan , dan kaki.1

Gejala-gejala kerusakan saraf adalah sebagai berikut :

- N. ulnaris : anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis, clawling

kelingking, dan jari manis, atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot

lumbrikalis medial.

- N. medianus : anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah,

tidak mampu aduksi ibu jari, clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, ibu jari

kontraktur, atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral.

- N. radialis : anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk, tangan gantung

(wrist drop), tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan.

- N. poplitea lateralis : anestesia tungkai bawah, bagian lateral, dan dorsum pedis, kaki

gantung (foot drop), kelemahan otot peroneus.

- N. tibialias posterior : anestesia telapak kaki, claw toes, paralisis otot intirinstik kaki dan

kolaps arkus pedis.

Page 12: Lepra

- N. fasialis : cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus, cabang bukal,

mandibular, servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan

mengatupkan bibir.

- N. trigeminus : anestesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata, atrofi otot tenar dan

kedua otot lumbrikalis lateralis.

Kerusakan mata pada kusta juga dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia

pada alis mata dan bulu mata. Sekunder karena rusaknya N. fasialis yang dapat membuat

paralisis N. orbikularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang

selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian mata lainnya. Secara sendiri atau bersama dapat

sebabkan kebutaan.1

Penatalaksanaan

Dalam terapi penyakit lepra/kusta saat ini yang masih sering digunakan adalah golongan

Sulfon yaiut derivate diamino difenil sulfon (DDS, dapson). Tetapi WHO menganjurkan

penggunaan 3 obat sekaligus yaitu dapson, rifampicin dan klofazimin. Untuk mencegah

resistensi, pengobatan tuberkulosis telah menggunakan MDT (multi drug treatment) sejak 1951,

sedangkan untuk kusta baru dimulai pada 1971. Adanya MDT adalah untuk mencegah dan

mengobati resistensi dan memperpendek masa pengobatan, serta mempercepat pemutusan rantai

penularan. Untuk menyusun kombinasi obat perlu diperhatikan antara lain adalah efek terapeutik

obat, efek samping, ketersediaan obat, harga, dan kemungkinan penerapannya.1

Rifampisin biasanya digunakan sebagai antituberkulosis, obat ini memiliki sifat

bakterisid dan mampu menembus sel dan saraf. Tetapi setelah 3-4 tahun penggunaan akan

muncul sifat resistensi terhadap obat ini, karena itulah obat ini digunakan bersamaan dengan obat

lain. Sering dipakai bersama dengan isoniazid untuk terapi tuberkulosis jangka pendek. Efek

samping beragam, tetapi insidensinya rendah dan jarang sampai perlu menghentikan terapi.

Selain itu rifampisin adalah obat yang menjadi salah satu komponen kombinasi DDS dengan

dosis 10mg/kg BB dan diberikan setiap hari atau setiap bulan. Tidak boleh diberikan sebagai

monoterapi, oleh karena memperbesar kemungkinan terjadinya resistensi. Efek samping yang

Page 13: Lepra

harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala GI, flu-like syndrome, dan erupsi

kulit.1,8

Klofazimin adalah turunan fenazin yang efektif terhadap basil lepra, obat ini merupakan

kombinasi dengan rifampisin jika pasien sudah resisten terhadap dapson. Obat ini tidak hanya

sebagai anti lepra tetapi sebagai antiradang sehingga dapat mencegah timbulnya eritema

nodosum. Sekarang ini rifampizin juga dapat menekan eksaserbasi lepromatosis. Pada pemberian

oral, obat ini diserap dan ditimbun dalam jaringan tubuh. Keadaan ini memungkinkan pemberian

obat secara berkala dengan jarak waktu antar dosis 2 minggu atau lebih. Efek baru terlihat

setelah 50 hari. Dosisnya adalah 100 mgg sehari. Untuk mengendalikan reaksi lepromatosis, bisa

diberikan dosis sampai 3 x 100 mg/hari. Harus segera dikurangi bila muncul keluhan saluran

