lapsus katarak new.doc
TRANSCRIPT
Laporan Kasus
Katarak
Disusun oleh:
I Kadek Jaya Santika
1002005082
Ayu Putri Satyawati
102005030
Pembimbing:
dr. Eka Sutyawan, Sp. M
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
2015
1
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Anatomi Lensa ……………………………………………………………... 3
B. Fisiologi Lensa ……………………………………………………………... 4
C. Definisi ……………………………………………………………………... 7
D. Epidemiologi ……………………………………………………………….. 7
E. Etiologi ……………………………………………………………………... 7
F. Klasifikasi …………………………………………………………………... 8
a. Katarak Menurut Usia …………………………………………….… 9
b. Katarak Menurut Lokasi Kekeruhan ……………………………….. 10
c. Katarak Menurut Derajat Kekeruhan ………………………………. 11
d. Katarak Menurut Etiologi ………………………………………...… 12
G. Gejala Klinis ……………………………………………………………...… 16
H. Patofisiologi ……………………………………………………………..…. 16
I. Diagnosis ………………………………………………………………….... 18
J. Penatalaksanaan ……………………………………………………………. 18
K. Prognosis ………………………………………………………………….... 22
BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………….. 23
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………... 24
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Angka kejadian katarak meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Saat ini
jumlah penderita katarak yang mengalami gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan tidaklah sedikit. Berdasarkan hasil survey di Indonesia, diketahui jumlah
penderita kebutaan berkisar 1,5 % dari jumlah penduduk Indonesia dan 0,78% dari
persentasi tersebut disebabkan oleh katarak. Dalam 20 tahun mendatang diperkirakan
populasi dunia akan meningkat sepertiga kali dan peningkatan ini akan didominasi
terutama oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Disaat yang bersamaan
populasi individu yang berusia lebih dari 65 tahun akan meningkat sehingga angka
penderita katarak pun akan meningkat secara otomatis. Hal ini menjadi tantangan para
tenaga medis untuk mengupayakan tindakan pencegahan, penundaan serta
memberikan terapi katarak yang tepat bagi masyarakat.
Katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Faktor genetik dan lingkungan sangat
berperan dalam timbulnya katarak, antara lain seperti pajanan terhadap sinar matahari
dan merokok. Katarak dapat terjadi juga setelah trauma, inflamasi, atau penyakit
lainnya. Satu-satunya penanganan katarak yang memberikan hasil signifikan adalah
dengan operasi, walaupun operasi ini juga tidak bisa dilakukan pada setiap penderita
katarak dan tidak menutup kemungkinan untuk terjadi kompllikasi.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI LENSA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan semua. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di
belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar.
Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian
anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul ini merupakan membran dasar
yang melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. 65% lensa terdiri atas air,
sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi diantara jaringan-jaringan
tubuh), dan sedikit mineral. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
di kebanyakan jaringan lain.
4
Gambar 1. Anatomi Lensa
1. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan
tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul
ini mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat
akomodasi. Bagian paling tebal kapsul berada di bagian anterior dan
posterior zona preekuator, dan bagian paling tipis berada di bagian tengah
kutub posterior.
2. Serat Zonula
Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat
zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior
dan posterior dari kapsul lensa.
3. Epitel Lensa
Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel.
Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel
lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga
dapat membentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel
epitel yang baru terbentuk akan menuju equator lalu berdiferensiasi
menjadi serat lensa.
4. Nukleus dan korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan
akan menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa.
Serat-serat yang baru akan membentuk korteks dari lensa.
B. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Supaya hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai
dengan sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa
disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa
terutama kurvatura anterior.
5
Gambar 2. Akomodasi lensa: (kiri) saat melihat jauh, (kanan) saat melihat dekat
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris
relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter
anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya
refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke
retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi
sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya.
Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring
dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan
berkurang.
Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi
Akomodasi Tanpa akomodasi
M. Silliaris Kontraksi Relaksasi
Ketegangan serat zonular Menurun Meningkat
Bentuk lensa Lebih cembung Lebih pipih
Tebal axial lensa Meningkat Menurun
Dioptri lensa Meningkat Menurun
6
Gambar 3. Perubahan saat akomodasi lensa
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: kenyal atau
lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung; jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan;
terletak di tempatnya. Lensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks
refraksinya, secara normal sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada
bagian perifer yang berbeda dari aqueous dan vitreous humor yang
mengelilinginya. Pada keadaan tidak berakomodasi, lensa memberikan
kontribusi 15-20 D dari sekitar 60 D seluruh kekuatan refraksi bola mata
manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksi diberikan oleh udara dan
kornea.
Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa
lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis
bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung
secara perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat
dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang
tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang
jernih dan tampak sebagai “grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering
disangka katarak, padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi
kurang elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut
presbiopia, pada orang Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.
C. DEFINISI
7
Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi
dapat disembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang
terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata.
