laporan tutorial skenario a blok 14
TRANSCRIPT
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
1/53
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A
BLOK 14
Disusun Oleh:
KELOMPOK VII
Anggota Kelompok:
Annisa Rahmayuni (04111001118)
Azizha Ros Lutfia (04111001063)
Beuty Savitri (04111001031)
Clara Adelia Wijaya (04111001020)
Dwi Novia Putri (04111001053)
Indri Pratiwi (04111001034)
Johannes Lie (04111001038)
Laode M Hidayatulloh (04111001029)
Lidya Kartika (04111001051)
Maghfiroh Rahayu Nindatama (04111001050)
Muhammad Hadley Aulia (04111001052)
Sabrina Sinurat (04111001066)
Sellita Seplana (04111001054)
Tutor: Prof. dr. P.M . Chatar , SpPK (K)
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
2/53
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan
karunia-Nyalah laporan tutorial skenario A blok 14 ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses
belajar tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang
terlibat dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota
kelompok 7 tutorial, dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam
menyelesaikan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam
pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan
kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Penyusun
2
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
3/53
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................1
Kata Pengantar........................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................3
I. Klarifikasi Istilah....................................................................................5
II. Identifikasi Masalah...............................................................................6
III. Analisis Masalah....................................................................................6
IV.Keterkaitan Antar Masalah...................................................................25
V. Learning Issue.......................................................................................26
VI. Kerangka Konsep................................................................................51
VII. Kesimpulan........................................................................................52
Daftar Pustaka....53
3
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
4/53
SKENARIO A BLOK 14 :
Anamnesis :
Tn. B, 35 tahun, mempunyai BB 95 kg dab TB 165 cm , datang ke Poliklinik Khusus
Endokrin & Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah lelah sejak
3 bulan yang lalu. Dia juga mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu
disertai sering buang air kecil di malam hari. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan
gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang lalu. Dari anamnesis diketahui bahwa Tn. B
mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi ( ayah ) dan diabetes ( ibu dan kakek ).
Pemeriksaan Fisik :
Tekanan Darah 160/95 mmHg , acanthosis nigricans , obesitas sentral dengan lingkar perut
120 cm.
Pemeriksaan Laboratorium :
Rutin : Hb 14 g % , Ht 42 % , leukosit 7.600 mm3 , trombosit 165.000/mm3
Gula darah puasa 277 mg/Dl
HbA1C 8,6 %
OGTT ( puasa ) 146 mg/Dl ; ( 2 jam post prandial ) 246 mg/dL
Total Protein 7,7 g/dL
Albumin 4,8 g/dL
Globulin 2,9 g/dL
Ureum 22 mg /dL
Kreatinin 0,6 mg/dL
Sodium 138 mmol/l
Potasium 3,6 mmol/l
Total Cholesterol 270 mg/dL
Cholesterol LDL 210 mg/dL
Cholesterol HDL 38 mg/Dl
Trigliserida 337 mg/Dl
Urinalisis : Urin reduksi +2 , mikroalbuminuria (+)
4
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
5/53
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Endokrin : Berkenaan dengan sekresi internal ; hormonal
2. Acantosis Nigricans : Hiperplasia stratum spinosum epidermis mirip beludru dengan
pigmentasi gelap khususnya di ketiak.
3. Obesitas sentral : Peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan rangka dan
fisik sebagai akibat akumulasi lemak di bagian sentral.
4. Diabetes : Setiap kelainan yang ditandai dengan poliuria biasanya
mengacu pada Diabetes Melitus.
5. HBA1C : Ikatan antara Hb dan glukosa
6. OGTT : Oral Glucose Tolerance Test
7. Urine Reduksi : Test untuk mengetahui terjadinya reduksi pada urine guna
mengetahui ada atau tidaknya glukosa di dalam urine.
8. Mikroalbuminuria : Peningkatan albumin urine yang sangat sedikit.
5
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
6/53
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn B 35 tahun , BB 95 kg dan TB 165 cm mengeluh merasa mudah lelah sejak 3
bulan yang lalu.2. Riwayat perjalanan penyakit :
a. 6 bulan yang lalu mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh
2 bulan yang lalu merasa cepat haus dan lapar disertai sering buang air kecil di
malam hari.
3. Riwayat keluarga :
- Ayah : Hipertensi
- Ibu & kakek : Diabetes
4. Pemeriksaan Fisik
5. Pemeriksaan Laboratorium
6. Urinalisis
III. ANALISIS MASALAH
MASALAH 1
1. Tn B , 35 tahun , BB 95 kg dan TB 165 cm mengeluh merasa mudah lelah sejak 3
bulan yang lalu.
a. Bagaimana IMT dari Tn. B ?
Jawab :
Penilaian Obesitas Berdasarkan Body Mass Index (BMI) Berdasarkan rumus perhitungan
BMI, didapat nilai BMI pasien :
BMI = BB (kg) / TB2 (m) = 95 kg / (1,65 m) = 34,89 kg/m2
Kategori BMI (kg/m2) Resiko Comorbiditas
Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-
masalah klinis lain meningkat)
Batas Normal 18.5 - 24.9
kg/m2Rata-rata
6
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
7/53
Overweight: > 25
Pre-obese 25.0 29.9
kg/m2
Meningkat
Obese I 30.0 -
34.9kg/m2
Sedang
Obese II 35.0 - 39.9
kg/m2
Berbahaya
Obese III > 40.0 kg/m2 Sangat Berbahaya
Tabel klasifikasi berat badan menurut WHO(1998)
Berdasarkan klasifikasi berat badan menurut WHO(1998) maka tingkat obesitas
pasien ini adalah Obesitas tingkat I
b. Apa penyebab Tn. B mudah lelah ? ( sesuai skenario )
Jawab :
Penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi
insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan
dengan cara mengukur lingkar pinggang atau waist to hip ratio.
Mekanismenya :
Resistensi insulin Hiperglikemia sintesis ATP pada otot rangka menurun
mudah lelah.
c. Bagaimana hubungan. Usia dengan gejala ?
Jawab :
Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan
dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and
Nutrition Examination Survey (1988 sampai1994), prevalensi sindrom metabolik
(dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2-laki
kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik
meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk
Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai
berat badan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok
sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik
juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.
7
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
8/53
IPDL :prevalensi sindrom metabolic pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan
pada usia > 50 tahun sebsar 25% .
d. Bagaimana metabolisme :
a. karbohidrat
b. lemak secara normal ?
Jawab :
a. Metabolisme Karbohidrat
Glukosa merupakan bahan bakar utama untuk jaringan tertentu seperti otak dan
sel darah merah. Setelah makan sumber glukosa darah adalah makanan.Hati
mengoksidasi glukosa dan menyimpan kelebihannya sebagai glikogen. Hati juga
menggunakan jalur glikolisis untuk mengubah glukosa menjadi piruvat, yang
menghasilkan karbon untuk sintesis asam lemak.Selama puasa, hati melepaskan
glukosa ke dalam darah, sehingga jaringan yang bergantung pada glukosa tidak
mengalami kekurangan energi. Hormon utama yang mempengaruhi kadar glukosa
dalam darah adalah insulin dan glukagon. Konsentrasi insulin dan glukagon dalam
darah mengatur penyimpanan dan mobilisasi bahan bakar.Insulin yang dikeluarkan
sebagai respons terhadap ingesti karbohidrat, mendorong penggunaan glukosa sebagai
bahan bakar dan penyimpanan glukosa sebagai lemak dan glikogen.Kadar insulin
darah menurun seiring dengan penyerapan dan penggunaan glukosa oleh jaringan.
Glukagon merupakan hormone utama yang melawan kerja insulin, berkurang sebagai
respons terhadap makanan kabohidrat dan meningkat selama puasa.Konsentrasi
glukagon di dalam darah memberi sinyal mengenai tidak adanya glukosa dalam
makanan, dan glukagon mendorong pembentukan glukosa melalui glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Peningkatan kadar glukagon relative terhadap insulin juga
merangsang mobilisasi asam lemak dari jaringan adipose.
Makna fisiologis kerja insulin memperantarai efek supresif glukosa pada sekresi
glukagon tampak jelas pada penderita DM tipe 1 dan DM tipe 2. Walaupun pada
penderita tersebut terjadi hiperglikemia, namun kadar glukagon pada awalnya tetap
tinggi (mendekati kadar puasa) baik karena tidak adanya insulin atau karena resistensi
sel A terhadap efek supresif insulin. Dengan demikian penderita ini mengalami
peningkatan kadar glukagon yang tidak tepat.
8
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
9/53
Pada penderita DM tipe 1 dan DM tipe 2 menunjukkan adanya ketidakmampuan hati
dan otot menyimpan glukosa sebagai glikogen yang ikut berperan dalam
menyebabkan hiperglikemia. Tidak adanya insulin pada penderita DM tipe 1 dan
tingginya kadar glukagon menyebabkan penurunan aktivitas glikogen sintase suatu
enzim yang berperan dalam pembentukan glikogen (glikogenesis). Sintesis glikogen di
otot rangka pada penderita DM tipe 1 terhambat karena tidak adanya transport glukosa
yang dirangsang insulin. Resistensi insulin yang dijumpai pada penderita DM tipe 2
juga menimbulkan efek yang sama.
