leasing

12
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Leasing memiliki sejarah yang cukup panjang. Meskipun tidak diketahui secara pasti, namun diyakini kegiatan transaksi leasing ini telah terjadi sejak tahun 2000 SM yang dilakukan oleh orang-orang Sumeria. 1 Sesuai dengan dokumen, pada awalnya transaksi leasing dilakukan oleh orang-orang Sumeria yang dimulai dari peralatan pertanian, hak-hak penggunaan tanah dan air sampai binatang ternak. Pada awalnya leasing merupakan usaha pembiayaan peralatan, pertanahan dan peternakan. Seiring dengan perkembangan industri, manufaktur dan transportasi menjadikan bertambahnya obyek leasing di Inggris. Di samping di Inggris, praktek pembiayaan dengan menggunakan leasing di Amerika juga telah mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Praktek leasing di Amerika tumbuh dengan pesatnya setelah adanya pembangunan rel kereta api, yang rata-rata pembiayaannya dilakukan dengan cara leasing. Selanjutnya kegiatan usaha leasing menyebar ke berbagai negara dengan pesatnya setelah tahun 1950-an, khususnya di Eropa dan Amerika. Leasing diperkenalkan di Indonesia untuk kali pertama pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep. 122/MK/2/974 dan No.30/Kpb/I/974 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang”Perizinan Usaha Leasing” 2 Pada dekade 80-an perusahaan leasing semakin bertambah banyak sejalan dengan itu volume transaksinya mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dalam masa perkembangannya, leasing dikenal sebagai salah satu jalan atau cara untuk memperoleh modal bagi perusahaan yang tidak memiliki modal. 3 Di samping tidak cukup modal, juga kurang mampu membayar bunga, jika modal yang diperlukan berasal dari kridet. Bagi sebagian masyarakat Indonesia berpandangan bahwa pembiayaan leasing identik dengan jual beli angsuran dalam bentuk sewa beli. 4 Hal ini dapat dimengerti, karena dalam 1 Tom Clark.1985. The Word of Leasing, dalam Leasing Finance. London: Euromoney Publications. hlm. 1. 2 Y, Sri Susilo. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat. hlm. 129. 3 Tom Clark. Loc. cit 4 Sebagian masyarakat yang menganggap leasing sebagai pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian pada hakekatnya leasing merupakan salah satu cara pembiayaan yang mirip dengan kredit bank. Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada bentuk barang yang diberikan, leasing

Upload: taufik-rahman

Post on 21-Jul-2015

56 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Leasing

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Leasing memiliki sejarah yang cukup panjang. Meskipun tidak diketahui secara pasti,

namun diyakini kegiatan transaksi leasing ini telah terjadi sejak tahun 2000 SM yang

dilakukan oleh orang-orang Sumeria.1 Sesuai dengan dokumen, pada awalnya transaksi

leasing dilakukan oleh orang-orang Sumeria yang dimulai dari peralatan pertanian, hak-hak

penggunaan tanah dan air sampai binatang ternak. Pada awalnya leasing merupakan usaha

pembiayaan peralatan, pertanahan dan peternakan. Seiring dengan perkembangan industri,

manufaktur dan transportasi menjadikan bertambahnya obyek leasing di Inggris. Di samping

di Inggris, praktek pembiayaan dengan menggunakan leasing di Amerika juga telah mulai

dikenal sejak tahun 1970-an. Praktek leasing di Amerika tumbuh dengan pesatnya setelah

adanya pembangunan rel kereta api, yang rata-rata pembiayaannya dilakukan dengan cara

leasing. Selanjutnya kegiatan usaha leasing menyebar ke berbagai negara dengan pesatnya

setelah tahun 1950-an, khususnya di Eropa dan Amerika.

Leasing diperkenalkan di Indonesia untuk kali pertama pada tahun 1974 dengan

dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan

Menteri Perindustrian No. Kep. 122/MK/2/974 dan No.30/Kpb/I/974 tanggal 7 Pebruari 1974

tentang”Perizinan Usaha Leasing”2 Pada dekade 80-an perusahaan leasing semakin

bertambah banyak sejalan dengan itu volume transaksinya mengalami kenaikan dari tahun ke

tahun. Dalam masa perkembangannya, leasing dikenal sebagai salah satu jalan atau cara

untuk memperoleh modal bagi perusahaan yang tidak memiliki modal.3 Di samping tidak

cukup modal, juga kurang mampu membayar bunga, jika modal yang diperlukan berasal dari

kridet.

