kanker serviks new.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi pada wanita diseluruh
dunia, dan masih merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara –
negara berkembang. Di Amerika Serikat, kanker servik merupakan neoplasma ganas nomer 4
yang sering terjadi pada wanita., setelah Ca mammae, kolorektal, dan endometrium. Insidensi
dari kanker servik yang invasif telah menurun secara terus menerus di Amerika Serikat
selama beberapa dekade terakhir, namun terus meningkat di negara – negara berkembang.
Perubahan tren epidemiologis ini di Amerika Serikat erat kaitannya dengan skrining besar –
besaran dengan Papanicolaou tests (Pap smears).
Kanker serviks merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan
atau porsio). Setengah juta kasus dilaporkan setiap tahunnya dan insidensinya lebih tinggi di
negara sedang berkembang. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan belum rutinnya program
skrining pap smear yang dilakukan. Di Amerika latin, gurun Sahara Afrika dan Asia tenggara
termasuk Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara.
Di Indonesia dilaporkan jumlah kanker serviks baru adalah 100 per 100.000 penduduk per
tahun atau 180.000 kasus baru dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas
dari 10 kanker yang terbanyak pada wanita. Perjalanan penyakit karsinoma serviks
merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari
karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker
invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih kanker serviks dihubungkan
dengan jenis human papilomma virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan
HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang
buruk.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di
daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis
servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu
daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya
antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Kanker leher rahim biasanya
menyerang wanita berusia 35- 55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari
sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
pada saluran servikal yang menuju ke rahim.
Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa.
Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan yang disebut lesi prakanker atau
neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human
Papilloma Virus (HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi
yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus
risiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko
tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu
kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe
7, 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa
tipe yang lain. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim
disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Yang membedakan antara HPV risiko tinggi dengan HPV
risiko rendah adalah satu asam amino saja. Asam amino tersebut adalah aspartat pada HPV
risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan sedang . Dari kedua tipe ini HPV 16
sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker leher rahim. Seseorang yang sudah terkena
infeksi HPV 16 memiliki resiko kemungkinan terkena kanker leher rahim sebesar 5%.
Dinyatakan pula bahwa tidak terdapat perbedaan probabilitas terjadinya kanker serviks pada
infeksi HPV-16 dan infeksi HPV-18 baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan. Akan
tetapi sifat onkogenik HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada sel kultur
dimana transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan HPV-16.
2
Selain itu, didapatkan pula bahwa respon imun pada HPV-18 dapat meningkatkan
virulensi virus dimana mekanismenya belum jelas. HPV-16 berhubungan dengan skuamous
cell carcinoma serviks sedangkan HPV-18 berhubungan dengan adenocarcinoma serviks.
Prognosis dari adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkan squamous cell
carcinoma. Peran infeksi HPV sebagai faktor risiko mayor kanker serviks telah mendekati
kesepakatan, tanpa mengecilkan arti faktor risiko minor seperti umur, paritas, aktivitas
seksual dini/prilaku seksual, merokok, pil kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan
beberapa infeksi kronis lain pada serviks seperti klamidia trakomatis dan HSV-2.
B. Faktor resiko kanker leher rahim
Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi kejadian dari kanker serviks yaitu:
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua
usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim.
Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari
meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta
makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu
muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-
12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan
seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran
kematangan bukan hanya di lihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga
bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga
tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas.
Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan
bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel
mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang.
Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan
dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel
mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat
yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak
dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini
akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks
3
dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan
terhadap perubahan.
Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan.
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah
satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di
permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali
sehingga menjadi kanker.
Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-
obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang
merangsang terjadinya kanker.
Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena
kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian
menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat
lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan
serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah
semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada
mukosa tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti
berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher
rahim.
Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena penyakit akibat
hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai
penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai
riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker leher rahim.
Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak,
apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada,
seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko
tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu
melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ
reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya
HumanPapilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher
rahim.
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan kontrasepsi oral
yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko
4
kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko
kanker leher rahim karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang
disukai oleh hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan studi
epidemiologis tentang hubungan antara kanker leher rahim dan penggunaan
kontrasepsi oral. Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap
risiko kanker leher rahim masih kontroversional.
