lavtoferin revisi mukosa
DESCRIPTION
LAKTOFERIN, SEPSISTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis neonatorum adalah sepsis yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama
kehidupan. Sepsis neonatorum merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas, meskipun sudah terdapat kemajuan dalam higienitas, penggunaan alat
diagnostik tercanggih serta anti mikroba yang terbaru dan potensial.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terjadi
lima juta kematian neonatus, 98% kematian tersebut berasal dari Negara berkembang,
Penyakit infeksi dan sepsis neonatorum masih merupakan masalah utama penyebab
kematian neonatus terbanyak. Angka kejadian sepsis neonatorum di negara
berkembang adalah 1.8-18 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di negara maju hanya
1-5 per 1000 kelahiran hidup.2
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam periode Januari-
September 2005, angka kejadian sepsis neonatal 13,68% dari seluruh kelahiran hidup
dengan tingkat kematian 14,8%.3 Berdasarkan data rekam medis RS.dr.M.Djamil
Padang tahun 2012, angka kejadian sepsis neonatorum yang dirawat di bagian
perinatologi dan NICU sebanyak 7,8% dengan tingkat kematian 11.1%.
Sepsis neonatorum merupakan komplikasi serius dan menakutkan terutama
pada bayi berat badan lahir sangat rendah dan bayi prematur.4,5 Sepsis neonatorum
ditatalaksana dengan pemberian antibiotik. Resistensi antibiotik global yang timbul
dan ketidakmatangan sistem imunitas pada neonatus mengharuskan untuk
1
penggunaan imunomodulator untuk meningkatkan imunitas dan dapat digunakan
untuk mengatasi sepsis pada neonatus bersamaan dengan antibiotik. 6,7,8,9
Laktoferin yang merupakan salah satu imunomodulator adalah glikoprotein
yang merupakan bagian dari kelompok protein transferrin. Laktoferin diproduksi oleh
sel epitel mukosa berbagai spesies mamalia, termasuk manusia. Laktoferin juga
ditemukan dalam granul neutrophil sekunder. Laktoferin memiliki afinitas pengikatan
besi yang kuat dan merupakan bagian dari sistem imunitas bawaan.10
Laktoferin memiliki peranan penting pada beberapa fungsi patofisiologis,
seperti: regulasi absorpsi besi di dalam usus, imunomodulator, antioksidan, dan
antiinflamasi, serta proteksi terhadap infeksi mikroba, yang merupakan fungsi
terbanyak dipelajari hingga saat ini. Aktivitas antimikroba laktoferin berlangsung
terutama melalui dua mekanisme, pengikatan besi di lokasi infeksi dan interaksi
langsung dengan agen infeksius.11. Aktivitas biologis dan fungsi laktoferin tersebut
penting dalam pencegahan dan tatalaksana sepsis neonatorum.10,12
Sari pustaka ini akan membahas peran dan fungsi laktoferin pada sepsis
neonatorum.
2
BAB II
SEPSIS NEONATORUM
2.1 Definisi
Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama
satu bulan pertama kehidupan.1 Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis bayi baru lahir.13
Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus dikemukakan pada tahun 2004 seperti
tertera pada tabel 2.1 14
Tabel 2.1. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus 14
Variabel klinis Suhu tubuh tidak stabil Laju nadi > 180 kali/menit, < 100 kali/menit Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen Letargi Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L ) Intoleransi minum
Variabel hemodinamik TD < 2 SD menurut usia bayi TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari ) TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )
Variabel perfusi jaringan Pengisian kembali kapiler > 3 detik Asam laktat plasma > 3 mmol/L
Variabel inflamasi Leukositosis ( > 34.000/ml) Leukopenia ( < 5.000/ml) Neutrofil muda > 10% Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2 Trombositopenia <100000/ml C Reactive Protein > 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal Procalcitonin > 8,1 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal IL-6 atau IL-8 >70 pg/mL 16 S rRNA gen PCR : positif
3
2.2. Klasifikasi dan Etiologi
Sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya
menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (SAD) dan sepsis
neonatorum awitan lambat (SAL).1 Patogenesis, gejala klinis dan tatalaksana dari
kedua bentuk sepsis tersebut tidak banyak berbeda. 2
Sepsis awitan dini merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam
periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses
kelahiran atau in utero. Kuman penyebab tersering yang ditemukan pada kasus
SAD di negara maju adalah Streptokokus Grup B (SGB), Escherichia coli,
Haemophilus influenza, dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara
berkembang termasuk Indonesia, mikroorganisme penyebabnya adalah batang
Gram negatif.15
Sepsis awitan lambat merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72 jam)
yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). 1
Proses infeksi ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal.15Coagulase-
negative Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans merupakan penyebab
utama SAL, sedangkan di negara berkembang didominasi oleh mikroorganisme
batang Gram negatif (E. coli, Klebsiella, dan Pseudomonas aeruginosa).15.
2.3. Patogenesis Sepsis Neonatorum
Neonatus terutama preterm relatif bersifat immunocompromised karena immaturitas
dari sistem imun. Neonatus memiliki fungsi neutrofil dan sel dendritik yang rendah,
menunjukkan aktivitas adhesi molekul dan respon terhadap faktor kemotaksis yang
kurang. Sel dendritik memiliki kapasitas yang sedikit dalam produksi IL-12 dan
4
interferon gamma. Produksi sitokin yang kurang tersebut menyebabkan penurunan
aktivitas sel natural killer (NK-cell). Ketidakseimbangan sistem imun bawaan pada
neonatus menyebabkan peningkatan kemungkinan infeksi pada populasi ini.16,17
Respon sistem imun didapat pada neonatus lebih lambat terhadap paparan
antigen, saat neonatus pindah dari lingkungan steril ke lingkungan mikroorganisme
berkoloni. Kadar imunoglobulin G (IgG) maternal tranplasental pada neonatus
berbeda sesuai dengan usia kehamilan, dan memiliki keterbatasan kemampuan respon
terhadap pathogen. Imunoglobulin G maternal ditranspor ke janin paling sedikit pada
trimester pertama kehamilan, 10 % pada minggu 17-22 dan 50% pada minggu 28-32
kehamilan, sehingga neonatus preterm memiliki imunitas humoral yang kurang
adekuat dalam perlindungan terhadap infeksi. Kadar komplemen pada neonatus
hanya 50% dibandingkan kadar komplemen dewasa, sehingga menyebabkan
gangguan keseimbangan dan opsonisasi dalam melawan infeksi.16,17
Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu,
meskipun memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang
memicu respon sepsis berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab,
sedangkan tahapannya sama dan tidak bergantung pada organisme penyebab.17
Patogenesis sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi koagulasi, dan gangguan
fibrinolisis, hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme prokoagulasi dan
antikoagulasi.18,19 (gambar 2.1)
5
Gambar 2.1: Gangguan homeostasis pada sepsis19
Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan
lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri.
