laporan tahun terakhir penelitian berbasis kompetensirepository.unesa.ac.id › sysop › files ›...

91
1 Kode/ Nama Rumpun Ilmu :112/ Kimia LAPORAN TAHUN TERAKHIR PENELITIAN BERBASIS KOMPETENSI Pengembangan Biomaterial Kolagen Hidroksiapatit Kitosan Untuk Restorasi Jaringan Tulang (Bone Graft) TIM PENGUSUL Prof.Dr. SARI EDI CAHYANINGRUM, M.Si (NIDN:0029127002) Dr. NUNIEK HERDYASTUTI, M.Si (NIDN:0010117004) Tahun ke-2 dari rencana 2 tahun UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA NOPEMBER, 2017

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    Kode/ Nama Rumpun Ilmu :112/ Kimia

    LAPORAN TAHUN TERAKHIR

    PENELITIAN BERBASIS KOMPETENSI

    Pengembangan Biomaterial Kolagen Hidroksiapatit Kitosan

    Untuk Restorasi Jaringan Tulang (Bone Graft)

    TIM PENGUSUL

    Prof.Dr. SARI EDI CAHYANINGRUM, M.Si (NIDN:0029127002)

    Dr. NUNIEK HERDYASTUTI, M.Si (NIDN:0010117004)

    Tahun ke-2 dari rencana 2 tahun

    UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

    NOPEMBER, 2017

  • 2

  • 3

    RINGKASAN

    Indonesia adalah negara dengan jumlah pemakai biomaterial tertinggi, khususnya untuk

    pemakaian bone graft sebagai pensubstitusi penderita patah tulang dan implan gigi. Bone

    graft berfungsi membantu merangsang pertumbuhan tulang pada fraktur, yaitu terputusnya

    jaringan tulang dan juga biasa digunakan untuk implan gigi. Bone graft penggunaannya

    sangat luas, tetapi ketersediaannya belum mencukupi karena jumlah kebutuhan bone graft

    meningkat setiap tahunnya. Selama ini Indonesia mencukupi kebutuhan bone grfat dengan

    cara impor, sehingga memerlukan biaya yang mahal. Karena itulah inovasi teknologi untuk

    mengembangkan biomaterial ini sangat diperlukan. Beberapa peneliti mulai mengembangkan

    penelitian tentang sintesis bone graft, tetapi yang dilakukan adalah sintesis dengan

    memadukan 2 bahan baku. Perpaduan 2 bahan baku mempunyai beberapa kelemahan. Tulang

    manusia terdiri dari komponen anorganik dan organik. Komponen anorganik didominasi

    hidroksiapatit sedangkan komponen organik didominasi kolagen dan glukosamin.

    Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini bone graft disintesis dari 3 bahan baku yaitu

    kolagen, hidroksiapatit dan kitosan.. dengan harapan bone graft yang dihasilkan mempunyai

    struktur dan komposisi yang mirip tulang manusia. Tujuan jangka panjang penelitian ini

    adalah menghasilkan inovasi teknologi yang unggul yang memberi konstribusi mendasar bagi

    pengembangan sintesis biometrial untuk bidang kesehatan dengan memanfaatkan bahan

    dasar lokal untuk menghasilkan bone graft yang mempunyai secara struktur, dan komposisi

    mirip tulang alami, dapat diterima tubuh (biokompatibel), tidak beracun, menguntungkan

    bagi proses osteokonduktif, osteoinduksi dan osteogenesis. Selain itu juga dihasilkannya

    publikasi pada jurnal internasional, buku ajar dan paten. CB-K memiliki fasa CaO 94,8 %b/b

    dan Ca(OH)2 5,2 %b/b dengan derajat kristalinitas 99,065 %. Gugus Fungsional CB-K yaitu

    OH-, (PO4)3

    2-, dan CO3

    2-. Morfologi permukaan CB-K merupakan bentuk lonjong yang tidak

    seragam dan mengalami aglomerasi.Suhu sintering berpengaruh pada sintesis HAp untuk

    meningkatkan kemurnian dan kristalinitas HAp. HAp terbaik yaitu pada HAp-9 dengan fasa

    HAp 82,7%b/b, kristalinitas 98,058%, dan morfologi permukaan berpori tanpa

    aglomerasi.HAp-TS memiliki fasa HAp 50,400 %b/b dan apatit karbonat 49,600%b/b dengan

    kristalinitas 99,065%. HAp-8 merupakan fasa HAp 72,000 %b/b dan apatit karbonat 28,000

    %b/b dengan kristalinitas 96,774%. HAp-9 merupakan fasa HAp 82,700 %b/b dan apatit

    karbonat 17,300%b/b dengan kristalinitas 98,058%. HAp-10 memiliki fasa HAp 99,100 %b/b

    dan apatit karbonat 0,900 %b/b dengan kristalinitas 98,753%. HAp memiliki bentuk

    bongkahan tidak beraturan dan teraglomerasi pada suhu 1000 oC. Gugus fungsional seluruh

    HAp adalah –OH, -(PO4)32-

    , dan -CO32-

    .Komposisi komposit mempengaruhi nilai derajat

    kristalinitas dan uji tekan komposit, komposit HA/Coll/Chi 7:2:1 dengan kandungan kolagen

    tertinggi memiliki derajat kristalinitas paling rendah yaitu 73,41%. Karakterisasi uji tekan

    menunjukkan komposit HA/Coll/Chi 7:2:1 menghasilkan nilai uji tekan terendah yaitu

    137,29 Kpa.Karakterisasi kimia melalui FTIR pada ketiga sampel komposit HA/Coll/Chi

    memiliki gugus fungsional OH-, (PO4)3

    2-, dan CO3

    2- yang mengindikasikan adanya HA serta

    adanya pergeseran gugus C=O dan NH2 yang berasal dari kolagen dan kitosan yang

    menunjukkan telah terjadi ikatan antara HA-kolagen dan kitosan. Karakterisasi XRD

    menujukkan munculnya fasa HA, kitosan dan kolagen pada ketiga sampel komposit. Hasil uji

    in vitro dengan menggunakan larutan SBF selama 3-21 hari menunjukkan ada pelepasan

    kalsium dan juga proses pertukaran kalsium dari larutan SBF dan bonegraft.

    Kata kunci: biomaterial, kolagen hidroksiapatit kitosan, bone graft

  • 4

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh Yang Maha Kuasa , yang telah

    melimpahkan rahmat dan karunia – Nya sehigga penulis dapat menyelesaikan program

    pengabdian pada masyarakat ini.

    Penelitian pengembangan bone graft ini memeperoleh pendanaan dari Program

    penelitian berbasiss Kompetensi memperoleh dana dari DRPM DIKTI tahun anggaran 2018.

    Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada : Ketua DP2M, Rektor Unesa, Ketua

    Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Unesa, Kepala Laboratorium Kimia

    UNESA, Pimpina, mahasiswa kimia yang membantu sehingga terwujud laporan Penelitian

    ini.

    Akhirnya rasa syukur kami Panjatkan Kehadirat Illahi yang telah memberi hidup dan

    kesempatan berkarya. Semoga laporan ini bermanfaat.

    Surabaya, Nopember 2018

    Tim Peneliti

  • 5

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL 1

    HALAMAN PENGESAHAN 2

    RINGKASAN 3

    PRAKATA

    DAFTAR ISI 4

    DAFTAR TABEL

    DAFTAR GAMBAR

    DAFTAR LAMPIRAN

    BAB I PENDAHULUAN 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11

    BAB III TUJUAN DAN MANFAAT 27

    BAB IV METODE PENELITIAN 28

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 75

    DAFTAR PUSTAKA 77

    LAMPIRAN

    Artikel seminar dan sertifikat yang diperoleh tahun 2018

  • 6

    BAB I PENDAHULUAN

    Saat ini penelitian pengembangan biomaterial yang berguna untuk membantu

    menjalankan fungsi tubuh manusia sedang banyak dilakukan terutama biomaterial yang

    digunakan untuk restorasi jaringan atau organ tubuh yang rusak akibat kecelakaan, penyakit

    bawaan atau penyakit non bawaan. Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan

    jumlah pemakai biomaterial tertinggi, khususnya untuk pemakaian bone graft sebagai

    pensubstitusi pada proses restorasi patah tulang dan implan gigi. Di RS Dr. Soetomo

    Surabaya, sekitar 400 kasus operasi bedah tulang per bulan (Gunawarman, 2010). Bagian

    tubuh yang sering mengalami patah tulang adalah bagian panggul, dan pergelangan kaki.

    Bone graft berfungsi membantu merangsang pertumbuhan tulang pada fraktur, yaitu

    terputusnya jaringan tulang. Bone graft penggunaannya sangat luas, tetapi ketersediaannya

    belum mencukupi karena jumlah kebutuhan bone graft meningkat setiap tahunnya selama ini

    untuk mencukupi kebutuhan bone graft maka dilakukan dengan cara impor. Hal ini

    menyebabkan harga bone graft mahal, sehingga pengadaan bone graft sintesis berbahan dasar

    local Indonesia sangat diperlukan.

    Bone graft dibedakan menjadi autograft, allograft, dan xenograft, sebagai pensubstitusi

    tulang setiap material tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan. Autograft diambil dari

    bagian tubuh pasien, kelebihannya pasti cocok dan tidak ada penolakan dari tubuh pasien.

    Kelemahan autograft adalah sering menyebabkan komplikasi dalam penyembuhan luka, operasi

    tambahan, nyeri pada donor dan pasokan tulang tidak memadai untuk mengisi gap. Allograft

    menggunakan tulang mayat kekurangannay terkait dengan reaksi infeksi, inflamasi, dan

    penolakan kadang-kadang terjadi masalah dalam reaksi imunogenik dan resiko penyakit menular

    (AIDS dan hepatitis). Xenograft juga membawa resiko penyakit menular antar spesies (Wahl &

    Czernuszka, 2006) karena berasal dari tulang hewan. Keterbatasan tersebut memicu

    perkembangan riset di bidang biomaterial, yaitu dengan melakukan berbagai modifikasi

    pembuatan biomaterial sintetis. Inovasi teknologi biomaterial sintetis diharapkan menghasilkan

    biomaterial dimana karakter bahan diketahui secara pasti dan terkontrol. Beberapa peneliti telah

    melakukan sitesis bone graft menggunakan 2 bahan baku misalnya Istifarah (2013)

    menggunakan tulang sotong-kitosan; Nedelcu (2013) mengkompositkan Kolagen –

    hidroksiapatit dn Hindawi (2014) menggunakan kitosan hidrosiapatit. Perpaduan 2 bahan

    baku untuk sintesis bone graft memiliki kekurangan karena produk yang dihasilkan kurang

    sesuai dengan struktur dan komposisi tulang alami.

    Bone graft sintesis harus sesuai dengan syarat kesehatan yaitu bone graft yang

    secara struktur, dan komposisi mirip tulang alami, dapat diterima tubuh (biokompatibel),

  • 7

    tidak beracun, menguntungkan bagi proses osteokonduktif, osteoinduksi dan osteogenesis.

    Osteokonduktif dan osteoinduktif merupakan syarat terpenting dari suatu biomaterial karena

    berhubungan dengan kemampuan mengarahkan dan mendorong formasi pertumbuhan

    jaringan (Wahl & Czernuska, 2006). Osteoinduktif dan osteogenesis berhubungan dengan

    porositasnya (Develioglu, 2005). Salah satu bahan yang sedang dikembangkan saat ini adalah

    hidroksiapatit. Hidroksiapatit termasuk senyawa kalsium fosfat yang memiliki sifat bioaktif

    dengan bioafinitas tinggi, osteokonduktif, biokompatible dan tidak beracun. Tetapi

    hidroksiapatit kekuatan dan kelenturannya rendah dan sangat rapuh. Oleh karena itu perlu

    ditambahkan material lain untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Material yang

    ditambahkan harus mempunyai elastisitas yang tinggi, non toksik dan biodegradabel.

    Beberapa material yang sering digunakan adalah alginat, selulosa, akrilat dll. Pada penelitian

    ini digunakan kolagen. Kolagen dapat disintesis dari tulang cakar ayam, tulang ikan, tulang

    sapi dll. Pada penelitian ini digunakan tulang sapi, karena kolagen tulang sapi, merupakan

    kolagen tipe I, sama dengan kolagen di tulang manusia. Perpaduan kolagen dengan

    hidroksiapatit diharapkan menghasilkan bone graft sintesis yang mempunyai kemiripan yang

    sangat besar dengan tulang. Tulang manusia mempunyai komponen utama kolagen dan

    hidroksiapatit serta beberapa komponen yang lain (Vaccaro, 2002).

