laporan tutorial skenario a blok 14

Upload: risha-meilinda-marpaung

Post on 04-Apr-2018

234 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    1/53

    LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A

    BLOK 14

    Disusun Oleh:

    KELOMPOK VII

    Anggota Kelompok:

    Annisa Rahmayuni (04111001118)

    Azizha Ros Lutfia (04111001063)

    Beuty Savitri (04111001031)

    Clara Adelia Wijaya (04111001020)

    Dwi Novia Putri (04111001053)

    Indri Pratiwi (04111001034)

    Johannes Lie (04111001038)

    Laode M Hidayatulloh (04111001029)

    Lidya Kartika (04111001051)

    Maghfiroh Rahayu Nindatama (04111001050)

    Muhammad Hadley Aulia (04111001052)

    Sabrina Sinurat (04111001066)

    Sellita Seplana (04111001054)

    Tutor: Prof. dr. P.M . Chatar , SpPK (K)

    PENDIDIKAN DOKTER UMUM

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    2/53

    2013

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan

    karunia-Nyalah laporan tutorial skenario A blok 14 ini dapat terselesaikan dengan

    baik.

    Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses

    belajar tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di

    Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

    Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang

    terlibat dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota

    kelompok 7 tutorial, dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam

    menyelesaikan laporan ini.

    Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam

    pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan

    kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

    Penyusun

    2

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    3/53

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul........................................................................................................1

    Kata Pengantar........................................................................................................2

    Daftar Isi.................................................................................................................3

    I. Klarifikasi Istilah....................................................................................5

    II. Identifikasi Masalah...............................................................................6

    III. Analisis Masalah....................................................................................6

    IV.Keterkaitan Antar Masalah...................................................................25

    V. Learning Issue.......................................................................................26

    VI. Kerangka Konsep................................................................................51

    VII. Kesimpulan........................................................................................52

    Daftar Pustaka....53

    3

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    4/53

    SKENARIO A BLOK 14 :

    Anamnesis :

    Tn. B, 35 tahun, mempunyai BB 95 kg dab TB 165 cm , datang ke Poliklinik Khusus

    Endokrin & Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah lelah sejak

    3 bulan yang lalu. Dia juga mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu

    disertai sering buang air kecil di malam hari. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan

    gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang lalu. Dari anamnesis diketahui bahwa Tn. B

    mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi ( ayah ) dan diabetes ( ibu dan kakek ).

    Pemeriksaan Fisik :

    Tekanan Darah 160/95 mmHg , acanthosis nigricans , obesitas sentral dengan lingkar perut

    120 cm.

    Pemeriksaan Laboratorium :

    Rutin : Hb 14 g % , Ht 42 % , leukosit 7.600 mm3 , trombosit 165.000/mm3

    Gula darah puasa 277 mg/Dl

    HbA1C 8,6 %

    OGTT ( puasa ) 146 mg/Dl ; ( 2 jam post prandial ) 246 mg/dL

    Total Protein 7,7 g/dL

    Albumin 4,8 g/dL

    Globulin 2,9 g/dL

    Ureum 22 mg /dL

    Kreatinin 0,6 mg/dL

    Sodium 138 mmol/l

    Potasium 3,6 mmol/l

    Total Cholesterol 270 mg/dL

    Cholesterol LDL 210 mg/dL

    Cholesterol HDL 38 mg/Dl

    Trigliserida 337 mg/Dl

    Urinalisis : Urin reduksi +2 , mikroalbuminuria (+)

    4

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    5/53

    I. KLARIFIKASI ISTILAH

    1. Endokrin : Berkenaan dengan sekresi internal ; hormonal

    2. Acantosis Nigricans : Hiperplasia stratum spinosum epidermis mirip beludru dengan

    pigmentasi gelap khususnya di ketiak.

    3. Obesitas sentral : Peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan rangka dan

    fisik sebagai akibat akumulasi lemak di bagian sentral.

    4. Diabetes : Setiap kelainan yang ditandai dengan poliuria biasanya

    mengacu pada Diabetes Melitus.

    5. HBA1C : Ikatan antara Hb dan glukosa

    6. OGTT : Oral Glucose Tolerance Test

    7. Urine Reduksi : Test untuk mengetahui terjadinya reduksi pada urine guna

    mengetahui ada atau tidaknya glukosa di dalam urine.

    8. Mikroalbuminuria : Peningkatan albumin urine yang sangat sedikit.

    5

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    6/53

    II. IDENTIFIKASI MASALAH

    1. Tn B 35 tahun , BB 95 kg dan TB 165 cm mengeluh merasa mudah lelah sejak 3

    bulan yang lalu.2. Riwayat perjalanan penyakit :

    a. 6 bulan yang lalu mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh

    2 bulan yang lalu merasa cepat haus dan lapar disertai sering buang air kecil di

    malam hari.

    3. Riwayat keluarga :

    - Ayah : Hipertensi

    - Ibu & kakek : Diabetes

    4. Pemeriksaan Fisik

    5. Pemeriksaan Laboratorium

    6. Urinalisis

    III. ANALISIS MASALAH

    MASALAH 1

    1. Tn B , 35 tahun , BB 95 kg dan TB 165 cm mengeluh merasa mudah lelah sejak 3

    bulan yang lalu.

    a. Bagaimana IMT dari Tn. B ?

    Jawab :

    Penilaian Obesitas Berdasarkan Body Mass Index (BMI) Berdasarkan rumus perhitungan

    BMI, didapat nilai BMI pasien :

    BMI = BB (kg) / TB2 (m) = 95 kg / (1,65 m) = 34,89 kg/m2

    Kategori BMI (kg/m2) Resiko Comorbiditas

    Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-

    masalah klinis lain meningkat)

    Batas Normal 18.5 - 24.9

    kg/m2Rata-rata

    6

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    7/53

    Overweight: > 25

    Pre-obese 25.0 29.9

    kg/m2

    Meningkat

    Obese I 30.0 -

    34.9kg/m2

    Sedang

    Obese II 35.0 - 39.9

    kg/m2

    Berbahaya

    Obese III > 40.0 kg/m2 Sangat Berbahaya

    Tabel klasifikasi berat badan menurut WHO(1998)

    Berdasarkan klasifikasi berat badan menurut WHO(1998) maka tingkat obesitas

    pasien ini adalah Obesitas tingkat I

    b. Apa penyebab Tn. B mudah lelah ? ( sesuai skenario )

    Jawab :

    Penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi

    insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan

    dengan cara mengukur lingkar pinggang atau waist to hip ratio.

    Mekanismenya :

    Resistensi insulin Hiperglikemia sintesis ATP pada otot rangka menurun

    mudah lelah.

    c. Bagaimana hubungan. Usia dengan gejala ?

    Jawab :

    Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan

    dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and

    Nutrition Examination Survey (1988 sampai1994), prevalensi sindrom metabolik

    (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2-laki

    kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik

    meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk

    Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai

    berat badan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok

    sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik

    juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.

    7

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    8/53

    IPDL :prevalensi sindrom metabolic pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan

    pada usia > 50 tahun sebsar 25% .

    d. Bagaimana metabolisme :

    a. karbohidrat

    b. lemak secara normal ?

    Jawab :

    a. Metabolisme Karbohidrat

    Glukosa merupakan bahan bakar utama untuk jaringan tertentu seperti otak dan

    sel darah merah. Setelah makan sumber glukosa darah adalah makanan.Hati

    mengoksidasi glukosa dan menyimpan kelebihannya sebagai glikogen. Hati juga

    menggunakan jalur glikolisis untuk mengubah glukosa menjadi piruvat, yang

    menghasilkan karbon untuk sintesis asam lemak.Selama puasa, hati melepaskan

    glukosa ke dalam darah, sehingga jaringan yang bergantung pada glukosa tidak

    mengalami kekurangan energi. Hormon utama yang mempengaruhi kadar glukosa

    dalam darah adalah insulin dan glukagon. Konsentrasi insulin dan glukagon dalam

    darah mengatur penyimpanan dan mobilisasi bahan bakar.Insulin yang dikeluarkan

    sebagai respons terhadap ingesti karbohidrat, mendorong penggunaan glukosa sebagai

    bahan bakar dan penyimpanan glukosa sebagai lemak dan glikogen.Kadar insulin

    darah menurun seiring dengan penyerapan dan penggunaan glukosa oleh jaringan.

    Glukagon merupakan hormone utama yang melawan kerja insulin, berkurang sebagai

    respons terhadap makanan kabohidrat dan meningkat selama puasa.Konsentrasi

    glukagon di dalam darah memberi sinyal mengenai tidak adanya glukosa dalam

    makanan, dan glukagon mendorong pembentukan glukosa melalui glikogenolisis dan

    glukoneogenesis. Peningkatan kadar glukagon relative terhadap insulin juga

    merangsang mobilisasi asam lemak dari jaringan adipose.

    Makna fisiologis kerja insulin memperantarai efek supresif glukosa pada sekresi

    glukagon tampak jelas pada penderita DM tipe 1 dan DM tipe 2. Walaupun pada

    penderita tersebut terjadi hiperglikemia, namun kadar glukagon pada awalnya tetap

    tinggi (mendekati kadar puasa) baik karena tidak adanya insulin atau karena resistensi

    sel A terhadap efek supresif insulin. Dengan demikian penderita ini mengalami

    peningkatan kadar glukagon yang tidak tepat.

    8

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    9/53

    Pada penderita DM tipe 1 dan DM tipe 2 menunjukkan adanya ketidakmampuan hati

    dan otot menyimpan glukosa sebagai glikogen yang ikut berperan dalam

    menyebabkan hiperglikemia. Tidak adanya insulin pada penderita DM tipe 1 dan

    tingginya kadar glukagon menyebabkan penurunan aktivitas glikogen sintase suatu

    enzim yang berperan dalam pembentukan glikogen (glikogenesis). Sintesis glikogen di

    otot rangka pada penderita DM tipe 1 terhambat karena tidak adanya transport glukosa

    yang dirangsang insulin. Resistensi insulin yang dijumpai pada penderita DM tipe 2

    juga menimbulkan efek yang sama.

