lbkh ppak trisakti per 1

Upload: kimungsuk-sinaga

Post on 12-Jul-2015

101 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Info Hukum/SP2/PPKII/ September 2004Berangkat dari devinisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa suatu Perjanjian akan menimbulkan perikatan Perjanjian sering disebut juga sebagai persetujuan, karena kedua pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Sedangkan Kontrak adalah perjanjian yang sifatnya tertulis

Mengenal Hukum PerjanjianDalam melaksanakan kegiatan PPK, seringkali kita harus membuat perikatan ataupun perjanjian dengan pihak ketiga. Setidaktidaknya pada tahap MAD I telah ada perikatan antar warga kecamatan untuk melaksanakan PPK sesuai mekanisme dan prosedur, dan jika terjadi pelanggaran maka akan dikenai sanksisanksi. Perikatan juga terbangun ketika masyarakat melakukan perjanjian pinjam-meminjam dalam kegiatan UEP antara UPK dengan kelompok dan antara kelompok dengan anggotanya. Begitu pula pada saat pengadaan barang berupa perjanjian jual beli ataupun sewa menyewa alat. Apakah sesungguhnya perikatan itu? Apa pula beda dengan perjanjian? Untuk lebih jelas mengenai apa dan bagaimana perikatan dan perjanjian, mari kita kupas bersamasama. Pada prinsipnya perikatan adalah seuatu hubungan hukum antara dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain dan yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. .

Bagaimana syarat sah suatu perjanjian?Berdasarkan pasal 1320 Kitap UndangUndang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:

1. Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri

Bahwa semua pihak menyetujui materi yang diperjanjikan, tidak ada paksaan atau dibawah tekanan.

Misal: Dalam melakukan perjanjian pengadaan barang, antara TPK dengan suplier,maka harus memenuhi unsurunsur: - TPK sepakat untuk membeli sejumlah barang dengan biaya tertentu dan supplier sepakat untuk menyuplai barang dengan pembayaran tersebut. Tidak ada unsur paksaan terhadap kedua belah pihak. - TPK dan supplier telah dewasa, tidak dalam pengawasan atau karena perundangundangan tidak dilarang untuk membuat perjanjian. - Barang yang akan dibeli/disuplai jelas, apa, berapa dan bagaimana. - Tujuan perjanjian jual beli tidak dimaksudkan untuk rekayasa atau untuk kejahatan tertentu (contoh: TPK dengan sengaja bersepakat degan supplier untuk membuat kwitansi dimana nilai harga lebih besar dari harga sesungguhnya).Pasal 1331 (1) KUH Perdata: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari uraian diatas, timbul satu pertanyaan, bagaimana jika salah satu syarat diatas tidak terpenuhi? Ada dua akibat yang dapat terjadi jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat diatas.

2. Para pihak mampu membuat suatu perjanjian

Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan orangorang yang dalam undangundang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.

3. Ada hal yang diperjanjikan

Perjanjian yang dilakukan menyangkut obyek/hal yang jelas.

4. Dilakukan atas sebab yang halal

Adalah bahwa perjanjian dilakukan dengan itikad baik bukan ditujukan untuk suatu kejahatan.

Apabila perjanjian yang dilakukan obyek/perihalnya tidak ada atau tidak didasari pada itikad yang baik, maka dengan sendirinya perjanjian tersebut batal demi hukum. Dalam kondisi ini perjanjian dianggap tidak pernah ada, dan lebih lanjut para pihak tidak memiliki dasar penuntutan di depan hakim. Sedangkan untuk perjanjian yang tidak memenuhi unsur subyektif seperti perjanjian dibawah paksaan dan atau terdapat pihak dibawah umur atau dibawah pengawasan, maka perjanjian ini dapat dimintakan pembatalan (kepada hakim) oleh pihak yang tidak mampu termasuk wali atau pengampunya. Dengan kata lain, apabila tidak dimintakan pembatalan maka perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak. Kapan perjanjian mulai dinyatakan berlaku? Pada prinsipnya, hukum perjanjian menganut asas konsensualisme. Artinya bahwa perikatan timbul sejak terjadi kesepakatan para pihak.

Satu persoalan terkait dengan hukum perjanjian adalah bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau wan prestasi?

Lebih lanjut mengenai SOMASI, dan bagaimana menyiasati suatu bentuk perjanjian ataupun somasi sebagai alat bukti akan dapat kita bahas pada edisi berikut. - - - - o0o- -- - - -- - - -- -Pedoman penting dalam menafsirkan suatu perjanjian: 1. Jika katakata dalam perjanjian jelas, maka tidak diperkenankan menyimpangkan dengan penafsiran 2. Jika mengandung banyak penafsiran, maka harus diselidiki maksud perjanjian oleh kedua pihak, dari pada memegang teguh arti katakata 3. Jika janji berisi dua pengertian, maka harus dipilih pengertian yang memungkinkan janji dilaksanakan 4. Jika katakata mengandung dua pengertian, maka dipilih pengertian yang selaras dengan sifat perjanjian 5. Apa yang meragukan, harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan 6. Tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya

Ada 4 akibat yang dapat terjadi jika salah satu pihak melakukan wan prestasi yaitu: 1. Membayar kerugian yang diderita oleh pihak lain berupa gantirugi 2. Dilakukan pembatalan perjanjian 3. Peralihan resiko 4. Membayar biaya perkara jika sampai berperkara dimuka hakim Mencari pengakuan akan kelalaian atau wan prestasi tidaklah mudah. Sehingga apabila yang bersangkutan menyangkal telah dilakukannya wan prestasi dapat dilakukan pembuktian didepan pengadilan. Sebelum kita melangkah pada proses pembuktian di pengadilan, terdapat langkahlangkah yang dapat kita tempuh yaitu dengan membuat surat peringatan atau teguran, yang biasa dikenal dengan istilah SOMASI.

Misal:Pada saat terjadi musyawarah penanganan masalah, pelaku menyatakan bahwa ia akan mengembalikan dana tersebut bulan depan. Maka, sejak ia menyatakan kesediaannya, sejak itulah perjkatan terjadi atau berlaku. Bahkan bila pada saat itu tidak dilengkapi dengan adanya pernyataan tertulis.

Anda menemukan masalah atau komplain terhadap pelaksanaan PPK?Tulis pengaduan ke

PO BOX 612 JKP

HUKUM PERJANJIAN

Oleh : YAS

A. Pengertian Perikatan: Suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Perjanjian: Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. B.Hubungan antara Perikatan dengan perjanjian Perjanjian menerbitkan perikatan, perjanjian juga merupakan sumber perikatan.

C. Asas Dalam Perjanjian1.Asas Terbuka Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluasluasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU, ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 (1) : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya 2.Asas Konsensualitas Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Asas konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata.

Asas Konsensualitas

teori pernyataan a. perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan. b.perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan dan tertulis. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian dianggap telah tercapai, apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain. Teori Penawaran bahwa perjanjian lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Apabila seseorang melakukan penawaran dan penawaran tersebut diterima oleh orang lain secara tertulis maka perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban secara tertulis dari pihak lawannya.

Asas kepribadian suatu perjanjian diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata, yang menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya dan tidak mengikat orang lain (pihak ketiga).

E. SYARAT-SYARAT SYAHNYA SUATU PERJANJIAN

Ada 4 syarat yaitu : (pasal 1320 KUHPer) Syarat Subyektif : - Sepakat untuk mengikatkan dirinya; - Cakap untuk membuat suatu perjanjian; Syarat Obyektif : - Mengenai suatu hal tertentu; - Suatu sebab yang halal.

Orang yang tidak cakap (ps.1330 KHUPerdata)

Orang orang yang belum dewasa Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan Mereka yang telah dinyatakan pailit; Orang yang hilang ingatan.

F.UNSUR DAN BAGIAN PERJANJIAN1. Unsur Perjanjian Aspek Kreditur atau disebut aspek aktif : 1). Hak kreditur untuk menuntut supaya pembayaran dilaksanakan; 2). Hak kreditur untuk menguggat pelaksanaan pembayaran 3). Hak kreditur untuk melaksanakan putusan hakim. Aspek debitur atau aspek pasif terdiri dari : 1). Kewajiban debitur untuk membayar utang; 2). Kewajiban debitur untuk bertanggung jawab terhadap gugatan kreditur 3). Kewajiban debitur untuk membiarkan barang barangnya dikenakan sitaan eksekusi (haftung)

2.Bagian dari Perjanjian

Essensialia Bagian bagian dari perjanjian yang tanpa bagian ini perjanjian tidak mungkin ada. Harga dan barang adalah essensialia bagi perjanjian jual beli. Naturalia Bagian-bagian yang oleh UU ditetapkan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur. Misalnya penanggungan. Accidentalia Bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian dimana UU tidak mengaturnya. Misalnya jual beli rumah beserta alat-alat rumah tangga.

