laporan tutorial pediatri 2

74
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2 BLOK PEDIATRI MANIFESTASI KLINIS KEGAWATDARURATAN NEONATUS SERTA PENATALAKSANAANNYA Oleh : Kelompok 19 Dian Fikri Rachmawan (G0010058) Dyah M. Dewanti (G0010064) Fitroh Annisah (G0010084) Hanne Dianta Pramono (G0010090) Nabila (G0010132) Pritami (G0010152) Ramadhan Abdillah (G0010158) Setya Bayu Kurniawan (G0010174) Yohana Trissya A. (G0010198) Tutor : S.B Widjokongko, dr., PHK, M.Pd Ked 1

Upload: hanne-dianta

Post on 13-Aug-2015

153 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Pediatri 2

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 2 BLOK PEDIATRI

MANIFESTASI KLINIS KEGAWATDARURATAN NEONATUS SERTA PENATALAKSANAANNYA

Oleh :Kelompok 19

Dian Fikri Rachmawan (G0010058)

Dyah M. Dewanti (G0010064)

Fitroh Annisah (G0010084)

Hanne Dianta Pramono (G0010090)

Nabila (G0010132)

Pritami (G0010152)

Ramadhan Abdillah (G0010158)

Setya Bayu Kurniawan (G0010174)

Yohana Trissya A. (G0010198)

Tutor : S.B Widjokongko, dr., PHK, M.Pd Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2013

1

Page 2: Laporan Tutorial Pediatri 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan janin dimulai dengan penyempurnaan organogenesis sekitar

minggu ke 12 kehamilan. Berbagai pengaruh seperti genetik dan lingkungan

dapat mempengaruhi embrio dan janin selama masa perkembangan. Bahkan

proses persalinan juga dapat mempengaruhi keadaan bayi saat lahir. Bayi

yang dilahirkan dengan sectio caesaria mempunyai masalah yang mungkin

diakibatkan oleh lingkungan obstetrik yang tidak menyenangkan. Keadaan

lain juga yang mempengaruhi keadaan bayi adalah anestesi yang digunakan

saat melahirkan seperti pada kasus di bawah ini.

Wah... gawat!

Rini, seorang dokter muda diminta membantu di ruang operasi. Disana

ada seorang Ibu 27 tahun dengan umur kehamilan 40 minggu yang sedang

menjalani sectio caesaria. Sectio caesaria itu dilakukan atas indikasi detak

jantung janin melemah. Setelah lahir, bayi tersebut tidak menangis, apneu,

dan berwarna kebiruan. Dokter segera membawa bayi ke meja resusitasi dan

bayi dikeringkan, distimulasi, diberi ventilasi tekanan positif, pijat jantung,

dan injeksi epinefrin. Setelah resusitasi didapatkan APGAR skor 6 pada

menit ke-10, kemudian bayi segera dipindahkan ke ruang NICU untuk

perawatan lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah

1. Kenapa bayi pada skenario lahir tidak menangis, apneu, dan kebiruan?

2. Bagaimana penatalaksanaan bayi apneu?

3. Bagaimana proses fisiologis dan patofisiologi menangis pada bayi baru

lahir?

4. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dilakukan sectio caesaria?

2

Page 3: Laporan Tutorial Pediatri 2

5. Bagimana pengaruh usia kehamilan dengan kesehatan bayi saat

dilahirkan?

6. Apa hubungan cara persalinan dengan keadaan bayi yang dilahirkan?

7. Apa saja indikasi dilakukan resusitasi serta prosedur resusitasi?

8. Bagaimana indikasi, macam dan prosedur dari stimulasi dan resusitasi

bayi baru lahir?

9. Apa interpretasi dari skor APGAR 6 pada menit ke 10?

10. Jelaskan definisi NICU dan bagaimana perawatan di NICU?

11. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pemberian injeksi epinefrin?

3

Page 4: Laporan Tutorial Pediatri 2

A. Sectio Caessaria

1. Definisi

Sectio merupakan persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui

suatu insisi pada dinding perut dan dinding dan dinding rahim dengan

sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram

(Prawiroharjo, 2005).

2. Indikasi

Operasi sectio caesaria (SC) dilakukan jika kelahiran pervaginal

mungkin akan menyebabkan risiko pada ibu ataupun pada janin, dengan

pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal

lama/ kegagalan proses persalinan normal (Dystosia) sebagai berikut :

a. Fetal distress.

b. His lemah/ melemah.

c. Janin dalam posisi sungsang atau melintang. 

d. Bayi besar (BBL> 4,2 kg).

e. Plasenta previa. 

f. Kelainan letak. 

g. Disproporsi Cevalo

h. Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul). 

i. Ruptur uteri mengancam. 

j. Hydrocephalus 

k. Primi muda atau tua

l. Partus dengan komplikasi.

m. Panggul sempit.

n. Problema plasenta

B. Persalinan Preterm

1. Definisi

Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur

kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,

sedangkan Himpunan Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005

4

Page 5: Laporan Tutorial Pediatri 2

menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi

pada usia kehamilan 22-37 minggu (Prawiroharjo, 2010).

2. Masalah Persalinan Preterm

Kesulitan utama dalam persalinan preterm adalah perawatan bayi

preterm, yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar

morbiditas dan mortalitas (Prawiroharjo, 2010). Selain itu, melahirkan

bayi prematur sering disertai dengan kelainan, baik kelainan jangka

pendek maupun panjang. Kelaiann jangka pendek yang sering terjadi

adalah:

a. RSD (Respiratory Distress Syndrome)

b. Perdarahan intra/periventrikular

c. NEC (Necrotizing Entero Cilitis)

d. Displasi bronko pulmonar

e. Sepsis

f. Paten duktus arteriosus

Adapun kelainan jangka panjang sering berupa kelainan neurologik

seperti:

a. Cerebral Palsy

b. Retinopati

c. Retardasi Mental

d. Disfungsi neurobehavioral

e. Prestasi sekolah yang kurang baik

(Prawiroharjo, 2010)

3. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik

yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya

kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:

a. Aktivitas aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu

maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin

b. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden

dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik

5

Page 6: Laporan Tutorial Pediatri 2

c. Pendarahan desidua

d. Peregangan usus patologik

e. Kelainan pada uterus atau serviks

(Prawiroharjo, 2010)

Kondisi selama kehamilan yang beresiko terjadinya persalinan

preterm adalah:

a. Janin dan plasenta

1) Pendarahan trimester awal

2) Pendarahan antepartum

3) Ketuban pecah dini

4) Pertumbuhan janin terhambat

5) Cacat bawaan janin

6) Kehamilan ganda

7) Polihidramnion

b. Ibu

1) Penyakit berat pada ibu

2) Diabetes melitus

3) Infeksi saluran kemih

4) Stress

5) Preeklampsi, dst.

