laporan_pendahuluan

34
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEHAMILAN DENGAN KELAINAN LETAK JANIN 1. Konsep Penyakit A. LETAK SUNGSANG 1. Pengertian Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (Prawirohardjo, 2008). 2. Etiologi Faktor-faktor yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang diantaranya adalah multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, dan panggul sempit. Kadang-kadang letak sungsang disebabkan karena kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus (Prawirohardjo, 2008) 3. Manifestasi Klinik 4. Patofisiologi Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruang dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relative lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan

Upload: ray-mei-purwadi

Post on 21-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEHAMILAN DENGAN

KELAINAN LETAK JANIN

1. Konsep Penyakit

A. LETAK SUNGSANG

1. Pengertian

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di

fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (Prawirohardjo, 2008).

2. Etiologi

Faktor-faktor yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang diantaranya

adalah multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, dan

panggul sempit. Kadang-kadang letak sungsang disebabkan karena kelainan uterus dan

kelainan bentuk uterus. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula

menyebabkan letak sungsang karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus

(Prawirohardjo, 2008)

3. Manifestasi Klinik

4. Patofisiologi

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruang dalam

uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relative

lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian

janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak

lintang.

Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban

relative berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar dari pada

kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruangan yang lebih kecil di segmen

bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum

cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup

bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala

5. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan jika masih ada keraguan dari pemeriksaan luar dan dalam, sehingga harus di

pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan Ultrasonografi (USG) atau Magnetic

Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan USG diperlukan untuk konfirmasi letak janin,

bila pemeriksaan fisik belum jelas, menentukan letak plasenta, menentukan

kemungkinan cacat bawaan. Pada foto rontgen (bila perlu) untuk menentukan posisi

tungkai bawah, konfirmasi letak janin, serta fleksi kepala, menentukan kelainan bawaan

anak

6. Komplikasi

1) Komplikasi pada ibu

a. Perdarahan

b. Robekan jalan lahir

c. Infeksi

2) Komplikasi pada bayi

a. Asfiksia bayi, dapat disebabkan oleh:

a) kemacetan persalinan kepala (aspirasi air ketuban-lendir)

b) Perdarahan atau edema jaringan otak

c) Kerusakan medula oblongata

d) Kerusakan persendian tulang leher

e) Kematian bayi karena asfiksia berat.

b. Trauma persalinan

a) Dislokasi-fraktur persendian, tulang ekstremitas

b) Kerusakan alat vital : limpa, hati, paru-paru atau jantung

c) Dislokasi fraktur persendian tulang leher : fraktur tulang dasar kepala ; fraktur

tulang kepala ; kerusakan pada mata, hidung atau telinga ; kerusakan pada

jaringan otak.

c. Infeksi, dapat terjadi karena :

a) Persalinan berlangsung lama

b) Ketuban pecah pada pembukaan kecil

c) Manipulasi dengan pemeriksaan dalam

B. LETAK LINTANG

1. Pengertian

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan

kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya

bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada

pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang

(dorsoposterior), di atas (dorsosuperior), di bawah (dorsoinferior) (Sarwono, 2005).

2. Etiologi

Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat

multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus,bayi yang terlalu kecil

atau sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit, hidramnion,

kehamilan kembar, dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang dapat

menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya tumor di

daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya letak lintang tersebut. Distosia

bahu juga disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul.

3. Patofisiologi

Distosia bahu disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat ke

dalam panggul yang disebabkan oleh fase aktif dan fase persalinan kala II yang pendek

pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak

melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul

setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk ke dalam

panggul.

Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan uterus beralih

ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi menjauhi sumbu

jalan lahir, yang menyebabkan terjadinya posisi oblik atau melintang. Letak lintang atau

letak miring kadang-kadang dalam persalinan terjadi dari posisi longitudinal yang

semula, dengan berpindahnya kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka.

Pada proses persalinan, setelah ketuban pecah apabila ibu dibiarkan bersalin sendiri,

bahu bayi akan dipaksa masuk ke dalam panggul dan tangan yang sesuai sering

menumbung. Setelah penurunan, bahu berhenti sebatas pintu atas panggul dengan

kepala di salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain.

Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit di bagian atas panggul. Uterus

kemudian berkontraksi dengan kuat dalam upayanya yang sia-sia untuk mengatasi

halangan tersebut. Setelah beberapa saat akan terjadi cincin retraksi yang semakin lama

semakin tinggi dan semakin nyata. Keadaan seperti ini disebut sebagai letak lintang

kasep. Jika tidak cepat diatasi, dan ditangani secara benar, uterus akan mengalami

ruptura dan baik ibu maupun janin dapat meninggal.