G. Macam Perikatan

Bentuk yang paling sederhana: Perikatan bersahaja atau perikatan murni. Yi apabila masing-masing pihak hanya satu orang dan sesuatu yang dapat dituntut hanya berupa satu hal serta penuntutanya. Ini dapat dilakukan seketika Bentuk perikatan yang agak lebih rumit: a. Perikatan bersyarat: suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. 1). Perikatan dengan syarat tangguh Perikatan lahir hanya apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi dan perikatan lahir pada detik terjadinya peristiwa itu. 2). Perikatan dengan suatu syarat batal Suatu perikatan yang sudah lahir, justru berakhir atau batal apabila peristiwa yang di maksud itu terjadi.

b. Perikatan dengan ketetapan waktu Suatu ketepatan waktu tidak menangguhkan lahirnya suatu perjanjian atau perikatan suatu perjanjian atau perikatan, melainkan hanya menanggungkan pelaksanaanya, ataupun menetapkan lama waktu berlakunya suatu perjanjian atau perikatan. c. Perikatan mana suka (Alternatif) Suatu perikatan, dimana ada dua atau lebih macam prestasi sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan.

d. Perikatan tanggung menanggung Suatu perikatan dimana terdapat beberapa orang bersama-sama sebagai pihak debitur berhadapan dengan satu kreditur atau sebaliknya. Bila beberapa orang berada di pihak debitur maka tiaptiap debitur itu dapat dituntut untuk memenuhi seluruh utang. Sebaliknya bila beberapa orang berada dipihak kreditur, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut pembayaran seluruh utang. e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi; Suatu perikatan, dapat atau tak dapat dibagi, adalah sekedar prosentasinya dapat dibagi menurut imbangan pembagian mana tidak boleh mengurangi hakekat prestasi itu.

Perikatan dengan ancaman hukuman Adalah: suatu perikatan dimana ditentukan bahwa siberutang, untuk jaminan pelaksanaan perikatanya, diwajibkan melakukan sesuatu apabila perikatanya tidak dipenuhi. Tujuan Sanksi/denda: 1. Menjadi pendorong bagi si berutang supaya memenuhi kewajibanya. 2. Untuk memberikan si perpiutang dari pembuktian tentang jumlahnya atau besarnya kerugian yang dideritanya.

TIDAK TERLAKSANANYA PERJANJIAN WAN PRESTASI, OVERMACHT DAN RESIKO Cidera Janji Yaitu : Suatu keadaan tidak terlaksananya suatu perjanjian dikarenakan kesalahan/kelalaian para pihak atau salah satu pihak. Bentuk Wan prestasi/Cidera janji berupa: Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukan Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi tidak sempurna Malaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak tepat waktu Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Akibat kelalaian debitur1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (Ganti Rugi ), menurut pasal 1243 KUHPerdata maka, Biaya yaitu : Segala pengeluaran atau perongkosan nyata-nyata telah dikeluarkan oleh satu pihak Kerugian yi : Kerugian karena kerusakan barangbarang kepunyaan kreditur yang berakibat dari kelalaian debitur. Bunga yaitu : Kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayarkan oleh kreditur.

2. Pembatalan perjanjian Menurut pasal 1266 KUH Per membawa kedua pihak kembali seperti keadaan semula sebelum perjanjian diadakan, jadi perjanjian ini ditiadakan. 3. Peralihan resiko Menurut pasal 1460 KUH Per Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang-barang yang terjadi obyek perjanjian. 4. Membayar biaya perkara Menurut pasal 181 HIR bahwa pihak yang dikalahkan wajib membayar biaya perkara.

Menurut pasal 1276 KUH Per, kreditur dapat menuntut: Pemenuhan perjanjian Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi Ganti rugi Pembatalan perjanjian Pembatalan perjanjian ditambah ganti rugi

D. OverMacht/Force majeur

Pengertian Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan, yang menghalagi debetur untuk memenuhi presentasinya, dimana debitur tidak dapat dipersoalkan dan dia tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Overmacht menghentikan perikatan dan berakibat: Kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib membayar ganti rugi Resiko tidak beralih kepada debitur Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada perjanjian timbal balik.

RESIKO

karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak.

Adalah: Kewajiban memikul kerugian yang disebabkan

1. Resiko pada Perjanjian sepihak Resiko ditanggung oleh kreditur, debitur tidak wajib memenuhi prestasinya. 2. Resiko pada Perjanjian timbal balik Perjanjian timbal balik dimana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi karena overmacht maka seolaholeh perjanjian itu tidak pernah ada.

HAPUSNYA PERJANJIAN(ps.1381 KUHPerdata)

1. Karena pembayaran; 2. Karena penawaran pembayaran; 3. Karena pembaharuan utang/novatie; 4. Karena perjumpaan utang/kompensasi; 5. Karena percampuran utang; 6. Karena musnahnya obyek; 7. Karena pembebasan utang; 8. Karena batal demi hukum atau dibatalkan; 9. Karena berlakunya syarat batal; 10. Karena daluarsa yang membebaskan.

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

CHAPTER 1. HUKUM PERJANJIAN A Hubungan antara Perikatan dan Perjanjian Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu Pihak yang berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tadi adalah suatu perhubungan hukum, yang berarti hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Jadi hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis. B. Sistem Terbuka dan Asas Konsensualisme dalam Hukum Perjanjian Hukum benda mempunyai sistem tertutup, sedangkan Hukum Perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa, sedangkan Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar Undang-Undang , ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dari Hukum Perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap (Bhs. Inggris optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal Hukum Perjanjian dan diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. Apabila pihak-pihak yang membuat perjanjian itu tidak mengatur sendiri sesuatu soal, maka berarti mengenai soal tersebut akan tunduk kepada UU. Karena itu hukum perjanjian disebut hukum pelengkap, karena fungsinya melengkapi perjanjian-perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap. Sistem terbuka, yang mengandung asas kebebasan membuat perjanjian, dalam KUHPer lazimnya disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1), yang berbunyi demikian: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Penekanan pada perkataan semua menyatakan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu UU.

http://lulusujianaamai.wordpress.com

1

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

Dalam hukum perjanjian berlaku asas konsensualisme. Perkataan ini berasal dari perkataan latin consensus yang berarti sepakat. Arti asas konsensualisme adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok walaupun belum ada perjanjian tertulisnya sebagai sesuatu formalitas. Asas konsensualisme tersebut lazimnya disimpulkan dari pasal 1320 KUHPer, yang berbunyi: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal Karena suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan,maka perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Karena perjanjian sudah lahir maka tak dapat lagi ia ditarik kembali jika tidak seizin pihak lawan. Pengecualian terhadap asas konsensualisme yaitu penetapan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian, atas ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak menuruti bentuk cara yang dimaksud, misalnya: Perjanjian penghibahan, jika mengenai benda tak bergerak harus dilakukan dengan akta notaris. Perjanjian perdamaian harus dilakukan secara tertulis, dan lain sebagainya. Perjanjian yang memerlukan formalitas tertentu dinamakan perjanjian formil

C. Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Menurut pasal 1320 KHUPer, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1 sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2 cakap untuk membuat suatu pejanjian; 3 mengenai suatu hal tertentu; 4 sesuatu sebab yang halal; Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, misalnya penjual mengingini sejumlah uang, sedang pembeli mengingini sesuatu barang dari si penjual. Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330 KUHPer, disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian:

http://lulusujianaamai.wordpress.com

2

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

1. Orang-orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh UU dan semua orang kepada siapa UU telah melarang membuat perjanjian tertentu Dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya itu. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh bebas berbuah dengan harta kekayaannya. Menurut KUHPer, seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya (pasal 108 KUHPer). Perbedaannya dengan seorang anak yang belum dewasa yang harus diwakili oleh orang/wali, adalah dengan diwakili, seorang anak tidak membikin perjanjian itu sendiri tetapi yang tampil ke depan wakilnya. Tetapi seorang istri harus dibantu, berarti ia bertindak sendiri, hanya ia didampingi oleh orang lain yang membantunya. Bantuan tersebut dapat diganti dengan surat kuasa atau izin tertulis. Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adalah adanya suatu sebab yang halal. Yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri, tidak boleh mengenai sesuatu yang terlarang. Misalnya, dalam perjanjian jual beli dinyatakan bahwa si penjual hanya bersedia menjual pisaunya, kalau si pembeli membunuh orang, maka isi perjanjian itu menjadi sesuatu yang terlarang. Berbeda halnya jika seseorang membeli pisau di toko dengan maksud untuk membunuh orang dengan pisau tadi, jual beli pisau tersebut mempunyai suatu sebab atau causa yang halal, seperti jual beli barang-barang lain. Apabila syarat objektif tidak dipenuhi, perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi. Dengan demikian, nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak yang mentaatinya. Perjanjian yang demikian dinamakan voidable. Ia selalu diancam dengan bahaya pembatalan (canceling). Yang dapat meminta pembatalan dalam hal seorang anak belum dewasa adalah anak itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua/walinya. Dalam hal seorang yang