4. Pengelolaan

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm:

a. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis

b. Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid

c. Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi

C. Kehamilan Posterm

1. Definisi

Kehamilan posterm adalah kehamilan lewat bulan, yang berlangsung

sampai 42 minggu atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir

(Prawiroharjo, 2010).

6

Page 7: Laporan Tutorial Pediatri 2

2. Etiologi

Berikut adalah beberapa teori yang diajukan untuk menyatakan

bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap

timbulnya persalinan (Prawiroharjo, 2010).

a. Pengaruh progesteron

Penurunan progesteron meningkatkan sensitivitas uterus terhadap

oksitosin.

b. Teori Oksitosin

Oksitosin dipercaya secara fisiologis memegang peranan penting

dalalm menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin pada ibu

hamil yang kurang pada usia kehamilan diduga sebagai penyebab

kehamilan postterm.

c. Teori Kortisol

Peningkatan kortisol akan mempengaruhi plasenta sehingga

produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,

selanjutnya berpengaruh pada meningkatnya prostaglandin.

d. Saraf Uterus

Tekanana pada ganglion servikalis pada pleksus Frenkenhauser

akan membangkitkan kontraksi uterus. Tidak adanya tekanan pada

pleksus ini diduga sebagai penyebab kehamilan postterm.

e. Heriditer

Ibu yang mengalami kehamilan postterm diduga memepunyai

kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan

berikutnya.

3. Permasalahan/komplikasi kehamilan postterm

Kehamilan postterm memiliki resiko lebih tinggi, terutama kematian

perinatal berkaitan dengan aspirasi mekonium dan asfiksia (Prawiroharjo,

2010). Pengaruh kehamilan postterm antara lain:

7

Page 8: Laporan Tutorial Pediatri 2

a. Perubahan pada plasenta

1) Penimbunan kalsium yang akan menyebabkan gawat janin dan

kematian janin intrauterin yang meningkat 2-4x lipat

2) Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya

berkurang menyebabkan penurunan mekanisme transpor plasenta

3) Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta

4) Perubahan biokimia yang akan mengakibatkan hangguan

pertumbuhan janin intra uterin

(Prawiroharjo, 2010)

b. Perubahan pada janin

1) Berat Janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada

plasenta, maka terjadi penurunan berat janin

2) Sindroma postmaturitas dengan tanda seperti gangguan

pertumbuhan, dehidrasi, kulit keringm keriput seperti kertas, kuku

tangan dan kaki panjang, ktulang tengkorak lebih keras, hilangnya

lanuga dan verniks kaseosa, maserasi kulit di lipat paha dan

genital luar, warna coklat kehijauan pada kulit dan tali pusat,

muka tampak menderita, rambut kepala banyak atau tebal.

3) Gawat janin atau kematian perinatal

(Prawiroharjo, 2010)

D. Penjelasan gejala-gejala pada bayi

1. Fisiologi adaptasi bayi dari intrauterin ke ekstrauterin pada sistem

respirasi (Bayi menangis)

Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen

atau jalan untuk mengeluarkan karbon dioksida. Pembuluh arteriol yang

ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan

oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan

tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin,

sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah

yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta (Perinasia, 2006).

8

Page 9: Laporan Tutorial Pediatri 2

Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai

sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke

dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh

udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah

di sekitar alveoli (Perinasia, 2006).

Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan

tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah

sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli,

pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan

terhadap aliran darah bekurang (Perinasia, 2006).

Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah

sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah

dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat

sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang

diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah

yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri,

kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada

kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk

menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen

meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus

mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus

sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk

dialirkan ke seluruh jaringan tubuh (Perinasia, 2006).

Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan

menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Pengembangan

paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kemusian disusul

dengan pernafasan teratur dan tangisan bayi. Proses perangsangan

pernafasan ini dimulai dari tekanan mekanik dada pada proses persalinan,

disusul dengan keadaan penurunan tekanan arteriil O2 dan peninggian

tekanan arteriil CO2 yang kan memberikan rangsangan sinus karotikus,

juga rangsangan dingin pada muka bayi yang akan merangsang

9

Page 10: Laporan Tutorial Pediatri 2

pernafasan dan menjadikan bayi menangis. Tangisan pertama dan tarikan

napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen

dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh

darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah,

warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan

(Perinasia, 2006; Wahyudi, 2003).

2. Denyut Jantung Janin

Pola Frekuensi denyut jantung janin menunjukkan berbagai sifat,

beberapa di antaranya memberikan kesan keadaan gawat janin. Frekuensi

dasar denyut jantung janin adalah frekuensi rata-rata antara kontraksi

uterus, yang sedikit demi sedikit berkurang sekitar 155 denyut/menit

pada awal kehamilan sampai 135 denyut/menit pada saat matur, angka

normal saat matur antara 120-160 denyut/menit. Takikardia (>160

denyut/menit) berkaitan dengan hipoksia janin yang masih dini, demam

pada ibu, hipertiroidisme ibu, terapi beta-simpatomimetik atau atropin

ibu, anemia janin, dan aritmia janin. Bradikardia (<120 denyut/menit)

terjadi pada hipoksia janin, pemindahan (melalui plasenta) agen anestesi

lokal dan agen blokade beta-adrenergik dan kadang-kadang blokade

jantung dengan atau tanpa penyakit jantung kongenital.

Secara normal, frekuensi dasar denyut jantung janin bervariasi

dengan perubahan jangka lama 3-6 siklus/menit, yang sama seperti

variasi denyut ke denyut jangka pendek. Variabilitas dapat berkurang

atau hilang dengan adanya hipoksemia janin atau adanya pemindahan

obat melalui plasenta seperti atropin, diazepam, prometazin, magnesium

sulfat, dan sebagian besar agen sedatif dan narkotik (Kliegman, 1999).

3. Apnea dan Sianosis

Berdasarkan American Academy of Pediatric, apnea adalah "suatu

episode henti napas selama 20 detik atau lebih, yang berkaitan dengan

kondisi bradikardi, sianosis (desaturasi Oksigen), pucat, dan atau

hipotonia yang jelas.”

10

Page 11: Laporan Tutorial Pediatri 2

a. Bradikardi pada bayi preterm adalah jika HR menurun sedikitnya 30

bpm dari HR normal.

b. Nilai saturasi lebih dari 85% merupakan kondisi yang patologis, dan

kondisi ini paling tidak selama 5 detik. Atau episode henti nafas

kurang dari 20 detik dan disertai dengan bradikardi (minimal <

100x/menit), sianosis, pucat, dan hipotonia jelas.

E. ETIOLOGI

1. Apnea of prematurity

a. Berkaitan dengan imaturitas dari mekanisme yang mengontrol

pernafasan.

1) Imaturitas neuron-neuron dalam mengatur pernapasan

2) Imaturitas dari fungsi batang otak

3) Imaturitas chemoreseptor

a) Menurunnya respon central chemoreseptor terhadap level CO2

b) Tumpulnya respon peripheral chemoreseptor

4) Keterlambatan aktivasi dari otot-otot pernafasan atas misalnya

genioglossus.

