laporan akhir penelitian fundamentalrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_lap... · 2020....

104
i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA N-ASETIL GLUKOSAMIN PADA PROSES HIDROLISIS KITIN MENGGUNAKAN ENZIM KITINASE DARI Pseudomonas sp TNH 54 Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Oleh : Ketua : Dr. Nuniek Herdyastuti, M.Si (NIDN 0010117004) Anggota : Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M.Si (NIDN : 0029127002) UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Nopember, 2015 BIDANG ILMU : MIPA

Upload: others

Post on 25-Jul-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

i

LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA N-ASETIL GLUKOSAMIN PADA PROSES HIDROLISIS KITIN MENGGUNAKAN

ENZIM KITINASE DARI Pseudomonas sp TNH 54

Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

Oleh :

Ketua : Dr. Nuniek Herdyastuti, M.Si (NIDN 0010117004) Anggota : Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M.Si (NIDN : 0029127002)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Nopember, 2015

BIDANG ILMU : MIPA

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

ii

Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

iii

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA N-ASETIL GLUKOSAMIN PADA PROSES HIDROLISIS KITIN MENGGUNAKAN ENZIM KITINASE DARI

Pseudomonas Sp TNH 54

Abstrak

Oleh :

Nuniek Herdyastuti dan Sari Edi Cahyaningrum

N-Asetil glukosamin merupakan senyawa turunan kitin yang dapat diperoleh secara enzimatis dari substratnya kitin jenis amorf. Kitin jenis amorf merupakan kitin yang telah dimodifikasi dengan penambahan Sodium dodecyl sulphate (SDS) diketahui mempunyai aktifitas tinggi terhadap enzim kitinase. Seanyawa N-Asetil glukosamin sangat potensial untuk digunakan dalam industri karena mempunyai banyak aplikasi yang signifikan dan mempunyai efisiensi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi substrat, enzim dan waktu inkubasi terhadap pola kinetika pebentukan N-asetilglukosamin serta pengaruh pelarut terhadap kemurnian N-Asetil glukosamin. Metode yang digunakan untuk menentukan N-Asetil glukosamin dengan menggunakan HPLC, dan pemurnian dilakukan dengan variasi pelarut. Hasil optimasi menunjukkan bahwa konsentrasi substrat 1,2% dapat menghasilkan 94,8% N-Asetil glukosamin, dengan konsentrasi enzim 0,1 U/mL dan waktu inkubasi selama 8 jam. Berdasarkan pola pemetaan berganda menunjukkan bahwa kinetika reaksi enzimatis mengikuti orde dua dengan nilai KM sebesar 8,33 mg/mL dan Vmaks 52,6 mg/mL jam. Hasil pemurnian dengan variasi pelarut asetonitril dengan aseton, metanol dan etanol dapat menunjukkan pemisahan yang cukup bagus sehingga diperoleh puncak N-Asetil glukosamin sesuai dengan standar pada waktu retensi sekitar 3,1 – 3,3 menit Kata kunci : Kitin, kitinase, N-Asetil glukosamin

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

iv

STUDYING TO THE CARACTERISTIF OF N-ACETYL GLUCOSAMINE IN CHITIN HYDROLYSIS PROCESS WITH CHITYNASE ENZYME FROM

Pseudomonas Sp TNH54

Abstract

By : Nuniek Herdyastuti and Sari Edi Cahyaningrum

N-Acetyl Glucosamine is a compound chitin derivative which can be obtained

enzymatis from substrate amorphous chitin types. Amorphous chitin is a kind of that has been modified by the addition of sodium dodecyl sulphate (SDS) are known to have high activity of the enzyme chitinase. N-Acetyl glucosamine potential for use in industry because it has many significant applications and has high efficiency. This study aims to determine the effect of substrate concentration, enzyme and incubation time for kinetic patterns to forming of N-acetylglucosamine and solvent effect on the purity of the N-Acetyl glucosamine. The method used to determine the N-acetyl glucosamine by using HPLC, and purification is done by varying the solvent. Optimization results show that 1.2% concentration of the substrate can produce 94.8% of N-acetyl glucosamine on the enzyme concentration of 0.1 U/mL and the incubation time for 8 hours. Based on the pattern of double-reciprocal plot showed that the kinetics of enzymatic reaction followed a second order with the KM value of 8.33 mg / mL and a Vmax of 52.6 mg / mL h. The results of purification with acetonitrile with solvent variations of the acetone, methanol and ethanol can show a good separation to obtain the peak of N-Acetyl glucosamine in accordance with the standards at a retention time of about 3.1 to 3.3 minutes Keywords : chitin, chitinase, N-Acetyl glucosamine

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

v

PRAKATA

Dengan mengucap syukur kehadlirat Allah s.w.t, atas segala Rahmad dan

Kemurahan-Nya penulis dapat menyeleaikan penelitian dengan laporan akhir yang berjudul

“Mempelajari karakteristik senyawa N-asetil glukosamin pada proses hidrolisis kitin

menggunakan enzim kitinase dari Pseudomonas Sp TNH 54”. Penelitian ini dibagi dalam

dua tahapan, yaitu pada tahap pertama (Tahun – 1) melakukan isolasi, optimasi, dan

pemurnian N-Asetil glukosamin yang selanjutnya dilanjutkan pada tahap kedua (Tahun – 2)

untuk penentuan rendemen serta penentuan pemurnian terbaik dan karakterisasi N-Asetil

glukosamin.

Penelitian ini memperoleh dana dari Proyek Peningkatan Kualitas Sumber Daya

Manusia Direktorat Pembinaan Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Dirjen Dikti

Kemendikbud Tahun Anggaran 2015 melalui program penelitian Fundamental. Untuk itu

kami mengucapkan terima kasih kepada : Ketua DP2M, Rektor UNESA, Ketua Lembaga

Penelitian dan Pengabdian UNESA, Ketua Jurusan Kimia UNESA, Mahasiswa Kimia yang

telah membantu penelitian ini. Harapan kami semoga penelitian ini dapat membawa manfaat

bagi peneliti sendiri khususnya dan dapat memberikan informasi bagi rekan-rekan peneliti

lainnya.

Surabaya, Nopember 2015

Peneliti

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN .................................................... ii ABSTRAK .................................................... iii ABSTRACT .................................................... iv PRAKATA .................................................... v DAFTAR ISI .................................................... vi DAFTAR TABEL .................................................... vii DAFTAR GAMBAR .................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................... x RINGKASAN .................................................... xi BAB I PENDAHULUAN .................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 5 2.1 Kitin .................................................... 5 2.2 Struktur Kitin .................................................... 6 2.3 Senyawa turunan kitin .................................................... 7 2.4 Manfaat Kitin .................................................... 9 2.5 Penelitian terkait kitinase .................................................... 11 2.6 Ekstraksi mengunakan pelarut .................................................... 12 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

....................................................

15

BAB IV METODE PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Pembuatan kitin jenis amorf 5.2 Optimasi produksi N-Asetil glukosamin 5.3 Pemurnian N-Asetil glukosamin BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

....................................................

....................................................

....................................................

....................................................

....................................................

..............................................

16 22 22 23 35 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................... 44 LAMPIRAN .................................................... 47

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sifat-sifat pelarut umum ............................................ 13

5.1 Penentuan Jumlah N-asetil glukosamin berdasarkan variasi konsentrasi substrat

............................................

27

5.2 Penentuan Jumlah N-asetil glukosamin berdasarkan variasi waktu inkubasi

............................................

32

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Senyawa kitin yang terdiri dari N-Asetil-glukosamin dihubungkan oleh ikatan β, 1-4 glikosida

............................................ 6

2.2 Jalur degradasi kitin oleh kitinase ............................................ 8

4.1 Kerangka Operasional Penelitian ............................................ 17 5.1 Kitin jenis amorf ............................................ 22 5.2 Hasil analisis penentuan kurva standar N-

asetil glukosamin pada konsentrasi 0,8 mg/mL dengan HPLC

............................................

23 5.3 Kurva standar N-Asetil glukosamin ............................................ 24 5.4 Hasil analisis HPLC pada penentuan

konsentrasi optimum untuk konsentrasi kitin1,6 – 2,4%

............................................

25 5.5

5.6

5.7

Hasil analisis HPLC pada penentuan konsentrasi optimum untuk konsentrasi kitin 0,4 – 1,2% Persentase N-Asetil glukosamin pada masing-masing substrat Penentuan KM dan Vmaks dengan Persamaan Lineweaver – Burk

............................................ ............................................ ............................................

26

27

28 5.8 Hasil analisis HPLC pada penentuan waktu

inkubasi optimum untuk waktu 0 – 2 jam ............................................

30

5.9 Hasil analisis HPLC pada penentuan waktu inkubasi optimum untuk waktu 4 – 24 jam

............................................

31

5.10

Persentase N-Asetil glukosamin pada variasi waktu inkubasi

............................................

33

5.11

Persentase N-Asetil glukosamin pada variasi konsentrasi enzim

............................................

34

5.12

Hasil analisis bagian filtrat pada tahap pemurnian

............................................

35

5.13

Hasil analisis bagian endapan pada tahap pemurnian untuk aseton, etanol, dan asetonitril

............................................

36 5.14

Hasil analisis bagian endapan pada tahap pemurnian untuk metanol

............................................

37

5.15

Hasil N-Asetil glukosamin pada pemurnian bertahap untuk NAG standar, filtrat pada tahap akhir, endapan pada tahap akhir dan filtrat pada asetonitril

............................................

38 5.16

Hasil analisis bagian endapan pada bagian filtrat pertama

............................................

39

5.17 Hasil pemurnian N-Asetil glukosamin tahap kedua dengan variasi pelarut menggunakan

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

ix

aseton, etanol, dan asetonitril ............................................ 40

5.18 Hasil pemurnian N-Asetil glukosamin tahap ketiga dengan variasi pelarut menggunakan aseton, etanol, dan asetonitril

............................................

41

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Penentuan kurva standar N-Asetil glukosamin (HPLC)

.................................................. 47

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11 12

Perhitungan persentase N-asetil glukosamin pada optimasi konsentrasi substrat Hasil penentuan optimasi konsentrasi substrat dengan HPLC Penentuan KM dan Vmaks dari transformasi persamaan Michaelis-Menten ke Lineweaver-Burk Perhitungan persentase N-asetil glukosamin pada optimasi waktu inkubasi Hasil penentuan optimasi waktu inkubasi dengan HPLC Kurva standar N-asetil glukosamin (Spektrofotometer uv-vis) Perhitungan N-asetil glukosamin pada optimasi konsentrasi enzim Bagan tahapan pemurnian N-asetil glukosamin Hasil analisis pemurnian dengan variasi pelarut Biodata peneliti Publikasi di Seminar Nasional Kimia

.................................................. .................................................. .................................................. .................................................. .................................................. .................................................. .................................................. .................................................. .................................................. .................................................. ..................................................

48

50

56

57

59

66

67

69

70 73 92

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

xi

RINGKASAN Kitin banyak tersebar di alam seperti pada jamur, alga, nematoda, arthropoda,

mollusca, hewan dan tumbuhan,arakhnida, dinding sel jamur, exoskeletons serangga,

cangkang krustasea dan bagian dari invertebrata, juga ditemukan sebagai polimer

ekstraseluler dari beberapa mikroba. (Guo, 2004). Bentuk kitin yang rapat dan kompak

karena bentuk - yang mempunyai rantai antipararel dan menstabilkan bentuk polimorfiknya

secara alami sehingga menyebabkan kitin tidak larut dalam pelarutnya (Majtán, 2007).

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

kitin yang telah dimodifikasi dengan penambahan sodium dodecyl sulphate (SDS)

menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi terhadap kitinase dibandingkan kitin serbuk. Hal ini

dikarenakan perbedaan kristalinitas kitin amorf dengan kitin serbuk, dimana kitin jenis amorf

lebih terbuka dibanding kitin serbuk (Herdyastuti, 2015).

Kitin dapat didegradasi secara enzimatis dengan kitinase menghasilkan monomernya

N-Asetil glukosamin atau 2-asetamido-2-deoksi-D-glukosa (GlcNAc) adalah gula amino

sederhana yang berpolimerisasi membentuk ikatan β-1,4. Monosakarida amino tersebut

mempunyai rumus molekul C8H15NO6, dan berat molekulnya adalah 221,2. Secara umum

GlcNAc merupakan serbuk berwarna putih dan sedikit manis, mempunyai titik leleh pada

221° C mempunyai kelarutan 25 % dalam air , serta 1 % larutan air tidak berwarna dan jelas

(Chen and Liu, 2010). N-Asetil glukosamin merupakan suatu nutrien, metabolit senyawa

antara dan diperlukan pada fungsi sel. Senyawa monomernya yaitu N-asetil D-glukosamin

dan D-glukosamin merupakan kandidat food supplement, serta pengobatan pada penderita

osteoarthritis (Illankovan et al., 2005). suplemen makanan dan untuk pengembangan terapi

karena karakteristik yang unik. Hasil uji toksisitas mengungkapkan bahwa GlcNAc tidak

beracun, aman bagi tubuh dan lebih lanjut menunjukkan bahwa 54% dari glukosamin yang

diberikan akan diekskresikan ke dalam urin dalam satu hari.

Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa GlcNAc sangat potensial untuk

digunakan dalam industri karena mempunyai banyak aplikasi yang signifikan dan

mempunyai efisiensi tinggi. Untuk mendapatkan GlcNAc maka perlu dilakukan isolasi dari

kitin secara enzimatis, pemurnian dan karakterisasi. Penelitian pada Tahun – 1 ini bertujuan

untuk melakukan optimasi terhadap variasi konsentrasi enzim, substrat dan waktu inkubasi

sehingga dapat diketahui pola kinetikanya. Serta melakukan pemurnian terhadap variasi

beberapa pelarut berdasarkan sifat kepolarannya yaitu aseton, etanol, metanol dan asetonitril.

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

xii

Tahap isolasi N-Asetil glukosamin dilakukan secara enzimatis dengan menggunakan

kitin jenis amorf sebagai substrat. Metode yang digunakan untuk menganalisis N-Asetil

glukosamin adalah dengan menggunakan HPLC dan penentuan konsentrasinya dengan

berdasarkan kurva standar N-Asetil glukosamin. Adapun penentuan aktivitas kitinase

menggunakan metode Monreal and Reese yang didasarkan pada pelepasan N-Asetil

glukosamin dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540

nm. Optimasi pembentukan N-Asetil glukosamin dilakukan terhadap variasi konsentrasi

substrat, konsentrasi enzim dan waktu inkubasi. Pada tahap pemurnian dilakukan dengan cara

ekstraksi menggunakan variasi pelarut aseton, etanol, metanol dan asetonitril.