Katarak terjadi karena faktor usia, namun dapat juga terjadi pada anak-anak
yang lahir dalam kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma,
inflamasi, atau penyakit lainnya. Katarak senilis adalah semua kekeruhan
lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. 1
D. EPIDEMIOLOGI
Berbagai studi cross-sectional melaporkan prevalensi katarak pada
individu berusia 65-74 tahun adalah sebanyak 50% dan meningkat hingga
70% pada individu di atas 75 tahun. Jelas dapat disimpulkan insiden tertinggi
pada katarak terjadi pada populasi yang lebih tua. Diketahui kebutaan di
Indonesia berkisar 1,5 % dari jumlah penduduk Indonesia. Dari angka tersebut
presentasi angka kebutaan utama ialah :
Katarak 0,78 %
Kelainan kornea 0,13 %
Penyakit glaukoma 0,20 %
Kelainan refraksi 0,14 %
Kelainan retina 0,03 %
Kelainan nutrisi 0,02 %
E. ETIOLOGI
Tak jarang katarak timbul pada saat lahir atau pada anak usia dini
sebagai akibat dari cacat keturunan, trauma parah pada mata, operasi mata,
atau peradangan intraokular. Faktor lain yang dapat menyebabkan
perkembangan katarak pada usia lebih dini meliputi paparan berlebihan
cahaya ultraviolet, diabetes, merokok, atau penggunaan obat-obatan tertentu,
seperti steroid oral, topikal, atau inhalasi.
Etiologi katarak kongenital yang paling umum termasuk infeksi
intrauterin, gangguan metabolisme, dan sindrom genetik ditransmisikan.
Sepertiga dari katarak pediatrik sporadis, mereka tidak berhubungan dengan
penyakit sistemik atau mata. Namun, mereka mungkin mutasi spontan dan
dapat menyebabkan pembentukan katarak pada keturunannya pasien.
8
Sebanyak 23% dari katarak kongenital adalah familial. Cara transmisi yang
paling sering adalah autosomal dominan dengan penetrasi yang lengkap. Jenis
katarak mungkin muncul sebagai katarak total, katarak polar, katarak lamelar,
atau opasitas nuklear. Semua anggota keluarga dekat harus diperiksa. Infeksi
penyebab katarak termasuk rubella (yang paling umum), rubeola, cacar air,
cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis, influenza, virus
EpsteinBarr, sifilis, dan toksoplasmosis.2
Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Patofisiologi di balik terjadinya katarak senilis amat kompleks dan belum
sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa kemungkinan di antaranya
terkait usia lensa mata yang membuat berat dan ketebalannya bertambah,
sementara kekuatannya menurun.3
F. KLASIFIKASI
Katarak dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek, yaitu :
i. Menurut usia :
1) Katarak kongenital ( terlihat pada usia dibawah 1 tahun )
2) Katarak juvenil ( terlihat sesudah usia 1 tahun )
3) Katarak senilis ( setelah usia 50 tahun )
ii. Menurut lokasi kekeruhan lensa :
1) Nuklear
2) Kortikal
3) Subkapsular (posterior/anterior) jarang
iii. Menurut derajat kekeruhan lensa :
1) Insipien
2) Imatur
3) Matur
4) Hipermatur
iv. Menurut etiologi :
1) Katarak primer
2) Katarak sekunder
a. Katarak Menurut Usia
i. Katarak Kongenital
9
Katarak Kongenital katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Kekeruhan
sebagian pada lensa yang sudah didapatkan pada waktu lahir umumnya
tidak meluas dan jarang sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa.
Letak kekeruhan tergantung pada saat mana terjadi gangguan pada
kehidupan janin.
ii. Katarak Juvenil
Katarak juvenil adalah katarak yang lunak dan terdapat pada
orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan
kurang dari 50 tahun. Merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak
sesudah lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi
perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya
lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft cataract. Biasanya
katarak juvenil merupakan bagian dari suatu gejala penyakit keturunan
lain. Pembedahan dilakukan bila kataraknya diperkirakan akan
menimbulkan ambliopia.
Tindakan untuk memperbaiki tajam penglihatan ialah
pembedahan. Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan seduah
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Hasil tindakan pembedahan sangat
bergantung pada usia penderita, bentuk katarak apakah mengenai
seluruh lensa atau sebagian lensa apakah disertai kelainan lain pada
saat timbulnya katarak, makin lama lensa menutupi media penglihatan
menambah kemungkinan ambliopia.
iii. Katarak Senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun kadang-kadang pada usia 40
tahun. Perubahan yang tampak ialah bertambah tebalnya nukleus
dengan berkembangnya lapisan korteks lensa. Secara klinis, proses
ketuaan lensa sudah tampak sejak terjadi pengurangan kekuatan
akomodasi lensa akibat mulai terjadinya sklerosis lensa yang timbul
pada usia dekade 4 dalam bentuk keluhan presbiopia.
b. Katarak Menurut Lokasi Kekeruhan
10
Dikenal 3 bentuk katarak senil, yaitu katarak nuklear, kortikal, dan
subkapsular posterior.
i. Katarak Nuklear
Inti lensa dewasa selama hidup
bertambah besar dan menjadi sklerotik.