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah lengkap; golongan darah, Hb, Ht, LED

b. Pemeriksaan urine; menentukan kadar albumin atau glukosa.

c.  Kultur; mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.

d.  Amniosentesis; mengkaji maturitas paru janin.                

e.  Ultrasonografi; melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan

presentasi janin.

f.  Foto rontgen; tampak janin dalam letak lintang.

g. Tes stress kontraksi atau tes nonstress; mengkaji respon janin terhadap gerakan atau

stress dari pola kontraksi uterus.

h. Pemantauan elektronik kontinu; memastikan status janin atau aktivitas uterus..

5. Komplikasi

Cedera tali pusar, timbul sepsis setelah ketuban pecah dan lengan menumbang melalui

vagina, kematian janin, rupture uteri.

6. Penatalaksanaan Medis

Pada primigravida umur kehamilan kurang dari 28 minggu dianjurkan posisi lutut dada,

jika lebih dari 28 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal dianjurkan posisi lutut dada

sampai persalinan. Pada multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu posisi

lutut dada, jika lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal posisi lutut dada

sampai persalinan.

2. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Data Subyektif

1. Biodata

a. Nama : untuk lebih mengenal pasien

b. Umur : untuk mendeteksi apakah ada risiko yang berhubungan

dengan dengan umur ibu

c. Suku bangsa : untuk mengetahui sosial budaya dan adapt istiadat

d. Agama   : untuk mengetahui agama serta cara pandangnya terhadap

kehamilan

e. Pendidikan : untuk mengetahui tingkat intelektual karena pendidikan

mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang.

f. Pekerjaan  : untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan

terhadap permasalahan kesehatan dan untuk menilai social

ekonomi

g. Alamat   : untuk mempermudah hubungan dengan anggota yang lain

bila ada keperluan yang mendesak

2. Keluhan utama:

Ditujukan untuk menggali masalah atau keluhan-keluhan yang mengandung pada

trimester ke-3. keluhan fisiologis yang sering dialami ibu yaitu meningkatnya

keletihan, sukar tidur, sakit pinggang bagiang bawah.

3. Riwayat penyakit keluarga

Pada riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji tentang penyakit keturunan yang

mungkin menurun pada pasien dimana penyakit tersebut erupakan rsiko terhadap

kehamila seperti hipertensi dan DM. dikaji juga apakah keturunannya ada yang

menderita penyakit kanker, jantung, asma, keturunan kembar, dan penyakit lain yang

mempunyai faktor risiko terhadap kehamilan.

4. Riwayat kesehatan pasien

Riwayat kesehatan pasien ditujukan pada pengkajian penyakit yang diderita yang

merupakan risiko tinggi terhadap kehamilan seperti DM, hipertensi, jantung, ginjal,

hepatitis, paru-paru. Dikaji juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita

panyakit berat, lama, dan terapinya agar dapat diberikan asuhan keperawatan secara

tepat dan berkesinambungan.

5. Riwayat obstretrik

a. Riwayat menstruasi

Menorche

Pada keadaan normal menorche terjadi pada umur 10-16 tahun. Oleh sebab

tertentu yang dikaitkan dengan keadaan gizi yang lebih baik, haid pertama

menjadi awal. Menarche sebenarnya puncak dari serangkaian perubahan

wanita. Perubahan tersebut adalah tumbuh rambut kemaluan, rambut ketiak,

payudara membesar, putting menghitam.

Dismenorhoe

Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan

selama haid sehingga dikatakan dismenorhoe jika nyeri haid begitu hebatnya.

Siklus haid

Lama dan jumlah siklus haid berkisar antara 23-35 hari, dengan rata-rata 29

hari. Tetapi pada wanita yang haidnya teraturpun dapat terjadi kemelesetan

beberapa hari baik maju maupun mundur. Siklus haid dihitung sejak hari

pertama haid hingga hari terakhir sebelum haid berikutnya

HPHT

Dikaji untuk menentukan kehamilan dengan rumus perkiraan partus menurut

naegle adalah hari +7, bulan -3, dan tahun +1. bila hari pertama haid terakhir

tidak diingat lagi maka sebagai pegangan dapat dinyatakan antara lain gerakan

janin, umurnya pada primigravida, gerakan janin dirasakan ibunya pada

kehamilan 18 minggu dan pada multigravida pada kehamilan 16 minggu.

b. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Pada multi dikaji adanya abortus, riwayat persalinan dengan tindakan misalnya

vakum atau SC serta besarnya berat bayi waktu dilahirkan.