http://lulusujianaamai.wordpress.com

3

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

berada di bawah pengampuan, pengampunya. Dalam hal seorang yang telah memberikan sepakat atau perizinannya secara tidak bebas, orang itu sendiri. Bahaya pembatalan itu berlaku selama 5 tahun menurut pasal 1454 KUHPer. Bahaya pembatalan yang mengancam itu dapat dihilangkan dengan penguatan (affirmation) oleh orang tua, wali atau pengampu tersebut. Penguatan yang demikian itu, dapat terjadi secara tegas, misalnya orang tua, wali atau pengampu itu menyatakan dengan tegas mengakui atau akan mentaati perjanjian yang telah diadakan oleh anak yang belum dewasa ataupun dapat terjadi secara diam-diam, misalnya orang tua, wali atau pengampu itu membayar atau memenuhi perjanjian yang telah diadakan oleh anak itu. Ataupun orang yang dalam suatu perjanjian telah memberikan sepakatnya secara tidak bebas, dapat pula menguatkan perjanjian yang dibuatnya, baik secara tegas maupun secara diam-diam.

D. Batal dan Pembatalan suatu Perjanjian Dalam hal syarat objektif tidak terpenuhi (hal tertentu atau causa yang halal), maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void), sedangkan apabila syarat subjektif terpdenuhi (tidak cakap atau memberikan perizinannya secara tidak bebas), maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan (canceling). Jadi ada perbedaan antara perjanjian yang batal demi hukum dan perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan. Tentang perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal yang tertentu, perjanjian yang demikian tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Hal yang demikian dapat segera diketahui oleh hakim. Tentang perjanjian yang isinya tidak halal, perjanjian yang demikian itu tidak boleh dilaksanakan karena melanggar hukum atau kesusilaan. Hal yang demikian juga dapat segera diketahui hakim sehingga dari sudut keamanan dan ketertiban, perjanjian seperti itu harus dicegah. Tentang perjanjian yang kekurangan syarat-syarat subjektifnya yang menyangkut kepentingan seseorang , yang mungkin tidak mengingini perlindungan hukum terhadap dirinya, misalnya seorang yang oleh UU dipandang sebagai tidak cakap, mungkin sekali sanggup memikul tanggung jawab sepenuhnya terhadap perjanjian yang telah dibuatnya. Atau seseorang yang telah memberikan persetujuannya karena khilaf atau tertipu, mungkin sekali segan atau malu meminta perlindungan hukum. Adanya kekurangan mengenai syarat subjektif itu tidak begitu saja dapat diketahui oleh hakim, jadi harus diajukan oleh pihak yang berkepentingan, dan apabila diajukan kepada hakim, mungkin sekali disangkal oleh pihak lawan, sehingga memerlukan pembuktian. Karena itu, dalam hal adanya kekurangan mengenai syarat-syarat subjektif, UU menyerahkan kepada pihak yang berkepentingan, apakah ia menghendaki pembatalan perjanjian atau tidak, sehingga perjanjian yang demikian bukan batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalan. Persetujuan kedua belah pihak yang merupakan kesepakatan itu, harus diberikan secara bebas. Dalam hukum perjanjian, ada tiga sebab yang membuat perizinan tidak bebas, yaitu : paksaan, kekhilafan dan penipuan. 1 Yang dimaksud dengan paksaan, adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychics), jadi bukan paksaan badan (fisik). Misalnya salah satu pihak,

http://lulusujianaamai.wordpress.com

4

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

karena diancam atau ditakut-takuti terpaksa menyetujui suatu perjanjian. 2 Kekhilafan atau kekeliruan terjadi, apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa, hingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut, ia tidak akan memberikan persetujuannya. Contoh kekhilafan mengenai barang misalnya, seseorang membeli sebuah lukisan yang dikiranya lukisan Basuki Abdullah, tetapi kemudian ternyata hanya turunan saja. Kekhilafan itu harus diketahui oleh lawan, atau paling sedikit harus sedemikian rupa sehingga pihak lawan mengetahui bahwa ia berhadapan dengan seorang yang berada dalam kekhilafan. 3 Penipuan terjadi, apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keteranganketerangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya. Menurut yurisprudensinya, tak cukup kalau orang itu hanya melakukan kebohongan mengenai suatu hal saja, paling sedikit harus ada suatu rangkaian kebohongan atau suatu perbuatan yang dinamakan tipu muslihat. Hak meminta pembatalan hanya ada pada satu pihak saja, yaitu pihak yang oleh UU diberi perlindungan itu (pihak yang tidak cakap dan pihak yang tidak bebas dalam memberikan sepakat). Meminta pembatalan itu oleh pasal 1454 KUHPer dibatasi sampai suatu batas waktu tertentu, yaitu 5 tahun, yang mulai berlaku (dalam hal ketidakcakapan suatu pihak) sejak orang ini menjadi cakap menurut hukum. Dalam hal paksaan, sejak hari paksaan itu telah berhenti. Dalam hal kekhilafan atau penipuan, sejak hari diketahuinya kekhilafan atau penipuan itu. Ada dua cara untuk meminta pembatalan perjanjian: 1. Pihak yang berkepentingan secara aktif sebagai penggugat meminta kepada hakim supaya perjanjian itu dibatalkan. 2. Menunggu sampai ia digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut, kemudian mengemukakan bahwa perjanjian tersebut telah disetujuinya ketika ia masih belum cakap, atau karena diancam, ditipu atau khilaf mengenai objek perjanjian. Di depan sidang pengadilan itu ia memohon kepada hakim supaya perjanjian dibatalkan. Meminta pembatalan secara pembelaan inilah yang tidak dibatasi waktunya.

E. Wanprestasi dan akibat-akibatnya Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain, atau di mana di orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu: 1 perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang, misalnya jual beli, tukar menukar, penghibahan (pemberian), sewa menyewa, pinjam pakai. 2 perjanjian untuk berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan.

http://lulusujianaamai.wordpress.com

5

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

3

Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain. Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam: tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; melaksankan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Mengenai perjanjian untuk menyerahkan suatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan, jika dalam perjanjian tidak ditetapkan batas waktunya tetapi si berutang akan dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan, pelaksanaan prestasi itu harus lebih dahulu ditagih. Apabila prestasi tidak seketika dapat dilakukan, maka si berutang perlu diberikan waktu yang pantas. Sanksi yang dapat dikenakan atas debitur yang lalai atau alpa ada empat macam, yaitu: membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi; pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; peralihan resiko; membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim. Ganti rugi sering dirinci dalam tiga unsur: biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Contoh nya jika seorang sutradara mengadakan suatu perjanjian dengan pemain sandiwara untuk mengadakan suatu pertunjukan dan pemain tersebut tidak datang sehingga pertunjukan terpaksa dibatalkan, maka yang termasuk biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa gedung, sewa kursi dan lain-lain. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Misalnya rumah yang baru diserahkan oleh pemborong ambruk karena salah konstruksinya, hingga merusak perabot rumah. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Misalnya, dalam hal jual beli barang, jika barang tersebut sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari harga pembeliannya. Code Civil memperinci ganti rugi itu dalam dua unsur, yaitu dommages et interests. Dommages meliputi biaya dan rugi seperti dimaksudkan di atas, sedangkan interest adalah sama dengan bunga dalam arti kehilangan keuntungan. Dalam soal penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ketentuan-ketentuan yang merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi.. Pasal 1247 KUHPer menentukan : Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya. Pasal 1248 KUHPer menentukan : Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu

http://lulusujianaamai.wordpress.com

6

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

disebabkan karena tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perjanjian. Suatu pembatasan lagi dalam pembayaran ganti rugi terdapat dalam peraturan mengenai bunga moratoir. Apabila prestasi itu berupa pembayaran sejumlah uang, maka kerugian yang diderita oleh kreditur kalau pembayaran itu terlambat, adalah berupa interest, rente atau bunga. Perkataan moratoir berasal dari kata Latin mora yang berarti kealpaan atau kelalaian. Jadi bunga moratoir berarti bunga yang harus dibayar (sebagai hukuman) karena debitur itu alpa atau lalai membayar utangnya, ditetapkan sebesar 6 prosen setahun. Juga bunga tersebut baru dihitung sejak dituntutnya ke pengadilan, jadi sejak dimasukkannya surat gugatan. Pembatalan perjanjian, bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Dikatakan bahwa pembatalan itu berlaku surut sampai pada detik dilahirkannya perjanjian. Kalau suatu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka itu harus dikembalikan. Pokoknya, perjanjian itu ditiadakan. Pembatalan perjanjian karena kelalaian debitur diatur dalam pasal 1266 KUHPer yang mengatur mengenai perikatan bersyarat, yang berbunyi: Syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban itu dinyatakan dalam perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam perjanjian, hakim leluasa menurut keadaan atas permintaan si tergugat, untuk memberikan suatu jangka waktu guna kesempatan memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana tidak boleh lebih dari satu bulan. Pembatalan perjanjian itu harus dimintakan kepada hakim, bukan batal secara otomatis walaupun debitur nyata-nyata melalaikan kewajibannya. Putusan hakim itu tidak bersifat declaratoir tetapi constitutif, secara aktif membatalkan perjanjian itu. Putusan hakim tidak berbunyi Menyatakan batalnya perjanjian antara penggugat dan tergugat melainkan, Membatalkan perjanjian. Hakim harus mempunyai kekuasaan discretionair, artinya : kekuasaan untuk menilai besar kecilnya kelalaian debitur dibandingkan dengan beratnya akibat pembatalan perjanjian yang mungkin menimpa si debitur iut. Kalau hakim menimbang kelalaian debitur itu terlalu kecil, sedangkan pembatalan perjanjian akan membawa kerugian yang terlalu besar bagi debitur, maka permohonan untuk membatalkan perjanjian akan ditolak oleh hakim. Menurut pasal 1266 hakim dapat memberikan jangka waktu kepada debitur untuk masih memenuhi kewajibannya. Jangka waktu ini terkenal dengan nama terme de grace. Peralihan resiko sebagai sanksi ketiga atas kelalaian seorang debitur disebutkan dalam pasal 1237 KUHPer. Yang dimaksudkan dengan resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian. Peralihan resiko dapat digambarkan demikian:

http://lulusujianaamai.wordpress.com

7

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

Menurut pasal 1460 KUHPer, maka resiko dalam jual beli barang tertentu dipikulkan kepada si pembeli, meskipun barangnya belum diserahkan. Kalau si penjual itu terlambat menyerahkan barangnya, maka kelalaian ini diancam dengan mengalihkan resiko tadi dari si pembeli kepada si penjual. Jadi dengan lalainya si penjual, resiko itu beralih kepada dia. Tentang pembayaran ongkos biaya perkara sebagai sanksi keempat bagi seorang debitur yang lalai adalah tersimpul dalam suatu peraturan Hukum Acara, bahwa pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara. Menurut pasal 1267 KUHPer, pihak kreditur dapat menuntut si debitur yang lalai untuk melakukan : 1 pemenuhan perjanjian; 2 pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi; 3 ganti rugi saja; 4 pembatalan perjanjian; 5 pembatalan disertai ganti rugi.

F Pembelaan Debitur yang Dituduh Lalai Seorang debitur yang dituduh lalai dan dimintakan supaya kepadanya diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia dapat membela diri dengan mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman-hukuman itu. Pembelaan tersebut ada tiga macam, yaitu: a Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur); b Mengajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai (exceptio non adimpleti contractus); c Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (pelepasan hak : bahasa Belanda ; rechtsverwerking). Keadaan memaksa (overmacht atau force majeur). Dengan mengajukan pembelaan ini, debitur berusaha menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi. Pasal 1244 dan 1245 KUHPer mengatur pembebasan debitur dari kewajiban mengganti kerugian,karena suatu kejadian yang dinamakan keadaan memaksa. Dua pasal tersebut merupakan doublure, yaitu dua pasal yang mengatur satu hal yang sama. Jadi keadaan memaksa adalah suatu kejadian yang tak terduga, tak disengaja dan tak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur serta memaksa dalam arti debitur terpaksa tidak menepati janjinya. Ada keadaan tertentu di mana terjadi suaut peristiwa yang tak terduga di luar kesalahan pihak debitur, tetapi segala akibat peristiwa itu harus dipikulkan kepadanya karena ia telah menyanggupinya atau karena penanggungan segala akibat itu termaktub dalam sifatnya perjanjian. Exceptio non adimpleti contractus. Dengan pembelaan ini si debitur yang dituduh lalai dan dituntut membayar ganti rugi itu mengajukan di depan hakim bahwa kreditur sendiri juga tidak menetapi janjinya. Dalam setiap perjanjian timbal balik, dianggap ada suatu asas bahwa kedua pihak harus sama-sama melakukan kewajibannya.

http://lulusujianaamai.wordpress.com

8

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

Prinsip menyeberang bersama-sama dalam jual beli ditegaskan dalam pasal 1478 KUHPer : Si pejual tidak diwajibkan memyerahkan barang-barangnya, jika si pembeli belum membayar harganya, sedangkan si penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran tersebut. Prinsip exceptio non adimpleti contractus ini tidak disebutkan dalam pasal UU, melainkan merupakan hukum yurisprudensi, yaitu suatu peraturan hukum yang telah diciptakan oleh para hakim. Pelepasan hak (rechtsverwerking). Merupakan suatu sikap pihak kreditur dari mana pihak debitur boleh menyimpulkan bahwa kreditur itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi. Misalnya, si pembeli, meskipun barang yang diterimanya tidak memenuhi kwalitas, tidak menegur si penjual atau mengembalikan barangnya, tetapi barang itu dipakainya. Atau ia pesan lagi barang seperti itu. Dari sikap tersebut dapat disimpulkan bahwa barang itu sudah memuaskan si pembeli. Jika ia kemudian menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian, maka tuntutan itu sudah selayaknya tidak diterima oleh hakim.

G. Cara-Cara Hapusnya Suatu Perikatan Pasal 1381 KUHPer menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan, yaitu: 1 pembayaran; 2 penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; 3 pembaharuan utang; 4 perjumpaan utang atau kompensasi; 5 pencampuran utang; 6 pembebasan utang; 7 musnahnya barang yang terutang; 8 batal/pembatalan; 9 berlakunya suatu syarat batal dan 10 lewatnya waktu. Selain cara-cara di atas, ada cara-cara lain yang tidak disebutkan, misalnya berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian atau meninggalnya salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian, seperti meninggalnya seorang pesero dalam suatu perjanjian firma dan pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian di mana prestasi hanya dapat dilaksanakan oleh si debitur sendiri dan tidak oleh seorang lain. Pembayaran. Dengan pembayaran dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela. Yang wajib membayar suatu utang, bukan saja si berutang, tetapi juga seorang kawan berutang dan seorang penanggung utang. Dalam pasal 1332 KUHPer diterangkan bahwa suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja orang pihak ketiga yang bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya si berutang, atau jika ia bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang. Agar pembayaran itu sah, perlu orang yang membayar itu pemilik dari barang yang dibayarkan dan berkuasa memindahtangankannya. Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang (kreditur) atau kepada seorang yang dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang dikuasakan oleh hakim atau oleh UU untuk menerima pembayaran-permbayaran bagi si berpiutang.

http://lulusujianaamai.wordpress.com

9

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan Merupakan cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran. Cara itu adalah sebagai berikut: Barang atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang notaris atau seorang juru sita pengadilan kepada kreditur atas nama debitur, pembayaran mana akan dilakukan dengan menyerahkan (membayarkan) barang atau uang yang telah diperinci. Notaris atau juru sita tadi sudah menyediakan suatu proses perbal. Apabila kreditur suka menerima baang atau uang yang ditawarkan itu, maka selesailah perkara pembayaran itu. Apabila kreditur menolak, maka notaris/juru sita akan mempersilahkan kreditur itu menandatangani proses perbal tersebut dan jika kreditur tidak suka menaruh tanda tangannya, hal itu akan dicatat oleh notaris/jurusita di atas surat proses perbal tersebut. Dengan demikian ada bukti yang resmi bahwa si berpiutang telah menolak pembayaran. Langkah berikutnya: si berutang (debitur) di muka Pengadilan Negeri dengan permohonan kepada pengadilan itu supaya pengadilan mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukan itu. Setelah itu, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri dan dengan demikian utang piutang itu sudah hapus. Barang atau uang tersebut di atas berada dalam simpanan Kepaniteraan Pengadilan Negeri atas tanggungan (resiko) si berpiutang. Si berpiutang sudah bebas dari utangnya. Segala biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan, harus dipikul oleh si berutang. Pembaharuan utang atau novasi Menurut pasal 1413 KUHPer, ada 3 macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu: 1 Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Disebut dengan novasi objektif karena yang diperbaharui adalah objeknya perjanjian. 2 Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya. Disebut novasi subjektif passif karena yang diganti adalah debiturnya; 3 Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya. Disebut sebagai novasi subjektif aktif karena yang diganti adalah krediturnya. Perjumpaan utang atau kompensasi Merupakan cara penghapusan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal balik antara kreditur dan debitur. Jika dua orang saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan. Perjumpaan tersebut terjadi demi hukum. Agar dua utang dapat diperjumpakan, perlulah dua utang itu seketika dapat ditetapkan besarnya atau jumlahnya dan seketika dapat ditagih. Kedua utang itu harus samasama mengenai uang atau barang yang dapat dihabiskan, dari jenis dan kwalitet yang sama, misalnya beras kwalitet Cianjur. Perjumpaan terjadi dengan tidak dibedakan dari sumber apa utang piutang antara