5) Refleks yang abnormal atau hiperaktif pada bayi preterm.

b. Kondisi ini biasanya muncul setelah 1-2 hari kehidupan dan dalam 7

hari pertama.

c. Apnea yang muncul dalam 24 jam pertama atau > 7 hari usia bukanlah

AOP.

2. Penyebab sekunder

a. Temperatur : hipotermia dan hipertermia

b. Neorologis

1) Trauma lahir

2) Obat-obatan

3) Infeksi intracranial

4) Perdarahan intracranial

5) Asphyxia neonatal

11

Page 12: Laporan Tutorial Pediatri 2

6) Obat anastesi

c. Pulmonal

1) Respiratory distress syndromes (RDS)

2) Pneumonia

3) Chronic lung disease

4) Perdarahan pulmonal

5) Obstructive airway lesion

6) Pneumothorax

d. Cardiac

1) Penyakit jantung congenital sianosis

2) Hipo/hipertensi

3) CHF

4) PDA

e. Gastrointestinal

1) GERD

2) Esophangitis

f. Hematologi

1) Polisitemia

2) Anemia

g. Infeksi

1) Sepsis

2) Necrotizing enterocolitis/distensi

h. Metabolic

1) Hipoglikemia

2) Hipocalsemia

3) Hiponatremia

4) Hipernatremia

i. Inborn error of metabolism

12

Page 13: Laporan Tutorial Pediatri 2

3. PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA APNEA

a. Penurunan tekanan O2 arteri

b. Penurunan denyut jantung

c. Penurunan aliran darah perifer

d. Perubahan EEG yang menunjukkan depresi CNS jika apnea berat

e. Peningkatan tekanan vena

f. Penurunan tonus otot (Aggarwal et al., 2002)

Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol

pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran

darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk

mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah

akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun

demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi

kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung,

penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh

organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen

dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak

yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan

bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-

tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada

otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan

oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan

oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena

kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan

aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses

persalinan, takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan

paru-paru dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah

(Perinasia, 2006).

Sianosis sentral biasanya menunjukkan insufisiensi pernafasan yang

dapat diakibatkan keadaan paru atau akibat dari depresi sistem saraf

13

Page 14: Laporan Tutorial Pediatri 2

pusat karena obat-obatan, perdarahan intrakranial, dan anoksia. Jika

sianosis disebabkan oleh keadaan paru, pernapasan cenderung cepat dan

mungkin disertai retraksi rongga dada. Jika sianosis disebabkan oleh

depresi SSP akibat obat, pernapasan tidak teratur dan lemah, serta sering

lambat. Sianosis yang menetap selama beberapa hari tanpa kesukaran

bernafas mengesankan suatu penyakit jantung sianotik kongenital atau

methemoglobinemia (Kliegman, 1999).

F. Kegawatdaruratan janin dan neonatus

Penderita gawat darurat anak ialah penderita anak yg oleh karena suatu

penyebab (penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan anestesi) yg bila tdk segera

ditolong akan mengalami cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal.

Dalam menghadapi penderita gawat darurat anak, maka faktor waktu

memegang peranan yang sangat penting. Tindakan pada menit-menit pertama

dalam menangani gawat darurat tersebut, dapat berarti besar dan sangat

menentukan hidup atau mati penderita, karena itu harus dilakukan dengan

cara yg tepat, cepat dan cermat. Prioritas dari diagnosis/penilaian dan

penanganan gawat darurat pada anak sama seperti pada dewasa. Namun harus

diingat bahwa karakteristik anatomis yg unik pada anak membutuhkan

pertimbangan-pertimbangan khusus dalam penatalaksanaan secara

keseluruhan seperti Ukuran dan bentuk, rangka, luas permukaan tubuh, status

psikologis, efek jangka panjang, alat-alat yg digunakan. Beberapa kasus

kegawatdaruratan janin dan neonatus adalah:

1. GAWAT JANIN

Gawat janin adalah keadaan / reaksi ketika janin tidak memperoleh

oksigen yang cukup. Gawat Janin dapat diketahui dari tanda-tanda sbb :

a. Frekwensi bunyi jantung janin kurang dari 120 x / menit atau lebih

dari 160 x / menit.

b. Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 kali

per hari).

14

Page 15: Laporan Tutorial Pediatri 2

c. Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan ( jika bayi

lahir dengan letak kepala ).

Cara mencegah terjadinya Gawat Janin :

a. Gunakan partograf untuk memantau persalinan.

b. Anjurkan ibu sering berganti posisi selama persalinan. Ibu hamil yang

berbaring terlentang dapat mengurangi aliran darah ke rahimnya.

Mengidentifikasi gawat janin

a. Periksa frekwensi bunyi jantung janin setiap 30 menit pada Kala I dan

setiap 15 menit sesudah pembukaan lengkap.

b. Periksa ada / tidaknya air ketuban bercampur mekonium ( warna

kehijauan ).

Penanganan Gawat Janin :

a. Tingkatkan oksigen pada janin dengan cara : Mintalah si ibu merubah

posisi tidurnya; Berikan cairan kepada ibu secara oral atau IV;

Berikan Oksigen.

b. Periksa kembali denyut jantung janin. Bila frekwensi bunyi jantung

janin masih tidak normal, maka dirujuk; Bila merujuk tidak mungkin,

siap-siap untuk menolong BBL dengan asfiksia.

Anjurkan ibu hamil in-partu berbaring kesisi kiri untuk meningkatkan

aliran oksigen ke janinnya. Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah

maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri

tidak membantu. Coba posisi yang lain ( miring ke kanan, posisi sujud ).

Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau mengobati Gawat

Janin.

2. SEPSIS NEONATORUM

a. Pengertian Sepsis Neonatorum

Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus

dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan

penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak

terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat

15

Page 16: Laporan Tutorial Pediatri 2

meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari. Sepsis neonatal adalah

merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi

selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan

protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. Sepsis

neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari

pertama setelah kelahiran.

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat

di bagi menjadi tiga kategori yaitu:

a) Faktor maternal terdiri dari:

(1) Ruptur selaput ketuban yang lama

(2) Persalinan prematur

(3) Amnionitis klinis

(4) Demam maternal

(5) Manipulasi berlebihan selama proses persalinan

(6) Persalinan yang lama

b) Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi

yang terkena sepsis, tetapi tidak terbatas pada buruknya praktek

cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus arteri dan

vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang

trakeaeknologi invasive, dan pemberian susu formula.

c) Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur,

berat badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan

dari penjamu.

2) Patofisiologi

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai

neonatus melalui beberapa cara yaitu:

a) Pada masa antenatal atau sebelum lahir

Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati

plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui

sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat

menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes,

16

Page 17: Laporan Tutorial Pediatri 2

sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui

jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.

b) Pada masa intranatal atau saat persalinan

Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada

vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion.

Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman

melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada

saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin

dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi

melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman

(misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).

c) Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan

Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi

sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari

lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap

lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol

minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut

menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi

nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus.

d) Faktor predisposisi

Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis,

baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan

antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor

predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama

kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai; Ibu

menderita eklamsia, diabetes mellitus; Pertolongan persalinan

yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan;

Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma

lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak

menerapkan rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik,

bangsal yang penuh sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental

17

Page 18: Laporan Tutorial Pediatri 2

dan berbau; Pemberian minum melalui botol, dan pemberian

minum buatan.

e) Manifestasi klinis

Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas

dan tidak spesifik.Tanda dan gejala sepsis neonatorum yaitu:

Tanda dan gejala umum meliputi hipertermia atau hipotermi

bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak ada tampak sakit,

berat badan menurun tiba-tiba; Tanda dan gejala pada saluran

pernafasan meliputi dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan

otot pernafasan,merintih, mengorok, dan pernafasan

cupinghidung; Tanda dan gejala pada system kardiovaskuler

meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis; Tanda dan

gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi abdomen,

malas atau tidak mau minum, diare; Tanda dan gejala pada

sistem saraf pusat meliputi refleks moro abnormal, iritabilitas,

kejang, hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan

tidak teratur; Tanda dan gejala hematology mencakup tampak

pucat, ikterus, patikie, purpura, perdarahan, splenomegali.

f) Pencegahan

1) Pada masa antenatal

Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan

ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap

penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang

memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat

menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera

ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.

2) Pada saat persalinan

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara

aseptik, yang artinya dalam melakukan pertolongan

persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan

intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin

18

Page 19: Laporan Tutorial Pediatri 2

dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi

keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,

melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan

menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.

3) Sesudah persalinan

Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat

gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya,

mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih,

setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan

luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus

dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik.

Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci

tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum

dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan bayi

secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang

benar dan baik. Semua personel yang menangani atau

bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit

menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional,

sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan

tes resistensi.

g) Pengobatan

Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah

mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki

keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk

kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E.

Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria

efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan

mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah

otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah

dari jaringan otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan

obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau

19

Page 20: Laporan Tutorial Pediatri 2

ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau

obat lain sesuai hasil tes resistensi.

Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200

mg/kgBB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5

mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 pemberian; Kloramfenikol 25

mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian;

Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali

pemberian;Eritromisin500 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3

dosis.

3. KEJANG PADA NEONATUS

Kejadian kejang pada neonates meliputi 0,5% dari semua neonatus

baik cukup bulan maupun kurang bulan baik cukup bulan maupun kurang

bulan. Kejadiannya lebih tinggi pada bayi kurang bulan (3,9%) yaitu pada

bayi dengan usia kehamilan < 30 minggu. Penyebab Kejang Yang Paling

Sering ditemukan :

a. HIE / asfiksia

b. Infeksi (TORCH, meningitis, septicemia)

c. Hipoglikemia, hipokalsemia, hypomagnesemia

d. Perdarahan SSP (intraventrikular, subdural, trauma, dll.)

Empat jenis kejang yang sering ditemui :

a. Kejang Tonik

Kejang tonik dapat berbentuk umum atau fokal. Kejang tonik

umum terutama bermanifestasi pada neonatus kurang bulan(< 2500

gram). (< 2500 gram). Terjadi fleksi atau ekstensi tonik pada

ekstremitas bagian atas, leher atau batang tubuh dan berkaitan dengan

ekstensi tonus pada ekstremitas bagian bawah. Pada 85% kasus

kejang tonik tidak berkaitan dengan perubahan otonomis apapun

seperti meningkatnya detak jantung atau tekanan darah, atau kulit

memerah. Kejang Tonik Focal terlihat dari postur asimetris dari salah

satu ekstremitas atau batang tubuh atau deviasi tonik kepala atau mata

kepala atau mata. Sebagian besar kejang tonik terjadi

20

Page 21: Laporan Tutorial Pediatri 2

bersamaandengan penyakit sistem syaraf pusat yang difus dan

perdarahan intraventrikular.

b. Kejang Klonik

Terdiri dari gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan &

berirama (1-3 /menit), penyebabnya mungkin focal/multi-focal. Setiap

gerakan terdiri dari satu fase gerakan yang cepat dan diikuti oleh fase

yang lambat diikuti oleh fase yang lambat. Perubahan posisi atau

memegang ekstremitas yang bergerak tidak akan menghambat

gerakan tersebut. Biasanya terjadi pada neonatus cukup bulan. Paisen

tidak terjadi hilang kesadaran dan sangat berkaitan dengan trauma

fokal,infarks atau gangguan metabolic.

c. Kejang Mioklonik

Dapat berupa Kejang mioklonik fokal, multi-fokal atau umum.

Kejang mioklonik fokal biasanya melibatkan otot fleksor pada

ekstremitas. Kejang mioklonik multi-fokal terlihat sebagai gerakan.

Kejang mioklonik multi-fokal terlihat sebagai gerakan kejutan yg

tidak sinkron pd beberapa bagian tubuh. Kejang mioklonik umum

terlihat sangat jelas berupa fleksi masif pada kepala dan batang tubuh

dengan ekstensi atau fleksi pada ekstremitas. Kejang ini berkaitan

dengan patologi SSP yang difus.

d. Kejang “subtle”

Kejang jenis ini terjadi sehubungan dengan adanya jenis kejang

lain dan mungkin bermanifestasi dengan:

1. Gerakan stereotip ekstremitas seperti gerakan mengayuh sepeda

atau berenang

2. Deviasi / gerakan kejut pada mata dan mengedip berulang

3. Ngiler, gerakan menghisap atau mengunyah

4. Apnea atau perubahan tiba-tiba pada pola pernapasan

5. Fluktuasi yang berirama pada tanda vital

e. Tatalaksana Kejang

1) Tujuan tatalaksana :

21

Page 22: Laporan Tutorial Pediatri 2

a) Mencapai homeostasis sistemik (jalan napas, pernapasan dan

sirkulasi)

b) Mengoreksi penyebab utamanya, jika mungkin

2) Prinsip penatalaksanaanya meliputi :

a) Larutan dextrose 10% (2cc/kg IV) secara empiris kepada

neonatus yang sedang mengalami kejang

b) Kalsium glukonat (200mg/kg IV), jika dicurigai adanya

hipokalsemia hipokalsemia

c) 0,2 ml/kg atau 2 ml Eq/kg Magnesium sulfat 50%

d) Pada ketergantungan pyridoxine, berikan 50 mg pyridoxine IV,

kejang akan berhenti dalam beberapa menit

e) Antibiotika diberikan jika dicurigai adanya sepsis

f) Obat anti kejang

4. ASFIKSIA NEONATORUM

a. Batasan

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan

dan teratur  pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang

ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia),

hiperkarbia (PaCO2 meningkat) dan asidosis.

b. Patofisiologi

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan

plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan

perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang

berperan pada kejadian asfiksia.

c. Gejala Klinik

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung

kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun,

tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

d. Diagnosis

Anamnesis : gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak

bernafas/menangis.