6. Riwayat keluarga berencana

Riwayat keluarga berencana ditujukan untuk merencanakan alat kontrasepsi

berikutnya.

7. Riwayat perkawinan

Riwayat perkawinan berkaitan dengan psikologi klien yang memungkinkan dapat

timbulnya faktor resiko seperti hipertensi, riwayat perkawinan dikaji tentang umur

berapa menikah, berapa kali menikah, lamanya menikah. Ini untuk menentukan

keadaan kehamilannya dan faktor resiko.

8. Pola kehidupan sehari-hari

a. Pola nutrisi

Pola nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pemenuhan gizi ibu sudah

terpenuhi atau belum, kelebihan atau kekurangan. Ibu hamil yang makannya

terpenuhi akan mendapat kenaikan berat badan yang cukup baik. Kenaikan berat

badan selama hamil adalah 6,5-16 kg.

b. Pola eliminasi

Dikaji BAK dan BAB pada kehamilan trimester I dan III, bisaanya pasien sering

kencing karena penekanan rahim pada kandung kemih, tetapi sebaliknya pasien

sering mengeluh sukar BAB. Hal ini dikarenakan menurunnya tavus otot-otot

traktus digestifus sehingga motilitas seluruh traktus digestifus juga berkurang.

c. Personal hygiene

Hal ini dikaji untuk mengetahui kepedulian dan kemampuan pasien untuk

menjaga kebersihan diri.

d. Pola kativitas

Hal ini dikaji karena jika pola pemenuhan aktivitas dan istirahat tidak terpenuhi

bisa menyebabkan komplikasi obstetric, seperti hipertensi yang menjadi pre

eklamsi atau eklamsi, solution plasenta, plasenta previa yang kemungkinan bisa

terjadi pada trimester III.

e. Pola istirahat dan tidur

Untuk mengetahui pola istirahat ibu tersebut kurang atau berlebihan, istirahat

yang normal kira-kira 6-8 jam setiap harinya.

f. Pola peran dengan orang lain

Untuk mengetahui apakah pasien dapat beradaptasi dan bertoleransi terhadap

tetangganya atau orang lain. Hal ini diperlukan untuk mempermudah hubungan

bila keadaan mendesak dan membutuhkan bantuan.

g. Pola hubungan sexual

Untuk mengetahui apakah ada masalah dalam hubungan seksual, coitus sebaiknya

dihentikan pada akhir kehamilan jika kepala sudah masuk dalam rongga panggul

karena dapat menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan.

h. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan

Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebisaaan kesehatan

pasien.

i. Pola pengetahuan ibu

Diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh ibu mengetahui tentang proses

kehamilan.

j. Koping dan toleransi stress

Untuk mengetahui seberapa besar pasien dapat mengetahui dan mengatasi

masalah yang dihadapinya.

k. Data spiritual

Untuk mengetahui kepercayaan dan keyakinan pasien.

l. Keadaan psikologis

Keadaan psikologi yang dikaji adalah penerimaan pasien terhadap kehamilannya,

penerimaan suami atau keluarga terhadap kehamilannya, dukungan suami dan

keluarga terhadap upaya-upaya masalah terhadap keadaan kehamilan.

Data Obyektif

1. Pemeriksaan umum

a. Keadaan umum

Pada keadaan umum pasien perlu dikaji tentang keadan pasien apakah lemah,

pucat, atau baik.

b. Pemeriksaan TTV

Tekanan darah     : tekanan darah pada wanita hamil tidak boleh mencapai

140/90 mmHg dan tidak boleh kurang dari 90/50

mmHg

Nadi  : nadi normal adalah 60-100 kali/menit

Suhu : suhu normal 360C-370C

Respiratori : respirasi normal 16-24 kali/menit. Sering ditemukan

pada kehamilan 32 minggu ke atas ada keluhan sesak

nafas karena usus-usus tertekan oleh uterus yang

membesar kea rah diafragma, sehingga diafragma

kurang leluasa bergerak.

c. Berat badan dan tinggi badan:

Berat badan pada ibu hamil secara normal akan meningkat 0,5 kg setiap minggu

setelah kehamilan trimester I dan berat badan dalam trimester II tidak boleh lebih

dari 1 kg setiap minggunya atau 3 kg per bulan dan kenaikan berat badan

seluruhnya pada wanita hamil normalnya 6,5-16 kg.

Tinggi badan pada ibu hamil sebaiknya tidak kurang dari 145 cm, kemungkinan

panggul sempit perlu diperhatikan.