Bagi sebagian masyarakat Indonesia berpandangan bahwa pembiayaan leasing identik

dengan jual beli angsuran dalam bentuk sewa beli.4 Hal ini dapat dimengerti, karena dalam

1 Tom Clark.1985. The Word of Leasing, dalam Leasing Finance. London: Euromoney Publications. hlm. 1. 2 Y, Sri Susilo. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat. hlm. 129.

3 Tom Clark. Loc. cit

4 Sebagian masyarakat yang menganggap leasing sebagai pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada p roses produksi

suatu perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian pada hakekatnya leasing merupakan salah satu ca ra pembiayaan yang mirip dengan kredit bank. Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada bentuk barang yang diberikan, leasing

Page 2: Leasing

2

perjanjian “leasing” memuat klausula “hak opsi” bentuk hak opsinya adalah“opsi beli”atau

opsi perpanjangan waktu. Pada klausula opsi beli, memberi hak kepada lessee untuk membeli

barang-barang modal yang menjadi obyek leasing setelah sampai pada waktu yang dijanjikan.

Sedang pada opsi perpanjangan waktu, memberi hak kepada lessee untuk memperpanjang

waktu leasing dari batas jangka waktu perjanjian.5 Dengan mengaitkan leasing dengan opsi

beli, perjanjian leasing memiliki aspek hukum ganda. Pada satu segi seolah-olah sebagai

pejanjian sewa menyewa, pada segi yang lain mirip dengan perjanjian jual beli sewa atau jual

beli angsuran, apabila dalam perjanjian tercantum “buy decision”

Leasing menurut peraturan yang ada disebut juga Sewa-guna-usaha. Dalam kep.

Menkeu no. 1169/KMK.01/1999 tentang Kegiatan Sewa-Guna-Usaha (Leasing) dinyatakan:

”Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang

modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa-guna-

usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu

tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.” Yang dimaksud dengan opsi adalah hak

Lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha atau memperpanjang jangka

waktu perjanjian sewa-guna-usaha.

Karena ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi

pemindahan kepemilikan, maka banyak orang yang menyamakan ijarah ini dengan leasing.

Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal-ihwal sewa-

menyewa. Menyamakan ijarah dengan leasing tidak sepenuhnya salah, tapi tidak sepenuhnya

benar pula. Karena pada dasarnya, walaupun tedapat kesamaan antara ijarah dan leasing, tapi

ada beberapa karekteristik yang membedakannya.

memberikan bantuan dalam bentuk barang modal sedangkan bank memberikan bantuan berupa permodalan. Richard Burton Simatupang. 1996. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 134. 5 M.Yahya Harahap. 1991. Leasing dan Surat-surat Berharga Serta Kaitannya dengan Sengketa HartaBersama dan Waris di Pengadilan Agama, dalam Mimbar Hukum. No.3 Thn.II,1991,hlm.43

Page 3: Leasing

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Leasing

Leasing ini ada dua katagori global, yaitu operating lease dan financial lease.

Operating lease merupakan suatu proses menyewa suatu barang untuk mendapatkan hanya

manfaat barang yang disewanya, sedangkan barangnya itu sendiri tetap merupakan milik bagi

pihak pemberi sewa. Sewa jenis pertama ini berpadanan dengan konsep ijarah di dalam

syariah Islam yang secara hukum Islam diperbolehkan dan tidak ada masalah.

Adapun financial lease merupakan suatu bentuk sewa dimana kepemilikan barang

tersebut berpindah dari pihak pemberi sewa kepada penyewa. Bila dalam masa akhir sewa

pihak penyewa tidak dapat melunasi sewanya, barang tersebut tetap merupakan milik

pemberi sewa (perusahaan leasing). Akadnya dianggap sebagai akad sewa. Sedangkan bila

pada masa akhir sewa pihak penyewa dapat melunasi cicilannya maka barang tersebut

menjadi milik penyewa. Biasanya pengalihan pemilikan ini dengan alasan hadiah pada akhir

penyewaan, pemberian cuma-cuma, atau janji dan alasan lainnya. Intinya, dalam financial

lease terdapat dua proses akad sekaligus : sewa sekaligus beli. Dan inilah sebabnya mengapa

leasing bentuk ini disebut sebagai sewa-beli.

