laprak perairan sungai
DESCRIPTION
laporan ekologi perairanTRANSCRIPT
EKOSISTEM SUNGAI Annisa Galuh Damayanti
13/353748/PN/13494Teknologi Hasil Perikanan
Intisari
Disetiap daerah perairan memiliki jenis biota yang khas dan mendominasi. Munculnya kehidupan suatu biota tertentu tidaklah lepas dari kondisi lingkungannnya, dapat dikatakan antara biota dan lingkungan memiliki interaksi satu sama lain. Untuk mengetahui kualitas suatu perairan dapat dilihat dengan tingkat diversitas dan densitas biotanya sebagai tolok ukur biologi. Sedangkan suhu, debit, DO ataupun PH sebagai parameter fisika dan kimia. Praktikum ekosistem sungai yang dilaksanakan pada hari kamis, 10 April 2014 di sungai winongo, Yogyakarta tersebut bertujuan untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor faktor pembatasnya, mempelajari cara pengambilan data parameter lingkungan, mempelajari korelasi antara parameter lingkungan dengan kehidupan biota perairan dan mempelajari kualitas perairan berdasarkan indeks diversitas biota perairan. Metode yang digunakan adalah pengambilan cuplikan makrobentos dan plankton pada daerah hulu, tengah, dan hilir. Kemudian dilakukan analisis dan dibandingkan dengan pustaka. Hasil praktikum yang didapat pada setiap stasiun yaitu diversitas plankton sebesar 2.79-4.32, dan densitas plankton 753-1556 (idv/L). Berdasar data tersebut kondisi pencemaran perairan Sungai Winongo tergolong rendah.
Kata kunci : Biota, suhu, diversitas, kondisi pencemaran, kualitas perairan.
PENDAHULUAN
Sungai merupakan salah satu aliran air yang panjang dan mengalir pada permukaan tanah. Menurut Widaningroem (2010), kebanyakan sungai yang ada di Indonesia telah mengalami penurunan fungsi akibat berbagai aktivitas manusia ini masih termasuk sumberdaya perairan yang kaya akan organisme air. Dalam proses alirannya dari hulu ke hilir, air sungai mendapatkan masukan bahan bahan organik dari tepi sungai sehingga dapat menentukan jenis biota yang dapat tinggal pada aliran tersebut.
Suatu sungai dengan aliran air yang cukup, sangatlah memungkinkan suatu biota mampu untuk bertahan hidup dalam lingkungan sungai tersebut. Hal ini membuktikan adanya interaksi antara faktor biotik dan abiotik sehingga membentuk suatu ekosistem. Ekosistem merupakan tatanan secara utuh dari seluruh unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang kompleks antar organisme dengan lingkungan (Prawirohartono, 2004). Sedangkan ekosistem sungai yaitu ekosistem air tawar yang bergerak atau berarus (Odum,1988). Sungai memiliki ciri khas yang sedikit berbeda dengan ekosistem air tawar lainya. Arus sungai yang cukup deras mengakibatkan O2 yang terlarut menjadi tinggi.
Indikator yang dijadikan perubahan kualitas air sungai adalah keberadaan plankton dan bentos sebagai organisme perairan, Dalam hal ini, plankton memegang peranan penting dalam mempengaruhi produktifitas primer perairan sungai. Beberapa organisme plankton bersifat toleran dan mempunyai respon yang berbeda terhadap perubahan kualitas perairan (Ardi, 2002). Dengan menggunakan indeks saprobik, dimana indeks ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketergantungan atau hubungan suatu organisme dengan senyawa yang menjadi sumber nutrinsinya. Sehingga dapat diketahui hubungan kelimpahan planton dengan tingkat pecemaran suatu perairan (Dahuri, 1995).
Praktikum ekosistem sungai bertujuan untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara-cara pengambilan data tolak ukur fisik, kimia, biologi yang selanjutnya mengkorelasikan parameter lingkungan dengan komunitas biota perairan. Dan untuk mempelajari kualitas perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan.
