laporan tutorial dmf 1 drg supri
TRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
Jejas Traumatik Pada Gigi Anak-Anak
DISUSUN OLEH :
Kelompok Tutorial VI
Pembimbing : drg. Supriyadi, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2012
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial ini yang berjudul
“Jejas Traumatik Pada Gigi Anak-Anak” dengan tepat waktu dan tanpa suatu
halangan apapun
.Laporan Tutorial ini kami buat sebagai salah satu sarana untuk lebih
mendalami materi tentang jejas traumatik yang terjadi pada gigi anak-anak.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Drg. Supriyadi, M.Kes yang telah memberikan waktu untuk menjadi tutor kami
dalam diskusi tutorial ini.
2. Anggota kelompok VI yang telah berperan aktif, dalam diskusi maupun
pembuatan tutorial ini.
Tak ada gading yang tidak retak, begitupun dengan laporan kami, untuk
itu, kami mohon maaf apabila dalam laporan ini, banyak kesalahan baik dalam isi
maupun sistematika. Kami juga berharap laporan ini dapat bermanfaat untuk
pendalaman pada Blok Dentomaksilofasial I .
Jember, 20 Juli 2012
Penulis
Anggota Kelompok Tutorial VI :
1. Stefanus christian (11-51)
2. Ega Sofiana (11-53)
3. Mohammad Harish (11-55)
4. Afif Surya Adena (11-59)
5. Anugerah Nur Yuhyi (11-63)
6. Fitria Krisnawati (11-64)
7. Sitti Nur Qomariyah (11-66)
8. Tiara Fortuna Bela B (11-67)
9. Khamda Rizki Dhamas (11-69)
10. Sheila Dian P (11-71)
11. Adinda Martina (11-72)
12. Dewi Martinda Hartono (11-73)
13. Nurbaetty Rochmah (11-74)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma secara umum merupakan suatu luka atau jejas baik fisik maupun
psikis. Dapat diartikan juga sebagai suatu kejadian yang tidak terduga atau
suatu penyebab sakit akibat dari kontak yang keras dengan suatu benda.
Selain itu, trauma juga dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang
biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya
kontinuitas normal suatu struktur. Trauma secara umum dapat disebabkan
oleh berbagai hal antara lain, terjatuh, tindak kekerasan, kecelakaan,dll.
Trauma pada gigi anterior merupakan suatu kerusakan pada jaringan keras
gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang
tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun
pada rahang bawah atau pada keduanya. Pada umumnya penyebab terjadinya
trauma pada gigi anak-anak yang paling sering adalah dikarenakan terjatuh
pada saat bermain, saat sedang berolahraga, berkelahi ataupun kecelakaan.
Menurut suatu penelitian prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada
anak-anak terjadi antara usia 13 tahun karena pada usia tersebut anak-anak
mempunyai ruang gerak yang bebas dan cukup luas sementara koordinasi dan
penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik sehingga anak-anak sering
terjatuh dalam beberapa situasi. Prevalensi trauma gigi yang terjadi pada anak
usia diatas 5 tahun menunjukkan penurunan disebabkan koordinasi motorik
anak membaik namun terjadi peningkatan pada usia 8-12 tahun karena adanya
peningkatan aktifitas fisik mereka. Sehingga pada usia tersebut, anak-anak
rawan fraktur dan trauma karena aktifitas yang dilakukan semakin banyak dan
beragam.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. apa etiologi dari jejas traumatik pada gigi anak-anak ?
2. apa saja faktor predisposisi dari jejas traumatik pada gigi anak-anak ?
3. apa saja klasifikasi dari jejas traumatik pada gigi anak-anak ?
4. bagaimanakah penegakkan diagnosa pada traumatik pada anak-anak ?
1.3 TUJUAN
1. Mampu menjelaskan etiologi dan faktor predisposisi dari jejas traumatik
pada gigi anak-anak.
2. Mampu menjelaskan klasifikasi, pemeriksaan klinis serta gambaran klinis
dari jejas traumatik pada gigi anak-anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun
psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan
sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan
fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.
Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu
penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Definisi lain
menyebutkan bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras
gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis.