Intoleransi glukosa pada DM tipe 2 terjadi akibat perlambatan pelepasan insulin dalam
jumlah yang relative setelah makan disertai resistensi otot rangka dan adiposit
terhadap kerja insulin. Hal ini menyebabkan glukoneogenesis yang berlebihan di hati
walaupun kadar glukosa darah meningkat.
Hiperglikemia pada DM mengakibatkan peningkatan fruktosa melalui jalur
poliol.Pada langkah pertama jalur poliol gula direduksi menjadi gula alcohol sorbitol
oleh enzim aldosa reduktase, sorbitol selanjutnya dioksidasi menjadi fruktosa.
b. Metabolisme Lemak
Hampir seluruh lemak dalam diet, dengan pengecualian utama beberapa asam lemak rantai
pendek, diabsorbsi dari usus ke dalam limfe usus.Selama pencernaan, sebagian besar
trigliserida dipecah menjadi monogliserida dan asam lemak.Kemudian, sewaktu melalui sel
epitel usus, monogliserida dan asam lemak disintesis kembali menjadi molekul trigliserida
baru yang masuk ke dalam limfe dalam bentuk droplet kecil yang tersebar yang disebut
kilomikron. Kebanyakan kilomikron dipindahkan dari sirkulasi darah sewaktu melalui kapiler
jaringan adipose atau hati.Keduanya, jaringan adipose dan hati mengandung banyak enzim
lipoprotein lipase.Enzim ini terutama aktif di endotel kapiler tempat enzim menghidrolisistrigliserida dan kilomikron begitu trigliserida melekat pada dinding endotel, sehingga asam
lemak dan gliserol dapat dilepaskan. Sewaktu meninggalkan sel lemak, asam lemak
mengalami ionisasi kuat dalam plasma dan gugus ioniknya segera bergabung dengan molekul
albumin protein plasma.Asam lemak yang berikatan dengan cara ini disebut asam lemak
bebas.
9
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
10/53
Hampir semua lipoprotein dibentuk di hati, yang juga merupakan tempat sebagian
besar kolesterol plasma, fosfolipid, dan trigliserida disintesis.Selain itu, sejumlah kecil
lipoprotein berdensitas tinggi juga disintesis di dalam epitel usus selama absorpsi asam
lemak dari usus.Fungsi utama lipoprotein adalah pengangkutan komponen lipidnya di
dalam darah. Lipoprotein yang berdensitas sangat rendah mengangkut trigliserida yang
disintesis di dalam hati terutama ke jaringan adipose, sedangkan lipoprotein lainnya
terutama penting dalam berbagai tahap transport fosfolipid dan kolesterol dari hati ke
jaringan perifer atau dari jaringan perifer kembali ke hati.
VLDL merupakan zat bakal terbentuknya IDL dan IDL merupakan zat bakal
terbentuknya LDL yang merupakan lipoprotein yang kaya kolesterol. Setiap partikel
LDL berasal dari satu partikel VLDL, sehingga kenaikan VLDL ini akan menyebakan
kenaikan LDL (Murray et al., 2003).
Pada Diabetes Melitus, hiperglikemia yang berkepanjangan meningkatkan lajuperlekatan nonenzimatik glukosa ke berbagai protein di dalam tubuh, suatu proses
yang disebut sebagai glikasi atau glikosilasi protein. Glikasi dapat mengganggu
struktur dan/atau fungsi protein yang terlibat.Glikasi reseptor LDL dan protein dalam
partikel LDL dapat mengganggu kecocokan partikel LDL dengan reseptor spesifiknya.
Akibatnya, LDL dalam darah yang diserap oleh sel berkurang sehingga kadar
kolesterol LDL serum meningkat (Marks et al., 2003).
Peningkatan trigliserida dalam VLDL yang tidak mengalami lipolisis oleh enzim
lipoprotein lipase akan dipindahkan oleh CETP (cholesteryl ester transfer protein) ke
10
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
11/53
dalam LDL, sehingga terjadi peningkatan pembentukan LDL yang kaya trigliserida
yang disebut sebagai small dense LDL. Peningkatan kadar LDL ini memudahkan
terjadinya proses oksidasi pada senyawa penyusun LDL (Goldberg, 2001). LDL yang
mengalami oksidasi tersebut tidak dapat berinteraksi secara baik dengan reseptor LDL,
tetapi akan berikatan dengan reseptor lain yang terdapat pada permukaan membran sel
makrofag dan selanjutnya LDL termodifikasi akan memasuki makrofag. Berbeda
dengan LDL yang masuk melalui reseptor LDL, LDL termodifikasi yang masuk ke
dalam makrofag melalui reseptor khusus ini tak mampu menghambat enzim HMG-
KoA reduktase, sehingga sintesis kolesterol dalam sel itu sendiri tetap
berlangsung.Keadaan ini menyebabkan tertumpuknya kolesterol dalam jaringan dan
merupakan faktor penyebab timbulnya aterosklerosis
MASALAH KEDUA
2. Riwayat perjalanan penyakit :
6 bulan yang lalu mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh
2 bulan yang lalu merasa cepat haus dan lapar disertai sering buang air kecil di
malam hari.
a. Bagaimana Mekanisme :
Polidipsi
Jawab :
Sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik
air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya timbul polidipsia
(rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.
Poliphagi
Jawab :
Resistensi insulin Glukosa plasma yang tinggi, tetapi glukosa sel sedikit Sel
tubuh kekurangan energi dan kalori Rangsangan pusat lapar di hipothalamus
Poliphagi.
Poliuri di malam hari
Jawab :
Resistensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun, sehinggakadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia) , jika hiperglikemia ini parah dan melebihi
11
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
12/53
ambang batas ginjal maka ginjal akan membuang kelebihan tersebut melalui urine atau
yang disebut glikosuria. Glikosuria ini akan menyebabkan terjadinya diuresis osmotic
karena pengenceran glukosa membutuhkan air, maka akan meningkatkan pengeluaran
urin dan terjadilah poliuria.
Kesemutan
Jawab :
Paresthesia disebabkan karena gangguan transduksi saraf dan aliran darah. Pada
penderita diabetes hal ini disebabkan karena neuropati.
Mekanisme : hiperglikemia aktivitas jalur poliol aktifasi aldose reduktase
ubah glukosa menjadi sorbitol membentuk fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase
akumulasi sorbitol hipertonik intrasel sehingga edema saraf hambat
mioinosotol stress osmotic rusak mitokondria gangguan transduksi saraf
Poliol NADPH turun NOS turun NO turun
Hiperglikemia roduksi advance glycosilation end produce toxic rusak semua
protein tubuh dan saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol maka sintessi dan
fungsi NO akan menurun yang berakibat vasodilatasi berkurang , aliran darah ke saraf
menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf terjadilah ND . Semua
hal tersebut menyebabkan penurunan aliran darah ke saraf.
Gatal-gatal
Jawab :
Mati rasa dan gatal pada Mr. B disebabkan telah terjadinya salah satu komplikasi DM,
yaitu neuropati. Pada neuropati terjadi kerusakan saraf perifer akibat hiperglikemi.
Kerusakan saraf perifer ini menyebabkan turunnya sensitifitas atau mati rasa seperti
pada jari tangan, dan terjadinya sensasi gatal. Rasa gatal ini juga terkait adanya
penurunan NGF yang terjadi pada penderita DM. penurunan NGF ini menyebabkan
regulasi neuropeptida substansi P yang memediasi rasa gatal pada kulit menjadi tidak
terkontrol.
Pruritus pada Sistem Endokrin (DM, Hiperparatiroid, Mixedema)
Pada DM terjadi hiperglikemia, sehingga terjadi iritabilitas ujung-ujung saraf dan
kelenjar metabolik di kulit terutama daerah anogenital atau submammae pada wanita.
12
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
13/53
Glikogen sel sel epitel kulit dan vagina meningkat sehingga terjadi diabetes kulit
(URBACH) oleh karena predisposisi berupa dermatitis, kandidiasis, dan furunkulosis.
Pruritus pada diabetes mellitus merupakan keluhan yang sering terdengar, tetapi tidak
selalu ada. Sensasi tersebut tidak hanya disebabkan oleh hiperglikemi, tetapi juga
iritabilitas ujung-ujung saraf dan kelainan-kelainan metabolik dikulit. Pruritus
terutama berlokalisasi pada daerah anogenital (pruritus ani/vulvae/skroti) dan daerah-
daerah intertriginosa (terutama submama pada wanita dengan adipositas). Kadar
glikogen pada sel-sel epitel kulit dan vagina meningkat, hingga menimbulkan
diabetes kulit.
b. Kenapa Tn. B sering buang air kecil di malam hari ?
Jawab :
Sering buang air kecil adalah kompensasi dari gula darah tinggi, karena tubuh
berusaha mengeluarkan kelebihan glukosa dalam darah melalui urin. Gula darah tinggi
ini sering terjadi di pagi hari dan di malam hari. Sering buang air kecil pada malam
hari yang dialam Tn. B ini karena hepar mengeluarkan kelebihan glukosa pada malam
hari, selain itu aktifitas juga berkurang sehingga metabolisme glukosa untuk
menghasilkan energi menurun.
