laporan tutorial dmf 1 drg supri

26
LAPORAN TUTORIAL Jejas Traumatik Pada Gigi Anak-Anak DISUSUN OLEH : Kelompok Tutorial VI Pembimbing : drg. Supriyadi, M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Upload: sheila-dian-pradipta

Post on 30-Jul-2015

343 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

LAPORAN TUTORIAL

Jejas Traumatik Pada Gigi Anak-Anak

DISUSUN OLEH :

Kelompok Tutorial VI

Pembimbing : drg. Supriyadi, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2012

Page 2: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan

Hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial ini yang berjudul

“Jejas Traumatik Pada Gigi Anak-Anak” dengan tepat waktu dan tanpa suatu

halangan apapun

.Laporan Tutorial ini kami buat sebagai salah satu sarana untuk lebih

mendalami materi tentang jejas traumatik yang terjadi pada gigi anak-anak.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada :

1. Drg. Supriyadi, M.Kes yang telah memberikan waktu untuk menjadi tutor kami

dalam diskusi tutorial ini.

2. Anggota kelompok VI yang telah berperan aktif, dalam diskusi maupun

pembuatan tutorial ini.

Tak ada gading yang tidak retak, begitupun dengan laporan kami, untuk

itu, kami mohon maaf apabila dalam laporan ini, banyak kesalahan baik dalam isi

maupun sistematika. Kami juga berharap laporan ini dapat bermanfaat untuk

pendalaman pada Blok Dentomaksilofasial I .

Jember, 20 Juli 2012

Penulis

Page 3: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

Anggota Kelompok Tutorial VI :

1. Stefanus christian (11-51)

2. Ega Sofiana (11-53)

3. Mohammad Harish (11-55)

4. Afif Surya Adena (11-59)

5. Anugerah Nur Yuhyi (11-63)

6. Fitria Krisnawati (11-64)

7. Sitti Nur Qomariyah (11-66)

8. Tiara Fortuna Bela B (11-67)

9. Khamda Rizki Dhamas (11-69)

10. Sheila Dian P (11-71)

11. Adinda Martina (11-72)

12. Dewi Martinda Hartono (11-73)

13. Nurbaetty Rochmah (11-74)

Page 4: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma secara umum merupakan suatu luka atau jejas baik fisik maupun

psikis. Dapat diartikan juga sebagai suatu kejadian yang tidak terduga atau

suatu penyebab sakit akibat dari kontak yang keras dengan suatu benda.

Selain itu, trauma juga dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang

biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya

kontinuitas normal suatu struktur. Trauma secara umum dapat disebabkan

oleh berbagai hal antara lain, terjatuh, tindak kekerasan, kecelakaan,dll.

Trauma pada gigi anterior merupakan suatu kerusakan pada jaringan keras

gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang

tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun

pada rahang bawah atau pada keduanya. Pada umumnya penyebab terjadinya

trauma pada gigi anak-anak yang paling sering adalah dikarenakan terjatuh

pada saat bermain, saat sedang berolahraga, berkelahi ataupun kecelakaan.

Menurut suatu penelitian prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada

anak-anak terjadi antara usia 13 tahun karena pada usia tersebut anak-anak

mempunyai ruang gerak yang bebas dan cukup luas sementara koordinasi dan

penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik sehingga anak-anak sering

terjatuh dalam beberapa situasi. Prevalensi trauma gigi yang terjadi pada anak

usia diatas 5 tahun menunjukkan penurunan disebabkan koordinasi motorik

anak membaik namun terjadi peningkatan pada usia 8-12 tahun karena adanya

peningkatan aktifitas fisik mereka. Sehingga pada usia tersebut, anak-anak

rawan fraktur dan trauma karena aktifitas yang dilakukan semakin banyak dan

beragam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. apa etiologi dari jejas traumatik pada gigi anak-anak ?

2. apa saja faktor predisposisi dari jejas traumatik pada gigi anak-anak ?

3. apa saja klasifikasi dari jejas traumatik pada gigi anak-anak ?

Page 5: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

4. bagaimanakah penegakkan diagnosa pada traumatik pada anak-anak ?

1.3 TUJUAN

1. Mampu menjelaskan etiologi dan faktor predisposisi dari jejas traumatik

pada gigi anak-anak.