    Intoleransi glukosa pada DM tipe 2 terjadi akibat perlambatan pelepasan insulin dalam

    jumlah yang relative setelah makan disertai resistensi otot rangka dan adiposit

    terhadap kerja insulin. Hal ini menyebabkan glukoneogenesis yang berlebihan di hati

    walaupun kadar glukosa darah meningkat.

    Hiperglikemia pada DM mengakibatkan peningkatan fruktosa melalui jalur

    poliol.Pada langkah pertama jalur poliol gula direduksi menjadi gula alcohol sorbitol

    oleh enzim aldosa reduktase, sorbitol selanjutnya dioksidasi menjadi fruktosa.

    b. Metabolisme Lemak

    Hampir seluruh lemak dalam diet, dengan pengecualian utama beberapa asam lemak rantai

    pendek, diabsorbsi dari usus ke dalam limfe usus.Selama pencernaan, sebagian besar

    trigliserida dipecah menjadi monogliserida dan asam lemak.Kemudian, sewaktu melalui sel

    epitel usus, monogliserida dan asam lemak disintesis kembali menjadi molekul trigliserida

    baru yang masuk ke dalam limfe dalam bentuk droplet kecil yang tersebar yang disebut

    kilomikron. Kebanyakan kilomikron dipindahkan dari sirkulasi darah sewaktu melalui kapiler

    jaringan adipose atau hati.Keduanya, jaringan adipose dan hati mengandung banyak enzim

    lipoprotein lipase.Enzim ini terutama aktif di endotel kapiler tempat enzim menghidrolisistrigliserida dan kilomikron begitu trigliserida melekat pada dinding endotel, sehingga asam

    lemak dan gliserol dapat dilepaskan. Sewaktu meninggalkan sel lemak, asam lemak

    mengalami ionisasi kuat dalam plasma dan gugus ioniknya segera bergabung dengan molekul

    albumin protein plasma.Asam lemak yang berikatan dengan cara ini disebut asam lemak

    bebas.

    9

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    10/53

    Hampir semua lipoprotein dibentuk di hati, yang juga merupakan tempat sebagian

    besar kolesterol plasma, fosfolipid, dan trigliserida disintesis.Selain itu, sejumlah kecil

    lipoprotein berdensitas tinggi juga disintesis di dalam epitel usus selama absorpsi asam

    lemak dari usus.Fungsi utama lipoprotein adalah pengangkutan komponen lipidnya di

    dalam darah. Lipoprotein yang berdensitas sangat rendah mengangkut trigliserida yang

    disintesis di dalam hati terutama ke jaringan adipose, sedangkan lipoprotein lainnya

    terutama penting dalam berbagai tahap transport fosfolipid dan kolesterol dari hati ke

    jaringan perifer atau dari jaringan perifer kembali ke hati.

    VLDL merupakan zat bakal terbentuknya IDL dan IDL merupakan zat bakal

    terbentuknya LDL yang merupakan lipoprotein yang kaya kolesterol. Setiap partikel

    LDL berasal dari satu partikel VLDL, sehingga kenaikan VLDL ini akan menyebakan

    kenaikan LDL (Murray et al., 2003).

    Pada Diabetes Melitus, hiperglikemia yang berkepanjangan meningkatkan lajuperlekatan nonenzimatik glukosa ke berbagai protein di dalam tubuh, suatu proses

    yang disebut sebagai glikasi atau glikosilasi protein. Glikasi dapat mengganggu

    struktur dan/atau fungsi protein yang terlibat.Glikasi reseptor LDL dan protein dalam

    partikel LDL dapat mengganggu kecocokan partikel LDL dengan reseptor spesifiknya.

    Akibatnya, LDL dalam darah yang diserap oleh sel berkurang sehingga kadar

    kolesterol LDL serum meningkat (Marks et al., 2003).

    Peningkatan trigliserida dalam VLDL yang tidak mengalami lipolisis oleh enzim

    lipoprotein lipase akan dipindahkan oleh CETP (cholesteryl ester transfer protein) ke

    10

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    11/53

    dalam LDL, sehingga terjadi peningkatan pembentukan LDL yang kaya trigliserida

    yang disebut sebagai small dense LDL. Peningkatan kadar LDL ini memudahkan

    terjadinya proses oksidasi pada senyawa penyusun LDL (Goldberg, 2001). LDL yang

    mengalami oksidasi tersebut tidak dapat berinteraksi secara baik dengan reseptor LDL,

    tetapi akan berikatan dengan reseptor lain yang terdapat pada permukaan membran sel

    makrofag dan selanjutnya LDL termodifikasi akan memasuki makrofag. Berbeda

    dengan LDL yang masuk melalui reseptor LDL, LDL termodifikasi yang masuk ke

    dalam makrofag melalui reseptor khusus ini tak mampu menghambat enzim HMG-

    KoA reduktase, sehingga sintesis kolesterol dalam sel itu sendiri tetap

    berlangsung.Keadaan ini menyebabkan tertumpuknya kolesterol dalam jaringan dan

    merupakan faktor penyebab timbulnya aterosklerosis

    MASALAH KEDUA

    2. Riwayat perjalanan penyakit :

    6 bulan yang lalu mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh

    2 bulan yang lalu merasa cepat haus dan lapar disertai sering buang air kecil di

    malam hari.

    a. Bagaimana Mekanisme :

    Polidipsi

    Jawab :

    Sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik

    air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya timbul polidipsia

    (rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.

    Poliphagi

    Jawab :

    Resistensi insulin Glukosa plasma yang tinggi, tetapi glukosa sel sedikit Sel

    tubuh kekurangan energi dan kalori Rangsangan pusat lapar di hipothalamus

    Poliphagi.

    Poliuri di malam hari

    Jawab :

    Resistensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun, sehinggakadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia) , jika hiperglikemia ini parah dan melebihi

    11

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    12/53

    ambang batas ginjal maka ginjal akan membuang kelebihan tersebut melalui urine atau

    yang disebut glikosuria. Glikosuria ini akan menyebabkan terjadinya diuresis osmotic

    karena pengenceran glukosa membutuhkan air, maka akan meningkatkan pengeluaran

    urin dan terjadilah poliuria.

    Kesemutan

    Jawab :

    Paresthesia disebabkan karena gangguan transduksi saraf dan aliran darah. Pada

    penderita diabetes hal ini disebabkan karena neuropati.

    Mekanisme : hiperglikemia aktivitas jalur poliol aktifasi aldose reduktase

    ubah glukosa menjadi sorbitol membentuk fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase

    akumulasi sorbitol hipertonik intrasel sehingga edema saraf hambat

    mioinosotol stress osmotic rusak mitokondria gangguan transduksi saraf

    Poliol NADPH turun NOS turun NO turun

    Hiperglikemia roduksi advance glycosilation end produce toxic rusak semua

    protein tubuh dan saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol maka sintessi dan

    fungsi NO akan menurun yang berakibat vasodilatasi berkurang , aliran darah ke saraf

    menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf terjadilah ND . Semua

    hal tersebut menyebabkan penurunan aliran darah ke saraf.

    Gatal-gatal

    Jawab :

    Mati rasa dan gatal pada Mr. B disebabkan telah terjadinya salah satu komplikasi DM,

    yaitu neuropati. Pada neuropati terjadi kerusakan saraf perifer akibat hiperglikemi.

    Kerusakan saraf perifer ini menyebabkan turunnya sensitifitas atau mati rasa seperti

    pada jari tangan, dan terjadinya sensasi gatal. Rasa gatal ini juga terkait adanya

    penurunan NGF yang terjadi pada penderita DM. penurunan NGF ini menyebabkan

    regulasi neuropeptida substansi P yang memediasi rasa gatal pada kulit menjadi tidak

    terkontrol.

    Pruritus pada Sistem Endokrin (DM, Hiperparatiroid, Mixedema)

    Pada DM terjadi hiperglikemia, sehingga terjadi iritabilitas ujung-ujung saraf dan

    kelenjar metabolik di kulit terutama daerah anogenital atau submammae pada wanita.

    12

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    13/53

    Glikogen sel sel epitel kulit dan vagina meningkat sehingga terjadi diabetes kulit

    (URBACH) oleh karena predisposisi berupa dermatitis, kandidiasis, dan furunkulosis.

    Pruritus pada diabetes mellitus merupakan keluhan yang sering terdengar, tetapi tidak

    selalu ada. Sensasi tersebut tidak hanya disebabkan oleh hiperglikemi, tetapi juga

    iritabilitas ujung-ujung saraf dan kelainan-kelainan metabolik dikulit. Pruritus

    terutama berlokalisasi pada daerah anogenital (pruritus ani/vulvae/skroti) dan daerah-

    daerah intertriginosa (terutama submama pada wanita dengan adipositas). Kadar

    glikogen pada sel-sel epitel kulit dan vagina meningkat, hingga menimbulkan

    diabetes kulit.

    b. Kenapa Tn. B sering buang air kecil di malam hari ?

    Jawab :

    Sering buang air kecil adalah kompensasi dari gula darah tinggi, karena tubuh

    berusaha mengeluarkan kelebihan glukosa dalam darah melalui urin. Gula darah tinggi

    ini sering terjadi di pagi hari dan di malam hari. Sering buang air kecil pada malam

    hari yang dialam Tn. B ini karena hepar mengeluarkan kelebihan glukosa pada malam

    hari, selain itu aktifitas juga berkurang sehingga metabolisme glukosa untuk

    menghasilkan energi menurun.

