laprak tekpas edi
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PASCA PANEN DAN PENGEMASAN
ACARA IIPENYIMPANAN SUHU RENDAH
Oleh :
Edi Suhendra (A1M011078)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau pada
saat penjualan menyebabkan buah yang sampai ke konsumen tidak sesegar buah
aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan nilai gizi bahkan kadang-
kadang telah terjadi pembusukan. Penanganan yang tidak optimal selain
disebabkan oleh fasilitas yang kurang memadai, juga karena pengetahuan pelaku
sangat kurang dalam melakukan penanganan yang baik.
Kehilangan hasil pada buah setelah panen dan sebelum pengolahan
umumnya disebabkan oleh 2 faktor, yaitu kehilangan quantitatif dan kehilangan
kualitatif. Kehilangan kuantitatif seperti: kehilangan kandungan air, kerusakan
fisik, kerusakan fisiologi, dan luka. Sedangkan kehilangan secara kualitatif berupa
kehilangan tingkat keasaman, flavor, warna, serta nilai nutrisi pada buah.
Beberapa hal yang menyebabkan kehilangan hasil pada buah dapat terjadi di
kebun buah, transportasi setelah panen, dan keseluruhan sistem penanganan buah
mulai dari sortasi, pengelompokan ukuran buah, pematangan buah, proses
penyimpanan dingin, sampai pada penyimpanan buah. Jarak waktu antara panen
dan pengolahan buah juga menjadi faktor penting untuk menjaga kesegaran dan
kualitas dari buah tersebut. Sehingga meminimisasi kelambatan dalam
penanganan buah akan menurunkan kehilangan hasil (loss) terutama pada buah
yang mempunyai tingkat respirasi yang tinggi
Kerusakan bahan pangan telah dimulai sejak bahan pangan tersebut
dipanen. Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah (1) pertumbuhan dan
aktivitas mikroorganisme; (2) Aktivitas enzim dalam bahan pangan; (3) suhu baik
suhu tinggi maupun suhu rendah; (4) udara khususnya oksigen; (5) kadar air dan
kekeringan; (6) cahaya; dan (7) serangga, parasit serta pengerat. Pengawetan
pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil atau menghilangakan
faktor-faktor perusak tersebut. Setelah dipanen produk hasil pertanian tetap
melakukan fisiologis sehingga dapat disebut sebagai jaringan yang masih hidup.
Adanya aktifitas fisiologis menyebabkan produk pertanian akan terus mengalami
perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya dapat diperlambat sampai batas
tertentu. Tahap akhir dari perubahan pasca panen adalah kelayuan untuk produk
nabati atau pembusukan pada produk hewani. Susut ”losses” kualitas dan
kuantitas produk hasil pertanian terjadi sejak pemanenan hingga dikonsumsi.
Besarnya susut sangat tergantung pada jenis komoditi dan cara penanganannya
selepas panen. Untuk mengurangi susut ini petani/pedagang (1) harus mengetahui
factor biologis dan lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan,
(2) menguasai teknik penanganan pasca panen yang dapat menunda kelayuan atau
kebusukan dan menjaga kualitas pada tingkatan tertentu yang mungkin dicapai.
Untuk mengurangi susut yang terjadi setelah pemanenan, pada prinsipnya
dapat dilakukan dengan cara memanipulasi factor biologis atau factor lingkungan
dimana produk pertanian tersebut disimpan. Perbedaan factor biologis komoditi
nabati dengan komoditi hewani menyebabkan cara penanganan keduanya juga
berbeda. Secara umum factor lingkungan yang berpengaruh terhadap kedua
komoditi pertanian adalah sama yaitu : suhu, kelembaban udara, komposisi udara
(CO, CO2, O2), polutan dan cahaya. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat
dihambat pada bahan nabati seperti buah-buahan dan sayuran adalah : respirasi,
produksi etilen, transpirasi, dan faktor morfologis/anatomis, faktor lain yang juga
penting untuk diperhatikan adalah senantiasa menghindarkan komoditi terhadap
suhu atau cahaya yang berlebihan, dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.
