laprak tekpas edi

23
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA PANEN DAN PENGEMASAN ACARA II PENYIMPANAN SUHU RENDAH Oleh : Edi Suhendra (A1M011078) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: foni-anggoro

Post on 28-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laprak Tekpas Edi

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PASCA PANEN DAN PENGEMASAN

ACARA IIPENYIMPANAN SUHU RENDAH

Oleh :

Edi Suhendra (A1M011078)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PURWOKERTO2013

Page 2: Laprak Tekpas Edi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau pada

saat penjualan menyebabkan buah yang sampai ke konsumen tidak sesegar buah

aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan nilai gizi bahkan kadang-

kadang telah terjadi pembusukan. Penanganan yang tidak optimal selain

disebabkan oleh fasilitas yang kurang memadai, juga karena pengetahuan pelaku

sangat kurang dalam melakukan penanganan yang baik.

Kehilangan hasil pada buah setelah panen dan sebelum pengolahan

umumnya disebabkan oleh 2 faktor, yaitu kehilangan quantitatif dan kehilangan

kualitatif. Kehilangan kuantitatif seperti: kehilangan kandungan air, kerusakan

fisik, kerusakan fisiologi, dan luka. Sedangkan kehilangan secara kualitatif berupa

kehilangan tingkat keasaman, flavor, warna, serta nilai nutrisi pada buah.

Beberapa hal yang menyebabkan kehilangan hasil pada buah dapat terjadi di

kebun buah, transportasi setelah panen, dan keseluruhan sistem penanganan buah

mulai dari sortasi, pengelompokan ukuran buah, pematangan buah, proses

penyimpanan dingin, sampai pada penyimpanan buah. Jarak waktu antara panen

dan pengolahan buah juga menjadi faktor penting untuk menjaga kesegaran dan

kualitas dari buah tersebut. Sehingga meminimisasi kelambatan dalam

penanganan buah akan menurunkan kehilangan hasil (loss) terutama pada buah

yang mempunyai tingkat respirasi yang tinggi

Kerusakan bahan pangan telah dimulai sejak bahan pangan tersebut

dipanen. Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah (1) pertumbuhan dan

aktivitas mikroorganisme; (2) Aktivitas enzim dalam bahan pangan; (3) suhu baik

suhu tinggi maupun suhu rendah; (4) udara khususnya oksigen; (5) kadar air dan

kekeringan; (6) cahaya; dan (7) serangga, parasit serta pengerat. Pengawetan

pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil atau menghilangakan

faktor-faktor perusak tersebut. Setelah dipanen produk hasil pertanian tetap

melakukan fisiologis sehingga dapat disebut sebagai jaringan yang masih hidup.

Adanya aktifitas fisiologis menyebabkan produk pertanian akan terus mengalami

Page 3: Laprak Tekpas Edi

perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya dapat diperlambat sampai batas

tertentu. Tahap akhir dari perubahan pasca panen adalah kelayuan untuk produk

nabati atau pembusukan pada produk hewani. Susut ”losses” kualitas dan

kuantitas produk hasil pertanian terjadi sejak pemanenan hingga dikonsumsi.

Besarnya susut sangat tergantung pada jenis komoditi dan cara penanganannya

selepas panen. Untuk mengurangi susut ini petani/pedagang (1) harus mengetahui

factor biologis dan lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan,

(2) menguasai teknik penanganan pasca panen yang dapat menunda kelayuan atau

kebusukan dan menjaga kualitas pada tingkatan tertentu yang mungkin dicapai.

Untuk mengurangi susut yang terjadi setelah pemanenan, pada prinsipnya

dapat dilakukan dengan cara memanipulasi factor biologis atau factor lingkungan

dimana produk pertanian tersebut disimpan. Perbedaan factor biologis komoditi

nabati dengan komoditi hewani menyebabkan cara penanganan keduanya juga

berbeda. Secara umum factor lingkungan yang berpengaruh terhadap kedua

komoditi pertanian adalah sama yaitu : suhu, kelembaban udara, komposisi udara

(CO, CO2, O2), polutan dan cahaya. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat

dihambat pada bahan nabati seperti buah-buahan dan sayuran adalah : respirasi,

produksi etilen, transpirasi, dan faktor morfologis/anatomis, faktor lain yang juga

penting untuk diperhatikan adalah senantiasa menghindarkan komoditi terhadap

suhu atau cahaya yang berlebihan, dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.