Merujuk pada kenyataan di atas, nampak bahwa dalam sewa-beli terdapat dua bentuk

muamalah yang berbeda dalam satu proses yang bersamaan. Sewa sekaligus beli. Sampai di

sini terdapat minimal dua persoalan yang memerlukan kajian, yaitu perbedaan sewa dan beli,

serta kedudukan dua akad sekaligus dalam suatu proses muamalah.

Pertama, perbedaan sewa dan beli. Dalam hukum muamalah Islam sangat berbeda

antara sewa dengan beli. Sewa (ijarah) merupakan suatu akad untuk mendapatkan suatu

manfaat dari barang, jasa, ataupun orang dengan adanya kompensasi tertentu, biasanya

berupa uang (‘aqdun ‘alal manfaat bi ‘iwadh). Jadi, pihak penyewa mendapatkan hanya

manfaat yang dikandung oleh barang yang disewanya. Adapun barangnya itu sendiri tetap

merupakan hak milik pihak pemberi sewa.

Page 4: Leasing

4

Hal ini berbeda sekali dengan jual beli. Secara syar’iy, jual-beli (al bai’) merupakan

mubadalatu malin bi malin tamlikan wa tamallukan ‘ala sabilit taradhi, yaitu pertukaran

antara suatu barang dengan barang lain (termasuk uang) untuk pertukaran kepemilikan di atas

dasar saling meridloi satu sama lain. Berdasarkan hal ini, barang dari pihak penjual akan

menjadi milik dari pihak pembeli. Sebaliknya, uang atau barang (bila barter) dari pihak

pembeli akan langsung menjadi milik pihak penjual. Proses jual-beli ini, tentu saja, dapat

kontan dan bisa pula dilakukan dengan cicilan (kredit). Jelaslah, perbedaan mendasar antara

sewa dengan beli terletak pada siapa yang berhak memiliki barang pada akhir masa transaksi.

Dengan demikian, akad yang terjadi antara sewa sangat berbeda dengan akad pada jual-beli.

Akad sewa berkonsekuensi pada tetap dimilikinya barang oleh pihak pemilik barang,

sedangkan pihak penyewa hanya boleh memanfaatkan barang tersebut selama masa

penyewaan. Sedangkan akad jual-beli berujung pada pertukaran kepemilikan dari penjual ke

pembeli dan dari pembeli ke penjual.

Kedua, kedudukan dua akad. Rasulullah SAW melarang dua akad berbeda terjadi

dalam satu aktivitas muamalah. “Rasulullah SAW melarang (kaum muslimin) dua akad

dalam suatu proses akad tertentu, “ demikian diriwayatkan oleh Imam Ahmad tentang

larangan Rasulullah SAW.

Hadits ini maksudnya adalah tidak boleh seseorang melakukan dua akad berbeda

dalam suatu proses muamalah tertentu. Tidak boleh, misalnya, seseorang menyatakan ‘Saya

menjual rumah saya ini kepada Anda dengan syarat Anda menjual rumah Anda yang di

Puncak pada saya’, ‘Saya menjual perusahaan ini pada Anda dengan catatan Anda

menikahkan putri Anda kepada saya’, atau ‘Saya menjual barang ini dengan harga 10 juta

rupiah pada Anda dengan cicilan selama 2 tahun, tetapi bila di tengah jalan Anda tidak dapat

melunasinya maka barang tersebut tetap menjadi milik saya dan uang yang telah Anda

berikan dianggap sebagai sewa barang selama Anda menggunakannya.’ Di dalam muamalah

tadi terdapat dua akad sekaligus, menjual rumahnya sekaligus membeli rumah pembeli

rumahnya dalam satu akad, menjual perusahaan sekaligus menikahi putri pembeli

perusahaannya dengan hanya satu akad, dan jual-beli sekaligus sewa dalam satu akad

tertentu. Semua ini bertentangan dengan sikap Rasulullah SAW tadi.