METODE
Praktikum ekologi perairan acara ekosistem sungai dilaksanakan pada hari kamis tanggal 10 April 2014 pukul 15.00 sampai dengan selesai. Lokasi praktikum berada di sungai winongo, Yogyakarta. Prinsip kerjanya dengan dibaginya perairan sungai menjadi tiga stasiun pengamatan, yaitu pada hulu tengah dan hilir. Pada masing masing stastiun diambil cuplikan untuk dilakukan pengamatan parameter pengairan, baik fisik, kimia maupun biologi. Suhu sebagai salah satu parameter fisika, diukur dengan menggunakan termometer, sedangkan kecepatan arus ditentukan berdasarkan jarak sungai dan waktu yang diperlukan bola tenis untuk menempuh jarak sungai yang telah ditentukan sebelumnya. Parameter kimia meliputi, derajat keasaman (PH), kadar oksigen terlarut(DO), kadar CO₂ bebas, serta alkalinitas. Pengukuran PH dilakukan dengan menggunakan PH meter, menentukan kandungan DO menggunakan metode Winkler, kandungan CO₂ bebas dan alkalinitas menggunakan metode Alkalimetri. Selain itu juga mengamati vegetasi dan kegiatan yang ada disekitar perairan sungai.
Alat yang dibutuhkan dalam praktikum antara lain : bola tenis meja, stopwatch atau arloji, roll meter, penggaris, thermometer, ember plastik, Petersen grab, plot kayu atau bambu, saringan, mikroskop, kertas label, pensil, botol oksigen, erlemeyer, gelas ukur, pipet ukur,dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah larutan MnSO₄, larutan reagen oksigen,larutan H₂SO₄ pekat, larutan 1/80 N Na₂S₂O₃, larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H₂SO₄, indikator amilum, indikator Phenolphphtalein (PP), larutan 4% formalin dan indikator Methyl Orange (MO). Untuk mengetahui kandungan oksigen terlarut, perhitungan yang digunakan yaitu
= 1000 x Y x 0,1 mg/l 50
dengan Y adalah banyaknya larutan 1/80 N Na₂S₂O₃ yang digunakan untuk titrasi dari awal sampai akhir. Dalam menentukan kandungan CO₂ bebas menggunakan rumus :
= 1000 x C x 1 mg/l 50
dengan C sebagai banyaknya larutan 1/44 N NaOH, sedangkan untuk menentukan alkalinitas total terlebih dahulu menentukan kandungan karbonat dan kandungan bikarbonat :
= 1000 x C x 1 mg/l dan = 1000 x D x 1 mg/l 50 50
Selanjutnya hasil kandungan karbonat dan bikarbonat dijumlahkan. Dengan C sebagai banyak titran 1/50 N H₂SO₄ yang digunakan diawal dan D sebagai banyak titran 1/50 N H₂SO₄ yang digunakan di akhir.
HASIL DAN PEMBAHASAN1. HASIL
ParameterStasiun
1 2 3
Fisik
Suhu Udara (◦C) 26 22.7 25.33
Suhu Air (◦C) 28.52 25 27.33
Kecepatan Arus (m/s) 0.286 0.34 0.8
Debit (m3/s) 0.318 1.8 2.25
Kimia
DO (ppm) 5.54 1.4 3.8
CO₂ (ppm) 9.67 45.2 6.88
Alkalinitas (ppm) 32.2 91.5 124
Ph 7.1 7.2 7.1
Biologi
Diversitas Plankton 4.32 2.87 2.79
Densitas Plankton (idv/L) 1556 753 1456
CuacaMendung dan
HujanMendung dan
Hujan Hujan
Vegetasi Rimbun dan BambuRimbun dan
BambuRimbun dan
Bambu
2. PEMBAHASAN
Perairan Sungai Winongo di stasiun 3 ini memiliki lingkungan sekitar perairan yang tertutup oleh vegetasi pohon bambu yang cukup rimbun dengan beberapa rumah di sekitar sungai. Air sungai tersebut berwarana keruh, dengan limbah dan memiliki tanah cukup berlumpur. Sedangkan pada bagian dasar sungai berupa pasir dan bebatuan. Melihat kondisi Sungai Winongo yang terdapat sampah plastik ataupun kain bekas dapat disebabkan karena masyarakat sekitar menggunakan sungai tersebut sebagai tempat pembuangan limbah, aktivitas ini cukup membuktikan bahwa masyarakat sekitar kurang memperhatikan kondisi sungai
sehingga dapat menyebabkan perubahan faktor lingkungan dan akan berakibat buruk bagi kehidupan orgenisme air.