22

Page 23: Laporan Tutorial Pediatri 2

e. Pemeriksaan Fisik :

Nilai Apgar

Klinis 0 1 2

Detak Jantung Tidak Ada < 100 X/Menit >100x/Menit

Pernafasan Tidak Ada Tak Teratur Tangis Kuat

Refleks Saat Jalan Nafas

Dibersihkan

Tidak Ada Menyeringai Batuk/Bersin

Tonus Otot Lunglai Fleksi Ekstrimitas

(Lemah)

Fleksi Kuat

Gerak Aktif

Warna Kulit Biru Pucat Tubuh Merah

Ekstrimitas Biru

Merah Seluruh

Tubuh

         

  Nilai 0-3   : Asfiksia Berat

  Nilai 4-6   : Asfiksia Sedang

  Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-

5, bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan

tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk

menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan

prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai

30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (Bukan 1 menit seperti

penilaian skor apgar)

f. Pemeriksaan Penunjang :

1) Foto polos dada

2) USG kepala

3) Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

g. Penyulit

Meliputi berbagai organ yaitu:

23

Page 24: Laporan Tutorial Pediatri 2

1) Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebral

2) Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus,

perdarahan paru, edema paru

3) Gastrointestinal : enterokolitis  nekrotikans

4) Ginjal : tubular nekrosis akut, siadh

5) Hematologi : DIC 

h. Penatalaksanaan  (Resusitasi)

a) Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)

b) Terapi medikamentosa :

(1) Epinefrin :

Indikasi :

(a) Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik

dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.

(b) Asistolik.

Dosis :

(a) 0,1-0,3 Ml/Kg Bb dalam larutan 1 : 10.000   (0,01 Mg-0,03

Mg/Kg Bb)

(b) Cara : IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit

bila perlu. 

(2) Volume Ekspander :

Indikasi :

(a) Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami

hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.

(b) Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau

syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi

kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon

yang adekuat.

Jenis Cairan :

(a) Larutan kristaloid yang isotonis (Nacl 0,9%, Ringer Laktat)

(b) Transfusi darah golongan O Negatif jika diduga kehilangan

darah banyak.

24

Page 25: Laporan Tutorial Pediatri 2

Dosis :

Dosis awal 10 Ml/Kg Bb IV pelan selama 5-10 menit.

Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.

(3) Bikarbonat :

Indikasi :

(a) Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan

resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.

(b) Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik

dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa

gas darah dan kimiawi.

Dosis : 

(a) 1-2 Meq/Kg Bb  atau 2 Ml/Kg Bb (4,2%) atau 1 Ml/Kg Bb

(8,4%)

(b) Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5%

sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan

minimal 2 menit.

Efek Samping :

Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari

bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

(4) Nalokson :

Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak

menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson

ventilasi harus adekuat dan stabil.

Indikasi :

(a) Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya

menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.

(b) Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru

dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan

menyebabkan tanda With Drawltiba-tiba pada sebagian

bayi.

Dosis :   0,1 Mg/Kg Bb (0,4 Mg/Ml atau 1 Mg/Ml)

25

Page 26: Laporan Tutorial Pediatri 2

Cara : Intravena,  endotrakeal atau bila perpusi baik  diberikan

IM atau SC

c) Suportif

1) Jaga kehangatan.

2) Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

3) Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan

elektrolit)

5. HIPOGLIKEMIA

a. Batasan

Hipoglikemi  adalah  keadaan hasil pengukuran kadar glukose

darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).

b. Patofisiologi

1) Hipoglikemi sering terjadi pada  BBLR, karena cadangan glukosa

rendah.

2) Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin

sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di

mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti

sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism)

sehingga terjadi hipoglikemi.

3) Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena

dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi

otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan

kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian. 

4) Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu

dengan diabetes melitus.

5) Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan

hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.

6) Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada

karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya

pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.

26

Page 27: Laporan Tutorial Pediatri 2

c. Diagnosis

Anamnesis

1) Riwayat bayi  menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan

pernapasan

2) Riwayat bayi prematur

3) Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

4) Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

5) Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus

6) Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan

7) Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia

a) Bayi dari ibu diabetes (IDM)

b) Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)

c) Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)

d) Bayi prematur dan lewat bulan

e) Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)

f) Bayi puasa

g) Bayi dengan polisitemia

h) Bayi dengan eritroblastosis

i) Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-

simpatomimetik dan beta blocker

d. Gejala klinis/pemeriksaan fisik

Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi,

kejang, distress nafas

1)   Jitteriness

2) Sianosis

3) Kejang atau tremor

4)   Letargi dan menyusui yang buruk

5)    Apnea

6)    Tangisan yang lemah atau bernada tinggi

7)    Hipotermia

8)    RDS

27

Page 28: Laporan Tutorial Pediatri 2

e. Diagnosis banding

Insufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit

SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia,

hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi

piridoksin).

f. Penatalaksanaan

1) Monitor

Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM)

perlu dimonitor dalam 3 hari pertama :

a) Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam

b) Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan

glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan

c) Kadar glukosa ≤  45 mg/dl atau gejala positif tangani

hipoglikemia

d) Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari

penanganan hipoglikemia selesai

2) Penanganan hipoglikemia dengan gejala :

a) Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1

ml/menit

b) Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus

glukosa 6-8 mg/kg/menit).

Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt =

18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10

g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti

perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.

Atau cara lain dengan GIR

Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah

12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral.

Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus

dinyatakan dengan GIR.

Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate

28

Page 29: Laporan Tutorial Pediatri 2

GIR = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%)

                                                                6 x berat (Kg)

1) Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap

3 jam

2) Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa

gejala, ulangi seperti diatas

3) Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :

a. Infus D10 diteruskan

b. Periksa kadar glukosa tiap 3 jam

c. ASI diberikan bila bayi dapat minum

4) Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan

c) Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)

d) ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus

diturunkan pelan-pelan

e) Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba

3) Kadar  glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :

a) ASI teruskan

b) Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas

c) Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :

(1) Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani

hipoglikemi (lihat ad b)

(2) Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum

(3) Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa

normal

d) Kadar glukosa normal IV teruskan

(1) IV teruskan

(2) Periksa kadar glukosa tiap 12 jam

Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas

Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12

jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran

dihentikan.

29

Page 30: Laporan Tutorial Pediatri 2

e) Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)

(1) konsultasi endokrin

(2) terapi : kortikosteroid  hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari

iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa

hipoglikemia lebih dalam.