Lipopolisakarida merupakan komponen penting pada membran luar bakteri Gram
negatif dan memiliki peranan penting dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida
mengikat protein spesifik dalam plasma yaitu lipoprotein binding protein (LPB),
selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada
membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor 4
(TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag.18,19
Bakteri Gram positif, jamur dan virus dapat menimbulkan infeksi melalui
dua mekanisme, yakni dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai
superantigen dan melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun.
Semua organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan
mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat
aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan
komplemen.18,19,20
6
Gambar. 2.2. Kaskade sepsis 19
Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas selular
yang meliputi monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui sistem imunitas
humoral dengan membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen.
Pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta TLR-4 di membran monosit
dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas
selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T akan berdiferensiasi menjadi sel T
helper-1(Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi
seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon γ (IFN- γ), interleukin 1-β (IL-1β), IL-
2, IL-6 dan IL-12 . Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, -
10, dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi diatur melalui
mekanisme umpan balik yang kompleks. 18,19,20
7
Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk
melawan kuman penyebab, namun demikian pembentukan sitokin proinflamasi
yang berlebihan dapat membahayakan dan dapat menyebabkan syok, kegagalan
multi organ serta kematian. Sitokin anti inflamasi berperan penting untuk mengatasi
proses inflamasi yang berlebihan dan mempertahankan keseimbangan agar fungsi
organ vital dapat berjalan dengan baik. Sitokin proinflamasi juga dapat
mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau secara tidak langsung melalui
mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor
(PAF), prostaglandin), dan komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag
terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta
pembentukan mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ.19,20
Efek kumulatif kaskade sepsis adalah keadaan tanpa keseimbangan. inflamasi
dominan terhadap anti inflamasi dan koagulasi dominan terhadap fibrinolisis
sehingga terjadi thrombosis mikrovaskuler, hipoperfusi, iskemia,dan kerusakan
jaringan. Sepsis berat, syok septik, kegagalan multi organ dapat terjadi dan akhirnya
kematian.20
2.4. Faktor resiko sepsis neonatorum
Kejadian infeksi pada neonatus dipengaruhi oleh faktor risiko dari ibu,
bayi dan daya virulensi atau infeksius organisme penyebab infeksi.1,4 Selama dalam
kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung
oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, korion, dan
beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion .16 Walaupun demikian
kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu:20
8
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui
aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor asepsis dan antisepsis.
Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan, akan menimbulkan
amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih
berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam
rongga uterus dan neonatus dapat terkontaminasi kuman melalui saluran
pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada neonatus
yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24
jam.
Kontaminasi kuman setelah lahir, terjadi dari lingkungan neonatus baik
karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan contohnya neonatus
yang mendapat prosedur neonatal invasif yang kurang memperhatikan tindakan
asepsis, rawat inap yang terlalu lama dan hunian terlalu padat.20
2.5. Gambaran klinis dan diagnosis sepsis neonatorum
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis
klasik yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun
keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan
neonatus. Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman
penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. 1,3,4
9
Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan
asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah, setelah lahir
neonatus tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia,
hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia, selanjutnya akan terlihat berbagai
kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Gambaran klinis susunan saraf pusat
(letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high
pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan
kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Neonatus dapat
pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan
respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi
minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih
dan retraksi).1,3
Pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam menentukan
diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru
akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari, oleh sebab itu dalam perkembangan
penelitian didapatkan berbagai petanda sepsis dengan spesifisitas dan sensitivitas
yang berbeda-beda.21-24
BAB III
LAKTOFERIN
3.1. Sejarah Laktoferin
10
Laktoferin adalah protein yang berikatan dengan zat besi, yang merupakan bagian
dari kelompok keluarga transferrin. Laktoferin diidentifikasi pertama kali pada tahun
1939 dari bovine milk. Namun laktoferin tidak dapat diteliti dengan baik karena tidak
dapat diekstraksi dengan kemurnian yang cukup. Penelitian rinci pertama baru
dilaporkan sekitar tahun 1960. 10
Laktoferin diekstraksi dari susu, mengandung besi dan struktural dan kimiawi
mirip dengan serum transferin. Penamaan laktoferin diberikan pada tahun 1961,
meskipun nama lactotransferrin digunakan dalam beberapa publikasi sebelumnya.
Kemudian penelitian menunjukkan bahwa protein tersebut tidak hanya terbatas pada
susu. Tindakan antibakteri laktoferin didokumentasikan pada tahun 1961, dan
dikaitkan dengan kemampuannya untuk mengikat besi. Struktur molekul dan asam
amino laktoferin dari manusia ditemukan pada tahun 1984. 10,25
3.2. Susunan dan Struktur Laktoferin
Laktoferin adalah glikoprotein dengan berat molekul ± 80 kDa disertai afinitas yang
tinggi terhadap zat besi. 25-32,
Gambar3.1. Struktur Laktoferin27
11
Laktoferin terdiri dari rantai polipeptida tunggal mengandung 703 asam
amino yang memiliki dua lobus. Setiap lobus terdiri dari dua domain, yaitu C
(karboksi), dan N (amino). Setiap lobus mempunyai satu tempat pengikatan besi.
Laktoferin mengandung sejumlah tempat untuk glikosilasi potensial, terutama pada
permukaan molekul. Tingkat glikosilasi laktoferin bervariasi dan menentukan tingkat
resistensi terhadap enzim protease atau pH yang sangat rendah.7
Laktoferin memiliki 3 isoform berbeda yang telah diisolasi. Laktoferin-α
adalah bentuk yang mengikat besi tetapi tidak memiliki aktivitas ribonuklease.
Laktoferin-β dan Laktoferin-γ menunjukkan aktivitas ribonuklease tetapi mereka
tidak mampu mengikat zat besi. Ketiga isoform laktoferin memiliki ciri fisik, kimia
dan antigen yang sama, tetapi memiliki aktivitas yang berbeda. Penemuan ini dapat
menjelaskan berbagai fungsi yang dilaporkan dari laktoferin.10
Kemampuan laktoferin untuk mengikat besi dua kali lebih kuat dari transferin.