    Bone graft yang potensial untuk dikembangkan selain dari kemiripan dengan tulang

    alami adalah bone graft berpori. Pori yang terbentuk berfungsi sebagai media pembentukan

    jaringan sel tulang yang tumbuh. Jaringan sel tulang baru akan tumbuh dalam pori-pori yang

    terbentuk sehingga dapat meningkatkan regenerasi tulang (Attaf, 2011). Pembentukan pori

    dapat dilakukan dengan penambahan porogen. Berbagai bahan porogen sering digunakan

    seperti parafin, polinaftalen, gelatin, alginat dan kitosan. Pada penelitian ini digunakan

    kitosan sebagai porogen. Kitosan merupakan bahan alami yang tersedia melimpah dan mudah

    proses isolasinya, sifatnya biodegradabel, biokompatibel dan non toksik. Inovasi teknologi

    penggabungan material kolagen hidroksiapatit dan kitosan sangat perlu untuk dilakukan

    sehingga dapat menghasilkan bone graft yang berkualitas sesuai standar kesehatan. Bone

    graft yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat

    sehingga dapat mendukung Indonesia mandiri dibidang kesehatan.

    Penelitian ini direncanakan untuk pelaksanaan selama 2 tahun, tujuan utamanya adalah

    memanfaatkan potensi bahan dasar lokal (tersedia melimpah di Indonesia) untuk

    menghasilkan bone graft sintesis yang berkualitas dan memenuhi syarat kesehatan yaitu

    bone graft yang secara struktur, dan komposisi mirip tulang alami, dapat diterima tubuh

  • 8

    (biokompatibel), tidak beracun, menguntungkan bagi proses osteokonduktif, osteoinduksi

    dan osteogenesis.

    Untuk mencapai tujuan tersebut maka tahapan penelitiannnya adalah pada tahun I

    difokuskan pada sintesis bahan baku tulang sapi, hidrosiapatit dari cangkang telur bebek dan

    kitosan dari cangkang udang. Masing masing bahan baku dikarakterisasi sifat fisika dan

    kimianya. Kemudian sintesis bone graft dilakukan dengan metode ex situ. Bone graft yang

    dihasilkan dikarakterisasi sifat fisikanya. Pada tahun ke-2 difokuskan pada karakterisasi bone

    graft secara kimia, dan aplikasi bone graft sebagai pensubstitusi dilakukan secara in vitro, uji

    degradasi, laju korosi dan uji sitotoksisitas.

    Urgensi (keutamaan ) Penelitian

    Dewasa ini, teknologi dibidang biomaterial sedang mendapat mendapat perhatian

    besar, karena kebutuhan yang terus meningkat. Biomaterial yang banyak dikembangkan

    adalah bone graft, katup buatan pada jantung, sensel sendi dan sebagainya. Selama ini bone

    graft diimport dengan harga yang cukup mahal, padahal kebutuhan terus meningkat. Upaya

    untuk mengurangi bone graft import adalah dengan membuat bone graft sintesis berbahan

    dasar produk local. Klasifikasi bone graft meliputi autograft, allograft, dan xenograft

    mempunyai beberapa keterbatasan secara medis. Keterbatasan tersebut memicu

    perkembangan riset di bidang biomaterial, yaitu dengan melakukan berbagai modifikasi

    pembuatan biomaterial sintetis. Cangkang udang, cangkang telur itik, tulang sapi yang

    berpotensi sebagai sumber kitosan, hidroksiapatit dan kolagen tersedia melimpah dan murah

    di Indonesia. Inovasi teknologi biomaterial bone graft sintetis dengan bahan dasar lokal

    diharapkan meningkatkan nilai ekonomis limbah dan menghasilkan biomaterial dimana

    karakter bahan diketahui secara pasti dan terkontrol sehingga akan mendukung kemandirian

    Indonesia di bidang kesehatan.

    Luaran yang ditargetkan serta kontribusi pada ilmu pengetahuan

    Pengembangan inovasi teknologi biomaterial berbais kolagen hidroksiapatit kitosan untuk

    restorasi jaringan tulang merupakan teknologi terkini dibidang kesehatan. Selama ini

    kebutuhan bone graft sebagai bahan pengganti jaringan tulang yang rusak meningkat setiap

    tahun dicukupi dengan impor, tentu saja biayanya sangat mahal. Padahal di Indonesia bahan

    untuk sintesis bone graft sangat melimpah. Sintesis bone graft dengan bahan baku lokal akan

    akan membantu memenuhi kebutuhan bone graft sehingga kedepan Indonesia akan mandiri

    dibidang ini.Hal ini merupakan upaya peneliti untuk ambil bagian dalam penguatan Sistem

    Inovasi Nasional (SINas) agar Indonesia tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain di dunia.

  • 9

    Inovasi yang diunggulkan peneliti adalah dengan memanfaatkan potensi alam Indonesia yaitu

    kitosan yang berasal dari cangkang udang yang tersedia melimpah, Hidroksiapatit dapat

    diisolasi dengan mudah dengan memanfaatkan bahan baku yang juga melimpah misalnya

    dari cangkang telur, tulang sapi, ceker ayam. Limbah tersebut dapat ditingkatkan nilai

    ekonomisnya sedemikian rupa sehingga sifat unggul dari material dapat terekspresikan dalam

    produk yang bermutu. Kolagen juga dapat diisolasi dari bahan-bahan seperti tulang sapi,

    kambing dll. Perpaduan ketiga bahan tersebut akan menghasilkan biomaterial yang

    biokompatibel, non toksik mempunyai struktur dan komposisi yang mirip dengan tulang

    alami asalkan disintesis pada kondisi yang sesuai. Inovasi teknologi biomaterial bone graft

    sintetis dengan bahan dasar lokal diharapkan meningkatkan nilai ekonomis limbah dan

    menghasilkan biomaterial dimana karakter bahan diketahui secara pasti dan terkontrol

    sehingga akan mendukung kemandirian Indonesia di bidang kesehatan. Inovasi sintesis bone

    graft dengan bahan lokal pada penelitian ini dilakukan dengan memadukan dua metode

    pengendapan basah untuk sintesis hidroksiapatit dan metode ex situ pada sintesis bone graft,

    inovasi ini akan menghasilkan bone graft yang mempunyai kemurnian yang tinggi, struktur

    dan komposisi bone graft yang dihasilkan mirip dengan tulang alami. Luaran dari kegiatan

    penelitian ini selain di peroleh bone graft yang sudah terkarakterisasi, juga dihasilkan

    publikasi pada jurnal internasional, paten dan buku ajar yang membahas tentang biomaterial.

    Rencana target capaian luaran

    No. Jenis Luaran Indikator Capaian

    TS 1)

    TS 2)

    1. Publikasi Ilmiah 2)

    Internasional accepted Accepted

    Nasional

    Terakreditasi

    2. Pemakalah dalam temu

    ilmiah 3)

    Internasional terdaftar Sudah

    dilaksanakan

    Nasional Sudah

    dilaksanakan

    Sudah

    dilaksanakan

    3. Invited speaker dalam

    temu ilmiah 4)

    Internasional Tidak ada Tidak ada

    Nasional Tidak ada Tidak ada

    4. Visiting Lecturer 5)

    Internasional Tidak ada Tidak ada

    5. Hak Kekayaan

    Intelektual (HKI) 6)

    Paten Draft Terdaftar

    Paten

    sederhana

    Tidak ada Tidak ada

    Hak cipta Tidak ada Tidak ada

    Merek dagang Tidak ada Tidak ada

    Rahasia Tidak ada Tidak ada

  • 10

    dagang

    Desain produk

    industry

    Tidak ada Tidak ada

    Indikasi

    geografis

    Tidak ada Tidak ada

    Perlindungan

    varietas

    tanaman

    Tidak ada Tidak ada

    Perlindungan

    topografi

    sirkuit terpadu

    Tidak ada Tidak ada

    6 Teknologi tepat guna 7)

    Produk Produk

    7. Model/purwarupa/desain/karya

    seni/rekayasa social 8)

    Tidak ada Tidak ada

    8. Buku Ajar (ISBN) 9)

    Draf Sudah terbit

    9. Tingkat Kesiapan teknologi 10)

    2 2

    Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian yang dilakukan peneliti dalam rangka

    mengeksplorasi potensi kitosan sebagai sumber biomaterial masa depen. Pengembangan dari

    penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti tentang potensi kitosan dalam berbagai bidang.

    Penelitian Hibah bersaing (2006-2007) imobilisasi papain pada kitosan dan aplikasinya

    sebagai penghilang aroma langu pada susu kedelai; Penelitian Disertasi (2009) tentang

    pembuatan kitosan bead (speris) untuk imobilisasi papain, Hibah Stranas (2010) serta

    penelitian hibah Kompetensi Dikti (2011) telah menghasilkan kitosan nanopartikel yang

    dimanfaatkan untuk matriks imobilisasi glukosa isomerase dan kitosan nanofiber untuk

    imobilisasi papain. Hibah bersaing (2013-2015) yang menghasilkan kitosan alginat untuk

    matriks enkapsulasi obat TBC. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kitosan tersedia

    melimpah, proses isolasinya mudah, bersifat non toksis, biokompatible sehingga membuka

    peluang untuk mengkaji potensi kitosan sebagai bahan dasar pembuatan bone graft sintesis.

    Selain itu, hasil penelitian juga telah dipublikasikan pada jurnal nasional maupun

    internasional dan menghasilkan beberapa paten.

    Pada penelitian ini kitosan dikompositkan dengan material lain pada sintesis bone

    graft. Sifat kitosan yang non toksik, biokompatibel (Cahyaningrum, 2014; 2015) dan

    kemampuannya sebagai pembentuk pori (porogen) (Cahyaningrum, 2014) membuka peluang

    bahwa bone graft yang disintesis dari perpaduan kolagen –hidroksiapatit- kitosa mpunyai

    karakteristik yang sama dengan jaringan tulang alami. Tulang alami merupakan komposit

    alami yang terdiri dari bahan organik dan inorganik, yaitu 30% bahan organik, 55% bahan

    inorganik dan 15% air ( Sari et al, 2008). Substansi inorganik tulang dikenal sebagai fase

  • 11

    mineral tulang dengan komponen utamanya adalah kristal hidroksiapatit (HAP) (Schnettler et

    al, 2005). Bentuk bone graft dapat berupa bubuh, pipih, batangan dan kubus.

    Penelitian Peter et. al,(2010) menggunakan keramik nanopartikel dengan kitosan

    untuk menghasilkan pensubstitusi jaringan, kombinasi ini memiliki kelemahan yaitu kurang

    lentur. Kombinasi kitosan/ HA yang dihasilkan Zhang et.al 2008 menghasilkan biomaterial

    yang mempunyai nilai modulus young yang kecil. Ragenty et. al, 2010 mengkombinasikan

    kolagen dan kitosan untuk menghasilkan biomaterial pensubstitusi jaringan tulang,

    menghasilkan biomaterial yang bagus struktur dan komposisinya mirip tulang tetapi kurang

    kuat. Kirubanandan, 2010 menunjukkan bahwa bone graft sintesis harus berpori untuk

    meningkatkan pembentukan tulang baru dan pembentukan kapiler. Strukur tulang alami

    mempunyai ukuran pori minimum sekitar 300μm, makroporositas yang terlalu tinggi dapat

    mengakibatkan hilangnya sifat mekanik biomaterial. Berdasarkan hal tersebut maka

    penelitian ini menggunakan kombinasi 3 macam bahan yaitu kolagen hidroksiapatit kitosan,

    kombinasi ini diharapkan akan menghasilkan biomaterial yang kuat tetapi tidak rapuh, lentur

    sesuai jaringan tulang dan berpori sehingga pembentukan tulang baru dan kapiler dan

    restorasi jaringan tulang dapat berlangsung dengan baik.