    MASALAH KETIGA

    3. Riwayat keluarga :

    - Ayah : Hipertensi

    - Ibu & kakek : Diabetes

    a. Bagaimana hubungan factor resiko ( riwayat keluarga ) terhadap gejala

    yang dialami Tn. B ? ( Jelaskan mekanisme dan chance-nya ?Jawab :

    Diabetes melitus adalah penyakit multifactorial inheritence. Keturunan atau herediter

    hanya sebagai faktor predisposisi, yang dipengaruhi oleh lingkungan dan gaya hidup.

    Hipertensi yang memiliki predisposisi genetik adalah hipertensi primer.

    Apabila seorang wanita memiliki kadar glukosa yang tinggi selama masa kehamilan,

    maka fetus akan ikut melakukan proses adaptasi dengan cara meningkatkan kerja

    insulin yang dihasilkan sel pulau Langerhans dan kemungkinan bayi dilahirkan

    dalam kondisi giant baby. Hal itu pula yang memicu perubahan nilai normal pusat

    13

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    14/53

    lapar pada sehingga ia memiliki nafsu makan yang lebih besar dibandingkan anak-

    anak normal.Dan salah satu penyebab resistensi insulin, ialah diakibatkan karena

    mutasi pada kromosom 7p, mutasi GLUT 2 dan GLUT 4, mutasi gen pengkode

    insulin, serta mutasi pada gen pengkode reseptor insulin yang berkaitan dengan faktor

    genetik

    MASALAH KEEMPAT

    4. Pemeriksaan Fisik :

    Tekanan Darah 160/95 mmHg , acanthosis nigricans , obesitas sentral dengan

    lingkar perut 120 cm.

    a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari:

    Tekanan Darah

    Jawab :

    TD dikatakan hipertensi menurut IDF: lebih dari atau sama dengan 130/85 mmHg

    Mekanisme :

    Penumpukan lemak tubuh akan mengkompensasi dengan melisiskan lemak, sehingga

    adiponectin turun, leptin dan resitin naik. Adiponectin berfungsi sebagai anti

    aterogenik, jika kadarnya turun menyebabkan pembuluh darah lebih mudah untuk

    terjadi aterosklerosis. Pembuluh darah yang menyempit membuat jantung dipacu lebih

    kencang agar darah bisa sampai ke jaringan. Terjadilah hipertensi Resitin yang

    meningkat merangsang angiotensin untuk vasokonstriksi pembuluh darah sehingga

    menyebabkan tekanan darah naik. Tingginya kadar gula darah menyebabkan

    terjadinya glucotoxicity. Glucotoxicity menyebabkan endotel pembuluh darah rusak

    dan kolesterol lebih mudah menempel, terjadi arterosklerosis, Tekanan darah naik.

    Acanthosis nigricans

    Jawab :

    Acanthosis Nigricans (AN) adalah penebalan dan Hiperpigmentasi dari kulit yang

    biasanya terdapat pada daerah leher, ketiak, lipat paha, dan daerah fleksura lainnya.

    Acanthosis nigricans sangat erat hubungannya dengan resistensi insulin, yaitu keadaan

    resistensi jaringan terhadap insulin. Penurunan respon jaringan terhadap insulin di

    dalam sirkulasi merangsang produksi insulin oleh pankreas, bila pankreas masihberfungsi dengan normal, sehingga terjadi hipersekresi insulin sebagai kompensasi

    14

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    15/53

    untuk tetap menjaga kadar glukosa dalam batas normal, yang kemudian menyebabkan

    terjadinya hiperinsulinemia. Kadar insulin tinggi mengaktivasi fibroblas (sel dermal)

    dan keratinosit (sel epidermal) melalui reseptor IGF-1. Reseptor IGF-1 seperti reseptor

    insulin, merupakan suatu reseptor tirosin kinase, diaktivasi dan difosforilasi dalam

    keratinosit kulit. Letak IGF-1 pada basal keratinosit dan teregulasi untuk meningkat

    dalam kondisi proliferatif. Aktivasi IGF-1 menyebabkan peningkatan deposit

    glikosaminoglikan pada kulit oleh fibroblas yang menyebabkan terjadinya proliferasi

    keratinosit sehingga terjadi hiperpigmentasi, hiperkeratosis, dan papilomatosis.

    Semakin tinggi IMT, makin tinggi resistensi insulin sehingga prevalensi AN makin

    tinggi pula.

    Obesitas central dengan lingkar perut 120 cm

    Jawab :

    Berdasarkan kriteria International Diabetes Federation (IDF) untuk orang asia,

    lingkar pinggang > 90 cm untuk laki-laku dan >80 cm untuk perempuan tergolong

    obesitas. Jadi, lingkar pinggang Tn. B yang 120 cm menandakan bahwa Tn. B telah

    mengalami obesitas sentral.

    Obesitas adalah penimbunan lemak dalah tubuh secara berlebihan sehingga dapat

    meningkatkan risiko terjadinya penyakit pada individu. Jaringan lemak berperan

    dalam salah satu sistem homeostasis dalam tubuh yaitu keseimbangan antara asupan

    energi (asupan makanan), pengeluaran energi (metabolisme dan aktifitas fisik), dan

    cadangan energi dalam tubuh (massa lemak). Penimbunan lemak terjadi di jaringan

    lemak, hati, jantung, dan otot skelet, dalam organ inilah lemak disimpan sebagai

    cadangan energi. Bahan makanan berenergi tinggi, tingginya konsumerisme, dan

    aktivitas yang kurang dapat menyebabkan terjadinya obesitas. Genetik juga dapatmengambil andil karena genetik dapat mempengaruhi distribusi dan metabolisme sel

    lemak dalam tubuh. Obesitas sentral terjadi karena lemak yang tertimbun di

    mesentrium dan retroperitoneal merupakan yang pertama-tama dimobilisasi sehingga

    penimbunan lemak cendrung lebih banyak terjadi di daerah tersebut.

    MASALAH KELIMA

    5. Pemeriksaan Laboratorium :

    Rutin : Hb 14 g % , Ht 42 % , leukosit 7.600 mm3 , trombosit 165.000/mm3

    15

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    16/53

    Gula darah puasa 277 mg/Dl

    HbA1C 8,6 %

    OGTT ( puasa ) 146 mg/Dl ; ( 2 jam post prandial ) 246 mg/dL

    Total Protein 7,7 g/dL

    Albumin 4,8 g/dL

    Globulin 2,9 g/dL

    Ureum 22 mg /dL

    Kreatinin 0,6 mg/dL

    Sodium 138 mmol/l

    Potasium 3,6 mmol/l

    Total Cholesterol 270 mg/dL

    Cholesterol LDL 210 mg/dL

    Cholesterol HDL 38 mg/Dl

    Trigliserida 337 mg/Dl

    a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari pemeriksaan laboratorium ?

    Jawab :

    a. Hb 14 g% = Normal (13-18 g%)

    b. Ht 42% = Normal (40%-52%)

    c. Leukosit 7.600 mm3 = Normal (5000 mm3 10.000 mm3)

    d. Trombosit 165.000/mm3 = Normal (150.000/mm3 400.000/mm3)

    e. Gula darah puasa 277 mg/dL = Abnormal (70-115 mg/dL)

    Pada kasus ini mungkin terjadi gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja

    insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot.Otot adalah

    pengguna glukosa yang paling banyak sehingga resistensi insulin mengakibatkan

    kegagalan ambilan glukosa oleh otot. Kondisi resistensi insulin ini dikompensasi olehpeningkatan sekresi insulin oleh sel beta pancreas.Seiring dengan progresifitas

    penyakit maka produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan klinis

    hiperglikemia yang nyata. Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase setelah makan saat

    otot gagal melakukan ambilan glukosa dengan optimal.Pada fase berikutnya dimana

    produksi insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati yang

    berlebihan dan mengakibatkan meningkatnya glukosa darah pada saat puasa.

    Hiperglikemi yang terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada dan

    disebut dengan fenomena glukotoksisitas.

    16

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    17/53

    Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adipose sehingga

    merangsang proses lipolysis dan meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini juga

    mengakibatkan gangguan proses ambilan glukosa oleh sel otot dan menganggu sekresi

    insulin oleh sel beta pancreas. Fenomena ini disebut dengan fenomena lipotoksisitas.

    f. HbA1C 8,6% = Abnormal (3,5%-5,5%)

    Pada orang normal sebagian kecil fraksi hemoglobin akan mengalami glikosilasi.

    Artinya glukosa terikat pada hemoglobin melalui proses non enzimatik dan bersifat

    reversible. Pada pasien DM, glikosilasi hemoglobin meningkat secara proporsional

    dengan kadar rerata glukosa darah selama 2-3 bulan sebelumnya. Tingginya kadar

    HbA1c berkorelasi positif dengan komplikasi DM, baik makro maupun mikro

    vaskuler.

    Kadar HbA1c akan mengikuti kadar rata-rata glukosa darah harian penderita dimana

    kadar HbA1c 6% akan mencerminkan kadar glukosa darah harian 7,5 mmol/L (135

    mg/dL), 7% setara dengan 9,5 mmol/L (170 mg/dL), dan 8% sesuai untuk rata-rata

    glukosa darah harian sebesari 11,5 mmol/L (205 mg/dL). Peningkatan kadar HbA1c

    setinggi 1% mencerminkan peningkatan rata-rata glukosa darah 2,0 mmol/L (35

    mg/dL).

    g. OGTT (puasa) 146 mg/dL = Tinggi (70 110 mg/dL (3,9 6,1

    mmol/L))

    h. OGTT (2 jam post prandial) 246 mg/dL

    OGTT memerlukan puasa minimal 8 jam sebelum ujian. Tingkat glukosa plasma

    diukur segera sebelum dan 2 jam setelah seseorang minum cairan yang mengandung

    75 gram glukosa yang dilarutkan dalam air. Hasil dan interpretasi diperlihatkan pada

    Tabel. Jika kadar glukosa darah adalah antara 140 dan 199 mg / dL 2 jam setelah

    minum glukosa (TGT). Setelah TGT, seperti memiliki IFG, berarti seseorang memiliki

    peningkatan risiko diabetes tipe 2. Tingkat glukosa 2 jam 200 mg / dL atau lebih,

    dikonfirmasi dengan mengulang uji pada hari lain, berarti seseorang telah menderita

    diabetes.