http://lulusujianaamai.wordpress.com

10

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

kedua belah pihak itu telah lahir, terkecuali: 1 Apabila dituntutnya pengembalian suatu barang yang secara berlawanan dengan hukum dirampas dari pemiliknya; 2 Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan; 3 Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi). Jadi ketentuan di atas merupakan larangan kompensasi dalam hal-hal yang demikian. Pencampuran utang Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadi demi hukum suatu pencampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan. Misalnya, si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau si debitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin. Hapusnya utang piutang dalam hal pencampuran ini, adalah betul-betul demi hukum dalam arti otomatis. Pencampuran utang yang terjadi pada dirinya si berutang utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya (borg). Sebaliknya pencampuran yang terjadi pada seorang penanggung utang tidak sekali-kali mengakibatkan hapusnya utang pokok. Pembebasan utang Apabila si berpiutang dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari si berutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian, maka perikatan yaitu hubungan utang piutan hapus. Perikatan di sini hapus karena pembebasan. Pembebasan suatu utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan, misalnya pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh si berpiutang kepada si berutang. Pembebasan utang perlu diterima baik dahulu oleh debitur, barulah dapat dikatakan bahwa perikatan utang-piutang telah hapus karena pembebasan, sebab ada juga kemungkinan seorang debitur tidak suka dibebaskan dari utangnya. Perbedaan antara pembebasan utang dengan pemberian (schenking) adalah bahwa pembebasan utang tidak menerbitkan suatu perikatan, justru menghapuskan perikatan, dan dengan suatu pembebasan tidak dapat dipindahkan suatu hak milik, sebaliknya suatu pemberian meletakkan suatu perikatan antara pihak penghibah dan pihak yang menerima hibah dan perikatan itu bertujuan memindahkan hak milik atas sesuatu barang dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya. Musnahnya barang yang terutang Jika barang tertentu yang menjadi objek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang,hingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Batal/pembatalan Perjanjian-perjanjian yang kekurangan syarat objektifnya (sepakat atau kecakapan) dapat dimintakan pembatalan oleh orang tua atau wali dari pihak yang tidak cakap itu atau oleh pihak yang memberikan perizinannya secara tidak bebas karena menderita paksaan atau karena khilaf atau ditipu. Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan syarat subjektifnya itu dapat

http://lulusujianaamai.wordpress.com

11

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

dilakukan dengan dua cara: Pertama, secara aktif menuntut pembatalan perjanjian yang demikian di depan hakim. Kedua, secara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan di situlah baru mengajukan kekurangannya perjanjian itu. Untuk penuntutan secara aktif diberi batas waktu 5 tahun, sedangkan untuk pembatalan sebagai pembelaan tidak diadakan pembatasan waktu itu. Penuntutan pembatalan akan tidak diterima oleh Hakim, jika ternyata sudah ada penerimaan baik dari pihak yang dirugikan, karena seorang yang sudah menerima baik suatu kekurangan atau suatu perbuatan yang merugikan baginya, dapat dianggap telah melepaskan haknya untuk meminta pembatalan. Ada pula kekuasaan yang oleh Ordonansi Woeker diberikan kepada Hakim untuk membatalkan perjanjian, kalau ternyata antara kedua belah pihak telah diletakkan kewajiban secara timbal balik, yang satu sama lain jauh tidak seimbang dan ternyata pula, satu pihak telah berbuat secara bodoh, kurang pengalaman atau dalam keadaan terpaksa. Berlakunya syarat batal Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan lahirnya perikatan sehingga terjadinya peristiwa tadi, atau secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut. Dalam hal yang pertama, perikatan dilahirkan hanya apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Dalam hal yang kedua, suatu perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Perikatan semacam yang terakhir ini dinamakan suatu perikatan dengan suatu syarat batal. Dalam Hukum Perjanjian pada asasnya suatu syarat batal selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perjanjian. Dengan begitu, syarat batal itu mewajibkan si berutang untuk mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan itu terjadi. Namun berlaku surutnya pembatalan itu hanyalah suatu pedoman yang harus dilaksanakan jika itu mungkin dilaksanakan. Lewat waktu Menurut pasal 1946 KUHPer, yang dinamakan daluwarsa atau lewat waktu ialah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluwarsa acquisitif, sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan (atau suatu tuntutan) dinamakan daluwarsa extinctif. Menurut pasal 1967, segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu atas hak, lagipula tak dapatlah diajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk. Dengan lewatnya waktu tersebut di atas, hapuslah setiap perikatan hukum dan tinggallah suatu perikatan bebas artinya kalau dibayar boleh tetapi tidak dapat

http://lulusujianaamai.wordpress.com

12

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

dituntut di depan hakim. Debitur jika ditagih utangnya atau dituntut di depan pengadilan dapat mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang kedaluwarsanya piutang dan dengan demikian mengelak atau menangkis setiap tuntutan.

ENGLISH LAW CONTRACT -1 Kontrak adalah perjanjian yang mengikat secara hukum, yaitu suatu perjanjian di mana pihak-pihak yang terlibat mempunyai kewajiban legal, yang diakui secara hukum. Anson mendefinisikan kontrak sebagai: An agreement enforceable at law made between two or more persons by which rights are acquired by one or more to acts or forebearances on the part of the other or others Suatu perjanjian tidak perlu mengandung ketentuan tertulis agar dapat berlaku secara hukum. Semua perjanjian dapat dijalankan secara hukum, kecuali: 1 pernyataan dalam perjanjian itu secara jelas mengingkari maksud untuk menciptakan perjanjian yang mengikat secara hukum. Contohnya adalah kasus Rose & Frank Co. v. Crompton Bros (1925). Perjanjian antara kedua belah pihak itu mengandung pernyataan bahwa perjanjian tersebut tidak akan tunduk pada jurisdiksi hukum di pengadilan. Karena itu perjanjian tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban hukum. 2 perjanjian itu merupakan salah satu dari jenis perjanjian di mana tidak ada kewajiban legal yang mengikat di dalamnya. Perjanjian yang berhubungan dengan hal-hal yang murni bersifat sosial atau domestik adalah contoh perjanjian di mana tidak ada kewajiban legal yang mengikat. Contohnya adalah kasus Balfour v. Balfour (1919) di mana seorang suami yang meninggalkan negaranya berjanji untuk memberikan uang secara teratur untuk keperluan hidup istrinya. Ketika dia tidak melakukannya, istrinya menuntut namun dinyatakan bahwa istrinya tidak mempunyai hak untuk menuntut karena perjanjian di antara mereka hanya merupakan pengaturan yang bersifat domestik dan tidak dimaksudkan untuk mempunyai konsekuensi legal. 3 perjanjian itu merupakan salah satu perjanjian yang menurut hukum tidak mempunyai efek legal. Contohnya adalah perjanjian untuk menikah, menurut Law Reform Act 1970 tidak menciptakan perjanjian yang mengikat secara hukum. A. Privity of Contract Karena perjanjian itu dibuat antara kedua belah pihak, maka merupakan aturan umum bahwa hanya pihak-pihak tersebut yang mempunyai hak dan kewajiban atas kontrak tersebut, dan kontrak tersebut tidak dapat memberikan keuntungan atau menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga. Ketentuan ini mempunyai sejumlah kualifikasi dan pengecualian: Jika A menuntut B atas pelanggaran kontrak, pengadilan bisa memberikan ganti rugi kepada C, atau memerintahkan B untuk melaksanakan kontrak tersebut untuk keuntungan C. Contoh kasusnya adalah Jackson v. Horizon Holidays (1975), di mana seorang pria yang membooking liburan untuk dia dan keluarganya, namun