Laju respirasi merupakan petunjukyang baik untuk daya simpan buah dan
sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasidianggap sebagai ukuran laju
jalannyametabolisme, dan oleh karena itu seringdianggap sebagai petunjuk
mengenai potensidaya simpan buah dan sayuran. Laju respirasiyang tinggi
biasanya disertai oleh umursimpan yang pendek. Hal itu juga merupakanpetunjuk
laju kemunduran mutu dan nilainyasebagai bahan makanan. Faktor yang
sangatpenting yang mempengaruhi respirasi dilihatdari segi penyimpanan adalah
suhu.Peningkatan suhu antara 00C – 350C akanmeningkatkan laju respirasi buah-
buahan dansayuran, yang memberi petunjuk bahwa baikproses biologi maupun
proses kimiawidipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarangpendinginan merupakan
satu-satunya caraekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan
sayuran segar.
Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu
tersebut (Pantastico, l997).Pendinginan dapat memperlambat kecepatanreaksi-
reaksi metabolisme, dimana padaumumnya setiap penurunan suhu 80C,kecepatan
reaksi akan berkurang menjadikira-kira setengahnya. Selain dapat menekan laju
respirasi, penyimpanan pada suhu rendah juga dapat menekan pertumbuhan
mikroba, sehingga kerusakan buah-buahan dan sayuran karena mikrobia dapat
dihambat Oleh karena itupenyimpanan dapat memperpanjang masahidup
jaringan-jaringan dalam bahan pangan,karena keaktifan respirasi menurun
(Winarnodkk, l982). Perubahanyang terjadi selama penyimpanan yaitu penurunan
ketegaran dan kepadatan,warna oksidasi lemak dan melunaknyajaringan-jaringan
serta rasa pada bahanpangan.
B. Tujuan
Tujuan praktikum penyimpanan suhu rendah yaitu untuk mengetahui
pengaruh penyimpanan suhu rendah pada buah tomat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal
sebagai bahan panganyang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap
kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buahsangat erat kaitannya dengan
proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan dimana akan
menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat;
susut kualitaskarena perubahan ujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur
yang menyebabkan bahan pangankurang disukai konsumen; susut nilai gizi yang
berpengaruh terhadap kualitas buah. Mutu simpan buahakan lebih bertahan lama
jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan
meningkatkankelembaban relatif,menurunkan suhu udara. Pada umumnya
komoditas yang mempunyai umur simpanpendek mempunyai laju respirasi tinggi
atau peka terhadap suhu rendah (Tranggono dan Sutardi, 1990).
Buah tomat yang telah dipanen akan tetap melangsungkan respirasi. Proses
respirasi yang menyebabkan pembusukan ini terjadi karena perubahan-perubahan
kimia dalam buah tomat dari pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C-
menjadi Vitamin C, dan dari karbohidrat menjadi gula, yang menghasilkan CO2,
H2O, dan etilen. Akumulasi produk-produk respirasi inilah yang menyebabkan
pembusukan. Respirasi ini tidak dapat dihentikan namun bisa dihambat yaitu
dengan menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah. Penyimpanan suhu
rendah dapat dilakukan secara sederhana dalam lemari es, namun di tempat ini
kelembabannya tinggi. Mengingat barang-barang yang mudah menguap juga
tersimpan di dalam lemari es proses respirasi buah tomat tidak dapat dihambat
dengan sempurna. (Kanara,2009)
Selain respirasi, buah tomat juga masih melakukan transpirasi. Aktivitas
tersebut tidak dibarengi oleh aktivitas fotosintesis sehingga senyawa tertentu
dirombak dan air menguap tanpa ada pasokan baru. Hal tersebut menyebabkan
susut berat pada buah tomat. Susut berat komoditas ini berakibat pada penampilan
komoditas yang semakin lama keriput dan melunak. Oleh karena kelembaban
udara juga harus diperhatikan dalam penyimpanan. Menurut Tranggono dan
Sutardi (1990), mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi
rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif dan
menurunkan suhu udara.
Ada beberapa macam cara penyimpanan yang dilakukan untuk
mempertahankan kesegaran buah tomat, antara lain yaitu (Liu, 1999):
1. Udara dingin biasanya digunakan pada rumah-rumah penyimpanan, atau di
bawah tanah atau di gudang penyimpanan menggunakan udara dingin
alami.