Hasil yang diperoleh dari tahap optimasi variasi konsentrasi substrat 0,4 – 2,4 mg/mL

menunjukkan bahwa konsentrasi substrat 1,2 mg/mL dapat menghasilkan N-Asetil

glukosamin tertinggi yaitu 22,8 mg/mL atau 94,8 %. Berdasarkan pemetaan kebalikan-ganda

diperoleh harga KM sebesar 8,33 mg/mL dan Vmaks 52,6 mg/mL jam atau 0,88 mg/mL Menit,

reaksi enzimatis tersebut mengikuti pola kinetika reaksi orde dua. Penentuan waktu inkubasi

optimum selama 0 – 24 jam menunjukkan bahwa, jumlah N-Asetil glukosamin yang tertinggi

yaitu sebesar 10,95 mg/mL atau 45,6 % dihasilkan saat enzim kitinase dan kitin jenis amorf

diinteraksikan selama 8 jam. Menurut Widyastuti (2007), senyawa kitooligosakarida dan N-

asetilglukosamin hasil hidrolisis kitin oleh kitinase pada konsentrasi yang tinggi akan dapat

menyebabkan inhibisi umpan balik karena kelebihan N-asetilglukosamin sebagai produk

akhirnya. Penelitian lain menyebutkan bahwa kitinase dapat dihambat secara kompetitif oleh

beberapa senyawa seperti alosamidin dan beberapa senyawa selain gula yang terdapat di

dalamnya (Peter, 2005). Jumlah N-Asetil glukosamin menunjukkan kenaikan dengan

semakin tingginya konsentrasi enzim kitinase, dimana konsentrasi enzim 0,1 U/mL dapat

menghasilkan sekitar 0,454 mg/mL atau 1,89 % N-Asetil glukosamin dengan konsentrasi

kitin 1,2 % diikubasi selama 8 jam. Pemurnian yang dilakukan dengan menggunakan pelarut

aseton, metanol, etanol, dan asetonitril yang divariasi dengan pelarut asetonitril memberikan

hasil yang bagus dengan pola yang hampir sama dengan diperolehnya puncak yang sesuai

dengan N-Asetil glukosamin standar dengan waktu retensi sekitar 3,1 – 3,3 menit. Belum

dilakukan perhitungan rendemen dari masing-masing pemurnian untuk menentukan pelarut

manakah yang dapat menghasilkan rendemen tertinggi.

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kitin merupakan polimer yang sangat melimpah di alam dan menempati urutan

kedua setelah selulosa. Kitin banyak tersebar di alam seperti pada jamur, alga, nematoda,

arthropoda, mollusca, hewan dan tumbuhan,arakhnida, dinding sel jamur, exoskeletons

serangga, cangkang krustasea dan bagian dari invertebrata, juga ditemukan sebagai

polimer ekstraseluler dari beberapa mikroba. (Guo, 2004). Jumlah kitin yang dapat

dihasilkan per tahunnya dalam biosfer sangat banyak sekali. Pada tahun 1993

diperkirakan dunia dapat memperoleh kembali kitin dari invertebrata laut sebanyak

37.000 ton dan meningkat menjadi 80.000 ton pada tahun 2000 (Ogawa, 2002). Kitin

ditemukan sebagai dua allomorphs, yaitu α - kitin dan β - kitin. α - kitin mempunyai

jumlah yang paling berlimpah dan banyak terdapat dalam udang dan kepiting kerang. β -

kitin ditemukan dalam tinta cumi-cumi dan secara komersial lebih mahal. Sampai saat

ini, tidak mungkin untuk mendapatkan β - kitin baik dari hasil isolasi atau biosintesis

sevara in vitro.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa kitin yang telah dimodifikasi dengan penambahan beberapa pereaksi

menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan kitin serbuk. Bentuk kitin yang

rapat dan kompak karena bentuk - yang mempunyai rantai antipararel dan menstabilkan

bentuk polimorfiknya secara alami sehingga menyebabkan kitin tidak larut dalam

pelarutnya (Majtán, 2007). Substrat kitin jenis amorf menunjukkan aktivitas paling tinggi

setelah kitin jenis koloidal. Modifikasi kitin dengan menggunakan detergen SDS

menyebabkan penggembungan pada struktur kitin sehingga menyebabkan perubahan

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

2

pada sifat fisik kitin serbuk. Hal ini dikarenakan perbedaan kristalinitas kitin amorf

dengan kitin serbuk, dimana kitin jenis amorf lebih terbuka dan lebih amorf dibanding

kitin serbuk (Herdyastuti, 2013).

Kitin merupakan bentuk linier polisakarida yang dibentuk dari ikatan -1,4

residu N-asetil-glukosamin. Dengan demikian kitin secara kimiawi adalah suatu polimer

golongan polisakarida yang tersusun atas 2-asetamido-2-deoksi-D-glukosa membentuk

ikatan -1,4. Monomer senyawa ini merupakan disakarida dari N-asetil-D-glukosamin

yang disebut kitobiosa. Ikatan pada molekul tersebut membentuk fibra yang linier

(Majtán, 2007). N-Asetil glukosamin atau 2-asetamido-2-deoksi-D-glukosa (GlcNAc)

adalah gula amino sederhana yaitu suatu monosakarida yang mempunyai gugus amino

pada bagian strukturnya. GlcNAc merupakan turunan monosakarida glukosa dan

didistribusikan secara luas di seluruh dunia. GlcNAc berpolimerisasi linear dengan ( 1,4)

-β yang merupakan unit monomer dari polimer kitin. Monosakarida amino tersebut

mempunyai rumus molekul C8H15NO6, dan berat molekulnya adalah 221,2. Secara umum

GlcNAc merupakan serbuk berwarna putih dan sedikit manis, mempunyai titik leleh pada

221° C mempunyai kelarutan 25 % dalam air , serta 1 % larutan air tidak berwarna dan

jelas (Chen and Liu, 2010).

N-Asetil glukosamin merupakan suatu nutrien, metabolit senyawa antara dan

diperlukan pada fungsi sel. Senyawa monomernya yaitu N-asetil D-glukosamin dan D-

glukosamin merupakan kandidat food supplement, serta pengobatan pada penderita

osteoarthritis (Illankovan et al., 2005). Penelitian medis yang melibatkan N-

asetilglukosamin menunjukkan potensi pada berbagai pengobatan penyakit autoimun

dengan menggunakan turunan glukosa. Turunan glukosa berpartisipasi dalam berbagai

fungsi tubuh, dan banyak yang percaya glukosamin bahwa dengan atau tanpa kondroitin,

dapat meredakan rasa tidak nyaman dan peradangan pada orang yang menderita arthritis.

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

3

Kehadiran N-asetilglukosamin di kelenjar timus tampaknya juga dapat mencegah

pembentukan dan pertumbuhan sel-sel abnormal timus (T-sel), yang berkontribusi

terhadap gangguan autoimun (Chang and Fu, 2000). Pusat penelitian Irvine, Universitas

California menyebutkan bahwa adanya supplement N-asetil glukosamin (GlcNAc) dalam

makanan, lebih efektif daripada glukosamin yang dapat mengurangi kelainan dalam

glikosilasi protein dalam sel dan menghambat inflammatory demyelination pada mencit.

Hal ini membuka kemungkinan untuk melakukan terapi metabolic dengan N-asetil

glukosamin untuk mencegah penyakit pada system pusat syaraf, Multiple sclerosis (MS)

yang dalam waktu dekat dapat menyebabkan inflamasi dan dalam jangka panjang

menyebabkan neurodegeneration (Demetriou, 2005). Baru-baru ini juga telah dilakukan

penelitian bahwa GlcNAc dan derivatnya telah digunakan dalam suplemen makanan dan

untuk pengembangan terapi karena karakteristik yang unik. Hasil uji toksisitas

mengungkapkan bahwa GlcNAc tidak beracun, aman bagi tubuh dan lebih lanjut

menunjukkan bahwa 54% dari glukosamin yang diberikan akan diekskresikan ke dalam

urin dalam satu hari.

Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa GlcNAc sangat potensial untuk

digunakan dalam industri karena mempunyai banyak aplikasi yang signifikan dan

mempunyai efisiensi tinggi. Setiap tahun, sekitar 100 miliar ton kitin diproduksi di alam

membuat kitin sumber daya biomassa yang cocok untuk produksi GlcNAc melalui proses

yang didasarkan pada hidrolisis kitin (Chen et al, 2010). GlcNAc dapat diperoleh dengan

cara hidrolisis secara kimia atau degradasi secara enzimatis dari senyawa kitin

menggunakan enzim kitinase. Degradasi kitin secara enzimatis telah banyak dilakukan

karena merupakan metode yang sederhana, cepat dan reproducible untuk menghasilkan

senyawa turunan kitin atau kitin oligosakarida (Krokeide, 2007). Untuk mendapatkan

GlcNAc maka perlu dilakukan isolasi dari kitin secara enzimatis, pemurnian dan

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

4

karakterisasi. Penelitian yang direncanakan dilakukan selama dua tahun ini dibagi dalam

tahapan isolasi, optimasi, dan pemurnian N-Asetil glukosamin pada tahun pertama serta

perhitungan rendemen terbanyak dari masing-masing pemurnian dan karakterisasi N-

Asetil glukosamin pada tahun kedua. Isolasi N-Asetil glukosamin dihasilkan dari proses

degradasi enzimatis dengan enzim kitinase dari Pseudomonas sp TNH54. Optimasi N-

Asetil glukosamin dilakukan terhadap variasi konsentrasi enzim, substrat dan waktu

inkubasi sehingga dapat diketahui pola kinetikanya. Pemurnian N-Asetil glukosamin yang

telah dioptimasi dilakukan terhadap variasi beberapa pelarut berdasarkan sifat

kepolarannya, sehingga dapat diperoleh N-Asetil glukosamin yang murni dan akan

dibandingkan dengan N-Asetil glukosamin standar yang dijual secara komersial.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan, yaitu :

a. Berapakah konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, dan waktu inkubasi optimum yang

diperlukan terhadap pembentukan N-asetil glukosamin serta bagaimana pola kinetika

pembentukan N-asetil glukosamin ?

b. Bagaimanakah hasil pemurnian N-Asetil glukosamin dengan menggunakan jenis pelarut

yang divariasi yaitu aseton, etanol, metanol dan asetonitril ?

c. Berapakah rendemen N-Asetil glukosamin yang dihasilkan dari pemurnian pada kondisi

optimum?

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin

Kitin merupakan salah satu polimer alami yang cukup melimpah dan merupakan

biopolimer terbanyak kedua di alam setelah selulosa. Kitin terdistribusi luas di lingkungan

biosfer seperti pada kulit crustaceae (kepiting, udang dan lobster), ubur-ubur dan juga

ditemukan dalam nematode.. Polimer ini ditemukan sebagai komponen komponen struktural

exosceleton insekta, penyusun dinding sel jamur, yeast dan alga sekitar 3 – 60 % (tergantung

pada tipe jamur), binatang ataupun tumbuhan. Kitin juga dapat ditemukan dalam lapisan

usus, trakea, sayap penutup dan bagian-bagian lain dari tubuh hewan tingkat rendah.

Kandungan kitin tertinggi mencapai 85 % ditemukan pada Arthropoda (Folders et al., 2001).

Dalam Firdaus (2009), Focher menyatakan bahwa, kulit udang mengandung protein (25 – 40

%), kalsium karbonat (45 – 50 %), dan kitin (15 – 20 %), tetapi besarnya kandungan

komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. Adapun kulit kepiting mengandung

protein (15,60 – 23,90 %), kalsium karbonat (53,70 – 78,40 %), dan kitin (18,70 – 32,20 %),

hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya. Kandungan kitin dalam kulit

udang lebih sedikit dibandingkan kandungan kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih mudah

diperoleh dan tersedia dalam jumlah yang cukup banyak sebagai limbah.

Pada binatang, kitin merupakan struktur yang rigid pada eksoskeleton. Hal ini

dikarenakan pada rantai polimer N-asetil-glukosamin terdapat ikatan hidrogen antar molekul

membentuk mikrofibril menghasilkan struktur yang stabil dan rigid, tidak larut dalam air

sehingga dapat mengkristal (Frandberg, 1997). Seperti halnya pada jamur, kitin yang

ditemukan dalam tanaman juga mendukung dinding selnya. Kitin dapat terbentuk dari proses

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

6

re-kristalisasi larutan, biosintesis in-vitro atau reaksi polimerisasi secara enzimatis (Rinaudo,

2006)

2.2 Struktur kitin

Kitin merupakan bentuk linier polisakarida yang dibentuk dari ikatan -1,4 residu N-

asetil-glukosamin (Nathalie, 2006). Dengan demikian kitin secara kimiawi adalah suatu

polimer golongan polisakarida yang tersusun atas 2-asetamido-2-deoksi-D-glukosa

membentuk ikatan -1,4. Monomer senyawa ini merupakan disakarida dari N-setil-D-

glukosamin yang disebut kitobiosa dengan struktur seperti pada Gambar 2.1. Ikatan pada

molekul tersebut membentuk fibra yang linier. Rantainya dapat membentuk kristal karena

adanya ikatan hidrogen intramolekul dan membentuk mikrofibril yang panjang menghasilkan

struktur yang rigid dan stabil (Gooday, 1990). Dalam Yurnaliza (2002), Richard menyatakan

kitin berbentuk padat, amorf, tidak berwarna, tidak larut dalam air, asam encer, alkohol dan

semua pelarut organik tetapi kitin dapat larut dalam fluoroalkohol dan asam mineral pekat.

Gambar 2.1. Senyawa kitin yang terdiri dari N-Asetil-glukosamin dihubungkan oleh ikatan β, 1-4 glikosida

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

7

Kitin, kitosan dan selulosa mengalami biodegradasi dengan mekanisme hampir serupa

yaitu dengan melibatkan kompleks enzim seperti tampak pada Gambar 2.2. Kitin dapat

didegradasi melalui dua jalur utama, pertama degradasi oleh induksi kitinase pada ikatan -

1,4-glikosidik prosesnya ditentukan oleh mekanisme kitinolitik. Kedua polimer mengalami

deasetilasi pertama dan selanjutnya dihidrolisis oleh kitosanase (Gooday,1990).