MASALAH KETIGA
3. Riwayat keluarga :
- Ayah : Hipertensi
- Ibu & kakek : Diabetes
a. Bagaimana hubungan factor resiko ( riwayat keluarga ) terhadap gejala
yang dialami Tn. B ? ( Jelaskan mekanisme dan chance-nya ?Jawab :
Diabetes melitus adalah penyakit multifactorial inheritence. Keturunan atau herediter
hanya sebagai faktor predisposisi, yang dipengaruhi oleh lingkungan dan gaya hidup.
Hipertensi yang memiliki predisposisi genetik adalah hipertensi primer.
Apabila seorang wanita memiliki kadar glukosa yang tinggi selama masa kehamilan,
maka fetus akan ikut melakukan proses adaptasi dengan cara meningkatkan kerja
insulin yang dihasilkan sel pulau Langerhans dan kemungkinan bayi dilahirkan
dalam kondisi giant baby. Hal itu pula yang memicu perubahan nilai normal pusat
13
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
14/53
lapar pada sehingga ia memiliki nafsu makan yang lebih besar dibandingkan anak-
anak normal.Dan salah satu penyebab resistensi insulin, ialah diakibatkan karena
mutasi pada kromosom 7p, mutasi GLUT 2 dan GLUT 4, mutasi gen pengkode
insulin, serta mutasi pada gen pengkode reseptor insulin yang berkaitan dengan faktor
genetik
MASALAH KEEMPAT
4. Pemeriksaan Fisik :
Tekanan Darah 160/95 mmHg , acanthosis nigricans , obesitas sentral dengan
lingkar perut 120 cm.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari:
Tekanan Darah
Jawab :
TD dikatakan hipertensi menurut IDF: lebih dari atau sama dengan 130/85 mmHg
Mekanisme :
Penumpukan lemak tubuh akan mengkompensasi dengan melisiskan lemak, sehingga
adiponectin turun, leptin dan resitin naik. Adiponectin berfungsi sebagai anti
aterogenik, jika kadarnya turun menyebabkan pembuluh darah lebih mudah untuk
terjadi aterosklerosis. Pembuluh darah yang menyempit membuat jantung dipacu lebih
kencang agar darah bisa sampai ke jaringan. Terjadilah hipertensi Resitin yang
meningkat merangsang angiotensin untuk vasokonstriksi pembuluh darah sehingga
menyebabkan tekanan darah naik. Tingginya kadar gula darah menyebabkan
terjadinya glucotoxicity. Glucotoxicity menyebabkan endotel pembuluh darah rusak
dan kolesterol lebih mudah menempel, terjadi arterosklerosis, Tekanan darah naik.
Acanthosis nigricans
Jawab :
Acanthosis Nigricans (AN) adalah penebalan dan Hiperpigmentasi dari kulit yang
biasanya terdapat pada daerah leher, ketiak, lipat paha, dan daerah fleksura lainnya.
Acanthosis nigricans sangat erat hubungannya dengan resistensi insulin, yaitu keadaan
resistensi jaringan terhadap insulin. Penurunan respon jaringan terhadap insulin di
dalam sirkulasi merangsang produksi insulin oleh pankreas, bila pankreas masihberfungsi dengan normal, sehingga terjadi hipersekresi insulin sebagai kompensasi
14
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
15/53
untuk tetap menjaga kadar glukosa dalam batas normal, yang kemudian menyebabkan
terjadinya hiperinsulinemia. Kadar insulin tinggi mengaktivasi fibroblas (sel dermal)
dan keratinosit (sel epidermal) melalui reseptor IGF-1. Reseptor IGF-1 seperti reseptor
insulin, merupakan suatu reseptor tirosin kinase, diaktivasi dan difosforilasi dalam
keratinosit kulit. Letak IGF-1 pada basal keratinosit dan teregulasi untuk meningkat
dalam kondisi proliferatif. Aktivasi IGF-1 menyebabkan peningkatan deposit
glikosaminoglikan pada kulit oleh fibroblas yang menyebabkan terjadinya proliferasi
keratinosit sehingga terjadi hiperpigmentasi, hiperkeratosis, dan papilomatosis.
Semakin tinggi IMT, makin tinggi resistensi insulin sehingga prevalensi AN makin
tinggi pula.
Obesitas central dengan lingkar perut 120 cm
Jawab :
Berdasarkan kriteria International Diabetes Federation (IDF) untuk orang asia,
lingkar pinggang > 90 cm untuk laki-laku dan >80 cm untuk perempuan tergolong
obesitas. Jadi, lingkar pinggang Tn. B yang 120 cm menandakan bahwa Tn. B telah
mengalami obesitas sentral.
Obesitas adalah penimbunan lemak dalah tubuh secara berlebihan sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit pada individu. Jaringan lemak berperan
dalam salah satu sistem homeostasis dalam tubuh yaitu keseimbangan antara asupan
energi (asupan makanan), pengeluaran energi (metabolisme dan aktifitas fisik), dan
cadangan energi dalam tubuh (massa lemak). Penimbunan lemak terjadi di jaringan
lemak, hati, jantung, dan otot skelet, dalam organ inilah lemak disimpan sebagai
cadangan energi. Bahan makanan berenergi tinggi, tingginya konsumerisme, dan
aktivitas yang kurang dapat menyebabkan terjadinya obesitas. Genetik juga dapatmengambil andil karena genetik dapat mempengaruhi distribusi dan metabolisme sel
lemak dalam tubuh. Obesitas sentral terjadi karena lemak yang tertimbun di
mesentrium dan retroperitoneal merupakan yang pertama-tama dimobilisasi sehingga
penimbunan lemak cendrung lebih banyak terjadi di daerah tersebut.
MASALAH KELIMA
5. Pemeriksaan Laboratorium :
Rutin : Hb 14 g % , Ht 42 % , leukosit 7.600 mm3 , trombosit 165.000/mm3
15
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
16/53
Gula darah puasa 277 mg/Dl
HbA1C 8,6 %
OGTT ( puasa ) 146 mg/Dl ; ( 2 jam post prandial ) 246 mg/dL
Total Protein 7,7 g/dL
Albumin 4,8 g/dL
Globulin 2,9 g/dL
Ureum 22 mg /dL
Kreatinin 0,6 mg/dL
Sodium 138 mmol/l
Potasium 3,6 mmol/l
Total Cholesterol 270 mg/dL
Cholesterol LDL 210 mg/dL
Cholesterol HDL 38 mg/Dl
Trigliserida 337 mg/Dl
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari pemeriksaan laboratorium ?
Jawab :
a. Hb 14 g% = Normal (13-18 g%)
b. Ht 42% = Normal (40%-52%)
c. Leukosit 7.600 mm3 = Normal (5000 mm3 10.000 mm3)
d. Trombosit 165.000/mm3 = Normal (150.000/mm3 400.000/mm3)
e. Gula darah puasa 277 mg/dL = Abnormal (70-115 mg/dL)
Pada kasus ini mungkin terjadi gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja
insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot.Otot adalah
pengguna glukosa yang paling banyak sehingga resistensi insulin mengakibatkan
kegagalan ambilan glukosa oleh otot. Kondisi resistensi insulin ini dikompensasi olehpeningkatan sekresi insulin oleh sel beta pancreas.Seiring dengan progresifitas
penyakit maka produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan klinis
hiperglikemia yang nyata. Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase setelah makan saat
otot gagal melakukan ambilan glukosa dengan optimal.Pada fase berikutnya dimana
produksi insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati yang
berlebihan dan mengakibatkan meningkatnya glukosa darah pada saat puasa.
Hiperglikemi yang terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada dan
disebut dengan fenomena glukotoksisitas.
16
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
17/53
Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adipose sehingga
merangsang proses lipolysis dan meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini juga
mengakibatkan gangguan proses ambilan glukosa oleh sel otot dan menganggu sekresi
insulin oleh sel beta pancreas. Fenomena ini disebut dengan fenomena lipotoksisitas.
f. HbA1C 8,6% = Abnormal (3,5%-5,5%)
Pada orang normal sebagian kecil fraksi hemoglobin akan mengalami glikosilasi.
Artinya glukosa terikat pada hemoglobin melalui proses non enzimatik dan bersifat
reversible. Pada pasien DM, glikosilasi hemoglobin meningkat secara proporsional
dengan kadar rerata glukosa darah selama 2-3 bulan sebelumnya. Tingginya kadar
HbA1c berkorelasi positif dengan komplikasi DM, baik makro maupun mikro
vaskuler.
Kadar HbA1c akan mengikuti kadar rata-rata glukosa darah harian penderita dimana
kadar HbA1c 6% akan mencerminkan kadar glukosa darah harian 7,5 mmol/L (135
mg/dL), 7% setara dengan 9,5 mmol/L (170 mg/dL), dan 8% sesuai untuk rata-rata
glukosa darah harian sebesari 11,5 mmol/L (205 mg/dL). Peningkatan kadar HbA1c
setinggi 1% mencerminkan peningkatan rata-rata glukosa darah 2,0 mmol/L (35
mg/dL).
g. OGTT (puasa) 146 mg/dL = Tinggi (70 110 mg/dL (3,9 6,1
mmol/L))
h. OGTT (2 jam post prandial) 246 mg/dL
OGTT memerlukan puasa minimal 8 jam sebelum ujian. Tingkat glukosa plasma
diukur segera sebelum dan 2 jam setelah seseorang minum cairan yang mengandung
75 gram glukosa yang dilarutkan dalam air. Hasil dan interpretasi diperlihatkan pada
Tabel. Jika kadar glukosa darah adalah antara 140 dan 199 mg / dL 2 jam setelah
minum glukosa (TGT). Setelah TGT, seperti memiliki IFG, berarti seseorang memiliki
peningkatan risiko diabetes tipe 2. Tingkat glukosa 2 jam 200 mg / dL atau lebih,
dikonfirmasi dengan mengulang uji pada hari lain, berarti seseorang telah menderita
diabetes.