Lama kelamaan inti lensa yang mulanya
menjadi putih kekuningan menjadi cokelat
dan kemudian menjadi kehitaman.
Keadaan ini disebut katarak brunesen atau
nigra.
ii. Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi penyerapan
air sehingga lensa menjadi cembung dan
terjadi miopisasi akibat perubahan indeks
refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita
seakan-akan mendapatkan kekuatan baru
untuk melihat dekat pada usia yang
bertambah.
iii. Katarak Subkapsular Posterior
Katarak subkapsular posterior ini
sering terjadi pada usia yang lebih muda
dibandingkan tipe nuklear dan kortikal.
Katarak ini terletak di lapisan posterior
kortikal dan biasanya axial. Indikasi awal
adalah terlihatnya gambaran halus seperti
pelangi dibawah slit lamp pada lapisan
posterior kortikal. Pada stadium lanjut
terlihat granul dan plak pada korteks subkapsul posterior ini. Gejala
yang dikeluhkan penderita adalah penglihatan yang silau dan
penurunan penglihatan di bawah sinar terang. Dapat juga terjadi
penurunan penglihatan pada jarak dekat dan terkadang beberapa
pasien juga mengalami diplopia monokular.
11
c. Katarak Menurut Derajat Kekeruhan
Katarak berdasarkan kekeruhan yang sudah terjadi dapat dibedakan
menjadi 4 macam, yaitu:
i. Katarak Insipien
Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dasar di perifer dan daerah jernih membentuk gerigi
dengan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan
biasanya teletak di korteks anterior atau posterior. Kekeruhan ini pada
umumnya hanya tampak bila pupil dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan uji bayangan
iris akan positif.
ii. Katarak Imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal
tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih
terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa.
Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa
menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan
memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
miopik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke
depan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.
Pada stadium intumensen ini akan mudah terjadi penyulit
glaukoma. Uji bayangan iris pada keadaan ini positif.
iii. Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Di
dalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke
depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal
kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih
akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium. Bila dilakukan
uji bayangan iris akan terlihat negatif.
iv. Katarak Hipermatur
12
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks
mengkerut dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan
mencairnya korteks, nukleus lensa tenggelam ke arah bawah (katarak
morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata
menjadi dalam. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif.
Akibat masa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat
menimbulkan penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom
fakolitik.
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Visus 6/6 ↓ (6/6 – 1/60) ↓↓ (1/300-1/~) ↓↓ (1/300-1/~)
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + Glaukoma
Tabel 2. Perbedaan derajat kekeruhan katarak
Gambar 4. Stadium Katarak
d. Katarak Menurut Etiologi
a. Katarak Primer
Katarak primer merupakan katarak yang terjadi karena proses
penuaan atau degenerasi, bukan karena penyebab yang lain, seperti
13
penyakit sistemik atau metabolik, traumatik, toksik, radiasi dan
kelainan kongenital.
b. Katarak Sekunder
1) Katarak Metabolik
Katarak metabolik atau disebut juga katarak akibat penyakit
sistemik, terjadi bilateral karena berbagai gangguan sistemik
berikut ini : diabetes melitus, hipokalsemia (oleh sebab apapun),
defisiensi gizi, distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia,
dan sindrom Lowe, Werner, serta Down.
2) Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda
asing pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru
senapan angin dan petasan merupakan penyebab yang sering;
penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah, batu, kontusio,
pajanan berlebih terhadap panas (glassblower’s cataract), dan
radiasi pengion. Di dunia industri, tindakan pengamanan terbaik
adalah sepasang kacamata pelindung yang bermutu baik.
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueous dan
kadang-kadang vitreus masuk ke dalam struktur lensa. Pasien
sering kali adalah pekerja industri yang pekerjaannya memukulkan
baja ke baja lain. Sebagai contoh, potongan kecil palu baja dapat
menembus kornea dan lensa dengan kecepatan yang sangat tinggi
lalu tersangkut di vitreus atau retina.
3) Katarak Komplikata
Penyakit intraokular atau penyakit di bagian tubuh yang lain
dapat menimbulkan katarak komplikata. Penyakit intraokular yang
sering menyebabkan kekeruhan pada lensa ialah iridosiklitis,
glukoma, ablasi retina, miopia tinggi dan lain-lain. Katarak-katarak
ini biasanya unilateral.
Pada uveitis, katarak timbul pada subkapsul posterior akibat
gangguan metabolisme lensa bagian belakang. Kekeruhan juga
dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa (sinekia
posterior) yang dapat berkembang mengenai seluruh lensa.