Kitin mempunyai dua bentuk allomorph, tergantung dari sumbernya, yaitu bentuk α

dan β yang dapat dibedakan berdasarkan spektroskopi inframerah dan NMR serta difraksi

sinar – X. Bentuk allomorph ketiga adalah kitin – γ, tetapi berdasarkan analisis strukturnya

merupakan bagian dari kedua allomorph di atas. Kitin – α lebih banyak ditemukan di alam

karena bentuk polimorfik yang paling stabil dengan struktur yang rapat padat, mempunyai

rantai anti paralel dan mempunyai ikatan hidrogen yang kuat. Kitin-α banyak ditemukan pada

golongan crustaceae seperti kepiting, lobster dan sebagainya. Bentuk kitin – β jarang

ditemukan, terdapat pada golongan moluska, mempunyai struktur paralel tertutup dengan

interaksi intramolekul yang lebih lemah tetapi sedikit lebih stabil dibandingkan kitin – α, dan

mempunyai kelarutan tertinggi dibandingkan dua bentuk lainnya. Bentuk ketiga adalah kitin

– γ merupakan gabungan dari struktur kitin α dan β. Struktur kitin – α yang menyebabkan

kitin tidak larut dalam pelarut, sedangkan kitin-β dapat membentuk swollen di dalam air

sehingga dapat larut seperti dalam asam format (Coutiño et al., 2006 ; Majt´an et al., 2007).

2.3 Senyawa Turunan Kitin

Turunan kitin terpenting adalah kitosan (Gambar 2) yang diperoleh dari deasetilasi

parsial kitin pada kondisi basa (NaOH) atau hidrolisis enzimatis dengan adanya kitin

deasetilase. Transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan dengan tahap deasetilasi dengan

basa berkonsentrasi tinggi. Gugus asetil yang masih berikatan dengan kitin menyebabkan

kitin bersifat inert terhadap berbagai pelarut sehingga sulit dilarutkan. Hal ini berbeda dengan

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

8

kitosan yang merupakan senyawa turunan dari kitin yang telah melepaskan gugus asetilnya

(Firdaus, 2009). Kitosan mempunyai bentuk polimer yang sama dengan kitin. Kedua polimer

tersebut dibedakan berdasarkan kandungan nitrogennya, polimer tersebut disebut kitin bila

kandungan nitrogennya kurang dari 7% dan bila kandungan nitrogennya lebih dari 7%

disebut kitosan. Kedua senyawa tersebut dapat ditemukan di alam dan istilah kitosan

sekarang lebih sering digunakan untuk menunjuk kitin yang dihilangkan gugus asetilnya

secara artifisial (Suhardi,1992).

Gambar 2.2. Jalur degradasi enzimatis dari kitin dan kitosan membentuk monomer-

monomernya

Morfologi semi-kristal kitin, kitosan diperoleh dengan reaksi bentuk padatan yang

mempunyai distribusi gugus asetil heterogen sepanjang rantainya. Ditambahkan bahwa kitin

– β reaktifitas deasetilasinya lebih tinggi daripada kitin – α. Pada proses re-asetilasi sampai

51%, pada kitin dengan deasetilasi tinggi dengan penambahan asetat anhidrida dapat

menghasilkan senyawa turunan yang larut di air, sedangkan produk heterogen yang

diperoleh dari deasetilasi parsial kitin hanya dapat larut atau sedikit larut pada kondisi asam.

Kitosan Kitin Oligomer

Kitin deastilase

Kitosan Oligomer N-Asetil Glukosamin

Glukosamin

Kitinase

Kitosanase

Deasetilase Β-D-glukosaminidase

Kitin

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

9

Hasil pengukuran NMR menunjukkan bahwa distribusi gugus asetil adalah random untuk

mencapai kelarutan tertinggi di air sekitar 50 % asetilasi. Toffey et al. (1999) juga telah

melakukan proses re-asetilasi yang merubah kitosan dari larutan asam asetat menjadi kitin

dengan pemansan. Selain kitosan, senyawa lain turunan kitin adalah carboxymethylchitin

(CM-chitin), merupakan polimer anion yang larut di air. CM-chitin dikerjakan sama seperti

selulosa ; kitin diperlakukan dengan asam monokloroasetat dengan adanya NaOH pekat.

Tipe yang sama pada modifikasi kimia (esterifikasi dan eterifikasi) untuk selulosa yang

dilakukan untuk mendapatkan C-6 dan C-3 pada gugus –OH dari kitin (Rinaudo, et al.,

2000). Kitin dapat digunakan untuk campuran polimer alam atau sintetik ; dapat digunakan

sebagai senyawa selulosa crosslinked (seperti epikloridin, glutaraldehid, dll.). Kitin secara

parsial dapat didegradasi dengan asam untuk mendapatkan senyawa oligokitin. Senyawa-

senyawa oligomer, seperti halnya turunan dari kitosan dikenal karena bioaktivitasnya sebagai

anti-tumor, bakterisida dan anti jamur, menumbuhkan kitinase dan mengendalikan

pertumbuhan tanaman. Senyawa-senyawa tersebut digunakan untuk menguji aktivitas

lisozim, dapat digunakan sebagai active starting blocks pada protein dan lemak untuk

memperoleh senyawa analog glikoprotein dan glikolipid. Metode turunan selulosa juga

digunakan untuk menyiapkan hidroksipropilkitin (untuk tetes air mata), fluorinasi kitin,

Nand O-sulfated chitin, (dietilamino) etilkitin, fosforil kitin, merkapto-kitin dan kitin

karbamat.

2.4 Manfaat kitin

Kitin dan kitosan mempunyai sifat yang khas dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai

bidang dan industri. Kitin dan senyawa-senyawa turunannya mendapat perhatian besar para

ahli karena sifat-sifat fungsionalnya yang khas. Sifat potensial yang dimiliki kitin

memungkinkan pemanfaatannya dalam berbagai bidang seperti biokimia, obat-obatan,

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

10

farmakologi, enzimologi, mikrobiologi, pertanian, pangan dan gizi serta industri-industri

yang menjadikan biopolimer ini sangat berharga.

Kitin mempunyai toksisitas rendah dan bersifat inert dalam gastrointestinal mamalia ;

biodegradable, dengan adanya kitinase yang terdistribusi luas di alam dan ditemukan dalam

bakteri, jamur dan tanaman, serta sistem pencernaan beberapa binatang. Kitinase dilibatkan

dalam sistem pertahanan bakteri. Lisozim dari putih telur, pohon kurma dan pohon papaya,

dapat memecah kitin dan dinding sel bakteri. Sashiva et al., (1990) menunjukkan bahwa

derajat deasetilasi sangat penting pada proses hidrolisis kitin. Kitin juga digunakan untuk

menyiapkan kolom kromatografi afinitas untuk mengisolasi senyawa lektin dan menentukan

strukturnya (Datta, et al., 1984). Kitin dan 6-O-karboksimetil-kitin mengaktivasi peritoneal

in vivo makrofaga, menekan pertumbuhan sel tumor dalam mencit, dan menstimulasi non-

spesifik host resisten yang menginfeksi Escherichia Coli. Kitin juga mempercepat

penyembuhan luka (Hudson and Jenkin, 2003). Kitin secara luas digunakan untuk imobilisasi

enzim dan sel ; imobilisasi enzim diaplikasikan pada industri makanan seperti minuman sari

buah, dan proses pembuatan susu saat ditambahkan enzim amylase – α dan β yang digabung

dengan kitin (Krajewska, et al., 2004). Kitin banyak diaplikasikan sebagai biosensor dalam

makanan karena kitin bersifat biodegradable, tidak toksik, secara fisiologis tidak mudah

bereaksi, bersifat anti-bakteri, hydrophilicity, mudah membentuk gel dan mempunyai afinitas

terhadap protein. Material kitin juga dapat digunakan untuk treatment pada pollutant industri

yang dapat menyerap kompleks perak tiosulfat dan aktinida (Songkroah, et al., 2004). Kitin

dapat dibuat bentuk film dan serat dengan penambahan larutan NaOH 14 %, bersifat non-

allergic, menghilangkan bau, anti-bakteri dan dapat menjaga kelembaban (Yoshino, et

al.,1992). Regerasi turunan serat kitin digunakan sebagai pengikat dalam proses pembuatan

kertas dengan penambahan 10% n-isobutil-kitin sehingga dapat memecah kekuatan kertas

(Kobayashi, et al., 1982). Selain itu kitin dalam bentuk film dan serat juga digunakan dalam

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

11

bidang kesehatan dan farmasi untuk pembalut luka dan pembuatan obat (Yusof, et al., 2003).

Aplikasi lainnya dalam hidroksiapatit – kitin – kitosan material komposit pengisi – tulang,

yaitu bentuk yang dapat mengeraskan sediri pasta untuk regenarasi jaringan dalam treatment

cacat tulang (Ito, et al., 1998). CM-kitin secara selektif dimodifikasi sebagai obat anti tumor

(Ouchi, et al., 1992). Sebagai contoh, 5-fluorourasil ditengarai mempunyai aktivitas anti

tumor dan senyawa analog D-glukosa yaitu muramil-L-alanil-isoglutamin, yang bertanggung

jawab untuk aktivitas immuno- adjuvant dapat digabung dengan CM-chitin menggunakan

pembatas spesifik dan membentuk ikatan ester. Oligomer kitin telah dinyatakan sebagai obat

anti-kanker dan oligomer dengan DP ¼ 5 aktif dalam mengontrol proses fotosintesis pada

jagung dan kedelai (Khan, et al., 1992)

2.5 Penelitian Terkait Kitinase

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya terkait dengan enzim

kitinase. Penelitian diawali dengan eksplorasi bakteri kitinolitik dari tanah sawah untuk

memperoleh bakteri penghasil kitinase dengan aktivitas tertinggi yang sebagaian telah

didanai oleh DP2M melalui Hibah bersaing tahun 2008 – 2009. Enzim kitinase telah

dikarakterisasi berdasarkan suhu, pH, pengaruh ion logam, konsentrasi substrat dan

zimogram (Herdyastuti, 2011). Bakteri kitinolitik dengan aktivitas tertinggi telah ditentukan

spesiesnya berdasarkan gen 16S-rRNA sebagai Pseudomonas sp TNH 54 dengan kemiripan

98% terhadap Pseudomonas sp (Herdyastuti, 2012). Penelitian kemudian dilanjutkan dengan

mempelajari pengaruh bentuk substrat kitin yang telah divariasi yaitu kitin serbuk, jenis

koloidal, bead, SF dan amorf yang telah didanai oleh Ditlitabmas DIKTI melalui Hibah

Fundamental tahun 2012 dan 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitin jenis amorf

dan koloidal menunjukkan sebagai substrat yang tepat pada kitinase.

Proses hidrolisis kitin dengan kitinase dapat menghasilkan senyawa turunan kitin

(oligosakarida) bahkan sampai dengan monomer pembentuknya yaitu N-Asetil glukosamin.

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

12

Pada penelitian ini akan dikaji bagaimanakah karakteristik N-Asetil glukosamin yang

dihasilkan dari hidrolisis kitinase terhadap kitin yang telah dimurnikan melalui tahap

pemurnian dengan menggunakan beberapa pelarut yang selanjutnya akan dibandingkan

dengan N-Asetil glukosamin komersial. Pada penelitian ini juga akan dikaji jumlah N-Asetil

glukosamin yang dapat diperoleh melalui tahap optimasi.

2.6 Ekstraksi menggunakan pelarut

Sebagian besar reaksi kimia secara luas dilakukan di dalam larutan. Larutan terdiri

dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pelarut (solvent) pada umumnya adalah zat

yang berada pada larutan dalam jumlah yang besar, sedangkan zat lainnya dianggap sebagai

zat terlarut (solute). Pelarut memenuhi beberapa fungsi dalam reaksi kimia, dimana pelarut

melarutkan reaktan dan reagen agar keduanya bercampur, sehingga hal ini akan memudahkan

penggabungan antara reaktan dan reagen yang seharusnya terjadi agar dapat merubah reaktan

menjadi produk. Pelarut juga bertindak sebagai kontrol suhu, salah satunya untuk

meningkatkan energi dari tubrukan partikel sehingga partikel-partikel tersebut dapat bereaksi

lebih cepat, atau untuk menyerap panas yang dihasilkan selama reaksi eksotermik.

Pada umumnya pelarut yang baik mempunyai kriteria sebagai berikut : (1) pelarut

harus tidak reaktif (inert) terhadap kondisi reaksi, (2) pelarut harus dapat melarutkan reaktan

dan reagen, (3) p//elarut harus memiliki titik didih yang tepat dan (4) Pelarut harus mudah

dihilangkan pada saat akhir dari reaksi. Kriteria kedua adalah dengan menggunakan prinsip

like dissolves like, dimana reaktan yang nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar

sedangkan reaktan yang polar akan larut pada pelarut polar. Selain itu terdapat tiga ukuran

yang dapat menunjukkan kepolaran dari suatu pelarut yaitu : (a) momen dipole, (b) konstanta

dielektrik, (c) kelarutannya dengan air. Molekul dari pelarut dengan momen dipol yang besar

dan konsanta dielektrik yang tinggi termasuk polar. Sedangkan molekul dari pelarut yang

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

13

memilki momen dipol yang kecil dan konstanta dielektrik rendah diklasifikasikan sebagai

nonpolar. Sedangkan secara operasional, pelarut yang larut dengan air termasuk polar,

sedangkan pelarut yang tidak larut dalam air termasuk nonpolar.

Berdasarkan kepolaran pelarut, maka para ahli kimia mengklasifikasikan pelarut ke

dalam tiga kategori yaitu : (a) Pelarut Protik Polar, Protik menunjukkan atom hidrogen

yang menyerang atom elektronegatif yang dalam hal ini adalah oksigen. Dengan kata lain

pelarut protik polar adalah senyawa yang memiliki rumus umum ROH. Contoh dari pelarut

protik polar ini adalah air H2O, metanol CH3OH, dan asam asetat (CH3COOH). (b) Pelarut

Aprotik Dipolar, Aprotik menunjukkan molekul yang tidak mengandung ikatan O-H.

Pelarut dalam kategori ini, semuanya memiliki ikatan yang memilki ikata dipol besar.

Biasanya ikatannya merupakan ikatan ganda antara karbon dengan oksigen atau nitorgen.