Laju respirasi merupakan petunjukyang baik untuk daya simpan buah dan

sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasidianggap sebagai ukuran laju

jalannyametabolisme, dan oleh karena itu seringdianggap sebagai petunjuk

mengenai potensidaya simpan buah dan sayuran. Laju respirasiyang tinggi

biasanya disertai oleh umursimpan yang pendek. Hal itu juga merupakanpetunjuk

laju kemunduran mutu dan nilainyasebagai bahan makanan. Faktor yang

sangatpenting yang mempengaruhi respirasi dilihatdari segi penyimpanan adalah

suhu.Peningkatan suhu antara 00C – 350C akanmeningkatkan laju respirasi buah-

buahan dansayuran, yang memberi petunjuk bahwa baikproses biologi maupun

proses kimiawidipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarangpendinginan merupakan

satu-satunya caraekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan

sayuran segar.

Page 4: Laprak Tekpas Edi

Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu

tersebut (Pantastico, l997).Pendinginan dapat memperlambat kecepatanreaksi-

reaksi metabolisme, dimana padaumumnya setiap penurunan suhu 80C,kecepatan

reaksi akan berkurang menjadikira-kira setengahnya. Selain dapat menekan laju

respirasi, penyimpanan pada suhu rendah juga dapat menekan pertumbuhan

mikroba, sehingga kerusakan buah-buahan dan sayuran karena mikrobia dapat

dihambat Oleh karena itupenyimpanan dapat memperpanjang masahidup

jaringan-jaringan dalam bahan pangan,karena keaktifan respirasi menurun

(Winarnodkk, l982). Perubahanyang terjadi selama penyimpanan yaitu penurunan

ketegaran dan kepadatan,warna oksidasi lemak dan melunaknyajaringan-jaringan

serta rasa pada bahanpangan.

B. Tujuan

Tujuan praktikum penyimpanan suhu rendah yaitu untuk mengetahui

pengaruh penyimpanan suhu rendah pada buah tomat.

Page 5: Laprak Tekpas Edi

II. TINJAUAN PUSTAKA

Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal

sebagai bahan panganyang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap

kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buahsangat erat kaitannya dengan

proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan dimana akan

menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat;

susut kualitaskarena perubahan ujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur

yang menyebabkan bahan pangankurang disukai konsumen; susut nilai gizi yang

berpengaruh terhadap kualitas buah. Mutu simpan buahakan lebih bertahan lama

jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan

meningkatkankelembaban relatif,menurunkan suhu udara. Pada umumnya

komoditas yang mempunyai umur simpanpendek mempunyai laju respirasi tinggi

atau peka terhadap suhu rendah (Tranggono dan Sutardi, 1990).

Buah tomat yang telah dipanen akan tetap melangsungkan respirasi. Proses

respirasi yang menyebabkan pembusukan ini terjadi karena perubahan-perubahan

kimia dalam buah tomat dari pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C-

menjadi Vitamin C, dan dari karbohidrat menjadi gula, yang menghasilkan CO2,

H2O, dan etilen. Akumulasi produk-produk respirasi inilah yang menyebabkan

pembusukan. Respirasi ini tidak dapat dihentikan namun bisa dihambat yaitu

dengan menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah. Penyimpanan suhu

rendah dapat dilakukan secara sederhana dalam lemari es, namun di tempat ini

kelembabannya tinggi. Mengingat barang-barang yang mudah menguap juga

tersimpan di dalam lemari es proses respirasi buah tomat tidak dapat dihambat

dengan sempurna. (Kanara,2009)

Selain respirasi, buah tomat juga masih melakukan transpirasi. Aktivitas

tersebut tidak dibarengi oleh aktivitas fotosintesis sehingga senyawa tertentu

dirombak dan air menguap tanpa ada pasokan baru. Hal tersebut menyebabkan

susut berat pada buah tomat. Susut berat komoditas ini berakibat pada penampilan

komoditas yang semakin lama keriput dan melunak. Oleh karena kelembaban

udara juga harus diperhatikan dalam penyimpanan. Menurut Tranggono dan

Sutardi (1990), mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi

Page 6: Laprak Tekpas Edi

rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif dan

menurunkan suhu udara.