http://lulusujianaamai.wordpress.com

13

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

fasilitas yang diberikan tidak sesuai dengan yang digambarkan dalam brosur. Dinyatakan bahwa dia berhak untuk mendapatkan ganti rugi, tidak hanya untuk kerugian dan kekecewaannya sendiri, tetapi juga yang diderita oleh keluarganya. Seorang principal, sekalipun tidak dikemukakan, dapat menuntut atas kontrak yang dibuat atas kepentingannya oleh agent Jika seorang suami mengasuransikan hidupnya untuk benefit istrinya, atau sebaliknya, istri atau suami tersebut berhak atas keuntungan dari polis. Ini lebih merupakan aspek dalam hukum trusts daripada hukum perjanjian. B. Types of Contract Sebuah kontrak bisa berbentuk: - contract of record - simple contract - contract under seal atau yang dikenal dengan speciality of contract atau deed Klasifikasi lain adalah executed dan executory contracts. Sebuah kontrak adalah executed jika satu atau kedua pihak telah melakukan semua yang diminta dalam kontrak. Sebaliknya, jika kewajiban dari salah satu atau kedua belah pihak masih harus dilaksanakan, kontrak tersebut dikatakan executory. 1. Contracts of record Contracts of records meliputi hutang pengadilan dan recognizances dan recognizance adalah kewajiban yang diharuskan oleh pengadilan, misalnya perintah untuk membayar biaya tuntutan. 2. Simple contracts Simple contract adalah perjanjian, baik express maupun implied, yang menciptakan hak dan kewajiban hukum. Umumnya, simple contract tidak membutuhkan bentuk tertentu, bisa dibuat dalam bentuk tulisan atau secara oral. atau keberadaannya bisa dilihat dari tindakan, misalnya jika seseorang naik bis, tindakannya itu mengindikasikan baik keinginannya untuk dibawa ke tempat tujuaannya dan kesediaannya untuk membayar ongkos yang pantas. Ada beberapa jenis kontrak yang harus dibuat secara tertulis (made in writing), misalnya: - kontrak asuransi marine - bills of exchange dan promisory notes - kontrak untuk pembayaran kembali uang yang dipinjam dari orang yang meminjamkan uang atau bunga dari pinjaman - acknowledgement of statute-barred debts - transaksi kredit konsumer yang jumlahnya kurang dari 5000 - transfers of shares dalam perusahaan yang tercatat dalam Companies Acts Kontrak tersebut jika tidak dalam bentuk in writing maka akan batal (void), artinya tidak mempunyai efek legal. Ada juga kontrak yang harus dibuktikan secara tertulis (evidenced by writing): - contracts of guarantee - perjanjian penjualan atau penempatan tanah Perbedaan antara contract of guarantee, yang harus dibuktikan secara tertulis, dengan indemnity (yang tidak memerlukan pembuktian secara tertulis) adalah :

http://lulusujianaamai.wordpress.com

14

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

A guarantee adalah janji untuk bertanggung jawab atas utang, kegagalan atau kesalahan mengantar oleh orang lain. Ada tiga pihak yang terlibat dalam guarantee, yaitu kreditur, debitur dan guarantor. Guarantor akan mambayar kepada kreditur jika debitur tidak melakukannya. Sebaliknya dalam kontrak indemnity hanya ada dua pihak, dan indemnifier akan mengatakan kepada kreditur Biarkan dia mendapatkan barangnya, dan kamu akan dibayar. Jadi kalau guarantor hanya merupakan orang kedua yang bertanggung jawab, yaitu hanya bertanggung jawab jika debitur tidak membayar, sedangkan indemnifier adalah orang pertama yang bertanggung jawab. 3. Contracts under seal Contract under seal, yang juga dikenal sebagai a speciality of contract atau deed, harus secara tertulis, ditandatangani oleh kedua belah pihak, diberi meterai dan dikirim. Penggunaan contract under seal adalah untuk tipe-tipe kontrak sebagai berikut: - Gratuitous promises. Merupakan janji yang dibuat seseorang untuk memberikan atau melakukan sesuatu dan dia tidak akan mendapatkan apa-apa sebagai imbalannya. Biasanya, kedua belah pihak dalam kontrak mempunyai hak dan kewajiban. - Conveyances of land atau leases of land untuk periode lebih dari 3 tahun - Transfers of British ships atau shares dalam kapal tersebut Perbedaan atara simple contract dan contract under seal adalah sebagai berikut: - Dengan pengecualian untuk contract in restraint of trade, speciality contract tidak memerlukan consideration, sedangkan simple contract selalu meminta consideration. - Tuntutan dalam speciality contract harus dilakukan dalam waktu 12 tahun, sedangkan dalam simple contract harus dilakukan dalam waktu 6 tahun, kecuali bila tuntutan tersebut meliputi personal injuries, maka periodenya, dengan pengecualian tertentu, hanya dibatasi selama 3 tahun. - Dalam speciality of contract, pernyataan yang dibuat ada;aj bukti konklusif atas kebenarannya, kecuali kecurangan, kesalahan, paksaan bisa dibuktikan. Sedangkan, dalam simple contract, pernyataan hanya bukti presumptive atas kebenarannya, dan anggapan tersebut bisa dibantah jika ada bukti yang menunjukkan sebaliknya. - Jika simple contract dimasukkan dalam deed, maka simple contract tidak ada lagi. Ketentuan ini tidak berlaku bila sebaliknya yang terjadi. - Stamp duty seharga sekurang-kurangnya 50p untuk deed, namun tidak diperlukan stamp duty untuk simple contract. C. Offer and Acceptance Sebelum sebuah kontrak yang valid timbul, harus ada tawaran yang tidak dapat ditarik kembali (unrevoked offer) oleh satu pihak, the offerer, dan penerimaan tanpa syarat (unqualified acceptance) oleh pihak lain, the offeree. Dua ketentuan penting sehubungan dengan offer dan acceptance adalah : Pertama, tawaran tersebut tidak ada sampai dikomunikasikan kepada pihak lain. Dalam Taylor v. Laird (1856) kapten kapal telah berhenti dari pekerjaannya dalam

http://lulusujianaamai.wordpress.com

15

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

pelayaran, tapi dia bekerja membantu menjalankan kapal tersebut dalam perjalanan pulang. Dia meminta remuneration atas pekerjaannya itu kepada pemilik kapal, tetapi dinyatakan bahwa dia tidak berhak karena tawaran atas pelayanannya itu tidak pernah dikomunikasikan kepada pemilik kapal, sehingga dia tidak punya kesempatan untuk menerima atau menolak tawaran tersebut. Kedua, conditions bisa dilekatkan pada tawaran, tapi agar dapat berlaku, harus dikomunikasikan terlebih dahulu kepada offeree. Dalam Henderson v. Stevenson (1875), di depan tiket kapal api hanya ada tulisan Dublin to Whitehaven, sedangkan pada belakang tiket tersebut dicantumkan condition bahwa perusahaan tidak akan bertanggung jawab atas kerugian, luka atau keterlambatan atas penumpang atau barangnya. Condition tersebut tidak dapat diberlakukan karena penumpang tidak mengetahui hal tersebut. Acceptance harus bersifat unconditional. Jika, misalnya, proposer dari kelas asuransi tertentu telah mengisi proposal form berdasarkan rate standard yang berlaku, dan penanggung telah menerima tawaran tersebut. Jika kemudian ternyata resiko tersebut lebih tinggi dari yang normal dan penanggung menginginkan tambahan premi, proposer tidak terikat untuk menerima persyaratan tambahan tersebut. Karena itu, penanggung harus menolak tawaran yang dulu dan membuat counter-offer di mana proposer bebas untuk menolak atau menerimanya. Acceptance harus dikomunikasikan. Contoh kasusnya adalah Felthouse v. Bindley (1862) di mana penggugat menulis surat kepada keponakannya dan menawarkan untuk membeli kudanya dan menambahkan Jika saya tidak mendapat kabar lagi, maka saya menganggap bahwa kuda tersebut adalah milik saya dengan harga 30/15/Od. Setelah mendapat surat dari pamannya tersebut, keponakannya menyuruh orang untuk menunda menjual kuda tersebut, namun karena ada kesalahan, kuda tersebut terjual. Tuntutan paman tersebut digugurkan karena tidak ada kontrak antara paman dan keponakannya tersebut, karena acceptance harus dikomunikasikan. Acceptance, bisa dikomunikasikan melalui tindakan dalam keadaan yang tepat. Contoh kasusnya adalah Carlill v. Carbolic Smoke Ball Co. (1893) di mana tergugat telah mengiklankan produknya bahwa jika seseorang menggunakannya menurut petunjuk yang ada dan terserang influenza, maka dia berhak menuntut 100. Nyonya Carlill membeli produk tersebut dan menggunakannya sesuai petunjuk selama 58hari dan terserang influenza sehingga dia menuntut 100. Tergugat menolak klaim tersebut dengan alasan bahwa Nyonya Carlill tidak mengkomunikasikan kepada mereka bahwa dia menerima tawaran mereka. Pengadilan memutuskan bahwa ada janji yang dibuat sebagai imbalan jika melakukan tindakan tersebut dan dengan melakukan tindakan tersebut mengindikasikan adanya acceptance sehingga tuntutan tersebut dikabulkan. Sebuah offer tidak dapat diterima jika si penerima tidak mengetahui adanya tawaran tersebut. Sebagai contoh, jika seseorang mengiklankan bahwa dia akan memberikan hadiah jika seseorang dapat menemukan barangnya yang hilang, dan seseorang yang tidak menyadari tawaran tersebut menemukan barang tersebut dan mengembalikannya kepada pemiliknya, maka dia tidak berhak atas hadiah tersebut. (Sebaliknya, jika seorang polisi menemukan barang dan mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya, dia tidak berhak atas hadiah, walaupun dia tahu bahwa telah ditawarkan hadiah, karena mengembalikan barang yang hilang kepada