Page 5: Leasing

5

Berdasarkan hal ini nampaklah bahwa dalam muamalah financial leasing (yang secara

umum dikenal dengan istilah ‘leasing’ saja) terdapat dua akad sekaligus dalam satu proses

muamalah tertentu. Dan hal ini tidak sesuai dengan titah Rasulullah SAW. Padahal, dalam

syariat Islam, bila akad yang terjadi sewa maka tetap berlaku sewa sampai batas akhir waktu

penyewaan. Demikian pula, suatu akad jual-beli tetap sebagai jual beli. Andaikan jual-beli itu

dilakukan dengan mencicil dan pihak pembeli belum dapat melunasi seluruh utang

pembeliannya pada waktu yang telah disepakati, akad tersebut tetap jual-beli dan tidak dapat

dialihkan menjadi akad apapun, termasuk diubah menjadi akad sewa.

Selain itu, bila dilihat dari realitasnya, muamalah jenis ini nampak mengunggulkan

pemberi sewa (perusahaan leasing) dibandingkan dengan penyewa. Terlebih-lebih bila pihak

pembeli merasa mencicil barang dengan harga ‘pembelian’. Di tegah jalan, karena sesuatu

hal, ia tidak mampu melunasinya. Akhirnya, barang yang diangankan untuk dimilikinya pada

akhir cicilan nanti harus dikembalikan, dan ia hanya menyewa saja. Padahal, tentu saja, harga

sewa logisnya lebih kecil dibandingkan dengan harga beli dengan cicilan.

Satu hal lagi, persoalan leasing menjadi bertambah bila dalam cicilannya itu

melibatkan riba (bunga). Sebab, Allah SWT memfirmankan : “Dan Allah telah menghalalkan

jual beli serta mengharamkan seluruh riba” (QS. Al Baqarah [2] : 275).

B. Pengertian Ijarah Muntahiya Bit-Tamlik (IMBT)

Adapun didalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

(Bapepam dan LK) Nomor : PER.04/BI/2007 dalam Bab ketentuan Umum IMBT adalah

akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu

tertentu dengan pembayaran sewa (Ujrah) antara Perusahaan pembiayaan sebagai pemberi

sewa ( mu’ajjir ) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang

tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa.

Sedangkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) menjelaskan IMBT pada

pasal 323 yaitu Dalam akad ijarah Muntahiyah bit tamlik suatu benda antara Mua’jir/pihak

yang menyewakan dengan Musta’jir/pihak penyewa diakhiri dengan pembelian ma’jur/objek

ijarah oleh musta’jir/pihak penyewa.

Page 6: Leasing

6

Dari ketiga pengertian tersebut dapat di ambil pemahaman bahwa akad IMBT

merupakan akad Ijarah (sewa) sehingga syarat dan rukun Ijarah dapat diterapkan dalam

pelaksanaan Ijarah muntahiyah bit tamlik (IMBT), Ijarah dimaknai dengan dua dimensi

kehidupan, Ijarah dimaknai sebagai proses perjanjian para pihak, salah satu pihak

berkedudukan sebagai penyedia barang/jasa (muajir) dan pihak lain berkedudukan sebagai

pengguna/penerima manfaat barang/jasa (musta’jir) Ijarah yang obyeknya berupa barang

dimaknai sebagai sewa, sedangkan Ijarah yang obyeknya berupa jasa dimaknai sebagai

Upah , ijarah yang demikian berdimensi duniawi, istilah tehnis bagi sewa/upah yang

digunakan adalah Ujrah (imbalan). Disisi lain umat Islam berkeyakinan bahwa dunia ini

adalah Mazra’at (tempat bercocok tanam) yang berakibat pada kehidupan akhirat nanti.

Dalam dimensi kebaikan , orang yang bermuamalah dengan baik diantaranya melakukan

ijarah dengan baik, maka akan mendapat pahala yang terkadang disebut ” Ajrun ” . jadi

Ujrah berdimensi duniawi, sedangkan ajrun berdimensi ukhrawi. Ujrah yang termasuk akad

dalam bidang jasa sekarang ini telah diperluas dengan dihubungkan konsep intiqal al-

milkiyah, ( berpindah kepemilikan) oleh karena itu salah satu jasa yang berkembang dalam

ekonomi syariah adalah produk Ijarah muntahiyah bit tamlik ( IMBT).