Ada beberapa macam cara penyimpanan yang dilakukan untuk

mempertahankan kesegaran buah tomat, antara lain yaitu (Liu, 1999):

1. Udara dingin biasanya digunakan pada rumah-rumah penyimpanan, atau di

bawah tanah atau di gudang penyimpanan menggunakan udara dingin

alami.

2. Penyimpanan menggunakan lemari pendingin (cold storage) mengontrol

suhu dan kelembaban udara.

3. Penyimpanan dengan kontrolled atmosphere (CA) mengendalikan

konsentrasi oksigen dan karbon dioksida, sebagai tambahan untuk suhu dan

kelembaban.

4. Penyimpanan dengan modified atmosphere (MA) juga mengontrol

konsentrasi oksigen dan karbondioksida, walau tidak sebaik CA, dengan

menggunakan lembar polimer semipermiabel.

Menurut Liu (1999), pengendalian yang baik pada temperatur, kelembaban dan

komposisi udara memaksimalkan umur simpan suatu produk.

Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu

penyimpanan rendah, namun komoditas segar berangsur-angsur kehilangan

resistensi alaminya terhadap pertumbuhan organismeperusak. Oleh karena itu

lamanya umur simpan ditentukan oleh interaksi oleh senensensi alami(kehilangan

kualitas), pertumbuhan organisme perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu

dingin(Tranggono dan Sutardi, 1990).Asas dasarpenyimpanan dingin adalah

penghambatan respirasi oleh suhu tersebut (Pantastico, l997).Penyimpanan pada

suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan

fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada

pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan.

Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang

tertua.Namun dalam praktikum ini kami hanya menggunakan penyimpanan suhu

rendah yaitu pendinginan.

Page 7: Laprak Tekpas Edi

Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata

yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan

biasanya antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan

proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan

pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis

bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga

adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2oC sampai + 16oC.Pendinginan

dapat memperlambat kecepatanreaksi-reaksi metabolisme, dimana padaumumnya

setiap penurunan suhu 8C,kecepatan reaksi akan berkurang menjadikira-kira

setengahnya. Karena itupenyimpanan dapat memperpanjang masahidup jaringan-

jaringan dalam bahan pangan,karena keaktifan respirasi menurun (Winarno dkk,

l982).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu :Suhu, Kualitas

bahan mentah. Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang

baik, perlakuan pendahuluan yang tepat misalnya pembersihan/ pencucian atau

blansing, Kelembaban umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %.

Sayur-sayuran disimpan dalam pendinginan dengan RH 90 – 95 %. Aliran udara

yang optimum distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di

seluruh tempat pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air

setempat.(Ossir, 2011)

Pengendalian suhu di dalam ruang penyimpanan memiliki peranan yang

penting terhadap daya simpan komoditi pertanian. Mengingat kegiatan respirasi

sangat dipengaruhi oleh suhu dan terjadinya peningkatan suhu akan mempercepat

proses kerusakan bahan pangan. Sedangkan penurunan suhu sekitar 8 derajat

Celcius dapat diperkirakan kecepatan reaksi berkurang menjadi setengahnya dan

mampu memperlambat proses respirasi lanjutan. Selain itu penurunan suhu juga

dapat menghambat pembusukan akibat pertumbuhan mikroba karena rusaknya

jaringan – jaringan sel yang ada di dalam bahan pangan. Besar kecilnya jumlah

mikroba sangat menentukan keberhasilan proses pendinginan dan pembekuan.

Proses pendinginan sehari – hari umumnya menggunakan suhu antara 1

derajat - 4 derajat Celcius. Sedangkan pendinginan beku menggunakan suhu di

bawah 0 derajat Celcius sekitar - 1,5 ± 0,2 derajat Celcius dapat digunakan untuk

Page 8: Laprak Tekpas Edi

menyimpan bahan pangan antara 9 – 10 minggu. Proses pendinginan ini biasanya

disebut dengan Chilling. Selain suhu, kelembaban udara juga berpengaruh

terhadap proses penyimpanan. Sehingga kombinasi keduanya sangat diperlukan

untuk mendapatkan daya simpan optimum yang dikehendaki.Komoditi pertanian

seperti sayur dan buah – buahan merupakan produk yang mudah sekali

mengalami kerusakan sehingga diperlukan penanganan dalam penyimpanan.