http://lulusujianaamai.wordpress.com

16

Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi

pemiliknya adalah tugasnya). Pengecualian atas ketentuan bahwa acceptance harus dikomunikasikan adalah jika acceptance dilakukan melalui pos. Dalam kasus ini, acceptance telah lengkap pada saat surat tersebut diposkan, walaupun tidak pernah sampai ke tujuannya, selama pada surat tersebut dicantumkan alamat yang tepat dan diposkan dengan tepat. Ini tidak berlaku, bila dalam perjanjian dinyatakan bahwa tawaran tidak diterima sampai pemberitahuan tentang acceptance diterima. Sebuah tawaran bisa general atau spesifik. Tawaran bisa ditujukan kepada orang secara umum dan diterima oleh setiap orang yang termasuk dalam kelas di mana tawaran tersebut ditujukan. Ini biasanya untuk offer yang dibuat melalui iklan di surat kabar. Tapi offer juga bisa ditujukan kepada individu yang spesifik, misalnya A menawarkan untuk menjual mobilnya kepada B, sehingga hanya A yang bisa menerima tawaran tersebut. Sebuah tawaran terbuka samapi dia diterima atau sampai ditarik kembali atau berakhir. Sebuah tawaran bisa ditarik kembali oleh offeror setiap saat sebelum tawaran tersebut belum diterima. Dalam transaksi melalui pos, sebuah tawaran komplit hanya jika dia telah diterima oleh offeree, sedangkan acceptance biasanya efektif pada saat surat diposkan. Revocation, seperti halnya tawaran, hanya efektif pada saat diterima oleh offeree. Karena itu, jika A menawarkan melalui pos untuk menjual barang kepada B, dan B setelah beberapa hari terlambat, menerima tawaran melalui pos itu, revocation oleh A pada waktu itu tidak berguna kecuali jika revocation tersebut telah sampai di B sebelum B memposkannya surat acceptancenya.

http://lulusujianaamai.wordpress.com

17

Hukum Perikatan/ PerjanjianPerjanjian adalah salah satu bagian terpenting dari hukum perdata. Sebagaimana diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalamnya diterangkan mengenai perjanjian, termasuk di dalamnya perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa,dan perjanjian pinjam-meminjam. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Pengertian perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Sedangkan definisi dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan Perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa. Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan. Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat: 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu pokok persoalan tertentu. 4. Suatu sebab yang tidak terlarang. Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka

Ahde08/gts

1

kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum. Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya. Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko dalam suatu peijanjian jual beli. Tempat tinggal (domisili) pihak yang mengadakan penawaran (offerte) itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau ditutupnya perjanjian. Tempat inipun menjadi hal yang penting untuk menetapkan hukum manakah yang akan berlaku. Dalam hukum pembuktian ini, alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari: bukti tulisan, bukti saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan bukti sumpah. Perjanjian harus ada kata sepakat kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan. Keharusan adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat. Syarat pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan katakata itu perjanjian sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat ada kalanya dibuat akte baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan akte autentik telah memenuhi persyaratan formil. Subyek hukum atau pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada saat terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan asas kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut lebih

Ahde08/gts

2

sering disebut sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang berkewajiban mengembalikan, atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih atau meminta kembali barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Berdasar kesepakatan pula, bahwa perjanjian itu dimungkinkan tidak hanya mengikat diri dari orang yang melakukan perjanjian saja tetapi juga mengikat orang lain atau pihak ketiga, perjanjian garansi termasuk perjanjian yang mengikat pihak ketiga . Causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan adanya perjanjian itu. Berangkat dari causa ini maka yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi isi dan tujuan sehingga perjanjian tersebut dapat dinyatakan sah. Yang dimaksud dengan causa dalam hukum perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Pada saat terjadinya kesepakatan untuk menyerahkan suatu barang, maka barang yang akan diserahkan itu harus halal, atau perbuatan yang dijanjikan untuk dilakukan itu harus halal. Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai causa, dan causa tersebut haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan itu tidak mempunyai kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan dengan undang-undang atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari peraturan perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan yang merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana. Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang berbeda-beda. Secara mendasar perjanjian dibedakan menurut sifat yaitu : 1. Perjanjian Konsensuil Adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian. 2. Perjanjian Riil Adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan. 3. Perjanjian Formil Adalah perjanjian di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.

Perikatan hapus: 1. pembayaran 2. penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan 3. pembaruan utang 4. perjumpaan utang atau kompensasi 5. percampuran utang, karena pembebasan utang, karena musnahnya barang yang terutang 6. kebatalan atau pembatalan 7. berlakunya suatu syarat pembatalan, karena lewat waktu.

Ahde08/gts

3

Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri. Jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas apa yang harus dibayarnya; dan jika kreditur juga menolaknya, maka debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang; sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang: 1. bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang lama. 2. bila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama. 3. bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama. Pembaharuan utang hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan. Jika dua orang saling berutang, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang, yang menghapuskan utang-utang kedua orang tersebut . Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan tanpa setahu debitur, dan kedua utang itu saling menghapuskan pada saat utang itu bersama-sama ada, bertimbal-balik untuk jumlah yang sama. Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang, dan oleh sebab itu piutang dihapuskan. Percampuran utang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya. Percampuran yang terjadi pada diri si penanggung utang, sekali-kali tidak. Pembebasan suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan. Pengembalian sepucuk surat piutang di bawah tangan yang asli secara sukarela oleh kreditur kepada debitur, merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya, bahkan juga terhadap orang-orang lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung.

Ahde08/gts

4

Jika barang tertentu yang menjadi pokok suatu persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Semua perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang berada di bawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya. Perikatan yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh anak-anak yang belum dewasa yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak batal demi hukum, sejauh perikatan tersebut tidak melampaui batas kekuasaan mereka.

Ahde08/gts

5

HUKUM DAGANGHukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata. KUHD lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan kapal. Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada : 1. hukum tertulis yang dikodifikasi yaitu : a. KUHD b. KUH Perdata 2. hukum tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak Cipta. Materi-materi hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa, pinjammeminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat ditemukan dalam berbagai peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta dll. Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.

Bentuk-bentuk Perusahaan Dalam suatu usaha swasta, modal usahanya dimiliki seluruhnya atau sebagian besar oleh pihak swasta. Usaha swasta ini dilihat dari besar kecilnya skala usaha terdiri dari usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Usaha swasta jumlahnya paling banyak jika dibandingkan dengan usaha negara dan usaha koperasi. Oleh karena itu, perannya cukup besar di dalam perekonomian nasional.

