bab i pendahuluan -...

34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sediaan farmasi pada masa kini tidak hanya terbatas pada sediaan padat seperti tablet dan juga sediaan semi padat seperti salep. Dari sediaan awal tersebutlah mulai dikembangkan beberapa varian baru dalam memformulasikan sediaan farmasi. Carvedilol (±)-[3-(9H-carbazol-4-yloxy)-2-hydroxypropyl][2-(2- methoxyphenoxy)ethyl]amine adalah non-selective β-adrenergic antagonist digunakan untuk mengobati hipertensi dan angina pektoris. Carvedilol memiliki metabolisme lintas pertama yang tinggi, kelarutan dalam air rendah, tetapi kelarutan dalam lemak tinggi (Martindale, 2003). Dari sifat carvedilol ini maka dibutuhkan alternatif penghantaran lain, salah satu alternatif yang cocok adalah penghantaran melalui rongga mulut seperti sublingual dan bukal. Pemilihan didasarkan pada perbedaan anatomi dan permeabilitas yang ada pada berbagai situs mukosa mulut. Mukosa sublingual relatif permeabel, memberikan absorpsi yang cepat dan bioavailabilitas yang baik oleh banyak obat, dan nyaman, mudah diakses, dan umumnya acceptable (Harris dan Robinson, 1992). Mukosa bukal cenderung kurang permeabel dari daerah sublingual dan umumnya tidak mampu memberikan penyerapan yang cepat dan bioavailabilitas yang baik seperti terlihat pada administrasi sublingual. Karena perbedaan penting antara mukosa sublingual dan mukosa bukal, rute bukal lebih disukai untuk penghantaran obat sistemik secara transmukosal (Harris dan Robinson, 1992; Gandhi dan Robinson, 1994). Dari karakteristik carvedilol maka carvedilol lebih cocok dihantarkan secara bukal mukoadhesif.

Upload: lythuan

Post on 07-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan sediaan farmasi pada masa kini tidak hanya terbatas pada sediaan

padat seperti tablet dan juga sediaan semi padat seperti salep. Dari sediaan awal

tersebutlah mulai dikembangkan beberapa varian baru dalam memformulasikan sediaan

farmasi.

Carvedilol (±)-[3-(9H-carbazol-4-yloxy)-2-hydroxypropyl][2-(2-

methoxyphenoxy)ethyl]amine adalah non-selective β-adrenergic antagonist digunakan

untuk mengobati hipertensi dan angina pektoris. Carvedilol memiliki metabolisme lintas

pertama yang tinggi, kelarutan dalam air rendah, tetapi kelarutan dalam lemak tinggi

(Martindale, 2003). Dari sifat carvedilol ini maka dibutuhkan alternatif penghantaran lain,

salah satu alternatif yang cocok adalah penghantaran melalui rongga mulut seperti

sublingual dan bukal. Pemilihan didasarkan pada perbedaan anatomi dan permeabilitas

yang ada pada berbagai situs mukosa mulut. Mukosa sublingual relatif permeabel,

memberikan absorpsi yang cepat dan bioavailabilitas yang baik oleh banyak obat, dan

nyaman, mudah diakses, dan umumnya acceptable (Harris dan Robinson, 1992). Mukosa

bukal cenderung kurang permeabel dari daerah sublingual dan umumnya tidak mampu

memberikan penyerapan yang cepat dan bioavailabilitas yang baik seperti terlihat pada

administrasi sublingual. Karena perbedaan penting antara mukosa sublingual dan mukosa

bukal, rute bukal lebih disukai untuk penghantaran obat sistemik secara transmukosal

(Harris dan Robinson, 1992; Gandhi dan Robinson, 1994). Dari karakteristik carvedilol

maka carvedilol lebih cocok dihantarkan secara bukal mukoadhesif.

2

Sistem penghantaran bukal merupakan suatu sistem penghantaran obat dimana

obat diletakan diantara gusi dan membran pipi bagian dalam. Mukoadhesif adalah

polimer yang memiliki kekuatan mukoadhesi. Bukal mukoadhesif adalah suatu sistem

penghantaran obat dimana obat terebut diletakan diantara gusi dan membran pipi bagian

dalam dan menggunakan polimer untuk mengontrol pelepasan obat. Sediaan yang

menggunakan polimer adalah patch.

Keuntungan sediaan bukal patch adalah menghindari terjadinya first-pass

metabolisme, tingkat puncak plasma obat diturunkan sehingga efek samping berkurang,

mengurangi terjadinya fluktuasi, dapat digunakan untuk obat dengan waktu paruh dan

rentang terapi pendek, mudah dihentikan apabila terjadi keracunan, mengurangi frekuensi

pemberian obat sehingga meningkatkan kepatuhan pasien (Kumar et al., 2007).

Dalam sediaan bukal mukoadhesif, matriks berperan sangat penting karena kontak

kontak antara patch dan mukosa bukal adalah salah satu faktor kunci dalam penghantaran

bukal yang sukses, yang lebih ditekankan adalah penggunaan mukoadhesif polimer dalam

formulasi sistem penghantaran bukal (Aungst, 1998). Matriks yang biasa digunakan pada

sediaan bukal patch mukoadhesif antara lain CMC-Na, Methocel dan Chitosan. CMC-Na

digunakan sebagai matriks karena memiliki kekuatan mukoadhesif yang tinggi ( Roy et

al., 2010). Selain itu CMC-Na biasa digunakan utntuk melindungi perlekatan produk

dengan jaringan tubuh dari kerusakan (Rowe et al., 2006).

Methocel digunakan sebagai matriks karena merupakan zat yang hidrofil sehingga

air mudah masuk ke dalam sediaan sehingga matriks mengembang sehingga obat dapat

dilepaskan secara terkontrol. Sementara kitosan sering digunakan untuk matriks tipe 1,

karena kitosan merupakan matriks hidrogel, matriks yang tidak larut air tetapi menyerap

air sehingga cocok sebagai matriks pengontrol pelepasan obat.

3

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan

suatu permasalahan yaitu : bagaimanakah pengaruh matriks sebagai basis bukal patch

terhadap sifat fisik dan pelepasan Carvedilol dari sediaan patch.