Seperti tomat matang yang disimpan pada suhu 4,4 derajat Celcius dengan

kelembaban relatif 85 - 90 % memiliki daya simpan sekitar 7 – 10 hari. Suhu

dibawah 4,4 derajat celcius dapat menghambat proses pewarnaan tetapi justru

mempercepat proses pembusukan. Sedangkan pada tomat yang masih hijau tidak

dapat lagi matang jika didinginkan menggunakan suhu rendah.Penyimpanan

buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur yangoptimum untuk

mempertahankan mutu dan kesegaran. Temperatur optimum dapat menyebabkan

kerusakan karena pendinginan (chilling injury). (Sinar tani, 2009)

Page 9: Laprak Tekpas Edi

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : timbangan,

refigerator, nampan steroform dan tomat.

B. Prosedur kerja

1. Kontrol : Buah tomat sebanyak 1 butir ditimbang bersama steroform kemudian

disimpan dalam suhu kamar

2. Suhu Rendah : Buah tomat sebanyak 1 butir ditimbang bersama steroform

kemudian disimpan dalam suhu rendah.

C. Pengamatan

Dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna dan susut bobotnya selama

penyimpanan. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali, sampai buah mulai

rusak.

Page 10: Laprak Tekpas Edi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Dari praktikum yang dilakukan maka didapatkan hasil pengamatan sebagai

berikut :

Paramete

r

Warna Tekstur Bobot Susut

bobot

% warna

Perlakuan I II I II I II I II I II

Hari ke-

0 1 1 2 2 31,30 35,87 0 0 100 % 100

%

1 1 1 2 2 30,8 35,831,59 0,11

100 % 100

%

2 2 1 3 2 30,40 35,792,87 0,22

100 % 100

%

3 2 2 3 3 30,30 35,703,19 0,47

85% 95%

4 2 3 3 3 30,24 35,3

3,39 1,58

- -

5 2 5 3 4 30,10 35,03,83

2,42 - -

6 3 5 3 4 30,00 34,64,15

3,54 - -

7 4 5 4 4 29,00 34,17,3

4,93 - -

Keterangan : Perlakuan I : Buahtomat yang disimpan di suhuruang (kontrol)

Perlakuan II : Buahtomat yang disimpan di suhu rendah

Parameter :Warna : 1:Hijau Tekstur : 1: Sangatkeras

2:Hijaukekuningan 2: Keras

3:Kuningkehijauan 3: Agakkeras

4:Kuning 4: Sedikitkeras

5:Merah 5: Lunak

Page 11: Laprak Tekpas Edi

B. Pembahasan

Dalam praktikum ini langkah pertama untuk menentukan pengaruh

penyimpanan suhu rendah terhadap buah tomat yaitu dengan mempersiapkan

control dimana control ini akan digunakan sebagai pembanding dengan suhu

rendah. Sebagai control buah tomat 1 butir ditempatkan pada nampan steroform

kemudian ditimbang beratnya dan disimpan dalam suhu ruang. Langkah ke 2

yaitu mempersiapkan buah tomat yang disimpan pada suhu rendah caranya buah

tomat sebanyak 1 butir ditimbang bersama steroform kemudian disimpan dalam

suhu rendah.Kemudian dilakukan pengamatan setiap hari meliputi warna, tekstur

dan bobotnya selama 7 hari untuk kemudian dihitung susut bobotnya. Dari

pengamatan yang dilakukan dari segi warna buah tomat yang disimpan dalam

suhu ruang masih tetap berwarna sangat hijau hingga pada harike 1 sedangkan

pada hari kedua sampai hari kelima warna buah sudah berubah menjadi hijau

kekuningan. Sementara itu pada hari ke enam warna buah berubah menjadi

kuning kehijauan,begitu juga pada hari ke tujuh warna buah berubah menjadi

merah dan bila dilihat dari presentasi warna buah hijau pada harike 3 warna hijau

buah menurun dari 100 % menjadi 85% dan penurunan pada hari berikutnya

hingga buah menjadi berwarna merah. Sedangkan buah tomat yang disimpan pada

suhu rendah masih berwarna hijau hingga pada hari ke-3 hanya pada hari ke3 jika

dilihat dari presentasi warna hijau buah menurun 5% ini sangat jauh dengan buah

yang di simpan pada suhu ruang yang turun hingga 15%.