Contoh dari pelarut yang termasuk kategori ini adalah aseton [(CH3)2C=O] dan etil asetat

(CH3CO2CH2CH3). (c) Pelarut Nonpolar, merupakan senyawa yang memilki konstanta

dielektrik yang rendah dan tidak larut dalam air. Contoh pelarut dari kategori ini adalah

benzena (C6H6), karbon tetraklorida (CCl4) dan dietil eter (CH3CH2OCH2CH3). Beberapa

pelarut berdasarkan sifat kepolarannya seperti pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Sifat-sifat pelarut umum

Pelarut Rumus kimia Titik didih

Konstanta Dielektrik

Massa jenis

Pelarut Non-Polar

Heksana

CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3 69 °C 2.0 0.655 g/ml

Benzena C6H6 80 °C 2.3 0.879 g/ml

Toluena C6H5-CH3 111 °C 2.4 0.867 g/ml

Dietil eter CH3CH2-O-CH2-CH3 35 °C 4.3 0.713 g/ml

Kloroform CHCl3 61 °C 4.8 1.498 g/ml

Etil asetat CH3-C(=O)-O-CH2- 77 °C 6.0 0.894 g/ml

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

14

CH3

Pelarut Polar Aprotic

1,4-Dioksana

-CH2-CH2-O-CH2-CH2-O- 101 °C 2.3 1.033 g/ml

Tetrahidrofuran (THF)

-CH2-CH2-O-CH2-CH2-

66 °C 7.5 0.886 g/ml

Diklorometana (DCM) CH2Cl2 40 °C 9.1 1.326 g/ml

Asetona CH3-C(=O)-CH3 56 °C 21 0.786 g/ml

Asetonitril (MeCN) CH3-C≡N 82 °C 37 0.786 g/ml

Dimetilformamida (DMF) H-C(=O)N(CH3)2 153 °C 38 0.944 g/ml

Dimetil sulfoksida (DMSO) CH3-S(=O)-CH3 189 °C 47 1.092 g/ml

Pelarut Polar Protic

Asam asetat CH3-C(=O)OH 118 °C 6.2 1.049 g/ml

n-Butanol

CH3-CH2-CH2-CH2-OH 118 °C 18 0.810 g/ml

Isopropanol (IPA) CH3-CH(-OH)-CH3 82 °C 18 0.785 g/ml

n-Propanol CH3-CH2-CH2-OH 97 °C 20 0.803 g/ml

Etanol CH3-CH2-OH 79 °C 30 0.789 g/ml

Metanol CH3-OH 65 °C 33 0.791 g/ml

Asam format H-C(=O)OH 100 °C 58 1.21 g/ml

Air H-O-H 100 °C 80 1.000 g/ml

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

15

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan

Penelitian pada Tahun – 1 ini bertujuan untuk :

a. Melakukan optimasi konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, dan waktu inkubasi untuk

menghasilkan senyawa turunan kitin (N-Asetil glukosamin) sebagai hasil degradasi

enzimatis dari kitin jenis amorf

b. Melakukan pemurnian N-Asetil glukosamin sebagai hasil degradasi enzimatis dari kitin

jenis amorf berdasarkan sifat kepolaran dengan menggunakan variasi pelarut

c. Menentukan persentase hasil N-Asetil glukosamin hasil pemurnian pada kondisi optimum

d. Publikasi hasil-hasil penelitian dalam suatu konferensi dan jurnal baik pada skala

Nasional maupun Internasional

3.2 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Memberikan informasi tentang mekanisme hidrolisis kitin secara enzimatis dengan

menggunakan kitinase menghasilkan seyawa turunan kitin (N-Asetil glukosamin)

b. Mempelajari karakteristik sifat fisik dan kimia senyawa N-Asetil glukosamin hasil

hidrolisis kitin secara enzimatis yang telah dimurnikan debandingkan dengan (N-Asetil

glukosamin) komersial

c. Menganalisis jumlah N-Asetil glukosamin yang dihasilkan berdasarkan kondisi optimasi

konsentrasi substrat dan enzim serta waktu inkubasi pada sejumlah kitin tertentu

d. Memperoleh senyawa turunan kitin (GlcNAc) dari hasil degradasi kitin untuk

dikembangkan di industri khusunya industri Farmasi sebagai obat anti inflamasi

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

16

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen

4.2 Sasaran Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah kitin, adapun sampel penelitian ini adalah sebagian

dari populasi yang diambil secara acak

4.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan selama 8 bulan, yang dilaksanakan dimulai bulan Maret

sampai bulan Oktober 2015.

4.4 Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium Biokimia dan Instrumen Jurusan Kimia

serta laboratorium IPA Terpadu FMIPA UNESA.

4.5 Kerangka Operasional Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Tahun – 1 dari dua tahun yang direncanakan, dan

secara garis besar kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 4.1. Tahap pertama

yang dilakukan adalah membuat kitin jenis amorf sebagai substrat dan induser untuk

produksi enzim kitinase. Tahap kedua adalah optimasi konsentrasi substrat, konsentrasi

enzim dan waktu inkubasi terhadap pembentukan N-Asetil glukosamin. Tahap ketiga

melakukan pemurnian dengan menggunakan variasi pelarut berdasarkan sifat

kepolarannya yang akan dianalisis dengan HPLC. Tahap keempat adalah menentukan

rendemen atau persentase hasil N-Asetil glukosamin yang telah dimurnikan pada kondisi

optimum.

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

17

Gambar 4.1. Kerangka operasional Penelitian

Pseudomonas sp TNH54

Ekstrak Enzim Kitinase

KITIN Kitin jenis amorf

N-Asetil glukosamin

Konsentrasi enzim, waktu inkubasi, dan konsentrasi

substrat

Analisis gugus fungsi dengan IR

PEMURNIAN

OPTIMASI

Sifat fisik : warna, kelarutan, titik leleh

Penentuan BM dengan GC – MS

N-Asetil glukosamin murni

TAHUN KE-I

TAHUN KE-II

Variasi konsentrasi substrat

Rendemen N-Asetil glukosamin

Ekstraksi dg pelarut polar

Analisis dengan KLT, HPLC

Variasi konsentrasi enzim

Variasi waktu inkubasi

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

18

4.6 Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah :

A. Pengaruh konsentrasi substrat

Variabel bebas : konsentrasi substrat

Variabel kontrol : konsentrasi enzim, waktu inkubasi, pH, suhu

Variabel terikat : konsentrasi N-Asetil glukosamin

B. Pengaruh konsentrasi enzim

Variabel bebas : konsentrasi enzim

Variabel kontrol : konsentrasi substrat, waktu inkubasi, pH, suhu

Variabel terikat : konsentrasi N-Asetil glukosamin

C. Pengaruh waktu inkubasi

Variabel bebas : waktu inkubasi

Variabel kontrol : konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH, suhu

Variabel terikat : konsentrasi N-Asetil glukosamin

4.7 Bahan dan Alat

Bahan

Bahan-bahan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kitin dari cangkang udang (Rongsheng, Cina)

2. Pseudomonas sp TNH54 hasil isolasi dari tanah pertanian yang telah dikarakterisasi

3. Bahan-bahan kimia yang diperoleh di pasaran komersial dengan kemurnian p.a antara lain

: HCl, NaOH, NaCl, 3,5-dinitro salisiclyc acid (SIGMA), Na3C6H5O7.2H2O, N-Asetil

glukosamin (SIGMA), pepton, yeast extract, agar (Oxoid), Etanol 95%, Metanol, Aseton,

Asetonitril (untuk HPLC).

Alat

Peralatan yang dipergunakan pada penelitian ini disamping peralatan gelas standar,

digunakan pula peralatan khusus seperti : shaker, sentrifugasi dingin, autoclave,

Spektrofotometer UV-vis (Shimadzu 1800), HPLC (Hewlet Packard, Series 1050)

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

19

4.8 Prosedur Penelitian

Prosedur Penelitian

Pembuatan kitin jenis amorf

10 g kitin (dari cangkang udang) dilarutkan dalam campuran larutan NaOH 40% dan

0,2% SDS (yang sudah didinginkan pada suhu 4C). Larutan di-swell selama 1 jam pada suhu

4C. Matriks slurry kitin disimpan selama 1 malam pada suhu -20C, kemudian dinetralkan

dengan HCl 6 N. Selanjutnya difiltrasi, dan dicuci dengan urutan pelarut etanol, air, etanol,

dan aseton. Hasilnya Dikeringkan dengan oven, diperoleh kitin bentuk amorf.

Produksi enzim kitinase

Enzim diproduksi dari koloni tunggal dari bakteri Pseudomonas sp TNH54

ditumbuhkan pada 100 mL media screening cair yang mengandung 0,4% kitin jenis amorf

pada suhu kamar dengan pengocokan 120 rpm selama 20 jam. Kultur cair kemudian

disentrifugasi pada 8000xg selama 15 menit suhu 4C. Supernatan yang diperoleh merupakan

ekstrak kasar kitinase.

Aktivitas Enzim

Aktivitas enzim kitinase ditentukan berdasarkan pelepasan N-Asetilglukosamin

dengan menggunakan metode yang dijelaskan oleh Monreal dan Reese (1969). Satu unit

aktivitas didefinisikan sebagai jumlah mikromol N-Asetil glukosamin yang dilepaskan dalam

1 jam. Aktivitas enzim ditentukan dengan menggunakan persamaan :

Unit/mL enzim = (jumlah NAG yg dilepaskan)(2,5)

(2)(1)(0,5)

Keterangan : 2,5 = volume reaksi mula-mula dari uji 2 = faktor konversi untuk mengkonversi 2 jam ke 1 jam sebagai definisi per unit 1 = volume (dalam mL) supernatan (dalam penentuan kolorimetri) 0,5 = volume (dalam mL) enzim yang digunakan NAG = N-Asetil glukosamin

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

20

Pengaruh Pelarut pada Pemurnian N-Asetil glukosamin

N-asetil glukosamin yang diperoleh dari hidrolisis kitin ditambahakan pelarut (aseton

atau metanol atau etanol atau asetonitril). Campuran tersebut dipisahkan dan endapan yang

diperoleh kemudian di keringkan dalam oven suhu 50C dan diuji dengan HPLC. Untuk

menentukan berat keringnya dihitung dengan menggunakan persamaan :

Berat kering (%) =

Uji N-Asetil glukosamin

Sebanyak 2 mL larutan kitin 1,25 % (b/v) dilarutkan dalam 200 mM buffer kalium

fosfat diaduk dengan pengaduk magnet dan ditambahkan 0,5 mL larutan enzim. Inkubasi

selama 2 jam pada suhu kamar. Setelah 2 jam tempatkan tabung ke dalam air mendidih

selama 5 menit dan didinginkan pada suhu kamar. Suspensi disentrifugasi selama 10 menit

pada kecepatan 4000 rpm dan supernatan yang diperoleh ditentukan dengan HPLC (HP 1050)

pada kolom Waters; menggunakan detector UV 210 nm ; kecepatan 1 mL/mnt ; injeksi 0,1

mL

4.9 Analisis Data

N-Asetil glukosamin (GlcNAc) yang diperoleh dari degradasi enzimatis kitin dengan

menggunakan enzim kitinase diuji dengan HPLC dan dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Rf dan dibandingkan dengan Rf GlcNAc standar. Optimasi terhadap konsentrasi substrat,

konsentrasi enzim dan waktu inkubasi juga dianalisis secara deskriptif berdasarkan jumlah N-

Asetil glukosamin tertinggi. Penentuan konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan waktu

inkubasi optimum ditentukan berdasarkan perhitungan yang selanjutnya dibuat grafik antara

Berat kering N-Asetil glukosamin

Berat kering kitin X 100%

Page 33: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

21

variabel tersebut dengan kandungan GlcNAc. Kadar GlcNAc tertinggi menunjukkan kondisi

optimum dari masing-masing variabel.

Pada tahap pemurnian dengan menggunakan beberapa pelarut dengan tingkat

kepolaran yang berbeda seperti etanol, metanol, aseton dan asetonitril. Hasil pemurnian diuji

menggunakan HPLC dengan membandingkan puncak yang muncul terhadap GlcNAc

standar.

Page 34: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

22

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik senyawa N-asetil glukosamin

yang diperoleh dari hasil degaradsi enzimatis dengan kitinase. Produksi N-asetil glukosamin

dilakukan melalui tahapan optimasi terhadap konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan

waktu inkubasi. Hasil yang diperoleh selanjutnya dimurnikan dengan menggunakan beberapa

pelarut polar : asetonitril, etanol, metanol dan aseton. Hasil pemurnian tersebut akan

menentukan jumlah rendemen N-Asetil glukosamin yang dihasilkan dari hidrolisis kitin jenis

amorf.

5.1 Pembuatan kitin jenis amorf

Kitin yang diperoleh dari cangkang udang digunakan sebagai substrat untuk

menghasilkan senyawa N-asetil glukosamin. Kitin dibuat dalam bentuk amorf dengan

penambahan sodium dodecyl sulphate (SDS). Warna kitin amorf tidak berbeda dari kitin awal

tetapi teksturnya lebih halus dan ringan seperti pada Gambar 5.1, dan diperoleh rendemen

sekitar 50 % dari total kitin yang digunakan.

Gambar 5.1 Kitin jenis amorf

Page 35: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

23

Kitin jenis amorf dipilih sebagai substrat dikarenakan menunjukkan aktivitas yang lebih baik

terhadap kitinase dibandingkan kitin serbuk maupun kitin koloidal. Proses penggembungan

pada kitin menyebabkan ukuran pori menjadi lebih besar dan mudah mengembang pada

medium air, sehingga menyebabkan interaksi enzim dengan substrat semakin mudah

dibandingkan pada bentuk kitin serbuk yang lebih kompak (Herdyastuti et al, 2015).

5.2 Optimasi produksi N-Asetil glukosamin

Optimasi dilakukan untuk menentukan kondisi terbaik pada pembentukan senyawa N-asetil

glukosamin dari kitin jemis amorf secara enzimatis. Hasil produksi N-asetil glukosamin

ditentukan dengan menggunakan HPLC dengan menggunakan N-asetil glukosamin sebagai

standar. Penentuan kurva standar N-asetil glukosamin dengan HPLC ditentukan berdasarkan

waktu retensi seperti terlihat pada Gambar 5.2. Puncak N-Asetil glukosamin standar pada

waktu retensi sekitar 2,6 menit, dan terlihat masih ada puncak yang lain meskipun sangat

kecil. Hal ini dimungkinkan bahwa masih ada pengotor pada senyawa tersebut atau terjadi

hidrolisis. Puncak tersebut muncul apabila konsentrasi N-Asetil glukosamin kecil, tetapi

apabila konsentrasi N-Asetil glukosamin tinggi maka puncak tersebut hilang.

