laporan praktikum mikrobiologi akuakultur

124
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR KELOMPOK IV STEFANNO. M. A. RIJOLY C151140401 MAYOR ILMU AKUAKULTUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

Upload: trafalgarseiei

Post on 26-Dec-2015

586 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

LAporan mikro akuakultur lengkap

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

KELOMPOK IV

STEFANNO. M. A. RIJOLY

C151140401

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 2: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena atas

kasih sayang dan penyertaanNya penulis mampu untuk menyelesaikan laporan

praktikum Mikrobiologi akuakultur. Laporan ini disusun sebagai syarat dari

praktikum mata kuliah mikrobiologi dalam program studi Akuakultur, Sekolah

Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan praktikum ini jauh dari

sempurna dan tentu masih banyak kekurangan dan kesalahan yang tidak disadari

penulis. Oleh karena itu kritik dan saran kearah perbaikan akan penulis terima

dengan tangan terbuka.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen

mata kuliah Mikrobiologi Akuakultur yaitu Dr. Ir. Widanarni M.Si, Dr. Dinamella

Wahjuningrum S.Si, M.Si dan Dr. Munti Yuhana S.Pi, M.Si yang sudah memberi

pengarahan sebagai bekal awal menjalankan praktikum. Terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Pak Rahman S.Pi M.Si dan Pak Ranta yang telah menyediakan

waktu dan tenaga demi kelancaran praktikum. Terima kasih bagi para asisten

praktikum yang telah mendampingi penulis dalam menggali ilmu dan pengalaman

praktek. Terima kasih terakhir bagi rekan-rekan mahasiswa magister akuakultur

2014, menjadi rekan seperjuangan dalam berikhtiar mencari ilmu yang

bermanfaat.

Penulis berharap semoga laporan hasil praktikum ini dapat bermanfaat

bagi pengembangan praktikum mikrobiologi akuakultur.

Bogor, 5 Januari 2015

Stefanno M. A. Rijoly

Page 3: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon, 4 November 1988. Anak ketiga

dari enam bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di

SD YPPK Gembala Baik, Papua pada tahun 1994. Pendidikan

dasar berlanjut di SDN 2 Poka, Ambon hingga tahun 2000.

Pendidikan menengah pertama ditempuh di SMP Hang Tuah

Halong pada tahun 2000 dan berlanjut ke SMPN 4 Ambon dan

lulus tahun 2003, pendidikan menengah atas ditempuh di

SMAN 1 Ambon.

Lulus sekolah menegah atas pada tahun 2006 penulis melanjutkan jenjang

pendidikan ke strata 1 dengan mengambil program studi Biologi, di Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura Ambon. Selama

menempuh pendidikan strata 1 penulis aktif dalam organisasi mahasiswa seperti

GMNI, KPA Patra 28. Penulis juga pernah magang di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia Ambon. Lulus dari Universitas Pattimura pada tahun 2012 penulis

bekerja sebagai laboran pada Laboratorium Biologi Dasar FMIPA Universitas

Pattimura. Pada bulan oktober 2013 penulis mengambil program beasiswa pra-

magister dari DIKTI. Sampai saat ini penulis aktif sebagai mahasiswa pasca

sarjana di Departemen Manajemen Budidaya Perikanan Program Studi

Akuakultur Institut Pertanian Bogor.

Page 4: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I Pengenalan Alat, Penyiapan Medium, Sterilisasi Bahan dan

Peralatan ......................................................................................... 1

BAB II Isolasi Bakteri dari Lingkungan Akuakultur ................................. 14

BAB III Pewarnaan Gram Bakteri ............................................................... 25

BAB IV Karakterisasi Sifat Fisiologi dan Biokimia Bakteri ...................... 36

BAB V Isolasi dan Karakteristik Fungi untuk Akuakultur ......................... 48

BAB VI Penghitungan Bakteri dengan Metode Hitungan Cawan ............... 59

BAB VII Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Viabilitas Bakteri ............ 72

BAB VIII Pengaruh Bahan Antimikroba Terhadap Viabilitas Bakteri........... 81

BAB IX Pemberian Penanda Resisten Antibiotik Pada Bakteri

Akuakultur ..................................................................................... 91

BAB X Seleksi Bakteri Probiotik untuk Akuakultur .................................. 99

BAB XI Deteksi Virus dengan Teknik PCR .............................................. 111

Page 5: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke- 1 Hari/Tanggal : Senin, 29 September 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

PENGENALAN ALAT, PENYIAPAN MEDIUM, STERILISASI

BAHAN DAN PERALATAN

Oleh:

Stefanno M.A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 6: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikrobiologi adalah sebuah telaah mengenai organisme hidup yang

berukuran mikroskopis. Dunia mikroorganisme terdiri atas 5 kelompok

organisme; bakteri, protozoa, virus, serta algae dan cendawan mikroskopis. Dalam

bidang ini kita mempelajari banyak segi mengenai jasad-jasad renik ini; di mana

adanya, ciri-cirinya, kekerabatan antara sesamanya seperti juga dengan kelompok

organisme lainnya, pengendaliannya, dan peranannya dalam kesehatan serta

kesejahteraan kita (Pelczar dan Chan, 2010).

Kegiatan praktikum yang meliputi penyiapan medium, sterilisasi bahan

dan peralatan sangat penting untuk diperhatikan praktikan. Dengan

memperhatikan kegiatan praktikum tersebut akan menentukan keberhasilan dalam

suatu kegiatan praktikum. Karena keberhasilan dalam kegiatan praktikum menjadi

indikator bahwa persiapan awal cukup baik.