Untuk menentukan kondisi lingkungan perairan sungai dapat menggunakan parameter fisika, kimia, dan biologi. Parameter fisika berupa suhu, kecepatan arus, kekeruhan, warna, bau, rasa, dan parameter kimia berupa DO, CO2, dan PH.
1 2 323
24
25
26
27
28
2928.5
25
27.33
Suhu Air
Stasiun
Suhu
Air
(◦C)
Berdasar hasil pengamatan, diperoleh suhu air Sungai Winongo berkisar antara 25-28,52 ◦C. Stasiun dengan suhu air tertinggi ada pada stasiun pertama yaitu 28.5◦C dan terendah pada stasiun kedua yaitu 25◦C. Menurut Odum (1971), menyatakan bahwa semakin rendahnya suhu maka kadar oksigen akan bertambah dan semakin tingginya salinitas. Selain itu, faktor yang mempengaruhi suhu antara lain musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara dan penutupan matahari oleh awan.
1 2 321
22
23
24
25
26
27
26
22.7
25.33
Suhu Udara
Stasiun
Suhu
Uda
ra (◦
C)
Suhu merupakan penentu panas atau dingin suatu wilayah. Suatu biota akan tetap bertahan hidup apabila suhu lingkungannya tetap pada batas normalnya. Dari hasil pengukuran, suhu udara stasiun 1-3 berkisar antara 22.7-26 ◦C, dengan suhu terendah pada stasiun ke-2 dengan 22.7◦C. Suhu mempengaruhi kandungan oksigen di dalam air, proses fotosintesis tumbuhan air, laju metabolisme organisme air dan kepekaan organisme terhadap polusi, parasit dan penyakit. Selain itu, sungai yang lebar dan dangkal akan mendapatkan cahaya matahari lebih banyak sehingga suhu air sungai meningkat (Rahayu, 2009).
1 2 30
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0.2860.34
0.8
Kecepatan Arus
Stasiun
Kece
pata
Aru
s (m
/s)
Kecepatan arus merupakan hasil bagi antara jarak lintasan dengan waktu tempuh yang ditentukan oleh bentuk aliran, dan geometri saluran. Kecepatan aliran sungai juga dipengaruhi oleh lebar dan kedalamannya. Sungai yang dalam dan lebar memiliki kecepatan aliran yang lebih besar (Rahayu, 2009). Dari pengamatan kecepatan sungai disetiap stasiunnya berbeda beda, kecepatan arus terbesar yaitu 0,8 m/s di stastiun ketiga dan terkecil yaitu 0,34 m/s pada stasiun pertama.
1 2 30
0.5
1
1.5
2
2.5
0.318
1.8
2.25
Debit Air
Stasiun
Debi
t Air(
m3/
s)
Berdasarkan rumus menentukan debit air yaitu kecepatan dibagi dengan waktu tempuh maka debit ini berbanding lurus dengan kecepatan arus, apabila kecepatan arusnya meningkat maka debit air juga akan meningkat dan sebaliknya. Hasil pengamatan menunjukan debit air berkisar antara 0,318-2,25 m3/s dengan debit air tertinggi pada stasiun ketiga sebesar 2.25(m3/s) dan terendah pada stasium pertama, sebesar 0,318(m3/s). Perbedaan debit pada setiap stasiun dapat disebabkan karena jaringan sungai yang dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang dialirkan oleh anak-anak sungainya. Semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi juga semakin besar (Rahayu, 2009).