2. Penyimpanan menggunakan lemari pendingin (cold storage) mengontrol
suhu dan kelembaban udara.
3. Penyimpanan dengan kontrolled atmosphere (CA) mengendalikan
konsentrasi oksigen dan karbon dioksida, sebagai tambahan untuk suhu dan
kelembaban.
4. Penyimpanan dengan modified atmosphere (MA) juga mengontrol
konsentrasi oksigen dan karbondioksida, walau tidak sebaik CA, dengan
menggunakan lembar polimer semipermiabel.
Menurut Liu (1999), pengendalian yang baik pada temperatur, kelembaban dan
komposisi udara memaksimalkan umur simpan suatu produk.
Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu
penyimpanan rendah, namun komoditas segar berangsur-angsur kehilangan
resistensi alaminya terhadap pertumbuhan organismeperusak. Oleh karena itu
lamanya umur simpan ditentukan oleh interaksi oleh senensensi alami(kehilangan
kualitas), pertumbuhan organisme perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu
dingin(Tranggono dan Sutardi, 1990).Asas dasarpenyimpanan dingin adalah
penghambatan respirasi oleh suhu tersebut (Pantastico, l997).Penyimpanan pada
suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan
fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada
pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang
tertua.Namun dalam praktikum ini kami hanya menggunakan penyimpanan suhu
rendah yaitu pendinginan.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata
yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan
biasanya antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan
proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan
pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis
bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga
adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2oC sampai + 16oC.Pendinginan
dapat memperlambat kecepatanreaksi-reaksi metabolisme, dimana padaumumnya
setiap penurunan suhu 8C,kecepatan reaksi akan berkurang menjadikira-kira
setengahnya. Karena itupenyimpanan dapat memperpanjang masahidup jaringan-
jaringan dalam bahan pangan,karena keaktifan respirasi menurun (Winarno dkk,
l982).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu :Suhu, Kualitas
bahan mentah. Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang
baik, perlakuan pendahuluan yang tepat misalnya pembersihan/ pencucian atau
blansing, Kelembaban umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %.
Sayur-sayuran disimpan dalam pendinginan dengan RH 90 – 95 %. Aliran udara
yang optimum distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di
seluruh tempat pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air
setempat.(Ossir, 2011)
Pengendalian suhu di dalam ruang penyimpanan memiliki peranan yang
penting terhadap daya simpan komoditi pertanian. Mengingat kegiatan respirasi
sangat dipengaruhi oleh suhu dan terjadinya peningkatan suhu akan mempercepat
proses kerusakan bahan pangan. Sedangkan penurunan suhu sekitar 8 derajat
Celcius dapat diperkirakan kecepatan reaksi berkurang menjadi setengahnya dan
mampu memperlambat proses respirasi lanjutan. Selain itu penurunan suhu juga
dapat menghambat pembusukan akibat pertumbuhan mikroba karena rusaknya
jaringan – jaringan sel yang ada di dalam bahan pangan. Besar kecilnya jumlah
mikroba sangat menentukan keberhasilan proses pendinginan dan pembekuan.
Proses pendinginan sehari – hari umumnya menggunakan suhu antara 1
derajat - 4 derajat Celcius. Sedangkan pendinginan beku menggunakan suhu di
bawah 0 derajat Celcius sekitar - 1,5 ± 0,2 derajat Celcius dapat digunakan untuk
menyimpan bahan pangan antara 9 – 10 minggu. Proses pendinginan ini biasanya
disebut dengan Chilling. Selain suhu, kelembaban udara juga berpengaruh
terhadap proses penyimpanan. Sehingga kombinasi keduanya sangat diperlukan
untuk mendapatkan daya simpan optimum yang dikehendaki.Komoditi pertanian
seperti sayur dan buah – buahan merupakan produk yang mudah sekali
mengalami kerusakan sehingga diperlukan penanganan dalam penyimpanan.