14
Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan
gangguan keseimbangan cairan lensa subkapsul anterior. Bentuk
kekeruhan ini berupa titik-titik yang tersebar sehingga dinamakan
katarak pungtata subkapsular diseminata anterior atau dapat disebut
menurut penemunya katarak Vogt. Katarak ini bersifat reversibel
dan dapat hilang bila tekanan bola mata sudah terkontrol.
Ablasio dan miopia tinggi juga dapat menimbulkan katarak
komplikata. Pada katarak komplikata yang mengenai satu mata
dilakukan tindakan bedah bila kekeruhannya sudah mengenai
seluruh bagian lensa atau bila penderita memerlukan penglihatan
binokular atau kosmetik.
Jenis tindakan yang dilakukan ekstraksi linear atau ekstraksi
lensa ekstrakapsular. Iridektomi total lebih baik dilakukan dari
pada iridektomi perifer.
Katarak yang berhubungan dengan penyakit umum mengenai
kedua mata, walaupun kadang-kadang tidak bersamaan. Katrak ini
biasanya btimbul pada usia yang lebih muda. Kelainan umum yang
dapat menimbulkan katarak adalah diabetes melitus, hipoparatiroid,
miotonia distrofia, tetani infantil dan lain-lain.
Diabetes melitus menimbulkan katarak yang memberikan
gambaran khas yaitu kekeruhan yang tersebar halus seperti tebaran
kapas di dalam masa lensa.
Pada hipoparatiroid akan terlihat kekeruhan yang mulai pada
dataran belakang lensa, sedang pada penyakit umum lain akan
terlihat tanda degenerasi pada lensa yang mengenai seluruh lapis
lensa.
4) Katarak Toksik
Katarak toksik atau disebut juga katarak terinduksi obat, seperti
obat kortikosteroid sistemik ataupun topikal yang diberikan dalam
waktu lama, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol,
antikolinesterase, klorpromazin, miotik, busulfan. Obat-obat
tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.
5) Katarak Ikutan (membran sekunder)
15
Katarak ikutan merupakan kekeruhan kapsul posterior yang
terjadi setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular akibat terbentuknya
jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat
keadaan ini terlihat sesudah 2 hari pasca ekstraksi ektrakapsular.
Epitel lensa subkapsular yang tersisa mungkin menginduksi
regenerasi serat-serat lensa, memberikan gambaran telur ikan pada
kapsul posterior (mutiara Elschnig). Lapisan epitel berproliferasi
tersebut dapat membentuk banyak lapisan dan menimbulkan
kekeruhan yang jelas. Sel-sel ini mungkin juga mengalami
diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-serat tersebut
menimbulkan banyak kerutan kecil di kapsulposterior, yang
menimbulkan distorsi penglihatan. Semua faktor ini dapat
menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan setelah ekstraksi
katarak ekstrakapsular.
Katarak ikutan merupakan suatu masalah besar pada hampir
semua pasien pediatrik, kecuali bila kapsul posterior dan vitreus
anterior diangkat pada saat operasi. Dulu, hingga setengah dari
semua pasien dewasa mengalami kekeruhan kapsul posterior
setelah mengalami ekstraksi katarak ekstrakapsular. Namun, tehnik
bedah yang semakin berkembang dan materi lensa intraokular yang
baru mampu mengurangi insiden kekeruhan kapsul posterior secara
nyata.
G. GEJALA KLINIS
Katarak biasanya terbentuk secara perlahan sehingga terkadang gejala
yang timbul tidak dirasakan oleh penderitanya. Gejala yang sering
dikeluhakan oleh penderita katarak antara lain:
Penglihatan berawan, kabur atau berkabut
Lebih nyaman saat melihat jarak dekat
Perubahan persepsi warna
Fotosensitif baik pada malam hari maupun siang hari
Penglihatan ganda (double vision)
Perubahan ukuran kacamata yang signifikan4
16
H. PATOFISIOLOGI
Semakin bertambah usia lensa, maka akan semakin tebal dan berat
sementara daya akomodasinya semakin melemah. Ketika lapisan kortikal
bertambah dalam pola yang konsentris, nukleus sentral tertekan dan mengeras,
disebut nuklear sklerosis. Ada banyak mekanisme yang memberi kontribusi
dalam progresifitas kekeruhan lensa. Epitel lensa berubah seiring
bertambahnya usia, terutama dalam hal penurunan densitas (kepadatan) sel
epitelial dan penyimpangan diferensiasi sel serat lensa (lens fiber cells).
Walaupun epitel lensa yang mengalami katarak menunjukkan angka kematian
apoptotik yang rendah, akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat
menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan
akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan
bertambahnya usia lensa, penurunan rasio air dan mungkin metabolit larut air
dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui
epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien dan
antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa akibat pertambahan
usia mengarahkan pada terjadinya katarak senilis.5,6
Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa
dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul
tinggi larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air.
Hasil perubahan protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks
refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan.