Hasil Glukosa Plasma 2 jam (mg/dL) Diagnosa
< 139 Normal
17
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
18/53
140 199 Pre-diabetes
> 200 Diabetes
i. Total Protein 7,7 g/dL = Normal (2 55 tahun = 5 8 g/dL)
j. Albumin 4,8 g/dL = Normal (3,2 5,2 g/dL)
k. Globulin 2,9 g/dL = Normal (2 3,5 g/dL)
l. Kreatinin 0,6 mg/dL = Normal (0,5 1,5 mg/dL)
m. Sodium 138 mmol/l = Normal (135 145 mmol/l)
n. Potasium 3,6 mmol/l = Normal (3,5 5,2 mmol/l)
o. Total Cholesterol 270 mg/dL = Tidak Normal (
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
19/53
Simbol Warna Nilai (%)
Negatif Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-
hijauan agak keruh
(+) Hijau kekuning-kuningan dan keruh 0,5 1(++) Kuning keruh 1 1,5
(+++) Jingga atau warna lumpur keruh 2 3,5
(++++) Merah keruh >3,5
Obesitas mengacu pada hiperglikemi akibat resistensi insulin (DM tipe 2) kadar
glukosa di ECF tinggi kompensasi tubuh sbg homeostasis akibat viskositas >>
pengeluaran glukosa melalui urin
Reduction : +2, menunjukkan glycosuria akibat hyperglycemia yang melebihi renal
threshold (lebih dari ambang batas tubulus ginjal yaitu 170 mg/dL).
Mikroalbuminuria (+)
Jawab :
Mikroalbuminuria merupakan penanda awal dari nefropati diabetik dan merupakan
gambaran adanya disfungsi endotel. Mikroalbuminuria merupakan refleksi adanya
disfungsi endotel pada penderita DM. Nathan dkk. memperlihatkan hubungan antara
mikroalbuminuria dengan komplikasi vaskuler Mikroalbuminuria selain penanda
terjadinya gangguan membran basal glomerulus juga dapat menjadi peramal progresifitas
penyakit kearah terjadinya nefropati klinik. Mikroalbuminuria tidak hanya
memprediksikan kerusakan ginjal tetapi juga kerusakan kardiovaskuler.
Mikroalbuminuria merupakan penanda terjadinya gangguan endotel pembuluh darah
secara sistemik
7. a. Apa diagnosis pada kasus diatas ?
Jawab :
Sesuai dengan hasil anamnesis dan juga pemeriksaan fisik ditambah pemeriksaan
laboratorium maka dapat disimpulkan bahwa Tn.B mengalami sindroma metabolik
dengan faktor risiko DM tipe 2, hipertensi (130/85), obesitas sentral dengan lingkar
perut 120 cm.
19
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
20/53
b. Apa gold standar pemeriksaan pada kasus diatas ?
Jawab :
Untuk mendeteksi Sindrom metabolik perlu dilakukan:
Pemeriksaan Fisik : Lingkar Pinggang atau lingkar perut, lingkar panggul,
IMT dan Tekanan Darah
Cara Pengukuran Lingkar Perut:
1. Jelaskan pada pasien tujuan pengukuran lingkar perut dan tindakan apa saja yang
akan dilakukan dalam pengukuran.
2. Untuk pengukuran ini pasien diminta dengan cara yang santun untuk membuka
pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk
terakhir pasien untuk menetapkan titik pengukuran.
3. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
4. Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.
5. Tetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung
lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat
tulis.
6. Minta pasien untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi
normal).
7. Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah kemudian
secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah
diawal pengukuran.
8. Apabila pasien mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran mengambil
bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi.
9. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati angka 0,1cm.
Cara Pengukuran Lingkar Pinggul
Pengukuran menggunakan pita pengukuran yang terbuat dari plastik
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pakaian yang paling tipis
Pengukuran dimulai dengan menetapkan bagian pinggul responden yang paling lebar
dan tandai bagian tersebut
20
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
21/53
Pengukuran dimulai dari satu sisi bagian pinggul responden yang paling lebar, lalu
melingkar kearah sisi panggul lainnya secara sejajar horizontal
WAIST-HIP RATIO (WHR)
Perbandingan dari ukuran lingkar pinggang (waist circumference) dan ukuran lingkar
panggul (hip circumference) disebut sebagai waist-hip ratio. Bila WHR 0,95 atau lebih
pada pria dan 0,8 atau lebih pada wanita, maka orang tersebut masuk kategori
obesitas.
LP dan WR erat hubungannya dengan kecenderungan seorang terkena diabetes.
Semakin tinggi ukuran LP dan WHR seseorang, maka semakin mudah ia menjadi
pengidap diabetes.
Indeks Massa Tubuh
Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia
Pasifik
Klasifikasi obesitas
Klasifikasi IMT
Berat badan
kurang
Kisaran normal
Berat badan
lebih
Beresiko
Obese I
Obese II
23,0
23,0-24,9
25,0-29,9
>30,0
Pemeriksaan Laboratorium : Glukosa Darah, Kolesterol HDL, Trigliserida,
Adiponektin
c. Bagaimana pencegahan dan tatalaksana pada kasus ini ?
Jawab :
Pencegahan :
Olahraga yang teratur
Makan makanan yang sehat, kurangi makanan yang mengandung lemak
jenuh dan perbanyak makan buah-buahan dan sayuran.
Jangan merokok
21
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
22/53
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan sindrom metabolik ini bertujuan untuk menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular aterosklerosis dan diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang belum
diabetes. Penatalaksanaan sindrom metabolik tediri atas dua pilar, yaitu tatalaksana
penyebab (berat badan lebih/obesitas dan inaktivasi fisik) serta tatalaksana faktor
risiko lipid dan non lipid.
The National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III
(NCEP-ATP III) mendapatkan bahwa sindrom metabolik merupakan indikasi untuk
dilakukan intervensi terhadap gaya hidup yang ketat, meliputi :
1. Diet Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL
kolesterol pada pasien dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi
dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated fatty
acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik rendah.
Perubahan diet spesifik ditujukan terhadap aspek-aspek tertentu dari sindrom metabolik
seperti :
- Mengurangi asupan lemak jenuh untuk menurunkan resistensi insulin
- Mengurangi asupan garam untuk menurunkan tekanan darah
- Mengurangi asupan karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi untuk menurunkan
kadar glukosa darah dan trigliserida
- Diet yang banyak mengandung buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, lemak tak
jenuh dan produk-produk susu rendah lemak bermanfaat pada sebagian besar pasien
dengan sindrom metabolik.
2. Latihan fisik Terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam ototrangka. Penurunan berat badan 5-10% sudah dapat memberikan perbaikan profil
metabolik. Demikian pula peningkatan aktifitas fisik dan pengurangan asupan kalori akan
memperbaiki abnormalitas sindrom metabolik.
3. Intervensi farmakologik
- Penurunan berat badan, obat yang bisa digunakan dalam menurunkan berat badan
adalah sibutramin dan orsilat. Cara kerjanya di sentral memberikan efek mengurangi
asupan energi dengan efek mempercepat rasa kenyang dan mempertahankan
pengeluaran energi.
22
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
23/53
- Hipertensi, untuk menurunkan tekanan darah dan bermanfaat khusus untuk faktor
risiko kardiovaskular adalah valsatran yang merupakan penghambat reseptor
angiotensin, dapat mengurangi mikroalbuminuria yang diketahui sebagai faktor risiko
independen kardiovaskular. Selain itu, ACE Inhibitor juga digunakan untuk
menurunnkan tekanan darah dan jugauntuk menurunkan resistensi insulin serta
mencegah DM tipe 2.
- Intoleransi glukosa, terapi farmakologi yang dapat digunakan adalah golongan
tiazolidindion dan metformin. Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tapi
persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan
metformin dapat menurunkan kadar lemak bebas. Penggunaan metformin dapat
mengurangi progresi diabetes 31% dan efektif untuk pasien muda dengan obesitas.
- Dislipidemia, terapinya dengan gemfibrozil yang tidak hanya memperbaiki profil lipid,
tetapi juga secara bermakna menurunkan risiko kardiovaskular. Fenofibrat secara
khusus digunakan untuk menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL,
telah menunjukkan perbaikan profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko
karddiovaskular. Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki kadar trigliserida,
kolesterol HDL, dan LDL.
- Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar C-reactive protein dan
memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular.
- Mempertahankan kadar glukosa darah normal (rencana diet, latihan fisik)
- Metformin : menurunkan produksi gula hepatic, menurunkan absorbsi gula pada usus,
meningkatkan kepekaan insulin (khusunya dihati) Pemberian : terapi
tunggal pertama dengan dosis 500-1700 mg/hari.
d. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?