Perubahan warna buah pada control kemungkinan disebabkan penguraian

klorofil oleh enzim klofofilase selama penyimpanan.MenurutFantastico (1986) :

Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula merupakan proses pemasakan

buah dimana ditandai dengan terjadinya perubahan warna, tekstur buah dan bau

pada buah atau terjadinya pemasakan buah. Kebanyakan buah tanda kematangan

pertama adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang

masak lambat laut berkurang. Saat terjadi klimaterik klorofilase bertanggung

jawab atas terjadinya penguraian klorofil.Selainitu bagian profirin pada molekul

klorofil dapat mengalami oksidasi atau saturasi, sehingga warna hijau akan

hilang.Pada suhu rendah warna cenderung tidak mengalami perubahan ha

ltersebut dikarenakan pada pendinginan buah tomat tidak dapat mematangkan

Page 12: Laprak Tekpas Edi

buah tomat lagi sehingga warnanya masih tetap hijau selain itu terhambatnya

aktivitas enzim klorofilase sehingga tidak mampu menguraikan klorofil.

MenurutFantastico (1986):Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah

klorofil menjadi bagian vital dan inti porfirin yang masih utuh, maka klorofilida

yang bersangkutan tidak akan mengakibatkan perubahan warna.

Dari segitekstur buah tomat yang disimpan dalam suhu ruang mengalami

perubahan tekstur yang lebih cepat dibandingkan buah tomat yang disimpan di

suhu rendah. Buah tomat yang disimpan di suhu ruang pada hari ke dua sudah

agak keras hingga dihari keenam sementara dihari ketujuh hanya sedikit keras

sedangkan pada suhu rendah buah tomat masih keras hingga hari ke dua. Dihari

ketiga dan keempat tekstur buah menjadi agak keras sementara dihari kelima

sampai ketujuh teksturnya menjadi hanya sedikit keras. Perbedaan ini bisa

disebabkan karena pada suhu ruang tekstur buah tomat menjadi lunak karena

serangan mikroorganisme. Mikroorganisme yang ada pada buah membantu

penguraian senyawa-senyawa kompleks selain itu enzim pemecah protopektin

masih aktif sehingga protopektin yang tidak larut air akan berubah menjadi pektin

yang mudah larut air sehingga teksturnya menjadi lunak. Pada suhu rendah tekstur

masih sangat keras disebabkan pada suhu rendah respirasi bisa terhambat

(Priyanto, 1988), sehingga perombakan (degradasi) senyawa penyusun dinding sel

terhambat juga sehingga tekstur buah menjadi keras. Selain itu Hal lain yang

mempengaruhi perubahan tekstur yaitu kelembaban buah yang relatif lebih tinggi

dibanding kelembaban dilingkungan sekitarnya, sehingga tomat yang disimpan

pada kondisi yang memiliki kelembaban relatif lebih kecil maka uap air akan

bergerak keluar darijaringan buah ke atmosfir dan lama kelamaan dapat

menyebabkan buah mengalami kelayuan danakhirnya berkeriput. Menurut

Tranggono dan Sutardi (1990), bahwa kelayuan yang terjadi padabuah

diakibatkan laju kecepatan respirasi meningkat, suhu udara yang tinggi atau

dengan katalain kelembaban relatif dibawah 85-95%. Uap air seperti halnya gas-

gas lainnya bergerak daribagian konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.

Kelembaban relatif dalam atmosfir buah segar minimal 99 % sedang atmosfir

sekitarnya biasanya lebih kecil. Oleh karena itu bilakomoditas ditempatkan pada

atmosfir dengan kelembaban relatif yang lebih kecil dari 99% makauap air akan

Page 13: Laprak Tekpas Edi

bergerak ke luar dari jaringan ke atmosfir. Semakin kering udara dalam

ruangpenyimpan semakin cepat kehilangan air dari buah yang disimpan.

Perubahan tekstur yang terjadi pada buah yaitu dari keras menjadi lunak dan

sangat lunak selain akibat terjadinya proses kelayuan pada buah oleh traspirasi

dan respirasi juga yang berperan penting dalam kualitas jaringan tanaman adalah

enzim pektolitik.