C. Pentingnya Penelitian Dilakukan

Penelitian ini akan memberikan informasi mengenai pengaruh variasi matriks

terhadap sifat fisik dan pelepasan Carvedilol dari sediaan patch. Dengan demikian

formulasi patch dengan matriks yang optimal dapat digunakan sebagai salah satu

alternatif sediaan yang dapat digunakan sebagai obat anti hipertensi di masyarakat.

Sehingga masyarakat dapat merasakan kenyamanan dalam penggunaan patch tersebut.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menemukan alternatif dalam pengobatan hipertensi yang lebih efektif digunakan di

masyarakat.

2. Tujuan khusus

a. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan

penggunaan Na-CMC, methocel dan kitosan terhadap sifat fisik dan

pelepasan Carvedilol dari sediaan patch.

b. Mempelajari kinetika pelepasan carvedilol dari sediaan patch berdasarkan

persamaan orde nol, orde satu, Higuchi dan Korsmeyer-Peppas.

4

E. Tinjauan Pustaka

1. Sistem Penghantaran Bukal Mukoadhesif

Sistem penghantaran bukal mukoadhesif merupakan salah satu bentuk

penghantaran obat yang diaplikasikan dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan

membran mukosa pada pipi bagian dalam.

Sistem penghantaran bukal mukoadhesif memiliki keuntungan dibanding sistem

penghantaran lainnya, antara lain : 1) memilki ketersediaan darah yang lebih banyak

dibanding jaringan mukosal lainnya 2) menghindari metabolisme lintas pertama (first-

pass metabolism) dan variabel lainnya dalam saluran pencernaan, seperti pH dan waktu

pengosongan lambung, 3) Mudah kontak dengan membran sehingga obat tersebut dapat

didistribusikan, mengenai target aksi dan mudah dilepaskan dari tempat pengaplikasian,

4) Meningkatkan kepatuhan dan kenyamanan pasien, 5) Meningkatkan kemampuan obat

untuk kontak dengan mukosa lebih lama, 6) Mengurangi efek samping yang ditimbulkan

dari kelebihan dosis, 7) Meningkatkan bioavaibilitas dari obat, 8) Sebagai alternatif

penghantaran obat berupa hormon, steroid, enzim, narkotika yang digunakan sebagai

analgesik dan obat-obat kardiovaskular (Khairnar et al., 2010).

Sistem Penghantaran secara bukal mukoadhesif juga masih memiliki keterbatasan

antara lain : 1) Adanya keterbatasan area absorpsi, luas permukaan membran dari rongga

mulut sebesar 170 cm2, tetapi sediaan bukal patch hanya bisa memenuhi 50 cm

2. 2)

Adanya barrier mukosa. 3) Sekresi air liur terus menerus menyebabkan terjadinya

pengenceran obat. 4) Bahaya tersedak atau tertelannya sediaan akibat menelan makanan.

5) Menelan air liur dapat menyebabkan obat terlarut atau tersuspensi dan hilangnya obat

dari sediaan. (Miller, 2005).

Ada 3 tipe peghantaran bukal mukoadhesif, yaitu : 1) Tipe I merupakan sistem

single layer dimana pelepasan obat ke semua arah. Pelepasan obat akibat sediaan yang

5

mengembang. 2) Tipe II merupakan sistem double layer dengan ditambahkan backing

membrane dibagian atas dari patch tersebut untuk menghindari kehilangan obat dari

bagian atas sediaan menuju rongga mulut. 3) Tipe III merupakan sistem yang

memberikan pelepasan obat secara tidak langsung. Seluruh permukaan pada sediaan

dilapisi dengan impermeable backing layer kecuali sisi yang kontak dengan bukal

mukosa ( Kaul et al, 2011).

Gambar 1. Desain sediaan bukal mukoadhesif (Kaul et al., 2011)

2. Anatomi Oral Mukosa

Mikroskop cahaya memperlihatkan perbedaan pematangan di epitel mukosa mulut

manusia. Terdapat tiga lapisan pada mukosa di rongga mulut, yaitu : jaringan epitel,

jaringan ikat dan jaringan dasar. Rongga mulut dilapisi oleh jaringan epitel, dibawahnya

terdapat jaringan dasar yang didukung oleh jaringan ikat.

6

Gambar 2. Anatomi oral mukosa (Kaul et al.,2011)

Epitel sebagai lapisan pelindung untuk jaringan dibawahnya, dibagi menjadi : 1)

epitel non-keratin, pada langit-langit rongga mulut bagian lunak, bagian tengah

permukaan lidah, dasar mulut, bibir dan pipi. 2) epitel ber-keratin, pada langit-langit

rongga mulut bagian keras. Sel-sel epitel yang berasal dari sel dasar, mengalami

pedewasaan, mengubah bentuk dan memperbesar ukuran saat bergerak menuju

permukaan.

Membran basal membentuk lapisan khas antara jaringan ikat

dan epitel. Dibutuhkan suatu kesatuan yang diperlukan antara epitel dan jaringan ikat

pokok, dan berfungsi sebagai mekanisme pendukung untuk epitelium. Jaringan

ikat pokok tersebut memberikan banyak properti mekanis dari mukosa mulut.

Bukal epitel diklasifikasikan sebagai jaringan non kreatin. Dapat ditembus

oleh jaringan ikatan yang berbentuk krucut. Jaringan ini, yang juga disebut

sebagai lamina propria, terdiri dari serat kolagen, lapisan pendukung jaringan ikat,

pembuluh darah dan otot halus. Arteri yang kaya akan darah yang

mensuplai mukosa mulut berasal dari arteri karoti eksternal. Arteri bukal merupakan

terminal dari beberapa cabang arteri wajah, arteri alveolar posterior, dan

arteri infra orbital adalah sumber utama pasokan darah ke lapisan pipi di rongga bukal.

7

Hasil dari sekresi seperti gel yang dikenal sebagai mukus, yang terdiri dari

sebagian besar glikoprotein yang tidak larut air, mencakup seluruh rongga

mulut. Mukus terikat ke permukaan sel dan bertindak sebagai lapisan pelindung pada sel-

sel di bawah. Mukus juga bersifat viskoelatis hidrogel, dan yang utama terdiri dari 1-5%

dari air yang disebutkan di atas tidak larut didalam glikoprotein, 95-99% air, dan

beberapa komponen lainnya dalam jumlah kecil, seperti protein, enzim, elektrolit, dan

asam nukleat. Komposisi ini dapat bervariasi berdasarkan asal mukus yang

disekresi dalam tubuh.