Jawab :
Jika ditangani dengan baik, dapat bertahan hidup seperti orang normal. Jika tidak
ditangani dengan baik akan mengalami gagal ginjal kronik, penyakit kardiovaskuler,
stroke, dan meninggal lebih cepat.
e. Apa Kompetensi Dokter Umum ( KDU ) pada kasus ini ?
Jawab :
23
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
24/53
Tingkat Kemampuan 1
Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini
ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik
ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini
mengindikasikan overview level. Bila menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini
dan menduga penyakitnya, Dokter segera merujuk.
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke
spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.
Tingkat Kemampuan 3
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu
menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.
Pada skenario ini dokter berada pada tingkat kemampuan 4, yaitu dokter dapat
membuat diagnosis klinik, melakukan pemeriksaan laboratorium, dan bertindak
dengan mandiri.
Keterkaitan Antar Masalah :
24
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
25/53
LEARNING ISSUE
25
DislipidemiaObesitas Resiko
DM ti e
Sindrome
Mudah Cepat Sering Kesemutan dan
gatal-gatal
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
26/53
1. Sindrom metabolikJawab :
Sindrom Metabolik atau Sindrom X merupakan kumpulan dari faktor-faktor risiko untuk
terjadinya penyakit kardiovaskular yang ditemukan pada seorang individu. Faktor-faktor
risiko tersebut meliputi dislipidemia, hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan obesitas
abdominal/sentral. The National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III
(NCEP-ATP III) mendapatkan bahwa sindrom metabolik merupakan indikasi untuk dilakukan
intervensi terhadap gaya hidup yang ketat, meliputi diet, latihan fisik dan intervensi
farmakologik. Penurunan berat badan secara bermakna dapat memperbaiki semua aspek dari
sindrom metabolik. Demikian pula peningkatan aktifitas fisik dan pengurangan asupan kalori
akan memperbaiki abnormalitas sindrom metabolik. Perubahan diet spesifik ditujukan
terhadap aspek-aspek tertentu dari sindrom metabolik seperti :
Mengurangi asupan lemak jenuh untuk menurunkan resistensi insulin
Mengurangi asupan garam untuk menurunkan tekanan darah
Mengurangi asupan karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi untuk
menurunkan kadar glukosa darah dan trigliserida
Diet yang banyak mengandung buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian,
lemak tak jenuh dan produk-produk susu rendah lemak bermanfaat pada
sebagian besar pasien dengan sindrom metabolik.
Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi :
i. Resistensi insulin
ii. Obesitas abdominal/sentral
iii. Hipertensi
iv. Dislipidemia :
v. Peningkatan kadar trigliserida
vi. Penurunan kadar HDL kolesterol
Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang dapat
menimbulkan peningkatan kadar C-reactive protein, disfungsi endotel, hiperfib-rinogenemia,
peningkatan agregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asam urat,
mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol.Prevalensi Sindrom Metabolik
bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan
data dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994),
26
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
27/53
prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari
16% pada laki2 kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik
meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Sindrom metabolik juga merupakan
prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari. Etiologi Sindrom Metabolik
belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari
sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan
timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang
atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga
dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan
menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan
bahwa terjadi perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu
studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol didalam
serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin
dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stres akan menyebabkan terbentuknya
hubungan antara gangguan psikososial dan infark miokard.
Evaluasi KlinisTerhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik hendaklah dilakukan
evaluasi klinis, yang meliputi :
Anamnesis, tentang :
vii. Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya.
viii. Riwayat adanya perubahan berat badan.
ix. Aktifitas fisik sehari-hari.
x. Asupan makanan sehari-hari Pemeriksaan fisik, meliputi :
xi. Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah
xii. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) ,
menggunakan rumus :
Berat badan (kg)
Tinggi badan (m)2
27
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
28/53
xiii. Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang
lebih baik terhadap risiko kardiovaskular daripada
pengukuran waist-to-hip ratio.
Pemeriksaan laboratorium, meliputi :
xiv. Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.
xv. Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis
model assessment) untuk menilai resistensi insulin secara
akurat biasanya hanya dilakukan dalam penelitian dan tidak
praktis diterapkan dalam penilaian klinis.
xvi. Highly sensitive C-reactive protein
xvii. Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya
NASH.
xviii. USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty
liver karena kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa
adanya gangguan faal hati.
Penatalaksanaan
1. Latihan Fisik
Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh, dan
merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan
kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap
sensitivitas insulin terjadi dalam 24 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari. Kombinasi
latihan fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Denganmenggunakan dumbbell ringan dan elastic exercise bandmerupakan pilihan terbaik untuk
latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari juga
terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi
jumlah kalori yang dibutuhkan.
2. Diet
Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database mendukung peranan
28
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
29/53
intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari suatu studi
besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan penurunkan
tekanan darah. Hasil-hasil dari studi klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2 tahun
menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan menurunkan
angka kematian total.
The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) merekomendasikan tekanan darah sistolik
antara 120 139 mmHg atau diastolik 80 89 mmHg sebagai stadium pre hipertensi,
sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan pada stadium ini untuk mencegah
penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension
(DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggi karbohidrat terbukti
mengalami penurunan tekanan darah yang berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat
badan.
Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegah
kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary Artery Risk
Development in Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk-produk rendah lemak
dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna. Diet rendah
lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar HDL
kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau
meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien dengan diet rendah lemak, asupan
karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak tak
jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai
indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola dietMediterrania yang terbukti dapat
menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular. Suatu studi menunjukkan adanya korelasi
antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-bijian dan kentang. Para penelitimerekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan dan sayuran untuk
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makanan yang
mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang banyak mengandung
serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar glukosa post
prandial dan insulin.
3. Edukasi
29
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
30/53
Dokter keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan pasien dengan Sindrom
Metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang gaya hidup pasien serta
hambatan yang dialami mereka dalam usaha memodifikasi gaya hidup tersebut. Dokter
keluarga juga diharapkan dapat mengetahui pengetahuan pasien tentang hubungan gaya hidup
dengan kesehatan, yang kemudian memberikan pesan2 tentang peranan diet dan latihan fisik
yang teratur dalam menurunkan risiko penyulit dari Sindrom Metabolik. Dokter keluarga
hendaklah mencoba membantu pasien mengidentifikasi sasaran jangka pendek dan jangka
panjang dari diet dan latihan fisik yang diterapkan. Pertanyaan-pertanyaan seperti :
Bagaimana pendapat anda apakah diet dan latihan fisik yang diterapkan dapat mempengaruhi
kesehatan anda ? atau Permasalahan apa yang anda hadapi dalam mencoba menerapkan
perubahan diet atau aktifitas fisik ? , dapat membantu dokter keluarga dalam menerapkan
langkah2 berikutnya terhadap masing2 pasien. Jawaban pasien hendaklah dicatat dalam rekam
medik dan direview pada kunjungan berikutnya. Hal ini dapat membantu dokter
mengidentifikasi adanya hambatan2 dalam menerapkan perubahan gaya hidup.
4. Farmakoterapi
Terhadap pasien-pasien yang mempunyai faktor risiko dan tidak dapat ditatalaksana hanya
dengan perubahan gaya hidup, intervensi farmakologik diperlukan untuk mengontrol tekanan
darah dan dislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar C-reactive
protein dan memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular. Intervensi farmakologik yang agresif terhadap faktor-faktor risiko telah
terbukti dapat mencegah penyulit kardiovaskular pada penderita DM tipe 2.
2. DM tipe IIJawab :
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi 2:
a. Diabetes Metlitus tipe I :
Diabetes mellitus tipe I adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara
genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap
30
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
31/53
perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Manifestasi klinis
diabetes mellitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak.1
b. Diabetes Melitus tipe II
Diabetes mellitus tipe II ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien diabetes tipe II
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran
sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan
reseptor insulin intrinsic. Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu
kerja insulin. Pada akhirnya timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya
jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia.
A. Etiologi
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel ? tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini
terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti selpankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran,
2001).
B. Faktor risiko
Faktor risiko seseorang terkena DM:
a. Individu dengan IMT 25kg/m2
b. Aktivitas fisik kurang
c. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama
31
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
32/53
d. Masuk kelompok etnik risiko tinggi(African American, Latino, Native American,
Asian American, Pasific Islander)
e. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat 4000 gram atau riwayat
diabetes gestational
f. Hipertensi(tekanan darah 140/90 mmHg)
g. Kolesterol HDL < 35mg/dL atau trigliserida 250 mg/dL
h. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium
i. Riwayat toleransi Glukosa terganggu
j. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin(obesitas, acanthosis
nigricans)
k. Riwayat penyakit kardiovaskular
C. Patofisiologi
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan
dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian
insuliin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mence -gah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini ter-jadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi pe-ningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipeII.Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa
aterosklerosis.