2. Mampu menjelaskan klasifikasi, pemeriksaan klinis serta gambaran klinis

dari jejas traumatik pada gigi anak-anak.

Page 6: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun

psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan

sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan

fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.

Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu

penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Definisi lain

menyebutkan bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras

gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis.

Gigi fraktur adalah rem dalam kontinuitas tulang dengan atau tanpa ada

perpindahan dari fragmen. Mungkin patologis hasil dari cedera ringan yang sudah

berpenyakit tulang atau yang sehat.

Fraktur gigi adalah suatu keadaan patah gigi yang disebabkan oleh suatu

hal. Fraktur gigi merupakan salah satu dari ketiga penyebab utama kerusakan pada

gigi setelah karies dan penyakit jaringan periodontal.

Kebanyakan cedera yang menyebabkan fraktur gigi pada anak adalah

karena karena terjatuh dan kecelakaan ketika bermain. Cedera yang menyebabkan

gigi atas berputar sering terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan karena

mereka sering terjatuh selama bermain dan ketika belajar berjalan. Secara umum

cedera lebih sering terjadi pada anak laki. Trauma yang tumpul cenderung

menyebabkan kerusakan yang besar pada jaringan lunak dan jaringan pendukung,

sedangkan kecepatan yang tinggi atau luka tusuk menyebabkan gigi berputar dan

fraktur.

Ellis dan Davey membagi penyebab trauma menjadi dua yaitu :

- Langsung

Yaitu gigi secara langsung terkena benda penyebab trauma.

- Tidak langsung

Gigi secara tidak langsung terkena benda penyebab trauma, misalnya

trauma mengenai rahang bawah yang kemudian menyebabkan kerusakan

Page 7: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

gigi di rahang bawah.

Trauma yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung pada gigi

depan anak

dapat disebabkan oleh :

1. Terjatuh dan berkelahi (pukulan/dorongan) merupakan penyebab yang paling

utama dari kerusakan gigi.

2. Kecelakaan olah raga / permainan dan kecelakaan lalu lintas

3. Luka karena sengatan listrik atau hewan

4. Khusus untuk trauma yang terjadi secara langsung mengenai gigi dapat

disebabkan oleh aksi pengunyahan yang disebut fraktur spontan. Fraktur

spontan dapat terjadi sebagai akibat tekanan pengunyahan pada gigi yang

mengalami karies besar, sehingga gigi dapat retak atau patah pada waktu

menggigit benda yang keras.

Faktor predisposisi

1. Klas II divisi 1

2. Penutupan bibir atas dan bawah yang kurang sempurna.

3. Frekuensi trauma pada gigi depan lebih sering dengan overjet 3 – 6 mm.

Overjet > 6 mm, menunjukkan resiko tiga kali lebih tinggi.

4. Aktifitas olah raga

5. Laki laki > perempuan

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk trauma gigi depan adalah yang

diperkenalkan oleh Ellis dan Davey, terdiri dari sembilan kelas. Kelas I sampai

kelas VIII untuk gigi depan tetap dan kelas IX untuk gigi depan sulung yang juga

terdiri dari delapan kelas, sama seperti halnya pada gigi tetap. Klasifikasi ini

sangat sederhana sehingga mudah untuk menegakkan diagnosa dan perawatan.

Klasifikasi menurut Roberts sama dengan yang diperkenalkan Ellis, tetapi

untuk membedakan antara gigi sulung dan gigi tetap, digunakan istilah kelas I

tetap, kelas II dan seterusnya. Sedangkan untuk gigi sulung, digunakan kelas I

sulung dan seterusnya.

Hargreaves dan Craig memperkenalkan klasifikasi hanya untuk fraktur

mahkota gigi sulung, yaitu kelas I, II, III dan IV. Klasifikasi tersebut hampir sama

Page 8: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

dengan klasifikasi Ellis. Perbedaannya terletak pada kelas IV yaitu fraktur akar

disertai atau tanpa mahkota gigi sulung

Klasifikasi Ellis & Davey :

- Kelas I : Fraktur yang sederhana dari mahkota gigi dengan

terbukanya

sedikit atau tidak sama sekali bagian dentin dari

mahkota (hanya

mengenai bagian enamel)

- Kelas II : Fraktur yang terjadi pada mahkota gigi dengan

terbukanya dentin

yang luas, tetapi belum mengenai pulpa (hanya

mengenai bagian

dentin)