Area lain yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada perkembangan
katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin.7,8
Selain dari itu, terdapat juga teori free radical, dimana free radical
terbentuk jika terjadi reaksi intermediate reaktif kuat. Free radical
mengakibatkan degenerasi molekul normal, dan dapat dinetralisir oleh vitamin
E dan antioksidan. Teori Across-Link dari para ahli biokimia mengatakan
terjadi pengikatan asam nukleat dan molekul protein sehingga terjadi
gangguan fungsi.1,9
17
Faktor resiko katarak:
Usia (penuaan)
Paparan sinar UV
Infeksi intrauterine
Trauma
Metabolik (DM)
Perubahan struktur korteks
Hidrasi sel-sel lensa
Kerusakan sel-sel korteks
Kepadatan lensa berkurang
Lensa menjadi keruh
Sinar sejajar masuk
Tidak bisa difokuskan
Penurunan visus penglihatan
I. DIAGNOSIS
Diagnosa katarak dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai. Penyakit seperti Diabetes Mellitus dapat
menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini dan
bisa dikontrol sebelum operasi.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Pemeriksaan adneksa okuler dan
struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan
prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas
lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris,
18
bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati,
gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian
dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa
sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata
sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Kemudian lakukan
pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada katarak senilis.
Selain itu, pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari
integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina
dapat menilai gangguan penglihatan.3
J. PENATALAKSANAAN
Satu-satunya terapi katarak adalah tindakan bedah. Indikasi operasi
katarak secara umum adalah untuk rehabilitasi visus, mencegah dan mengatasi
komplikasi, tujuan terapeutik dan diagnostik, mencegah ambliopia dan tujuan
kosmetik. Saat ini terapi bedah katarak sudah mengalami banyak
perkembangan.10
Dahulu bedah katarak dilakukan dengan teknologi yang disebut ECCE
dan ICCE masih memerlukan sayatan lebar untuk mengeluarkan lensa secara
utuh, sehingga pasien pun harus mendapatkan jahitan yang cukup banyak pada
matanya yang mengakibatkan proses pemulihan matanya menjadi lama.
Sekarang dengan teknologi fakoemulsifikasi sayatan pada mata menjadi
sangat kecil dan seringkali tidak memerlukan jahitan.
I. Metode “Ekstraksi intrakapsuler (ICCE)”, yang jarang lagi
dilakukan sekarang adalah mengangkat lensa in toto yakni didalam
kapsulnya melalui limbus superior 140-160 derajat. ICCE dilakukan
pada negara-negara dimana terdapat keterbatasan mikroskop untuk
melakukan operasi katarak. ICCE diindikasikan pada kasus-kasus
katarak tidak stabil, intumesen, hipermatur, dan katarak luksasi.
Kontraindikasi absolut ICCE adalah katarak pada anak dan dewasa
muda serta katarak traumatik dengan ruptur kapsul. Kontraindikasi
relatif ICCE adalah miopi tinggi, sindrom Marfan, katarak
Morgagni.10,11
19
II. Metode ”Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE)”, yang saat ini masih
sering dipakai juga memerlukan insisi limbus superior. Bagian anterior
kapsul dipotong atau diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa
dinuang dari mata dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga
meninggalkan kapsul posterior. ECCE diindikasikan untuk operasi
katarak yang diiringi dengan pemasangan IOL atau penambahan
kacamata baca, terjadinya perlengketan luas antara iris dan lensa,
ablasi atau prolaps badan kaca. Kontraidikasi ECCE adalah pada
keadaan dimana terjadi insufisiensi zonula zinni.10,11
Gambar 5. Teknik ECCE
III. Metode fakoemulsifikasi yaitu dengan sayatan kecil dan tidak
memerlukan benang. Ada berbagai keuntungan dari metode tersebut,
antara lain tanpa dijahit. Ini karena sayatannya kecil. Kalaupun perlu
jahitan hanya satu jahitan. Fakofragmentasi atau fakoemulsi dengan
irigasi atau aspirasi atau keduanya adalah teknik ekstrakapsuler yang
menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus
dan korteks melalui incisi limbus yang kecil (2-5mm), sehingga
mempermudah penyembuhan luka operasi dan keluhan mata merah
tidak lama.10,12
20
Gambar 6. Teknik Fakoemulsifikasi
Setelah operasi semua pasien membutuhkan koreksi kekuatan tambahan untuk memfokuskan benda dekat dibandingkan
untuk melihat jauh. Akomodasi hilang dengan diangkatnya lensa. Kekuatan yang hilang pada sistem optik mata tersebut harus
digantikan oleh kacamata afakia yang tebal, lensa kontak yang tipis atau implantasi lensa plastik (IOL) di dalam bola mata.10,12
Metode Indikasi Keuntungan Kerugian
ICCE Zonula lemah Tidak ada resiko
katarak sekunder.
Peralatan yang
dibutuhkan sedikit.
Resiko tinggi kebocoran vitreous
(20%).
Astigmatisme.
Rehabilitasi visual terhambat.
IOL di COA atau dijahit di
posterior.
ECCE Lensa sangat
keras.