D. Tatalaksana
1) Nonfarmakologis
Strategi terapi nonfarmakologis untuk diabetes melitus tipe 2 adalah dengan diet,
gerak badan, dan mengubah pola hidup (misalnya dengan berhenti merokok, bagi
penderita yang merokok). Diet dilakukan terlebih pada pasien yang kelebihan berat
32
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
33/53
badan. Makanan juga dipilih secara bijaksana, terutama pembatasan lemak total dan
lemak jenuh untuk mencapai normalitas kadar glukosa darah, dan juga hindari makan
makanan yang banyak mengandung gula berlebih. Gerak badan secara teratur dapat
dilakukan, yaitu seperti jalan kaki, bersepeda, atau olahraga. Berhenti untuk tidak
merokok, karena nikotin dapat mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa oleh
sel.
2) Farmakologis
Pada saat ini terdapat 5 macam kelas obat hipoglikemik oral untuk pengobatan DM
tipe II, yaitu sulfonilurea, biguanid, meglitinid, -glukosidase inhibitor, dan agonis
receptor (thiazolidin atau glitazon). Obat hipoglikemik oral diindikasikan untuk
pengobatan pasien DM tipe II yang tidak mampu diobati dengan melakukan diet dan
aktivitas fisik. Biguanid dan thiazolidinedion dikategorikan sebagai sensitizer insulin,
dengan cara menurunkan resistensi insulin. Sulfonilurea dan meglitinid dikategorikan
sebagai insulin secretagogues karena kemampuannya merangsang pelepasan insulin
endogen.
Contoh :
a) Sulfonilurea : sulfonilurea generasi pertama (acetohexamid, clorproramid,
tolbutamid, talazamid) dan generasi kedua (glimepirid, gilipizie, dan
glibenklamid)
b) Meglitinid : nateglinid, repaglinid
c) Biguanid : metformin
d) Thiazolidinedion : pioglitazon dan resiglitazon
e) Alfa glukosidase inhibitor : acarbose dan miglitol.
f) Sulfonilurea dan biguanid tersedia paling lama dan secara tradisional
merupakan pilihan pengobatan awal untuk diabetes tipe 2.
E. Komplikasi
Komplikasi diabetes Mellitus adalah sebagai berikut (Mansjoer, 1999) :
a. Komplikasi akut
i. Kronik hipoglikemia
ii. Koma hiperosmolar nonketotik untuk DM Tipe II
b. Komplikasi kronik
33
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
34/53
i. Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pem -buluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembu -luh darah otak
ii. Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retino -pati
diabetik dan nefropati diabetic\
iii. Neuropati diabetic
iv. Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran
kemih
v. Ulkus diabetikum
3. Obesitas sentralJawab :
Obesitas sentral merupakan kondisi kelebihan lemak yang terpusat pada daerah
perut (intra-abdominal fat). Laki-laki dan perempuan yang mengalami obesitas
sentral mempunyai tekanan darah sistol dan diastol, kolesterol total, kolesterol
LDL, dan triasilgliserol rata-rata tinggi, serta kolesterol HDL rendah. Ukuran
lingkar perut (waist circumference) berhubungan dengan kadar insulin, leptin,
tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C. Perempuan
dengan lingkar perut > 80 cm memiliki konsentrasi leptin, tekanan darah diastol,
trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C lebih tinggi. Menurut WHO (2000),
jaringan lemak visceral (intra-abdominal fat) memiliki sel per unit massa lebih
banyak, aliran darah lebih tinggi, reseptor glucocorticoid (kortisol) dan androgen
(testosterone) lebih banyak dan katecholamine lebih besar dibandingkan dengan
jaringan lemak bawah kulit (subcutaneous adipose).jaringan lemak intra-
abdominal berhubungan linier dengan enam faktor risiko metabolik , seperti
tekanan darah sistol, tekanan darah diastol, glukosa darah, kolesterol HDL,
trigliserida serum, dan plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) plasma.
Dampak Obesitas Sentral
Beberapa penelitian sebelumnya menemukan tingginya dampak obesitas sentral
terhadap risiko kesehatan. Obesitas sentral berdampak terhadap peningkatan risiko
risiko hipertensi, dislipidemia, diabetes, dan sindrom metabolik pada laki-laki dan
perempuan. Obesitas sentral juga berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler dan
penyakit jantung koroner,dampak obesitas sentral terhadap penyakit jantung koroner
berkaitan dengan dua mekanisme, yaitu mekanisme langsung melalui efek metabolik
34
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
35/53
protein yang disekresikan oleh jaringan lemak seperti interleukin (IL) 1, IL 6, TNF-
adiponektin dan masih banyak protein lainnya terhadap endotel pembuluh darah, dan
efek tidak langsung akibat faktorfaktor lain yang muncul sebagai risiko penyakit
kardiovaskuler akibat dari obesitas sentral tersebut. Obesitas sentral lebih
berhubungan dengan sindrom metabolik.Obesitas sentral dapat digunakan sebagai
prediktor risiko diabetes tipe dua dan batu empedu. WHO (2000) menyatakan,
obesitas meningkatkan risiko terjadinya penyakit degeneratif seperti penyakit
kardiovaskuler, sindrom metabolik, gangguan toleransi glukosa, diabetes tipe 2,
hipertensi, batu empedu, dislipidemia, susah napas, sleep apnoea, hyperuricaemia,
gout, ketidaknormalan produksi hormon, polysistic ovary syndrome, ketidaksuburan,
masalah psikososial, dan beberapa tipe kanker.
Pengukuran Obesitas Sentral
Pengukuran sederhana yang dapat digunakan untuk mendeteksi obesitas
sentral, yaitu: lingkar perut, rasio pinggang panggul (waist hip ratio), WCR (waist
chest ratio), dan WHtR (waist to-height-ratio). Pengukuran lingkar perut merupakan
suatu parameter yang menyediakan perkiraan ukuran lemak tubuh yang mengumpul
di perut. lingkar perut lebih baik dalam mengukur obesitas sentral daripada WHtR
sebagai prediksi risiko diabetes tipe 2.
Kriteria obesitas sentral adalah lingkar perut >100 cm pada laki-laki dan >80 cm
pada perempuan. Adapun kriteria obesitas sentral di wilayah Asia Pasifik adalah
lingkar perut 90 cm pada laki-laki dan 80 cm pada perempuan (WHO 2000).
Faktor Risiko Obesitas sentral
Penyebab utama masalah obesitas adalah lingkungan dan perubahan
perilaku. Peningkatan proporsi lemak dan peningkatan densitas energi dalam diet,
penurunan level aktivitas fisik dan peningkatan perilaku sedentary, merupakan faktor
utama yang dapat meningkatkan berat badan pada populasi. Genetik, faktor biologi
dan faktor individu lain seperti penghentian merokok kelamin, dan umur saling
berinteraksi mempengaruhi peningkatan berat badan (WHO 2000).
Umur
Umur merupakan faktor risiko obesitas sentral yang tidak dapat diubah. Seiring dengan35
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
36/53
bertambahnya umur, prevalensi obesitas sentral mengalami peningkatan Peningkatan umur akan
meningkatkan kandungan lemak tubuh total, terutama distribusi lemak pusat , prevalensi
obesitas sentral meningkat sampai dengan umur 44 tahun dan menurun kembali pada umur 45-
54 tahun. Prevalensi obesitas sentral ditemukan lebih tinggi pada sampel dengan umur lebih tua
Pada umur lebih tua terjadi penurunan massa otot dan perubahan beberapa jenis hormon yang
memicu penumpukan lemak perut. pada umur 40-59 tahun seseorang cenderung obesitas
dibandingkan dengan umur yang lebih muda. Hal ini diduga karena lambatnya metabolisme,
kurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering. Selain itu, orang
tua biasanya tidak begitu memperhatikan ukuran tubuhnya.
Jenis Kelamin
Prevalensi obesitas umum dan obesitas sentral lebih tinggi pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki. Obesitas sentral lebih umum dijumpai pada perempuan . Tingginya prevalensi
obesitas pada perempuan menunjukkan bahwa kelebihan lemak pusat lebih banyak terdapat
pada perempuan). tingginya prevalensi obesitas sentral pada perempuan dibandingkan dengan
laki laki karena adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik dan asupan energi pada lakilaki dan
perempuan. lemak perut lebih tinggi pada perempuan yang lebih tua daripada laki-laki muda.
Jaringan adiposa meningkat dengan bertambahnya umur, perempuan cenderung lebih berisiko
obesitas sentral, terutama setelah menopause. Perempuan postmenopause memiliki persentase
lemak perut, kolesterol total, dan trigliserida yang tinggi. Seiring dengan bertambahnya umur
dan efek menopause, pada perempuan akan terjadi peningkatan kandungan lemak tubuh,
terutama distribusi lemak tubuh pusat . Perempuan mengontrol kelebihan energi sebagai lemak
simpanan, sedangkan laki-laki menggunakan kelebihan energinya untuk mensintesis protein.
Pada perempuan, pola penggunaan energi untuk keseimbangan energi positif dan deposit lemak
disebabkan oleh dua alasan. Pertama, penyimpanan lemak jauh lebih efisien daripada protein.
Kedua, penyimpanan energi sebagai lemak akan berperan pada rendahnya rasio jaringan bebas
lemak dengan jaringan lemak dengan hasil tidak meningkatnya RMR (Resting Metabolite Rate)
pada kecepatan yang sama sebagai massa tubuh (WHO 2000).