3. Rute Permeasi Obat Bukal Mukoadhesif

Terdapat dua rute yang memungkinkan penyerapan obat melalui epitel dari mukosa

mulut : 1) Transeluler ((intraseluler, melewati sel) dan 2) Paraseluler (antar sel, melewati

sel). Permeasi melewati bukal mukosa dilaporkan paling banyak terjadi melalui rute

paraseluler melalui lipid interseluler (Wani, 2007).

Gambar 3. Jalur transeluler dan paraseluler untuk penghantaran bukal mukoadhesif.

(Kaul et al., 2011).

8

4. Mekanisme Mukoadhesi

Mekanisme adhesi suatu makromolekul terhadap permukaan jaringan mukosa

belum sepenuhnya dimengerti. Mukoadhesif harus tersebar diantara substrat untuk

membuat kontak dan meningkatkan kontak dengan permukaan, meningkatkan difusi

dengan mukosa. Terjadi daya tarikan dan tolakan, dan untuk membuat daya mukoadhesif

berhasil daya tarikan harus lebih dominan. Setiap tahapan tergantung dari sifat dan

bentuk dari sediaan dan juga rute pemberian sediaan tersebut (Carvalho et al., 2010).

Mekanisme dari mukoadhesi secara umum dibagi menjadi 2 langkah : 1) Tahapan

Kontak 2) Tahapan Penggabungan. Tahapan pertama adalah tahapan kontak. Terjadi

kontak antara polimer mukoadhesif dan membran mukus. Terjadi proses perluasan dan

pengembangan dari basis patch sehingga dapat kontak dengan lapisan mukus. Pada

tahapan penggabungan, basis dari mukoadhesif diaktifkan oleh adanya kelembapan.

Kelembapan memungkinkan molekul mukoadhesif untuk pecah keluar dan

menghubungkan antara ikatan Van Der Waals dengan ikatan hidrogen. Kedua tahapan

dapat dilihat dari gambar 4.

Gambar 4. Tahapan Proses Mukoadhesi (Roy et al., 2010)

9

5. Teori Mukoadhesi

Meskipun mekanisme adhesi suatu makromolekul terhadap permukaan jaringan

mukosa belum sepenuhnya dimengerti tetapi terdapat enam teori klasik yang

menerangkan fenomena mukoadhesi dapat dilihat pada tabel I.

Tabel I. Teori Mukoadhesi (Kaul et al.,2011)

Teori Mekanisme bioadhesi Keterangan

Teori elektronik Menarik kekuatan elektrostatik antara

jaringan glikoprotein musin dan bahan

bioadhesi

Transfer elektron terjadi diantara 2

muatan yang membentuk lapisan

ganda dan terjadi di permukaan

Teori

pembasahan

Kemampuan polimer bioadhesi untuk

menyebar dan melakukan kontak dengan

membran mucus

Penyebaran koefisien polimer

haruslah positif. Sudut kontak

antara polimer dan sel harus

mendekati nol (0)

Teori adsorpsi Kekuatan permukaan menghasilkan ikatan

kimia

Kekuatan ikatan yang utama :

ikatan kovalen. Ikatan lemah :

ikatan hidrogen dan gaya van der

Waals

Teori difusi Ikatan antara ntaian musin dengan rantai

polimer yang flexible

Untuk difusi yang maksimum dan

juga ikatan yang kuat, parameter

kelarutan dari polimer bioadhesive

dan glikoprotein mucus harus

serupa

Teori mekanik Adhesi timbul akibat keterkaitan antara

cairan adhesive kedalam faktor

penyimpangan dari lapisan permukaan yang

kasar

Permukaan yang kasar akan

meningkatkan luas area yang

tersedia untuk interaksi diikuti

dengan penambahan viskoelastis

dan hilangnya lapisan energi

selama kegagalan penyatuan,

dimana akan lebih dibutuhkan

dalam proses adhesi dibandingkan

effek dari mekanikalnya

10

Teori patahan Analisis dari maksimum gaya tarikan dan

renggangan meningkat akibat adanya

lampiran dari transmukosal DDS yang didapt

dari permukaan mucosal

Tidak membutuhkan keterlibatan

secara fisik dari rantai polimer

bioadhesive dan untaian mucus,

sehingga sangat cocok untuk

digunakan untuk mempelajari

bioadhesi dari polimer yang keras

dimana polimer tersebut

kekurangan rantai flexibelnya

6. Matriks pada Penghantaran Bukal Mukoadhesif

Matriks merupakan satu unsur penting didalam sediaan bukal patch. Matriks

digunakan sebagai basis pembentuk patch dan juga sebagai zat yang digunakan untuk

berikatan dengan membran mukus, sehingga zat aktif dari sedian bukal patch dapat

diserap oleh jaringan epitel. Ada beberapa macam variasi matriks yang digunakan. Dapat

dilihat pada tabel II.

Tabel II. Variasi Matriks (Kaul et al.,2011)

Kriteria Kategori Contohnya

Berdasarkan sumber

Semi-natural

atau

natural

Agarose, kitosan, gelatin, Hyaluronic acid,

Various gums (guar, hakea, xanthan, gellan,

carrageenan , pectin, and sodium alginate)

Sintetik

Turunan selulose

[CMC, thiolated CMC, sodium CMC, HEC,

HPC, HPMC, MC,

methylhydroxyethylcellulose]

Basis Poly(acrylic acid)

[CP, PC, PAA, polyacrylates,

poly(methylvinylether-co-methacrylic acid),

poly(2-hydroxyethyl methacrylate

11

Berdasarkan Kelarutan Larut dalam

air

CP, HEC, HPC (water < 38oC), HPMC (cold

water), PAA, sodium CMC, sodium alginate

Tidak larut

dalam air

Kitosan (soluble in dilute aqueous acids), EC,

PC

Berdasarkan muatan kationik

Aminodextran, kitosan, dimethylaminoethyl

(DEAE)-dextran, trimethylated kitosan

Anionik Aminodextran, kitosan, dimethylaminoethyl

(DEAE)-dextran, trimethylated kitosan

Non-ionik

Kitosan-EDTA, CP, CMC, pectin, PAA, PC,

sodium alginate, sodium CMC, xanthan gum

Potensi Ikatan kovalent Hydroxyethyl starch, HPC, poly(ethylene

oxide), PVA, PVP, scleroglucan

Ikatan

Hidrogen

Acrylates [hydroxylated methacrylate,

poly(methacrylic acid)], CP, PC, PVA

Interaksi

antar

elektron

Kitosan

7. Patch Bukal

Patch bukal adalah bentuk sediaan obat yang berdasar pada mukoadhesif sistem.