    Hasil Glukosa Plasma 2 jam (mg/dL) Diagnosa

    < 139 Normal

    17

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    18/53

    140 199 Pre-diabetes

    > 200 Diabetes

    i. Total Protein 7,7 g/dL = Normal (2 55 tahun = 5 8 g/dL)

    j. Albumin 4,8 g/dL = Normal (3,2 5,2 g/dL)

    k. Globulin 2,9 g/dL = Normal (2 3,5 g/dL)

    l. Kreatinin 0,6 mg/dL = Normal (0,5 1,5 mg/dL)

    m. Sodium 138 mmol/l = Normal (135 145 mmol/l)

    n. Potasium 3,6 mmol/l = Normal (3,5 5,2 mmol/l)

    o. Total Cholesterol 270 mg/dL = Tidak Normal (

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    19/53

    Simbol Warna Nilai (%)

    Negatif Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-

    hijauan agak keruh

    (+) Hijau kekuning-kuningan dan keruh 0,5 1(++) Kuning keruh 1 1,5

    (+++) Jingga atau warna lumpur keruh 2 3,5

    (++++) Merah keruh >3,5

    Obesitas mengacu pada hiperglikemi akibat resistensi insulin (DM tipe 2) kadar

    glukosa di ECF tinggi kompensasi tubuh sbg homeostasis akibat viskositas >>

    pengeluaran glukosa melalui urin

    Reduction : +2, menunjukkan glycosuria akibat hyperglycemia yang melebihi renal

    threshold (lebih dari ambang batas tubulus ginjal yaitu 170 mg/dL).

    Mikroalbuminuria (+)

    Jawab :

    Mikroalbuminuria merupakan penanda awal dari nefropati diabetik dan merupakan

    gambaran adanya disfungsi endotel. Mikroalbuminuria merupakan refleksi adanya

    disfungsi endotel pada penderita DM. Nathan dkk. memperlihatkan hubungan antara

    mikroalbuminuria dengan komplikasi vaskuler Mikroalbuminuria selain penanda

    terjadinya gangguan membran basal glomerulus juga dapat menjadi peramal progresifitas

    penyakit kearah terjadinya nefropati klinik. Mikroalbuminuria tidak hanya

    memprediksikan kerusakan ginjal tetapi juga kerusakan kardiovaskuler.

    Mikroalbuminuria merupakan penanda terjadinya gangguan endotel pembuluh darah

    secara sistemik

    7. a. Apa diagnosis pada kasus diatas ?

    Jawab :

    Sesuai dengan hasil anamnesis dan juga pemeriksaan fisik ditambah pemeriksaan

    laboratorium maka dapat disimpulkan bahwa Tn.B mengalami sindroma metabolik

    dengan faktor risiko DM tipe 2, hipertensi (130/85), obesitas sentral dengan lingkar

    perut 120 cm.

    19

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    20/53

    b. Apa gold standar pemeriksaan pada kasus diatas ?

    Jawab :

    Untuk mendeteksi Sindrom metabolik perlu dilakukan:

    Pemeriksaan Fisik : Lingkar Pinggang atau lingkar perut, lingkar panggul,

    IMT dan Tekanan Darah

    Cara Pengukuran Lingkar Perut:

    1. Jelaskan pada pasien tujuan pengukuran lingkar perut dan tindakan apa saja yang

    akan dilakukan dalam pengukuran.

    2. Untuk pengukuran ini pasien diminta dengan cara yang santun untuk membuka

    pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk

    terakhir pasien untuk menetapkan titik pengukuran.

    3. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.

    4. Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.

    5. Tetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung

    lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat

    tulis.

    6. Minta pasien untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi

    normal).

    7. Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah kemudian

    secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah

    diawal pengukuran.

    8. Apabila pasien mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran mengambil

    bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi.

    9. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati angka 0,1cm.

    Cara Pengukuran Lingkar Pinggul

    Pengukuran menggunakan pita pengukuran yang terbuat dari plastik

    Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pakaian yang paling tipis

    Pengukuran dimulai dengan menetapkan bagian pinggul responden yang paling lebar

    dan tandai bagian tersebut

    20

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    21/53

    Pengukuran dimulai dari satu sisi bagian pinggul responden yang paling lebar, lalu

    melingkar kearah sisi panggul lainnya secara sejajar horizontal

    WAIST-HIP RATIO (WHR)

    Perbandingan dari ukuran lingkar pinggang (waist circumference) dan ukuran lingkar

    panggul (hip circumference) disebut sebagai waist-hip ratio. Bila WHR 0,95 atau lebih

    pada pria dan 0,8 atau lebih pada wanita, maka orang tersebut masuk kategori

    obesitas.

    LP dan WR erat hubungannya dengan kecenderungan seorang terkena diabetes.

    Semakin tinggi ukuran LP dan WHR seseorang, maka semakin mudah ia menjadi

    pengidap diabetes.

    Indeks Massa Tubuh

    Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia

    Pasifik

    Klasifikasi obesitas

    Klasifikasi IMT

    Berat badan

    kurang

    Kisaran normal

    Berat badan

    lebih

    Beresiko

    Obese I

    Obese II

    23,0

    23,0-24,9

    25,0-29,9

    >30,0

    Pemeriksaan Laboratorium : Glukosa Darah, Kolesterol HDL, Trigliserida,

    Adiponektin

    c. Bagaimana pencegahan dan tatalaksana pada kasus ini ?

    Jawab :

    Pencegahan :

    Olahraga yang teratur

    Makan makanan yang sehat, kurangi makanan yang mengandung lemak

    jenuh dan perbanyak makan buah-buahan dan sayuran.

    Jangan merokok

    21

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    22/53

    Penatalaksanaan :

    Penatalaksanaan sindrom metabolik ini bertujuan untuk menurunkan risiko penyakit

    kardiovaskular aterosklerosis dan diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang belum

    diabetes. Penatalaksanaan sindrom metabolik tediri atas dua pilar, yaitu tatalaksana

    penyebab (berat badan lebih/obesitas dan inaktivasi fisik) serta tatalaksana faktor

    risiko lipid dan non lipid.

    The National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III

    (NCEP-ATP III) mendapatkan bahwa sindrom metabolik merupakan indikasi untuk

    dilakukan intervensi terhadap gaya hidup yang ketat, meliputi :

    1. Diet Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL

    kolesterol pada pasien dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi

    dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated fatty

    acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik rendah.

    Perubahan diet spesifik ditujukan terhadap aspek-aspek tertentu dari sindrom metabolik

    seperti :

    - Mengurangi asupan lemak jenuh untuk menurunkan resistensi insulin

    - Mengurangi asupan garam untuk menurunkan tekanan darah

    - Mengurangi asupan karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi untuk menurunkan

    kadar glukosa darah dan trigliserida

    - Diet yang banyak mengandung buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, lemak tak

    jenuh dan produk-produk susu rendah lemak bermanfaat pada sebagian besar pasien

    dengan sindrom metabolik.

    2. Latihan fisik Terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam ototrangka. Penurunan berat badan 5-10% sudah dapat memberikan perbaikan profil

    metabolik. Demikian pula peningkatan aktifitas fisik dan pengurangan asupan kalori akan

    memperbaiki abnormalitas sindrom metabolik.

    3. Intervensi farmakologik

    - Penurunan berat badan, obat yang bisa digunakan dalam menurunkan berat badan

    adalah sibutramin dan orsilat. Cara kerjanya di sentral memberikan efek mengurangi

    asupan energi dengan efek mempercepat rasa kenyang dan mempertahankan

    pengeluaran energi.

    22

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    23/53

    - Hipertensi, untuk menurunkan tekanan darah dan bermanfaat khusus untuk faktor

    risiko kardiovaskular adalah valsatran yang merupakan penghambat reseptor

    angiotensin, dapat mengurangi mikroalbuminuria yang diketahui sebagai faktor risiko

    independen kardiovaskular. Selain itu, ACE Inhibitor juga digunakan untuk

    menurunnkan tekanan darah dan jugauntuk menurunkan resistensi insulin serta

    mencegah DM tipe 2.

    - Intoleransi glukosa, terapi farmakologi yang dapat digunakan adalah golongan

    tiazolidindion dan metformin. Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tapi

    persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan

    metformin dapat menurunkan kadar lemak bebas. Penggunaan metformin dapat

    mengurangi progresi diabetes 31% dan efektif untuk pasien muda dengan obesitas.

    - Dislipidemia, terapinya dengan gemfibrozil yang tidak hanya memperbaiki profil lipid,

    tetapi juga secara bermakna menurunkan risiko kardiovaskular. Fenofibrat secara

    khusus digunakan untuk menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL,

    telah menunjukkan perbaikan profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko

    karddiovaskular. Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki kadar trigliserida,

    kolesterol HDL, dan LDL.

    - Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar C-reactive protein dan

    memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit

    kardiovaskular.

    - Mempertahankan kadar glukosa darah normal (rencana diet, latihan fisik)

    - Metformin : menurunkan produksi gula hepatic, menurunkan absorbsi gula pada usus,

    meningkatkan kepekaan insulin (khusunya dihati) Pemberian : terapi

    tunggal pertama dengan dosis 500-1700 mg/hari.

    d. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?

    Jawab :

    Jika ditangani dengan baik, dapat bertahan hidup seperti orang normal. Jika tidak

    ditangani dengan baik akan mengalami gagal ginjal kronik, penyakit kardiovaskuler,

    stroke, dan meninggal lebih cepat.

    e. Apa Kompetensi Dokter Umum ( KDU ) pada kasus ini ?

    Jawab :

    23

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    24/53

    Tingkat Kemampuan 1

    Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini

    ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik

    ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini

    mengindikasikan overview level. Bila menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini

    dan menduga penyakitnya, Dokter segera merujuk.