2. Pemeriksaan fisik

a. Kepala

Rambut 

Kulit kepala 

Mata

Hidung  

Mulut 

leher

:

:

:

:

:

:

dikaji apakah rambut mudah dicabut atau tidak. Bila mudah

dicabut kemungkinan menunjukan defisiensi vitamin A dan

B.

kulit kepala diperiksa apakah ada kelainan atau adanya

tumor

diinspeksi dan adanya lensa kontak dicatat, konjungtiva, bila

pucat maka kemungkinan menunjukan adanya anemi, sclera

apakah ikterik atau tidak

diperiksa apakah ada pholip atau tidak.

diperiksa apakah ada stomatitis, gigi karies, dan lidah kotor

atau tidak

diinspeksi untuk endeteksi abnormalitas seperti vena lebar

yang terdistensi dan penonjolan terutama pada daerah

kelenjar

b. Dada

Dinding

thorak   

Payudara

Aksila 

:

:

:

diperiksa simetris atau tidak dan adanya penonjolan

ukuran payudara simetris atau tidak, perubahan warna kulit,

dapat menunjukan infeksi atau penyakit dermatologis yang

dievaluasi. Putting susu menonjol, areola menghitam,

adakah kolostrum.

diperiksa ada benjolan, tumor, atau pembesaran limfa

c. Abdomen

Observasi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

:

:

:

:

untuk mengetahui bentuk abdomen dan untuk mengetahui

adanya striae pada dinding abdomen

untuk mengetahui adanya pembesaran hepar, limpa, daerah

nyeri tekan dan kemungkinan masa.

untuk mengetahui udara di dalam ssaluran pernafasan

untuk mengetahui gerak peristaltic usus, gerak janin, dan

DJJ

d. Ekstremitas : Dikaji telapak tangan dan kuku pasien pucat atau tidak, begitu

pula kaki ada tidak varises dan oedema.

e. Anus : Dikaji apakah ada varises atau hemoroid

f. Reflek patella : Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di

dalam tempurung lutut atau patella, yang berpengaruh pada

saat proses persalinan yaitu pada saat uterus berkontraksi.

Bila reflek patella negative maka kekurangan vitamin B1

3. Pemeriksaan obstetric:

a. Inspeksi:

Muka : gravidarum, konjungtiva pucat atau merah, adanya oedema

Payudara : gravidarum, konjungtiva pucat atau merah, adanya oedema

Abdomen : ke depan atau ke samping (pada letak lintang membesar ke

samping), striae gravidarum, atau bekas luka

b. Palpasi:

Leopard I:

Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula bagian apa dari janin yang

terdapat dalam fundus. Sifat kepala ialah keras, bundar dan kurang melenting.

Pada letak lintang fundus uteri kosong

Leopard II:

Menentukan dimana letak punggung janin dan bagian ekstremitas. Kadang-

kadang di samping terdapat kepala atau bokong pada letak lintang. 

Leopard III:

Menentukan bagian yang terdapat di bawah, apakah bagian bawah janin sudah

masuk PAP atau belum

Leopard IV:

Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian bawah dan berapa masuknya

bagian bawah ke dalam PAP

c. Auskultasi:

Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan normal atau tidak.

Normalnya 120-160 kali/menit. Pemeriksaannya dapat menggunakan dopler.

d. Reflex patella:

Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut

atau patella, yang berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus

berkontraksi. Bila reflek patella negative maka kekurangan vitamin B1.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima dan krisis

situasi.

2. Risiko cedera terhadap janin berhubungan dengan letak lintang kasep dan proses

persalinan yang lama.

3. Risiko cedera terhadap maternal berhubungan dengan letak lintang kasep dan

proses persalinan yang lama.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

5. Reaksi berduka berhubungan dengan kematian janin

C. Intervensi Keperawatan

No

.

Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Intervensi Rasionalisasi

1. Ansietas

berhubungan

dengan

kurangnya

informasi yang

diterima dan

krisis situasi.

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

diharapkan klien

mampu mengatasi

ansietas, yang

dibuktikan dengan

kriteria hasil sebagai

berikut;

Mandiri

   Dorong

keberadaan/partisipasi

dari pasangan.

  Kaji tingkat ansietas

dan diskusikan

penyebabnya bila

  Memberikan dukungan

emosional, dapat

mendorong

pengungkapan

masalah.

  Identifikasi masalah

spesifik akan

1.  Klien

mengungkapkan

kesadaran akan

perasaan ansietas.

2.  Klien mampu

mengidentifikasi

cara untuk

menurunkan atau

menghilangkan

ansietas.

3.  Klien

mengungkapkan

ansietas berkurang.

4.  Menggunakan

mekanisme koping

yang tepat.

5.  Menunjukkan TTV

normal.

mungkin.