Ukuran ketipisan patch bukal antara 0,5-1,0 mm, apabila lebih kecil akan menyulitkan

dalam pemakaiannya (Mathiowitz et al ., 1999). Pelepasan zat aktif pada suatu patch

dikenal dengan metode tidak langsung. Menurut Lenaerts et al. (1990), patch terdiri dari

3 lapisan yaitu (1) Permukaan dasar mukoadhesif terdiri dari polimer biodhesif

polikarbopil, (2) permukaan membran yang merupakan tempat terlepasnya obat, (3)

permukaan impermeable, yang langsung bersentuhan dengan mukosa. Desain bentuk

patch dengan metode tersebut dapat dilihat pada gambar 5.

12

Gambar 5. Desain Patch Bukal unidirectional (Lenaerts et al., 1990)

Guna mendukung sistem tersebut, dibutuhkan eksipien yang berfungsi sebagai

polimer mukoadhesif. Menurut Grabovac et al. (2005) polimer mukoadhesif adalah

makromolekul natural atau sintetis yang mampu bekerja pada permukaan mukosa.

Polimer mukoadhesif sudah dikenalkan pada teknologi farmasi sejak 40 tahun yang lalu,

namun baru beberapa tahun terakhir metode ini dapat diterima. Polimer mukoadhesif

dianggap dapat sebagai terobosan baru sebagai sediaan lepas lambat dan meningkatkan

sistem penghantaran obat secara lokal

Bentuk sediaan bukal patch didesain menjadi bentuk sediaan controlled release.

Dimana controlled release dibagi menjadi extended release, sustained release dan

prolonged release. Sediaan prolonged release mulanya membuat ketersediaan obat

didalam tubuh dalam jumlah yang cukup untuk dapat menghasilkan respon farmakologis

yang diinginkan. Bentuk sediaan tersebut juga memungkinkan untuk dapat mengisi

kembali pasokan obat didalam tubuh dan memperpanjang waktu respon farmakologis

sehingga dapat dipertahankan dibandingkan dengan obat dengan dosis tunggal. Pada

prolonged released, ketersediaan obat pada indeks terapi tidak dijaga konstan.

13

Sustained release adalah desain sediaan obat yang didesain untuk melepaskan

sejumlah kecil dari dosis total yang telah ditentukan kedalam sistem pencernaan.

Pelepasan dosis tersebut harus sejumlah dosis yang dapat mengakibatkan respon

farmakologis sesegera mungkin, dimana obat tersebut harus konsisten dengan

ketersediaan intrinsik obat untuk diabsorpsi dari saluran pencernaan. Dosis sisa kemudian

dilepaskan secara cepat guna menjaga ketersediaan obat didalam tubuh untuk beberapa

periode waktu yang diinginkan melebihi waktu yang dicapai oleh obat dengan dosis

tunggal, sehingga dosis yang diserap oleh tubuh harus sama dengan dosis yang

dikeluarkan oleh tubuh dari waktu kewaktu seiring dengan respon farmakologis yang

diinginkan.

Sediaan repeat action biasanya terdiri atas 2 dosis tunggal dari suatu obat. Dimana

dosis pertama didesain menjadi immediate release dan dosis ke 2 didesain menjadi

delayed release. Hubungan konsetransi obat dengan waktu pada sistem controlled release

dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Hubungan antara konsentrasi obat dengan waktu (Nelson et al., 1975)

8. Pelepasan Obat

Proses pelarutan merupakan proses perpindahan molekul zat padat pada permukaan

ke dalam medium pelarutnya. Secara teoritis kecepatan pelarutan dengan persamaan

14

Noyes-Whitney (Churniawati, 2004). Disolusi atau pelarutan didefinisikan sebagai proses

melarutnya suatu obat dari sediaan padat dalam medium tertentu (Wagner, 1971).

Disolusi diartikan sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang

menghasilkan suatu dispersi homogen bentuk ion (disperse molekuler) sedangkan

kecepatan pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau

senyawa obat ke dalam medium tertentu dari suatu padatan (Wagner, 1971; Martin et al.,

1993). Gambar 7 dibawah ini akan menunjukkan proses disolusi suatu obat dari

matrik.Secara teoritis kecepatan pelarutan atau disolusi digambarkan oleh persamaan

Noyes-Whitney yang mirip dengan hukum difusi Fick (Shargel et al., 1985).

Gambar 7. Disolusi obat dari suatu padatan matriks (Martin et al.., 1993).

Kecepatan difusi obat dalam melewati matriks ditentukan oleh koefisien difusi (D)

dan harga D ditentukan oleh beberapa faktor menurut persamaan Stokes-Einstein sebagai

berikut:

D = RT ............................................................................................... …(1)

6πηr N

15

D adalah koefisien difusi, R adalah konstanta gas molar, T adalah temperatur,r

adalah radius molekul difusan, N adalah bilangan avogadro, η adalah viskositas. Dari

persamaan diatas tampak bahwa hubungan antara viskositas dan koefisien difusi

berbanding terbalik. Semakin banyak matriks yang ditambahkan viskositas semakin

besar, akibatnya harga koefisien difusi semakin kecil. Hal ini berarti menurunnya

koefisien difusi diikuti dengan penurunan kecepatan pelepasan obat (Higuchi, 1963).

Secara in vitro kecepatan pelarutan obat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain :

1. Sifat kimia fisika obat yang berhubungan dengan kelarutan, misalnya polimorfi,

bentuk hidrat, asam, basa atau garam ukuran partikel juga berpengaruh.