Gigi fraktur adalah rem dalam kontinuitas tulang dengan atau tanpa ada
perpindahan dari fragmen. Mungkin patologis hasil dari cedera ringan yang sudah
berpenyakit tulang atau yang sehat.
Fraktur gigi adalah suatu keadaan patah gigi yang disebabkan oleh suatu
hal. Fraktur gigi merupakan salah satu dari ketiga penyebab utama kerusakan pada
gigi setelah karies dan penyakit jaringan periodontal.
Kebanyakan cedera yang menyebabkan fraktur gigi pada anak adalah
karena karena terjatuh dan kecelakaan ketika bermain. Cedera yang menyebabkan
gigi atas berputar sering terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan karena
mereka sering terjatuh selama bermain dan ketika belajar berjalan. Secara umum
cedera lebih sering terjadi pada anak laki. Trauma yang tumpul cenderung
menyebabkan kerusakan yang besar pada jaringan lunak dan jaringan pendukung,
sedangkan kecepatan yang tinggi atau luka tusuk menyebabkan gigi berputar dan
fraktur.
Ellis dan Davey membagi penyebab trauma menjadi dua yaitu :
- Langsung
Yaitu gigi secara langsung terkena benda penyebab trauma.
- Tidak langsung
Gigi secara tidak langsung terkena benda penyebab trauma, misalnya
trauma mengenai rahang bawah yang kemudian menyebabkan kerusakan
gigi di rahang bawah.
Trauma yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung pada gigi
depan anak
dapat disebabkan oleh :
1. Terjatuh dan berkelahi (pukulan/dorongan) merupakan penyebab yang paling
utama dari kerusakan gigi.
2. Kecelakaan olah raga / permainan dan kecelakaan lalu lintas
3. Luka karena sengatan listrik atau hewan
4. Khusus untuk trauma yang terjadi secara langsung mengenai gigi dapat
disebabkan oleh aksi pengunyahan yang disebut fraktur spontan. Fraktur
spontan dapat terjadi sebagai akibat tekanan pengunyahan pada gigi yang
mengalami karies besar, sehingga gigi dapat retak atau patah pada waktu
menggigit benda yang keras.
Faktor predisposisi
1. Klas II divisi 1
2. Penutupan bibir atas dan bawah yang kurang sempurna.
3. Frekuensi trauma pada gigi depan lebih sering dengan overjet 3 – 6 mm.
Overjet > 6 mm, menunjukkan resiko tiga kali lebih tinggi.
4. Aktifitas olah raga
5. Laki laki > perempuan
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk trauma gigi depan adalah yang
diperkenalkan oleh Ellis dan Davey, terdiri dari sembilan kelas. Kelas I sampai
kelas VIII untuk gigi depan tetap dan kelas IX untuk gigi depan sulung yang juga
terdiri dari delapan kelas, sama seperti halnya pada gigi tetap. Klasifikasi ini
sangat sederhana sehingga mudah untuk menegakkan diagnosa dan perawatan.
Klasifikasi menurut Roberts sama dengan yang diperkenalkan Ellis, tetapi
untuk membedakan antara gigi sulung dan gigi tetap, digunakan istilah kelas I
tetap, kelas II dan seterusnya. Sedangkan untuk gigi sulung, digunakan kelas I
sulung dan seterusnya.