    Tingkat Kemampuan 2

    Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

    pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

    laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke

    spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.

    Tingkat Kemampuan 3

    Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

    pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

    laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi

    pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

    Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

    pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

    laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi

    pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

    Tingkat Kemampuan 4

    Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

    pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

    laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu

    menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

    Pada skenario ini dokter berada pada tingkat kemampuan 4, yaitu dokter dapat

    membuat diagnosis klinik, melakukan pemeriksaan laboratorium, dan bertindak

    dengan mandiri.

    Keterkaitan Antar Masalah :

    24

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    25/53

    LEARNING ISSUE

    25

    DislipidemiaObesitas Resiko

    DM ti e

    Sindrome

    Mudah Cepat Sering Kesemutan dan

    gatal-gatal

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    26/53

    1. Sindrom metabolikJawab :

    Sindrom Metabolik atau Sindrom X merupakan kumpulan dari faktor-faktor risiko untuk

    terjadinya penyakit kardiovaskular yang ditemukan pada seorang individu. Faktor-faktor

    risiko tersebut meliputi dislipidemia, hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan obesitas

    abdominal/sentral. The National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III

    (NCEP-ATP III) mendapatkan bahwa sindrom metabolik merupakan indikasi untuk dilakukan

    intervensi terhadap gaya hidup yang ketat, meliputi diet, latihan fisik dan intervensi

    farmakologik. Penurunan berat badan secara bermakna dapat memperbaiki semua aspek dari

    sindrom metabolik. Demikian pula peningkatan aktifitas fisik dan pengurangan asupan kalori

    akan memperbaiki abnormalitas sindrom metabolik. Perubahan diet spesifik ditujukan

    terhadap aspek-aspek tertentu dari sindrom metabolik seperti :

    Mengurangi asupan lemak jenuh untuk menurunkan resistensi insulin

    Mengurangi asupan garam untuk menurunkan tekanan darah

    Mengurangi asupan karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi untuk

    menurunkan kadar glukosa darah dan trigliserida

    Diet yang banyak mengandung buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian,

    lemak tak jenuh dan produk-produk susu rendah lemak bermanfaat pada

    sebagian besar pasien dengan sindrom metabolik.

    Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi :

    i. Resistensi insulin

    ii. Obesitas abdominal/sentral

    iii. Hipertensi

    iv. Dislipidemia :

    v. Peningkatan kadar trigliserida

    vi. Penurunan kadar HDL kolesterol

    Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang dapat

    menimbulkan peningkatan kadar C-reactive protein, disfungsi endotel, hiperfib-rinogenemia,

    peningkatan agregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asam urat,

    mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol.Prevalensi Sindrom Metabolik

    bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan

    data dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994),

    26

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    27/53

    prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari

    16% pada laki2 kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik

    meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Sindrom metabolik juga merupakan

    prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari. Etiologi Sindrom Metabolik

    belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari

    sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan

    timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang

    atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga

    dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan

    menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan

    bahwa terjadi perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu

    studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol didalam

    serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin

    dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis

    hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stres akan menyebabkan terbentuknya

    hubungan antara gangguan psikososial dan infark miokard.

    Evaluasi KlinisTerhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik hendaklah dilakukan

    evaluasi klinis, yang meliputi :

    Anamnesis, tentang :

    vii. Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya.

    viii. Riwayat adanya perubahan berat badan.

    ix. Aktifitas fisik sehari-hari.

    x. Asupan makanan sehari-hari Pemeriksaan fisik, meliputi :

    xi. Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah

    xii. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) ,

    menggunakan rumus :

    Berat badan (kg)

    Tinggi badan (m)2

    27

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    28/53

    xiii. Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang

    lebih baik terhadap risiko kardiovaskular daripada

    pengukuran waist-to-hip ratio.

    Pemeriksaan laboratorium, meliputi :

    xiv. Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.

    xv. Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis

    model assessment) untuk menilai resistensi insulin secara

    akurat biasanya hanya dilakukan dalam penelitian dan tidak

    praktis diterapkan dalam penilaian klinis.

    xvi. Highly sensitive C-reactive protein

    xvii. Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya

    NASH.

    xviii. USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty

    liver karena kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa

    adanya gangguan faal hati.

    Penatalaksanaan

    1. Latihan Fisik

    Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh, dan

    merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan

    kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap

    sensitivitas insulin terjadi dalam 24 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari. Kombinasi

    latihan fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Denganmenggunakan dumbbell ringan dan elastic exercise bandmerupakan pilihan terbaik untuk

    latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari juga

    terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi

    jumlah kalori yang dibutuhkan.

    2. Diet

    Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko penyakit

    kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database mendukung peranan

    28

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    29/53

    intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari suatu studi

    besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan penurunkan

    tekanan darah. Hasil-hasil dari studi klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2 tahun

    menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan menurunkan

    angka kematian total.

    The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation

    and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) merekomendasikan tekanan darah sistolik

    antara 120 139 mmHg atau diastolik 80 89 mmHg sebagai stadium pre hipertensi,

    sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan pada stadium ini untuk mencegah

    penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension

    (DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggi karbohidrat terbukti

    mengalami penurunan tekanan darah yang berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat

    badan.

    Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegah

    kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary Artery Risk

    Development in Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk-produk rendah lemak

    dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna. Diet rendah

    lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar HDL

    kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau

    meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien dengan diet rendah lemak, asupan

    karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak tak

    jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai

    indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola dietMediterrania yang terbukti dapat

    menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular. Suatu studi menunjukkan adanya korelasi

    antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-bijian dan kentang. Para penelitimerekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan dan sayuran untuk

    menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.

    Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makanan yang

    mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang banyak mengandung

    serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar glukosa post

    prandial dan insulin.

    3. Edukasi

    29

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    30/53

    Dokter keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan pasien dengan Sindrom

    Metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang gaya hidup pasien serta

    hambatan yang dialami mereka dalam usaha memodifikasi gaya hidup tersebut. Dokter

    keluarga juga diharapkan dapat mengetahui pengetahuan pasien tentang hubungan gaya hidup

    dengan kesehatan, yang kemudian memberikan pesan2 tentang peranan diet dan latihan fisik

    yang teratur dalam menurunkan risiko penyulit dari Sindrom Metabolik. Dokter keluarga

    hendaklah mencoba membantu pasien mengidentifikasi sasaran jangka pendek dan jangka

    panjang dari diet dan latihan fisik yang diterapkan. Pertanyaan-pertanyaan seperti :

    Bagaimana pendapat anda apakah diet dan latihan fisik yang diterapkan dapat mempengaruhi

    kesehatan anda ? atau Permasalahan apa yang anda hadapi dalam mencoba menerapkan

    perubahan diet atau aktifitas fisik ? , dapat membantu dokter keluarga dalam menerapkan

    langkah2 berikutnya terhadap masing2 pasien. Jawaban pasien hendaklah dicatat dalam rekam

    medik dan direview pada kunjungan berikutnya. Hal ini dapat membantu dokter

    mengidentifikasi adanya hambatan2 dalam menerapkan perubahan gaya hidup.

    4. Farmakoterapi

    Terhadap pasien-pasien yang mempunyai faktor risiko dan tidak dapat ditatalaksana hanya

    dengan perubahan gaya hidup, intervensi farmakologik diperlukan untuk mengontrol tekanan

    darah dan dislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar C-reactive

    protein dan memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit

    kardiovaskular. Intervensi farmakologik yang agresif terhadap faktor-faktor risiko telah

    terbukti dapat mencegah penyulit kardiovaskular pada penderita DM tipe 2.

    2. DM tipe IIJawab :

    Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis

    termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

    Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi 2:

    a. Diabetes Metlitus tipe I :

    Diabetes mellitus tipe I adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara

    genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap

    30

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    31/53

    perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Manifestasi klinis

    diabetes mellitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak.1

    b. Diabetes Melitus tipe II

    Diabetes mellitus tipe II ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja

    insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor

    permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang

    menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan

    transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien diabetes tipe II

    terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini

    dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran

    sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan

    reseptor insulin intrinsic. Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu

    kerja insulin. Pada akhirnya timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya

    jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan

    euglikemia.

    A. Etiologi

    Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak

    Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan

    resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk

    merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

    produksi glukosa oleh hati. Sel ? tidak mampu mengimbangi resistensi insulin

    ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini

    terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada

    rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti selpankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran,

    2001).

    B. Faktor risiko

    Faktor risiko seseorang terkena DM:

    a. Individu dengan IMT 25kg/m2

    b. Aktivitas fisik kurang

    c. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama

    31

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    32/53

    d. Masuk kelompok etnik risiko tinggi(African American, Latino, Native American,

    Asian American, Pasific Islander)

    e. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat 4000 gram atau riwayat

    diabetes gestational

    f. Hipertensi(tekanan darah 140/90 mmHg)

    g. Kolesterol HDL < 35mg/dL atau trigliserida 250 mg/dL

    h. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium

    i. Riwayat toleransi Glukosa terganggu

    j. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin(obesitas, acanthosis

    nigricans)

    k. Riwayat penyakit kardiovaskular

    C. Patofisiologi

    Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan

    dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya

    insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat

    terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada

    diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian

    insuliin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

    jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mence -gah terbentuknya glukosa

    dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada

    penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini ter-jadi akibat sekresi insulin

    yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal

    atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi pe-ningkatan kebutuhan akan

    insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipeII.Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa

    aterosklerosis.