(3) bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain :

somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth hormon,

pembedahan. (jarang dilakukan)

G. Pengertian Dan Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

1. Definisi

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat

bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin

sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.

Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,

kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi

selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera

bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh

hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-

faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi

lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan

bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan

pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan

membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro,

1999)

2. Etiologi / Penyebab Asfiksia

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan

gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke

30

Page 31: Laporan Tutorial Pediatri 2

bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan

dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab

terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali

pusat clan bayi berikut ini:

a. Faktor ibu

1) Preeklampsia dan eklampsia

2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

3) Partus lama atau partus macet

4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,

HIV)

5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

b. Faktor Tali Pusat

1) Lilitan tali pusat

2) Tali pusat pendek

3) Simpul tali pusat

4) Prolapsus tali pusat

c. Faktor Bayi

1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia

bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

3) Kelainan bawaan (kongenital)

4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang

berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya

faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan

keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan

tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau

(sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi.

Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi

pada setiap pertolongan persalinan.

31

Page 32: Laporan Tutorial Pediatri 2

3. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis

Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa

kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau

pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia

yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan

bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi

dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada

penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi

selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi

bradikardi dan penurunan TD.

Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan

keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya

terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi

proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh,

sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang.

Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang

disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :

a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi

fungsi jantung.

b. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan

otot jantung.

c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan

tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi

darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami

gangguan. (Rustam, 1998).

Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

a. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

b. Warna kulit kebiruan

c. Kejang

d. Penurunan kesadaran

32

Page 33: Laporan Tutorial Pediatri 2

Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan

dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat

dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin.

Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :

a. Denyut jantung janin

Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak

banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah

100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal

itu merupakan tanda bahaya

b. Mekonium dalam air ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan

tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan

oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air

ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk

mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

c. Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat

serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil

contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis

menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah

7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin

disertai asfiksia.(Wiknjosastro, 1999)

Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah

menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya

melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan

efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai

pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk

melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting,

yaitu :

33

Page 34: Laporan Tutorial Pediatri 2

1) Penafasan

2) Denyut jantung

3) Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai

resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila

penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau

pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan

kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

1. Persiapan Alat Resusitasi

Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat

resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :

a. 2 helai kain / handuk.

b. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,

selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah

disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.

c. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.

d. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.

e. Kotak alat resusitasi.

f. Jam atau pencatat waktu. (Wiknjosastro, 2007).

2. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan

yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :

a. Memastikan saluran terbuka

2) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3

cm.

3) Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.

4) Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan

saluran pernafasan terbuka.

b. Memulai pernafasan

5) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan

34

Page 35: Laporan Tutorial Pediatri 2

6) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan

balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).

c. Mempertahankan sirkulasi

7) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara

8) Kompresi dada.

9) Pengobatan

H. Detail Cara Resusitasi

Langkah-Langkah Resusitasi

1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi

dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.

2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas

yang datar.

3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).

4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut

sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.

5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan

mengusap-usap punggung bayi.

6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung

selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai

warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru

beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan

positif.

a. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan

positif.

b. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 %

melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan

mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri

bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.

c. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,

hasil kalikan 10.

35

Page 36: Laporan Tutorial Pediatri 2

- 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.

- 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan

pemberian PPV.

- 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung,

lakukan PPV, disertai kompresi jantung.

- < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.

- Kompresi jantung

Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara

kompresi jantung :

a. Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain

mengelilingi tubuh bayi.

b. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan

belakang tubuh bayi.

7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.

8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV

sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.

9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat

epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.

10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan

obat.

11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai

dosis diatas tiap 3 – 5 menit.

12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak

rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat

dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro,

2007)

Persiapan resusitasi

Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan

efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :

1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi

dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan

36

Page 37: Laporan Tutorial Pediatri 2

depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat

antepartum dan intrapartum.

2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil.

Persiapan minumum antara lain :

a.Alat pemanas siap pakai – Oksigen

b.Alat pengisap

c.Alat sungkup dan balon resusitasi

d.Alat intubasi

e.Obat-obatan

Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :

1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam

resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap

persalinan.

2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus

mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya

dengan efektif dan efesien

3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus

bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.

4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan

tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan

reaksi dari pasien.

5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi

harus tersedia clan siap pakai.

37

Page 38: Laporan Tutorial Pediatri 2

38

Page 39: Laporan Tutorial Pediatri 2

I. NICU (Neonate Intensive Care Unit)

Definisi NICU

Merupakan unit perawatan intensif untuk bayi baru lahir (neonatus) yang

memerlukan perawatan khusus misalnya berat badan rendah, fungsi

pernafasan kurang sempurna, prematur, mengalami kesulitan dalam

persalinan, menunjukkan tanda tanda mengkuatirkan dalam beberapa hari

pertama kehidupan.

Definisi Ruangan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) adalah ruang

perawatan intensif untuk bayi yang memerlukan pengobatan dan perawatan

khusus, guna mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-organ

vital.

Level Perawatan Bayi Baru Lahir

1. Level I adalah untuk bayi risiko rendah, dengan kata lain bayi normal

yang sering digunakan istilah rawat gabung (perawatan bersama ibu).

Perawatan Level 1 mencakup bayi lahir sehat yang segera dilakukan

rawat gabungdengan ibunya, sehingga dapat menunjang penggunaan

ASI eksklusif.

2. Level II adalah untuk bayi risiko tinggi tetapi pengawasan belum perlu

intensif. Pada level ini bayi diawasi oleh perawat 24 jam, akan tetapi

perbandingan perawat dan bayi tidak perlu Perawatan Level II meliputi

perawatan bayi bermasalah yang memerlukan perawatan khusus yang

terbagi menjadi dalam ruangan infeksi dan non infeksi. Adapun bayi

yang dapat dirawat di level ini antara lain bayi dengan

hiperbilirubinemia yang memerlukan terapi sinar maupun transfusi

tukar; bayi berat badan lahi rrendah (BB 1500-kurang dari 2500 gram)

atau sangat rendah (BB kurang dari 1500 gram), bayi kurang bulan

(umur kehamilan di bawah 34-36 minggu) yang memerlukan perawatan

dalam inkubator; bayi yang tidak dapat atau tidak boleh diberikan

minum peroral, sehingga harus diberikaninfus intravena, bayi yang

membutuhkan terapi oksigen, tetapi belum memerlukan alat bantu nafas

mekanis, misalnya bayi dengan distres atau gangguan nafas, riwayat

39

Page 40: Laporan Tutorial Pediatri 2

lahir tidak langsung menangis; bayi dengan gejala hipo glikemia (kadar

gula darah rendah) atau ibu dengan riwayat diabetesmelitus; bayi

dengan riwayat tindakan persalinan yang menyebabkan traumabayi

lahir, misalnya dengan forcep atau vacum ekstraksi; bayi sakittersangka

infeksi sedang-berat yang memerlukan pemberian antibiotikasecara

intravena dan nutrisi intravena.