2. Faktor kondisi lingkungan

3. Macam dan tipe alat yang digunakan

4. Faktor lain, misalnya bentuk sediaan dan cara penyimpanan

Dari data uji pelarutan dapat diungkapkan antara lain dengan cara :

a. Metode Klasik

Metode klasik dapat menunjukkan jumlah obat yang terlarut dalam waktu tertentu

dengan menyatakan sebagai C20, C30, dan sebgainya, artinya berapa jumlah obat yang

dilepas setelah 20 menit, 30 menit, dan sebagainya. Dapat juga berupa pernyataan berapa

waktu yang diperlukan untuk melepaskan persentase tertentu obat dari basis, ini dikenal

dengan menyatakan misal T80, T90, dan sebagainya, yang artinya berapa menit diperlukan

16

untuk melepaskan obat sebanyak 80%, 90% dan sebagainya dari jumlah obat yang

terdapat dalam sediaan.

b. Metode Khan

Metode Khan dikenal dengan konsep Dissolution Efficiency. Dissolution

Efficiency (DE) merupakan perbandingan luas daerah di bawah kurva percepatan

pelarutan dan daerah pada waktu yang sama, meggambarkan 100% obat terlarut di dalam

medium (Khan, 1975). DE merupakan parameter yang menggambarkan kemampuan

pelepasan obat dari suatu sediaan pada rentang waktu tertentu. Metode yang

dikembangkan oleh Khan (1975) ini diartikan sebagai perbandingan luas daerah di bwah

kurva kecepatan pelarutan dan daerah pada waktu yang sama yang menggambarkan

100% obat terlarut ke dalam medium.

... ………………………………………………….(2)

Keterangan :

= luas kurva di bawah kurva pada waktu t.

Y.100.t = luas bidang pada kurva yang menentukan semua zat

aktif yang telah terlarut pada waktu t.

c. Metode Linearisasi Kecepatan Pelarutan

Metode ini berdasarkan asumsi berikut :

17

1. Kondisi percobaan harus berada dalam keadaan sink. Dimana Cs>> C.

2. Proses disolusi mengikuti kinetika orde 0.

3. Luas permukaan spesifik (A) turun secara eksponensial fungsi waktu.

4. Kondisi proses pelarutannya nonreaktif.

9. Kinetika Pelepasan Obat Berdasarkan Persamaan Matematika

Model matematika yang berbeda dapat diaplikasikan untuk mendeksripsikan

kinetika proses pelepasan obat. Kinetika pelepasan obat dapat ditentukan dengan

menemukan fitting terbaik dari data pelepasan obat secara berturut-turut ke dalam plot

persamaan orde nol, orde satu, Higuchi dan Korsmeyer-Peppas (Mouzan dkk., 2011).

9.1 Kinetika Orde Nol

Disolusi obat dari bentuk sediaan lepas lambat idealnya mengikuti kinetika orde

nol yaitu pelepasan obatnya konstan dari awal sampai akhir (Dash dkk, 2010). Kinetika

pelepasan orde nol terjadi pada sediaan yang tidak mengalami disintegrasi seperti sistem

penghantaran transdermal, implan, serta sistem penghantaran lepas terkontrol secara oral

(Sinko, 2006). Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde nol terjadi melalui

mekanisme erosi. Hal tersebut dipresentasikan melalui persamaan :

Qt = Q0 + K0.t ................................................................................................... …(3)

Keterangan :

Qt = jumlah obat terlarut dalam waktu t (menit)

Q0 = jumlah obat mula-mula dalam larutan, biasanya Q=0 (mg)

K0 = konstanta pelepasan orde nol (mg/menit)

18

Persamaan orde nol diperoleh dari plot persen obat terdisolusi sebgai fungsi waktu.

Bila digunakan fraksi pelepasan obat, persamaannya menjadi (Arora et al. 2005) :

Log F = K0 x t .................................................................................................. …(4)

Keterangan :

F = fraksi obat terdisolusi (mg)

t = waktu (menit)

K0 = konstanta pelepasan obat orde nol (mg/menit)

9.2 Kinetika Orde Satu

Profil kinetika orde satu ini misalnya dapat dijumpai pada bentuk sediaan

fannasetik yang berisi obat larut air dalam matriks berpori (Mulye dan Turco, 1995),

dimana obat yang terlepas sebanding dengan jumlah obat mula-mula dalam sediaan

(Mouzam dkk., 2011). Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde satu terjadi

secara difusi. Kinetika orde satu dapat direpresentasikan melalui persamaan:

............................................................................................ (5)

Keterangan:

Qt = jumlah obat yang terlepas dalam waktu t (mg)

Qo = jumlah obat mula-mula dalam larutan (mg)

K1 = konstanta pelepasan orde 1 (menit-I )

Persamaan orde satu diperoleh dari plot log persen obat terdisolusi sebagai fungsi

19

waktu. Bila digunakan fraksi pelepasan obat, persamaannya adalah (Arora dkk.,

2005):

.............................................................................................. …(6)

Keterangan:

F = fraksi obat yang terlarut (mg)

T = waktu (menit)

k,= konstanta pelepasan orde satu (menit-1)

9.3 Model Higuchi

Higuchi mendeskripsikan pelepasan obat yang terdispersi dalam matriks tidak larut

air sebagai proses difusi berdasarkan hukum Fick, tergantung akar waktu. Pelepasan obat

yang mengikuti mekanisme difusi terdapat hubungan linear antara jumlah obat yang

dilepaskan terhadap akar waktu (Sinko, 2006). Jika banyaknya obat yang dilepas dari

matriks proporsional dengan akar waktu maka kinetika pelepasannya dikatakan mengikuti

orde nol (Arora dkk., 2005). Model Higuchi dapat disederhanakan dalam persamaan:

Qt = K H . t.1/2

.......................................................... ...............(7)

Keterangan:

Qt = jumlah obat yang terlepas pada waktu t (mg)

K H = konstanta kecepatan Higuchi (menit-1/2

)

Jika plot akar waktu terhadap jumlah kumulatif obat terdisolusi menghasilkan

garis lurus dan slopenya 1 atau lebih dari 1, pelepasan obat dan' bentuk

sediaan khusus diasurnsikan mengikuti kinetika Higuchi. Beberapa kondisi percobaan

20

yang mekanisme pelepasan obatnya menyimpang dari persarnaan. Fickian

berarti mengikuti pelepasan non-Fickian(Mouzam dkk., 2011).