Ahde08/gts

6

Usaha swasta dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk usaha/organisasi perusahaan, yaitu : 1. Perusahaan Perorangan/Usaha Dagang (UD) a. Pengertian Perusahaan Perorangan/Usaha Dagang (UD) yang merupakan bentuk usaha paling sederhana adalah usaha swasta yang pengusahanya satu orang. Yang dimaksud dengan pengusaha di sini adalah pemilik perusahaan. Modal atau investasi yang dimaksud dapat berupa uang, benda, atau tenaga (keahlian), yang semuanya bernilai uang. Kemungkinan, bahkan sering terjadi, di dalam operasionalnya sebuah perusahaaan perorangan melibatkan banyak orang. Orang-orang tersebut merupakan pekerja atau buruh, sedangkan pengusaha atau pemilik perusahaan tetap jumlahnya tunggal. Artinya, yang bertanggung jawab, menanggung risiko, dan menikmati keuntungan hanya satu orang saja, sedangkan yang lainnya adalah orang yang bekerja di bawah pimpinan pengusaha dengan menerima upah. Bentuk usaha perorangan memiliki kelebihan dalam hal pengambilan keputusan dan bertindak cepat untuk memanfaatkan peluang bisnis yang ada. Kelemahannya adalah dari segi pengumpulan modal yang besar untuk menghadapi berbagai persaingan dan peluang bisnis. b. Pengaturan Belum terdapat pengaturan yang resmi dalam satu perundang-undangan khusus tentang usaha dagang. Namun dalam praktek keberadaannya diakui masyarakat. Berbagai perundang-undangan di bidang perpajakan, perizinan, dan lain-lain juga menyebutkan adanya bentuk usaha tersebut walaupun tidak mengaturnya secara terinci. Oleh karena itu, sumber hukumnya adalah kebiasaan dan jurisprudensi. Di luar negeri bentuk usaha dagang tersebut juga diakui keberadaannya, sebagai one man corporation. Di Inggris dinamakan sole trader dan di Amerika Serikat dinamakan sole proprietorship. c. Pendirian Karena belum diatur dalam undang-undang, maka tata cara pendirian usaha dagang ini cukup sederhana. Tidak ada keharusan untuk membuat dalam bentuk tertulis dengan akta notaris. Dalam hal ini diserahkan kepada pengusaha itu untuk menentukannya sendiri apakah cukup didirikan secara lisan, dengan akta di bawah tangan, atau dengan akta notaris (akta otentik). Walaupun demikian, dalam praktek usaha dagang seringkali didirikan dengan membuat akta notaris. Pendirian dengan akta notaris ini memang lebih baik untuk kepentingan pembuktian. Setelah usaha dagang terbentuk dengan atau tanpa akta notaris,terdapat beberapa kewajiban hukum lainnya yang harus dilakukan pengusaha supaya dapat beroperasi di lapangan. Kewajiban tersebut antara lain sebagai berikut :

Ahde08/gts

7

1. Memperoleh Tanda Daftar Perusahaan (TDP) pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana diatur dalam UndangUndang No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. 2. Memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau surat izin usaha industri, sesuai dengan bidang usahanya, pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan . 3. Memperoleh Surat Izin Tempat Usaha (SITU) melalui pemerintah daerah setempat sesuai dengan peraturan daerah di lokasi usaha. 4. Memperoleh izin berdasarkan Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie=HO Stb 1926 No.226) atau melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagaimana diatur dalam perundangundangan lingkungan hidup. HO dan AMDAL hanya diperlukan untuk bidang usaha tertentu yang dapat membahayakan lingkungan. d. Tanggung Jawab Pengusaha yang mendirikan usaha dagang bertanggung jawab secara pribadi terhadap segala risiko usaha dan terhadap pihak kreditur perusahaan. Tanggung jawab pribadi terhadap segala perikatan perusahaan tersebut melekat dengan seluruh kekayaan (hak milik) pribadi yang ada pada pengusaha tersebut. Di sini tidak ada pemisahan antara harta kekayaan perusahaan (Usaha Dagang) dengan harta kekayaan pribadi pemilik perusahaan. 2. Persekutuan Perdata a. Pengertian Persekutuan perdata merupakan bentuk usaha perkumpulan yang paling sederhana. Persekutuan Perdata adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih, masing-masing memasukkan modal untuk menjalankan suatu usaha. Kelebihan Persekutuan perdata dibandingkan usaha dagang adalah dalam pengumpulan modal, sedangkan kelemahannya pada penonjolan kemampuan pribadi para pengusaha dan pada kepemimpinan/kepemilikan ganda yang membuka kemungkinan timbulnya perselisihan. b. Pengaturan Persekutuan perdata diatur dalam Pasal 1618 -1652 KUH Perdata. c. Pendirian Persekutuan Perdata didikan atas dasar perjanjian saja, dan tidak mengharuskan adanya syarat tertulis, artinya dapat didirikan dengan lisan saja. d. Tanggung Jawab Apabila seorang sekutu mengadakan hubungan dengan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang bertanggung jawab atas perbuatan perbuatan hukum yang dilakukan dengan pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan bahwa perbuatannya untuk kepentingan sekutu,

Ahde08/gts

8

kecuali jika sekutu-sekutu lainnya memang nyata-nyata memberikan kuasa atas perbuatannya. Contohnya anggota Persekutuan Perdata ABC yang sekutunya terdiri dari Ali, Badu, dan Cecep, maka semuanya dapat bertindak ke luar atas nama atau untuk kepentingan Persekutuan perdata ABC tersebut. Apabila seorang saja bertindak, katakanlah A terhadap ketiga misalnya Danu, maka maka A sajalah yang bertanggung jawab kepada Danu, kecuali A dalam perbuatannya tersebut nyatanyata mendapatkan kuasa dari Badu dan Cecep. e. Berakhirnya Persekutuan Perdata Persekutuan Perdata berakhir/ bubar apabila : 1. waktu yang ditentukan untuk bekerja telah lampau, 2. barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai 3. seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia, 4. dan lain-lain 3. Persekutuan Firma (Fa) a. Pengertian Fa merupakan suatu persekutuan. Dikatakan persekutuan karena pengusahanya merupakan sekutu (partner) yang lebih dari satu orang. Fa adalah tiap persekutuan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah satu nama bersama dan bertanggung jawab secara tanggung menanggung. Kelebihan Fa dibandingkan Persekutuan Perdata adalah Fa lebih terbuka atau terang-terangan terhadap pihak ketiga, sehingga akan mendapatkan kepercayaan yang lebih dibanding Persekutuan Perdata yang dianggap usaha perseorangan oleh pihak ketiga. b. Pengaturan Fa diatur dalam KUHD Pasal 16 - 35 KUHD. Di samping itu, terdapat pula beberapa ketentuan yang relevan di dalam KUH Perdata, antara lain ketentuan tentang persekutuan perdata dan perikatan. c. Pendirian Firma harus didirikan dengan akta notaris, namun demikian jika Fa tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap pihak ketiga, pendirian tanpa akte notaris pun telah dianggap berdiri. Kemudian Akta pendirian tersebut harus didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan melalui Berita Negara. Apabila pembuatan akta, pendaftaran, dan pengumuman selesai dilakukan, Fa tersebut telah berdiri dan untuk menjalankan operasi bisnis masih perlu melengkapi dengan beberapa izin dan persyaratan lainnya sebagaimana telah diuraikan pada usaha dagang, antara lain daftar perusahaan, SIUP, SII, SITU, dan HO/AMDAL.

Ahde08/gts

9

d. Tanggung Jawab Setiap sekutu Fa dapat melakukan perikatan atau hubungan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama perseroan, tanpa perlu adanya surat kuasa khusus dari sekutu lainnya. Misalnya, Fa ABC yang sekutunya terdiri dari Ali, Badu, dan Cecep, maka semuanya dapat bertindak ke luar atas nama atau untuk kepentingan Fa ABC tersebut. Apabila seorang saja bertindak, katakanlah A, maka secara hukum juga mengikat B dan C. Artinya, pihak ketiga, misalnya D, apabila merasa dirugikan oleh A ia dapat menggugat baik A, B maupun C sendiri-sendiri atau ketiganya di pengadilan. Tanggung jawab demikian dinamakan tanggung jawab renteng atau tanggung menanggung atau tanggung jawab solider. Harta kekayaan yang dapat digugat tidak terbatas hanya pada harta kekayaan perusahaan (Fa) saja, tetapi meliputi juga karta kekayaan pribadi masing-masing pengusaha tersebut. Misalnya kekayaan yang ada di rumah atau di tempat lainnya. e. Berakhirnya Firma Firma dianggap bubar apabila : 1. waktu yang ditentukan untuk bekerja telah lampau, 2. barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai 3. seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia, Dalam prakteknya, pengunduran sendiri seorang anggota tidak selalu membuat firma menjadi bubar. Sering kita lihat bahwa seorang anggota firma yang mundur digantikan oleh orang lain dengan tetap mempertahankan firma yang ada. Pasal 31 KUHD mengatur bahwa pembubaran firma sebelum waktu yang ditentukan (karena pengunduran diri atau pemberhentian) harus dilakukan dengan suatu akte otentik, didaftarkan pada Pengadilan Negeri, dan diumumkan dalam Berita Negara. Apabila hal ini tidak dilakukan maka firma tetap dianggap ada terhadap pihak ketiga. Pasal 32 KUHD mengatur cara penyelesaian pembubaran, yaitu dilakukan atas nama perseroan oleh anggota-anggota yang telah mengurus perseroan, kecuali apabila ditunjuk orang lain dalam akte pendirian atau persetujuan kemudian, atau semua pesero (berdasarkan suara terbanyak) mengangkat seseorang untuk menyelesaikan pembubaran. KUHD tidak mengatur tugas-tugas mereka, hal itu diserahkan kepada para pesero. Pasal 1802 KUHPer mengatur bahwa orang