  Tentukan tingkat

ansietas klien dan

sumber dari masalah.

Berikan informasi

sehubungan dengan

normalnya perasaan.

  Berikan waktu untuk

mendengarkan pasien

mengenai masalah dan

dorong ekspresi

perasaan yang bebas,

mis: rasa marah, ragu

takut dan sendiri.

  Akui realita situasi dan

perasaan klien, terima

ekspresi marah sambil

membatasi tingkah

laku agresif dan

berlebihan.

  Kembangkan hubungan

pasien/perawat.

  Anjurkan penggunaan

tehnik pernafasan dan

relaksasi. Bernafas

dengan klien atau

pasangan bila perlu.

Kolaborasi

meningkatkan

kemampuan individu

untuk menghadapinya

dengan lebih realistis.

  Proses kelahiran yang

tidak normal mungkin

dipandang sebagai

kegagalan dalam

hidup oleh klien .

  Selalu berada dengan

cara ini akan

membuat pasien

merasa diterima .

  Memungkinkan

ekspresi perasaan

membantu dimulainya

resolusi.

  Hubungan yang saling

mempercayai diantara

pasien,orang

terdekat,staf akan

meningkatkan

perawatan dan

dukungan yang

optimal.

  Membantu dalam

menurunkan ansietas

dan persepsi

ketakutan persalinan,

  Berikan kombinasi

narkotik dan

tranquilizer (missal;

meperidin

hidroklorida,

hidroksizin pamoat)

meningkatkan kontrol

perasaan.

  Tranquilizer

mempunyai kerja

narkotik, menurunkan

ansietas, dan

membantu klien

memfokuskan pada

tehnik pernafasan atau

relaksasi.

2. Risiko cedera

terhadap janin

berhubungan

dengan letak

lintang kasep

dan proses

persalinan yang

lama.

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

diharapkan klien

mampu

berpartisipasi dalam

intervensi untuk

memperbaiki pola

persalinan dan

menurunkan faktor

risiko yang

teridentifikasi, yang

dibuktikan dengan

kriteria hasil sebagai

berikut;

1.    DJJ menunjukan

dalam batas normal

144x/menit.

2.    Variabilitas baik.

3.    Tidak ada deselerasi

lambat.

Mandiri

  Kaji DJJ secara manual

atau elektronik.

Perhatikan

variabilitas, perubahan

periodic, dan

frekuensi dasar. Bila

pada pusat kelahiran

alternative (PKA),

periksa irama jantung

janin diantara

kontraksi dengan

menggunakan

doptone. Jumlahkan

selama 10 menit,

istirahat selama 5

menit, dan jumlahkan

lagi selama 10 menit.

Lanjutkan pola ini

sepanjang kontraksi

sampai pertengahan

diantaranya dan

setelah kontraksi.

  Perhatikan tekanan

uterus selama istirahat

  Mendeteksi respon

abnormal, seperti

variabilitas yang

dilebih-lebihkan,

bradikardia dan

takikardia, yang

mungkin disebabkan

oleh stress, hipoksia,

asidosis, atau sepsis.

  Tekanan istirahat lebih

besar dari 30 mmHg

atau tekanan kontraksi

lebih dari 50 mmHg

dapat menurunkan

atau mengganggu

oksigenasi dalam

dan fase kontraksi

melalui kateter

tekanan

intrauterus bila

tersedia.

  Identifikasi faktor-

faktor maternal seperti

dehidrasi, asidosis,

ansietas, atau sindrom

vena kava.

  Observasi terhadap

prolaps tali pusat

samara atau dapat

dilihat bila pecah

ketuban. Untuk

deselerasi variable

pada strip

pemantauan,

khususnya bila janin

pada presentasi

bokong.

  Perhatikan bau dan

perubahan warna

cairan amnion pada

pecah ketuban lama.

Dapatkan kultur bila

ruang intravilos.

  Kadang-kadang

prosedur sederhana

seperti membalikan

klien ke posisi

rekumben lateral

dapat meningkatkan

sirkulasi darah dan

oksigen ke uterus dan

plasenta serta dapat

mencegah atau

memperbaiki hipoksia

janin.

  Prolaps tali pusat lebih

mungkin terjadi pada

presentasi bokong,

karena bagian

presentasi tidak

menonjol kuat, juga

tidak secara total

memblok tulang,

seperti pada presentasi

verteks.

  Infeksi asenden dan

sepsis disertai dengan

takikardia dapat tejadi

pada pecah ketuban

lama.

  Kontraksi yang terjadi

setiap 2 menit atau

kurang tidak

memungkinkan

oksigenasi adekuat

dari ruang intravilos.

temuan abnormal.