C. Klasifikasi stadium kanker serviks
Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran penyakit,
membantu prognosis rencana tindakan, dan memberikan arti perbandingan dari metode
terapi. Tahapan stadium klinis yang dipakai sekarang ialah pembagian yang ditentukan oleh
The International Federation Of Gynecologi And Obstetric (FIGO) tahun 1976. Pembagian
ini didasarkan atas pemeriksaan klinik, radiologi, suktase endoserviks dan biopsi. Tahapan-
tahapan tersebut yaitu :
a. Karsinoma pre invasif
b. Karsinoma in-situ, karsinoma intraepitel
c. Kasinoma invasive
Tabel Stadium kanker serviks menurut klasifikasi FIGO (Wiknyosastro (1997)FIGO Deskripsi TNM
Tumor primer tidak dapat diakses T xTidak ada bukti tumor primer T 0
0 Karsinoma In Situ ( KIS) T isI Karsinoma terbatas serviks T 1I a Karsinoma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik T 1 aI a1 Invasi stroma dalamnya <3 mm dan lebarnya < 7 mm T 1 a1I a2 Invasi stroma dalamnya 3-5 mm dan lebarnya < 7 mm T 1 a2I b1 Secara klinis lesi < 4 cm T 1 b1I b2 Secara klinis lesi > 4 cm T 1 b2II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3 bagian atas
vagina dan parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggulT 2
II a Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infitrat tumor
T 2a
II b Penyebaran ke parametrum T 2bIII Tumor menginvasi sampai dinding pelvis dan atau menginfiltrasi
dampai 1/3 distal vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal
T 3
III a Penyebaran sampai 1/3 bagian distal vagina T 3aIII b Penyebaran sudah sampai dinding panggul, T 3bIV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mokusa rektum dan atau vesika urinaria atau telah bermetastasi keluar T 4
5
panggul ketempat yang jauhIV a Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika urinaria atau
sudah keluar dari pangul kecil, metastasi jauh belum terjadiT 4a
IV b Telah terjadi metastasi jauh T 4bTabel 1. Staging Karsinoma Serviks Menurut FIGO1
Jenis histopatologis pada kanker serviks
Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu ± 90% merupakan
karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma
skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan
pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari
sel-sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai
batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang
adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari
kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mukus.
Klasifikasi histologik kanker serviks ada beberapa, di antaranya :
1. Skuamous carcinoma
Keratinizing
Large cell non keratinizing
Small cell non keratinizing
Verrucous
2. Adeno carcinoma
Endocervical
Endometroid (adenocanthoma)
Clear cell
Paramesonephric
Clear cell-mesonephric
Serous
Intestinal
3. Mixed carcinoma
Adenosquamous
6
Mucoepidermoid
Glossy cell
Ade noid cystic
4. Undifferentiated carcinoma
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
Lymphoma
D. Patofisiologi kanker serviks
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel, berubah menjadi
neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau lebih. Secara
histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia
(ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan
karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen
pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supresor gen, dan
repair gen. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam
karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan
tumor supresor gen akan menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang
terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan
intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan
mengalami regresi secara spontan sebanyak 3-35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi.
Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1–7
tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3–20
tahun. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan
displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas
regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus
atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7– 10 tahun
perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma
serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka,
pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke
7
forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau
vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital
yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel
normal sehingga terjadi keganasan. Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada
dasarnya merupakan pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1,
E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat
seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat epigenetic.
Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus ekspresi
terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan virus baru. Virus
baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten
ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang
mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah
HPV lebih dari ± 50.000 virion per sel dapat mendorong terjadinya integrasi antara DNA
virus dengan DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif. Ekspresi
E1 dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7.
Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai
supresor tumor diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai negative control
cell cycle dan guardian of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53- E6
atau mutasi p53. Kompleks p53- E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type
adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa
kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis
molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi
kanker serviks. Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker serviks terinfeksi
HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan lain, terjadi penurunan p53
pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler
untuk menentukan prognosis kanker serviks. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker
dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah
bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor
menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat
penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan
supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak.
8
E. Gejala klinis kanker serviks
Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan Fluor albus
(keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang keluar dari vagina ini makin
lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian,
pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama
(disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75- 80%). Pada
tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul gejala
berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran sekret
vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat.
Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid.
Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah lumbal.
Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi, sekret dari vagina
berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina serta mukosa vulva. Perdarahan
pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri makin progresif. Menurut Baird (1991) tidak
ada tanda-tanda khusus yang terjadi pada klien kanker serviks. Perdarahan setelah koitus atau
pemeriksaan dalam (vaginal toussea) merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik
darah yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair sampai
menggumpal. Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan
gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat terjadi karena
penyebaran sel kanker yang juga merupakan gejala penyakit lanjut. Pada pemeriksaan Pap
Smear ditemukannya sel-sel abnormal di bagian bawah serviks yang dapat dideteksi melalui,
atau yang baru-baru ini disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat.
Sering kali kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sudah berkembang menjadi
kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala seperti pendarahan serta keputihan pada vagina
yang tidak normal, sakit saat buang air kecil dan rasa sakit saat berhubungan seksual.
F. Diagnosis kanker serviks
Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila
ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut
dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi,
kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan
pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih
dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks
9
dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi,
venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat
digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena
hasilnya yang sangat subyektif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang
tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi
serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah
melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap
tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus
kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka
kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang
telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap
tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal,
maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan
pap smear adalah sebagai berikut:
a. Normal
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke
organ tubuh lainnya).
Tabel 2.2. Kategorisasi diagnosis deskriptif Pap smear berdasarkan sistem Bethesda
2. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s smear untuk
wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s
smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur
diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV
pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada
10
wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu.
Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih dianggap sebagai
HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka
akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau
luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas
atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa
dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang
menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks.
Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas
apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja.
4. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia.
Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi
memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang
abnormal.
5. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal
akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen.
Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang
tidak berubah karena tidak ada glikogen.
6. Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik
atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang
dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi
direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi
sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic
11
Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional (Gale &
charette, 1999).
G. Pencegahan kanker serviks
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari
faktor- faktor penyebab kanker meliputi:
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda, pernikahan
pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita yang berhubungan seksual
dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi.
Namun hal ini tak menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada
satu pasangan saja.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu
melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk dokter.
Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya
akurat. Disarankan untuk melakukan tes Pap Smear setelah usia 25 tahun atau setelah
aktif berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua kali tes Pap
berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap Smear dapat dilakukan sekali setahun.
Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik pemeriksaan terbaru untuk
deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan teknologi Hybrid Capture II System
(HCII).
3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena dapat
memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat mengatasi
masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan hubungan yang terbalik antara
konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning (banyak mengandung beta karoten atau
vitamin A, vitamin C dan vitamin E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga
kanker serviks. Artinya semakin banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning,
maka akan semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker mulut rahim.
5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18
yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan
kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain
12
membentengi dari penyakit kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi
perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin.Yang
perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila diberikan pada perempuan
yang berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara seksual. Vaksin diberikan
sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker
serviks bisa menurun hingga 75%.
H. Pengobatan kanker serviks
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi). Pemilihan
pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit,
usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah
biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal
seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker
bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi),
pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang
sehat di sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
1. Pembedahan
Pada karsinomain situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker
sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop
electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita
masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya
setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk
menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif
maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya
sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif
adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu
tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun
salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi
FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat
13
juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit
umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial
dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan
radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif
atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke
sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum,
vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan
pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka
radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi
penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul.
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar
berasal dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran
biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui
radiasi internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke
dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di
rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping
dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan
rektum dan ovarium berhenti berfungsi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau
intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan
menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker
dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan
mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam
periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan
dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup
14
yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase
karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang
memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP
(Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain–lain .
I. Prognosis kanker serviks
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan
dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut, bahkan
stadium terminal. Selama ini, beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah
berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar tumor primer,
jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium
penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II
60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium
IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan
kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%..
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%
15
DAFTAR PUSTAKA
1 DEPKES RI, 2005, Penanggulangan Kanker Serviks dengan Vaksin HPV,
Departemen Kesehatan RI.
5 Berkowitz RS, Goldstein DP. Chorionic Tumors. 1996; 335 : 1740 – 1748. Rose PG,
Bundy BN, Watkins ET, et.al. Concurrent cicplatin-based radiotherapy and
chemotherapy for locally advanced cervical cancer. The New England Journal of
Medicine 1999;49: 1144-53.
6 American Cancer Society, 2006, Cancer Facts and Figures 2006, American Cancer
Society Inc. Atlanta
7 Anonim, 2005, Cervical cancer Risk Factors, Mayo Research Foundation,
www.mayoclinic.com
8 Garcia , Agustin , 2006, Cervical Cancer, www.emedicine.com
9 Mardjikoen, 1999, Tumor ganas alat genital. dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin
AB,Rachimhadi T. Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta:Yayasan bina pustaka
Sarwono Prawirohardjo.; p.367 – 405.
10 Putri, Henny., Manajemen Karsinoma Serviks, Referat, Bagian / SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM – RS dr. Sardjito Yogyakarta.
11 Henry M. Keys, M.D., Brian N. Bundy, Ph.D., Frederick B. Stehman, M.D., Laila I.
Muderspach, M.D., Weldon E. Chafe, M.D., Charles L. Suggs, M.D., Joan L. Walker,
M.D., and Deborah Gersell, M.D., 1999, Cisplatin, Radiation, and Adjuvant
Hysterectomy Compared with Radiation and Adjuvant Hysterectomy for Bulky
Stage IB Cervical Carcinoma., The New England Journal of Medicine,
www.nejm.org
12 Xavier Castellsagué, M.D., F. Xavier Bosch, M.D., Nubia Muñoz, M.D., Chris J.L.M.
Meijer, Ph.D., Keerti V. Shah, Dr.P.H., Silvia de Sanjosé, M.D., José Eluf-Neto,
M.D., Corazon A. Ngelangel, M.D., Saibua Chichareon, M.D., Jennifer S. Smith,
Ph.D., Rolando Herrero, M.D., Victor Moreno, M.D., Silvia Franceschi, M.D , 2002,
Male Circumcision, Penile Human Papillomavirus Infection, and Cervical
Cancer in Female Partners, The New England Journal of Medicine, www.nejm.com
13 Aziz F, Nugroho K, dan Ratna S S., 1985, Karsinoma serviks Uterus, Bagian / SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI – RS dr. Ciptomangunkusumo
Jakarta.
16