Hargreaves dan Craig memperkenalkan klasifikasi hanya untuk fraktur
mahkota gigi sulung, yaitu kelas I, II, III dan IV. Klasifikasi tersebut hampir sama
dengan klasifikasi Ellis. Perbedaannya terletak pada kelas IV yaitu fraktur akar
disertai atau tanpa mahkota gigi sulung
Klasifikasi Ellis & Davey :
- Kelas I : Fraktur yang sederhana dari mahkota gigi dengan
terbukanya
sedikit atau tidak sama sekali bagian dentin dari
mahkota (hanya
mengenai bagian enamel)
- Kelas II : Fraktur yang terjadi pada mahkota gigi dengan
terbukanya dentin
yang luas, tetapi belum mengenai pulpa (hanya
mengenai bagian
dentin)
- Kelas III : Fraktur pada mahkota gigi dengan terbukanya
dentin yang luas,
sudah mengenai pulpa (dentin dan pulpa terkena)
- Kelas IV : Trauma pada gigi yang mengakibatkan gigi menjadi
non vital
disertai dengan ataupun tanpa disertai hilangnya
struktur mahkota gigi
- Kelas V : Trauma pada gigi yang menyebabkan hilangnya
gigi, yang
disebut dengan avulsi
- Kelas VI : Fraktur pada akar disertai dengan ataupun tanpa
disertai
hilangnya struktur mahkota gigi
- Kelas VII : Trauma yang menyebabkan berpindahnya gigi
(intrusi, ekstrusi,
labial, palatal, bukal, distal, mesial, rotasi) tanpa disertai oleh
adanya fraktur mahkota atau akar gigi
- Kelas VIII : Trauma yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar
pada gigi
(total distruction) tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar gigi
tidak mengalami perubahan
- Kelas IX : Semua kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi
depan,
definisi untuk gigi sulung sama dengan untuk gigi tetap.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Traumatik yang terjadi pada anak dapat terjadi secara langsung
maupun secara tidak langsung. Secara langsung terjadi ketika benda keras
langsung mengenai gigi. Sedangkan secara tidak langsung, trauma gigi
yang terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi
rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan dan tekanan
yang besar dan secara tiba-tiba. Penyebab dari traumatik pada anak ini
antara lain, kecelakaan saat berolahraga, bermain, perkelahian, tindak
kriminalitas, bencana alam dan terjatuh. Benturan yang keras dapat
mengakibatkan terjadinya karies karena fraktur spontan. Frekuensinya
30% terjadi pada gigi sulung dan 22% terjadi pada gigi tetap.
Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1. Dimana
trauma lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
Faktor predisposisi dari traumatik pada gigi anak ini antara lain:
a. posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya terdapat kelainan
dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2, kelas II divisi 1 / yang
mengalami overjet > 3 mm.
b. Keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia email
c. Anak dengan kebiasaan menghisap ibu jari yang menyebabkan gigi
anterior protrusif
d. Penutupan bibir atas dan bawah yang kurang sempurna
e. Jenis kelamin : lebih sering terjadi pada anak laki-laki
f. Dapat juga terjadi pada penderita cerebral palsy
4.2 Klasifikasi, Gambaran Klinis dan Pemeriksaan
Para ahli mengklasifikasikan berbagai macam kelainan akibat
trauma gigi anterior. Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara
luas adalah klasifikasi menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi
yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam
Application of International Classification of Diseases to Dentistry and
Stomatology. Ellis dan Davey menyusun klasifikai trauma pada gigi
anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :
Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan
email.
Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan
dentin tetapi belum melibatkan pulpa.
Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan
menyebabkan terbukanya pulpa.
Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital
dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.
Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi sulung.
Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization
(WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to
Dentistry and Stomatology diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang
meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak
rongga mulut yaitu sebagai berikut :
I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa
1. Retak mahkota (enamel infraction), yaitu suatu fraktur yang tidak
sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah
horizontal atau vertikal.
2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture),
yaitu fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown
fracture) yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja.
3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur
pada mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa
melibatkan pulpa.
4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture), yaitu
fraktur yang mengenai email, dentin, dan pulpa.
II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar
1. Fraktur mahkota-akar, yaitu suatu fraktur yang mengenai email,
dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan
pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated
crown-root fracture) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan
jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks
(uncomplicated crown-root fracture).
2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan
pulpa tanpa melibatkan lapisan email.
3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang
melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian
fasial atau lingual dari dinding soket.
4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus
alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.
5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus
mandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan
atau tanpa melibatkan soket gigi.
III. Kerusakan pada jaringan periodontal
1. Concusion, yaitu trauma yang mengenai j aringan pendukung gigi
yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi
tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.
2. Subluxation, yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi
gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi ekstrusi (partial displacement), yaitu pelepasan sebagian
gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi
terlihat lebih panjang.
4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena
pergerakan gigi kearah labial, palatal maupun lateral, hal ini
menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi
tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral
menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal
5. Luksasi intrusi, yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar,
dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar.
Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
6. Laserasi (hilang atau ekstrartikulasi) yaitu pergerakan seluruh gigi
ke luar dari soket.
IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut
1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang
disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka
terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan
benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah
submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.
3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan
karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat
permukaan yang berdarah atau lecet.
Trauma pada gigi sulung dapat menyebabkan beberapa kelainan pada
gigi tetap, antara lain hipoplasia email, hipokalsifikasi, dan dilaserasi.
Beberapa reaksi yang terjadi pada jaringan pulpa setelah gigi mengalami
trauma adalah hiperemi pulpa, diskolorisasi, resorpsi internal, resorpsi
eksternal, metamorfosis kalsifikasi pulpa gigi, dan nekrosis pulpa.
Prognosis dari trauma yang meliputi gigi dipengaruhi oleh 3 faktor:
1. Tingkat kerusakan atau luas dari kerusakan yang dialami. Apakah
kerusakan yang dialami meliputi jaringan lain di sekitar gigi, seperti
jaringan lunak maupun jaringan keras seperti tulang rahang.
2. Kualitas dan kesegeraan dari perawatan yang dilakukan setelah terjadi
trauma.
3. Evaluasi dari penatalaksanaan selama masa penyembuhan.
Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan terhadap pasien trauma gigi harus dilakukan sesegera
mungkin setelah terjadinya trauma. Proses pemeriksaannya hampir sama
seperti pemeriksaan pada kasus perawatan endodontik. Anamnesis diperoleh
dari keterangan pasien atau orang lain yang mengetahui secara pasti
mengenai kondisi yang dialami oleh pasien, meliputi keluhan utama, riwayat
terjadinya trauma, dan medical history.
Keluhan utama.
Pasien ditanyakan mengenai keparahan dari rasa sakit dan berbagai
gejala signifikan lainnya. Perdarahan pada jaringan lunak memang terlihat
sebagai suatu kondisi yang parah, namun apabila terjadi fraktur pada tulang
maka rasa sakit yang timbul akan lebih besar dan kondisi ini harus menjadi
prioritas utama dalam melakukan perawatan. Selain itu, perlu dicatat juga
mengenai durasi dari tiap gejala.
Riwayat terjadinya trauma.
Tanyakan pasien hal-hal berikut ini:
1. Kapan dan dimana cedera terjadi.
2. Bagaimana terjadinya cedera.
3. Perawatan apa saja yang sudah dilakukan sebelum datang ke dokter gigi
(operator).
4. Apakah sebelumnya sudah pernah mengalami trauma yang serupa.
5. Gejala apa saja yang dirasakan pasien sejak terjadinya trauma (pusing,
muntah, sakit kepala, kejang-kejang ataupun konvulsi, pandangan kabur,
hilang kesadaran, gangguan pendengaran, pengecapan, penglihatan dan
keseimbangan, serta perdarahan dari hidung atau telinga.
Masalah gigi yang dialami sejak trauma (sakit, kegoyangan,
sangkutan oklusal, gejala lain pada jaringan sekitar gigi).
Medical history.
Riwayat alergi terhadap obat-obatan.
Kelaianan seperti gangguan perdarahan, diabetes, epilepsi.
Obat-obatan yang sedang dipakai sekarang.
Status imunisasi tetanus. Untuk luka bersih, tidak diperlukan booster
apabila imunisasi dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Untuk luka kotor,
diperlukan booster apabila imunisasi dilakukan lebih dari 5 tahun.
Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan jaringan lunak.
Lakukan observasi dan palpasi pada jaringan lunak yang cedera.
Apabila terjadi terjadi laserasi jaringan lunak dan fraktur gigi perlu dilakukan
pula pemeriksaan radiografi karena tidak jarang fragmen gigi tertanam ke
dalam jaringan lunak.
Pemeriksaan tulang wajah.
Maksila, mandibula, dan TMJ perlu diperiksa secara visual, palpasi,
untuk melihat adanya distorsi, malalignment, atau adanya indikasi fraktur.
Apabila ada indikasi fraktur lakukan pula pemeriksaan radiografi. Catat juga
apabila ada dislokasi dari gigi, sangkutan oklusal, dan perkembangan dari
pathosis apikal.