Kolaborasai

  Perhatikan frekuensi

kontraksi uterus, beri

tahu dokter bila

frekuensi 2 menit atau

kurang.

  Kaji malposisi

menggunakan

maneuver Leopod dan

temuan pemeriksaan

internal. Tinjau ulang

hasil ultrasonografi.

  Pantau penurunan

kepala janin  pada

jalan lahir secara

teratur dan teliti dalam

hubungannya dengan

kolumna vertebralis

iskial.

  Siapkan untuk metode

melahirkan secara

caesarea bila

malpresentasi janin,

janin gagal turun,

kemajuan persalinan

berhenti, atau

teridentifikasi CPD.

  Menentukan

pembaringan janin,

posisi, dan presentasi

dapat

mengidentifikasi

factor-faktor yang

dapat memperberat

disfungsional

persalinan.

  Penurunan yang kurang

dari 1 cm/jam

pada primipara atau

kurang dari 2 cm/jam

pada multipara dapat

menandakan CPD

atau malposisi.

  Melahirkan per vagina

janin dengan

malpresentasi

dihubungkan dengan

cedera pada kolumna

vertebralis janin,

pleksus brakialis,

klavikula, dan sutura

otak, meningkatkan

mortalitas dan

morbiditas neonatal.

Risiko hipoksia

karena stimulasi vagal

lama dengan kompresi

kepala, dan trauma

kepala seperti

hemoragi intracranial,

dapat dihilangkan atau

dicegah bila CPD

teidentifikasi dan

  Berikan antibiotic pada

klien sesuai indikasi.

intervensi bedah

segera dilakukan.

  Mencegah atau

mengatasi infeksi

asenden dan akan

melindungi janin juga.

3. Risiko cedera

terhadap

maternal

berhubungan

dengan letak

lintang kasep

dan proses

persalinan yang

lama.

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

diharapkan klien

mampu

berpartisipasi dalam

intervensi untuk

memperbaiki pola

persalinan dan

menurunkan faktor

risiko yang

teridentifikasi, yang

dibuktikan dengan

kriteria hasil sebagai

berikut;

1.      Mencapai dilatasi

serviks sedikitnya

1,2 cm/am untuk

primipara dan 1,5

cm/jam untuk

multipara pada fase

aktif.

2.      Penurunan janin

sedikitnya 1 cm/jam

untuk primipara dan

2 cm/jam untuk

Mandiri

  Tinjau ulang riwayat

persalinan, awitan,

dan durasi.

  Catat waktu atau jenis

obat. Hindari

pemberian narkotik

atau anastesik blok

epidural sampai

serviks dilatasi 4 cm.

  Evaluasi tingkat

keletihan yang

menyertai, serta

aktivitas dan istirahat,

sebelum awitan

persalinan.

  Kaji pola kontraksi

  Membantu dalam

mengidentifikasi

kemungkinan

penyebab, kebutuhan

pemeriksaan

diagnostic, dan

intervensi yang tepat.

  Pola kontraksi

hipertonik dapat

terjadi pada respon

tehadap rangsangan

oksitosin. Sedative

yang diberikan terlalu

dini atau melebihi

kebutuhan dapat

menghambat atau

menghentikan

persalinan.

  Keletihan ibu yang

berlebihan

menimbulkan

disfungsi sekunder,

atau mungkin akibat

dari persalinan lama

multipara.

3.      Menyelesaikan

kelahiran tanpa

komplikasi.

uterus secara manual

atau secara elektronik.

  Catat penonjolan, posisi

janin, dan presentasi

janin.

  Palpasi abdomen pada

klien kurus terhadap

adanya cincin retraksi

patologis diantara

segmen uterus.

  Tempatkan klien pada

posisi rekumben

lateral dan anjurkan

tirah baring atau

ambulasi sesuai

toleransi.

  Kaji derajat hidrasi,

catat jumlah dan jenis

masukan.

atau persalinan palsu.

  Disfungsi kontraksi

memperlama

persalinan,

meningkatkan risiko

komplikasi maternal

atau janin.

  Indicator kemajuan

persalinan ini dapat

mengidentifikasi

timbulnya penyebab

persalinan lama.

  Pada persalinan

terhambat, depresi

cincin patologis dapat

terjadi pada hubungan

segmen atas dan

bawah, menandakan

ancaman rupture

uterus.

  Relaksasi dan

peningkatan perfusi

uterus dapat

memperbaiki pola

hipertonik. Ambulasi

dapat membaqntu

kekuatan gravitasi

dalam merangsang

pola persalinan

normal dan dilatasi

serviks.