Gambar 5.2 Hasil analisis penentuan kurva standar N-asetil glukosamin pada

konsentrasi 0,8 mg/mL dengan HPLC

Page 36: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

24

Hasil penentuan N-Asetil glukosamin selanjutnya dibuat grafik antara konsentrasi N-asetil

glukosamin dan luas area seperti pada Gambar 5.3 (hasil selengkapnya pada Lampiran 1).

Berdasarkan kurva standar tersebut diperoleh persamaan garis Y= 670,5X – 97,03 dengan

regresi linier 99,6%. Persamaan tersebut selanjutnya akan dipergunakan untuk menentukan

konsentrasi N-Asetil glukosamin dari sampel berdasarkan pengukuran luas areanya.

Gambar 5.3 Kurva standar N-Asetil glukosamin

5.2.1 Penentuan konsentrasi substrat optimum

Hasil degradasi kitin jenis amorf secara enzimatis maupun non enzimatis akan

menghasilkan senyawa N-Asetil glukosamin. Pembentukan N-asetil glukosamin secara

enzimatis dengan menggunakan enzim kitinase dari Pseudomonas sp TNH54 memerlukan

optimasi kondisi seperti konsentrasi enzim, konsentrasi substrat dan waktu inkubasi.

Penentuan konsentrasi substrat optimum dilakukan dengan melakukan variasi konsentrasi

kitin jenis amorf yaitu 0,4 ; 0,8 ; 1,2 ; 1,6 ; 2,0 dan 2,4 % dan masing-masing menunjukkan

hasil seperti pada Gambar 5.4 dan 5.5 (hasil selengkapnya di Lampiran 3). Masing-masing

konsentrasi menghasilkan puncak yang cukup banyak, hal ini menunjukkan bahwa di dalam

sampel tersebut banyak sekali terdapat senyawa lain disamping N-Asetil glukosamin. Apabila

050

100150200250300350400450500

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Luas

Are

a (m

AU

)

Konsentrasi NAG (mg/mL)

Page 37: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

25

diamati pada masing-masing konsentrasi memberikan puncak yang selalu muncul pada di

sekitar waktu retensi 2 menit. Apabila dibandingkan dengan waktu retensi dari N-Asetil

glukosamin standar maka dapat disimpulkan bahwa puncak yang muncul pada waktu retensi

tersebut merupakan N-Asetil glukosamin. Pergeseran waktu retensi tersebut disebabkan

karena banyaknya sampel selain N-Asetil glukosamin.

Gambar 5.4 Hasil analisis HPLC pada penentuan konsentrasi optimum

untuk konsentrasi kitin 2,4 % (A) ; 2,0 % (B) dan 1,6 % (C)

A

B

C

Page 38: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

26

Gambar 5.5 Hasil analisis HPLC pada penentuan konsentrasi optimum untuk konsentrasi kitin 1,2 % (D) ; 0,8 % (E) dan 0,4 % (F)

D

E

F

Page 39: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

27

Masing-masing luas area selanjutnya ditentukan jumlah N-asetil glukosamin menggunakan

persamaan Y= 670,5X – 97,03 pada kurva standar dan diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.1

(perhitungan selengkapnya di Lampiran 2)

Tabel 5.1 Penentuan Jumlah N-asetil glukosamin berdasarkan variasi konsentrasi substrat

Konsentrasi Substrat (%)

Luas area (mAU)

Jumlah N-Asetil glukosamin (mg/mL)

0,4 1230 1,98 0,8 4190 6,39 1,2 15180 22,78 1,6 10580 15,92 2,0 9820 14,79 2,4 2510 3,89

Hasil yang diperoleh pada Tabel 5.1 tersebut apabila dinyatakan dalam persentase N-Asetil

glukosamin yang dihasilkan dalam masing-masing substrat maka diperoleh grafik seperti

pada Gambar 5.6

Gambar 5.6 Persentase N-Asetil glukosamin pada masing-masing substrat

Jumlah N-Asetil glukosamin pada masing-masing substrat yang tertinggi dihasilkan pada

konsentrasi substrat 1,2 % yaitu sebesar 22,8 mg/mL atau 94,8 %. Kandungan N-Asetil

0102030405060708090

100

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Jum

lah

NA

G (%

)

Konsentrasi Substrat (%)

Page 40: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

28

glukosamin semakin menurun setelah melewati konsentrasi 1,2 %. Dikatakan bahwa

konsentrasi substrat dapat mempengaruhi kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh suatu enzim.

Berdasarkan persamaan Michaelis – Menten, semakin bertambahnya konsentrasi substrat

akan menyebabkan kecepatan reaksi semakin bertambah sampai pada kecepatan yang

mendekati kecepatan maksimum (Nelson, 2003).

Berdasarkan grafik pada Gambar 5.6 terlihat bahwa enzim mengikuti pola dari

persamaan Michaelis – Menten. Untuk menentukan pola kinetika dari reaksi tersebut maka

dapat digunakan metode “pemetaan kebalikan berganda” sehingga dapat menentukan secara

tepat harga KM dan Vmaks. Metode tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

transformasi aljabar dari persamaan Michaelis-Menten, sehingga diperoleh persamaan

Lineweaver-Burk (Gambar 5.7) yang menghubungkan parameter 1/V terhadap 1/[S] (Hasil

lengkapnya di Lampiran 4).

Gambar 5.7 Penentuan KM dan Vmaks dengan Persamaan Lineweaver – Burk

Harga KM merupakan unsur kunci dalam persamaan Michaelis-Menten yang bersifat

khas bagi enzim tertentu, dengan substrat spesifik pada kondisi pH dan suhu tertentu. KM

sangat penting dan bersifat karakteristik yang bermanfaat tidak hanya sebagai dasar untuk

-0.1

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

-1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

1/V

[1/S]

Page 41: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

29

menjelaskan penjabaran secara matematika tentang kinetika enzim tetapi juga untuk menguji

secara kuantitatif aktivitas enzim dalam jaringan dan pemurnian enzim. Selain itu harga KM

juga berguna untuk menganalisis beberapa mekanisme pengendalian enzim. Berdasarkan

pemetaan kebalikan-ganda diperoleh harga KM sebesar 8,33 mg/mL dan Vmaks 52,6 mg/mL

jam atau 0,88 mg/mL Menit.

Beberapa penelitian yang terkait dengan penentuan konsentrasi substrat diantaranya

Jamialahmadi et al (2011) menyebutkan bahwa reaksi enzimatis dengan menggunakan

substrat kitin koloidal 100 mg/mL dapat menghasilkan N-Asetil glukosamin 21,5 %.

Penelitian lain menunjukkan bahwa kitinase dari Trichoderma harzianum dapat

mendegradasi kitin dengan konsentrasi 17,5 mg/mL yang menghasilkan 77% N-Asetil

glukosamin (Das et al., 2012). Rameshaiah et al (2014) memperoleh 0,32 g/L N-Asetil

glukosamin dengan konsentrasi kitin 15 g/L. Farag et al (2014) menyebutkan bahwa kitinase

yang diperoleh dari Aspergillus terrus dapat menghasilkan produk meksimum dengan

menggunakan konsentrasi substrat kitin powder 2 % , pH 5, suhu 30C dan pengocokan

selama 5 hari. Bervariasinya nilai N-Asetil glukosamin yang dihasilkan sangat dipengaruhi

oleh aktivitas kitinase yang digunakan yang diperoleh dari berbagai sumber yang berbeda.

Semakin tinggi aktivitasnya maka jumlah produk yang dihasilkan juga semakin tinggi.

5.2.2 Penentuan waktu inkubasi optimum

Setelah diperoleh konsentrasi optimum selanjutnya dilakukan penentuan waktu

inkubasi optimum dengan menggunakan konsentrasi kitin 1,2 %. Variasi waktu inkubasi

yang digunakan adalah 0, 1, 2, 4, 6, 8 dan 24 jam hasilnya seperti terlihat pada Gambar 5.7

(hasil selengkapnya di Lampiran 6). Waktu inkubasi sangat menentukan jumlah produk yang

dihasilkan, hal ini memberikan waktu terbaik untuk interaksi enzim dengan substrat. Seperti

halnya pada optimasi konsentrasi substrat, penentuan waktu inkubasi dilakukan berdasarkan

Page 42: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

30

munculnya puncak pada waktu retensi di sekitar 2 – 3 menit yang akan dibandingkan dengan

N-Asetil glukosamin standar.

Gambar 5.8 Hasil analisis HPLC pada penentuan waktu inkubasi optimum untuk waktu 0 jam (A) ; 1 jam (B) dan 2 jam (C)

B

C

A

Page 43: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

31

Gambar 5.9 Hasil analisis HPLC pada penentuan waktu inkubasi optimum

untuk waktu 4 jam (D) ; 6 jam (E) ; 8 jam (F) ; dan 24 jam (G)

D

E

F

G

Page 44: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

32

Dengan menggunakan kurva standar, maka diperoleh kadar N-asetil glukosamin seperti pada

Tabel 5.2 (perhitungan selengkapnya di Lampiran 5).

Tabel 5.2 Penentuan Jumlah N-asetil glukosamin berdasarkan variasi waktu inkubasi

Hasil yang diperoleh pada Tabel 5.2 tersebut apabila dinyatakan dalam persentase N-Asetil

glukosamin yang dihasilkan dengan konsentrasi substrat 1,2 % pada berbagai waktu inkubasi

maka diperoleh grafik seperti pada Gambar 5.9

Jumlah N-Asetil glukosamin yang tertinggi pada variasi waktu inkubasi dihasilkan

saat enzim kitinase dan kitin jenis amorf dengan waktu 8 jam yaitu sebesar 10,95 mg/mL atau

45,6 %. Kitin dan kitosan adalah senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air sehingga hal

ini juga merupakan kendala bagi enzim sehingga memerlukan waktu lama untuk

mendegradasinya (Coutiño et al, 2006). Jumlah N-Asetil glukosamin ternyata semakin

menurun setelah setelah dilakukan inkubasi sampai 24 jam. Penurunan jumlah N-

asetilglukosamin kemungkinan dikarenakan enzim mengalami denaturasi selama reaksi

berlangsung atau terjadi penghambatan saat proses pembentukan N-asetilglukosamin

(Jamialahmadi et al, 2011). Menurut Widyastuti (2007), senyawa kitooligosakarida dan N-

asetilglukosamin hasil hidrolisis kitin oleh kitinase pada konsentrasi yang tinggi akan dapat

menyebabkan inhibisi umpan balik karena kelebihan N-asetilglukosamin sebagai produk

akhirnya. Penelitian lain menyebutkan bahwa kitinase dapat dihambat secara kompetitif oleh

Waktu Inkubasi (Jam)

Luas area (mAU)

Jumlah NAG (mg/mL)

0 214,7 0,46 1 681 1,16 2 813 1,36 4 3203 4,92 6 7087 10,71 8 7244 10,95

24 5472 8,31

Page 45: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

33

beberapa senyawa seperti alosamidin dan beberapa senyawa selain gula yang terdapat di

dalamnya (Peter, 2005).

Gambar 5.10 Persentase N-Asetil glukosamin pada variasi waktu inkubasi dengan konsentrasi kitin jenis amorf 1,2%

Beberapa penelitian yang mempelajari tentang pengaruh waktu inkubasi terhadap

pembentukan N-Asetil glukosamin diantaranya adalah : pembentukan N-Asetil glukosamin

sebanyak 1,3 g/L diperoleh dari substrat kitin setelah diinkubasi dengan kitinase dari

Trichoderma harzianum selama 113,17 jam (Rameshaiah et al, 2014). Penelitian lain

menyebutkan bahwa produksi N-Asetil glukosamin dari kitin koloidal dengan enzim kitinase

dari Aeromonas sp PTCC 1691 menghasilkan sekitar 40% setelah diinkubasi selama 24 jam

(Jamialahmadi, 2011). Produksi N-Asetil glukosamin sebanyak 2,375 mg/mL secara

enzimatis dari kitin koloidal dengan menggunakan kitinase dari Aspergillus sp 501 yang

diinkubasi selama 4 hari (Widhyastuti, 2010).

5.2.3 Penentuan konsentrasi enzim optimum

Konsentrasi enzim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim,

dimana semakin tinggi konsentrasi enzim maka aktivitasnya juga semakin meningkat.

05

101520253035404550

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Jum

lah

NA

G (%

)

Waktu Inkubasi (Jam)

Page 46: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

34

Kenaikan aktivitas enzim berbanding lurus dengan produk yang dihasilkan, hal ini berarti

bahwa kenaikan N-Asetil glukosamin ditunjukkan dengan kenaikan aktivitas kitinase.

Berdasarkan variasi konsentrasi enzim ditentukan konsentrasi N-Asetil glukosamin seperti

Gambar 5.10 (perhitungan selengkapnya di Lampiran 7 dan 8).

Gambar 5.11 Persentase N-Asetil glukosamin pada variasi konsentrasi enzim yang diinkubasi selama 8 jam dengan konsentrasi kitin jenis amorf 1,2%

Jumlah N-Asetil glukosamin menunjukkan kenaikan dengan semakin tingginya konsentrasi

enzim kitinase, dimana konsentrasi enzim 0,1 U/mL dapat menghasilkan sekitar 0,454

mg/mL atau 1,89 % N-Asetil glukosamin dengan konsentrasi kitin 1,2 % diikubasi selama 8

jam.

Beberapa penelitian lain yang terkait dengan pengaruh konsentrasi enzim kitinase

telah banyak dilakukan diantaranya adalah : El-Sayed et al (2000) menyebutkan bahwa

kitinase dari daun tanaman tingkat tinggi Beta Bulgaris pada konsentrasi 40 g protein dapat

menghasilkan sekitar 55 ng N-Asetil glukosamin. Penelitian lain menyebutkan bahwa

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Jum

lah

NA

G (%

)

Konsentrasi Enzim (U/mL)

Page 47: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

35

kitinase yang diperoleh dari sejenis insekta Balanus Amphitrite dengan konsentrasi 4U/mL

dapat menghasilkan sekitar 0,4 g/mL N-Asetil glukosamin ((Khandeparker et al, 2013).

5.3 Pemurnian N-Asetil glukosamin

Hasil degradasi secara enzimatis kitin jenis amorf untuk membentuk N-Asetil glukosamin

masih menunjukkan adanya senyawa yang lain pada kromatogram HPLC. Untuk memperoleh N-

Asetil glukosamin dengan tingkat kemurnian yang tinggi, maka perlu dilakukan pemurnian. Pada

penelitian ini akan dilakukan pemurnian dengan menggunakan beberapa pelarut dengan tingkat

kepolaran yang berbeda. Pelarut yang digunakan untuk pemurnian N-Asetil glukosamin

berdasarkan urutan kepolaran adalah : aseton, etanol, metanol dan asetonitril.