3. Level III adalah untuk bayi risiko tinggi dengan pengawasan yang

benar-benar ekstra ketat. Satu orang perawat yang bertugas hanya boleh

menangani satu pasien selama 24 jam penuh.Perawatan level III

(NICU)meliputi perawatan bayi sakit kritis atau belum stabil yang

memerlukansupport alat bantu nafas mekanik ( Bubble Nasal CPAP

atau Ventilatormekanik), tindakan operatif maupun pemberian obat-

obatan atau tindakan intervensi khusus. Adapun bayi yang harus

dirawat di NICU antara lain bayi dengan sindroma gawat nafas derajat

3 dan 4 yang memerlukan support alat bantu nafas mekanik ( Bubble

Nasal CPAP atau Ventilator mekanik),Aspirasi air ketuban

( Meconeum Aspiration Syndrome ); Bayi berat badan lahir amat atau

sangat rendah (kurang dari 1200 gram), atau bayi dengan umur

kehamilan kurang dari 34 minggu yang belum mendapatkan obat

kematangan paru; Bayi dengan kelainan kongenital yang membutuhkan

tindakan operatif, misalnya bayi dengan obstruksi saluran pencernaan

hernia diafragmatika, omfalokel, penyakit jantung bawaan, perforasi

usus,atresia ani, dll; serta perawatan bayi pasca operasi besar yang

membutuhkansupport ventilator mekanik; Bayi yang membutuhkan

intervensi invasif,misalnya pemberian surfaktan, transfusi tukar,

pemasangan akses umbilikal,pemasangan akses vena dalam dan akses

arteri, ventilator mekanik.

Fasilitas Ruang Perawatan Bayi Baru Lahir

1. Level I: ruang perawatan biasa; pasien dirawat di ruang atau kamar

biasadan tidak memerlukan alat atau fasilitas khusus.

2. Level II: ruang perawatan memerlukan monitor dan inkubator.

40

Page 41: Laporan Tutorial Pediatri 2

3. Level III: selain monitor dan inkubator, ruangan juga mesti difasilitasi

ventilator. Monitor berfungsi untuk mengontrol detak jantung dan

otak.Sedangkan ventilator untuk membantu sistem pernapasan.

Lama Perawatan BBLR

Lamanya waktu perawatan pasien bayi dengan BBLR tentutergantung

kasus. Namun biasanya mereka diperbolehkan pulang jika sudah mendekati

tanggal kelahiran idealnya. Contoh bayi yang dilahirkan 6 minggu lebih dini

dari seharusnya, biasanya mesti menjalani perawatan di rumah sakitkurang

lebih 4 minggu, atau lebih cepat dua minggu dari kelahiran

idealnya.Pertimbangan lainnya, bayi akan dipulangkan jika kondisi tubuhnya

sudahstabil, organ-organ vitalnya sudah berfungsi baik, dan berbagai risiko

yang mengancam sudah bisa dihindari. Salah satu indikatornya adalah

kemampuan bayi untuk mengisap atau buang air besar dan kecil sudah baik.

Perawatan Berorientasi Keluarga

Dewasa ini banyak NICU yang menganjurkan agar para orang tua

melibatkan diri dalam melayani kebutuhan harian pada bayi. Staf NICU

mengajari para orang tua apa yang dapat mereka lakukan, di mana

menyimpan keperluan bayi, serta bagaimana cara memegang, menyentuh dan

merawat bayi. Pelibatan orang tua dalam perawatan bayi berkisar pada

penggantian popok sampai pada pemberian susu. Jika perlu, lebih dari satu

kali biasanya perawat mengajar orang tua cara mengganti popok bayi yang

berada di antara berbagai peralatan yang memonitornya, mencuci mukanya

yang kecil dan merawat bayi ketika berada dalam inkubator. Di hari-hari

pertama, mungkin orang tua baru diperbolehkan untuk hanya menyentuh

bayi, tetapi jika bayi sudah cukup kuat, orang tua dapat merawat bayinya

sendiri.

Peralatan yang Ada di NICU

Secara singkat beberapa peralatan yang ada di NICU yang biasa

digunakan pada bayi-bayi yang dirawat di NICU, hal ini tergantung dari berat

ringannya kondisi bayi.

1. Feeding tube

41

Page 42: Laporan Tutorial Pediatri 2

Sering bayi di NICU tidak bisa mendapatkan makanan yang mereka

butuhkan melalui mulut langsung, sehingga perawat akan memasang

selang kecil melalui mulut sampai ke lambung. Sebagai jalan untuk

memasukan ASi atau susu formula.

2. Infant warmers

Ini adalah tempat tidur dengan penghangat yang ada diatasnya,

sehingga bayi dapat terhindar dari hipotermi. Orang tua dapat

menyentuh bayi di warmers, yang tentunya berbicara dulu kepada

perawat.

3. Inkubator

Ini adalah tempat tidur kecil yang tertutup oleh plastik keras yang

transparan, suhu di inkubator diatur sesuai dengan kondisi bayi.

Terdapat lubang disetiap samping inkubator sebagai jalan untuk

perawat dan dokter memeriksa pasien. Orang tua dapat menyentuh

bayinya lewat lubang tersebut.

4. Jalur infus

Sebuah kateter kecil yang fleksibel yang dimasukan kedalam pembuluh

darah vena. Hampir semua bayi yang dirawat di NICU diinfus untuk

kebutuhan cairan dan obat-obatan, biasanya di lengan atau kaki atau

bahkan dapat dibuat umbilical chateter (sebuah kateter yang dimasukan

keumbilical) pada situasi tertentu dibutuhkan IV line yang lebih besar

untuk memasukan cairan dan obat-obatan, ini dilakukan oleh dokter

bedah pediatrik.

5. Monitor

Bayi di NICU tersambungkan ke monitor sehingga staff NICU akan

selalumengetahui tanda-tanda vital mereka. Dalam satu monitor dapat

terekambeberapa tanda-tanda vital, antara lain denyut nadi, pernafasan,

tekanandarah, suhu dan SpO2 (kandungan oksigen dalam darah ).

6. Blue light therapy

Terapi cahaya yang digunakan untuk bayi-bayi yang kadar bilirubinnya

lebih tinggi dari normal, biasanya digunakan di atas bayi dengan bayi

42

Page 43: Laporan Tutorial Pediatri 2

telanjang dan matanya ditutup dengan pelindung mata khusus, lamanya

terapi cahaya tergantung dari penurunan kadar bilirubin, biasanya

diperiksa ulang setelah 24 jam pemakaian cahaya.

7. Bubble CPAP

Alat bantu napas dengan menggunakan canul kecil ke dalam lubang

hidung bayi, hal ini biasanya digunakan untuk bayi yang sering lupa

napas (apnoe).