Secara konseptual IMBT hampir sama dengan leasing , bahwa leasing merupakan

bentuk pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang barang modal untuk digunakan oleh

perusahaan tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala, disertai dengan hak pilih/opsi

bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang modal yang bersangkutan atau

memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.

Dalam pelaksanaan akad IMBT ada ketentuan ketentuan yang bersifat umum dan ketentuan

bersifat khusus, ketentuan bersifat umum yaitu 1). rukun dan syarat yang berlaku dalam akad

ijarah berlaku pula dalam aqad IMBT 2.) perjanjian untuk melakukan akad IMBT harus

disepakati ketika akad ijarah ditandatangani dan 3). hak dan kewajiban setiap pihak

dijelaskan dalam aqad, sedangkan yang bersifat khusus 1). pihak yang melakukan IMBT

harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual

beli (bai’) atau pemberian (hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.2). .

janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’ad (janji) yang

hukumnya tidak mengikat. Apabila wa’ad (janji) dilaksanakan, maka pada akhir masa

ijarah(sewa) wajib dibuat akad pemindahan kepemilikan. Artinya dalam akad IMBT tidak

bertentangan dengan prinsip syariah yaitu melarang 2 (dua)akad dalam 1 perjanjian, akan

tetapi membolehkan mengatur 1 akad dan 1 wa’ad dalam 1 perjanjian. Oleh karena itu

Page 7: Leasing

7

tidaklah beralasan jika lembaga-lembaga keuangan syariah menghindari dari akad IMBT

,sebenarnya IMBT dipraktekan dalam rangka memperluas produk lembaga keuangan syraiah

serta memperkaya khazanah umat islam dalam bermu’amalah, sebab akan tidak mungkin

dikemuadian hari akan lahir bentuk bentuk akad paralel lainnya.

C. Perbedaan dan persamaannya pembiayaan syari’ah/IMBT dengan

Konvensional/leasing

BIDANG IMBT/SYARIAH KONVENSIONAL/LEASING

a.Aset/Obyek

- Aset selama masa sewa menjadi pemilik Bank/ muajjir

- Bank/muajjir tetap

menjadi pemilik aset setelah masa sewa berakhir, jika nasabah tidak bersedia

membuat akad pemindahan kepemilikan (dengan jual

beli/hibah).

- sama seperti dalam financial lease nasabah membeli aset dari suplier

dengan dana pembiayaan dari bank dan aset langsung

dicatatkan atas nama nasabah. - Aset kemudian

dikontruksikan sebagai milik Bank ( karena dibeli dengan

uang Bank) dan Bank menyewakannya kepada nasabah.

b.Aqad/perjanjian

- 1 perjanjian menggunakan dengan 1 akad dan 1

wa’ad.( akadnya ijarah (sewa) dan wa’adnya jual beli atau hibah) yang akan

ditanda tangani setelah ijarah berakhir( jika nasabah

menghendaki),maka perlu dilampirkan konsep perjanjian jual beli/hibah.

Juga dilampirkan konsep kuasa kepada bank untuk

menjual aset jika pada akhir masa ijarah nasabah tidak menginginkan aset.

- sewa dan jual beli menjadi satu kesatuan dalam 1

perjanjian.

c. Perpindahan

kepemilikan.

- perpindahan kepemilikan dengan menggunakan jual

beli dan hibah.

- Perpindahan kepemilikan dilaksanakan setelah masa ijarah selesai.

- perpindahan kepemilikan dengan menggunakan jual

beli.

- Perpindahan kepemilikan diakui setelah seluruh pembayaran sewa telah

Page 8: Leasing

8

diselesaiakan.

d. Pembuktian

kepemilikan obyek.

- Bank/Muajjir dianggap

pemilik dari obyek yang disewakan logikanya banklah yang membeli

barang dari suplier. Dan nasabah untuk membeli

barang atas surat kuasa dari bank.