Seperti tomat matang yang disimpan pada suhu 4,4 derajat Celcius dengan
kelembaban relatif 85 - 90 % memiliki daya simpan sekitar 7 – 10 hari. Suhu
dibawah 4,4 derajat celcius dapat menghambat proses pewarnaan tetapi justru
mempercepat proses pembusukan. Sedangkan pada tomat yang masih hijau tidak
dapat lagi matang jika didinginkan menggunakan suhu rendah.Penyimpanan
buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur yangoptimum untuk
mempertahankan mutu dan kesegaran. Temperatur optimum dapat menyebabkan
kerusakan karena pendinginan (chilling injury). (Sinar tani, 2009)
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat Dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : timbangan,
refigerator, nampan steroform dan tomat.
B. Prosedur kerja
1. Kontrol : Buah tomat sebanyak 1 butir ditimbang bersama steroform kemudian
disimpan dalam suhu kamar
2. Suhu Rendah : Buah tomat sebanyak 1 butir ditimbang bersama steroform
kemudian disimpan dalam suhu rendah.
C. Pengamatan
Dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna dan susut bobotnya selama
penyimpanan. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali, sampai buah mulai
rusak.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari praktikum yang dilakukan maka didapatkan hasil pengamatan sebagai
berikut :
Paramete
r
Warna Tekstur Bobot Susut
bobot
% warna
Perlakuan I II I II I II I II I II
Hari ke-
0 1 1 2 2 31,30 35,87 0 0 100 % 100
%
1 1 1 2 2 30,8 35,831,59 0,11
100 % 100
%
2 2 1 3 2 30,40 35,792,87 0,22
100 % 100
%
3 2 2 3 3 30,30 35,703,19 0,47
85% 95%
4 2 3 3 3 30,24 35,3
3,39 1,58
- -
5 2 5 3 4 30,10 35,03,83
2,42 - -
6 3 5 3 4 30,00 34,64,15
3,54 - -
7 4 5 4 4 29,00 34,17,3
4,93 - -
Keterangan : Perlakuan I : Buahtomat yang disimpan di suhuruang (kontrol)
Perlakuan II : Buahtomat yang disimpan di suhu rendah
Parameter :Warna : 1:Hijau Tekstur : 1: Sangatkeras
2:Hijaukekuningan 2: Keras
3:Kuningkehijauan 3: Agakkeras
4:Kuning 4: Sedikitkeras
5:Merah 5: Lunak
B. Pembahasan
Dalam praktikum ini langkah pertama untuk menentukan pengaruh
penyimpanan suhu rendah terhadap buah tomat yaitu dengan mempersiapkan
control dimana control ini akan digunakan sebagai pembanding dengan suhu
rendah. Sebagai control buah tomat 1 butir ditempatkan pada nampan steroform
kemudian ditimbang beratnya dan disimpan dalam suhu ruang. Langkah ke 2
yaitu mempersiapkan buah tomat yang disimpan pada suhu rendah caranya buah
tomat sebanyak 1 butir ditimbang bersama steroform kemudian disimpan dalam
suhu rendah.Kemudian dilakukan pengamatan setiap hari meliputi warna, tekstur
dan bobotnya selama 7 hari untuk kemudian dihitung susut bobotnya. Dari
pengamatan yang dilakukan dari segi warna buah tomat yang disimpan dalam
suhu ruang masih tetap berwarna sangat hijau hingga pada harike 1 sedangkan
pada hari kedua sampai hari kelima warna buah sudah berubah menjadi hijau
kekuningan. Sementara itu pada hari ke enam warna buah berubah menjadi
kuning kehijauan,begitu juga pada hari ke tujuh warna buah berubah menjadi
merah dan bila dilihat dari presentasi warna buah hijau pada harike 3 warna hijau
buah menurun dari 100 % menjadi 85% dan penurunan pada hari berikutnya
hingga buah menjadi berwarna merah. Sedangkan buah tomat yang disimpan pada
suhu rendah masih berwarna hijau hingga pada hari ke-3 hanya pada hari ke3 jika
dilihat dari presentasi warna hijau buah menurun 5% ini sangat jauh dengan buah
yang di simpan pada suhu ruang yang turun hingga 15%.