Produksi N-Asetil gllukosamin dilakukan pada kondisi optimum, yaitu pada konsentrasi

substrat 1,2 % , konsentrasi enzim sekitar 1 U/mL dan waktu inkubasi 8 jam. Hasil yang

diperoleh pada filtrat selanjutnyaa masing-masing dimurnikan dengan menambahkan pelarut

metanol, etanol, aseton, dan asetonitril. Setelah ditambahkan pelarut tersebut masing-masing

filtrat membentuk endapan, dan diduga pada endapan tersebut diduga salah satunya merupakan

N-Asetil glukosamin. Hal ini telah dibuktikan setelah dilakukan pengujian terhadap filtrat tidak

menunjukkan adanya puncak dari N-Asetil glukosamin (Gambar 5.11).

Gambar 5.12 Hasil analisis bagian filtrat pada tahap pemurnian

Page 48: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

36

Adapun endapan yang diperoleh tersebut selanjutnya dilarutkan dengan aquades untuk dianalisis

kandungan N-Asetil glukosamin seperti pada Gambar 5.12 – 5.14. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa masih terdapat banyak sekali senyawa-senyawa yang lain, sehingga perlu

dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan melakukan variasi pelarut.

Gambar 5.13 Hasil analisis bagian endapan pada tahap pemurnian untuk aseton (A), etanol (B), dan asetonitril (C)

C

B

A

Page 49: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

37

Gambar 5.14 Hasil analisis bagian endapan pada tahap pemurnian untuk metanol

Selanjutnya dilakukan pemurnian dengan variasi pelarut dengan asetonitril sebagai pelarut

utamanya, hal ini dikarenakan asetonitril mempunyai kepolaran yang lebih tinggi dan dapat

menunjukkan puncak N-Asetil glukosamin lebih baik dibandingkan pelarut yang lain. Hasil

pemurnian dengan menggunakan metanol yang dilanjutkan dengan asetonitril pada masing-

masing tahapan seperti pada Gambar 5.15 (Tahapan pemurnian bertingkat selengkapnya

seperti pada Lampiran 9). Filtrat yang ditambahkan dengan metanol membentuk endapan dan

filtrat. Endapan yang diperoleh diduga mengandung N-Asetil glukosamin selanjutnya di

larutkan dengan aquades dan semua endapan larut sempurna kemudian ditambahkan kembali

asetonitril. Hal ini bertujuan untuk memisahkan kembali N-Asetil glukosamin dengan pelarut

yang lebih polar. Setelah ditambahkan asetonitril ternyata diperoleh kembali endapan dan

filtrat yang terdiri dari dua lapisan, dimana lapisan bawah diperkirakan merupakan asetonitril

yang hanya sedikit atau bahkan tidak mengandung N-Asetil glukosamin (Gambar 5.15 D).

Lapisan atas merupakan air selanjutnya ditambahkan kembali asetonitril dan membentuk

endapan dan filtrat yang masih mengandung N-Asetil glukosamin dalam air (Gambar 5.15B).

Endapan yang terbentuk selanjutnya dilarutkan aquades dan ditambahkan asetonitril tetapi

sudah tidak membentuk endapan. Diperkirakan pada larutan tersebut diperoleh N-Asetil

glukosamin yang tinggi seperti ditunjukkan pada Gambar 5.15C (hasil selengkapnya di

Lampiran 10).

Page 50: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

38

Gambar 5.15 Hasil N-Asetil glukosamin pada pemurnian bertahap untuk NAG standar (A),

filtrat pada tahap akhir (B), endapan pada tahap akhir (C) dan filtrat pada asetonitril (D)

A

D

C

B

Page 51: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

39

Pemurnian dengan metanol yang dilanjutkan dengan asetonitril memberikan hasil yang lebih

baik dibandingkan dengan pemurnian sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya puncak

dengan waktu retensi yang sama dengan waktu retensi N-Asetil glukosamin standar (Gambar

5.15 A,B dan C). N-Asetil glukosamin standar menunjukkan dua puncak, dimungkinkan

adanya senyawa lain dikarenakan N-Asetil glukosamin yang terhidrolisis dalam selang waktu

tertentu. Pada bagian B dan C muncul puncak lain pada waktu retensi sekitar 2,7 menit

diperkirakan puncak tersebut merupakan oligomer dari N-Asetil glukosamin yang

terdegradasi dari kitin. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sashiwa et al (2002) yang

menyebutkan bahwa degradasi polimer kitin secara enzimatis dengan endokitinase secara

perlahan akan dihasilkan oligosakarida dan selanjutnya dengan eksokitinase akan dihasilkan

N-Asetil glukosamin. Penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa pola degradasi hidrolisis

kitin memberikan kromatogram dari oligomer N-Asetil glukosamin selain monomernya

(Chang et al, 2000).

Pemurnian terhadap N-Asetil glukosamin juga telah dilakukan dengan pelarut aseton,

asetonitril dan etanol yang kemudian dilanjutkan dengan asetonitril. Dilakukan tahapan yang

sama seperti halnya pada pemurnian di atas, filtrat pertama setelah ditambahkan pertama kali

dengan pelarut diperoleh puncak-puncak yang masih sangat banyak seperti pada Gambar

5.16.

Gambar 5.16 Hasil analisis bagian endapan pada bagian filtrat pertama

Page 52: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

40

Salah satu dari puncak yang mempunyai luas area tertinggi tersebut dimungkinkan

bukan merupakan N-Asetil glukosamin dikarenakan waktu retensinya lebih jauh dari N-

Asetil glukosamin standar. Filtrat pada tahap kedua dari masing-masing pelarut memberikan

pola yang hampir sama seperti pada Gambar 5.17 tetapi masih terdapat puncak-puncak yang

lainnya.

Gambar 5.17 Hasil pemurnian N-Asetil glukosamin tahap kedua dengan variasi pelarut

menggunakan aseton (A), etanol (B), dan asetonitril (C)

C

B

A

Page 53: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

41

Puncak yang muncul sangat banyak di pemurnian tahap kedua (Gambar 5.16) sudah banyak

yang hilang setelah dilakukan pemurnian kembali dengan variasi pelarut menggunakan

asetonitril (Gambar 5.18).

Gambar 5.18 Hasil pemurnian N-Asetil glukosamin tahap ketiga dengan variasi pelarut

menggunakan aseton (A), etanol (B), dan asetonitril (C)

Page 54: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

42

Pemisahan dua atau lebih substansi tersebut didasarkan pada perbedaan koefisien

distribusinya. Apabila satu zat terlarut mempunyai nilai K lebih besar dari 1 dan yang lainnya

lebih kecil dari 1, maka dengan ekstraksi tunggal dapat dipisahkan. Akan tetapi apabila dua

substansi mempunyai kesamaan tetapi tidak identik koefisien distribusinya, maka pemisahan

hanya akan memisahkan secara parsial, sehingga perlu ditambahkan pelarut yang lain dengan

menggunakan metode Lyman Craig seperti yang telah dilakukan di atas (Pecsok et al, 1976).

Apabila diamati pada keempat jenis pelarut tersebut menunjukkan pola yang hampir sama,

dimana puncak yang diduga merupakan N-Asetil glukosamin telah terpisah dengan baik

meskipun masih terdapat 1 puncak lainnya yang belum terpisah dan diduga sebagai oligomer

N-Asetil glukosamin. Belum dilakukan perhitungan pada pelarut mana yang mempunyai

rendemen tinggi dari N-Asetil glukosamin sehingga selanjutnya dapat ditentukan pelarut

mana yang terbaik untuk mendapatkan N-Asetil glukosamin. Hal ini berarti masih perlu

dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan jenis pemurnian terbaik untuk mendapatkan

N-Asetil glukosamin berdasarkan puncak yang teridentifikasi dan jumlah rendemen tertinggi.

Jumlah rendemen N-Asetil glukosamin pada masing-masing pelarut yang belum terselesaikan

pada Tahun – 1 dan karakterisasi dari N-Asetil glukosamin yang diperoleh akan dilakukan

pada Tahun – 2.

Page 55: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

43

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan untuk

tahap pertama sebelum dilakukan karakterisasi adalah sebagai berikut :

1. Hasil optimasi menunjukkan bahwa konsentrasi substrat 1,2 % dapat menghasilkan N-

asetilglukosamin tertinggi sebesar 22,8 mg/mL atau 94,8 %. Waktu inkubasi terbaik yang

diperlukan untuk interaksi kitin jenis amorf dan kitinase adalah 8 jam dengan jumlah N-

asetilglukosamin sebesar 10,95 mg/mL atau 45,6 %. Konsentrasi enzim yang semakin

tinggi menunjukkan jumlah N-Asetil glukosamin yang semakin meningkat, konsentrasi

enzim 0,1 U/mL dapat menghasilkan sekitar 0,454 mg/mL atau 1,89 % N-Asetil

glukosamin

2. Berdasarkan pemetaan pada persamaan Lineweaver-Burk menunjukkan bahwa kinetika

reaksi enzimatis mengikuti orde dua dengan nilai KM sebesar 8,33 mg/mL dan Vmaks 52,6

mg/mL jam atau 0,88 mg/mL Menit.

3. Pemurnian yang dilakukan dengan menggunakan pelarut aseton, metanol, etanol, dan

asetonitril yang divariasi dengan pelarut asetonitril memberikan hasil yang bagus dengan

pola yang hampir sama dengan diperolehnya puncak yang sesuai dengan N-Asetil

glukosamin standar dengan waktu retensi sekitar 3,1 – 3,3 menit

4. Belum dilakukan penentuan rendemen N-Asetil glukosamin tertinggi pada masing-

masing pelarut, direncanakan akan dilakukan pada Tahun – 2.

Page 56: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

44

DAFTAR PUSTAKA

Acosta N., Jimenez C, Borau V, and Heras A., 1993, Extraction and characterization of chitin from crustaceans, Biomass. Bioenerg., 5, 2, 53

Boller, T. and Mauch, F., 1988, Colorimetric assay for chitinase, In Methods in Enzimology, W.A. Wood and S.T. Kellog (eds.) Academic Press, San Diego, pp 430-435

Chang K.L.B and FU, W.R., 2000, HPLC analysis of n-acetyl-chito-oligosaccharides during the acid hydrolysis of chitin, Journal of Food and Drug Analysis, 2000. 8(2) : 75-83

Chen, J.K, Shen,C.R.,Liu, C.L., 2010, N-Acetylglucosamine: Production and applications, Mar. Drugs, 8, 2493-2516

Coutin˜o, L.R., Marı´a del Carmen, M.C., Huerta, S., Revah, S., Shirai, K., 2006, Enzymatic hydrolysis of chitin in the production of oligosaccharides using Lecanicillium fungicola chitinases, Process Biochemistry, Vol. 41 : 1106–1110.

Datta P.K., Basu P.S., Datta T.K., 1984, Isolation and characterization of Vicia faba lectin affinity purified on chitin column. Prep Biochem. 14:373–87.

de la Cruz, J., Pintor-Toro,J.A., Benitez,T. and Llobell,A., 1995, Purification and Characterization of an endo--1,6-glucanase from Trichoderma harzianum that is related to its mycoparasitism, J.Bacteriology, 1777 : 1864-1871

Demetriou, M., 2005, The Journal of Immunology, Vol.175, part 11 : 7202-7208. Domard, A. and Vasseur,V., 1991, Nonspecificity of a colorimetric method for the estimation

of N-asetil-glukosamin, Int.J.Biol.Macromol., 13 : 366-368. El-Sayed S.T., Salem A.M., Shehata A.N., and Jwanny E.W., 2000. Chitinase from leaves of

Beta vulgaris and other higher plants. Pakistan Journal of Biological Scince. 3(2) : 250-256

Farag, Aida M., Al-Nusarie, and Taghred S., 2014. Production, Optimization, Characterization and antifungal activity of chitinase produced by Aspergillus terrus, African Journal of Biotechnology, 13(14) : 1567-1578

Firdaus F., Darmawan E., Mulyaningsih S., 2009, Karakteristik spektra infrared (IR) kulit udang, kitin dan kitosan yang dipengaruhi oleh proses demineralisasi, deproteinasi, deasetilasi I dan deasetilasi II, DPPM UII, Yogyakarta.

Folders Jindra, Algra Jon, Roelofs Marc S. and Bitter Wilbert, 2001, Characterization of Pseudomonas aeroginosa Chitinase a Gradually Secreted Protein, Journal of Bacteriology, Vo. 183, No.24.

Frandberg Emma, 1997, Antifungal Compounds of Chitinolytic Bacteria from Grain Ecosystem, Doctor’s dissertation, ISSN 1401-6249

Gooday, G.W., 1990, Physiology of Microbial Degradation of Chitin and Chitosan, Biodegradation, 1 : 177-190

Guo, S.H., Chen J.K. and Lee,W.C., 2004, Purification and Characterization of Extracellular Chitinase From Aeromonas schubertii, Enzyme and Microbial Technology, 35 : 550-556

Herdaystuti, N. dan Cahyaningrum, S.E., 2013, Mempelajari pengaruh variasi bentuk substrat kitin hasil isolasi limbah cangkang udang pada proses degradasi enzimatis kitinase dari bakteri Pseudomonas sp TNH 54, Laporan Penelitian Fundamental Tahun ke -2 Ditlitabmas DIKTI

Ilankovan P., Hein S., Chuen-How Ng, Trung T.S., Stevens W.F., 2005, Production of N-acetyl chitobiose from various chitin substrates using commercial enzymes, J.Carb.Poly. available online at www.sciencedirect.com

Page 57: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

45

Ito M., Matahira Y., Sakai K., 1998, The application of chitin-chitosan to bone filling materials, vol. 4. Kichin, Kitosan Kenkyu: Publ. Nippon Kichin, Kitosan Gakkai (p. 142–143).

Khan W., Prithiviraj B., Smith D.L., 2002, Effect of foliar application of chitin and chitosan oligosaccharides on photosynthesis of maize and soybean. Photosynthetica, 40:621–4.

Khandeparker L., Gaonkar C.C, Desai D.V., 2013. Degradation of barnacle nauplii: implications to chitin regulation in the marine environment. Biologia, vol.68(4) : 696-706

Kobayashi Y., Nishiyama M., Matsuo R., Tokura S., Nishi N., 1982, Application of chitin and its derivatives to paper industry. In: Hirano S, Tokura S, editors. Chitin chitosan. In: Proceeding of the International Conference, 2d. Jpn Soc Chitin Chitosan, Tattori, Japan.. p. 244–7.