- Kelas III : Fraktur pada mahkota gigi dengan terbukanya

dentin yang luas,

sudah mengenai pulpa (dentin dan pulpa terkena)

- Kelas IV : Trauma pada gigi yang mengakibatkan gigi menjadi

non vital

disertai dengan ataupun tanpa disertai hilangnya

struktur mahkota gigi

- Kelas V : Trauma pada gigi yang menyebabkan hilangnya

gigi, yang

disebut dengan avulsi

- Kelas VI : Fraktur pada akar disertai dengan ataupun tanpa

disertai

hilangnya struktur mahkota gigi

- Kelas VII : Trauma yang menyebabkan berpindahnya gigi

(intrusi, ekstrusi,

labial, palatal, bukal, distal, mesial, rotasi) tanpa disertai oleh

Page 9: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

adanya fraktur mahkota atau akar gigi

- Kelas VIII : Trauma yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar

pada gigi

(total distruction) tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar gigi

tidak mengalami perubahan

- Kelas IX : Semua kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi

depan,

definisi untuk gigi sulung sama dengan untuk gigi tetap.

Page 10: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Traumatik yang terjadi pada anak dapat terjadi secara langsung

maupun secara tidak langsung. Secara langsung terjadi ketika benda keras

langsung mengenai gigi. Sedangkan secara tidak langsung, trauma gigi

yang terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi

rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan dan tekanan

yang besar dan secara tiba-tiba. Penyebab dari traumatik pada anak ini

antara lain, kecelakaan saat berolahraga, bermain, perkelahian, tindak

kriminalitas, bencana alam dan terjatuh. Benturan yang keras dapat

mengakibatkan terjadinya karies karena fraktur spontan. Frekuensinya

30% terjadi pada gigi sulung dan 22% terjadi pada gigi tetap.

Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1. Dimana

trauma lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.

Faktor predisposisi dari traumatik pada gigi anak ini antara lain:

a. posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya terdapat kelainan

dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2, kelas II divisi 1 / yang

mengalami overjet > 3 mm.

b. Keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia email

c. Anak dengan kebiasaan menghisap ibu jari yang menyebabkan gigi

anterior protrusif

d. Penutupan bibir atas dan bawah yang kurang sempurna

e. Jenis kelamin : lebih sering terjadi pada anak laki-laki

f. Dapat juga terjadi pada penderita cerebral palsy

4.2 Klasifikasi, Gambaran Klinis dan Pemeriksaan

Para ahli mengklasifikasikan berbagai macam kelainan akibat

trauma gigi anterior. Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara

luas adalah klasifikasi menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi

yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam

Application of International Classification of Diseases to Dentistry and

Page 11: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

Stomatology. Ellis dan Davey menyusun klasifikai trauma pada gigi

anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :

Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan

email.

Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan

dentin tetapi belum melibatkan pulpa.

Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan

menyebabkan terbukanya pulpa.

Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital

dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.

Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.

Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi sulung.

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization

(WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to

Dentistry and Stomatology diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang

meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak

rongga mulut yaitu sebagai berikut :

I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa

1. Retak mahkota (enamel infraction), yaitu suatu fraktur yang tidak

sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah

horizontal atau vertikal.

2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture),

yaitu fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown

fracture) yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja.

3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur

pada mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa

melibatkan pulpa.

4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture), yaitu

fraktur yang mengenai email, dentin, dan pulpa.

Page 12: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar

1. Fraktur mahkota-akar, yaitu suatu fraktur yang mengenai email,

dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan

pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated

crown-root fracture) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan

jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks

(uncomplicated crown-root fracture).

2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan

pulpa tanpa melibatkan lapisan email.

3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang

melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian

fasial atau lingual dari dinding soket.

4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus

alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.

5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus

mandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan

atau tanpa melibatkan soket gigi.

III. Kerusakan pada jaringan periodontal

1. Concusion, yaitu trauma yang mengenai j aringan pendukung gigi

yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi

tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.

2. Subluxation, yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi

gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

3. Luksasi ekstrusi (partial displacement), yaitu pelepasan sebagian

gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi

terlihat lebih panjang.

4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena

pergerakan gigi kearah labial, palatal maupun lateral, hal ini

menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi

tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral

menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal

Page 13: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

5. Luksasi intrusi, yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar,

dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar.

Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.

6. Laserasi (hilang atau ekstrartikulasi) yaitu pergerakan seluruh gigi

ke luar dari soket.

IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut

1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang

disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka

terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan

benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah

submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan

karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat

permukaan yang berdarah atau lecet.

Trauma pada gigi sulung dapat menyebabkan beberapa kelainan pada

gigi tetap, antara lain hipoplasia email, hipokalsifikasi, dan dilaserasi.

Beberapa reaksi yang terjadi pada jaringan pulpa setelah gigi mengalami

trauma adalah hiperemi pulpa, diskolorisasi, resorpsi internal, resorpsi

eksternal, metamorfosis kalsifikasi pulpa gigi, dan nekrosis pulpa.

Prognosis dari trauma yang meliputi gigi dipengaruhi oleh 3 faktor:

1. Tingkat kerusakan atau luas dari kerusakan yang dialami. Apakah

kerusakan yang dialami meliputi jaringan lain di sekitar gigi, seperti

jaringan lunak maupun jaringan keras seperti tulang rahang.

2. Kualitas dan kesegeraan dari perawatan yang dilakukan setelah terjadi

trauma.

3. Evaluasi dari penatalaksanaan selama masa penyembuhan.

Pemeriksaan Subyektif

Pemeriksaan terhadap pasien trauma gigi harus dilakukan sesegera

mungkin setelah terjadinya trauma. Proses pemeriksaannya hampir sama

seperti pemeriksaan pada kasus perawatan endodontik. Anamnesis diperoleh

Page 14: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

dari keterangan pasien atau orang lain yang mengetahui secara pasti

mengenai kondisi yang dialami oleh pasien, meliputi keluhan utama, riwayat

terjadinya trauma, dan medical history.

Keluhan utama.

Pasien ditanyakan mengenai keparahan dari rasa sakit dan berbagai

gejala signifikan lainnya. Perdarahan pada jaringan lunak memang terlihat

sebagai suatu kondisi yang parah, namun apabila terjadi fraktur pada tulang

maka rasa sakit yang timbul akan lebih besar dan kondisi ini harus menjadi

prioritas utama dalam melakukan perawatan. Selain itu, perlu dicatat juga

mengenai durasi dari tiap gejala.

Riwayat terjadinya trauma.

Tanyakan pasien hal-hal berikut ini:

1. Kapan dan dimana cedera terjadi.

2. Bagaimana terjadinya cedera.

3. Perawatan apa saja yang sudah dilakukan sebelum datang ke dokter gigi

(operator).

4. Apakah sebelumnya sudah pernah mengalami trauma yang serupa.

5. Gejala apa saja yang dirasakan pasien sejak terjadinya trauma (pusing,

muntah, sakit kepala, kejang-kejang ataupun konvulsi, pandangan kabur,

hilang kesadaran, gangguan pendengaran, pengecapan, penglihatan dan

keseimbangan, serta perdarahan dari hidung atau telinga.

Masalah gigi yang dialami sejak trauma (sakit, kegoyangan,

sangkutan oklusal, gejala lain pada jaringan sekitar gigi).

Medical history.

Riwayat alergi terhadap obat-obatan.

Kelaianan seperti gangguan perdarahan, diabetes, epilepsi.

Obat-obatan yang sedang dipakai sekarang.

Page 15: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

Status imunisasi tetanus. Untuk luka bersih, tidak diperlukan booster

apabila imunisasi dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Untuk luka kotor,

diperlukan booster apabila imunisasi dilakukan lebih dari 5 tahun.

Pemeriksaan Obyektif

Pemeriksaan jaringan lunak.

Lakukan observasi dan palpasi pada jaringan lunak yang cedera.

Apabila terjadi terjadi laserasi jaringan lunak dan fraktur gigi perlu dilakukan

pula pemeriksaan radiografi karena tidak jarang fragmen gigi tertanam ke

dalam jaringan lunak.

Pemeriksaan tulang wajah.

Maksila, mandibula, dan TMJ perlu diperiksa secara visual, palpasi,

untuk melihat adanya distorsi, malalignment, atau adanya indikasi fraktur.

Apabila ada indikasi fraktur lakukan pula pemeriksaan radiografi. Catat juga

apabila ada dislokasi dari gigi, sangkutan oklusal, dan perkembangan dari

pathosis apikal.