    Pada penelitian ini hidoksiapatit disintesis dengan metode pengendapan basah,

    metode ini mempunyai keuntungan karena produk sampingnya hanya air, yang mudah

    dihilangkan dengan pemanasan. Metode sintesis bone graft ada yang in situ dan ada yang ex

    situ. Metode in situ berpeluang menghasilkan terbentuknya senyawa lain karena penambahan

    polimer dilakukan pada saat pembentukan bahan utama. Oleh karena itu pada penelitian ini

    dipilih sintesis bone graft dengan menggunakan metode iex-situ. Beberapa peneliti telah

    menggunakan metode ex-situ tetapi bahan bakunya hanya 2, misalnya Xiaoling (2007)

    menggunakan Hidroksiapatit- kitosan; Trisnawati (2013) menggabungkan hidroksiapatit-

    alginat. Peneliti yang menggunakan 3 bahan baku Pallela (2011) mensintesis bone graft dari

    hidroksiapatit –kitosan-kolagen spons Inovasi pada penelitian ini digunakan 3 bahan baku

    yaitu kolagen dari tulang sapi, hidroksiapatit dari cangkang telur bebek dan kitosan dari

    cangkang udang. Kolagen dapat diisolasi dari berbagai sumber dan setiap sumber

    mempunyai tipe kolagen yang berbeda, hal ini akan mempengaruhi bone graft yang

    dihasilkan. Komposisi CaO dan CaOH pada setiap cangkang berbeda, sehingga

    mempengaruhi kualitas hidroksiapatit yang dihasilkan (Suryadi, 2011). Inovasi sintesis bone

    graft dengan menggunakan 3 bahan baku lokal Indonesia dengan menggabungkan metode

    pengendapan basah dan metode ex situ diharapkan akan menghasilkan bone graft yang

  • 12

    memiliki kualitas sesuai standar dan memberikan kontribusi pada perkembangan sintesis

    material maju mendukung kemandirian Indonesia dibidang biomaterial dan kesehatan.

    Roadmap dari penelitian pengkajian potensi kitosan adalah sebagai berikut

    Adapun Roadmap (peta jalan) penelitian ini adalah :

    Tahun 2001-2005 2005-

    2008

    2009-11 2013-2015 2016-2020

    Bahan

    Dasar Kitosan dari limbah cangkang

    udang

    Kitosan

    dari

    limbah

    udang

    Kitosan dari

    limbah

    udang , ion

    logam

    Kitosan-

    alginat

    Kitosan –

    HA,

    kolagen

    alginate

    Proses

    Isolasi

    kitin

    dan

    deasetil

    asi

    kitin

    Preparasi

    kitosan

    terimpreg

    nasi

    Preparasi

    kitosan

    cair

    Prepara

    si nano

    beads

    Preparasi

    nano beads

    kitosan dg

    crosslink ion

    logam

    Preparasi

    kitosan-alginat

    mikrosperis

    Preparasi

    jaringan

    tubuh

    Teknologi

    Batch Batch Batch Encaps

    ulasi

    encapsulasi encapsulasi Freeze dry,

    ex situ,

    pencampur

    an biasa

    Produk Kitosan

    serbuk

    Kitosan

    serbuk

    terimpreg

    nasi

    Kitosan

    cair

    Kitosan

    nanobe

    ads

    Matriks

    imobilisasi

    enzim

    Kitosan –

    alginat

    mikrosperis

    Jaringan

    organ

    sintesis

    Aplikasi/

    Penerapa

    n

    Adsorb

    en ion

    logam

    Adsorben

    ion logam

    Aditif

    pada

    produk

    makanan

    Adsorb

    en

    Imobilisasi

    enzim yang

    digunakan

    pada

    industry

    pangan

    Penghantaran

    obat/ bidang

    farmasi

    Pensubstit

    usi

    jaringan

    tulang

    Penelitian

    Adsorpsi ion logam pada kitosan

    serbuk terimpregnasi

    Kitosan sebagai pengenyal tahu,

    bakso dan mi

    Adsorp

    si ion

    logam

    dengan

    kitosan

    nanobe

    ads

    Imobilisasi

    enzim pada

    kitosan dg

    crosslink ion

    logam

    Pemanfaatan

    kitosan-

    alginate pada

    bidang farmasi

    Pemanfaat

    an kitosan

    pada

    berbagai

    bidang

    kedokteran

  • 13

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    1. Cangkang telur bebek

    Cangkang telur merupakan lapisan terluar dari telur yang berfungsi melindungi

    bagian dalam telur dari kerusakan. Bebek dengan nama latin Anas plathyrnchos

    menghasilkan telur dengan cangkang berwarna hijau kebiruan pucat hingga agak putih.

    Ukuran cangkang telur bebek lebih besar dan tebal dari pada cangkang telur ayam ras,

    cangkang telur ayam kampung, dan telur puyuh. Tebal bagian kulit luar telur 0,55 mm dan

    bagian kulit dalam 0,015 mm (Mutiara, 2008). Cangkang telur memiliki massa 11% dari

    kandungan total berat telur. Kandungan cangkang adalah kalsium karbonat (94%),

    komponen organik (4%), kalsium fosfat (1%), dan magnesium karbonat (1%) (Fazel, 2011).

    Gambar 2.1. Cangkang Telur (Hincke et al., 2012).

    Cangkang telur bebek memiliki kadar kalsium sebesar 75,12% (Sari, 2013). Gambar

    penampang cangkang telur disajikan pada gambar 2.1. Menurut Jasinda (2013), cangkang

    telur terdiri dari empat lapisan berbeda (dari dalam ke luar), yaitu lapisan membran, lapisan

    mamilary, lapisan busa (palisade), dan lapisan kutikula.

    Selama ini pemanfaatan cangkang telur digunakan untuk mengadsorbsi logam berat Fe

    (III) dan Cd2+

    (Iriany et al., 2013), meningkatkan kandungan mineral dari kompos,

    meningkatkan kekuatan semen, dan karya seni (Glatz and Miao, 2009). Sebagian besar yang

    lain dibuang sebagai limbah (Winger, 2012) dari peternakan, rumah, dan industri makanan.

    Cangkang telur bebek yang akan dijadikan prekursor kalsium perlu dicuci untuk

    menghilangkan kotoran, bau, dan lendirnya. Membran cangkang telur bebek yang

    mengandung senyawa organik juga harus dihilangkan agar tidak mengganggu proses sintesis

    hidroksiapatit.

    2. Kalsinasi cangkang telur

    Kalsinasi adalah pemanasan zat padat untuk menghilangkan karbon dioksida atau gas

    lain dan mengeliminasi senyawa organik yang terbakar pada suhu tinggi. Panas dari tanur

    kutikula pori

    palisade

    membran sel eksternal membran sel internal

    kerucut mammilary

    lapisan kristal vertikal Lapisan busa

  • 14

    membuat ikatan kimia material menjadi renggang. Pada suhu tertentu atom-atom yang

    berikatan akan bergerak sangat bebas sehingga menyebabkan terputusnya ikatan kimia

    (Suzuki et al., 2006 dan Rachmania, 2012). Proses kalsinasi cangkang telur bertujuan untuk

    mengubah kalsium karbonat menjadi kalsium oksida (persamaan 2.1).

    Reaksi kalsinasi:

    CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) ..................... (2.1)

    MgCO3(s) MgO(s) + CO2(g) ................... (2.2)

    Cangkang telur juga perlu dihaluskan hingga ukurannya 100 mesh karena proses

    kalsinasi berlangsung lebih efektif apabila material berbentuk serbuk. Semua cangkang telur

    mengandung komponen mineral kalsium karbonat (CaCO3) yang stabil pada suhu kamar.

    Menurut Gergely et al (2010), cangkang telur yang dikalsinasi memiliki 2 tahap. Pada Tahap

    pertama (30 menit pertama) sebagian besar bahan organik terbakar. Pada tahap ke 2 (pada

    suhu 900 oC dengan waktu penahanan 3 jam) terbentuk kalsium oksida.

    Suhu kalsinasi yang semakin tinggi menyebabkan susunan atom pada sampel semakin

    teratur sehingga semakin banyak kristal yang terbentuk (Amrina, 2008). Pada proses

    kalsinasi, kalsium karbonat diubah menjadi kalsium oksida dengan melepaskan karbon

    dioksida (persamaan 2.1). Pada proses kalsinasi terjadi pengurangan massa antara serbuk

    cangkang telur sebelum kalsinasi dan setelah kalsinasi, hal ini disebabkan pada proses

    kalsinasi terjadi pelepasan senyawa organik dan gas karbon dioksida.

    Kandungan kimia MgCO3 pada cangkang telur akan menjadi MgO pada proses kalsinasi

    (persamaan 2.2). Kehadiran magnesium akan menimbulkan adanya pengotor pada sintesis

    hidroksiapatit. Adanya senyawa MgO pada proses sintesis memungkinan ion Mg untuk

    masuk ke kisi hidroksiapatit. Pada bidang medis keberadaan ion Mg tidak berbahaya karena

    pada tulang selain terdapat kandungan Ca dan P, terdapat kandungan Mg dan Na yang

    merupakan substitusi alami tulang. Masuknya magnesium pada kisi kristal (crystal lattice)

    akan meningkatkan kristalinitas (Batra et al., 2013; Bose et al., 2013). Pada pembahasan in

    vivo mengindikasikan Mg-hidroksiapatit memiliki sifat osteokonduktif yang baik (Shepherd

    et al., 2012).

    3. Tulang

    Tulang adalah jaringan yang kompleks yang terus-menerus dihancurkan dan diganti

    dengan sel yang baru. Pada skala nanometer, jaringan tulang terdiri dari fasa anorganik,

  • 15

    organik, dan air. Komposisi penyusun tulang dalam % berat, terdiri 69% fasa anorganik, 9%

    air, dan 22% senyawa organik. Senyawa organik terdiri dari kolagen (90-96%) (Fazel, 2011).

    Tabel 2.1. Komposisi Tulang (%)

    Elemen Persen (%)

    Kalsium 34,8

    Fosfor 15,2

    Natrium 0,9

    Magnesium 0,72

    Kalsium 0,03

    Karbonat 7,4

    Flor 0,03

    Klor 0,13

    Pirofosfat 0,07

    Elemen lain 0,04

    Sumber: Orlovskii et al., 2002.

    Komponen anorganik utama tulang terdiri dari hidroksiapatit. Fase mineral yang lain

    terdiri dari dikalsium fosfat (Ca2P2O7), dibasic calcium phosphate (DCP, CaHPO4),

    trikalsium fosfat (TCP, Ca3(PO4)2), dan beberapa fase amorf dari kalsium fosfat. Pada tulang

    juga terdapat ion lain seperti sitrat (C6H5O74-

    ), karbonat (CO32-

    ), flor (F-) dan hidroksil (OH

    -)

    (Neuman dalam Fazel, 2011). Pada gambar 2.2 menunjukkan tulang tersusun dari osteon,

    serat kolagen, serabut kolagen, dan kristal tulang berupa hidroksiapatit.

    Gambar 2.2. Komposisi Dasar Tulang (Rho et al., 1998).

    Unsur utama tulang adalah Ca (34,8%), P (15,2%), dan Na (0,9%). Unsur minor tulang

    terdiri dari Mg (0,72%), K (0,03%), CO32-

    (7,4%), F (0,03%), Cl (0,13%), pirofosfat (0,07%),

    dan elemen lain (0,04%) (Orlovskii et al., 2002). Ion magnesium, natrium, dan kalium,

    kristal tulang

    1nm

    molekul kolagen

  • 16

    ditemukan di antara garam tulang yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Kombinasi tersebut

    memberikan fungsi mekanik yang dibutuhkan oleh tulang untuk penyangga tubuh dan

    pendukung gerakan, karena hidroksiapatit berada di dekat setiap serat kolagen yang terikat

    kuat (Wati, 2014).

    Pada gambar 2.3 menunjukkan proses penyembuhan tulang yang patah. Proses

    penyembuhan menggunakan implan dari material yang non-degradabel (seperti pada paduan

    Ti dan stainless steel) menimbulkan beberapa permasalahan. Ketika tulang telah tersambung

    dan sembuh, perlu operasi kembali untuk mengangkat implan karena pada kurun waktu

    tertentu implan bersifat toksik dan berbahaya bagi tubuh. Operasi pengangkatan implan ini

    memerlukan tambahan dana dan potensi terjadinya pendarahan. Selain itu, operasi

    pengangkatan implan juga berpotensi membuat tulang yang telah sembuh akan kembali

    patah. Hal ini disebabkan, logam yang diangkat dari tulang akan meninggalkan lubang.

    Apabila proses penyembuhan menggunakan implan dengan material biodegradabel (seperti

    pada HAp), tulang akan sembuh tanpa perlu operasi pengangkatan implan dan tidak

    menyisakan lubang (Mucalo, 2015).

    Gambar 2.3. Proses Penyembuhan Patah Tulang (Mucalo, 2015).

    4. Hidroksiapatit

    a. Pengertian Hidroksiapatit

    Hidroksiapatit adalah suatu senyawa kalsium fosfat yang mengandung hidroksida.

    Hidroksiapatit merupakan anggota dari mineral apatit dan mempunyai rumus kimia

    Ca10(PO4)6(OH)2. Kalsium fosfat telah banyak digunakan pada bidang medis dalam bentuk

    Patah tulang

    Implan

    Implan diambil setelah penyembuhan tulang

    Penyembuhan tulang selesai

    Implan non-degradibel

    Implan biodegradibel

  • 17

    serbuk, padat, blok berpori, dan berbagai komposit (Ferraz et al., 2004). Hidroksiapatit

    memiliki rasio Ca/P yaitu 1,67 (Fazel, 2011).