1 2 30
1
2
3
4
5
6 5.54
1.4
3.8
DO
Stasiun
DO
(ppm
)
Selanjunya, parameter yang diukur yaitu DO(Dissoved oxygen) atau oksigen terlarut. Menurut Effendie (2003), kadar oksigen terlarut di dalam air tergantung pada kondisi sungai yaitu pencemaran permukaan sungai, suhu, dan timbunan bahan organik pada dasar sungai. Kadar oksigen perairan sungai berdasar penelitian yaitu 5,54ppm distasiun pertama, 1,4ppm di stasiun kedua dan 3,8 ppm distastiun terakhir. Hasil tersebut menunjukan bahwa kandungan oksigenya kurang baik, karena menurut Darmawati (2003), kadar oksigen terlarut yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih dari 4 ppm. Alasan rendahnya kadar oksigen terlarut ini dikarenakan substrat perairan sebagian besar berupa pasir dan lumpur. Ukuran partikel yang sangat halus dengan dasar sedimen menyebabkan air didalam sedimen tidak dapat mengalir keluar dan tertahan didalam substrat.
1 2 305
101520253035404550
9.67
45.2
6.88
CO2
Stasiun
CO2
(ppm
)
Dalam pengukuran CO₂, stasiun ke-1 memiliki kadar CO₂ yang lebih tinggi dibanding stasiun ke-3 dengan kadar CO₂ sebesar 6,88 ppm dan lebih rendah dibanding stasiun ke-2 dengan kadar CO₂ sebesar 45.2 ppm. Sesuai dengan hasil praktikum, bahwa naiknya CO₂ selalu diiringi oleh turunnya kadar oksigen terlarut yang diperlukan bagi pernapasan hewan-hewan air (Asmawi, 1984).
1 2 37.04
7.06
7.08
7.1
7.12
7.14
7.16
7.18
7.2
7.22
7.1
7.2
7.1
pH
Stasiun
pH
Agar di suatu perairan tidak terlalu asam atau basa yang akan mengganggu metabolisme perairan, maka perlu dilakukan pengukuran alkalinitas dan pH. Perairan dapat dikatakan netral jika pH sama dengan 7, jika kurang dari 7 adalah asam dan lebih dari 7 adalah basa. Hasil pengamatan menunjukan pH perairan tersebut mendekati netral, karena pH distasiun pertama dan ketiga 7,1 sedangkan di stasiun ke dua sebesar 7,2 hampir mendekati angka 7,0. Sehingga sangat memungkinkan suatu biota hidup dalam perairan tersebut. Kandungan pH dalam suatu perairan dapat berubah-ubah sepanjang hari akibat dari proses fotosintesis tumbuhan air. Derajat
keasaman suatu perairan juga sangat menentukan kelangsungan hidup organisme dan merupakan resultan sifat kimia, fisika perairan (Welch, 1952)
1 2 30
20
40
60
80
100
120
140
32.2
91.5
124
Alkalinitas
Stasiun
Alka
linita
s (p
pm)
Alkalinitas merupakan penyangga(buffer) perubahan pH air dan indikasi kesuburan yang diukur dengan kandungan karbonat. Pengukuran alkalinitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan sungai dapat bertahan akibat perubahan pH. Pada ekosistem air tawar, nilai alkalinitas berkisar antara 20-200 ppm (Rahayu, 2009). Pengukuran alkalinitas pada stasiun 1,2,3 yaitu 32.2, 91.5, 124 dengan alkalinitas terendah pada stasiun pertama. Berdasarkan sitasi, dapat disimpulkan bahwa tingkat alkalinitas sungai masih tergolong normal. Perbedaan tinggi rendahnya alkalinitas ditentukan oleh adanya faktor intensitas yaitu cahaya dan suhu.