  Persalinan yang lama

dapat mengakibatkan

ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit

   Sediakan kotak

peralatan kedaruratan.

Kolaborasi

  Gunakan rangsangan

puting untuk oksitosin

endogen, atau melalui

infus oksitosin

eksogen atau

prostaglandin.

  Berikan narkotik atau

sedative, seperti;

morfin, fenobarbital,

atau sekobarbital

untuk tidur sesuai

indikasi.

serta kekurangan

cadangan glukosa,

mengakibatkan

kelelahan dan

persalinan lamam

dengan peningkatan

risiko infeksi uterus,

hemoragi pasca

partum, atau pencetus

kelahiran pada adanya

persalinan hipertonik.

  Mungkin diperlukan

pada kejadian

pencetus persalinan

dan kelahiran, yang

dihubungkan pada

persalinan hipertonik.

  Oksitosin perlu untuk

menambah atau

memulai aktivitas

miometrik untuk pola

uterus hipotonik.

  Dapat membantu

membedakan antara

persalinan sejati dan

persalinan palsu. Pada

persalinan palsu

kontraksi berhenti,

pada persalinan sejati

pola lebih efektif

dapat terjadi

mengikuti istirahat.

Morfin membantu

meningkatkan sedasi

berat dan

  Bantu dengan persiapan

untuk SC sesuai

indikasi untuk

malposisi, CPD, atau

cincin Bandl.

menghilangkan pola

kontraksi hipertonik.

Periode istirahat

mengubah energi dan

menurunkan

penggunaan glukosa

untuk menghilangkan

kelelahan.

  Melahirkan caesarea

segera diindikasikan

untuk cincin Bandl

dan untuk distress

janin karena CPD.

4. Kekurangan

volume cairan

berhubungan

dengan

perdarahan.

Setelah dilakukan

asuhan keprawatan

diharapkan

klien mampu

mempertahankan

stabilisasi atau

perbaikan dalam

keseimbangan

cairan, yang

dibuktikan dengan

kriteria hasil sebagai

berikut;

1.   Menunjukkan TTV

dalam

batas  normal.

2.   Pengisian kapiler

cepat

3.   Turgor kulit baik

Mandiri

  Pertahankan masukan

dan haluaran akurat,

tes urin terhadap

keton, dan kaji

pernafasan terhadap

bau buah.

  Pantau tanda-tanda

vital.

  Pantau suhu kulit.

  Kaji bibir dan membran

 

  Penurunan haluaran

urin dan peningkatan

berat jenis urin

menunjukan

dehidrasi.

Ketidakadekuatan

masukan glukossa

mengakibatkan

pemecahan lemak dan

adanya keton.

  Hipotensi, takikardi

dapat

mengindikasikan

kekurangan cairan.

  Kulit yang dingin atau

lembab

mengindikasikan

penurunan sirkulasi

perifer dan

dibutuhkan untuk

penggantian cairan

4.   Bibir lembab/tidak

kering.

5.   Bebas dari

komplikasi

mukosa oral dan

derajad salivasi.

  Perhatikan respon DJJ

abnormal.

Kolaborasi

  Tinjau ulang data

labolatorium; Hb, Ht,

elektrolit serum, dan

glukosa serum.

  Berikan cairan IV

  Tingkatkan kecepatan

IV jika diperlukan.

tambahan.

  Membran mukossa atau

bibir yang kering dan

penurunan salivasi

adalah indikator lanjut

dari dehidrasi.

  Dapat menunjukan efek

dehidrasi maternal

dan penurunan

perfusi.

  Peningkatan kadar Ht

menunjukan

dehidrasi. Kadar

elektrolit serum

mendeteksi terjadinya

ketidakseimbangan

elektrolit, kadar

glukosa serum

mendeteksi

hipoglikemia.

  Larutan parenteral

mengandung elektrolit

dan glukosa dapat

memperbaiki atau

mencegah

ketidakseimbangan

maternal dan janin

serta dapat

menurunkan keletihan

maternal.

Untuk mencegah

terjadinya kehilangan

cairan yang telah

didokumentasikan.

5. Reaksi berduka

berhubungan

dengan kematian

janin.

Setelah dilakukan

asuhan keprawatan

diharapkan

klien mampu

menghadapi proses

berduka dengan

baik, yang

dibuktikan dengan

kriteria hasil sebagai

berikut;

1.   Mengungkapkan

tahap proses

berduka yang

dialami.

2.   Mengekspresikan

perasaan dengan

tepat.

3.   Mengidentifikasi

masalah proses

berduka.

4.   Mencari bantuan

dengan tepat.