    Gambar 2.4. Rumus Kimia Hidroksiapatit (Ylinen, 2006).

    b. Struktur Hidroksiapatit

    Hidroksiapatit merupakan komponen utama tulang yang terdiri dari ion Ca2+

    yang

    dikelilingi oleh PO43-

    dan ion OH- (Hanson, 2007). Terdapat dua struktur kristal berbeda yang

    dijumpai pada hidroksiapatit yaitu monoklinik dan heksagonal. Pada umumnya,

    hidroksiapatit yang disintesis memiliki struktur kristal heksagonal. Struktur Hidroksiapatit

    yang heksagonal memiliki space group symmetry P63/m dengan parameter kisi a=b= 9.432

    Å, c=6.881 Å, dan γ=120°.

    Gambar 2.5. Struktur Hidroksiapatit (Hanson, 2007).

    Hidroksiapatit dengan struktur monoklinik memiliki space group symmetry P21/b dan

    parameter kisi a= 9.421 Å, b= 2a, c=6.881 Å, dan γ =120° (Suryadi, 2011). Pada gambar 2.5

    menunjukkan struktur hidroksiapatit. Atom kalsium berada pada 2 posisi yaitu 6 atom setiap

    unit sel (posisi Ca2) dan 4 atom (Ca1) (Sadeghian, 2005).

    c. Sifat Hidroksiapatit

    Hidroksiapatit memiliki sifat fisik, mekanik, kimia, dan biologi. Secara fisik,

    hidroksiapatit merupakan biokeramik bioaktif. Menurut Pane (2004), biokeramik ialah

    keramik yang secara inovatif yang dipergunakan untuk memperbaiki dan merekonstruksi

    bagian tubuh yang terkena penyakit atau cacat. Secara fisik, permukaan hidroksiapatit

    bersifat bioaktif sehingga dapat melekat pada jaringan dan mampu menahan beban di

    atasnya.

    Kalsium Fosfat Oksigen

    Atom Ca posisi 2

    Atom Ca Posisi 1

    Keterangan:

  • 18

    Secara kimiawi, hidroksiapatit larut dalam pelarut asam tetapi tidak larut dalam pelarut

    basa dan sedikit terlarut dalam air destilasi. Kelarutan hidroksiapatit dalam air meningkat

    dengan adanya penambahan elektrolit dan akan mengalami perubahan dengan adanya asam

    amino, protein, dan enzim (Mulyaningsih, 2007). Hidroksiapatit stabil pada pH di atas 4,2

    (Pane, 2004).

    Secara biologis, hidroksiapatit memiliki sifat biokompatibel dan bioaktif. Sifat ini

    memungkinkan jaringan sekitar untuk tumbuh ke sekitar implan sehingga ikatan dengan

    jaringan lebih baik. Keuntungan hidroksiapatit yang lain adalah konduktifitas listrik dan

    termal rendah. Hidroksiapatit bersifat osteokonduktif artinya bahan ini dapat merangsang

    pembentukan tulang bila diletakan didekat jaringan yang mengandung tulang (Purwasasmita

    dkk., 2008). Hidroksiapatit memiliki kemampuan bertahan terhadap korosi dan kemampuan

    bertahan terhadap perubahan dilingkungan tubuh (Pane, 2004).

    d. Metode Sintesis Hidroksiapatit

    Sintesis menggunakan metode yang berbeda akan menghasilkan ukuran partikel,

    homogenitas ukuran partikel, dan bentuk partikel yang berbeda. Ukuran partikel

    hidroksiapatit yang semakin kecil akan memperluas bidang kontak antara implan dengan

    jaringan, sehingga ikatan yang diperoleh dapat lebih baik (Purwasasmita dkk., 2008). Metode

    pembuatan hidroksiapatit antara lain (Suryadi, 2011; Nayak, 2010):

    1. Metode Pengendapan Basah

    Metode paling paling populer untuk sintesis hidroksiapatit adalah pengendapan. Teknik

    ini juga disebut sebagai pengendapan basah (wet precipitation) atau pengendapan kimia

    (chemical precipitation) atau pengendapan berair (aqueous precipitation). Teknik ini banyak

    dipilih untuk mensintesis hidroksiapatit dibandingkan teknik lain. Hal ini disebabkan jumlah

    hidroksiapatit yang dapat diproduksi relatif besar dan tidak memerlukan pelarut organik

    (Suryadi, 2011). Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah yaitu dengan menggunakan

    larutan menghasilkan padatan.

    Proses sintesis hidroksiapatit dengan metode basah

    ada dua macam yaitu

    a) Proses yang melibatkan reaksi antara garam kalsium (Ca(NO3)2 dan garam

    fosfat (Suryadi, 2011).

  • 19

    (NH4)2HPO4.10Ca(NO3)2(aq) + 6 (NH4)2HPO4(aq) + 2 H2O(l) Ca10(PO4)6(OH)2(s) + 12

    NH4NO3(aq) + 8HNO3(aq) ............................................. (2.3)

    b) Proses yang melibatkan reaksi antara asam (H3PO4) dan basa (Ca(OH)2).

    10 Ca(OH)2(aq)+ 6 H3PO4(aq) Ca10(PO4)6(OH)2(s) + 18 H2O(l) (2.4)

    Keuntungan utama sintesis dengan metode basah karena hasil samping sintesisnya

    adalah air, sehingga kemungkinan kontaminasi selama pengolahan sangat rendah dan biaya

    pengolahan rendah. Reaksi ini sederhana, murah, cocok untuk produksi industri skala besar,

    dan limbahnya tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Sintesis dengan metode basah

    menghasilkan hidroksiapatit dengan tingkat kemurnian tinggi (Muntamah dalam Wati, 2014).

    2. Metode kering

    Metode kering merupakan metode dengan mereaksi padatan dan padatan

    menjadi padatan hidroksiapatit dengan butir halus dan derajat kristalinitasnya tinggi. Pada

    proses ini biasanya terbentuk serbuk yang teraglomerasi. Sintesis hidroksiapatit dengan

    metode kering dilakukan pada suhu tinggi sehingga terbentuk fasa yang stabil (Fazel,

    2011).

    3. Metode hidrotermal

    Metode hidrotermal merupakan metode dengan mereaksikan antara larutan dan larutan

    menjadi padatan hidroksiapatit pada tekanan dan suhu yang tinggi. Metode hidrotermal

    memiliki kristal yang baik. Namun memerlukan suhu dan tekanan yang tinggi (T>100 ºC,

    P>1 atm) (Yoshimura dalam Fazel, 2011).

    4. Metode sol gel

    Metode mereaksikan larutan dan larutan membentuk padatan hidroksiapatit

    menggunakan pelarut organik. Pada metode ini, serbuk hidroksiapatit yang dihasilkan

    memiliki ukuran butir yang relatif homogen dan derajat kristalinitas tinggi. Sintesis

    menggunakan metode sol gel dilakukan pada pH dan suhu yang mendekati kondisi fisiologis

    yaitu ada pH 7 dan suhu sekitar 37 oC. Kelemahan dari metode ini adalah perlu banyak

    pelarut organik untuk proses sintesis (Fazel, 2011).

    5. Pengendapan Basah

    Metode pengendapan basah merupakan metode yang umum digunakan karena sederhana.

    Hidroksiapatit yang dihasilkan menggunakan metode ini memiliki kristalinitas yang rendah.

  • 20

    Bahan awal reaksi ini adalah kalsium hidroksida [Ca(OH)2] dan asam ortofosfat [H3PO4]

    dengan produk samping adalah air (Suryadi, 2011).

    Ukuran, bentuk dan permukaan morfologi hidroksiapatit yang diperoleh reaksi ini sangat

    sensitif terhadap laju penambahan asam ortofosfat dan suhu. Tingkat penambahan asam

    fosfat sangat terkait dengan pH yang diperoleh pada akhir sintesis dan stabilisasi suspensi.

    Suhu reaksi menentukan sintetis kristal hidroksiapatit yang monokristalin atau polikristalin.

    Partikel hidroksiapatit yang disintesis pada suhu rendah (

  • 21

    proses sintering pada suhu 900 oC merupakan suhu optimum terbentuknya hidroksiapatit.

    Selama proses sintering terjadi pengurangan ukuran pori-pori disertai penumbuhan butir,

    sehingga terjadi ikatan yang kuat antara masing-masing butir. Sintering dilakukan di bawah

    titik leleh hidroksiapatit sehingga hanya terbentuk padatan hidroksiapatit.

    7. Kristalisasi Hidroksiapatit

    Sintesis hidroksiapatit dari larutan yang mengandung kalsium fosfat melalui proses

    kristalisasi. Proses kristalisasi dari fasa larutan berlangsung dalam larutan supersaturasi yang

    kemurniannya dapat dikontrol oleh kemurnian larutan. Kristalisasi merupakan proses

    pembentukan zat padat dari pengendapan larutan. Endapan adalah zat yang memisahkan diri

    sebagai suatu fasa padat dari larutannya sehingga membentuk kristal (Basset et al., 1978).

    Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan tergantung laju pembentukan inti dan

    laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti dinyatakan sebagai jumlah inti yang

    terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal yang

    terbentuk, tetapi dengan ukuran yang kecil (Basset et al., 1978).

    Proses kristalisasi dari fasa larutan berlangsung mengikuti rule of stages by ostwald

    melalui tiga tahap yaitu nukleasi, agregasi, dan pertumbuhan kristal

    (gambar 2.6). Pada tahap nukleasi, ion dan/atau kumpulan ion bertumbukan sehingga

    membentuk inti kritis. Inti kritis merupakan kombinasi ion terkecil dengan struktur kristal

    yang tidak larut dalam medium. Tahap kedua adalah selanjutnya yaitu proses pertumbuhan

    kristal. Pada tahap ini terjadi penambahan ion dan/atau kumpulan ion pada inti kritis

    sehingga ukuran kristal bertambah besar (Indrani, 2012).

    Gambar 2.6. Proses Kristalisasi dari Fase Larutan Mengikuti Rule of Stages by Ostwald

    (Sanosh et al dalam Indrani., 2012).

    Difusi Reaksi Nukleasi Agregasi Pertumbuhan kristal

  • 22

    Proses nukleasi dan pertumbuhan kristal bergantung pada kondisi kadar supersaturasi

    larutan. Pengadukan dapat menambah gerak ion sehingga mempercepat laju proses nukleasi

    maupun pertumbuhan kristal. Pada kondisi tertentu terjadi pertambahan ukuran kristal yang

    berlangsung setelah tahap pertumbuhan kristal selesai. Oleh karena ion mineral dalam larutan

    telah dipakai dalam proses nukleasi dan pertumbuhan kristal, maka pertambahan ukuran

    kristal berlangsung melalui proses konsolidasi yang bersamaan dengan menurunnya jumlah

    kristal. Kristal berukuran kecil larut menjadi ion bebas dan membentuk kristal yang lebih

    besar. Proses ini berlangsung terus sampai semua material mengalami konsolidasi dan

    membentuk kristal hidroksiapatit, dan akhirnya membentuk partikel hidroksiapatit (Indrani,

    2012).

    Proses pembentukan hidroksiapatit secara kimiawi diinisiasi oleh pembentukan fasa

    kalsium fosfat intermediat yang amorf. Kemampuan kalsium fosfat amorf untuk

    mengabsorbsi ion-ion Ca2+

    dan HPO42-

    mengarah ke pembentukan apatit. Perubahan

    berlanjut terus dengan bertambahnya kandungan ion OH- sehingga terbentuk fasa intermediat

    dikalsium fosfat anhidrat dengan Ca/P 1,00. Perubahan meningkat sampai terbentuk

    hidroksiapatit dengan Ca/P 1,67 (Blumenthal dalam Indrani, 2012). Berdasarkan komposisi

    dan struktur hidroksiapatit bersifat paling stabil.

    Tujuan dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk kristal dengan kualitas yang

    diharapkan. Kualitas kristal yang dihasilkan dapat ditentukan dari distribusi ukuran kristal,

    kemurnian kristal, dan bentuk kristal. Proses kristalisasi dapat ditingkatkan dengan

    meningkatkan laju pengadukan, menaikkan pH, menaikkan suhu, atau menghilangkan

    penghambat (Setyopratomo dkk, 2003). Pada sintesis hidroksiapatit, suspensi diaging

    (didiamkan) pada suhu kamar untuk memaksimalkan proses kristalisasi. Kristalinitas pada

    proses aging masih rendah, sehingga perlu dilakukan sintering pada suhu tinggi untuk

    meningkatkan kristalinitas. Hidroksiapatit sebagai implan diberi perlakuan panas untuk

    memperoleh kekuatan mekanik tinggi. Suhu sintering yang dilakukan pada akhir proses

    sintetisnya memberikan peningkatan kekuatan dari hidroksiapatit sebanyak 3-4 kali (Indrani,

    2012).