Pemeriksaan gigi.
Gigi yang mengalami trauma harus diperiksa apakah gigi tersebut
mengalami fraktur, kegoyangan, perubahan posisi, cedera pada ligamen
periodontal dan tulang alveolar, serta trauma pada jaringan pulpa. Periksa
pula adanya kemungkinan keterlibatan gigi yang berada di rahang lawannya.
Fraktur email atau keretakan pada mahkota dapat diperiksa dengan
indirect light atau transluminasi atau dengan penggunaan dye. Apabila
struktur gigi telah hilang, periksa luasnya kehilangan apakah sampai pada
batas email, dentin, atau sudah mencapai jaringan pulpa.
Kegoyangan gigi diperiksa dalam segala arah. Apabila ketika gigi
digerakkan gigi sebelahnya ikut bergerak, perlu dicurigai adanya fraktur pada
tulang alveolar.
Perubahan posisi gigi yang terjadi dapat berupa intrusi, ekstrusi,
lateral (labial atau lingual), dan avulsi secara keseluruhan. Tanyakan kepada
pasien apakah ada kontak prematur ataupun sangkutan oklusal. Apabila ada
perubahan oklusi, perlu dicurigai adanya kemungkinan fraktur rahang atau
akar gigi ataupun ekstrusi gigi.
Untuk memeriksa adanya cedera pada jaringan periodontal lakukanlah
tes perkusi pada gigi. Pada gigi yang mengalami trauma tanpa adanya fraktur
atau perubahan posisi pemeriksaan ini cukup penting untuk melihat adanya
kerusakan pada neurovascular bundle yang masuk ke dalam gigi melalui
apeks. Kerusakan ini akan menimbulkan adanya kemungkinan terjadinya
degenerasi pulpa. Kerusakan ini biasanya ditandai dengan tes perkusi yang
positif.
Pemeriksaan vitalitas atau respon pulpa terhadap trauma harus
diperiksa pada awal kunjungan dan kunjungan-kunjungan kontrol berikutnya,
karena adanya kemungkinan kematian pulpa beberapa bulan setelah trauma.
Setelah terjadi trauma, sering pulpa memperlihatkan hasil negatif ketika
dilakukan tes vitalitas. Namun, setelah pulpa mengalami pemulihan, dia dapat
kembali memperlihatkan hasil positif. Hal yang sebaliknya dapat pula terjadi.
KESIMPULAN
1. Trauma pada gigi anak sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan.
Frekuensinya 30% terjadi pada gigi sulung dan 22% terjadi pada
gigi tetap. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan
adalah 2 : 1. Dimana trauma lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibanding anak perempuan.
2. Klasifikasi trauma pada gigi anak menurut Ellis dan Davey dibagi
menjadi 8 kelas dan klasifikasi tersebut merupakan rekomendasi
dari WHO dalam Application of International Classification to
Dentistry and Stomatognaty.
3. Pemeriksaan subjektif dapat dilakukan dengan cara Anamnesis
yang diperoleh dari keterangan pasien atau orang lain yang
mengetahui secara pasti mengenai kondisi yang dialami oleh
pasien, meliputi keluhan utama, riwayat terjadinya trauma, dan
medical history.
4. Pemeriksaan obyektif dapat dilakukan dengan cara memeriksa
jaringan lunak, memeriksa tulang wajah, serta memeriksa gigi.
DAFTAR PUSTAKA
Andreasen, J.O., Andreasen, F.M., Bakland, L.K., Flores, M. T. Traumatic
dental injuries a manual. 2nd edition. Munksgaard : Blackwell Publishing
Company. 2003.
Roberts, M.W. Traumatic injuries to the primary and immature permanent
dentition. Dalam Braham R.L., Moris, M.E. Textbook of pediatric
dentistry. Baltimore : Williams & Wilkins. 1980.
McDonald, R.E., Avery, D.R. Dentistry for the child and adolescent. 7th
ed. St Louis : Mosby. 2004.
Fountain, S.B., Camp, J.H. Traumtic injuries. Dalam S.Cohen and R. C.
Burns. Pathways of the pulp. 6th ed. St. Louis : Mosby. 1994.