9.4 Model Korsmeyer-Peppas

Korsmeyer (1983) menurunkan hubungan sederhana yang mendeskripsikan

pelepasan obat dari sistem polimer. Dalam menemukan mekanisme pelepasan obat,

data pelepasan. obat 60% yang pertama dimasukkan dalam persamaan Korsmeyer-

Peppas. Persamaan Korsmeyer-Peppas diperoleh dari plot log persen obat terdisolusi

sebagai fungsi log waktu. Model Korsmeyer-Peppas dapat ditunjukkan melalui

persamaan:

.....................................................................(8)

Keterangan:

= jumlah zat aktif berpenetrasi pada waktu t (mg)

t = waktu (menit)

n = eksponen difusi

K Kp = konstanta laju penetrasi menurut Korsmeyer-Peppas

(menit-")

Peppas (1985) menggunakan nilai n di dalam orde untuk mengkarakterisasi

mekanisme pelepasan yang berbeda. Nilai n sekitar 0,45 menunjukkan mekanisme

21

pelepasan dikontrol oleh difusi Fick, nilai n yang lebih besar yaitu 0,45 < n <0,89

untuk transport non-Fick yaitu mekanisme difusi dan. relaksasi polimer. Nilai n=0,89

untuk case II transport atau relaksasi polimer dan nilai n>0,89 menunjukkan bahwa

pelepasan obat ter adi melalui super case II transport (Dash dkk, 2010). Hal ini

ditunjukkan melalui tabel III.

Tabel III. Interpretasi Mekanisme Pelepasan Difusi dari Lapisan Polimer

(Dash dkk., 2010)

10. Pemerian Bahan yang Digunakan

A. Matriks Mukoadhesif

1) Karboksimetilselulosa Natrium (CMC-Na)

Karboksimetilselulosa Natrium adalah garam natrium dari

polikarboksimetil eter selulosa, mengandung tidak kurang dari 6,5 % dan

tidak lebih dari 9,5 % natrium (Na) dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan. Na-CMC memiliki pemerian berupa serbuk atau granul

berwarna putih sampai krem. Na-CMC merupakan senyawa higroskopis,

eksponen pelepasan (n) mekanisme transport kecepatan

t-0,5

0,45 < n Fickian diffusion

0,45 <n <0,89 Non-fickian (Anomalous)

Transport

t n-I

n = 0,89 Case II transport orde nol

n> 0,89 Super case II transport t n-I

22

sehingga mudah larut dan terdipersi dalam air membentuk larutan

koloidal. Akan tetapi, Na-CMC tidak larut dalam etanol, eter maupun

pelarut organik lain. Rumus struktur Na-CMC dapat dilihat pada gambar

7.

O

OH

O

CH2OCH2COONa+

CH2OCH2COONa+

OH

OO

CH

O

Gambar 9. Rumus Struktur Natrium Karboksimetilselulosa (Rowe et

al., 2006)

Dalam aplikasinya di dunia farmasi, sering digunakan untuk bahan

penyalut,agen pensuspensi, stabilisator, bahan pengikat pada tablet,

bahan penghancur pada tablet dan kapsul serta bahan yang mampu

meningkatkan viskositas. Dalam sediaan bukal mukoadhesif, Na-CMC

juga berperan sebagai bahan tambahan yang berfungsi untuk melindungi

perlekatan produk dari kerusakan jaringan mukosa (Rowe et al., 2006).

Na-CMC sering dijadikan pilihan utama untuk formulasi sediaan oral dan

sediaan topikal karena dapat meningkatkan viskositas.

Na-CMC adalah polimer mukoadhesif yang termasuk golongan

anionik bioadhesif polimer bersama dengan PAA (Poly Acrilic Acid),

polikarbophil, alginate dan asam hialuronik. Dari beberapa penggolongan

polimer mukoadhesif, golongan polyacrylates (karbopol dan karbomer)

dan turunan dari karbohidrat seperti karboksimetilselulosa dan kitosan

23

mempunyai daya lekat yang tinggi sebagai polimer mukoadhesif

(Bernkop-Schnürch et al., 2005). Hal ini sejalan dengan yang

diungkapkan oleh Grabovac (2005), golongan polisakarida seperti

karragenan, Na-CMC, alginat dan asam hiluronik diketahui sebagai

polimer mukoadhesif yang bagus.

2) Kitosan

Kitosan merupakan produk alamiah yang merupakan turunan dari

polisakarida chitin. Kitosan mempunyai nama kimia Poly D-glucosamine

[beta (1-4) 2-amino-2-deoxy-D-glucose], bentuk kitosan padatan amorf

bewarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni.

Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai chitin.

Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viskositas larutannya

tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Kitosan

kering tidak mempunyai titik lebur.

Bila kitosan disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama pada

suhu sekitar 100oF maka sifat kelarutannya dan viskositasnya akan

berubah. Bila kitosan disimpan lama dalam keadaan terbuka (terjadi

kontak dengan udara) maka akan terjadi dekomposisi, warnanya menjadi

kekuningan dan viskositas larutan menjadi berkurang. Hal ini dapat

digambarkan seperti kapas atau kertas yang tidak stabil terhadap udara,

panas dan sebagainya. Kitosan dapat dimanfaatkan di berbagai bidang

biokimia, obat-obatan atau farmakologi, pangan dan gizi, pertanian,

mikrobiologi, penanganan air limbah, industri-industri kertas, tekstil

membran atau film, kosmetik dan lain sebagainya.

24

Dalam cangkang udang, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida

yang berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium

karbonat (CaCO3), protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Untuk

memperoleh chitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses

pemisahan protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi).

Sedangkan untuk mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses

deasetilasi.

Reaksi pembentukan kitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa

suatu amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH

sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH-

masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus

CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu kitosan.

Gambar 9. Struktur Kitosan (Anonim, 2006)

3) Methocel

Methocel atau Metilselulose adalah metileter dari selulose yang

terdapat dengan berbagai derajat viskositas. Zat ini banyak digunakan

sebagai zat “pengental” dalam industri pangan dan dalam sediaan farmasi.

25

Contoh penggunaan dalam sediaan farmasi adalah untuk pembuatan tetes

mata dan liur buatan pada kekurangan air mata dan liur, juga sebagai

cairan untuk lensa kontak keras. Begitu pula sebagai zat pelekat dalam

kertas dinding.