    8. Pengotor pada Kristal

    Pengotor yang ada pada kristal terdiri dari dua katagori yaitu pengotor yang ada pada

    permukaan kristal dan pengotor yang ada di dalam kristal. Pengotor yang ada pada

    permukaan kristal berasal dari larutan induk yang terbawa pada permukaan kristal pada saat

    proses pemisahan padatan dari larutan induknya (retention liquid) (Setyopratomo dkk, 2003).

  • 23

    Pengotor pada permukaan kristal ini dapat dipisahkan hanya dengan pencucian. Cairan

    yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat dapat melarutkan pengotor tetapi tidak

    melarutkan padatan kristal. Salah satu cairan yang memenuhi sifat di atas adalah larutan

    jenuh dari bahan kristal yang akan dicuci, namun dapat juga dipakai pelarut pada umumnya

    yang memenuhi kriteria tersebut (Setyopratomo dkk, 2003).

    Pada sintesis hidroksiapatit, H2O digunakan sebagai cairan pencuci untuk menghilangkan

    larutan NaOH. Senyawa NaOH hanya berfungsi untuk kontrol pH ketika sintesis, sehingga

    perlu adanya proses pencucian diakhir proses sintesis agar tidak ada pengotor NaOH. Pelarut

    air akan melarutkan NaOH namun tidak melarutkan hidroksiapatit, karena hidroksiapatit

    merupakan senyawa yang sulit larut dalam air.

    Adapun pengotor yang berada di dalam kristal tidak dapat dihilangkan dengan cara

    pencucian. Salah satu cara untuk menghilangkan pengotor yang ada di dalam kristal adalah

    dengan jalan rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan kristal tersebut kemudian

    mengkristalkannya kembali. Pada sintesis hidroksiapatit, pengotor kemungkinan dapat masuk

    ke dalam ksi hidroksiapatit adalah karbonat (CO32-

    ) (Suryadi, 2011). Adanya unsur lain pada

    prekursor sintesis hidroksiapatit juga akan memungkinkan adanya pengotor.

    9. Sintering

    Proses sintering pada padatan terbagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap awal, intermediet,

    dan akhir (Naik, 2014):

    a. Tahap 1 (Tahap awal)

    Pada tahap awal terjadi pembentukan leher (neck) pada partikel secara cepat

    (rapid interparticle neck growth) dan terjadi peningkatan densitas 0,65 %. Material

    mengalami pergerakan untuk meningkatkan jumlah titik kontak dan pada akhirnya

    membentuk ikatan pada titik kontak tersebut (German, 1994).

    b. Tahap 2 (Tahap intermediet)

    Pada tahap intermediet, leher terhubung (interconnected channels) antara butir

    (grain edges) sehingga terbentuk pori. Pertumbuhan leher terus berlanjut, yang

    diikuti dengan pertumbuhan butir dan pertumbuhan pori. Batas butir mulai

    meningkat sehingga butir mulai tumbuh (grow), terbentuknya saluran yang saling

    berhubungan (continuous channel) dan berakhir ketika pori terisolasi (German,

    1994).

    c. Tahap 3 (Tahap Akhir)

  • 24

    Pemadatan membuat pori terisolasi dan menyusut secara terus menerus. Pada

    proses sintering, pori akan terisolasi karena permukaan dan tegangan antar muka.

    Penggabungan antar butir terus terjadi hingga membentuk saluran rongga kontinyu,

    densitas meningkat dari 65% ke 90%, Pada kondisi tertentu pori menghilang

    (German, 1994).

    A. Kitosan

    Kitosan merupakan hasil deasetilasi dari kitin. Kitosan sebagai polimer yang tersusun

    dari 2-amino-2-deoksi-β-D-glukosa dapat diperoleh dengan cara merubah gugus asetamida (-

    NHCOCH3) pada kitin menjadi gugus amina (-NH2). Dengan demikian pelepasan gugus

    asetil pada asetamida kitin menghasilkan gugus amina terdeasetilasi (Ihsani, 2014).Kitosan

    sebagai polimer alami memiliki sifat biologi yaitu biokompatibel, biodegradabel, aman dan

    tidak toksik dan sifat kimia berupa poliamina linear, gugus amino reaktif, serta gugus

    hidroksil reaktif (Duttaet al., 2004).Kitosan merupakan material biomedis karena bersifat

    biodegradabel, tidak beracun, anti bakteri, dan biokompatibel, kitosan mampu menyerap

    banyak substrat tergantung pada jumlah gugus amino terprotonasi dalam rantai polimer yang

    berpengaruh pada proporsi asetilasi dan non asetilasi unit D-glukosamin (Kim et al., 2007;

    Santiago, 2011).

    Gambar 2.3. Struktur kitin dan kitosan. (a) struktur kimia poli kitin (N-acetil- -D-

    glukosamin) dan (b) kitosan (poli(D-glukosamin) unit. (c) struktur kitosan terasetilasi

    sebagian

    Sifat mekanik komposit kitosan/hidroksiapatit memainkan peranan penting dalam teknik

    jaringan tulang. Ikatan hidrogen intramolekuler daninteraksi khelat antara kitosan dan

    hidroksiapatit berkontribusi pada sifat mekaniknya. Interaksi yang mungkin antara gugus

    NH2 dan gugus OH primer dan sekunder dari kitosan dengan Ca2+

    dari Hap (ikatan

  • 25

    koordinasi logam). Interaksi ini yang mungkin bertanggung jawab pada kekuatan mekanik

    yang lebih tinggi dari komposit dibandingkan dengan kitosan dan hidroksiapatit sendiri. Kuat

    tekan telah menjadi parameter yang digunakan secara luas untuk kekuatan mekanik dari

    scaffold berpori (Venkatesan, 2010).

    Gambar2.4.Interaksi kimia antara kitosan-hidroksiapatit (Cheng et al., 2009)

    B. Kolagen

    Kolagen menyusun hampir sepertiga total massa protein pada vertebrata dan merupakan

    protein yang paling berlimpah di dalam tubuh. Jaringan pengikat berkolagen terdiri dari serat,

    struktur ini selanjutnya tersusun atas fibril kolagen.Hampir sepertiga protein dalam tubuh

    vertebrata berada sebagai kolagen. Kolagen juga merupakan komponen serat utama dalam

    tulang. Gigi, tulang rawan, lapisan kulit dalam (dermis), dan tendon (urat daging).Kolagen

    ada dalam semua organ yang menampilkan kekuatan dan kekakuan.

    Gambar 2.5. Struktur asam amino penyusun kolagen (Stryer, 2000)

    Kolagen mengandung kira-kira 35% glisin dan kira-kira 11% alanin, kandungan prolin

    dan 4-hidroksiprolin yang tinggi yaitu asam amino yang jarang ditemukan pada protein selain

    pada kolagen dan elastin. Bersama-sama prolin dan hidroksiaprolin mencapai kira-kira 21%

    dari residu asam amino pada kolagen (Lehninger, 1982). Gambar 2.5 menunjukkan urutan

    asam amino sebagai rantai kolagen. Dalam satu penggal dengan lebih dari seribu residu, tiap

    residu ketiga adalah glisisn. Kandungan residu prolin dan hiroksiprolin juga tinggi.

    Struktur Kolagen tersusun atas tiga tingkat yakni:

  • 26

    a. Kerangka kovalen terdiri dari rantai-rantai protein individual dengan bobot molekuler

    sebesar kira-kira 100.000 masing-masing.

    b. Tiga rantai bergabung untuk membentuk tripel heliks dalam struktur sekunder. Triple

    heliks ini meruakan satuan struktural dasar dari kolagen dan disebut tropoolagen.

    Tropokolagen merupakan batang berdiameter 15 dan panjang 3000 . Dalam heliks

    tropokolagen ketiga benang terikat hidrogen satu dengan yang lain dengan

    perantaraan gugus peptida –NH dari residu glisin dan gugus eptida –C=O paa rantai

    lain. Ini merupakan struktur heliks yang berbeda nyata dari -heliks.

    c. Satuan tropokolagen yang terangkaikan secara kovalen, yang kemudian membentuk

    suatu ikatan atau berkas yang disebut mikrofibril. Kolagen fibril dapat terbentuk

    dalam ikatan paralel, dalam hal pembentukan urat, atau dalam lembaran-lembaran

    seperti ikatan pembntukan kertas dan dalam hal pembentukan kulit (Page dalam

    Katili, 2009).

    Kolagen dapat diekstraksi dari ikan pari dan tuna (Kasim, 2013), kulit ikan nila hitam

    (Putra, dkk., 2013), cakar ayam (Prayitno, 2007) dan tulang sapi.Kolagen dapat diperoleh

    melalui ekstraksi bahan-bahan sumber kolagen dengan menggunakan asam-asam organik

    ataupun asam-asam anorganik (Kasim, 2013).Berdasarkan hasil penelitian Baliant dan Bowes

    dalam Prayitno (2007), bahwa cakar ayam mengandung protein 17,4%, kolagen berkisar

    9,07%, air 60,05%, abu 5,98% dan lemak 12%. Kolagen yang paling umum adalah kolagen

    tipe 1 yang terdiri dari tiga rantai polipeptida. Dua rantai polipetida disebut tipe dan rantai

    polipeptida yang ketiga adalah tipe . Kolagen tipe 1 adalah paling banyak terdapat pada

    bagian tubuh yang keras seperti tulang dan gigi serta jaringan penghubung (Liu et al., 2001).

    Menurut hasil Penelitian Prayitno (2007) dan Chia-Wi Lin,et al. (2013), dan Hasim

    (2014)berdasarkan analisis elektroforegram menunukkan kolagen tipe 1 menjadi komponen

    kolagen terbesar dalam cakar ayam.

    C. Komposit Hidroksiapatit-Kolagen-Kitosan

    Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih

    bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia

    maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit)

    (Nayiroh, 2003). Penggunaan campuran beberapa material polimer dapat mendukung sebagai

    komponen scaffold untuk teknik jaringan tulang. Ikatan antar muka antara fase organik dan

  • 27

    anorganik memainkan peran penting dalam menentukan sifat mekanik utama dari komposit.

    Sebuah ikatan antar muka yang kuat antara dua fase biasanya diperlukan untuk komposit

    untuk mencapai sifat mekanik yang lebih baik (Qing, 1997).

    D. Metode sintesis

    Dalam mensintesis komposit hidroksiapatit kolagen kitosan dapat dilakukan dengan

    metode in-situ dan ex-situ.Metode in-situ merupakan metode sintesis yang dilakukan

    bersamaan dalam pembentukan sampel utama (Trisnawati, dkk., 2014). Metode ex-situ

    merupakan metode pencampuran yang dilakukan setelah sampel utama terbentuk, pada

    penelitian ini adalah suspensi hidroksiapatit dan kolagen kitosan adalah polimer yang

    ditambahkan. Metode ex-situ akan memiliki persen kemurnian yang lebih tinggi karena

    sampel telah terbentuk sempurna. Thandalam et al. (2015) dan Guo et al. (2014)

    menyebutkan bahwa metode ex-situ memiliki kelebihan fabrikasi komposit yang mudah.

  • 28

    BAB III TUJUAN DAN MANFAAT

    Tujuan khusus penelitian ini adalah:

    1. Memperoleh data tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan cara sintesis

    kolagen dari tulang sapi

    2. Memperoleh data tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan cara sintesis

    Hidroksiapatit dari cangkang telur bebek

    3. Mendapatkan data kondisi optimum sintesis bone graft dari kolagen hidroksiapatit

    kitosan termasuk

    4. Memperoleh data karakteristik kimia dan fisika kolagen, hidroksiapatit dan bone

    graft hasil sintesis

    5. Memperoleh data hasil uji in vitro, laju degradasi, laju korosi dan uji sitotoksisitas

    bone graft yang disintesis dari kolagen hidroksiapatit dan kitosan

    Manfaat penelitian :

    Manfaat kegiatan penelitian ini adalah :

    1. Mampu meningkatkan potensi bahan lokal Indonesia dalam hal ini limbah cangkang

    telur, kitosan dan kolagen menjadi bone graft yang bernilai ekonomis tinggi

    2. Mendukung ketersediaan bone graft untuk memenuhi kebutuhan bahan untuk

    menangani kasus fraktur tulang sehingga mandukung Inonesia mandiri di bidang

    medis

    3. Memberikan kontribusi dalam perkembangan teknologi khususnya biomaterial

  • 29

    BAB IV METODE PENELITIAN

    Sasaran Penelitian adalah bone graft yang dihasilkan dari bahan dasar kolegen HA kitosan.