Endotel kornea
kurang bagus.
Peralatan yang
dibutuhkan paling
sedikit.
Baik untuk endotel
kornea.
IOL di COP.
Astigmatisme.
Rehabilitasi visual terhambat.
Phaco Sebagian besar
katarak kecuali
katarak
Morgagni dan
trauma.
Rehabilitasi visual cepat. Peralatan / instrumen mahal.
Pelatihan lama.
Ultrasound dapat mempengaruhi
endotel kornea.
Tabel 3. Keuntungan dan Kerugian Operasi Katarak
IOL adalah sebuah lensa jernih berupa plastik fleksibel yang difiksasi
ke dalam mata atau dekat dengan posisi lensa alami yang mengiringi ECCE.
21
Sebuah IOL dapat menghasilkan pembesaran dan distorsi minimal dengan
sedikit kehilangan persepsi dalam atau tajam penglihatan perifer.9
IOL bersifat permanen, tidak membutuhkan perawatan dan
penanganan khusus dan tidak dirasakan pasien atau diperhatikan orang lain.
Dengan sebuah IOL kacamata baca dan kacamata untuk melihat dekat
biasanya tetap dibutuhkan dan umumnya dibutuhkan kacamata tipis untuk
penglihatan jauh.9
Kontraindikasi implantasi IOL antara lain adalah uveitis berulang,
retinopati diabetik progresif, rubeosis iridis dan glaukoma neovaskuler.11
Tentunya setiap tindakan operasi memiliki resiko, yang paling buruk
adalah hilangnya penglihatan secara permanen. Setelah dilakukan operasi
masih mungkin muncul masalah pada mata, sehingga diperlukan kontrol post
operasi yang teratur.
Jangka Pendek Jangka Panjang
Infeksi pada mata
Perdarahan pada kornea
(hifema)
Edema papil
Edema kornea
Rupture kapsul lensa
Ablasio retina
Fotosensitif
Dislokasi IOL
Kekeruhan pada kapsul lensa
Ablasio retina
Astigmatisma
Glaukoma
Ptosis13
Tabel 4. Efek Operasi Katarak
K. PROGNOSIS
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak dewasa. Adanya
ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi
tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk
perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak
kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral
inkomplit yang progresif lambat.
22
Sedangkan pada katarak senilis jika katarak dapat dengan cepat terdeteksi serta
mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat maka 95 %
penderita dapat melihat kembali dengan normal.
BAB 3
LAPORAN KASUS
23
3.1 Identitas Penderita
Nama : I Gusti Ngurah Suweta
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Debes Gg VIII No 4, Tabanan
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Hindu
Suku Bangsa : Bali
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : penglihatan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata dirasakan ± 3
bulan yang lalu. Penglihatan kabur dirasakan lebih berat pada mata kanan.
Penglihatan kabur dirasakan sepanjang hari. Penglihatan kabur dirasakan seperti ada
kabut yang menutupi pandangan. Penglihatan kabur dirasakan mulai mengganggu
aktivitas pasien terutama saat menyetir. Mata kabur dirasakan semakin lama semakin
memberat. Rasa nyeri, kemerahan, silau, dan berair disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan
Penderita mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya. Riwayat
berobat ke BRSU Tabanan dikatakan katarak diberikan obat tetes mata dan dirujuk ke
RS Sanglah. Riwayat Diabetes Melitus sejak ± 11tahun yang lalu dan rutin minum
obat dan kontrol. Riwayat Hipertensi sejak ± 30 tahun yang lalu dan juga rutin minum
obat dan kontrol ke dokter. Riwayat sakit gigi, sakit tenggorokan, sakit telinga
disangkal.
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan pensiunan pegawai negeri di kantor bupati Tabanan.
24
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80 kali /menit
Laju Nafas : 18 kali/menit
Temperatur aksila : 36,0 °C
3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)
Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra(OS)
Visus
Refraksi/Pin Hole
6/30
6/7,5
6/12
6/7,5
Supra cilia
Madarosis
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra superior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra inferior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi
Benjolan
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
25
Hiperemi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Sekret
Papil
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hipermi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis
Hiperemi
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan di bawah konjungtiva
Pterigium
Pingueculae
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sklera
Warna
Pigmentasi
Putih
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Odem
Infiltrat
Ulkus
Sikatriks
Keratik presifitat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kamera okuli anterior
26
Kejernihan
Kedalaman
Jernih
Normal
Jernih
Normal
Iris
Warna
Koloboma
Sinekia anterior
Sinekia posterior
Coklat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Coklat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pupil
Bentuk
Regularitas
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsensual
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Lensa
Kejernihan
Dislokasi/subluksasi
Tes Bayangan Iris
Keruh
Tidak ada
Positif
Keruh
Tidak ada
Positif
3.4 Resume
Pasien laki-laki, 69 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata,
terutama mata kanan dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Penglihatan kabur dirasakan
seperti ada kabut yang menutupi pandangan. Penglihatan kabur dirasakan mulai
mengganggu aktivitas terutama saat pasien menyetir. Mata kabur dikatakan semakin
lama semakin kabur. Rasa nyeri, kemerahan, berair disangkal oleh pasien. Riwayat
Diabetes Melitus sejak ± 11 tahun yang lalu dan rutin minum obat dan kontrol.