Krajewska B., 2004, Application of chitin- and chitosan-based materials for enzyme immobilizations: a review., Enzyme Microbiol. Technol., 35:126–39.

Krokeide, I.M., Eijsink, V.G.H., and Sørlie, M., 2007, Enzyme assay for chitinase catalyzed hydrolysis of tetra-N-acetylchitotetraose by isothermal titration calorimetry, Thermochimica Acta, Vol. 454 : 144–146

Majt´an J., B´ılikov´a, K., Markoviˇc O., J´an Gr´of, Kogan G., and Sim´uth J., 2007, Isolation and characterization of chitin from bumblebee (Bombus terrestris), Intern. J. Biol. Macromol., 40, 237–241

Monreal J. and Reese, E.T., 1969, The Chitinase of Serratia marcescens, Canadian Journal of Microbiology, 15 : 689-696.

Nathalie C., Fleury A., Fukamiza T., and Ryszard B., 2006, Two-exo--D-glukosaminidase from Actinomycetes define anew subfamily 2 of glikoside hydrolases, Biochem. J., 394, 675-686.

Ogawa Kihachiro, Yoshida, Kariya, Ohnishi and Ikeda Ryuichiro, 2002, Purification and Characterization of a Novel Chitinase from Burkholderia cepacia strain KH2 isolated from the Bed Log of Lentinus edodes, Shiitake mushroom, J.Gen. Appl. Microbiol., 48 : 25-33

Ouchi T, Inosaka K, Murata J, Nishimoto T, Ohya Y. Design of water-soluble CM-chitin/antitumor drug conjugate. Polym Prep, Am Chem Soc, Div Polym Chem 1992;33(2):537–8.

Pecsok R.L., Shields L.D., Cairns T., and McWilliams I.G., 1976. Modern methods of chemical analysis. 2nd edition. John Willey and sons, New York

Rinaudo M., 2006, Chitin and Chitosan : Properties and applications, Prog.Polym.Sci., 31 : 603-632

Sashiva H., Saimoto H,, Sgigemasa Y,, Ogawa R, 1990, Tokura S., Lysozyme susceptibility of partially deacetylated chitin, Int. J. Biol. Macromol., 12:295–6.

Sashiwa T., Fujishima T.,Yamano N., Kawasaki N., Nakayama A., Muraki E., Hiraga K., Oda K., Aiba S., 2002. Production of N-acetyl-D-glucosamine from -chitin by crude enzymes from Aeromonas hydrophila H-2330. Carbohydrate Research. 331 : 761-763

Songkroah C., Nakbanpote W., Thiravetyan P., 2004, Recovery of silver–thiosulfate complexes with chitin, Process Biochem., 39:1553–9

Suraini, A.A., Sin T.L., Alitheen N., Shahab N. and Kamaruddin K., 2008, Microbial Degradation of Chitin Materials by Trichoderma virens UKM1, Journal of Biological Science, Vol.8 (1) : 52-59

Toffey A., Glasser W.G., 1999, Chitin derivatives. II. Time–temperature-transformation cure diagrams of the chitosan amidization process, J. Appl. Polym. Sci., 73: 1879–89.

Page 58: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

46

Tronsmo,A., and Harman,G.E., 1993, Detection and Quantification of N-Asetil--D-glukosaminidase, Chitobiosidase and endochitinase in Solution and on gels, Anal.Biochem, 208 : 74-79

Watanabe, T., Oyanagi,W., Suzuki,K., and Tanaka,H., 1990, Chitinase system of Bacillus circulans WL-12 and Importance of Chitinase A1 in Chitin Degradation, Journal Bacteriology 172 : 4017-4022

Widhyastuti N., 2010. Purifikasi N-asetil-D-glukosamina hasil sintesa secara enzimatis untuk bahan obat dan pangan fungsional. Laporan Riset Dasar. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Yoshino H., Ishii S., Nishimura S., Kurita K., 1992, Preparation and characterization of mercapto-chitin derivatives. In: Brine CJ, Sandford PA, Zikakis JP, editors. Advances in chitin and chitosan. London and New York: Elsevier, p. 565–70.

Yurnaliza, 2002, Senyawa Kitin dan Kajian Aktivitas enzim Mikrobial Pendegradasinya, FMIPA-USU.

Yusof N.L., Wee A., Lim L.Y., Khor E., 2003, Flexible chitin films as potential wound-dressing materials: wound model studies, J.Biomed. Mater. Res ., A 66A:224–32.

Page 59: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

47

LAMPIRAN 1

PERHITUNGAN KURVA STANDAR N-ASETIL GLUKOSAMIN (HPLC)

No. Konsentrasi N-Asetil

glukosamin (mg/mL)

Luas Area (mAU)

1, 0,2 48,6

2. 0,3 97,9

3. 0,4 160

4. 0,5 245

5. 0,6 300

6. 0,7 369

7. 0,8 447

y = 670.5x - 97.03

050

100150200250300350400450500

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Luas

Are

a (m

AU

)

Konsentrasi NAG (mg/mL)

Page 60: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

48

LAMPIRAN 2

PERHITUNGAN PERSENTASE N-ASETIL GLUKOSAMIN PADA OPTIMASI KONSENTRASI SUBSTRAT

1. Konsentrasi substrat 0,4 %

0,4 % = 0,4 gram dalam 100 mL aquades = 400 mg/100 mL

= 4 mg/mL dalam 2 mL = 8 mg

Maka jumlah NAG = 1,98/8 x 100% = 24,8 %

2. Konsentrasi substrat 0,8 %

0,8 % = 0,8 gram dalam 100 mL aquades = 800 mg/100 mL

= 8 mg/mL dalam 2 mL = 16 mg

Maka jumlah NAG = 6,39/16 x 100% = 39,9 %

3. Konsentrasi substrat 1,2 %

1,2 % = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 22,78/24 x 100% = 94,9 %

4. Konsentrasi substrat 1,6 %

1,6 % = 1,6 gram dalam 100 mL aquades = 1600 mg/100 mL

= 16 mg/mL dalam 2 mL = 32 mg

Maka jumlah NAG = 15,92/32 x 100% = 49,8 %

5. Konsentrasi substrat 2,0 %

2 % = 2 gram dalam 100 mL aquades = 2000 mg/100 mL

= 20 mg/mL dalam 2 mL = 40 mg

Maka jumlah NAG = 14,79/40 x 100% = 37,0 %

6. Konsentrasi substrat 2,4 %

Page 61: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

49

2,4 % = 2,4 gram dalam 100 mL aquades = 2400 mg/100 mL

= 24 mg/mL dalam 2 mL =4 8 mg

Maka jumlah NAG = 3,89/48 x 100% = 8,1 %

Page 62: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

50

LAMPIRAN 3 HASIL PENENTUAN OPTIMASI KONSENTRASI SUBSTRAT DENGAN HPLC

1. Kitin amorf 2,4 % (Pengenceran 100 x)

Page 63: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

51

2. Kitin amorf 2,0 % (Pengenceran 100 x)

Page 64: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

52

3. Kitin amorf 1,6 % (Pengenceran 100 x)

Page 65: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

53

4. Kitin amorf 1,2 % (Pengenceran 100 x)

Page 66: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

54

5. Kitin amorf 0,8 % (Pengenceran 100 x)

6. Kitin amorf 0,4 % (Pengenceran 100 x)

Page 67: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

55

Page 68: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

56

LAMPIRAN 4

PENENTUAN KM DAN VMAKS DARI TRANSFORMASI PERSAMAAN MICHAELIS-MENTEN KE LINEWEAVER-BURK

[S] 1/[S] V 1/V

0,4 2,5 1,98 0,51

0,8 1,25 6,39 0,16

1,2 0,83 22,78 0,04

1,6 0,63 15,92 0,06

2,0 0,5 14,79 0,07

2,4 0,42 3,89 0,27

Garis yang memotong di sumbu X adalah – 1/ KM Saat Y = 0 maka X = - 0,019/0,164 = - 0,12 – 1/ KM Maka KM = 8,33 mg/mL Garis yang memotong di sumbu Y adalah 1/ Vmaks Saat X = 0 maka Y = 0,019 = 1/ Vmaks Maka Vmaks = 52,6 mg/mL jam

y = 0.164x + 0.019R² = 0.984

-0.1

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

-1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

1/V

[1/S]

Page 69: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

57

LAMPIRAN 5

PERHITUNGAN PERSENTASE N-ASETIL GLUKOSAMIN PADA OPTIMASI WAKTU INKUBASI

1. Waktu inkubasi 0 jam

1,2 % = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 0,46/24 x 100% = 1,9 %

2. Waktu inkubasi 1 jam

1,2 % = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 1,16/24 x 100% = 4,8 %

3. Waktu inkubasi 2 jam

1,2 % = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 1,36/24 x 100% = 5,7 %

4. Waktu inkubasi 4 jam

1,2 % = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 4,92/24 x 100% = 20,5 %

5. Waktu inkubasi 6 jam

1,2 % = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 0,46/24 x 100% = 44,6 %

Page 70: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

58

6. Waktu inkubasi 8 jam

1,2 % = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 10,95/24 x 100% = 45,6 %

7. Waktu inkubasi 24 jam

1,2 % = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 8,31/24 x 100% = 34,6 %

Page 71: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

59

LAMPIRAN 6 HASIL PENENTUAN OPTIMASI WAKTU INKUBASI DENGAN HPLC

1. Waktu inkubasi 0 jam (Pengenceran 10 x)

Page 72: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

60

2. Waktu inkubasi 1 jam (Pengenceran 10 x)

Page 73: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

61

3. Waktu inkubasi 2 jam (Pengenceran 10 x)

Page 74: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

62

4. Waktu inkubasi 4 jam (Pengenceran 10x)

Page 75: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

63

5. Waktu inkubasi 6 jam (Pengenceran 10x)

Page 76: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

64

6. Waktu inkubasi 8 jam (Pengenceran 100x)

Page 77: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

65

7. Waktu inkubasi 24 jam (Pengenceran 10x)

Page 78: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

66

LAMPIRAN 7

KURVA STANDAR N-ASETIL GLUKOSAMIN (SPEKTROFOTOMETER UV-VIS)

No. Konsentrasi N-Asetil glukosamin (mg/mL)

Absorbansi

1. 0,1 0,096 0,095 0,095

2. 0,2 0,194 0,192 0,195

3. 0,3 0,255 0,257 0,256

4. 0,4 0,324 0,326 0,327

5. 0,5 0,409 0,411 0,411

y = 0.762x + 0.027R² = 0.994

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.45

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Abso

rban

si (

=494

nm

)

Konsentrasi NAG (mg/mL

Page 79: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

67

LAMPIRAN 8

PERHITUNGAN N-ASETIL GLUKOSAMIN PADA OPTIMASI KONSENTRASI ENZIM

1. Aktivitas kitinase

2. Persentase N-Asetil glukosamin

a. Konsentrasi 0,025 U/mL

Dalam 1,2 % substrat = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 0,247/24 x 100% = 1,03 %

b. Konsentrasi 0,05 U/mL

Dalam 1,2 % substrat = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 0,349/24 x 100% = 1,45 %

No. Konsentrasi Enzim (U/mL)

Absorbansi Rerata absorbansi

N-Asetil glukosamin

(mg/mL)

Aktivitas kitinase (U/mL)

1 0,025 0,211

0,216 0,247

0,618 0,217

0,219

2 0,05 0,293

0,29 0,345

0,862 0,288

0,289

3 0,075 0,324

0,329 0,396

0,990

0,32 0,343

4 0,097 0,37

0,373 0,454

1,135

0,375 0,374

Page 80: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

68

c. Konsentrasi 0,075 U/mL

Dalam 1,2 % substrat = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 0,396/24 x 100% = 1,65 %

d. Konsentrasi 0,025 U/mL

Dalam 1,2 % substrat = 1,2 gram dalam 100 mL aquades = 1200 mg/100 mL

= 12 mg/mL dalam 2 mL = 24 mg

Maka jumlah NAG = 0,454/24 x 100% = 1,89 %

Page 81: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

69

LAMPIRAN 9

BAGAN TAHAPAN PEMURNIAN N-ASETIL GLUKOSAMIN

Metanol + Filtrat N-Asetil

glukosamin Aquades + Endapan

Larutan

Asetonitril +

Endapan 2 lapisan

Lapisan bawah (Asetonitril) B

Lapisan atas

Filtrat (A)

+ Aquades + asetonitril

2 lapisan

+ Asetonitril

Filtrat (C) Endapan

+ Aquades + asetonitril

Larutan (D)

Lapisan atas (F)

Lapisan atas (E)

Page 82: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

70

LAMPIRAN 10 HASIL ANALISIS PEMURNIAN DENGAN VARIASI PELARUT

1. Metanol G

Page 83: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

71

2. Metanol C

Page 84: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

72

3. Metanol D

Page 85: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

73

4. N-Asetil glukosamin standar

Page 86: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

74

5. Aseton 1

Page 87: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

75

6. Aseton 2

Page 88: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

76

7. Aseton 3

Page 89: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

77

8. Asetonitril 1

Page 90: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

78

9. Asetonitril 2

Page 91: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

79

10. Etanol 1

Page 92: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

80

11. Etanol 2

Page 93: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

81

12. Etanol 3

Page 94: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

82

13. Filtrat

Page 95: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

83

LAMPIRAN 11 BIODATA PENELITI

IDENTITAS DIRI (Ketua Peneliti) 1.1 Nama Lengkap Dr. Nuniek Herdyastuti, M.Si P 1.2 Jabatan Fungsional Lektor Kepala 1.3 NIP 197011101998022001 1.4 Tempat dan tanggal lahir Surabaya, 10 Nopember 1970 1.5 Alamat Rumah Jl. Karah 5 / 50 Jambangan Surabaya 1.6 Nomor Telp./ Fax (031) 8285623 1.7 Nomor HP 08175112310 1.8 Alamat Kantor Jl. Ketintang Surabaya 1.9 Nomor Telp./ Fax (031) 8298761 1.10 Alamat email nherdyastuti@ yahoo.com / [email protected] 1.11 Mata Kuliah yang

diampu 1. Kimia Dasar I dan II 2. Biokimia I dan II 3. Bioteknologi 4. Teknik Penelitian Biokimia 5. Mikrobiologi

B. RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1 Program S1 S2 S3 2.2 Nama PT ITS ITB UGM 2.3 Bidang Ilmu Kimia Biokimia Biokimia 2.4 Tahun masuk 1990 1999 2007 2.5 Tahun Lulus 1994 2001 2010 2.6 Judul Skripsi / Thesis / Disertasi

Pengaruh Produk Reaksi Maillard terhadap Kualitas Nira

Deteksi Tingkat Ekspresi in Vitro dan In vivo Protein Car A Salmonella Typhimurium

Karakterisasi Kitinase yang Diproduksi oleh Isolat Bakteri dari Lumpur sawah

2.7 Nama Pembimbing/Promotor

Dr. Nurul Lailana M.S

Achmad Syaifudin Noer, P.hD

Prof.Sabirin Matsjeh, Ph.D

C.PENGALAMAN PENELITIAN

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan Sumber* Jml (Juta Rp)

1. 2014 Pemanfaatan kitosan-alginat mikrosperis sebagai pengenkapsulasi obat TBC sistem Control release (Anggota)

Hibah Bersaing (Tahun ke II)

65.000.000

2. 2013 Pemanfaatan kitosan-alginat mikrosperis sebagai pengenkapsulasi obat TBC sistem Control release (Anggota)

Hibah Bersaing (Tahun ke I)

50.000.000

3. 2013 Mempelajari pengaruh variasi bentuk substrat kitin hasil isolasi

Penelitian Fundamental

35.000.000

Page 96: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

84

limbah cangkang udang pada proses degradasi enzimatis kitinase dari bakteri Pseudomonas sp TNH54 (Ketua)

Tahun I, Dikti Ditlitabmas

4. 2012 Mempelajari pengaruh variasi bentuk substrat kitin hasil isolasi limbah cangkang udang pada proses degradasi enzimatis kitinase dari bakteri Pseudomonas sp TNH54 (Ketua)

Penelitian Fundamental Tahun I, Dikti Ditlitabmas

30.000.000

5. 2010 Pembuatan siruf Fruktosa (HFCS) menggunakan enzim glukosa isomerase yang terimobilisasi pada matriks kitosan bead (Anggota)

Hibah Kompetitif sesuai Prioritas Nasional Batch II, DP2M, Dikti.