    Lokasi Penelitian

    Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia Jurusan Kimia FMIPA

    UNESA. Beberapa analisa dilakukan di Laboratorium MIPA Terpadu dan di farmasi Unair.

    Waktu penelitian

    Penelitian ini direncanakan selama 2 tahun (2017-2018), pada tahun pertama penelitian

    berlangsung direncanakan selama 8 bulan dimulai bulan Mei 2017 sampai Nopember 2017.

    Metodologi Penelitian Pada Tahun I

    Alat dan Bahan

    Kitosan diisolasi dari cangkang udang windu dengan metode Hong(1989). Bahan-

    bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini cangkang udang windu, HCl, buffer pH 2-

    7, NaOH, akuades bebas mineral, Na2HPO4, CH3COOH, NH4OH, H3PO4, kitosan standar,

    kolagen standar, Hidroksiapatit standar, buffer 7-8, cangkang bebek/itik, tulang sapi, air

    deminaral, etanol

    Peralatan

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (1) peralatan gelas seperti labu takar,

    tabung reaksi, gelas pengaduk, pipet volume, corong gelas. (2) peralatan analisis seperti

    Spektrofotometer UV-vis Lamda bio 20, SEM, BET, XRD, PSA, UTM,. (3) peralatan

    penunjang seperti: shaker berpenangas, tabung sentrifus, sentrifus merk Fischer scientific

    dengan kecepatan maksimum 3500 RPM, botol film, pH-meter merk Orion model 710A,

    kertas saring Whatman 42, neraca analitik Mettler, furnace, kurs porselin.

    Prosedur penelitian

    Sintesis kitosan dari cangkang udang windu

    Sintesis kitosan dari cangkang udang windu dilakukan menggunakan metode Hong (1990)

    dengan 3 tahap yaitu deproteinasi dengan menggunakan NaOH 3,5%, demineralisasi

    menggunakan HCl 1% dan deasetilasi menggunakan NaOH 50%. Kitosan yang dihasilkan

    dianalisis dengan FTIR, XRD, BET, dan ditentukan rendemennya.

    Kalsinasi Cangkang Telur Bebek

    Cangkang telur bebek dibersihkan di air yang mengalir dan bagian membrannya

    dipisahkan. Setelah itu, cangkang telur dikeringkan pada temperatur ruangan. Selanjutnya

    kalsinasi dilakukan pada temperatur 1000oC selama 5 jam untuk menghilangkan komponen

    organik dan mengubah kalsium karbonat (CaCO3) menjadi kalsium oksida (CaO). Cangkang

  • 30

    telur hasil kalsinasi dikarakterisasi dengan XRD untuk memastikan bahwa CaCO3 pada

    cangkang telur bebek telah berubah menjadi CaO. Dihitung rendemen CaO.

    Sintesis Hidroksi Apatit

    Hidroksi Apatit disintesis dengan metode presipitasi secara in situ, dengan meneteskan

    larutan KH2PO4 (0,5 M) ke dalam larutan CaO (0,3 M) dan diaduk dengan magnetic stirrer.

    Suhu selama presipitasi dan pengadukan dijaga konstan pada temperatur 37oC. Setelah

    presipitasi, proses pengadukan dilanjutkan selama 30 menit. Selanjutnya, larutan hasil

    presipitasi diaging (disimpan) selama 12 jam. Larutan hasil aging kemudian disaring dengan

    menggunakan kertas saring untuk mendapatkan endapan yang berwarna putih. Setelah itu,

    endapan hasil penyaringan dipanaskan dalam furnace pada temperatur 110 oC selama 3 jam,

    sehingga diperoleh serbuk berwarna putih. Serbuk putih tersebut selanjutnya dikarakterisasi

    dengan XRD dan FT-IR , BET, AFM, SEM dibandingkan dengan HA standar juga

    ditentukan rendemen HAnya.

    Sintesis Kolagen dari tulang tulang sapi

    Sintesis kolagen dari tulang sapi dilakukan dengan cara merendam 70 gram

    tulang dalam 5% HCl selama 24 jam pada suhu 4ºC. Perendaman dilakukan dengan

    perbandingan b:v 1:20. Setel ah masa perendaman, filtrat hasil perendaman ditambahkan

    1N NaOH sampai pH netral. Filtrat didiamkan sampai terbentuk gumpalan putih.

    Gumpalan yang terbentuk dipisahkan dengan cara disaring menggunaka kertas saring.

    Kolagen basah yang terbentuk dikeringkan dengan metode freeze drying. Kolagen yang

    terbentuk dikarakterisasi dengan FTIR, XRD dan BET dibandingkan dengan kolagen standar

    dan juga ditentukan rendemennya..

    Sintesis bone graft dari kolagen hidroksiapatit kitosan

    Larutan kolagen dibuat dengan cara melarutkan kolagen dengan asam asetat 1%. Larutan

    kitosan dibuat dengan cara melarutkan kitosan dalam asam asetat 1%. Latutan hidroksiapatit

    dibuat dengan cara melarutkan hidroksiapatit dengan asam fosfat. Larutan kitosan dicampur

    dengan larutan kolagen dan larutan hidroksiapatit dengan perbandingan kitosan :

    Hidroksiapatit: kolagen yang divariasi 10:50: 40; 20:50:30; 25:50:25 ; 30:50:20; 40:50:10.

    Larutan yang dihasilkan dinetralkan dengan NH4OH , setelah netral diaduk perlahan-lahan.

    Kemudian dimasukkan dalam beker glass, dibekuakan pada suhu -10, - 40 dan -80 selama

  • 31

    waktu yang bervariasi 2, 4, 6 dan 8 jam. Bone graft yang dihasilkan selanjutnya

    dikarakterisasi sifat fisika dan kimianya.

    Karakterisasi Bone gratt

    Material yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi yaitu : gugus fungsional ; ukuran

    pori, distribusi pori, surface area; kristalinitas; analisis morfologi permukaan, penampang

    lintang.

    Metodologi penelitian tahun kedua:

    Bone graft yang dihasilkan pada tahun pertama dikarakterisasi fisika maupun kimia yaitu

    a. Analisis morfologi dengan SEM

    b. Analisis kekuatan tekan dan tarik mulurmenggunakan autograph

    Uji kekuatan tekan komposit HAp-Kitosan-Kolagen menggunakan autograph.

    Pengujian kuat tekan dilakukan dengan membentuk pelet, lalu sisi sampel di ukur

    dengan menggunakan jangka sorong. Sampel ditempatkan pada bagian penekan

    mesin uji tekan, kemudian mesin dinyalakan dan diatur kecepatan dan gaya yang

    akan diukur. Load cell perlahan-lahan diturunkan, kemudian di hentikan dan dicatat

    besarnya gaya dan strainnya.

    c. Uji In Vitro dengan larutan SBF (Simulated Body Fluid)

    1. Preparasi larutan SBF 1 liter

    Aquademin sebanyak 960 mL lalu dituangkan sebanyak 200 mL untuk diaduk

    dengan menggunakan pengaduk magnetik pada suhu 35oC kemudian dimasukkan

    bahan-bahan dengan urutan sebagai berikut:

    1. 6,547 g NaCl 99,5%

    2. 2,268 g NaHCO3 99,5%

    3. 0,373 g KCl 99,0%

    4. 0,178 g Na2HPO4.2H2O 99,5%

    5. 0,305 g MgCl2.6H2O 98%

    6. 15 mL HCl 1 M

    7. 0,368 g CaCl2.2H2O 99%

    8. 0,071 g Na2SO4

    9. 25 mL HCl 1 M

  • 32

    Dalam pencampuran diberi selang 2 menit setiap tahapnya agar dapat larut secara

    meratadan penambahan HCl dilakukan 2 tetes per detik.

    2. Uji sampel dengan larutan SBF

    Sampel sebanyak 0,1 g berupa serbuk dimasukkan ke dalam 10 mL larutan SBF.

    Perendaman dilakukan selama 3, 6, 9, 12, 15, 18, dan 21 hari. Larutan SBF hasil

    perendaman disaring dan filtrat yang dihasilkan diuji dengan menggunakan AAS.

  • 33

    Bagan Alir penelitian selama 2 tahun :

    Keterangan :

    Sudah dilakukan Akan dilakukan

    Tahun pertama

    -karakterisasi:

    FTIR, SEM,

    XRD, rendemen

    Variabel:Komposisi,

    pH, suhu

    pembekuan, waktu

    pembekuan

    -Isolasi hidroksiapatit dari

    cangkang telur bebek

    - Isolasi kolagen dari

    tulang sapi

    -

    Tahun kedua

    Bone graft hasil tahun

    pertama

    Sintesis bone graft:

    hidroksiapatit

    kolagen kitosan

    -Analisis morfologi

    - Uji tarik mulur

    - Uji kuat tekan

    - Uji degradasi

    - Uji laju korosi

    - Uji in vitro

    - Uji sitotoksisitas.

    -

    1.data kondisi optimum isolasi:

    a. Hidroksiapatit

    b.kolagen

    c sintesis bone graft dari kolagen

    kitosan dan hidroksiapatit

    2.hasil analisis FTIR, XRD,BET,

    rendemen dari:

    a. Hidroksiapatit

    b. Kolagen

    c. Bone graft

    Luaran tahun pertama:

    a.Produk bone graft

    b. hasil kharakteristik bone graft.

    c.Publikasi pada jurnal nasional

    bereputasi/ internasional

    c. Draft Paten dan buku ajar

    bone graf yang sudah

    terakterisasi dan memenuhi

    standar

    Luaran tahun kedua:

    a. bone graft yang sudah

    terkarakterisasi lengkap.

    b.Publikasi pada jurnal

    internasional

    c.HKI/ paten

    d. Inovasi penerapan Ipteks

    bidang material medis.

    e. buku ajar

    Karakterisasi FTIR,

    XRD, BET

    Isolasi kitosan dari

    cangkang udang

    -karakterisasi:

    FTIR, SEM, XRD,

    PSA rendemen

  • 34

    Teknik Analisis Data

    Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Data hasil

    sintesis kitosan, kolagen, hidroksiapatit dianalisis rendemennya. Spektra IR yang dihasilkan

    dianalisis gugus fungsionalnya untuk menggambarkan gugus fungsional yang berperan dalam

    pembentukan bone graft, data defraktogram dianalisis sifat kristalinitas dan kemurnian dari

    hasil sintesis, data BET dianalisis ukuran pori, distribusi pori dan surface area, data SEM

    dianalisis untuk menggambarkan morfologi permukaan dan penamapang lintang dari

    material, data uji mekanik dianalisis untuk menggambarkan tarik mulur dan modulus young

    yang menjadi indicator kelenturan suatu material, data kuat tekan menggambarkan

    kemampuan material nmenahan beban, data uji degradasi dianalisis untuk menggambarkan

    ketahanan terhadap kerusakan, data biokompatibel, ketoksikan diperoleh dari data uji in vitro

    dan uji toksisistas.

  • 35

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Preparasi dan Kalsinasi Cangkang Telur Bebek

    Sampel cangkang telur dicuci untuk menghilangkan kotoran, bau, lendir, dan

    membrannya. Membran Cangkang telur bebek mengandung senyawa organik sehingga harus

    diminimalkan agar tidak mengganggu proses sintesis HAp. Cangkang telur bebek yang telah

    bersih, dikeringkan untuk mengurangi kandungan air. Setelah kering, Cangkang telur bebek

    dihaluskan hingga berbentuk serbuk agar proses pemanasan berlangsung efektif. Energi

    panas dari tanur mengalir secara konduksi ke seluruh permukaan butir sehingga distribusi

    panas merata dan kalsinasi dapat maksimal (Rachmania, 2012).

    Reaksi kalsinasi cangkang telur bebek:

    CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) (5.1)

    Proses kalsinasi Cangkang telur bebek pada suhu 1000 oC berfungsi untuk menguraikan

    CaCO3 menjadi CaO dan gas CO2 (persamaan 4.1). Panas dari tanur membuat ikatan kimia

    menjadi renggang dan atom yang berikatan bergerak bebas. Pada suhu 850 sampai 1000 oC

    ikatan kimia pada CaCO3 terputus membentuk CaO (Sari, 2013). Setelah proses kalsinasi,

    dilakukan proses pendinginan cangkang telur bebek secara perlahan di dalam tanur hingga

    sampel mencapai suhu ruang. Apabila sampel CaO diambil secara langsung pada suhu 1000

    oC, maka CaO akan mengalami kejutan termal (thermal shock) yaitu perubahan suhu secara

    mendadak yang membuat morfologi permukaannya mengalami perubahan (Oxtoby et al.,

    2003). Perubahan morfologi, membuat CaO membentuk gumpalan (cluster) yang retak dan

    terpecah (Sofyan, 2012). Setelah kalsinasi, terjadi perubahan warna Cangkang telur bebek

    dari hijau menjadi putih (Gambar 4.1). Menurut Rachmania (2012), perubahan warna terjadi

    karena perubahan komposisi unsur pada CB sebelum kalsinasi dan setelah kalsinasi.