Mandiri

  Beri kode pada grafik

klien, pintu ruangan,

dan tempat tidur

sesuai indikasi.

  Berikan ruangan pribadi

bila klien

menginginkannya,

dengan kontak yang

sering oleh perawat.

Anjurkan kunjungan

tidak terbatas oleh

keluarga dan teman.

  Libatkan pasangan

dalam perencanaan

perawatan. Berikan

kesempatan untuk

pasangan terlibat

bersama. Anjurkan

diskusi tentang

kekhawatiran.

  Kaji pengetahuan klien

dan pasangan serta

intrepretasi terhadap

kejadian sekitar

kematian janin atau

bayi. Berikan

informasi dan perbaiki

kesalahan konsep

berdasarkan kesiapan

  Mewaspadakan staff

rumah sakit dan

sukarelawan apabila

kehilangan klien.

  Tempat dimana

keluarga dan teman

dapat bicara dan

menangis tanpa

pembatasan

meningkatkan

ventilasi perasaan dan

rasa kekeluargaan.

  Partisipasi dalam

perencanaan dan

pembuatan keputusan

menunjukan pasangan

juga kehilangan anak

dan memerlukan

waktu untuk

mengekspresikan

perasaan kehilangan

dan menerima

dukungan tanpa harus

menjadi pendukung

klien dan pasangan.

  Setelah kematian anak,

orangtua berespon

syok, menyangkal,

atau tidak percaya.

Reaksi emosi ini

dapat

menyembunyikan

kemampuan pasangan

untuk memproses

informasi dan

pasangan dan

kemampuan untuk

memdengarkan secara

efektif.

  Tentukan makna

kehilangan terhadap

kedua pasangan.

Perhatikan bagaimana

pasangan

menginginkan

kehamilan dan

kelahiran ini.

  Anjurkan keluarga

untuk

mengekspresikan

perasaan dan

mendengar secara

efektif. Catat bahasa

tubuh. Tingkatkan

situasi rileks.

  Tinjau ulang perubahan

peran dan rencana

mengintrepretasi

kejadian bermakna.

Pola berfikir konkret

mungkin merupakan

cara mekanisme

koping satu-satunya

yang ada terhadap

informasi saat ini.

  Luas dan durasi respon

berduka dapat

tergantung pada

makna kehilangan.

Selain itu, orangtua

dapat merasa

kehilangan sepanjang

hidup mereka berduka

untuk anak yang tidak

pernah lagi mereka

tahu atau lihat

bertumbuh.

  Isyarat verbal dan

noverbal memberikan

informasi tentang

derajad kesedihan,

rasa bersalah, dan rasa

takut keluarga.

Keluarga yang

berduka memerlukan

kesempatan ulang

untuk

mengungkapkan

pengalaman mereka.

  Kebanyakan keluarga

mengantisipasi

kehamilan sehat dan

hasil positif dan tidak

untuk mengatasi

kehilangan.

Perhatikan kehadiran

sibling.

Kolaborasi

  Rujuk atau hubungi

rohaniawan sesuai

keinginan keluarga.

  Bantu membuat

permintaan dan

mendapatkan tanda

tangan untuk

pelaksanaan autopsy

bila dibutuhkan.

Tinjau ulang

keuntungan dan

keterbatasan autopsy.

  Berikan informasi

tentang penguburan

bayi. Hubungi

perusahaan

pemakaman pilihan

keluarga bila bantuan

diperlukan.

  Rujuk pada terapi

disiapkan untuk

berfokus pada

pengaturan

penguburan, apa yang

dilakukan terhadap

ruang perawatan,

bagaimana

melanjutkan

kehidupan mereka,

dan bagaimana

rencana untuk

perawatan anak

mereka.

  Keluarga mungkin

ingin bicara pada

pendeta atau

penasehat agama

untuk memberikan

pembaptisan, upacara

agama, dan koseling.

  Keluarga mungkin

menginginkan atau

memerlukan

penjelasan penyebab

kematian, yang

mungkin tidak

mungkin.

  Mayat bayi, seperti

orang dewasa, harus

dipindahkan dari

rumah sakit ke

fasilitas kamar mayat

atau yang lain,

biasanya 24 jam

konseling atau

psikiatri bila perlu.

setelah kematian.

  Konseling atau teapi

mungkin perlu pada

kasus berduka pada

kasus berduka

patologis untuk

membantu individu

mengidentifikasi

kemungkinan

penyebab reaksi

abnormal dan

mencapai resolusi

proses berduka.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta; Tridasa Printer

-----. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi 3.  Jakarta; Tridasa Printer

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta; Media Aesculapius