87.500.000

D.PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Tahun Judul Pendanaan Sumber Jumlah

(Juta Rp) 2011 Sosialisasi penjernihan minyak goreng jelantah

dengan lempung bentonit sebagai upaya pencegahan timbulnya karsinogenik di Desa Laju Lor Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban

PKMM 2

2011 Pelatihan peningkatan mutu tahu dengan menggunakan kitosan sebagai pengawet alami yang aman bagi kesehatan di industri tahu Desa Tambak Sumur Sidoarjo

DIPA 5

2012 Pelatihan dampak penggunaan plastic di PKK RT 5 RW III Kelurahan Kebraon Surabaya

Swadana 2

2012 Sosialisasi bahaya penggunaan zat pewarna makanan sintetis di PKK RT 16 RW 04 Kelurahan Wonokromo Surabaya

PKMM 2

2013 Pelatihan pemanfaatan kitosan sebagai bahan pengawet ikan yang sehat dan aman bagi kesehatan

DIPA 5

2014 IbM Rukun nelayan di Desa Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran Surabaya

DIKTI melalui DIPA-Offline

50

2014 Pelatihan pembuatan sabun kecantikan sebagai rintisan usaha skala rumah tangga

BOPTN, dana kebijakan Fakultas

5

F.PUBLIKASI ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL Tahun Judul Jurnal

2002 Deteksi Protein Car A melalui pendekatan imunologi

Jurnal Penelitian Matematika dan Sains

Page 97: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

85

2003 Deteksi Tingkat Ekspresi Invitro Protein Car A Menggunakan Teknik Elisa dan Western Imunoblotting

Jurnal Hayati, Vol.2 No.2, 99-103, 2003, Terakreditasi (ISSN 0852-6834)

2006 Isolasi dan Karakterisasi Ekstrak Kasar Bromelin dari Batang Nenas (Ananas comusus L.merr)

Jurnal Hayati,Vol.12 No.1, 75-77, 2006, Terakreditasi (ISSN 0852-6834)

2009 Kitinase dan mikroorganisme kitinolitik : Isolasi, karakterisasi dan manfaatnya (Review)

Indonesian Journal of Chemistry, vol.9. no.1, 37-47, 2009, Terakreditasi (ISSN 1411-9420)

2009 Kitin dari limbah cangkang udang sebagai media untuk bakteri kitinolitik yang diisolasi dari lumpur sawah

Jurnal Manusia dan Lingkungan , vol.16, No.2, 115-121, 2009, terakreditasi (ISSN 0854-5510

2011 Characterization of chitinase from Pseudomonas sp TNH54 isolated from Mud fields

Asian Journal of Chemistry, Vol. 23, No. 8, 3549-3552, 2011, terakreditasi (ISSN 0970-7077)

2011 Soption of Mg (II) and Ca (II) metal ions on chitosan-alginate membrane

Journal of Materials science and Engineering, Vol.1, No.1, 87-93, 2011, terakreditasi (ISSN 2161-6213)

2012 Potential antifungal of Chitinolytic Bacteria Pseudomonas sp TNH54 from Mud Field

Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, Vol.3 issue 3, 1117-1124, 2012 (ISSN: 0975-8585)

2014 Immobilization of glucose isomerase in surface-modified chitosan gel beads.

Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, Vol.5 issue 2, 1117-1124, 2014 (ISSN: 0975-8585)

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation)

Nama Pertemuan Seminar Judul Artikel Waktu dan Tempat Seminar Nasional Green Technology

Potensi anti jamur bakteri kitinolitik yang diisolasi dari lumpur sawah

2010, UIN – Malang

Seminar Internasional Conference of The Indonesian Chemical Society

Colloidal Chitin as a Substrate for Chitinase of Producing Enzyme From Pseudomonas sp TNH54

2012, University of Brawijaya Malang

Seminar Nasional Kimia dan Terapan Indonesia

Karakterisasi Variasi Kitin dari kulit cangkang udang Sebagai Substrat Enzim Kitinase Yang Diisolasi Dari Pseudomonas sp TNH54

2013, LIPI Solo

Seminar Nasional Kimia Kitin jenis amorf sebagai alternative substrat untuk produksi

2013, UNY Yogyakarta

Page 98: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

86

kitinase dari Pseudomonas sp TNH54

Seminar Nasional Kimia Bakteri kitinolitik yang diisolasi dari tambak udang Lamongan Jawa Timur

2014, Kimia Unesa

Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia

Kondisi optimum untuk memproduksi N-asetil glukosamin dari kitin jenis amorf dengan enzim kitinase dari Pseudomonas sp TNH54

2015, Kimia Unnes

G. KARYA BUKU

No. Tahun Judul Buku Jumlah Halaman

Penerbit

H. PEROLEHAN HKI

No. Tahun Judul/Tema HKI Jenis Nomor P/ID

I. PENGALAMAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN PUBLIK/REKAYASA SOSIAL LAINNYA

No. Tahun Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial

Lainnya yang Telah Diterapkan Tempat

Penerapan Respons

Masyarakat

J. PENGHARGAAN DALAM 10 TAHUN TERAKHIR

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan

Tahun

1. Satyalancana Karya Satya X tahun Kepresidenan RI 2104 2. Peneliti Berprestasi kategori Non

Kependidikan Sain dan Teknologi LPPM – UNESA 2014

Page 99: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

87

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Fundamental

Surabaya, 20 Oktober 2015 Peneliti,

Dr. Nuniek Herdyastuti, M.Si NIP.197011101998022001

Page 100: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

88

ANGGOTA PENELITI

A. IDENTITAS DIRI

1.1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M.Si P 1.2 Jabatan Fungsional Lektor kepala/IV a 1.3 NIP/NIK/No. identitas lainnya 197012291997022001 1.4 Tempat dan Tanggal Lahir Kediri, 29 Desember 1970 1.5 Alamat Rumah Pondok Ridho III, Sidodadi Taman , Sidoarjo 1.6 Nomor Telepon/Faks 0317870861 1.7 Nomor HP 08123290484 1.8 Alamat Kantor Jurusan Kimia FMIPA Unesa, Jl. Ketintang

Surabaya 1.9 Nomor Telepon/Faks 0318298761

1.10 Alamat e-mail [email protected] 1.11 Mata Kuliah yg diampu

1. Bioanorganik 2. Material Anorganik 3. Senyawa Organologam 4. Kimia Anorganik I 5. Kimia Anorganik IV

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

2.1 Program: S-1 S-2 S-3 2.2 Nama PT ITS UGM UGM 2.3 Bidang Ilmu Kimia Kimia Anorganik Bioanorganik 2.4 Tahun Masuk 1989 1999 2005 2.5. Tahun Lulus 1994 2001 2009 2.6 Judul Skripsi/

Tesis/Disertasi Analisa Patulin Produksi Stapilococus aureus Pada Juice Anggur

Karakteristik Adsorpsi Ni(II) dan Cd(II) pada Kitosan Limbah Udang Windu

Peranan Jembatan Kation Logam Pada Imobilisasi Papain pada Matriks Kitosan beads

2.7. Nama Pembim- bing/ Promotor

Dr. Nurul Lailana M.S

Dr. Narsito Prof. Dr. Narsito

C. PENGALAMAN PENELITIAN

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan Sumber* Jumlah (Rp)

1. 2014 Pemanfaatan kitosan-alginat mikrosperis sebagai pengenkapsulasi obat TBC sistem Control release

Hibah Bersaing (Tahun ke II)

65.000.000

2. 2013 Pemanfaatan kitosan-alginat mikrosperis sebagai pengenkapsulasi obat TBC sistem Control release

Hibah Bersaing (Tahun ke I)

50.000.000

3. 2010 Sintesis dan karakterisasi membran Hibah 100.000.000

Page 101: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

89

nanofibrous kitosan-alginat dan aplikasinya sebagai matriks pendukung imobilisasi enzim pepsin

kompetensi

4. 2009 Pembuatan siruf Fruktosa (HFCS) menggunakan enzim glukosa isomerase yang terimobilisasi pada matriks kitosan bead.

Hibah Kompetitif sesuai Prioritas Nasional Batch II, DP2M, Dikti.

87.500.000

5. 2007 Pemanfaatan kitosan limbah udang windu sebagai matriks pendukung imobilisasi papain melalui metode carier crossling

Hibah Bersaing (Tahun II)

42.500.000

6. 2006 Pemanfaatan kitosan limbah udang windu sebagai matriks pendukung imobilisasi papain melalui metode carier crossling kation logam Mg(II)

Hibah Bersaing (Tahun I)

50.000.000

7. 2005 Pemanfaatan kitosan sebagai adsorben Cd(II) dalam Medium Air

PDM 7.000.000

D. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan Sumber* Jumlah (Rp)

1. 2013 Pelatihan pemanfaatan kitosan sebagai pengawet ikan yang aman bagi kesehatan di Desa Tambak Wedi, Kenjeran Surabaya

BOPTN 5.000.000

2. 2011 Pelatihan pembuatan sampo mobil dan sabun pencuci piring di Desa Bungurasih, Waru, Sidoarjo

Mandiri

3. 2011 Pelatihan Pemanfaatan kitosan untuk bahan aditiv pembuatan tahu di Desa Tambak Sumur Sidoarjo

DIPA 5.000.000

4. 2010 Pelatihan pembuatan jamu tradisional untuk wanita di perumahan Pondok Indah Surabaya

Mandiri

5. 2009 Pelatihan Pembuatan sabun pelembut pakaian, dan sabun colek di Pondok Pesantran Darul Falah Sidoarjo

Dipa Unesa 3.000.000

6. 2007 Pelatihan pembuatan jamu tradisional untuk wanita di perumahan Pondok Indah Surabaya

Penerapan Ipteks

7.500.000

7. 2007 Pelatihan pembuatan sabun wajah di SMA Budi Utomo Perak Jombang

Dipa Unesa 3.000.000

A. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL

Page 102: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

90

No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/ Nomor Nama Jurnal

1. 2013 Preparation and Properties of Papain Immobilized onto Metal Ions Cross-linked Chitosan Beads

Vol 4.no.4

Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences

2. 2011 Adsorpsi Zn (II) dan Cu(II) pada Kitosan Nanobeads

Vol 18, No.3

Jurnal Manusia dan Lingkungan

3. 2011 Sorption Ca(II) and Mg(II) on Chitosan-alginate membrane.

Vol 1, No.1

Journal of Material Science and Engineering. USA

4. 2010 Soption Cu(II) on Nano Chitosan beads (, Aug

Vol.3 No.2

American Institut of Phisic, USA.

5. 2010 Adsorption Mg(II) on Chitosan in Aqueous Medium

Vol. 2. No. 3

Journal of Coastal Development

6. 2009 Immobilization of papain on chitosan beads with Mg (II) as carrier croslink agent

vol.10. no.2

Indonesian Journal of Chemistry,

7. 2008 Pemanfaatan Kitosan serbuk Sebagai adsorben Ca(II) dalam medium air

vol.10. No.2

Jurnal Kimia Lingkungan

8. 2008 Adsorpsi Zn(II) pada kitosan yang termodifikasi secara swelling

vol.10, No.1

Jurnal Manusia dan Lingkungan

9. 2007 Adsorpsi Cu(II) pada kitosan bead dalam medium air

Vol.9 No.1

Jurnal Kimia Lingkungan

10. 2005 Pemanfaatan kitosan limbah udang sebagai adsorben Cd(II) dari limbah industri

Vol.5. No. 2

Indonesian Journal Of Chemistry

11. 2007 Pengaruh proses penggembungan pada kitosan terhadap adsorpsi Mg(II) dalam medium air

Vol.14. No.2

Jurnal Penelitian Matematika dan Sains

F. PENGALAMAN PENULISAN BUKU

No. Tahun Judul Buku Jumlah Halaman

Penerbit

G. PENGALAMAN PEROLEHAN HKI

No. Tahun Judul/Tema HKI Jenis Nomor P/ID

H. PENGALAMAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN PUBLIK/REKAYASA SOSIAL

LAINNYA

Page 103: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

91

No. Tahun Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan

Tempat Penerapan

Respons Masyarakat

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Fundamental.

Surabaya, 20 Oktober 2015 Pengusul,

Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M.Si NIP.197012291997022001

Page 104: LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTALrepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-05-27_Lap... · 2020. 5. 27. · i LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SENYAWA

92

LAMPIRAN 12 PUBLIKASI DI SEMINAR NASIONAL KIMIA (10 Oktober 2015, UNNES)