- dalam financial lease tidak

mengkontruksikan bahwa lessorlah yang membeli barang dari suplier.

Walaupun secara konsep umumnya IMBT sama dengan leasing (sewa-beli), tapi

terdapat perbedaan dalam bentuk peralihan hak pada akhir masa sewanya. Dalam perjanjian

leasing (sewa-beli), pada akhir masa sewa terdapat suatu nilai tebus tertentu, yang

memberikan opsi bagi penyewa untuk menebus barang yang disewa dengan mekanisme

jual-beli6. Sementara pada skema IMBT, berdasarkan Pasal 16 ayat 1 c Peraturan Bank

Indonesia No. 7/46/PBI/2005, peralihan hak yang terjadi pada akhir masa sewa (ijarah)

dilakukan dengan mekanisme hibah.7

Contoh kasus:

Ada seorang pengusaha yang bekerja dibidang industri pariwisata. Menjelang

lebaran hari raya idul fitri, ia ingin menambah armada angkutan bus pariwisatanya sebanyak

10 unit. Untuk itu ia mengajukan pemohonan kepada bank syari’ah untuk membiayai

pembelian 10 unit bus pariwisatanya. Bank syari’ah kemudian menawarkan skema

pembiayaan sewa-menyewa yang diakhiri dengan peralihan kepemilikan pada akhir masa

sewanya. Harga mobil sebesar Rp 100 juta/unit. Jangka waktu sewa selama 24 bulan (2

tahun). Pembayaran sewa bulanan atas mobil oleh bank syari’ah ditetapkan sebesar sekitar

4.166.000/bulan. Selama bulan ke-1 sampai bulan ke-24, ia bertindak sebagai penyewa atas

mobil, dan kepemilikan hak barang tersebut masih berada di tangan bank. Pada akhir bulan

ke-24, barulah terjadi perpindahan kepemilikan atas mobil dari bank syaria’ah kepadanya.

Perpindahan kepemilikan tersebut dapat dituangkan dalam suatu akad tertentu.

Dalam konsep syari’ah dikenal dengan istilah IMBT. Konsep awal dari perjanjian

bank syari’ah dengan si pengusaha bus pariwisata pada kasus ini adalah perjanjian sewa-

6 Irma Devita Purnamasari dan Suswinarto.2011. Akad Syari’ah . hal.106 7 Peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005 Ttg Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah

Page 9: Leasing

9

menyewa. Pada saat pembayaran sewa, posisi si pengusaha bus pariwisata di mata hukum

adalah selaku penyewa dan objek yang di IMBT-kan kepemilikannya masih berada

ditangan bank syari’ah selaku pemilik barang, oleh karena itu, cicilan atau angsuran yang

dilakukan oleh si pengusaha bus pariwisata setiap bulannya adalah biaya sewa. Pada akhir

masa sewa terjdi perpindahan kepemilikan atas barang yang disewa oleh si pengusaha bus

pariwiasata tersebut dari bank kepada si pengusaha bus pariwisata.

Page 10: Leasing

10

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam operating lease, lessee boleh menunda atau membatalkan pembayaran

asalkan sejak awal ia memberitahu kepada lessor. Dengan demikian bentuk ini dapat

dikategorikan sebagai sumber pembiayaan jangka pendek. Jenis ini memiliki ciri-ciri: (1)

waktunya relatif singkat jika dibandingkan dengan umur barang obyek leasing, (2)

tersedianya secara khusus service termasuk pemeliharaan, (3) hak atau kebebasan untuk

membatalkan leasing hanya di benarkan dalam alasan-alasan yang sangat terbatas sekali,

dan (4) segala resiko kerusakan yang timbul, pemeliharaan dan service menjadi tanggung

jawab lessor. Dari keempat ciri tersebut menunjukkan bahwa dalam operating lease tidak

ada tujuan untuk membebani pihak lessee untuk membayar sewa cicilan kepada lessor

sebesar jumlah harga modal yang ditanamkannya kepada obyek leasing.