Dua ion ferri dapat diikat oleh satu molekul laktoferin. Satu ion karbonat selalu
terikat dengan laktoferin bersama dengan setiap ion besi. Ada tiga bentuk laktoferin
menurut tingkat kejenuhan besi : apolaktoferin (besi bebas), monoferin (satu ion
Fe3+), dan hololaktoferin (mengikat dua ion Fe3 +). Terdapat empat residu asam amino
untuk mengikat besi (histidin, dua tirosin, dan asam aspartat) dan rantai arginin untuk
mengikat ion karbonat. Kemampuan untuk menjaga besi tetap terikat bahkan pada pH
rendah sangatlah penting, terutama di lokasi infeksi dan peradangan, karena akibat
metabolisme bakteri, pH bisa menurun di bawah 4,5. Laktoferin memiliki resistensi
terhadap degradasi proteolitik oleh tripsin dan enzim serupa tripsin. 25
12
Laktoferin mampu mengikat sejumlah senyawa dan zat lain selain besi,
seperti lipopolisakarida, heparin, glikosaminoglikan, DNA, atau ion logam seperti
Al3+, GA3+, Mn3+, CO3+, Cu2+, dan Zn2+, namun, afinitasnya jauh lebih rendah. Selain
CO2-, laktoferin dapat mengikat berbagai anion seperti oksalat, karboksilat, dan
lainnya. Oleh karena itu, laktoferin bisa mempengaruhi metabolisme dan distribusi
berbagai zat.10,25-27
3.3. Sumber Laktoferin
Laktoferin diproduksi oleh sel epitel mukosa berbagai spesies mamalia
termasuk manusia (human lactoferin), sapi (bovine lactoferin), kambing, kuda, dan
beberapa rodentia. Penelitian terbaru menggunakan teknik molekular biologis
menyatakan bahwa laktoferin juga diproduksi oleh ikan. Talactoferrin adalah
rekombinan human lactoferin diproduksi secara komersial menggunakan Aspergillus.
Laktoferin sintetik ini digunakan untuk terapi kanker, selain itu secara invitro
menunjukkan aktivitas melawan candida dan Staphylococcus.10-11,25
Laktoferin ditemukan secara alamiah di permukaan mukosa, ASI, berbagai
sekresi eksokrin mamalia seperti air mata, air liur, cairan mani, lendir serviks, sekresi
bronkial dan dalam beberapa sel leukosit (polimorfonuklear) seperti ditampilkan
pada tabel 2.1. Laktoferin diperkirakan memiliki peranan dalam pertahanan host non-
spesifik terhadap patogen oleh karena laktoferin terutama ditemukan dalam produk
kelenjar eksokrin dari pencernaan, sistem pernapasan dan reproduksi.10,25,27
Produksi laktoferin pada janin tergantung pada usia kehamilan dan dapat
ditemukan dengan deteksi immuno histokimia mulai dari minggu ke-13 kehamilan.
Kadar laktoferin plasma pada neonatus masih kontroversial. Kadar laktoferin
13
plasma neonatal tergantung pada berbagai faktor seperti hitung neutrofil, kandungan
laktoferin neutrophil, karakteristik degranulasi, waktu paruh laktoferin, serta
pengaruh kadar laktoferin dari ibu untuk janin.10
Tabel 3.1. Tingkat laktoferin dilaporkan dalam berbagai jaringan dan sekresi cairan manusia10,25-29
Cairan dan jaringan KadarKolostrum
(preterm)(full-term)
5 – 7 mg/ml6,76 ± 1,50 mg/ml3,10 ± 0,50 mg/ml6,7 ± 0,7 mg/ml
ASI transisional 3,7 ± 0,1 mg/mlASI matur
(manusia)1-2 mg/ml1,97 – 3,20 mg/ml2,6 ± 0,4 mg/ml
Cairan amnion 2 – 37 µg/mlDesiduaMembran amnionMembrane khoriotikTrofoblastTali pusat
9 – 95 µg/g protein2 – 37 µg/g protein2 – 26 µg/g protein5 – 35 µg/g protein< 1 µg/g protein
Mukus bronkus 35,2 ± 6,5 µg/mlAir mata 2,2 mg/mlMukus vagina
PostmenstruasiPremenstruasiPada kontrasepsi oral
62,9 – 218 µg/g protein3,8 – 11,4 µg/g protein< 19,8 µg/g protein
Cairan synovialSaliva
46,4 ± 35,9 µg/ml7-10 mg/ml
14
Mucus hidungUrineCairan lambungFetal serumDarah bayi (7 minggu) (11 minggu) (15 minggu)Neuthrofil (dewasa) (neonatus) (baru lahir)
0,1 mg/ml1µg/ml0.5-1.0 mg/ml0.05µg/ml0,267±0.167 µg/ml0,269±0.163 µg/ml0.176±0.165 µg/ml59.6±5.5µg/107 neutrofil30.6±6.1µg/107 neutrofil43.2±7.0µg/107 neutrofil
3.4. Sintesis Laktoferin
Ekspresi laktoferin pertama dapat dideteksi selama perkembangan embrio, pada tahap
blastokista sampai implantasi. Sel utama yang terlibat dalam sintesis laktoferin adalah
sel dari seri mieloid dan sel epitel sekretoris. Sebagian besar laktoferin plasma
berasal dari neutrofil.. Laktoferin disintesis di dalam neutrofil, selama diferensiasi
yaitu ketika promielosit berkembang menjadi mielosit, kemudian disimpan di dalam
granul. Laktoferin sebagian besar disimpan di dalam granul sekunder dan dalam
konsentrasi yang lebih rendah juga dapat ditemukan di dalam granul tersier.10, 25,27,29
Kelenjar eksokrin terus menerus memproduksi dan mengeluarkan laktoferin. Ginjal
teratur menghasilkan laktoferin dan hanya sedikit yang disekresikan melalui urin.
Laktoferin diekspresikan dan disekresikan di sepanjang tubulus kolektivus, kemudian
direabsorpsi di bagian distal dari tubulus. Regulasi sintesis laktoferin tergantung pada
jenis sel yang memproduksinya.. Sintesis di kelenjar susu dikendalikan oleh
prolaktin, sedangkan di jaringan reproduksi ditentukan oleh estrogen10, 25,27,29
3.5. Reseptor Laktoferin
15
Laktoferin adalah protein dasar dengan titik iso-listrik yang tinggi (8,7). Hal
ini memungkinkan laktoferin mengikat banyak sel target atau protein secara spesifik.