Kebiasaan Merokok
merokok dapat meningkatkan resisten insulin dan berhubungan dengan akumulasi lemak
dan berhubungan negatif dengan peningkatan berat badan (IMT) tetapi positif berhubungan
dengan lingkar perut pada laki-laki. Merokok dalam jangka waktu lama berpengaruh pada
36
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
37/53
obesitas sentral daripada obesitas umum. Perokok menurunkan 0.68 cm lingkar perut,
sedangkan mantan merokok berhubungan dengan peningkatan 1.98 cm lingkar perut .
Mekanisme biologi antara merokok dengan pola distribusi lemak tidak jelas. Meskipun perokok
memiliki nilai rata-rata IMT yang lebih rendah daripada bukan perokok, perokok memiliki
profil distribusi lemak yang mencerminkan konsekuensi metabolik merokok dengan lebih
tingginya lemak pusat .Mantan perokok berpeluang mengalami obesitas lebih tinggi
dibandingkan dengan perokok dan bukan perokok. Hal ini disebabkan oleh efek ganda merokok
yaitu merokok meningkatkan pengeluaran energi dan menurunkan nafsu makan, dan kedua efek
akan hilang pada mantan perokok. Pada perempuan, setelah 30 hari penghentian merokok, RMR
16% lebih rendah daripada ketika masih merokok sehingga dapat menyebabkan peningkatan
berat badan sebagai efek menurunnnya RMR dan peningkatan asupan energi. Sejumlah studi
menunjukkan bahwa seseorang yang menghentikan kebiasaan merokoknya kelihatan meningkat
berat badannya. Hal ini diduga karena peningkatan asupan energi dan penurunan pengeluaran
energi, penurunan aktivitas fisik, perubahan oksidasi lemak, dan metabolisme jaringan adiposa
(seperti aktivitas lipoprotein). Lemak visceral dipengaruhi oleh konsentrasi kortisol. Sedangkan
perokok memiliki lebih tinggi konsentrasi kortisol plasma daripada orang yang tidak merokok.
Tingginya konsentrasi kortisol adalah konsekuensi aktivitas sympathetic nervous system yang
diinduksi oleh merokok. Massa lemak visceral meningkat ketika konsentrasi estrogen menurun
dan konsentrasi testosteron meningkat. Rendahnya estrogen, kelebihan androgen, dan
peningkatan testosteron pada perempuan berhubungan dengan akumulasi lemak visceral. Pada
laki-laki lemak visceral meningkat dengan penurunan testosteron. Sementara testosteron pada
laki-laki menurun dengan merokok.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan upaya pencegahan peningkatan berat badan dan secara
signifikan berkontribusi untuk menurunkan berat badan dalam jangka panjang dan mengurangi
risiko kesehatan yang berhubungan dengan penyakit kronis Beberapa penelitian sebelumnya
menemukan bahwa penurunan aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan lingkar perut.
Rendahnya aktivitas fisik berhubungan positif dengan obesitas pada perempuan tetapi tidak
pada laki-laki. Aktivitas fisik secara nyata memodifikasi efek dari faktor genetik seseorang.
Latihan tingkat berat dapat menghindarkan penumpukan lemak yang bertambah seiring dengan
umur. aktivitas fisik berat lebih dari 0.5 jam/hari menurunkan 0.91 cm lingkar perut. Aktivitas
fisik menurunkan obesitas sentral melalui penggunaan lemak dari daerah perut, sebagai hasil
37
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
38/53
redistribusi jaringan adiposa. Jumlah energi yang dikeluarkan pada waktu melakukan aktivitas
fisik tergantung dari durasi, waktu, dan frekuensi (WHO 2000). WHO (2003) menyarankan
untuk melakukan aktivitas fisik sedang per hari selama 30 menit.
Konsumsi minuman beralkohol
Laki-laki dan perempuan yang mengonsumsi sejumlah minuman beralkohol memiliki
lingkar perut yang lebih besar setelah 10 tahun. Terdapat perbedaan hubungan antara tipe
minuman beralkohol dengan lingkar perut. Konsumsi beer meningkatkan lingkar perut pada
laki-laki dan perempuan setelah 10 tahun. Adapun konsumsi wine pada laki-laki berfluktuasi,
sedangkan pada perempuan tidak berhubungan. Namun, terdapat kecenderungan rendahnya
lingkar perut pada laki-laki dan perempuan yang mengonsumsi sejumlah besar wine setelah 10
tahun. Spirit meningkatkan risiko obesitas pada laki-laki dan perempuan asupan beer
berhubungan positif dengan obesitas sentral pada laki-laki dan negatif pada perempuan. Efek
beer kuat pada laki-laki yang bukan perokok daripada laki-laki perokok. Tingginya asupan
minuman beralkohol, tidak konsisten berhubungan dengan IMT. Mungkin, minuman beralkohol
berhubungan dengan obesitas sentral melalui mekanisme non energi, seperti pengaruhnya
terhadap hormon steroid yang meningkatkan simpanan lemak perut. Tingginya asupan minuman
beralkohol, menyebabkan penurunan konsenstrasi darah testoteron pada lakilaki, dan rendahnya
sekresi lipid hormon steroid yang menyebabkan akumulasi lemak visceral (Riserus&Ingelsson
2007).
Konsumsi Makanan/minuman Manis
Makanan manis meningkatkan berat tubuh dan lingkar perut. Hubungan ini
diduga karena kombinasi antara makanan berlemak dengan makanan manis. Diet fruktosa
berkontribusi pada peningkatan asupan energi dan berat badan. Minuman manis berenergi
meningkatkan asupan energi yang berlebihan. Mekanisme fisiologi mengapa konsumsi
makanan manis meningkatkan lemak tubuh melibatkan tingginya densitas energi dan efek
rasa lezat makanan manis dan efek lemahnya rasa kenyang. Beberapa penelitian cross
sectional menemukan bahwa tingginya asupan makanan manis berhubungan negatif dengan
asupan makanan berlemak, sehingga dapat memproteksi obesitas. Hal ini diduga karena
terdapatnya counfounding seperti umur dan aktivitas fisik.
Beberapa penelitian cross sectional terdapat hubungan positif, negatif atau tidak
berhubungan antara asupan minuman manis dan kelebihan berat badan atau obesitas. Demikian
38
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
39/53
halnya pada penelitian kohort, juga ditemukan hubungan positif, negatif atau tidak berhubungan
antara asupan minuman manis dengan obesitas. Terdapatnya hubungan antara konsumsi
makanan manis dengan obesitas diduga karena kontribusinya terhadap total energi. Minuman
manis berenergi menghasilkan asupan energi lebih tinggi daripada minuman manis dengan
pemanis buatan. Penggantian minuman manis berenergi dengan minuman manis dengan gula
buatan tidak memengaruhi total asupan energi.
Konsumsi makanan berlemak
konsumsi makanan berlemak berhubungan dengan obesitas pada laki-laki, namun tidak
pada perempuan. Konsumsi makanan berlemak dapat meningkatkan lingkar perut dan berat
tubuh . konsumsi makanan berlemak merupakan faktor yang berhubungan dengan obesitas
sentral. Asupan lemak memiliki densitas energi lebih tinggi dibandingkan zat gizi makro lain.
Satu gram lemak menyumbang 9 kilokalori. Efek stimulasi makanan berlemak pada asupan
energi karena rasa enak di mulut ketika mengonsumsi makanan berlemak. Makanan berlemak
mengatur sinyal yang mengontrol rasa kenyang dengan cara melemahkan, menunda, dan
mencegah pada waktu seseorang mengonsumsi makanan berlemak (WHO 2000).
4. HipertensiJawab :
Defenisi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 7 adalah klasifikasi untuk orang dewasa umur 18
tahun. Menurut JNC 7, definisi hipertensi adalah jika didapatkan TDS 140 mmHg atau
TDD 90 mmHg. Penentuan klasifikasi ini berdasarkan rata-rata 2 kali pengukuran tekanan
darah pada posisi duduk.
Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
39
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
40/53
Dasar pemikiran adanya kategoni pre-hypertension dalam klasifikasi tersebut oleh karena
pasien dengan prehypertension berisiko untuk mengalami progresi menjadi hipertensi, dan
mereka dengan tekanan darah 130-139/80-89 mmHg berisiko dua kali lebih besar untuk
menjadi hipertensi dibanding dengan yang tekanan darahnya lebih rendah. (Tjokroprawiro,
2007)
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar
95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas
sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan
Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok,
serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 50 tahun
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifik
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,
hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta,
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain (Schrier, 2000).
Faktor Resiko
Faktor Risiko Kardiovaskuler
Faktor risiko mayor:
1. Hipertensi2. Merokok
3. Obesitas (IMT 30 kg/m2)
4. Inaktivitas fisik
5. Dislipidemia
6. Diabetes mellitus
7. Mikro albuminuria atau perkiraan GFR < 60 ml/ menit
8. Umur (lebih dan 55 tahun untuk laki-laki, 65 tahun untuk wanita)
40
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
41/53
9. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskuler yang prematur (laki-laki kurang
dari 55 tahun atau wanita kurang dari 65 tahun).
Target Organ Damage :
1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina atau infrak miokardium sebelumnya
c. Revaskularisasi koroner sebelumnya
2. Otak
a. Stroke atau transient ischemic attack
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati.