Efek sampingnya berupa kembung (flatulensi) dan bila digunakan

tanpa cukup air dapat menimbulkan obstruksi esofagus. Dosis yang biasa

digunakan adalah 4 dd 1-1,5 g dalam segelas air. Kelarutan dari Methocel

adalah didalam air dingin

Gambar 10. Rumus Struktur Methocel (Feller et al., 1990)

B. Pemerian bahan-bahan lain

1) Polivinil Pirolidon (PVP)

Povidon menurut Rowe (2003) mempunyai nama kimia 1-ethenyl–2

pyrrolidone homopolymer. Dijelaskan pula, PVP mempunyai beberapa

sinonim antara lain sebagai berikut kollidon, Plasdone, poly(1–(2-oxo-1-

pyrrolidinyl)ethylene),polyvidone, polyvinilpyrolidone, PVP, 1–vynil–2-

pyrrolidine polymer. Menurut Depkes(1979) Povidon adalah hasil

polimerisasi 1-vinilpirolid-2-on dalam berbagai bentuk polimer dengan

rumus molekul (C6H9NO)n, rumus struktur povidon terlihat di gambar 11.

Povidon memiliki pemerian berupa serbuk putih atau putih

26

kekuningan,berbau lemah atau tidak berbau, dan bersifat higroskopik.

Sedangkan untuk kelarutan,povidon mudah larut dalam air, etanol (95%)P,

kloroform P dan praktis tidak larut dalam eter P. Povidon memiliki bobot

molekul berkisar antara 10.000 hingga 700.000, kelarutan povidone

tergantung dari bobot molekul rata–rata.

Gambar 11. Struktur polivinil pirolidon (Rowe et al., 2003)

Povidon sering digunakan dalam berbagai formulasi farmasetika,

tetapi lebih sering digunakan dalam sediaan solid. Dalam pembuatan tablet,

larutan povidon digunakan sebagai bahan pengikat dalam metode granulasi

basah. Povidon biasanya ditambahkan sebagai agen pensuspensi,

stabilisator dan bahan yang mampu meningkatkan viskositas untuk sediaan

topikal, suspensi maupun larutan (Rowe et al., 2003).

2) Carvedilol

Carvedilol adalah obat kardiovaskular yang telah banyak di sahkan

di beberapa Negara untuk pengobatan darah tinggi. Carvedilol mempunyai

metabolisme lintas pertama yang tinggi, kelaruan dalam air rendah, tetapi

27

kelarutan dalam lemak yang tinggi. Penurunan tekanan darah yang

disebabkan oleh Carvedilol didapatkan dari penghambatan β-adrenoceptor,

vasodilatasi dan di ikuti oleh penghambatan α1-adrenoceptor blockade

(Tripathi, 1999.)

Gambar 12. Struktur carvedilol

Carvedilol merupakan non-selektif beta blocker dengan nama

dagang Coreg (GSK), Dilatrend (Roche), Eucardic (Roche), Carloc

(Cipla)dikenal sebagai obat generic maupun sebagai obat dengan pelepasan

terkontrol. Carvedilol menghambat pengikatan agonis dengan reseptornya,

yang akan meghasilkan penurunan tekanan darah. Carvedilol juga

menghambat perlekatan agonis dengan reseptor α1-adrenergic, yang juga

menghasilkan penurunan tekanan darah. Berbeda dengan obat beta blocker

, carvedilol memiliki aktivitas melawan agonis paling minimal. (Khanna et

al., 1997 and Michael, 1998). Sehingga Carvedilol mengurangi efek

konotropik dan ionotropic dibanding obat beta-blocker yang sering

menyebabkan kegagalan jantung.

Carvedilol adalah basa lemah dengan nilai pKa mendekati 7,8 dan

bioavaibiltas per oral nya 25-35%, sehingga mempenuhi kriteria

28

memuaskan untuk dibuat menjadi sediaan bukal patch (Mollendorff et al.,

1987). Nilai logaritma koefisien partisi dari Carvedilol adalah sekitar 3,967

(Noha et al., 2003). Nilai koefisien partisi tersebut mengindikasikan bahwa

Carvedilol mempunyai liofilisitas yang cukup besar untuk menembus bukal

membran. Dosis dari Carvedilol sehari adalah 25 mg dua kali sehari namun

dosis efektif yang lebih rendah dilaporkan mencapai 3,125 mg

(Pavankumar, 2005).

3) Propilenglikol

Propilenglikol menurut Rowe et al. (2003), propilenglikol

mempunyai nama kimia 1,2 propanediol. Beberapa sinonim dari

propilenglikol dikenal dengan nama-nama 1,2 Dihidroxypropane, E1520,

2-hydroxypropanol, methyl ethylene glycol, propane1,2-diol.

Propilenglikol mempunyai rumus kimia C3H8O2, rumus struktur

propilenglikol terlihat pada gambar 14. Propilenglikol biasanya difungsikan

sebagai preservatif antimikroba, humektan, plastisiser, pelarut, dan

stabiliser untuk vitamin.

Gambar 13. Rumus Struktur Propilenglikol (Weller, 2006)

Propilenglikol dalam teknologi farmasi biasanya dikembangkan

sebagai pelarut, ekstraktan dan preservatif untuk formulasi sediaan

29

parentral maupun nonparentral. Propilenglikol juga digunakan sebagai

plastisiser pada penyalutan. Propilenglikol mempunyai pemerian berupa

cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau dan

menyerap air pada udara lembab. Kelarutan propilenglikol dapat bercampur

dengan air, aseton, eter, dan beberapa minyak esensial namun tidak dapat

bercampur dengan minyak (Anonim, 1995). Propilenglikol pada temperatur

dingin tetap stabil, tetapi pada temperatur tinggi akan teroksidasi menjadi

propionaldehid, asam laktat, asam piruvat dan asam asetat. Propilenglikol

termasuk zat kimia yang tetap stabil ketika tercampur dengan etanol (95%)

gliserin, air, dan larutan yang telah disterilisasi dengan autoclave (Rowe et

al., 2003). Pada sediaan mukoadhesif, propilenglikol digunakan sebagai

plastisiser (Semalty et al., 2009).

4) Etil Selulosa

Etil selulosa adalah senyawa non-toksik,stabil, inert, polimer

hidrofobik yang banyak digunakan sebagai bahan sediaan farmasetika.

Ethyl selulosa sering digunakan untuk membrane pengontrol keluarnya

obat dari sediaan farmasi (Shan-Yang Lin et al., 2001;Siepmann et al.,

2007; Neau et al., 1999).