Beberapa penelitian dengan fragmen laktoferin menunjukkan bahwa bagian dari N-
lobus terlibat dalam reseptor ikatan laktoferin. Reseptor laktoferin diidentifikasi
dalam saluran pencernaan, limfosit,lekosit PMN, makrofag, trombosit, hepatosit,
fibroblast dan beberapa bakteri. (seperti pada table 2.2)10,25
Tabel 3.2. Reseptor laktoferin10
Reseptor Konstanta affinitas spesifisitas
Intestinal 0.3x 10-6 +Hololactoferin, +Apolactoferin+Deglycosilated lactoferin+Fragment lactoferin-Bovine lactoferin, -transferin
Monosit 4.5 x 10-9 +lactoferin, +transferin
Makrofag 1,7 x 10-6 +lactoferin
Netrofil2.2 x 10-9
0.6 x 10-9 +lactoferin
Trombosit 13.6x 10-9
1.23x 10-9+lactoferin, +transferrin+bovine lactoferin
Bakteri Staphylococcus aureus Pseudomonas hydrophilia Neisseria meningiditis
16
Haemophilus influenza Shigella flexneri
Lain-lain Albumin IgA Casein Komponen sekretoris Lisozim Βeta lactoglobulin DNA
3.6. Metabolisme Laktoferin
Laktoferin dilepaskan dari neutrofil polimorfonuklear pada aktivasi sel-sel dan
kehadirannya dalam cairan tubuh sebanding dengan fluks neutrophil. Laktoferin
tersebut disekresikan ke darah dan ke dalam jaringan sekitarnya atau dapat menyatu
dengan phagosome10,30. Sekresi dari sel polimorfonuklear ke sirkulasi tergantung pada
faktor degranulasi yang dipengaruhi oleh aktivasi guanylate adenilat, cGMP dan
proteinkinase C yang terjadi baik secara aerobik atau anaerobik , tidak terpengaruh
oleh adanya hydrogen sulfida dan dirangsang oleh interleukin - 8 dan permukaan
terikat IgG. 10
Ada dua cara menghilangnya laktoferin dari sirkulasi yaitu endositosis sel
fagosit melalui reseptor laktoferin ( makrofag, monosit, dan sel lainnya dalam sistem
retikuloendotelial) dengan transfer besi atau pengambilan langsung melalui hati.
Ginjal juga terlibat dalam hilangnya laktoferin karena laktoferin dan fragmennya
ditemukan dalam urin bayi yang diberi ASI.25
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kenaikan laktoferin : kehamilan,
peningkatan selektif laktoferin di dalam granul neutrofil, atau organ lain seperti
endometrium, desidua, dan kelenjar susu. Konsentrasi laktoferin pada darah juga
17
dapat meningkat selama infeksi, inflamasi, asupan besi yang berlebihan, atau
pertumbuhan tumor. 10, 25,27,29
3.7. Aktivitas biologis laktoferin
3.7.1. Peran dalam metabolisme besi
Konsentrasi laktoferin yang lebih tinggi dan avaibilitas besi di ASI daripada susu sapi
memperkuat hipotesis bahwa laktoferin membantu absorpsi besi pada bayi yang
mendapatkan ASI. Ini dikaitkan dengan penyerapan besi yang lebih baik pada
neonatus yang mendapatkan ASI dibandingkan yang mendapatkan susu formula.25
Laktoferin berperan dalam meningkatkan penyerapan besi, hal ini dapat
disebabkan oleh mekanisme sebagai berikut: 10
a. Kemampuan enterosit mengekstraksi besi dari laktoferin
b. Ambilan laktoferin yang tinggi oleh enterosit
c. Korelasi dari ekskresi besi melalui urin neonatus dengan kandungan ASI juga
dengan ambilan ASI.
d. Transport besi melewati batas brush border usus oleh laktoferin
e. Akumulasi besi dari laktoferin di vesikel membrane brush border.
Laktoferin dapat mempengaruhi mekanisme seluler melalui pengaruhnya
terhadap availabilitas besi. Besi diketahui mempengaruhi sejumlah fungsi-fungsi sel
seperti aktivitas DNA dan RNA, sintesis protein, ekspresi penanda permukaan
limfosit, sekresi immunoglobulin, ekspresi reseptor interleukin-2 dan banyak
lainnya.31 Sehingga laktoferin secara tidak langsung dapat mempengaruhi spektrum
yang luas dari kegiatan fisiologis.10,25-28
3.7.2. Laktoferin bagian dari sistem imunitas bawaan
18
Laktoferin adalah komponen penting sistem pertahanan non spesifik yang menyerang
berbagai organisme pathogen. Keberadaan laktoferin dalam netrofil berperan dalam
proses fagositosis di phagolisosom. Konsentrasi laktoferin dalam plasma dalam
keadaan normal rendah (0,2-0,6 µg/ml) dan meningkat transien pada keadaan yang
menginduksi aktivasi netrofil.10,30
Jalur pertama fagositosis adalah respon oksidatif, yang terdiri dari produksi
spesies oksigen radikal setelah aktivasi kompleks NADPH-oksidase, termasuk anion
superoksida (O2 -), hidrogen peroksida (H2O2), dan, melalui myeloperoxidase, asam
hipoklorit (HOCl) dan chloramines. Jalur fagositosis yang kedua adalah non-
dependent-oksigen dan terdiri dari pelepasan protein ekstraseluler yang disimpan
dalam granul ke phagolysosome, salah satunya adalah laktoferin. (seperti terlihat
pada gambar 3.2)30
Gambar 3.2. Proses Fagositosis pada netrofil30
3.7.3. Laktoferin dan proliferasi sel
Sejumlah penelitian pada binatang menunjukkan peran laktoferin dalam proliferasi
sel. Penelitian tersebut mendapatkan perkembangan gastrointestinal yang lebih baik
19
pada hewan yang mendapat ASI dibandingkan dengan yang mendapatkan susu
formula.10
Peran laktoferin tehadap stimulasi aktivitas pertumbuhan terutama oleh
hololactoferrin. Penelitian menunjukkan sintesis DNA dalam sel embrio tikus
dibawah pengaruh hololaktoferin empat kali lipat lebih tinggi dibanding
apolaktoferin. Laktoferin sebagai faktor stimulasi pertumbuhan juga ditunjukkan
dengan peningkatan yang signifikan sintesis DNA hepatosit tikus smuda secara in
vitro. Karakteristik mitogenik ini tidak terjadi pada hepatosit tikus dewasa. 10,32
3.8. Pemeriksaan Laktoferin
Berbagai metode digunakan dalam mendeteksi atau mengukur kadar diantaranya
adalah kromatografi afinitas dengan bahan seperti heparin biru pewarna, β-
lactoglobulin, antilactoferrin antibody atau DNA. Kromatografi afinitas kelasi
logam dan kromatografi hidroksiapatit telah digunakan untuk memurnikan dan
pengukuran kadar laktoferin. Perkembangan pemeriksaan lainnya dilakukan dengan
metode imunodifuse, ELISA dan dan immunoelectrodiffusion dengan penanda anti-
laktoferin antiserum.10,33
Laktofericin dapat dimurnikan dari ini hidrolisat laktoferin dengan
kromatografi hidrofobik.33 Pemeriksaan kejenuhan besi laktoferin sangat penting
bukan hanya karena aplikasi klinis, tetapi juga untuk berbagai percobaan biokimia.