    Komponen awal pada Cangkang telur bebek yaitu CaCO3, Ca(PO)4, MgCO3, MgPO4 dan

    senyawa organik yang memiliki warna hijau. Pada proses kalsinasi, terjadi perubahan

    komposisi menjadi pada CaCO3 menjadi CaO serta MgCO3 menjadi MgO. Perubahan

    komposisi disertai terbakarnya senyawa organik pada sampel CB-K membuat sampel

    menjadi berwarna putih.

    Gambar 5.1. CB Sebelum Kalsinasi (A) dan Setelah Kalsinasi (B).

    A B

  • 36

    Pada proses kalsinasi terjadi penurunan massa antara serbuk cangkang telur bebek

    sebelum kalsinasi yaitu dari 5 gram menjadi 4,180 gram, sehingga didapatkan rendemen

    83,660%. Putri (2012) telah melakukan kalsinasi Cangkang telur bebek pada suhu 1000 oC

    dengan rendemen 55,030%. Perbedaan rendemen penelitian ini dengan penelitian Putri

    (2012) dapat terjadi karena berbedanya komposisi kandungan organik pada cangkang telur

    bebek yang belum dikalsinasi antara cangkang telur bebek pada penelitian ini dengan

    cangkang telur bebek pada penelitian Putri (2012). Besarnya kadar zat organik pada

    cangkang telur bebek yang belum dikalsinasi membuat rendemen cangkang telur bebek yang

    sudah dikalsinasi semakin kecil karena zat organik akan terbakar pada suhu kalsinasi yang

    tinggi.

    Penurunan massa cangkang telur bebek selama kalsinasi disebabkan pelepasan gas CO2

    dan penguraian senyawa organik. Komponen organik dari cangkang telur bebek yang hilang

    selama proses kalsinasi dapat berasal dari protein (Mine, 2008). Protein pada cangkang telur

    adalah mukopolisakarida yang terdiri dari kondrotin sulfat A dan B, glukosamin,

    galaktosamin, galaktosa, manosa, dan asam sialat (Rivera et al., 1999). Komponen lain pada

    cangkang telur bebek adalah MgCO3 sebesar 1% (Fazel, 2011). Menurut Oxtoby et al

    (2003), MgCO3 yang dikalsinasi pada suhu 800 sampai 900 oC akan membentuk MgO

    disertai pelepasan CO2. Setelah suhu MgO turun, MgO dapat bereaksi dengan air di udara

    membentuk Mg(OH)2 (persamaan 5.2 dan persamaan 5.3).

    Reaksi kalsinasi magnesium karbonat:

    MgCO3(s) MgO(s) + CO2(g) ........................... (5.2)

    MgO(s) + H2O(l) Mg(OH)2(aq) ........................ (5.3)

    Pada bidang medis, keberadaan ion Mg tidak berbahaya karena pada tulang juga

    mengandung Mg sebesar 0,72% (Orlovskii et al., 2002 and Stipniece et al., 2013). Pada

    penelitian Stipniece et al (2013), campuran Ca(OH)2/Mg(OH)2 direaksikan dengan H3PO4

    sehingga membentuk (Mg-HAp) dengan rumus kimia Ca10-xMgx(PO4)6(OH)2. Seperti pada

    HAp, Mg-HAp memiliki sifat osteokonduktif yang baik (Shepherd et al., 2012). Pada

    penelitian Cai et al (2009), kehadiran Mg pada HAp dapat meningkatkan sifat bioaktif pada

    pembentukan tulang dan meningkatkan kelarutan HAp (Batra et al., 2013; Bose et al., 2013).

    Pada penelitian ini, produk akhir sintesis memungkinkan masih terdapat Mg karena prekursor

    kalsium mengandung sebagian kecil Mg. Adanya Mg pada prekursor tidak membahayakan

    namun bermanfaat untuk tulang.

  • 37

    Pada penelitian ini, tidak ada komposisi Mg pada sampel yang ditunjukkan pada

    difraktogram Cangkang telur bebek hasil kalsinasi (Gambar 5.3). Berdasarkan literatur,

    terdapat Mg sebelum dan sesudah Cangkang telur bebek dikalsinasi. Fadeev et al (2003) telah

    membuat HAp disertai Mg menggunakan metode pengendapan basah. Kadar maksimal ion

    Mg2+

    yaitu 10% b/b. Kadar Magnesium pada cangkang telur hanya 1% (Fazel, 2011),

    sehingga mengindikasikan kadar Mg pada sampel HAp tidak membahayakan bagi tubuh.

    B. Sintesis HAp

    Serbuk CaO dari hasil kalsinasi cangkang telur bebek direaksikan dengan air untuk

    membentuk larutan Ca(OH)2 (persamaan 5.4). Larutan Ca(OH)2 ditambah H3PO4 setetes

    demi setetes agar pH tidak turun secara drastis. Laju penambahan asam fosfat sangat terkait

    dengan pH yang diperoleh pada akhir sintesis. Penurunan pH dibawah 7 menyebabkan H3PO4

    terdisosiasi tidak sempurna sehingga menghasilkan β–Ca3(PO4)2 dan CaO (Angelescu et al.,

    2011). Larutan H3PO4 yang ditambahkan secara perlahan juga berfungsi meningkatkan

    homogenitas larutan (Agrawal et al., 2011).

    Reaksi kalsium oksida dengan akuademin:

    CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(aq) .......................... (5.4)

    Pada penelitian ini, sintesis HAp dipilih pada suhu 60 oC untuk memaksimalkan kristal

    yang terbentuk dan menghindari terbentuknya struktur monoklinik yang disintesis pada suhu

    dibawah 60 oC (Suryadi, 2011). HAp yang disintesis, diharapkan memiliki struktur yang

    sama dengan tulang yaitu heksagonal (Spiers, 1968). Ketika H3PO4 ditambahkan pada

    Ca(OH)2 maka secara perlahan larutan menjadi bersifat asam, sedangkan proses kristalisasi

    berlangsung efektif pada suasana basa (Malina et al, 2013). Larutan selanjutnya ditambahkan

    NaOH agar proses kristalisasi dapat maksimal. Penambahan basa hingga pH 10 karena

    larutan HAp stabil pada pH tersebut (Dorozhkin, 2010).

    Penambahan NaOH pada konsentrasi kecil membuat pH mengalami kenaikan secara

    perlahan hingga mencapai pH 10. Kenaikan pH secara drastis membuat kristal terbentuk

    tidak maksimal, akibatnya tidak terbentuk senyawa apatit melainkan β–Ca3(PO4)2 (Angelescu

    et al., 2011). Setelah pH mencapai pH 10, larutan didiamkan (aging) pada suhu kamar untuk

    memaksimalkan pertumbuhan kristal (kristalisasi) HAp (Byrappa and Ohachi, 2003). Laju

    kristalisasi ini dapat dipercepat dengan mengantisipasi masuknya penghambat (Setyopratomo

    dkk, 2003) yaitu karbonat. Pembentukan karbonat dapat terjadi karena adanya reaksi antara

  • 38

    gas CO2 di udara dengan larutan pada sampel. Berdasarkan alasan tersebut, sampel ditutup

    rapat menggunakan aluminium foil untuk meminimalkan kontak dengan udara.

    Senyawa kalsium fosfat hasil pengendapan dapat berada dalam fase kristal maupun fase

    amorf. Pada awal proses aging, terjadi pembentukan fasa kalsium fosfat intermediat yang

    amorf. Kalsium fosfat amorf (KFA) memiliki rumus kimia bervariasi (seperti oktakalsium

    fosfat dan dikalsium fosfat dihidrat) dengan Ca dan P yang rendah serta tidak stabil dalam

    lingkungan berair (aqeuous) (Blumenthal dalam Indrani, 2012; Betts dalam Ahmiatri, 2002).

    KFA akan berubah menjadi fasa intermediat dikalsium fosfat anhidrat dengan Ca/P 1,00

    kemudian membentuk calcium deficient HAp (Ca10-x(PO4)6-2x(HPO4)2x(OH)2) dengan 0

  • 39

    Reaksi Pembentukan HAp:

    10 Ca2+

    +6PO43-

    + 2OH- → Ca10(PO4)6(OH)2 ........... ................................... (5.7)

    10 Ca(OH)2(aq) + 6H3PO4(aq) → Ca10(PO4)6(OH)2(s)+ 18H2O(l) ....................... (5.8)

    Berdasarkan persamaan reaksi 5.8, setiap pembentukan 1 molekul Ca10(PO4)6(OH)2 akan

    menghasilkan 18 molekul air. HAp setelah pengeringan menggunakan oven merupakan apatit

    yang tidak stabil (Dorozhkin, 2010). HAp yang digunakan sebagai implan diharapkan

    memiliki kestabilan fasa sehingga perlu dilakukan sintering sampai suhu tertentu (Naik,

    2014).

    Pada proses sintering terdapat tiga tahapan yaitu tahap awal, tahap

    pertengahan/intermediet, dan tahap akhir. Pada tahap awal terbentuk titik kontak antar

    partikel HAp membentuk leher (neck) dan bertambah luas menjadi batas butir (grain

    boundary) (Gambar 5.2). Pada saat batas butir HAp semakin membesar, maka densitas

    meningkat (Naik, 2014; Dorozkhin, 2010).

    Gambar 5.2. Perubahan Partikel Ketika Sintering (Dorozhkin, 2010).

    Pada tahap pertengahan sintering, batas butir membesar dan porinya mengecil dengan

    cepat sehingga terjadi penyusutan (shringkage) dan peningkatan densitas. Pada tahap ini

    terdapat pori yang terkoneksi satu dengan yang lain. Pada tahap akhir sintering,

    pemadatan/densifikasi berlangsung lambat dan pori semakin kecil dan terisolasi. Partikel

    menjadi terikat kuat, sehingga kepadatan, dan kekuatan meningkat (Dorozhkin, 2010) sampai

    akhirnya pori semakin mengecil dan memadat tanpa adanya pori.

    Selama proses sintering terjadi proses penguapan asam nitrat menjadi gas NO2

    (persamaan 5.9). Sebagian HAp dapat bereaksi dengan CO2 di udara bebas membentuk apatit

    karbonat (persamaan 5.10). Selama proses sintering, apatit karbonat akan terurai membentuk

    HAp dan melepaskan gas CO2 (persamaan 5.11).

    Persamaan reaksi asam nitrat ketika sintering:

    4HNO3(aq) 2H2O(g) + 4NO2(g) + O2(g) ................. ................................... (5.9)

  • 40

    Persamaan reaksi HAp menjadi apatit karbonat:

    Ca10(PO4)6(OH)2(s) + xCO2(g)

    Ca10(PO4)6(OH)2−2x(CO3)x(s) + H2O(g) ................... (5.10)

    Persamaan reaksi apatit karbonat menjadi HAp selama proses

    sintering:

    Ca10(PO4)6(OH)2−2x(CO3)x(s) Ca10(PO4)6(OH)2(s) + xCO2(g) ................... (5.11)

    Ketika terjadi waktu tunggu (holding time) pada suhu 800, 900, dan 1000 oC, butir

    mengalami masa pemulihan (recovery) untuk menyusun sistem kristal dan menghindari

    terbentuknya cacat kristal dengan membentuk struktur yang lebih rapat (Rohaya, 2015).

    Setelah proses sintering, sampel didinginkan secara perlahan di dalam tanur. Tujuan dari

    proses pendinginan secara perlahan karena HAp yang merupakan jenis dari material keramik

    (seperti pada CaO) yang dapat mengalami thermal shock. HAp yang telah disintesis dari CB-

    K yaitu HAp tanpa sintering, sintering 800, 900, dan 1000 oC (HAp-TS, HAp-800, HAp-900,

    dan HAp-1000).

    Tabel 5.1. Rendemen HAp dari CaO Cangkang telur bebek dan H3PO4.