Riwayat Hipertensi sejak ± 30 tahun yang lalu dan juga rutin minum obat dan kontrol
ke dokter. Riwayat sakit gigi, sakit tenggorokan, sakit telinga disangkal. Riwayat
berobat ke BRSU Tabanan dan mendapat obat tetes mata kemudian dirujuk ke
Sanglah.
Pemeriksaan lokal
27
OD Pemeriksaan OS
6/30 terkoreksi dengan pinhole
6/7,5AV
6/12 terkoreksi dengan pinhole
6/6 F
Orthophoria Posisi Orthophoria
Tenang Palpebra Tenang
Tenang Konjungtiva Tenang
Jernih Kornea Jernih
Dalam, cells (-), flares (-) BMD Dalam cells (-), flares (-)
Bulat, di tengah, refleks cahaya
langsung (+)
Iris Bulat, di tengah, refleks cahaya
langsung (+)Pupil
Keruh, Iris shadow (+) Lensa Keruh, iris shadow (+)
Jernih Vitreus Jernih
Reflex (+)
Funduskopi
Reflex (+)
15 TIO 17
3.5 Diagnosis Banding
ODS Katarak
ODS Diabetic Retinopathy
3.6 Diagnosis Kerja
ODS Katarak Senilis Imatur
3.7 Usulan Pemeriksaan
- USG
- Foto Fundus
3.8 Terapi
OD pro phacoemulsi + IOL dengan Local Anaesthetic
3.9 Prognosis
Dubius ad bonam
28
BAB 4
PEMBAHASAN
29
Sesuai teori, prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun yaitu
sebanyak 50% dan meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun. Penderita
diabetes mellitus memiliki kemungkinan untuk menderita katarak semakin tinggi.
Pada kasus didapatkan usia pasien 69 tahun dan menderita diabetes melitus sejak 11
tahun yang lalu sehingga kemungkinan katarak semakin tinggi. Sesuai teori, katarak
senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas
50 tahun kadang-kadang pada usia 40 tahun. Pada pasien didapatkan kekeruhan lensa
pada usia di atas 50 tahun yaitu 69 tahun.
Sesuai teori, katarak biasanya terbentuk secara perlahan sehingga terkadang gejala
yang timbul tidak dirasakan oleh penderitanya. Gejala yang sering dikeluhkan oleh
penderita katarak antara lain penglihatan berawan, kabur atau berkabut, lebih nyaman
saat melihat jarak dekat, perubahan persepsi warna, fotosensitif baik pada malam hari
maupun siang hari, penglihatan ganda (double vision), perubahan ukuran kacamata
yang signifikan. Pada kasus didapatkan penglihatan kabur dan berkabut.
Sesuai teori, katarak diklasifikasikan sebagai katarak imatur apabila visus menurun
antara 6/6 – 1/60, kekeruhan sebagian, bilik mata depan sempit dan shadow test
positif. Pada pasien didapatkan visus mata kanan 6/30, mata kiri 6/12 sementara pada
pemeriksaan segmen anterior didapatkan lensa keruh sehingga dapat diklasifikasikan sebagai katarak
imatur. Sesuai teori metode fakoemulsifikasi yaitu dengan sayatan kecil dan tidak
memerlukan benang. Ada berbagai keuntungan dari metode tersebut, antara lain tanpa
dijahit. Ini karena sayatannya kecil sehingga mempermudah penyembuhan luka
operasi dan keluhan mata merah tidak lama. Pada kasus digunakan metode
fakoemulsifikasi untuk mempermudah penyembuhan luka.
Pada prognosis sesuai teori pada pada katarak senilis jika katarak dapat dengan cepat
terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat maka
95 % penderita dapat melihat kembali dengan normal. Pada pasien ini katark
ditangani pada fase imatur sehingga memiliki pasien yang baik.
Tabel Perbedaan Katarak dengan Retinopati dan Glaukoma
N Pembeda Katarak Retinopati
30
o
1 Definisi Kekeruhan yang terjadi pada
lensa mata, yang menghalangi
sinar masuk ke dalam mata
Kerusakan progresif pada retina
akibat kelainan pembuluh darah
yang menuju ke mata dapat berupa
perdarahan, tidak adekuatnya
pasokan dan penyumbatan
pembuluh darah.