Sebuah metode yang komprehensif untuk kuantifikasi saturasi besi dalam laktoferin
dikembangkan untuk mendapatkan kurva kalibrasi yang memungkinkan penentuan
20
tingkat kejenuhan zat besi. Teknik yang dipilih untuk mencapai tujuan ini, seperti
dengan pengabunggan metode spektrofotometri, ELISA, dan ICP-MS. 34
BAB IV
LAKTOFERIN PADA SEPSIS NEONATORUM
4.1. Laktoferin dan regulasi imunologi
Neonatus memiliki sistem pertahanan tubuh yang masih belum berkembang dan
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya infeksi. Laktoferin memiliki banyak fungsi
dan merupakan kunci penting pada beberapa proses imun. Laktoferin seperti banyak
imunomodulator lain, memainkan peran yang komplek dalam kaskade sistem
imun.35,36
Laktoferin dapat mempengaruhi sistem imunitas tubuh dan sel-sel yang
terlibat dalam reaksi inflamasi, baik secara positif maupun negatif karena sifat
21
mengikat besinya dan interaksi laktoferin dengan sel reseptor dan molekul.25,37
Laktoferin dapat mendukung proliferasi, diferensiasi, dan aktivasi sel sistem
kekebalan tubuh dan memperkuat kekebalan tubuh respon, tapi di sisi lain, laktoferin
bertindak sebagai faktor anti-inflamasi.11,10,25,28
Suatu keadaan berupa infeksi atau trauma menyebabkan aktivasi monosit dan
menyebabkan aktivasi netrofil dalam sirkulasi. Netrofil yang teraktivasi mengalami
degranulasi pada lokasi inflamasi dan melepaskan sejumlah besar mediator skunder
termasuk laktoferin.12,32. Sehingga kadar tinggi laktoferin di plasma dapat dijadikan
penanda sepsis yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas.10,21,32,33
Gambar 4.1. Peran laktoferin pada sistim imunitas 32
Laktoferin disintesis oleh sel-sel epitel dan granulosit dan dianggap sebagai
protein pertahanan lini pertama yang terlibat dalam perlindungan terhadap infeksi
mikroba dan pencegahan peradangan sistemik. Penelitian secara in vitro pada
binatang menunjukkan peningkatan aktivitas sel NK, monosit dan granulosit dengan
22
pemberian laktoferin. Kemampuan laktoferin untuk mengikat sejumlah besar zat besi
memberikan perlindungan terhadap bakteri patogen dan metabolitnya dengan
meningkatkan fagositosis dan adhesi sel serta mengendalikan pelepasan sitokin
proinflamasi.10,32,33
Laktoferin sebagai mediator sel, menjembatani fungsi kekebalan tubuh
bawaan dan adaptif dengan mengatur respon sel target . Laktoferin meransang
maturasi precursor sel T menjadi sel helper imunokompeten dan meransang
diferrensiasi sel B imatur menjadi antigen presenting cell (APC) efisien.32,33
Laktoferin menambah respon hipersensitivitas tipe lambat pada antigen spesifik dan
mampu menginduksi cell imediated imunity (CMI) pada hewan coba, sehingga
laktoferin merupakan bagian yang integral dalam cytokine induce cascade selama
proses infeksi yang menyebabkan gangguan metabolisme.10,32,33
Aktivitas anti inflamasi laktoferin melalui inhibisi pengikatan endotoksin
lipopolisakarida ke sel-sel radang di lokasi peradangan, juga melalui interaksi dengan
sel epitel di lokasi peradangan melalui inhibisi produksi sitokin. Efek perlindungan
laktoferin terlihat dalam penurunan produksi beberapa sitokin pro-inflamasi seperti
tumor necrosis factor (TNFa) atau interleukin IL-1β dan IL-6 dan peningkatan
interleukin IL-10.11,35
4.2. Laktoferin dan metabolisme besi
Laktoferin bisa mempengaruhi mekanisme seluler melalui pengaruhnya dalam
avaibilitas besi. Reseptor spesifik (SI-LfR) pada enterosit memediasi pengikatan
23
laktoferin, setelah laktoferin terikat pada enterosit, 90% di antaranya dirusak dan ion
Fe3+ dilepaskan, 10% yang tersisa utuh kemudian diangkut melalui membran
sel. Kurangnya zat besi intrasel bisa meningkatan ekspresi reseptor spesifik pada
permukaan enterosit, kemudian meningkatkan penyerapan laktoferin terikat besi.10
Sifat laktoferin yang mengikat besi bebas adalah mekanisme utama aktivitas
bakteriostatik laktoferin. Afinitasnya yang tinggi terhadap besi bebas di tubuh
menyebabkan besi dalam lingkungan pertumbuhan bakteri menjadi terbatas, sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri.37,38
Bukti menunjukkan bahwa pada SIRS dan sepsis terjadi produksi sitokin
proinflamasi, molekul adhesi, mediator vasoaktif dan reactive oxygen species
(ROS).14 Laktoferin dapat mengontrol keseimbangan produksi ROS dan tingkat
eliminasinya melalui pengikatan besi, sehingga melindungi sel dari kerusakan. Stres
oksidatif telah diimplikasikan pada banyak proses patologis dan kronis degeneratif
seperti kanker, atherosclerosis, inflamasi, penuaan, gangguan neurodegeneratif dan
pertahanan menyerang infeksi. 10,32,38
24
Gambar 4.2.Peran laktoferin pada produksi ROS32
Laktoferin berperan dalam mengkoordinasi produksi Fe3+ dan di transport ke
makrofag dari sistem retikuloendotelial, dimana Fe3+ dapat disimpan dalam bentuk
ferritin. Laktoferin dianggap sebagai antioksidan karena kemampuan laktoferin
mengurangi produksi reactive oksigen spesies (ROS) seperti ion oksigen dan
peroksida. Proses tersebut membutuhkan besi bebas sebagai katalisator, sehingga
pengikatan besi dengan apolaktoferin mengurangi produksi ROS tersebut. Produksi
dan kontrol dari oksidan reaktif adalah proses kehidupan integral yang penting untuk
pertahanan spesies. Jika proses neutralisasi ROS tidak efisien, dapat menyebabkan
berkembangnya stress oksidatif.32 (Gambar 4.2)
4.3. Proteksi laktoferin terhadap agen penyebab sepsis neonatorum
Laktoferin yang berada di permukaan mukosa salah satu sistem pertahanan pertama
terhadap agen mikroba yang menyerang jaringan mukosa. Laktoferin mempengaruhi
25
pertumbuhan dan proliferasi dari berbagai agen infeksi termasuk bakteri baik Gram