    D. Tatalaksana

    1) Nonfarmakologis

    Strategi terapi nonfarmakologis untuk diabetes melitus tipe 2 adalah dengan diet,

    gerak badan, dan mengubah pola hidup (misalnya dengan berhenti merokok, bagi

    penderita yang merokok). Diet dilakukan terlebih pada pasien yang kelebihan berat

    32

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    33/53

    badan. Makanan juga dipilih secara bijaksana, terutama pembatasan lemak total dan

    lemak jenuh untuk mencapai normalitas kadar glukosa darah, dan juga hindari makan

    makanan yang banyak mengandung gula berlebih. Gerak badan secara teratur dapat

    dilakukan, yaitu seperti jalan kaki, bersepeda, atau olahraga. Berhenti untuk tidak

    merokok, karena nikotin dapat mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa oleh

    sel.

    2) Farmakologis

    Pada saat ini terdapat 5 macam kelas obat hipoglikemik oral untuk pengobatan DM

    tipe II, yaitu sulfonilurea, biguanid, meglitinid, -glukosidase inhibitor, dan agonis

    receptor (thiazolidin atau glitazon). Obat hipoglikemik oral diindikasikan untuk

    pengobatan pasien DM tipe II yang tidak mampu diobati dengan melakukan diet dan

    aktivitas fisik. Biguanid dan thiazolidinedion dikategorikan sebagai sensitizer insulin,

    dengan cara menurunkan resistensi insulin. Sulfonilurea dan meglitinid dikategorikan

    sebagai insulin secretagogues karena kemampuannya merangsang pelepasan insulin

    endogen.

    Contoh :

    a) Sulfonilurea : sulfonilurea generasi pertama (acetohexamid, clorproramid,

    tolbutamid, talazamid) dan generasi kedua (glimepirid, gilipizie, dan

    glibenklamid)

    b) Meglitinid : nateglinid, repaglinid

    c) Biguanid : metformin

    d) Thiazolidinedion : pioglitazon dan resiglitazon

    e) Alfa glukosidase inhibitor : acarbose dan miglitol.

    f) Sulfonilurea dan biguanid tersedia paling lama dan secara tradisional

    merupakan pilihan pengobatan awal untuk diabetes tipe 2.

    E. Komplikasi

    Komplikasi diabetes Mellitus adalah sebagai berikut (Mansjoer, 1999) :

    a. Komplikasi akut

    i. Kronik hipoglikemia

    ii. Koma hiperosmolar nonketotik untuk DM Tipe II

    b. Komplikasi kronik

    33

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    34/53

    i. Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pem -buluh

    darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembu -luh darah otak

    ii. Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retino -pati

    diabetik dan nefropati diabetic\

    iii. Neuropati diabetic

    iv. Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran

    kemih

    v. Ulkus diabetikum

    3. Obesitas sentralJawab :

    Obesitas sentral merupakan kondisi kelebihan lemak yang terpusat pada daerah

    perut (intra-abdominal fat). Laki-laki dan perempuan yang mengalami obesitas

    sentral mempunyai tekanan darah sistol dan diastol, kolesterol total, kolesterol

    LDL, dan triasilgliserol rata-rata tinggi, serta kolesterol HDL rendah. Ukuran

    lingkar perut (waist circumference) berhubungan dengan kadar insulin, leptin,

    tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C. Perempuan

    dengan lingkar perut > 80 cm memiliki konsentrasi leptin, tekanan darah diastol,

    trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C lebih tinggi. Menurut WHO (2000),

    jaringan lemak visceral (intra-abdominal fat) memiliki sel per unit massa lebih

    banyak, aliran darah lebih tinggi, reseptor glucocorticoid (kortisol) dan androgen

    (testosterone) lebih banyak dan katecholamine lebih besar dibandingkan dengan

    jaringan lemak bawah kulit (subcutaneous adipose).jaringan lemak intra-

    abdominal berhubungan linier dengan enam faktor risiko metabolik , seperti

    tekanan darah sistol, tekanan darah diastol, glukosa darah, kolesterol HDL,

    trigliserida serum, dan plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) plasma.

    Dampak Obesitas Sentral

    Beberapa penelitian sebelumnya menemukan tingginya dampak obesitas sentral

    terhadap risiko kesehatan. Obesitas sentral berdampak terhadap peningkatan risiko

    risiko hipertensi, dislipidemia, diabetes, dan sindrom metabolik pada laki-laki dan

    perempuan. Obesitas sentral juga berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler dan

    penyakit jantung koroner,dampak obesitas sentral terhadap penyakit jantung koroner

    berkaitan dengan dua mekanisme, yaitu mekanisme langsung melalui efek metabolik

    34

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    35/53

    protein yang disekresikan oleh jaringan lemak seperti interleukin (IL) 1, IL 6, TNF-

    adiponektin dan masih banyak protein lainnya terhadap endotel pembuluh darah, dan

    efek tidak langsung akibat faktorfaktor lain yang muncul sebagai risiko penyakit

    kardiovaskuler akibat dari obesitas sentral tersebut. Obesitas sentral lebih

    berhubungan dengan sindrom metabolik.Obesitas sentral dapat digunakan sebagai

    prediktor risiko diabetes tipe dua dan batu empedu. WHO (2000) menyatakan,

    obesitas meningkatkan risiko terjadinya penyakit degeneratif seperti penyakit

    kardiovaskuler, sindrom metabolik, gangguan toleransi glukosa, diabetes tipe 2,

    hipertensi, batu empedu, dislipidemia, susah napas, sleep apnoea, hyperuricaemia,

    gout, ketidaknormalan produksi hormon, polysistic ovary syndrome, ketidaksuburan,

    masalah psikososial, dan beberapa tipe kanker.

    Pengukuran Obesitas Sentral

    Pengukuran sederhana yang dapat digunakan untuk mendeteksi obesitas

    sentral, yaitu: lingkar perut, rasio pinggang panggul (waist hip ratio), WCR (waist

    chest ratio), dan WHtR (waist to-height-ratio). Pengukuran lingkar perut merupakan

    suatu parameter yang menyediakan perkiraan ukuran lemak tubuh yang mengumpul

    di perut. lingkar perut lebih baik dalam mengukur obesitas sentral daripada WHtR

    sebagai prediksi risiko diabetes tipe 2.

    Kriteria obesitas sentral adalah lingkar perut >100 cm pada laki-laki dan >80 cm

    pada perempuan. Adapun kriteria obesitas sentral di wilayah Asia Pasifik adalah

    lingkar perut 90 cm pada laki-laki dan 80 cm pada perempuan (WHO 2000).

    Faktor Risiko Obesitas sentral

    Penyebab utama masalah obesitas adalah lingkungan dan perubahan

    perilaku. Peningkatan proporsi lemak dan peningkatan densitas energi dalam diet,

    penurunan level aktivitas fisik dan peningkatan perilaku sedentary, merupakan faktor

    utama yang dapat meningkatkan berat badan pada populasi. Genetik, faktor biologi

    dan faktor individu lain seperti penghentian merokok kelamin, dan umur saling

    berinteraksi mempengaruhi peningkatan berat badan (WHO 2000).

    Umur

    Umur merupakan faktor risiko obesitas sentral yang tidak dapat diubah. Seiring dengan35

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    36/53

    bertambahnya umur, prevalensi obesitas sentral mengalami peningkatan Peningkatan umur akan

    meningkatkan kandungan lemak tubuh total, terutama distribusi lemak pusat , prevalensi

    obesitas sentral meningkat sampai dengan umur 44 tahun dan menurun kembali pada umur 45-

    54 tahun. Prevalensi obesitas sentral ditemukan lebih tinggi pada sampel dengan umur lebih tua

    Pada umur lebih tua terjadi penurunan massa otot dan perubahan beberapa jenis hormon yang

    memicu penumpukan lemak perut. pada umur 40-59 tahun seseorang cenderung obesitas

    dibandingkan dengan umur yang lebih muda. Hal ini diduga karena lambatnya metabolisme,

    kurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering. Selain itu, orang

    tua biasanya tidak begitu memperhatikan ukuran tubuhnya.

    Jenis Kelamin

    Prevalensi obesitas umum dan obesitas sentral lebih tinggi pada perempuan dibandingkan

    dengan laki-laki. Obesitas sentral lebih umum dijumpai pada perempuan . Tingginya prevalensi

    obesitas pada perempuan menunjukkan bahwa kelebihan lemak pusat lebih banyak terdapat

    pada perempuan). tingginya prevalensi obesitas sentral pada perempuan dibandingkan dengan

    laki laki karena adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik dan asupan energi pada lakilaki dan

    perempuan. lemak perut lebih tinggi pada perempuan yang lebih tua daripada laki-laki muda.

    Jaringan adiposa meningkat dengan bertambahnya umur, perempuan cenderung lebih berisiko

    obesitas sentral, terutama setelah menopause. Perempuan postmenopause memiliki persentase

    lemak perut, kolesterol total, dan trigliserida yang tinggi. Seiring dengan bertambahnya umur

    dan efek menopause, pada perempuan akan terjadi peningkatan kandungan lemak tubuh,

    terutama distribusi lemak tubuh pusat . Perempuan mengontrol kelebihan energi sebagai lemak

    simpanan, sedangkan laki-laki menggunakan kelebihan energinya untuk mensintesis protein.

    Pada perempuan, pola penggunaan energi untuk keseimbangan energi positif dan deposit lemak

    disebabkan oleh dua alasan. Pertama, penyimpanan lemak jauh lebih efisien daripada protein.

    Kedua, penyimpanan energi sebagai lemak akan berperan pada rendahnya rasio jaringan bebas

    lemak dengan jaringan lemak dengan hasil tidak meningkatnya RMR (Resting Metabolite Rate)

    pada kecepatan yang sama sebagai massa tubuh (WHO 2000).

    Kebiasaan Merokok

    merokok dapat meningkatkan resisten insulin dan berhubungan dengan akumulasi lemak

    dan berhubungan negatif dengan peningkatan berat badan (IMT) tetapi positif berhubungan

    dengan lingkar perut pada laki-laki. Merokok dalam jangka waktu lama berpengaruh pada

    36

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    37/53

    obesitas sentral daripada obesitas umum. Perokok menurunkan 0.68 cm lingkar perut,

    sedangkan mantan merokok berhubungan dengan peningkatan 1.98 cm lingkar perut .