cerna. Kulit bisa mengalami pigmnetasi merah dan hitam.8

Amitiozon adalah obat turunan tuosemikarbazon lebih efektif pada lepra jenis tuberkuloid

dibandingkan dengan jenis lepromatosis. Resistensi pada obat ini sangat cepat yaitu dalam 3

tahun pasien sudah mengalami resisten terhadap obat ini, karena itulah obat ini dianjurkan untuk

pasien yang tidak dapat menerima dapson. Efek sampingnya adalah anoreksia, mual, dan muntah

serta anemia karena terjadi depresi sumsum tulang terlihat pada sebagian besar pasien. Ruam

kulit dan albuminuria tidak jarang pula terlihat. Kejadian ikterus cukup tinggi dan gejala obat ini

menandakan obat bersifat hepatotoksik tetapi sifatnya reversibel. Dosis awal ialah 50 mg setiap

hari selama 1-2 minggu, kemudian dosis dinaikan perlahan-lahan sampai mencapai 200 mg.8

Dapson memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan basil pada kadar 10 mikrogram/ml.

penelitian pada hewan menunjukkan bahwa dapson bersifat bakteriostatik dengan KHM sebesar

0,02 mikrogram/mL, tetapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi resistensi. Memiliki kadar

puncak 1-3 jam yaitu 10-15 mikrogram/mL setelah pemberian dosis yang dianjurkan. Waktu

paruh eliminasi berkisar antara 10-50 jam dengan rata-rata 28 jam. Pada dosis berulang,

sejumlah kecil obat masih ditemukan sampai 35 hari setelah pemberian obat dihentikan. Obat ini

terikat pada protein plasma sebesar 50-70% dan mengalami daur enterohepatik dan dieksresi

melewati urin sebanyak 70-80% terutama dalam bentuk metabolitnya. Tetapi sayangnya obat ini

memiliki efek samping hemolisis yang berkaitan dengan jumlah dosisnya. Selain itu anoreksia

dan mual dapat terjadi dalam pemberian sulfon, ada juga reaksi Jarisch-Herxheimer dengan

nama lain sindrom sulfon yang timbul 5-6 minggu setelah awal terapi dan pada pasien akan

Page 14: Lepra

terlihat gejala berupa demam, malaise, dermatitis eksoliatif, nekrosis hati, anemia. Sindrom ini

hanya terjadi pada pasien dengan status gizi buruk.8

Dapson adalah lini pertama untuk semua penyakit lepra obat ini digunakan baik pada

terapi tunggal maupun kombinasi. Bila terjadi resistensi baru diberikan obat dari golongan lain.8

Pencegahan

Penderita kusta dengan diagnosa yang terlambat mempunyai risiko tinggi untuk

terjadinya kerusakan saraf. Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, sensibiltas yang

hilang, dan berkurangnya kekuatan otot. Ditemukan keluhan sukar melakukan kegiatan sehari-

hari seperti memasang kancing baju, memegang pulpen, dan sebagainya. Cara terbaik untuk

melakukan pencegahan cacat adalah dengan melakukan diagnosis dini kusta, pemberian MDT

yang cepat dan tepat. Selanjutnya mengenali gejala dan tanda rekasi kusta yang disertai

gangguan saraf serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid sesegera mungkin. Bila ada

gangguan sensibiltas, pasien diberi petunjuk untuk memakai sepatu, memakai sarung tangan,

memakai kacamata, dan lain-lain. Diajarkan juga untuk melakukan pemeriksaan ada tidaknya

memar, luka, atau ulkus. Selain itu tangan dan kaki direndam, disikat, dan diminyaki agar tidak

kering dan pecah.1

Prognosis

Dengan adanya obat-obatan kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih

singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada ulkus dan kontraktur kronik,

prognosis kurang baik.2,3

Penutup

Bapak usia 40 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berupa bercak putih pada

lengna kiri sejak 1 bulan. Tidak ada rasa gatal. Pada pemeriksaan dermatologis : makula

hipopigmentasi (+) dan anestesi (+), didiagnosa menderita Morbus Hansen (lepra/kusta).