positif dan negatif, virus, protozoa,virus dan jamur7,11,12,39
Menurut Roseanu, mekanisme antibakteri laktoferin masih kompleks dan
selain pengikatan besi, mekanisme ini juga melalui aksi langsung terhadap bakteri
dan /atau aktivasi sistem imun.26Laktoferisin dan peptida lain derivat dari laktoferin
adalah agen antibakteri yang poten, dengan adanya interaksi dan penetrasi ke
membran bakteri, sehingga laktoferin dan peptida derivatnya adalah komponen yang
mampu melindungi inang dari infeksi bakteri yang berbahaya.11,26
Efek antibakteri laktoferin telah banyak diketahui, secara in vitro maupun in
vivo, terhadap bakteri Gram negatif dan positif, serta beberapa bakteri resisten asam-
alkohol27. ( tabel 4.1)
Tabel 4.1. Bakteri yang dipengaruhi oleh laktoferin27
Gram PositifBacillus stearothermophilusBacillus subtilisClostridium sp.Haemophilus influenzaeListeria monocytogenesMicrococcus sp.Staphylococcus aureusStreptococcus mutans
In vitroIn vitroIn vitroIn vivoIn vivoIn vitroIn vivoIn vitro
26
Gram NegatifChlamydia psittaciEschericia coli enteropatogenikEschericia coli enteroagregatifEschericia coli aderensi difusHelicobacter felisHelicobacter pyloriLegionella pneumophilaPseudomonas aeruginosaShigella sp.Vibrio cholera
In vitroIn vitroIn vitroIn vitroIn vivoIn vivoIn vitroIn vivoIn vitroIn vitro
Basil Tahan AsamMycobacterium tuberculosis In vitro
Aktivitas bakterisidal terhadap bakteri Gram-positif dimediasi oleh interaksi
elektrostatik antara lapisan lipid yang bermuatan negatif dengan permukaan laktoferin
yang bermuatan positif, sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran.
Mekanismenya adalah berdasarkan ikatan muatan positif dengan molekul anion di
permukaan bakteri, seperti asam lipoteikoat, menyebabkan reduksi muatan negatif
pada dinding sel dan kemudian membantu kontak antara lisozim dan peptidoglikan
yang memiliki efek enzimatis. (gambar 4.3)
Interaksi laktoferin dengan LPS juga memperkuat antibakteri alamiah seperti
lisozim, yang disekresikan dari mukosa dalam konsentrasi yang meningkat bersama
laktoferin. Aktivitas laktoferin mengikat kalsium juga meransang pelepasan LPS,
sehingga LPS dapat dilepaskan bahkan tanpa kontak langsung dari laktoferin di
permukaan sel.26,27,29,37
27
Gambar 4.3. Mekanisme antibakteri laktoferin pada bakteri Gram positif (A) dan
bakteri Gram negatif (B)27
Laktoferin merusak membran luar bakteri gram negatif melalui interaksi
dengan LPS.Bagian terminal-N laktoferin bermuatan positif mencegah interaksi
antara LPS dengan kation bakteri (Ca2+ dan Mg2+), menyebabkan pelepasan LPS dari
dinding sel, meningkatan permeabilitas membran, dan merusak bakteri. (gambar 4.4)
Gambar 4.4.Mekanisme interaksi antara peptida antimikroba kationik dengan
dinding sel bakteri Gram negatif.29
Secara in vitro laktoferin mampu mencegah pembentukan biofilm
Pseudomonas aeruginosa. Kurangnya zat besi akan memaksa bakteri untuk
28
berpindah sehingga tidak akan menempel, selain itu aktivitas laktoferin memodifikasi
motilitas organisme melalui pengikatan komponen glikolisasi laktoferin yang dapat
mencegah penempelan bakteri dengan sel host. Aktivitas proteolitik laktoferin
menghambat pertumbuhan beberapa bakteri seperti Shigella flexneri atau E.coli
enteropatogenik melalui degradasi protein yang diperlukan untuk kolonisasi.25,37
Laktoferin berikatan dengan reseptor bakteri atau mikroorganisme lain pada
sel host melalui ikatan glikosaminoglicans. Melalui mekanisme inhibisi kompetitif
ini, laktoferin dapat mengurangi endositosis mikro organisme pada sel host.
Mekanisme ini terjadi pada beberapa strain E. coli yang bersifat entero invasif dan
Staphylococcus aureus.26,37
Aktivitas antifungal laktoferin pada Candida spp telah banyak diteliti. Hal ini
dikaitkan dengan kemampuan laktoferin dalam mengikat Fe 3+. Penelitian lain
menyatakan laktoferin bisa membunuh Candida albicans dan Candida krusei dengan
menggangu permeabilitas permukaan sel, seperti pada bakteri. Laktoferin memiliki
efek fungistatik melalui aktivitas N terminal asam amino peptide dari laktoferin
(laktofericin). Laktofericin memiliki aktivitas candidasidal yang poten melalui
stimulasi dari peningkatan potensial dan permeabilitas mitokondria menyebabkan
sintesis dan sekresi adenosine triphosphate reactive oxygen oksidase dan
menyebabkan kematian sel candida.36 Pengikatan Fe3+ oleh apolaktoferin netrofil
berkaitan dengan pertahanan terhadap Aspergillus fumigatus.7,12
Laktoferin bisa memblokir internalisasi virus tertentu ke dalam sel inang,
seperti poliovirus tipe I yang menyebabkan poliomyelitis pada manusia, virus herpes
simpleks tipe I dan II, dan sitomegalovirus. Laktoferin menghambat replikasi virus di
29
dalam sel inang dengan mengikat DNA dan RNA virus, seperti pada virus hepatitis C
dan rotavirus. 40
Menurut Berlutti, sebagai antiviral, laktoferin berikatan dengan partikel virus
(A), berikatan dengan glikosaminoglikan sulfat heparan (B), berikatan dengan
reseptor virus (C), dan lokalisasi intrasel (D), melalui jalur apoptosis atau inflamasi.12
(seperti pada gambar4.5)40
Gambar 4.5. Berbagai Mekanisme Pencegahan Infeksi Virus Oleh Laktoferin 40
4.4. Proteksi Laktoferin pada mukosa saluran cerna dan saluran pernafasan
Laktoferin dihasilkan di sel epitel mukosa sekretoris yang merupakan bagian dari
sistem imunitas mukosa saluran cerna dan saluran pernafasan. Awal mula sepsis
neonatorum dapat terjadi karena adanya translokasi bakteri pada mukosa saluran
cerna dan saluran pernafasan.10,41
30
Proteksi laktoferin terhadap sepsis neonatorum dengan proliferasi dan
differensiasi sel mukosa intestina, meningkatkan fungsi barrier saluran cerna.