Perubahan warna buah pada control kemungkinan disebabkan penguraian
klorofil oleh enzim klofofilase selama penyimpanan.MenurutFantastico (1986) :
Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula merupakan proses pemasakan
buah dimana ditandai dengan terjadinya perubahan warna, tekstur buah dan bau
pada buah atau terjadinya pemasakan buah. Kebanyakan buah tanda kematangan
pertama adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang
masak lambat laut berkurang. Saat terjadi klimaterik klorofilase bertanggung
jawab atas terjadinya penguraian klorofil.Selainitu bagian profirin pada molekul
klorofil dapat mengalami oksidasi atau saturasi, sehingga warna hijau akan
hilang.Pada suhu rendah warna cenderung tidak mengalami perubahan ha
ltersebut dikarenakan pada pendinginan buah tomat tidak dapat mematangkan
buah tomat lagi sehingga warnanya masih tetap hijau selain itu terhambatnya
aktivitas enzim klorofilase sehingga tidak mampu menguraikan klorofil.
MenurutFantastico (1986):Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah
klorofil menjadi bagian vital dan inti porfirin yang masih utuh, maka klorofilida
yang bersangkutan tidak akan mengakibatkan perubahan warna.
Dari segitekstur buah tomat yang disimpan dalam suhu ruang mengalami
perubahan tekstur yang lebih cepat dibandingkan buah tomat yang disimpan di
suhu rendah. Buah tomat yang disimpan di suhu ruang pada hari ke dua sudah
agak keras hingga dihari keenam sementara dihari ketujuh hanya sedikit keras
sedangkan pada suhu rendah buah tomat masih keras hingga hari ke dua. Dihari
ketiga dan keempat tekstur buah menjadi agak keras sementara dihari kelima
sampai ketujuh teksturnya menjadi hanya sedikit keras. Perbedaan ini bisa
disebabkan karena pada suhu ruang tekstur buah tomat menjadi lunak karena
serangan mikroorganisme. Mikroorganisme yang ada pada buah membantu
penguraian senyawa-senyawa kompleks selain itu enzim pemecah protopektin
masih aktif sehingga protopektin yang tidak larut air akan berubah menjadi pektin
yang mudah larut air sehingga teksturnya menjadi lunak. Pada suhu rendah tekstur
masih sangat keras disebabkan pada suhu rendah respirasi bisa terhambat
(Priyanto, 1988), sehingga perombakan (degradasi) senyawa penyusun dinding sel
terhambat juga sehingga tekstur buah menjadi keras. Selain itu Hal lain yang
mempengaruhi perubahan tekstur yaitu kelembaban buah yang relatif lebih tinggi
dibanding kelembaban dilingkungan sekitarnya, sehingga tomat yang disimpan
pada kondisi yang memiliki kelembaban relatif lebih kecil maka uap air akan
bergerak keluar darijaringan buah ke atmosfir dan lama kelamaan dapat
menyebabkan buah mengalami kelayuan danakhirnya berkeriput. Menurut
Tranggono dan Sutardi (1990), bahwa kelayuan yang terjadi padabuah
diakibatkan laju kecepatan respirasi meningkat, suhu udara yang tinggi atau
dengan katalain kelembaban relatif dibawah 85-95%. Uap air seperti halnya gas-
gas lainnya bergerak daribagian konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Kelembaban relatif dalam atmosfir buah segar minimal 99 % sedang atmosfir
sekitarnya biasanya lebih kecil. Oleh karena itu bilakomoditas ditempatkan pada
atmosfir dengan kelembaban relatif yang lebih kecil dari 99% makauap air akan
bergerak ke luar dari jaringan ke atmosfir. Semakin kering udara dalam
ruangpenyimpan semakin cepat kehilangan air dari buah yang disimpan.
Perubahan tekstur yang terjadi pada buah yaitu dari keras menjadi lunak dan
sangat lunak selain akibat terjadinya proses kelayuan pada buah oleh traspirasi
dan respirasi juga yang berperan penting dalam kualitas jaringan tanaman adalah
enzim pektolitik.