Dari segi bobot baik tomat yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu

rendah dari hari kehari mengalami penurunan, tetapi penurunan bobot paling

tinggi dialami suhu ruang. Ini dapat dilihat pada tabel pengamatan yang mana

pada suhu ruang yang tadinya beratnya 31,3 setelah 7 hari berubah menjadi 29,0

dan setelah dihitung mengalami susut bobot sekitar 7,3 %. Sedangkan pada suhu

rendah yang awalnya 35,87 setelah 7 hari berubah menjadi 35,83 35,79 35,70

35,30 35,0 34,6 dan 34,1. Setelah dihitung mengalami susut bobot sekitar 4,93 %,

lebih sedikit dibandingkan yang disimpan pada suhu ruang hal tersebut

dikarenakan pada suhu rendah transpirasi dan respirasi terhambat sehingga kadar

air dari buah juga sedikit yang keluar dan susut bobotpun kecil.sedangkan pada

suhu ruang transpirasi dan respirasi berjalan lebih cepat dibandingkan suhu rendah

sehingga kadar air yang keluar juga lebih banyak dan susut bobot menjadi lebih

besar. Menurut Setyadjit dan Syaifullah (1994), suhu tinggi menyebabkan proses

transpirasi lebih cepat dari pada suhu rendah. Transpirasi yang tinggi dapat

menurunkan kadar air buah anggur sehingga susut berat menjadi besar. Selain itu

suhu tinggi menyebabkan respirasi meningkat. Diduga gula yang dihasilkan pada

proses fotosintesis akan dipecah untuk menghasilkan CO2 dan air pada proses

respirasi, sehingga berat buah berkurang.

Page 14: Laprak Tekpas Edi

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah kami lakukan maka kami dapat menyimpulkan

bahwa:

1. Penyimpanan terhadap suhu rendah berpengaruh terhadap warna,

tekstur dan bobot buah tomat.

2. Pada penyimpanan suhu rendah warna hijau tomat dapat

dipertahankan hingga akhir pengamatan yaitu hari ke tiga

sedangkan pada suhu ruang warna hijau hanya bisa dipertahankan

hingga hari kedua saja hal tersebut dikarenakan adanya proses

penguraian klorofil oleh enzim klorofilase.

3. Pada penyimpanan suhu rendah tekstur keras hanya dapat

dipertahankan hingga dua hari saja sedangkan dihari ketiga buah

sudah dalam keadaan agak keras sedangkan untuk kondisi suhu

ruang buah tomat sudah mulai agak keras dihari kedua dan dihari

ke tiga buah sudah sedikit keras perbedaan ini disebabkan pada

suhu ruang adanya perubahan protopektin yang tidak larut

didegradasi oleh enzim proteolitik menjadi pektin yang mudah

larut dalam air sehingga teksturnya menjadi lebih cepat lunak.

4. Pada penyimpanan suhu rendah susut bobot lebih sedikit

dibandingkan suhu ruang hal tersebut dikarenakan adanya proses

transipirasi dan respirasi yang lebih cepat pada suhu ruang

dibandingkan suhu rendah sehingga kadar air yang keluar semakin

banyak sehingga susut bobotnya lebih banyak.

B. SARAN

Dari praktikum dan hasil pengamatan yang dilakukan maka penulis

dapat menyarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai

pengaruh berbagai metode suhu rendah terhadap sifat karakteristik buah.

Page 15: Laprak Tekpas Edi

DAFTAR PUSTAKA

Liu, F.W. 1999. Postharvest Handling in Asia 2 Horticultural

Crops.http://www.fftc.agnet.org/library/article/eb465b.html . Diakses

tanggal 16 Desember 2013.

Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika.

(Diterjemahkan oleh Kamariayani; editor Tjitrosoepomo). Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Priyanto G. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. PAU Pangan Gizi.Universitas

Gadjah Mada.

Yogyakarta. 244 h.

Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan

dan Gizi UGM. Yogyakarta

Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia : Jakarta.

Kanara, Nahda. 2009. Pengemasan dan penyimpanan buah

tomat.http://agrikanara.blogspot.com/. Diakses tanggal 16 Desember 2013

Sinar tani. 2013. Penyimpanan Sayuran Pada Suhu

Rendah.http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1015 . Diakses

tanggal 16 Desember 2013

Sjalfullah. 1997. Petulijuk Memilili Buah Segar. PT . Penebar Swadaya, Jakarta.

Rizky, OsSir. 2011. Penyimpanan Bahan Pangan Suhu Rendah (Pendinginan &

Pembekuan)

.http://lordbroken.wordpress.com/category/keilmuan/pengemasan-dan-

pengawetan/. Diakses tanggal :16 Desember2013