Penelitian secara in vitro terhadap mencit yang di induksi lipopolisakarida
menunjukkan laktoferin menjaga jaringan terhadap kerusakan selama terjadinya
endotoksemia.32,41
Kemampuan untuk mengikat besi bebas merupakan efek bakteriostatik dari
laktoferin.28 Kurangnya zat besi akan menghambat pertumbuhan bakteri yang
tergantung besi seperti E. coli. Sebaliknya, laktoferin dapat berfungsi sebagai donor
besi, mendukung pertumbuhan beberapa bakteri yang memerlukan zat besi lebih
rendah di saluran pencernaan seperti Lactobacillus sp. atau Bifidobacterium sp, yang
berperan menjaga saluran cerna dari bakteri berbahaya.11,29,35,41 Laktoferin sebagai
immunomodulation melalui asosiasi usus dan jaringan limfoid saluran cerna,
menginduksi toleransi bakteri komensal dan menjaga keutuhan endothelial tight
junction, sehingga laktoferin berperan penting dalam pertahanan pada sepsis.9,32,41
31
Gambar 4.6. Laktoferin sebagai pertahanan mukosa saluran pernafasan42
Laktoferin merupakan salah satu bagian penting dari sistem pertahanan
mukosa saluran pernapasan. Proteolisis laktoferin menghasilkan peptida kecil
lactoferricin yang memiliki aktivitas antimikroba lansung pada saluran pernafasan.
Udara terinspirasi mengandung segudang patogen potensial , polusi dan rangsangan
inflames, dalam paru-paru normal patogen ini jarang bermasalah. Laktoferin
memiliki anti bakteri, anti virus dan dalam beberapa kasus, bahkan sifat anti - jamur .
Efek antimikroba mereka adalah sebagai beragam seperti penghambatan
pembentukan biofilm dan pencegahan replikasi virus .
Laktoferin terlibat dalam proses opsonisasi, memfasilitasi fagositosis bakteri
dan virus oleh makrofag dan monosit . Mereka bertindak sebagai mediator penting
dalam jalur inflamasi, mempengaruhi ekspresi molekul adhesi serta bertindak sebagai
anti oksidan kuat dan anti - protease. (Gambar 4.6)42
DAFTAR PUSTAKA
1. Gonzalez A, Spearman, Stoll B. Neonatal infectious disease: Evaluation of
neonatal sepsis. Pediatr Clin N Am. 2013.
2. Aminullah A. Masalah terkini sepsis neonatorum. Dalam: Penyuting Hegar.B,
Trihono P, Ifran EB. Update in neonatal infection. Departemen Ilmu
kesehatan Anak FKUI RSCM ,Jakarta desember 2005. Hal 1-15
32
3. Rohsiswatmo R. Kontroversi diagnosis sepsis neonatorum. Dalam:
Penyuting Hegar.B, Trihono P, Ifran EB. Update in neonatal infection.
Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI RSCM ,Jakarta desember 2005. Hal
32 -43.
4. Roeslani D R, Amir I, Nasrulloh H, Suryani. Penelitian awal: Faktor risiko
pada sepsis neonatorum awitan dini. Sari Pediatri, Vol. 14, No. 6, April 2013.
5. Leal Y , Álvarez-Nemegyei J , Velázquez J , Rosado-Quiab , Diego-
Rodríguez N , Paz-Baeza E, et.al. Risk factors and prognosis for neonatal
sepsis in southeaster mexico: analysis of a four year historic cohort follow up.
BMC Pregnancy and Childbirth 2012, 12 :48.
http://www.biomedcentral.com/1471-2393/12/48
6. Qazi A S, Stoll B. Neonatal Sepsis : Major Global Public Health Challenge.
The Pediatric Infectious Disease Journal • Volume 28, Number 1, January
2009
7. Manzoni P, Rinaldi M, Cattani S, Pugni L, Romeo G, Messner H, et.al.
Bovine Lactoferrin supplementation for prevention of late onset sepsis in very
low birth wight neonates: a randomized trial. JAMA, October 7,2009- volume
302, No.13. diakses dari http:jama.jamanetwork.com/on09/17/2013
8. Freitas R, Leão R, Gomes, Batista R. Nutrition therapy and neonatal sepsis.
Rev Bras Ter Intensiva. 2011; 23(4):492-498.
9. Cohen-Wolkowiez M, Benjamin DK, Capparelli E. Immunotherapy in
neonatal sepsis: advances in treatment and prophylaxis. Curr Opin Pediatr.
2009 ; 21(2) : 177–81.
10. Levay PF, Viljoen M. Lactoferrin: a general review. Haematologica 1995 ;
80 : 252-67.
11. Embleton, Berrington J, McGuire W, Stewart M, Cummings S. Lactoferrin:
Antimicrobial activity and therapeutic potential. Seminars in Fetal & Neonatal
Medicine xxx (2013) 1-7.
12. Venkatesh MP, Rong L. Human recombinant lactoferrin acts synergistically
with antimicrobials commonly used in neonatal practice against coagulase-
33
negative staphylococci and Candida albicans causing neonatal sepsis. Journal
of Medical Microbiology 2008 ; 57 : 1113–2
13. Jiang Z, Ye.G. 1:4 matched case-controlstudy on influential factor of early
onset neonatal sepsis. European Review for Medical and Pharmacological
Sciences. 2013; 17: 2460-2466
14. Haque KN. Definitions of Bloodstream Infection in the Newborn.Pediatr
Crit Care Med 2005; 6: S45-9
15. Rodrigo I. Changing patterns of neonatal sepsis. Sri Lanka J Child
Health 2002; 31: 3-8.
16. Levy O. Innate immunity of the newborn: basic mechanisms and clinical
correlates. Nature Review . Immunology. Volume 7, M ay 2010.
17. Chirico G. Development of the Immune System in Neonates. J Arab Neonatal
Forum 2005; 2: 5-11.