Pemeriksaan gigi.

Gigi yang mengalami trauma harus diperiksa apakah gigi tersebut

mengalami fraktur, kegoyangan, perubahan posisi, cedera pada ligamen

periodontal dan tulang alveolar, serta trauma pada jaringan pulpa. Periksa

pula adanya kemungkinan keterlibatan gigi yang berada di rahang lawannya.

Fraktur email atau keretakan pada mahkota dapat diperiksa dengan

indirect light atau transluminasi atau dengan penggunaan dye. Apabila

struktur gigi telah hilang, periksa luasnya kehilangan apakah sampai pada

batas email, dentin, atau sudah mencapai jaringan pulpa.

Kegoyangan gigi diperiksa dalam segala arah. Apabila ketika gigi

digerakkan gigi sebelahnya ikut bergerak, perlu dicurigai adanya fraktur pada

tulang alveolar.

Perubahan posisi gigi yang terjadi dapat berupa intrusi, ekstrusi,

lateral (labial atau lingual), dan avulsi secara keseluruhan. Tanyakan kepada

pasien apakah ada kontak prematur ataupun sangkutan oklusal. Apabila ada

Page 16: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

perubahan oklusi, perlu dicurigai adanya kemungkinan fraktur rahang atau

akar gigi ataupun ekstrusi gigi.

Untuk memeriksa adanya cedera pada jaringan periodontal lakukanlah

tes perkusi pada gigi. Pada gigi yang mengalami trauma tanpa adanya fraktur

atau perubahan posisi pemeriksaan ini cukup penting untuk melihat adanya

kerusakan pada neurovascular bundle yang masuk ke dalam gigi melalui

apeks. Kerusakan ini akan menimbulkan adanya kemungkinan terjadinya

degenerasi pulpa. Kerusakan ini biasanya ditandai dengan tes perkusi yang

positif.

Pemeriksaan vitalitas atau respon pulpa terhadap trauma harus

diperiksa pada awal kunjungan dan kunjungan-kunjungan kontrol berikutnya,

karena adanya kemungkinan kematian pulpa beberapa bulan setelah trauma.

Setelah terjadi trauma, sering pulpa memperlihatkan hasil negatif ketika

dilakukan tes vitalitas. Namun, setelah pulpa mengalami pemulihan, dia dapat

kembali memperlihatkan hasil positif. Hal yang sebaliknya dapat pula terjadi.

Page 17: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

KESIMPULAN

1. Trauma pada gigi anak sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan.

Frekuensinya 30% terjadi pada gigi sulung dan 22% terjadi pada

gigi tetap. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan

adalah 2 : 1. Dimana trauma lebih sering terjadi pada anak laki-laki

dibanding anak perempuan.

2. Klasifikasi trauma pada gigi anak menurut Ellis dan Davey dibagi

menjadi 8 kelas dan klasifikasi tersebut merupakan rekomendasi

dari WHO dalam Application of International Classification to

Dentistry and Stomatognaty.

3. Pemeriksaan subjektif dapat dilakukan dengan cara Anamnesis

yang diperoleh dari keterangan pasien atau orang lain yang

mengetahui secara pasti mengenai kondisi yang dialami oleh

pasien, meliputi keluhan utama, riwayat terjadinya trauma, dan

medical history.

4. Pemeriksaan obyektif dapat dilakukan dengan cara memeriksa

jaringan lunak, memeriksa tulang wajah, serta memeriksa gigi.

Page 18: Laporan Tutorial Dmf 1 Drg Supri

DAFTAR PUSTAKA

Andreasen, J.O., Andreasen, F.M., Bakland, L.K., Flores, M. T. Traumatic

dental injuries a manual. 2nd edition. Munksgaard : Blackwell Publishing

Company. 2003.

Roberts, M.W. Traumatic injuries to the primary and immature permanent

dentition. Dalam Braham R.L., Moris, M.E. Textbook of pediatric

dentistry. Baltimore : Williams & Wilkins. 1980.

McDonald, R.E., Avery, D.R. Dentistry for the child and adolescent. 7th

ed. St Louis : Mosby. 2004.

Fountain, S.B., Camp, J.H. Traumtic injuries. Dalam S.Cohen and R. C.

Burns. Pathways of the pulp. 6th ed. St. Louis : Mosby. 1994.