Etil selulosa bersifat stabil pada suhu tinggi dan sering digunakan

untuk laminasi hot-dip, lapisan (lacquer) panas dan pembungkus yang

mudah dikelupas. Etil selulosa merupakan termoplastik dan mengandung

beberapa pemlastis. Sifat-sifat utama etil selulosa adalah : 1) Tidak

berwarna, tidak berbau dan tidak berasa, 2) Tidak dapat menahan uap air

dan gas, 3) Larut pada sebagian besar pelarut kecuali pada hidrokarbon

30

alifatik, glikol dan air, 4) Tidak tahan terhadap pelarut organic, 5) Tahan

minyak, sehingga cocok untuk kemasan bahan pangan, 6) Berlemak seperti

margarine, mentega dan minyak, 7) Tahan terhadap asam dan basa lemah,

tapi terurai oleh asam kuat, 8) Mempunyai kekerasan dan kekuatan yang

baik, daya rentang menurun dan ekstensibilitas meningkat denga

meningkatnya suhu. Kelenturan meningkat dengan menurunnya suhu,

tidak terjadi degradasi hingga suhu 200oC, 9) Tidak banyak terpengaruh

oleh cahaya matahari.

Gambar 14. Struktur Etil Selulosa (Dahl, 1990)

5) Aseton

Aseton, juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-

propanon, propan-2-on,dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah

senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Aseton

merupakan keton yang paling sederhana. Aseton larut dalam berbagai

perbandingan dengan air, etanol, dietil eter,dll. Ia sendiri juga

merupakan pelarut yang penting. Aseton digunakan untuk membuat plastik,

serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Selain

dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami,

termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan kecil.

31

Aseton dibuat secara langsung maupun tidak langsung dari

propena. Secara umum, melalui proses kumena, benzena dialkilasi

dengan propena dan produk proses kumena(isopropilbenzena)

dioksidasi untuk menghasilkan fenol dan Aseton:

C6H5CH(CH3)2 + O2 → C6H5OH + OC(CH3)2

6) Asam Asetat

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa

kimia, asama organik yang dikenal sebagai pemberi

rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus

empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-

COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni

(disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna,

dan memiliki titik beku 16.7oC

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam

karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton),

sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah

monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya

adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira

sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.

32

Gambar 15. Struktur Asam Asetat (Jones et al, 1958)

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-

molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan

oleh ikatan hidrogen. Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu120oC.

Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-

hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni. Dimer

dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi

disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi

sekitar 154–157 J mol–1

K–1

. Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam

karboksilat sederhana lainnya.

F. Landasan Teori

Bukal patch merupakan suatu sediaan yang didesain untuk dapat melepaskan obat

secara terkontrol. Sehingga sediaan bukal patch digunakan untuk pengobatan penyakit

yang membutuhkan penanganan secara berkala dan lama. Salaha satu penyakit yang

membutuhkan pengobatan secara bertahap adalah hipertensi. Dilihat dari penyakitnya

yaitu hipertensi, maka diputuskan obat yang akan digunakan yaitu carvedilol.

Sudah banyak sediaan carvedilol yang beredar dipasaran. akan tetapi dilihat dari

sifatnya, carvedilol memiliki metabolisme lintas pertama yang tinggi, kelarutan dalam air

33

rendah, tetapi kelarutan dalam lemak tinggi (Martindale, 2003). Sehingga dibutuhkan

alternatif penghantaran lain untuk meningkatkan efektivitas dari carvedilol yaitu dengan

membuat carvedilol dengan bentuk sediaan bukal patch mukoadhesif. Carvedilol adalah

basa lemah dengan nilai pKa mendekati 7,8 dan bioavaibiltas per oral nya 25-35%,

sehingga memenuhi kriteria memuaskan untuk dibuat menjadi sediaan bukal patch

(Mollendorff et al, 1987). Nilai logaritma koefisien partisi dari Carvedilol adalah sekitar

3,967. (Noha et al, 2003) dan (Pavankumar et al, 2005) nilai koefisien partisi tersebut

mengindikasikan bahwa Carvedilol mempunyai liofilisitas yang cukup besar untuk

menembus bukal membran.

Digunakan 3 macam matriks yaitu karboksimetilselulosa natrium, kitosan, dan

methocel dalam formulasi sediaan bukal patch carvedilol, karena matriks adalah suatu

komponen penting pada suatu sediaan bukal patch. Dengan membandingkan 3 macam

matriks yang biasanya digunakan, kita akan mengetahui secara pasti matriks mana yang

dapat mendispersikan obat secara sempurna sehingga pelepasan obat tersebut akan dapat

dikontrol difusunya melalui polimer matriksnya.

Sediaan bukal patch diformulasikan dengan konsentrasi karboksimetilselulosa

Natrium, kitosan dan methocel masing-masing sebesar 2%. Pemilihan 2% didasari pada

studi preformulasi dimana dilakukan 3 macam variasi konsentrasi yaitu 1%, 2%, dan 3%.

Didapatkan konsentrasi 2% yang paling maksimal. Variasi penggunaan matriks

diperkirakan mampu melapisi zat aktif dan mengontrol difusi zat aktif ke lapisan mukosa.

Sehingga dapat diketahui matriks yang paling maksimal untuk sediaan bukal patch

mukoadhesif ini.

Uji disolusi merupakan salah satu cara evaluasi terhadap pelepasan obat dari

sediaan bukal patch. Kinetika dan mekanisme pelepasan obat serta kemampuan

34

mekanisme pelepasan carvedilol dari sediaan bukal patch tiap satuan waktu dapat

diketahui melalui uji disolusi.

Kinetika pelepasan diperoleh dengan menggunakan perhitungan orde nol, orde

satu, Higuchi dan Korsmeyer-Peppas (Costa dan Sausa, 2000). Disolusi obat dari betuk

sediaan lepas lambat idealnya mengikuti kinetika orde nol. Pelepasan obat yang

mengikuti kinetika orde nol terjadi secara erosi (Chang dan Robinson, 1990). Jika

banyaknya obat yang dilepas dari matriks proposional dengan akar waktu maka

pelepasannya dikatakan mengikuti persamaan Higuchi yaitu melalui mekanisme difusi

(Arora dkk, 2005). Peppas (1985) menggunakan nilai n (eksponen difusi) dalam orde

untuk mengkarakterisasi mekanisme pelepasan yang berbeda.

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesis dengan perbedaan

penggunaan matriks pada setiap formula mengakibatkan perbedaan sifat fisik setiap

sediaan bukal patch mukoadhesif yang dihasilkan serta perbedaan pelepasan obat.