18. Cinel Ismail, Steven M. Opal. Molecular biology of inflammation and sepsis:
A primer. Crit Care Med 2009 Vol. 37, No. 1
19. Short MA. Linking The Sepsis Triad of Inflammation, Coagulation and
Suppressed Fibrinolysis to Infants. Adv Neonat Care 2004 ; 5:258-73.
20. Amir I, Rundjan L. Patofisiologi sepsis Neonatorum : Systemic Inflamatory
response syndrome (SIRS). Dalam: Hegar.B, Trihono P, Ifran EB,Penyuting.
Update in neonatal infection. Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI RSCM
,Jakarta desember 2005. Hal 17-31
21. Yunanto A, Andayani, Triyawanti P, Suhartono E, Widodo A. Neutrophil
Phagocytosis Activity Compared To Myeloperoxidase, Hydrogen Peroxidase
And Lactoferrin Levels In Saliva Of Newborn Baby With Sepsis Risk Factors
To Detect Early-Onset Neonatal Sepsis. International Journal of
Pharmaceutical Science Invention ISSN (Online): 2319 – 6718, Volume 2
Issue 1. January 2013. PP.18-22
22. Pierrakos . Charalampo, Louis Vincent. Jean. Sepsis biomarkers: a review.
Pierrakos and Vincent Critical Care 2010, 14:R15.
http://ccforum.com/content/14/1/R15
34
23. Shapiro Philipp Schuetz , Yano K, Sorasaki M, Parikh S, Jones Ella, et al.
The association of endothelial cell signaling severity of illness, and organ
dysfunction in sepsis . Critical Care 2010, 14:R182 .
http://ccforum.com/content/14/5/R182
24. Ng PC. Diagnostic markers of infection in neonates. Arch Dis Child Fetal
Neonatal Ed 2004; 89: F229-F235. doi: 10. 1136/adc.2002.023838.
25. Adlerova L, Bartoskova A, Faldyna M. Lactoferrin: a review. Veterinarni
Medicina, 2008 ; 53 (9): 457–68.
26. Roşeanu A, Damian M, Evans RW. Mechanisms of the antibacterial activity
of lactoferrin and lactoferrin-derived peptides. Rom. J. Biochem. 2010 ; 47 (2)
: 203–9.
27. González-Chávez SA, Arévalo-Gallegos S, Rascón-Cruz Q. Lactoferrin:
structure, function and applications. International Journal of Antimicrobial
Agents 2009 ; 33 : 301.e1 - 8.
28. Conneely O. Review: Antiinflammatory Activities of Lactoferrin. Journal of
the American College of Nutrition, Vol. 20, No. 5, 389S–395S (2001)
29. Farnaud S, Evans RW. Lactoferrin - a multifunctional protein with
antimicrobial properties. Molecular Immunology 2003 ; 40 : 395 – 405.
30. Sarsat VW, Rieu P, Latscha B, Lesavre P dan Mecarelli L. Neutrophils:
Molecules, Functions and Pathophysiological Aspects. lab Invesft 2000,
80:617–653
31. MacKenzie EL, Iwaski K. tsuji Y; Intracellular iron transport and storage:
from molecular mechanism to implication. Antioxidants redox signal. 2008,
10: 997-1030
32. Kruzel M, Zimecki M. Lactoferrin and Immunologic Dissonance: Clinical
Implications. Archivum Immunologiae et Therapies Experimentalis. 2002; 50,
399–410
33. Kruzel. M , Actor. J , Boldogh. I , Zimecki. M. The role of lactoferrin in
physiological processes and disease states . TOM 67-2013
35
34. Majka G, Śpiewak K, Kurpiewska K, Heczko P, Stochel G, Strus M, and
Brindell M. A high-throughput method for the quantification of iron
saturation in lactoferrin preparations. Anal Bioanal Chem. 2013; 405: 5191–
5200.
35. Kaufman D, Lactoferrin Supplementation to Prevention Nosocomial
Infections in Preterm Infants AMA, October 7, 2009—Vol 302, No. 13.
http://jama.jamanetwork.com/ on 07/12/2012
36. Romeo, Bollani L, Rinaldi M, Gallo E, Quercia M, Manzoni M, et.al.
Lactoferrin Prevents Invasive Fungal Infections in Very Low Birth Weight
Infants: A Randomized Controlled Trial. Pediatrics, Volume 129, Number 1,
January 2012.
37. Jenssen, R.E.W. Hancock. Antimicrobial propertie s of lactoferrin. Biochimie
91 (2009) 19-29.
38. Hood dan Skaar E. Nutritional immunity: transition metals at the pathogen–
host interface. Nature Reviews Microbiology 2012; volume 10, 525-537
39. Stewart C J, Nelson A, Scribbins D, Marrs E, Lanyon C, Embleton N, et.al.
Bacterial and fungal viability in the preterm gut: NEC and sepsis. Arch dis
child fetal neonatal ed 2013 page 1-6
40. Berlutti F, Pantanella F, Natalizi T, et al. Antiviral properties of lactoferrin - a
natural immunity molecule. Molecules 2011 ; 16 : 6992 – 7018.
41. Sherman. M. New concepts of Microbial Translocation in the neonatal
intestine: Mechanism and prevention. Clin perinatal,2010 september;37(3):
565-57
42. Ganz T . Antimicrobial polypeptides in host defense of the respiratory tract. J.
Clin. Invest. 2002. 109 (6): 693–7.
.
36
BAB V
KESIMPULAN
Sepsis neonatorum masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas baik di negara berkembang maupun negara maju. Sepsis neonatorum
terdiri dari sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat. Faktor resiko sepsis
neonatorum berasal dari faktor ibu, bayi dan lingkungan. Sepsis neonatorum dimulai
dari tanda-tanda SIRS hingga berlanjut menjadi kerusakan multi organ dan kematian.
Laktoferin adalah protein mayor pada ASI, selain itu juga disekresikan dari
kelenjar mukosa dan netrofil pada mamalia. Laktoferin merupakan bagian dalam
sistem imun bawaan, kadar dalam tubuh meningkat dalam keadaan infeksi. Sehingga
pengukuran laktoferin dapat dijadikan penanda infeksi pada tubuh.
Laktoferin berperan dalam metabolisme dan pengikatan besi, terlibat dalam
sistem imun memiliki sifat anti mikroba, anti fungal dan memiliki aktivitas
imunomodulasi serta berperan dalam meransang kematangan dan menjaga pertahanan
saluran cerna, sehingga laktoferin dari ASI maupun pemberian suplementasi
laktoferin pada neonatus dapat berperan mencegah dan penggunaan bersama
antibiotik membantu dalam pengobatan sepsis neonatorum.
37