8. Ventilator

Mesin napas yang digunakan untuk bayi yang mempunyai gangguan

nafas berat, hal ini dengan menggunakan selang kecil melalui hidung

atau mulut sampai ke paru.

43

Page 44: Laporan Tutorial Pediatri 2

BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario ke-2 blok Pediatri, disebutkan seorang ibu dengan umur

kehamilan 40 minggu menjalani section caesaria yang dilakukan atas indikasi

detak jantung janin melemah. Detak jantung janin (DJJ) normal berkisar antara

120-160 kali per menit. Pola frekuensi denyut jantung janin sebagian besar

mengindikasikan adanya gawat janin. Gawat janin umum digunakan untuk

menjelaskan kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan penyelamatan segera akan

berakibat buruk yaitu menyebabkan kerusakan atau kematian janin atau janin

secepatnya dilahirkan (Hariadi, 2004).

Bila pasokan oksigen dan nutrisi berkurang, janin akan mengalami

retardasi organ bahkan asidosis dan kematian. Meningkatnya tekanan CO2

menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Asidosis respiratorik berlanjut

sehingga aliran darah ditujukan kepada organ penting seperti otak dan jantung

dengan mengorbankan hepar dan ginjal. Bradikardia yang terjadi merupakan

mekanisme dari jantung dalam bereaksi dari baroreseptor akibat tekanan

(misalnya hipertensi pada kompresi tali pusat) atau reaksi kemoreseptor akibat

asidemia (Hariadi, 2004).

Sectio caesaria merupakan salah satu upaya untuk penyelamatan gawat

janin pada skenario. Ada beberapa indikasi untuk melakukan section caesaria,

yaitu indikasi medis, indikasi ibu dan indikasi janin. Indikasi medis memiliki 3

faktor penentu atau biasa disebut 3P (power, passanger, passage). Indikasi medis

yang digunakan untuk melakukan tindakan section caesaria pada kasus skenario

berupa faktor passenger, hal ini disebabkan oleh adanya fetal distress syndrome

(denyut jantung kacau dan melemah). Sedangkan dilihat dari indikasi janin,

ancaman gawat janin juga menentukkan perlunya dilakukan tindakan section

caesaria ini.

Setelah lahir, bayi tidak menangis, apneu, dan berwarna kebiruan. Hasil

penilaian dengan skor APGAR antara 0-3 atau bayi berada dalam kondisi asfiksia

berat.

44

Page 45: Laporan Tutorial Pediatri 2

Hal yang perlu dilakukan pada penanganan bayi baru lahir dengan asfiksia

adalah resusitasi. Hal-hal yang dilakukan pada resusitasi antara lain:

menghangatkan bayi, kepala bayi dalam posisi ekstensi dan isap lender bayi.

Kemudian menilai pernafasan bayi dan frekuensi denyut jantung janin. Jika bayi

masih belum dapat bernafas secara spontan dan DJJ masih kurang dari 100

kali/menit dilakukan VTP (Ventilasi tekanan positif). Setelah dilakukan VTP

frekuensi denyut jantung janin kurang dari 100 kali/menit lakukan kompresi dada

dan untuk pemberian epinefrin jika denyut jantung janin masih rendah.

Pada skenario setelah resusitasi bayi mencapai skor APGAR 6 dimana

merupakan kondisi asfiksia ringan sehingga ditempatkan di ruang NICU untuk

mendapat penanganan khusus. Jenis perawatan NICU, antara lain;

1. Level 1: Untuk bayi sakit ringan

2. Level 2: Untuk bayi sakit sedang

3. Level3: Untuk bayi sakit berat yang memerlukan penanganan dan pemantauan

intensif. Biasanya bayi premature dengan usia kehamilan kurang dari 34

minggu.

45

Page 46: Laporan Tutorial Pediatri 2

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

1. Sectio caesaria dilakukan jika kelahiran pervaginam mungkin akan

menyebabkan risiko pada ibu ataupun pada janin dan dilakukan sesuai

dengan indikasi yang sesuai.

2. Neonatus tidak menangis, apneu, dan berwarna kebiruan merupakan

indikasi bahwa kemungkinan neonatus mengalami asfiksia dan hipoksia.

Penatalaksanaan lebih lanjut perlu dilakukan resusitasi.

3. Setelah resusitasi, APGAR skor neonatus pada menit ke-10 adalah 6,

menunjukkan neonatus masih asfiksia sehingga perlu perawatan lebih

lanjut di ruang NICU.

4. Ruang perawatan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dilengkapi

dengan peralatan feeding tube, infant warmers, inkubator, jalur infus,

monitor, blue light therapy, bubble cpap, dan ventilator.

B. Saran

1. Mahasiswa perlu menyebutkan sumber data yang digunakan pada saat

diskusi.

2. Mahasiswa seharusnya jangan hanya membaca tetapi menerangkan pada

saat menyampaikan pendapat dalam diskusi.

3. Mahasiswa seharusnya menghubungkan data yang diperoleh dengan hasil

pemeriksaan pada skenario yang dihadapi dengan detail sesuai

patogenesisnya.

4. Sebaiknya, tutor diberikan waktu yang lebih banyak untuk memberikan

feedback yang lebih membangun setelah diskusi selesai.

5. Ketika tidak ada tutor, mahasiswa seharusnya melanjutkan diskusi sesuai

dengan diskusi tutorial yang sebenarnya.

46

Page 47: Laporan Tutorial Pediatri 2

DAFTAR PUSTAKA

Aurora S, Snyder EY (2004). Perinatal asphyxia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, pp. 536-54.

Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 12-20.

Hall DR, Smith M, Smith J (1996). Maternal faktors contributing to asphyxia neonatorum. J Trop Pediatr, 42: 192-95.

Hariadi R (2004). Gawat janin. Ilmu Kedokteran Fetomaternal Edisi 1. Surabaya: Himpunan Kedokteran Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Kattwinkel J, Short J, Niermeyer S, Denson SE, Zaichkin J, Simon W. Neonatal resuscitation textbook; edisi ke-4. AAP & AHA, 2000; 1-1 – 2-25.

Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 69-79.   

Kliegman, RM. 1999. Janin dan Bayi Neonatus. Dalam ilmu kesehatan Anak nelson vol.1 Edisi 15. Jakarta : EGC

Perinasia, 2006. American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta. 430- 470.

Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka.

Rajiv Aggarwal, Ashwini Singhal, Ashok K Deorari, Vinod K Paul.2002. Apnea in the Newborn. Division of Neonatology, Department of Pediatrics All India Institute of Medical Sciences

Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4. London : Arnold, 2002; 62-88.

Ringer SA. Resuscitation in the delivery room.  Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004;     53-71.

47

Page 48: Laporan Tutorial Pediatri 2

Wahyudi S. 2003. Asfiksia Berat pada Neonatus Aterm. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang (Thesis)

Wiknjosastro H. 2006. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka.

48