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 30
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
4.32
2.87 2.79
Diversitas Plankton vs Stasiun
Dive
rsita
s Pla
nkto
n (in
d/L)
Diversitas plankton berkisar antara 2.79-4.32 (Ind/L), Pada stasiun pertama menunjukan kondisi sungai yang paling baik atau tinggi diantara stasiun kedua maupun ketiga yaitu sebesar
4,32 ind/L dan diversitas plankton terendah terdapat pada stasiun ketiga yaitu 2,79 ind/L. Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop, plankton yang mendominasi perairan sungai distasiun pertama adalah jenis Synedra tabulate. Sedangkan diversitas plankton pada stasiun kedua yaitu 2.87 (Ind/L) dengan ditemukannya jenis plankton terbanyak adalah Spirogyra prolifica. Stasiun yang memiliki nilai diversitas paling rendah yaitu stasiun ketiga sebesar 2.79 (Ind/L) dan jenis plankton yang banyak ditemukan adalah Rhizosolenia longiseta. Selain jenis-jenis tersebut ditemukan pula plankton jenis Ampnipleura pellucida akan tetapi jumlahnya tidaklah mendominasi dalam perairan sungai winongo. Parameter yang berhubungan dengan diversitas antara lain kecepatan arus dan oksigen terlarutnya. Semakin cepat arus perairan maka semakin baik sirkulasi udaranya dan semakin banyak oksigen terlarutnya. Semakin banyak O2
maka fitoplankton atau tumbuhan air cukup melimpah sehingga diversitas juga banyak.
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 30
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
1556
753
1456
Densitas Plankton vs Stasiun
Dens
itas P
lank
ton
(ind/
L)
Parameter biologi untuk menentukan suatu kualitas perairan adalah densitas plankton. Berdasarkan grafik diatas, dari stasuin pertama menuju stasiun ketiga mengalami penurunan densitas disetiap stasiunnya dari 1556 (ind/L) menjadi 753 (ind/L). Hal ini dipengaruhi oleh parameter fisik dan kimia antara lain suhu udara, suhu air, kecepatan arus, debit, DO, CO₂, alkalinitas, dan pH.
.KESIMPULAN
Ekosistem Sungai Winongomemiliki karakteristik sungai yang meliputi pergerakan air jenis lotik, sedimen dasar bebatuan dan berpasir dan kecepatan arus sebagai beberapa faktor pembatasnya. Dari hasil pengamatan, parameter yang berpengaruh antara lain parameter fisik, biologi dan kimia yang selalu berhubungan dan menimbulkan dampak dalam ekosistem sungai. Pada stasiun 1,2,dan 3, suhu udara berkisar antara 22.7-26 ◦C, suhu air 25-28,52◦C, kecepatan arus 0.286,0.34,0.8 m/s, debit 0.318-2.25 m3/s, DO 5.54ppm , 1.4ppm, 3.8 ppm, CO₂ 45.2-6.88
ppm, alkalinitas 32.2-124 ppm, Ph 7.1-7.2, diversitas plankton 2.79-4.32, dan densitas plankton (idv/L) 753-1556. Melihat diversitas plankton sebagai indikator pencemaran sungai. Dapat dikatakan perairan di Sungai Winongomasih dalam kondisi lingkungan yang baik khususnya pada daerah hulu (stasiun pertama), walaupun ada beberapa masyarakat membuang limbah ke sungai tersebut. Semakin tinggi diversitas plankton suatu perairan maka kualitas pencemarannya akan semakin rendah dan sebaliknya, jika semakin rendah diversitas plankton maka pencemarannya semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. Tesis Program Studi, Bogor : IPB.
Asmawi, S. 1984. Pemeliharaan Ikan dan Ekosikologi Pencemaran. Universitas INsdonesia Press. Jakarta
Dahuri, R. 1995. Metode dan Pengukuran Kualitas Air Aspek Biologi. Bogor : IPB.
Darmawati, Yustina dan Arnentis. 2003. Daya Tetas dan Laju Pertumbuhan Larva Ikan Hias Betta splendens di Habitat Buatan. FKIP Universitas Riau. Riau
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta.
Odum, E.P. 1988. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. Third edition. W. saunders. CO, Philadelphia.
Prawirohartono, Slamet. 2004. Sains Biologi kelas I SMP. Jakarta : Bumi Aksara
Rahayu S, Widodo RH, van Noordwijk M, Suryadi I dan Verbist B. 2009. Monitoring air di daerah aliran sungai. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. 104 p.
Widaningroem, Retno. 2010. Pengertian, Konsep dan Jenis Sumberdaya Perikanan. Bahan Ajar Pengantar Ilmu Perikanan. UGM. Yogyakarta.
Welch, P.S. 1952. Lymnologi. Mc Graw Hill publication. New York