2 Penyebab Primer (penuaan dan
degenerasi), sekunder
(metabolik, traumatic,
komplikata, ikutan, toksik)
Retinopati pada prematuritas,
Retinopati diabetic, Retinopati
hipertensi, central serous retinopathy
3 Gejala Penglihatan berawan,
kabur atau berkabut
Lebih nyaman saat
melihat jarak dekat
Perubahan persepsi
warna
Fotosensitif baik pada
malam hari maupun
siang hari
Penglihatan ganda
(double vision)
Perubahan ukuran
kacamata yang
signifikan
- Pandangan kabur
- Floater (benda yang melayang-
layang pada penglihatan)
- Black spot
- Flashing light
- Kesulitan membaca atau
melihat detail
4 Pemeriksaan
Penunjang
Slit lamp, oftamoskopi direk
maupun indirek, USG
Oftamoskopi, Fluorescein
angiography
5 Tatalaksana Pembedahan (ICCE, ECCE,
Phakoemulsi)
Kontrol factor risiko seperti diabetes,
hipertensi.
Pembedahan
31
BAB 5
SIMPULAN
Katarak merupakan penyakit mata yang kian meningkat dari tahun ke tahun.
Katarak bisa diklasifikasi dengan bermaca-macam klasifikasi, secara etiologi yaitu
congenital, juvenile dan senilis. Selain itu dapat juga diklasifikasikan berdasarkan
morfologi dari katarak misalnya capsularis katarak, cortek katarak, Polaris katarak
dan lain-lain. Setiap klasifikasi memberikan gejala yang berbeda-beda. Untuk katarak
senilis bisa dibagikan kepada 4 stadium yaitu insipient, immature, matur dan
hipermatur. Hal ini dapat dibedakan dari pemeriksaan ophtalmologi seperti
pemeriksaan shadow test dan slipt lamp. Secara umum katarak memberikan gejala
yaitu penurunan penglihatan yang perlahan-lahan, penglihatan tampat silau, berkabut,
penglihatan ganda pada satu mata, kekuatan kaca mata sering berubah- ubah serta
mempunyai gejala tambahan jika disertai dengan penyakit mata yang lain misalnya
pada katarak sekunder.
Katarak senilis terutamanya bisa terjadi akibat beberapa factor antaranya usia,
pajanan asap, penyakit sistemik, obat-obatan katarogenik dan lain-lain. Sehingga jika
pasien mengeluh keluhan awal dari katarak, tidak dapat lagi di cegah. Satu-satunya
32
tindakan untuk katarak adalah dengan melakukan operasi pengagkatan lensa dan
peanaman lensa artificial. Namun untuk katarak stadium immature maupun insipient,
masih bisa di tunda progresifitas nya dengan member obat-obatan seperti catarlen
yang mempunyai komposisi yaitu calcium, potassium dan iodide. Untuk operasi
sendiri, bisa dibagi kepada dua yaiitu intracapsular extraction atau extracapsular
extraction. Namun pada saat ini yang sering digemari oleh ahli mata adalah metode
phacoemulfikasi dari tehnik extracapsular extraction. Prognosis untuk pasien yang
menderita katarak adalah baik jika penangan yang tepat dilakukan sehingga bisa
memperbaiki kualitas hidup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. Hlm
172-3, 199, 200-13.
2. Bashour M, Roy H. Congenital Cataract. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1210837-clinical#showall. Updated on: 7 August
2012. Accessed on: 6 Maret 2015.
3. Ocampo VVD, Roy H. Senile Cataract. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview. Updated on: 22 January 2013.
Accessed on: 6 Maret 2015.
4. Butterwick R. Cataract and Your Eyes. Available at: http://www.webmd.com/eye-
health/cataracts/health-cataracts-eyes. Updated on: 5 July 2012. Accessed on: 6 Maret
2015.
5. Hiller R, Sperduto RD, Ederer F. Epidemiologic Associations With Cataract in The 1971-
1972 National Health and Nutrition Examination Survey. Am J Epidemiol 1983; 118 :
239-49.
6. Berson, Frank G. Basic Ophtalmology for medical students and Primary Care Residents.
Sixth Edition. American Academy of Ophtalmology. 1993.
33
7. Kanski, Jack J. Clinical Ophtalmology, A Systemic Approach, second edition. Oxford:
Butterworth-Heinemann, 1993, 234-251.
8. Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short Textbook. New York :Thieme stutrgart, 2000.
9. Johns J.K Lens and Cataract. Basic and Clinical Science Section 11. American Academy
of Ophthalmology. 2011.
10. Vaughan, Daniel G., Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum, edisi 17.
Jakarta: EGC, 2007, p169-176.
11. Ilyas, Sidarta. Katarak (Lensa Mata Keruh) cetakan ketiga. Jakarta: Balai penerbit
FKUI,2003.
12. Husain R, Tong L, Fong A, Cheng JF, How A, Chua WH, Lee L, Gazzard G, Tan DT,
Koh D, Saw SM. Prevalence of Cataract in Rural Indonesia. Ophthalmology, Jul 2005;
112(7): 1255-62
13. Cataract Surgery. Available at:
http://www.webmd.com/eye-health/cataracts/extracapsular-surgery-for-cataracts. Updated
on: 24 August 2011. Accessed on: 6 Maret 2015.
34