    Mekanisme biologi antara merokok dengan pola distribusi lemak tidak jelas. Meskipun perokok

    memiliki nilai rata-rata IMT yang lebih rendah daripada bukan perokok, perokok memiliki

    profil distribusi lemak yang mencerminkan konsekuensi metabolik merokok dengan lebih

    tingginya lemak pusat .Mantan perokok berpeluang mengalami obesitas lebih tinggi

    dibandingkan dengan perokok dan bukan perokok. Hal ini disebabkan oleh efek ganda merokok

    yaitu merokok meningkatkan pengeluaran energi dan menurunkan nafsu makan, dan kedua efek

    akan hilang pada mantan perokok. Pada perempuan, setelah 30 hari penghentian merokok, RMR

    16% lebih rendah daripada ketika masih merokok sehingga dapat menyebabkan peningkatan

    berat badan sebagai efek menurunnnya RMR dan peningkatan asupan energi. Sejumlah studi

    menunjukkan bahwa seseorang yang menghentikan kebiasaan merokoknya kelihatan meningkat

    berat badannya. Hal ini diduga karena peningkatan asupan energi dan penurunan pengeluaran

    energi, penurunan aktivitas fisik, perubahan oksidasi lemak, dan metabolisme jaringan adiposa

    (seperti aktivitas lipoprotein). Lemak visceral dipengaruhi oleh konsentrasi kortisol. Sedangkan

    perokok memiliki lebih tinggi konsentrasi kortisol plasma daripada orang yang tidak merokok.

    Tingginya konsentrasi kortisol adalah konsekuensi aktivitas sympathetic nervous system yang

    diinduksi oleh merokok. Massa lemak visceral meningkat ketika konsentrasi estrogen menurun

    dan konsentrasi testosteron meningkat. Rendahnya estrogen, kelebihan androgen, dan

    peningkatan testosteron pada perempuan berhubungan dengan akumulasi lemak visceral. Pada

    laki-laki lemak visceral meningkat dengan penurunan testosteron. Sementara testosteron pada

    laki-laki menurun dengan merokok.

    Aktivitas Fisik

    Aktivitas fisik merupakan upaya pencegahan peningkatan berat badan dan secara

    signifikan berkontribusi untuk menurunkan berat badan dalam jangka panjang dan mengurangi

    risiko kesehatan yang berhubungan dengan penyakit kronis Beberapa penelitian sebelumnya

    menemukan bahwa penurunan aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan lingkar perut.

    Rendahnya aktivitas fisik berhubungan positif dengan obesitas pada perempuan tetapi tidak

    pada laki-laki. Aktivitas fisik secara nyata memodifikasi efek dari faktor genetik seseorang.

    Latihan tingkat berat dapat menghindarkan penumpukan lemak yang bertambah seiring dengan

    umur. aktivitas fisik berat lebih dari 0.5 jam/hari menurunkan 0.91 cm lingkar perut. Aktivitas

    fisik menurunkan obesitas sentral melalui penggunaan lemak dari daerah perut, sebagai hasil

    37

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    38/53

    redistribusi jaringan adiposa. Jumlah energi yang dikeluarkan pada waktu melakukan aktivitas

    fisik tergantung dari durasi, waktu, dan frekuensi (WHO 2000). WHO (2003) menyarankan

    untuk melakukan aktivitas fisik sedang per hari selama 30 menit.

    Konsumsi minuman beralkohol

    Laki-laki dan perempuan yang mengonsumsi sejumlah minuman beralkohol memiliki

    lingkar perut yang lebih besar setelah 10 tahun. Terdapat perbedaan hubungan antara tipe

    minuman beralkohol dengan lingkar perut. Konsumsi beer meningkatkan lingkar perut pada

    laki-laki dan perempuan setelah 10 tahun. Adapun konsumsi wine pada laki-laki berfluktuasi,

    sedangkan pada perempuan tidak berhubungan. Namun, terdapat kecenderungan rendahnya

    lingkar perut pada laki-laki dan perempuan yang mengonsumsi sejumlah besar wine setelah 10

    tahun. Spirit meningkatkan risiko obesitas pada laki-laki dan perempuan asupan beer

    berhubungan positif dengan obesitas sentral pada laki-laki dan negatif pada perempuan. Efek

    beer kuat pada laki-laki yang bukan perokok daripada laki-laki perokok. Tingginya asupan

    minuman beralkohol, tidak konsisten berhubungan dengan IMT. Mungkin, minuman beralkohol

    berhubungan dengan obesitas sentral melalui mekanisme non energi, seperti pengaruhnya

    terhadap hormon steroid yang meningkatkan simpanan lemak perut. Tingginya asupan minuman

    beralkohol, menyebabkan penurunan konsenstrasi darah testoteron pada lakilaki, dan rendahnya

    sekresi lipid hormon steroid yang menyebabkan akumulasi lemak visceral (Riserus&Ingelsson

    2007).

    Konsumsi Makanan/minuman Manis

    Makanan manis meningkatkan berat tubuh dan lingkar perut. Hubungan ini

    diduga karena kombinasi antara makanan berlemak dengan makanan manis. Diet fruktosa

    berkontribusi pada peningkatan asupan energi dan berat badan. Minuman manis berenergi

    meningkatkan asupan energi yang berlebihan. Mekanisme fisiologi mengapa konsumsi

    makanan manis meningkatkan lemak tubuh melibatkan tingginya densitas energi dan efek

    rasa lezat makanan manis dan efek lemahnya rasa kenyang. Beberapa penelitian cross

    sectional menemukan bahwa tingginya asupan makanan manis berhubungan negatif dengan

    asupan makanan berlemak, sehingga dapat memproteksi obesitas. Hal ini diduga karena

    terdapatnya counfounding seperti umur dan aktivitas fisik.

    Beberapa penelitian cross sectional terdapat hubungan positif, negatif atau tidak

    berhubungan antara asupan minuman manis dan kelebihan berat badan atau obesitas. Demikian

    38

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    39/53

    halnya pada penelitian kohort, juga ditemukan hubungan positif, negatif atau tidak berhubungan

    antara asupan minuman manis dengan obesitas. Terdapatnya hubungan antara konsumsi

    makanan manis dengan obesitas diduga karena kontribusinya terhadap total energi. Minuman

    manis berenergi menghasilkan asupan energi lebih tinggi daripada minuman manis dengan

    pemanis buatan. Penggantian minuman manis berenergi dengan minuman manis dengan gula

    buatan tidak memengaruhi total asupan energi.

    Konsumsi makanan berlemak

    konsumsi makanan berlemak berhubungan dengan obesitas pada laki-laki, namun tidak

    pada perempuan. Konsumsi makanan berlemak dapat meningkatkan lingkar perut dan berat

    tubuh . konsumsi makanan berlemak merupakan faktor yang berhubungan dengan obesitas

    sentral. Asupan lemak memiliki densitas energi lebih tinggi dibandingkan zat gizi makro lain.

    Satu gram lemak menyumbang 9 kilokalori. Efek stimulasi makanan berlemak pada asupan

    energi karena rasa enak di mulut ketika mengonsumsi makanan berlemak. Makanan berlemak

    mengatur sinyal yang mengontrol rasa kenyang dengan cara melemahkan, menunda, dan

    mencegah pada waktu seseorang mengonsumsi makanan berlemak (WHO 2000).

    4. HipertensiJawab :

    Defenisi

    Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 7 adalah klasifikasi untuk orang dewasa umur 18

    tahun. Menurut JNC 7, definisi hipertensi adalah jika didapatkan TDS 140 mmHg atau

    TDD 90 mmHg. Penentuan klasifikasi ini berdasarkan rata-rata 2 kali pengukuran tekanan

    darah pada posisi duduk.

    Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

    39

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    40/53

    Dasar pemikiran adanya kategoni pre-hypertension dalam klasifikasi tersebut oleh karena

    pasien dengan prehypertension berisiko untuk mengalami progresi menjadi hipertensi, dan

    mereka dengan tekanan darah 130-139/80-89 mmHg berisiko dua kali lebih besar untuk

    menjadi hipertensi dibanding dengan yang tekanan darahnya lebih rendah. (Tjokroprawiro,

    2007)

    Klasifikasi

    Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

    1) Hipertensi esensial

    Hipertensi esensial atau hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar

    95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas

    sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan

    Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok,

    serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 50 tahun

    2) Hipertensi sekunder

    Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifik

    diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,

    hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta,

    hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain (Schrier, 2000).

    Faktor Resiko

    Faktor Risiko Kardiovaskuler

    Faktor risiko mayor:

    1. Hipertensi2. Merokok

    3. Obesitas (IMT 30 kg/m2)

    4. Inaktivitas fisik

    5. Dislipidemia

    6. Diabetes mellitus

    7. Mikro albuminuria atau perkiraan GFR < 60 ml/ menit

    8. Umur (lebih dan 55 tahun untuk laki-laki, 65 tahun untuk wanita)

    40

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    41/53

    9. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskuler yang prematur (laki-laki kurang

    dari 55 tahun atau wanita kurang dari 65 tahun).

    Target Organ Damage :

    1. Jantung

    a. Hipertrofi ventrikel kiri

    b. Angina atau infrak miokardium sebelumnya

    c. Revaskularisasi koroner sebelumnya

    2. Otak

    a. Stroke atau transient ischemic attack

    3. Penyakit ginjal kronis

    4. Penyakit arteri perifer

    5. Retinopati.

    Patogenesis Sistem Renin-Angiostensin

    1) Sistem Renin-Angiotensin

    Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi

    renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam

    pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai

    responglomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem

    saraf simpatetik. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

    dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan

    fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang

    diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi

    angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,

    angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II

    berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictormelalui

    dua jalur, yaitu:

    a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.

    ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

    osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang

    diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi

    osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan

    41

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    42/53

    caramenarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga

    meningkatkan tekanan darah.

    b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

    Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur

    volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

    mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali

    dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

    meningkatkan volume dan tekanan darah

    Gejala Klinis

    Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak

    menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan

    penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya

    bersifat tidak spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan

    adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan

    mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat dapat

    mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium,stroke atau gagal ginjal.

    Penatalaksanaan

    a. Penatalaksanaan farmakologis

    Pada gagal ginjal kronis, pemberian diuretik atau ACEI/ARB atau Calcium Channel Blocker

    (CCB) atau Beta Blocker dimungkinkan untuk pengobatan hipertensi secara sendiri-sendiri

    atau kombinasi. Komplikasi terjadinya hiperkalemi pada pemberian ACEI atau Beta Blocker

    atau penurunan fungsi ginjal pada pemberian ACEI harus menjadi perhatian.

    Bila terjadi hiperkalemi atau penurunan fungsi ginjal lebih dan 30%, pemberian obat ini harus

    dihentikan. Sesuai anjuran dan The Seventh Report of the Joint National Comm itee on

    Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), tahun

    2003, tekanan darah sasaran pada gagal ginjal kronik adalah 130/80 mmHg untuk menahan

    progresi penurunan fungsi ginjal, maka tekanan darah diusahakan diturunkan untuk mencapai

    sasaran dengan kombinasi obat-obat di atas.

    b. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet)

    42

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    43/53

    Tujuan dari penatalaksanaan diet :

    a. Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan darah

    menuju normal.

    b. Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral

    c. Menurunkan faktor risiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak, kolesterol

    dalam darah.

    d. Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM (Yogiantoro,

    2006).

    5. DislipidemiaJawab :

    Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan

    maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah

    kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan

    kadar HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting

    dan sangat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan sendiri-

    sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal sebagai Triad Lipid.

    Patogenesis Aterosklerosis dan Hipotesis Lemak

    Aterosklerosis adalah suatu bentuk ateriosklerosis yang terutama mengenai lapisan

    intima dan umumnya terjadi di arteri muskuler ukuran besar dan sedang serta merupakan

    kelainan yang mendasari penyakit jantung iskemik.

    Lesi aterosklerosis diklasifikaiskan alas 3 tahap secara morfologik: bercak

    perlemakan, plak fibrosa, dan lesi terkomplikasi. Sebelum terjadinya bercak perlemakan

    sudah ada gel-gel busa. Bercak perlemakan sudah bisa ditemukan pada usia 10 tahun dan

    meningkat kekerapannya pada usia 30 tahun. Flak fibrosa adalah bentuk lesi yang khas untuk

    aterosklerosis yang sudah berkembang. Lesi terkomplikasi adalah plak fibrosa yang sudah

    mengalami perubahan oleh peningkatan nekrosis sel, perdarahan, deposit kalsium atau

    diquamasi permukaan endotel diatasnya dan pembentukan trombus. Lesi terkomplikasi dapat

    mengakibatkan gangguan aliran di lumen pembuluh darah.

    Faktor yang bertanggung jawab atas penumpukan lipid pada dinding pembuluh darah:

    1. Adanya defek pada fungsi reseptor LDL di membran gel

    2. Gangguan transpor lipoprotein transeluler (endositotoktik)

    43

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    44/53

    3. Gangguan degrasi oleh lisosom lipoprotein

    4. Perubahan permeabilitas endotel

    Tahap awal yang penting pada aterogenesis adalah adanya partikel LDL yang ada dalam

    sirkulasi terjebak di dalam intima. LDL ini mengalami oksidasi atau perubahan lain dan

    kemudian dipindahkan oleh reseptor "Scavenger" khusus pada makrofag dan gel -gel

    mural yang lain. Tidak ada pengendalian umpan balik atas pembentukan reseptor ini dan

    ester-ester kolesterol kemudian berakumulasi didalam gel sehingga membentuk gel busa.

    Set gel busa membentuk bercak perlemakan yang bisa menyebabkan disrubsi pada

    endotelium. Akhirnya faktor pertumbuhan mengakibatkan proliferasi gel dan akhirnya

    lesi aterosklerosis yang lanjut. Hubungan antara Hipotesis infiltrasi lipid dengan luka

    endotel pada perkembangan aterosklerosis ada pada diagram ini.

    Kadar kolesterol total dapat juga menggambarkan kadar kolesterol LDL

    ( tabel 2 ) Kolesterrol Total Kolesterol LDL

    240 mg/dl 160 mg/dl

    200 mg/dl 120 mg/dl

    160 mg/dl 100 mg/dl

    Pada pasien IMA terjadi perubahan plasma lipid, sehingga profil lipid perlu dianalisa denganhati-hati apabila diperiksa pada masa penyembuhan IMA . Kadar trigliserida menjadi nilainya

    lebih tinggi 3 mingu dan kemudian kembali ke nilai semula 6 minggu pasca IMA, sebaliknya

    nilai kolesterol total dan kol-LDL pasca IMA, dan kembali mencapai kadar pra IMA dalam 8-

    12 minggu.

    Pemeriksaan Laboratorium

    Pada pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan

    diagnosa. Parameter yang diperiksa: kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol

    HDL dan trigliserid.

    a. Persiapan

    Sebaiknya subjek dalam keadaan metabolik stabil, tidak ada perubahan berat badan,

    pola makan, kebiasaan merokok, olahraga, minum kopi/alkohol dalam 2 minggu

    terahir sebelum diperiksa, tidak ada sakit berat atau operasi dalam 2 bulan terakhir.

    Tidak mendapat obat yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2 minggu terakhir. Bila

    hal tersebut tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap dilakukan tetapi, dengan disertai

    catatan.

    44

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    45/53

    b. Pengambilan bahan pemeriksaan

    Pengambilan bahan dilakukan setelah puasa 12-16 jam ( boleh minum air putih) .

    Sebelum bahan diambil subyek duduk selama 5 menit

    Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena seminimal

    mungkin.

    Bahan yang diambil adalah serum.

    c. Analis

    Analis kolesterol total dan trigliserida dilakukan dengan metode enzimatik

    Analis kolesterol HDL dan Kol-LDL dilakukan dengan metode presipitasi dan

    enzimatik Kadar kolesterol LDL sebaiknya diukur secara langsung, atau dapat juga

    dihitung menggunakan rumus Friedewaid kalau kadar trigliserida < 400 mg/d, sbb:

    Klasifikasi

    1. klasifikasi fenotipik

    a. klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society)

    Peningkatan

    Lipoprotein Lipid Plasma

    Hyperkolesterolemia LDL Kolesterol >

    200 mg/dl

    Disiplidemia campuran

    (Kombinasi)

    LDL

    +

    VLDL

    Trigliserida >

    200 mg/dl

    +

    Kolesterol >

    240 mg/dl

    Hipertrigliseridemia VLDL Trigliserida >

    200 mg/dl

    Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program)

    Kolesterol Total LDL

    Ideal > 200 mg/dl < 200 mg/dl

    Batas Tinggi 200-239 mg/dl 130-159 mg/dl

    Tingg < 240 mg/dl > 160 mg/dl

    2. Klasifikasi Patogenika. Dislipidemia Primer

    45

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    46/53

    Hiperkolesterolemia poligenik

    Hiperkolesterolemia familial

    Dislipidemia remnant

    Hyperlipidemia kombinasi familial

    Sindroma Chylomicron

    Hypertrriglyceridemia familial

    Peningkatan Cholesterol HDL

    Peningkatan Apolipoprotein B

    b. Dislipidemia Sekunder

    Penilaian Faktor Resiko Menyeluruh

    PKV merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial sehingga semua faktor resiko

    perlu dipertimbangkan dalam upaya pencegahan, baik primer maupun sekunder. Faktor resiko

    tersebut ada yang bisa dimodifikasi seperti: dislipidemia, hipertensi, merokok, obesitas dan

    diabetes melitus, serta yang tidak hiss dimodifikasi seperti: usia jenis kelamin laki-laki,

    riwayat keluarga serta riwayat PKV sebelumnya. Agar pencegahan dapat lebih berhasil maka

    semua faktor resiko yang dapat dimodifikasi harus dikendalikan secara serentak.

    Sehubungan dengan strategi pengelolaan dislipidemia berdasarkan agar kol. LDL

    faktor resiko lain yang perlu diperhatikan meliputi

    a) Faktor resiko positif

    b) Faktor resiko negatif Faktor Positif

    PKV

    Faktor resiko Negatif

    Umur Lk > 45 thn

    Pr > 55 thn

    Riwayat keluarga PKV

    Merokok

    Hipertensi

    Diabetes Melitus

    Kegemukan

    Kol. HDL < 35 mg/dl

    Kol. HDL > 60 mg/dl

    Deteksi Dini dan Evaluasi

    Siapa yang sebaiknya diperiksa ?

    46

  • 7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14

    47/53

    Pemeriksaan penyaring untuk profil lipid dilakukan pada semua orang dewasa berusia diatas

    30 tahun atas anjuran petugas kesehatan atau atas permintaan sendiri. Pemeriksaan selektif

    harus dilakukan pada mereka yang beresiko tinggi untuk terjadinya PKV yaitu:

    Bukti adanya PJK dan atau manifestasi aterosklerosis yang lain

    Riwayat keluarga PJK prematur

    Riwayat keluarga dengan dislipidemia

    Bukti adanya faktor resiko PJK yang lain

    DM

    Hipertensi

    Merokok

    Obesitas ( BMI > 27 kg/m)

    Atau atas permintaan sendiri.

    Pengelolaan Dislipidemia

    I. Umum

    Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologist yang meliputi

    modiflkasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. Tujuan utama terapi diet disini

    adalah menurunkan resiko PKV dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta

    mengembalikan kesimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan

    kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta

    pembatasan asupan kalori

    II. Upaya Non Farmakologist

    Terapi diet

    Terapi diet d