Patogenesis Sistem Renin-Angiostensin
1) Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi
renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam
pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai
responglomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem
saraf simpatetik. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II
berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictormelalui
dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
41
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
42/53
caramenarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah
Gejala Klinis
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan
penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya
bersifat tidak spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan
adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan
mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat dapat
mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium,stroke atau gagal ginjal.
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan farmakologis
Pada gagal ginjal kronis, pemberian diuretik atau ACEI/ARB atau Calcium Channel Blocker
(CCB) atau Beta Blocker dimungkinkan untuk pengobatan hipertensi secara sendiri-sendiri
atau kombinasi. Komplikasi terjadinya hiperkalemi pada pemberian ACEI atau Beta Blocker
atau penurunan fungsi ginjal pada pemberian ACEI harus menjadi perhatian.
Bila terjadi hiperkalemi atau penurunan fungsi ginjal lebih dan 30%, pemberian obat ini harus
dihentikan. Sesuai anjuran dan The Seventh Report of the Joint National Comm itee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), tahun
2003, tekanan darah sasaran pada gagal ginjal kronik adalah 130/80 mmHg untuk menahan
progresi penurunan fungsi ginjal, maka tekanan darah diusahakan diturunkan untuk mencapai
sasaran dengan kombinasi obat-obat di atas.
b. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet)
42
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
43/53
Tujuan dari penatalaksanaan diet :
a. Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan darah
menuju normal.
b. Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral
c. Menurunkan faktor risiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak, kolesterol
dalam darah.
d. Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM (Yogiantoro,
2006).
5. DislipidemiaJawab :
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah
kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan
kadar HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting
dan sangat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan sendiri-
sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal sebagai Triad Lipid.
Patogenesis Aterosklerosis dan Hipotesis Lemak
Aterosklerosis adalah suatu bentuk ateriosklerosis yang terutama mengenai lapisan
intima dan umumnya terjadi di arteri muskuler ukuran besar dan sedang serta merupakan
kelainan yang mendasari penyakit jantung iskemik.
Lesi aterosklerosis diklasifikaiskan alas 3 tahap secara morfologik: bercak
perlemakan, plak fibrosa, dan lesi terkomplikasi. Sebelum terjadinya bercak perlemakan
sudah ada gel-gel busa. Bercak perlemakan sudah bisa ditemukan pada usia 10 tahun dan
meningkat kekerapannya pada usia 30 tahun. Flak fibrosa adalah bentuk lesi yang khas untuk
aterosklerosis yang sudah berkembang. Lesi terkomplikasi adalah plak fibrosa yang sudah
mengalami perubahan oleh peningkatan nekrosis sel, perdarahan, deposit kalsium atau
diquamasi permukaan endotel diatasnya dan pembentukan trombus. Lesi terkomplikasi dapat
mengakibatkan gangguan aliran di lumen pembuluh darah.
Faktor yang bertanggung jawab atas penumpukan lipid pada dinding pembuluh darah:
1. Adanya defek pada fungsi reseptor LDL di membran gel
2. Gangguan transpor lipoprotein transeluler (endositotoktik)
43
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
44/53
3. Gangguan degrasi oleh lisosom lipoprotein
4. Perubahan permeabilitas endotel
Tahap awal yang penting pada aterogenesis adalah adanya partikel LDL yang ada dalam
sirkulasi terjebak di dalam intima. LDL ini mengalami oksidasi atau perubahan lain dan
kemudian dipindahkan oleh reseptor "Scavenger" khusus pada makrofag dan gel -gel
mural yang lain. Tidak ada pengendalian umpan balik atas pembentukan reseptor ini dan
ester-ester kolesterol kemudian berakumulasi didalam gel sehingga membentuk gel busa.
Set gel busa membentuk bercak perlemakan yang bisa menyebabkan disrubsi pada
endotelium. Akhirnya faktor pertumbuhan mengakibatkan proliferasi gel dan akhirnya
lesi aterosklerosis yang lanjut. Hubungan antara Hipotesis infiltrasi lipid dengan luka
endotel pada perkembangan aterosklerosis ada pada diagram ini.
Kadar kolesterol total dapat juga menggambarkan kadar kolesterol LDL
( tabel 2 ) Kolesterrol Total Kolesterol LDL
240 mg/dl 160 mg/dl
200 mg/dl 120 mg/dl
160 mg/dl 100 mg/dl
Pada pasien IMA terjadi perubahan plasma lipid, sehingga profil lipid perlu dianalisa denganhati-hati apabila diperiksa pada masa penyembuhan IMA . Kadar trigliserida menjadi nilainya
lebih tinggi 3 mingu dan kemudian kembali ke nilai semula 6 minggu pasca IMA, sebaliknya
nilai kolesterol total dan kol-LDL pasca IMA, dan kembali mencapai kadar pra IMA dalam 8-
12 minggu.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan
diagnosa. Parameter yang diperiksa: kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol
HDL dan trigliserid.
a. Persiapan
Sebaiknya subjek dalam keadaan metabolik stabil, tidak ada perubahan berat badan,
pola makan, kebiasaan merokok, olahraga, minum kopi/alkohol dalam 2 minggu
terahir sebelum diperiksa, tidak ada sakit berat atau operasi dalam 2 bulan terakhir.
Tidak mendapat obat yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2 minggu terakhir. Bila
hal tersebut tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap dilakukan tetapi, dengan disertai
catatan.
44
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
45/53
b. Pengambilan bahan pemeriksaan
Pengambilan bahan dilakukan setelah puasa 12-16 jam ( boleh minum air putih) .
Sebelum bahan diambil subyek duduk selama 5 menit
Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena seminimal
mungkin.
Bahan yang diambil adalah serum.
c. Analis
Analis kolesterol total dan trigliserida dilakukan dengan metode enzimatik
Analis kolesterol HDL dan Kol-LDL dilakukan dengan metode presipitasi dan
enzimatik Kadar kolesterol LDL sebaiknya diukur secara langsung, atau dapat juga
dihitung menggunakan rumus Friedewaid kalau kadar trigliserida < 400 mg/d, sbb:
Klasifikasi
1. klasifikasi fenotipik
a. klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society)
Peningkatan
Lipoprotein Lipid Plasma
Hyperkolesterolemia LDL Kolesterol >
200 mg/dl
Disiplidemia campuran
(Kombinasi)
LDL
+
VLDL
Trigliserida >
200 mg/dl
+
Kolesterol >
240 mg/dl
Hipertrigliseridemia VLDL Trigliserida >
200 mg/dl
Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program)
Kolesterol Total LDL
Ideal > 200 mg/dl < 200 mg/dl
Batas Tinggi 200-239 mg/dl 130-159 mg/dl
Tingg < 240 mg/dl > 160 mg/dl
2. Klasifikasi Patogenika. Dislipidemia Primer
45
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
46/53
Hiperkolesterolemia poligenik
Hiperkolesterolemia familial
Dislipidemia remnant
Hyperlipidemia kombinasi familial
Sindroma Chylomicron
Hypertrriglyceridemia familial
Peningkatan Cholesterol HDL
Peningkatan Apolipoprotein B
b. Dislipidemia Sekunder
Penilaian Faktor Resiko Menyeluruh
PKV merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial sehingga semua faktor resiko
perlu dipertimbangkan dalam upaya pencegahan, baik primer maupun sekunder. Faktor resiko
tersebut ada yang bisa dimodifikasi seperti: dislipidemia, hipertensi, merokok, obesitas dan
diabetes melitus, serta yang tidak hiss dimodifikasi seperti: usia jenis kelamin laki-laki,
riwayat keluarga serta riwayat PKV sebelumnya. Agar pencegahan dapat lebih berhasil maka
semua faktor resiko yang dapat dimodifikasi harus dikendalikan secara serentak.
Sehubungan dengan strategi pengelolaan dislipidemia berdasarkan agar kol. LDL
faktor resiko lain yang perlu diperhatikan meliputi
a) Faktor resiko positif
b) Faktor resiko negatif Faktor Positif
PKV
Faktor resiko Negatif
Umur Lk > 45 thn
Pr > 55 thn
Riwayat keluarga PKV
Merokok
Hipertensi
Diabetes Melitus
Kegemukan
Kol. HDL < 35 mg/dl
Kol. HDL > 60 mg/dl
Deteksi Dini dan Evaluasi
Siapa yang sebaiknya diperiksa ?
46
-
7/29/2019 Laporan Tutorial Skenario a Blok 14
47/53
Pemeriksaan penyaring untuk profil lipid dilakukan pada semua orang dewasa berusia diatas
30 tahun atas anjuran petugas kesehatan atau atas permintaan sendiri. Pemeriksaan selektif
harus dilakukan pada mereka yang beresiko tinggi untuk terjadinya PKV yaitu:
Bukti adanya PJK dan atau manifestasi aterosklerosis yang lain
Riwayat keluarga PJK prematur
Riwayat keluarga dengan dislipidemia
Bukti adanya faktor resiko PJK yang lain
DM
Hipertensi
Merokok
Obesitas ( BMI > 27 kg/m)
Atau atas permintaan sendiri.
Pengelolaan Dislipidemia
I. Umum
Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologist yang meliputi
modiflkasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. Tujuan utama terapi diet disini
adalah menurunkan resiko PKV dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta
mengembalikan kesimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan
kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta
pembatasan asupan kalori
II. Upaya Non Farmakologist
Terapi diet
Terapi diet d