    Kode

    Sampel

    Massa

    CaO

    (gram)

    Massa

    H3PO4

    (gram)

    Massa

    (gram) Rendemen (%)

    HAp-TS

    3,700 3,670

    5,176 70,230

    HAp-800 4,752 64,477

    HAp-900 4,741 64,328

    HAp-1000 4,635 62,890

    Pada Tabel 5.1 menunjukkan HAp-TS menghasilkan rendemen HAp sebesar 70,230%,

    sedangkan pada HAp yang telah disintering menghasilkan rendemen HAp pada rentang

    62,890 hingga 64,477%. Pada penelitian Putri (2012), sintesis HAp dari cangkang telur

    dengan metode pengendapan basah menghasilkan rendemen sebesar 54,700%. Pada proses

    sintering terjadi penyusutan massa yang disebabkan penguapan zat-zat yang mudah menguap

    seperti nitrat dan air menjadi fase gas. Adanya nitrat berasal dari penambahan asam nitrat

    sebelum HAp disintering.

  • 41

    C. Karakterisasi Fisika-Kimia CaO hasil kalsinasi cangkang telur bebek

    Pada tahap ini dilakukan karakterisasi Cangakang telur bebek hasil kalsinasi dan HAp

    menggunakan instrumen XRD, FTIR, dan SEM.

    1. Analisis Fasa dan Kristalinitas Menggunakan XRD.

    Analisis menggunakan XRD bertujuan untuk mengetahui fasa dan kristalinitas. HAp-TS,

    HAp-800, HAp-900, dan HAp-1000 selanjutnya dibandingkan dengan HAp pembanding

    yaitu HAp yang telah diaplikasikan dibidang medis yang berasal dari RSUD Dr. Soetomo

    Surabaya. HAp ini disebut HAp Bank Jaringan (HAp-BJ).

    Analisis Fasa

    Analisis fasa bertujuan untuk mengetahui fasa CB-K dan HAp. Pada analisis ini

    dibandingkan pergeseran puncak antara CB-K dengan HAp. Hasil XRD merupakan

    difraktogram dengan grafik sudut difraksi (2θ) dan intensitas (I) seperti pada Gambar 4.3.

    Gambar 5.3. Difraktogram CaO dari cangkang telur bebek dan CaO Standar.

    Sampel CaO dari cangkang telur bebek didominasi fasa CaO karena adanya puncak

    tertinggi pada sudut 2 = 37,383o. Adanya puncak CaO didukung beberapa puncak lain yang

    bersesuaian dengan database Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) no.

    37-1497 CaO (Lampiran 8a). Puncak tersebut ditunjukkan pada sudut 2 = 32,220o; 37,383

    o;

    53,904o; 64,187

    o; 67,396

    o; 79,671

    o; 88,547

    o; dan 91,482

    o. Fasa lain pada CaO dari cangkang

    telur bebek adalah Ca(OH)2 yang bersesuian dengan JCPDS no. 84-1263. Fasa Ca(OH)2 pada

    2 = 18,029o, 28,669

    o, dan 34,138

    o sesuai dengan JCPDS no. 84-1263 (Lampiran 8e).

    Puncak-puncak ini memiliki intensitas yang lebih kecil dibandingkan dengan fasa CaO.

    Difraktogram CaO hasil kalsinasi dibandingkan dengan CaO standar untuk memperkuat

    bahwa yang dihasilkan merupakan fasa CaO. Berdasarkan penelusuran literatur maupun

    laboratorium, tidak ada CaO dengan kualitas pro analysis. Berdasarkan alasan tersebut,

  • 42

    pembanding yang digunakan hanya menggunakan CaO teknis. Pada analisis menggunakan

    XRD, tidak ada fasa CaO pada CaO standar, melainkan fasa Ca(OH)2 yang ditunjukkan pada

    puncak tertinggi pada sudut 2 = 34,234o. Puncak Ca(OH)2 didukung oleh puncak Ca(OH)2

    yang lain yaitu pada 2 = 18,168o; 28,810

    o; 36,069

    o; 47,267

    o; 50,939

    o; 54,495

    o; 57,514

    o;

    59,468o; 62,720

    o; 64,425

    o; 71,916

    o; 84,829

    o; dan 93.215

    o. Fasa lain pada CaO standar yaitu

    fasa CaCO3 yang terdeteksi pada 2 = 20,947o; 22,035

    o; 29,529

    o; dan 39,522

    o.

    Tabel 5.2 Komposisi Fasa CaO hasil kalsinasi cangkang telur dan CaO Standar.

    Sampel Fasa Komposisi

    massa (%b/b)

    CaO-

    Kalsinasi

    CaO 94,800

    Ca(OH)2 5,200

    CaO

    standar

    Ca(OH)2 62,900

    CaCO3 37,100

    Analisis komposisi fasa dibantu menggunakan perangkat lunak Match. Hasil analisis

    menunjukkan serbuk CaO hasil kalsinasi cangkang telur mengandung CaO sebesar

    94,800%b/b dan Ca(OH)2 sebesar 5,200%b/b (Tabel 4.2). Tidak adanya fasa CaCO3 pada

    CaO hasil kalsinaasi cangkang telur mengindikasikan seluruh CaCO3 telah terkonversi

    menjadi CaO. Fasa lain pada CaO hasil kalsinansi cangkang telur selain CaO adalah

    Ca(OH)2. Fasa ini memiliki komposisi yang lebih kecil dibandingkan CaO. Keberadaan

    Ca(OH)2 diperkirakan berasal dari reaksi CaO dengan uap air di udara terbuka (persamaan

    4.12).

    Reaksi kalsium oksida dengan uap air diudara:

    CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(s) .......................... (5.12)

    Pada CaO standar menunjukkan adanya fasa Ca(OH)2 sebesar 62,9%b/b dan CaCO3

    sebesar 37,1%b/b. Keberadaan CaO standar yang mengandung fasa Ca(OH)2 memperkuat

    dugaan bahwa sulit untuk mendapatkan CaO yang murni, karena mudahnya reaksi antara

    CaO dengan uap air di udara bebas menjadi Ca(OH)2. Cepatnya reaksi antara CaO dan H2O

    di udara didukung oleh penelitian Siswanto (2013). Pada penelitian Siswanto (2013), reaksi

    CaO dengan udara selama satu malam menghasilkan perubahan sebagian besar CaO menjadi

    Ca(OH)2. Fasa lain pada CaO standar adalah CaCO3. Keberadaan CaCO3 pada CaO standar

    menunjukkan sampel tidak murni karena merupakan CaO teknis. Keberadaan CaCO3 dapat

  • 43

    disebabkan oleh reaksi Ca(OH)2 dan gas CO2 sehingga membentuk CaCO3. Oleh sebab itu,

    CaO standar tidak dapat digunakan sebagai pembanding. Adanya fasa CaO pada CB-K

    merujuk pada JCPDS CaO.

    Adanya fasa Ca(OH)2 pada CaO hasil kalsinansi cangkang telur diperkirakan berasal dari

    reaksi CaO dengan uap air di udara bebas. Reaksi ini tidak dapat dihindari, meskipun sampel

    yang telah dikalsinasi diletakkan pada desikator, ditutup menggunakan aluminum foil, dan

    disimpan dalam tempat tertutup karena CaO memilik sifat higroskopis (Andika dan Fadli,

    2015). Pada preparasi sampel XRD, serbuk ditempatkan pada sample holder yang dapat

    membuat CaO mengalami kontak dengan udara bebas. Adanya Ca(OH)2 pada sampel, tidak

    mengganggu proses sintesis HAp karena pada proses sintesis seluruh CaO akan direaksikan

    dengan H2O sehingga menghasilkan Ca(OH)2. Senyawa lain yang diperkirakan ada pada CaO

    hasil kalsinansi cangkang telur adalah MgO dan Mg(OH)2. Pada hasil XRD, tidak ada

    puncak dengan senyawa MgO maupun Mg(OH)2. Hal ini dapat disebabkan sangat kecilnya

    atau tidak ada komposisi senyawa tersebut dalam sampel, sehingga tidak terdeteksi pada

    difraktogram XRD.

  • 44

    Gambar 5.4. Difraktogram CaO hasil kalsinansi cangkang telur dan HAp.

    Pada Gambar 5.4 menunjukkan difraktogram CaO hasil kalsinansi cangkang telur (CB-

    K), Hidroksiapatit tanpa sintering (HAp-TS), hidroksiapatit Bank jaringan (HAp-BJ),

    hidroksiapatit suhu sintering 800 (HAp-800), hidroksiapatit suhu sintering 900 (HAp-900),

    dan hidroksiapatit suhu sintering 100 (HAp-1000). Pada difraktogram menunjukkan adanya

    perubahan puncak pada difraktogram CB-K dan HAp. Pada difraktogram CB-K

    menunjukkan puncak tertinggi berada pada 2 = 37,383o. Pada HAp-TS, HAp-8, HAp-9, dan

    HAp-10 puncak ini bergeser berturut-turut menjadi 32,045o; 31,810

    o; 31,792

    o; dan 31,811

    o.

    Pergeseran ini menunjukkan seluruh sampel HAp memiliki komposisi fasa yang berbeda

    dengan CB-K .

    Pada sampel HAp-TS muncul puncak tertinggi yaitu pada sudut 2 = 32,045o; 32,272

    o;

    dan 33,116o. Pada HAp-800 memiliki puncak tertinggi pada 31,810

    o; 32,197

    o; dan 32,949

    o.

    Pada HAp-900 memiliki puncak tertinggi pada 31,792o; 32,197

    o; dan 32,933

    o. Pada HAp-

    1000 memiliki puncak tertinggi pada 31,811o; 32,214

    o; dan 32,951

    o. Puncak tertinggi HAp-

    TS merupakan puncak tertinggi apatit karbonat yang sesuai dengan JCPDS no. 35-0180 milik

    apatit karbonat tipe A (AKA) dan JCPDS no. 19-0272 milik apatit karbonat tipe B (AKB)

    HAp-TS

    Keterangan:

    CB-K

    HAp-BJ

    CB-800

    HAp-900 HAp-900

    HAp-1000

    HAp-TS

    CaO

    Ca(OH)2

    HAp

    Apatit Karbonat

    Tetrakalsium siklo-

    dekafosfat 16 hidrat

  • 45

    (lampiran 8c dan 8d). Puncak tertinggi pada HAp-8, HAp-9, dan HAp-10 merupakan puncak

    tertinggi HAp yang sesuai dengan JCPDS no. 09-0432 milik HAp (lampiran 8b).

    Pada Tabel 5.3 menunjukkan komposisi HAp yang berasal dari CB-K dan HAp-BJ.

    Terdapat perbedaan antara fasa CB-K dan HAp yaitu perubahan fasa CaO serta Ca(OH)2

    menjadi fasa HAp dan apatit karbonat. Seiring kenaikan suhu sintering, kemurnian HAp

    semakin tinggi dan komposisi apatit karbonat semakin kecil. Komposisi HAp pada HAp-TS,

    HAp-800, HAp-900, dan HAp-1000 berturut-turut 50,4; 72,00; 82,70; dan 99,10%b/b. HAp

    yang memiliki kemurnian tertinggi yaitu HAp-1000, apabila dibandingkan dengan HAp-BJ

    menunjukkan komposisi yang mirip yaitu dengan selisih 0,7%b/b. Pada HAp BJ, tidak

    terdapat fasa apatit karbonat, melainkan fasa tetrakalsium siklo-dekafosfat 16 hidrat.

    Perbedaan fasa pengotor antara HAp-BJ dengan HAp yang disintesis dari CB-K, diperkirakan

    karena perbedaan prekursor dan metode yang digunakan untuk proses sintesis. Menurut ISO-

    13779:2008, HAp sebagai implan harus memiliki minimal 50%b/b fasa HAp. Berdasarkan

    analisis kuantitatif XRD, seluruh HAp tanpa dan dengan perlakuan sintering memiliki massa

    yang lebih besar dari 50%b/b.

    Tabel 5.3. Komposisi HAp.

    Sampel HAp

    (% b/b)

    Apatit

    Karbonat

    (% b/b)

    Tetrakalsium Siklo

    Dekafosfat 16 Hidrat

    (% b/b)

    HAp-TS 50,400 49,600 -

    HAp-800 72,000 28,000 -

    HAp-900 82,700 17,300 -

    HAp-

    1000 99,100 0,900 -

    HAp-BJ 98,400 - 1,600

    HAp yang disintesis dari CB-K menunjukkan adanya pengotor yaitu apatit karbonat.

    Terbentuknya fasa apatit karbonat berasal dari substitusi ion karbonat pada HAp (Indriani,

    2012). Substitusi bukan berasal dari prekursor kalsium, karena data XRD menunjukkan CB-

    K tidak mengandung CaCO3. Substitusi CO32-

    dapat berasal dari reaksi gas CO2 yang berasal

    dari udara bebas dengan ion OH- yang berasal dari pelarut (Suryadi, 2011)