Dari segi bobot baik tomat yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu
rendah dari hari kehari mengalami penurunan, tetapi penurunan bobot paling
tinggi dialami suhu ruang. Ini dapat dilihat pada tabel pengamatan yang mana
pada suhu ruang yang tadinya beratnya 31,3 setelah 7 hari berubah menjadi 29,0
dan setelah dihitung mengalami susut bobot sekitar 7,3 %. Sedangkan pada suhu
rendah yang awalnya 35,87 setelah 7 hari berubah menjadi 35,83 35,79 35,70
35,30 35,0 34,6 dan 34,1. Setelah dihitung mengalami susut bobot sekitar 4,93 %,
lebih sedikit dibandingkan yang disimpan pada suhu ruang hal tersebut
dikarenakan pada suhu rendah transpirasi dan respirasi terhambat sehingga kadar
air dari buah juga sedikit yang keluar dan susut bobotpun kecil.sedangkan pada
suhu ruang transpirasi dan respirasi berjalan lebih cepat dibandingkan suhu rendah
sehingga kadar air yang keluar juga lebih banyak dan susut bobot menjadi lebih
besar. Menurut Setyadjit dan Syaifullah (1994), suhu tinggi menyebabkan proses
transpirasi lebih cepat dari pada suhu rendah. Transpirasi yang tinggi dapat
menurunkan kadar air buah anggur sehingga susut berat menjadi besar. Selain itu
suhu tinggi menyebabkan respirasi meningkat. Diduga gula yang dihasilkan pada
proses fotosintesis akan dipecah untuk menghasilkan CO2 dan air pada proses
respirasi, sehingga berat buah berkurang.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah kami lakukan maka kami dapat menyimpulkan
bahwa:
1. Penyimpanan terhadap suhu rendah berpengaruh terhadap warna,
tekstur dan bobot buah tomat.
2. Pada penyimpanan suhu rendah warna hijau tomat dapat
dipertahankan hingga akhir pengamatan yaitu hari ke tiga
sedangkan pada suhu ruang warna hijau hanya bisa dipertahankan
hingga hari kedua saja hal tersebut dikarenakan adanya proses
penguraian klorofil oleh enzim klorofilase.
3. Pada penyimpanan suhu rendah tekstur keras hanya dapat
dipertahankan hingga dua hari saja sedangkan dihari ketiga buah
sudah dalam keadaan agak keras sedangkan untuk kondisi suhu
ruang buah tomat sudah mulai agak keras dihari kedua dan dihari
ke tiga buah sudah sedikit keras perbedaan ini disebabkan pada
suhu ruang adanya perubahan protopektin yang tidak larut
didegradasi oleh enzim proteolitik menjadi pektin yang mudah
larut dalam air sehingga teksturnya menjadi lebih cepat lunak.
4. Pada penyimpanan suhu rendah susut bobot lebih sedikit
dibandingkan suhu ruang hal tersebut dikarenakan adanya proses
transipirasi dan respirasi yang lebih cepat pada suhu ruang
dibandingkan suhu rendah sehingga kadar air yang keluar semakin
banyak sehingga susut bobotnya lebih banyak.
B. SARAN
Dari praktikum dan hasil pengamatan yang dilakukan maka penulis
dapat menyarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai
pengaruh berbagai metode suhu rendah terhadap sifat karakteristik buah.
DAFTAR PUSTAKA
Liu, F.W. 1999. Postharvest Handling in Asia 2 Horticultural
Crops.http://www.fftc.agnet.org/library/article/eb465b.html . Diakses
tanggal 16 Desember 2013.
Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika.
(Diterjemahkan oleh Kamariayani; editor Tjitrosoepomo). Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Priyanto G. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. PAU Pangan Gizi.Universitas
Gadjah Mada.
Yogyakarta. 244 h.
Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan
dan Gizi UGM. Yogyakarta
Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia : Jakarta.
Kanara, Nahda. 2009. Pengemasan dan penyimpanan buah
tomat.http://agrikanara.blogspot.com/. Diakses tanggal 16 Desember 2013
Sinar tani. 2013. Penyimpanan Sayuran Pada Suhu
Rendah.http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1015 . Diakses
tanggal 16 Desember 2013
Sjalfullah. 1997. Petulijuk Memilili Buah Segar. PT . Penebar Swadaya, Jakarta.
Rizky, OsSir. 2011. Penyimpanan Bahan Pangan Suhu Rendah (Pendinginan &
Pembekuan)
.http://lordbroken.wordpress.com/category/keilmuan/pengemasan-dan-
pengawetan/. Diakses tanggal :16 Desember2013