Dalam tehnik pembiayaan jenis Financial leases, perusahaan leasing sebagai lessor

adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal, sedangkan lessee hanya

melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi obyek

transaksi leasing. Selama masa leasing inilah, lessee melakukan pembayaran sewa secara

berkala di mana jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran sisa residu. Dalam

Financial leases termuat ketentuan kontraktual bahwa pihak lessee tidak boleh menunda

atau membatalkan serangkaian pembayaran kepada lessor sebagai imbalan atas

pemanfaatan aktiva. Tehnik ini sering disebut sebagai full pay out lease, yaitu suatu bentuk

pembiayaan dengan cara kontrak antara lessor dengan lessee.

Leasing merupakan suatu akad untuk menyewa sesuatu barang dalam kurun waktu

tertentu. Dalam hukum muamalah Islam sangat berbeda antara sewa dengan beli. Sewa

(ijarah) merupakan suatu akad untuk mendapatkan suatu manfaat dari barang, jasa, ataupun

orang dengan adanya kompensasi tertentu, biasanya berupa uang (‘aqdun ‘alal manfaat bi

‘iwadh). Jadi, pihak penyewa mendapatkan hanya manfaat yang dikandung oleh barang

yang disewanya. Adapun barangnya itu sendiri tetap merupakan hak milik pihak pemberi

sewa.

Page 11: Leasing

11

Sedangkan jual beli merupakan mubadalatu malin bi malin tamlikan wa tamallukan

‘ala sabilit taradhi, yaitu pertukaran antara suatu barang dengan barang lain (termasuk uang)

untuk pertukaran kepemilikan di atas dasar saling meridloi satu sama lain. Berdasarkan hal

ini, barang dari pihak penjual akan menjadi milik dari pihak pembeli. Sebaliknya, uang atau

barang (bila barter) dari pihak pembeli akan langsung menjadi milik pihak penjual. Proses

jual-beli ini, tentu saja, dapat kontan dan bisa pula dilakukan dengan cicilan (kredit).

Jelaslah, perbedaan mendasar antara sewa dengan beli terletak pada siapa yang berhak

memiliki barang pada akhir masa transaksi. Dengan demikian, akad yang terjadi antara sewa

sangat berbeda dengan akad pada jual-beli

Tabel: perbedaan dan persamaan antara Ijarah dan Leasing

Ijarah Leasing

1 Objek: manfaat barang dan jasa Objek: manfaat barang saja

2 Metode pembayaran :

-pembayarannya tergantung pada kinerja objek

yang disewa

-pembayarannya tidak tergantung pada kinerja

objek yang disewa

Metode pembayaran :

-pembayarannya tidak

tergantung pada kinerja

objek yang disewa

3 Pemindahan kepemilikan :

-Ijarah = tidak ada pemindahan kepemilikan

-IMBT(Ijarah Muntahia Bit-Tamlik) = perjanjian

menjual barang atau menghibahkannya di awal

periode.

Pemindahan kepemilikan :

-operating lease = tidak ada

pemindahan kepemilikan

-financial lease = diberi

pilihan untuk membeli atau

tidak membeli barang yang

disewa yang dilakukan di

akhir periode

4 Sewa-beli : bentuk leasing seperti ini haram karena

adanya gharar/ketidak jelasan akad ( yakni antara

sewa dan beli )

Sewa-beli : ok

5 Sale and lease back : ok Sale and lease back : ok

Page 12: Leasing

12

DAFTAR PUSTAKA

Karim. Adiwarman A, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan , PT RajaGrafindo, Jakarta.2008

Susilo, Y. Sri. Et.al., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2000

Clark, Tom (Ed.), (1985), Leasing Finance, London: Euromoney Publications.

An Nabhani, Taqyuddin, (1996), Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,

Surabaya: Risalah Gusti.

M. Yahya Harahap, Leasing dan Surat-surat Berharga serta Kaitannya dengan Sengketa harta

Bersama dan Waris di Pengadilan Agama, dalam Dirjen Binbaga Islam, Mimbar

Hukum, Aktualisasi Hukum Islam No.3 Thn.II,1991.

Ahmad Kamil dan M.Fauzan, Kitab Undang-undang hukum perbankan dan ekonomi Islam, Prenada

Media, Jakarta,2007

Devita Purnamasari Irma dan Suswinarno, Akad Syari’ah.Bandung: PT Mizan Pustaka,2011