Pembiakan mikroorganisme dalam laboratorium memerlukan medium

yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan lingkungan

asalnya. Umumnya, medium biakan berisi air, sumber energi, zat hara sebagai

sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen, hidrogen serta unsur-unsur lain.

Medium berdasarkan konsistensinya dibagi menjadi 3 macam, yaitu medium

padat, medium setengah padat dan medium cair. Medium padat diperoleh dengan

cara menambahkan agar yang berfungsi sebagai pemadat. Medium padat biasanya

digunakan untuk mengamati morfologi koloni dan untuk mengisolasi biakan

murni. Medium setengah padat dibuat dengan bahan yang sama dengan media

padat, akan tetapi mengandung komposisi agar yang berbeda. Medium setengah

padat digunakan untuk melihat pergerakan mikroba dan kemampuan fermentasi.

Medium cair adalah medium yang berbentuk cair. Medium cair dapat digunakan

untuk tujuan pembiakan mikroba dalam jumlah besar (Waluyo, 2008).

Sebelum mengunakan peralatan yang telah disiapkan, terlebih dahulu

disterilkan agar tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme lain dan mematikan

mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam penggunaan alat-alat yang telah

Page 7: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

disterilkan sangat penting untuk menjaga mikroorganisme yang ingin

ditumbuhkan, supaya dapat tumbuh sesuai dengan keinginan.

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum ini yang pertama adalah untuk mengetahui alat-alat apa

saja yang terdapat di laboratorium mikrobiologi, cara penggunaan yang benar

serta fungsi dan spesifikasi masing-masing alat tersebut. Tujuan kedua yaitu

mengetahui prosedur penyiapan media dan sterilisasi alat dan bahan.

Page 8: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 29 September 2014 pukul

08.00-10.00 WIB, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Depertemen

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, autoklaf,

inkubator, waterbath, shaker, sentrifuge, gelas ukur, erlenmeyer, jarum ose, cawan

petri, pipet ukur, batang penyebar, bunsen, gelas beaker, biological safety cabinet

(BSC), mikropipet, tabung reaksi, buret dan pipet tetes, ependof, vortex, rak alat.

Bahan yang digunakan yaitu kertas bekas dan beberapa macam media bakteri dan

fungi seperti PBS, TSA, SWC, PDA, MEA dan GYA.

2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Sterilisasi Cawan Petri dan Pipet

Ambil kertas bekas yang telah disediakan, setelah itu ambil cawan petri.

Kemudian letakan cawan petri diatas kertas yang telah disediakan tadi, perlahan-

lahan kertas itu di lipat dari semua sisi. Usahakan lipatan kertas ditata rapi, agar

bakteri dari luar tidak mudah masuk. Setelah sudah selesai, cawan petri tersebut

disimpan kedalam autoklaf. Untuk sterilisasi pipet, tidak jauh berbeda dengan

sterilisasi cawan petri. Pertama yang dilakukan yaitu ambil kertas bekas yang

telah disediakan, setelah itu ambil pipet tersebut. Kemudian ujung kertas dilipat

berbentuk segitiga, setelah itu kertasnya diputar-putar pada batang pipet tersebut.

Usahakan memutar kertas tersebut dengan rapi dan rapat. Tujuannya agar tidak

terkontaminasi dengan bakteri yang ada di luar. Setelah selesai pipet tersebut

disimpan kedalam autoklaf.

Page 9: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

2.3.3 Pembuatan Media

Media yang digunakan umumnya adalah media agar yang sudah tersedia

sebagai dalam bentuk bubuk, media tersebut diambil beberapa gram masukan

kedalam erlenmeyer kemudian tambahkan akuades lalu dipanaskan sekitar suhu

70°C kemudian dipindahkan dalam autoklaf dan disterilisasi menurut prosedur

penggunaan autoklaf.

Page 10: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Alat-alat yang terdapat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan yang akan

digunakan dalam praktikum mikrobiologi meliputi mikroskop, autoklaf,

inkubator, waterbath, shaker, sentrifuge, gelas ukur, erlenmeyer, jarum ose, cawan

petri, pipet ukur, batang penyebar/drigalski, lampu bunsen, gelas beaker,

biological safety cabinet (BSC), mikropipet, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet

tetes, ependof dan vorteks.

Alat Foto Alat Alat Foto Alat

Autoclave

Untuk mensterilkan alat dan

bahandengan uap kering

Inkubator

Digunakan untuk fermentasi dan

menumbuhkan media pada

pengujian secara mikrobiologi

Heater (rice

cooker)

Menjaga agar media tetap cair

dan dapat digunakan setiap saat

Timbangan

santorius

Menimbang bahan yang akan

digunakan dalam praktikum dengan

tingkat ketelitian yang tinggi

Page 11: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Timbangan

digital

Menimbang bahan yang akan

digunakan dalam praktikum

dengan tingkat ketelitian yang

tinggi

Kaca objek

sebagai tempat untuk meletakan

objek yang akan di amati di bawah

mikroskop

Gelas

Erlenmeyer

Untuk menampung larutan,

bahan atau cairan.

Bunsen

Sterilisasi dengan api (panas)

Mikropipet

Untuk mengambil larutan

bahan atau media dengan

ukuran di bawah 1ml

Mikrotube

(Ependof)

Untuk menghomogenkan sampel

seperti DNA, darah dan isolat

bakteri

Cawan petri

merupakan alat yang digunakan

untuk membiakan (kultivasi)

mikroorganisme. Medium

dapat dituang pada cawan

bagian bawah dan cawan

bagian atasnya sebagai

penutupnya

Rak

tabung

reaksi

Tempat penyimpanan tabung reaksi

agar posisi tabung tetap tegak.

Page 12: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Oven

Untuk Sterilisasi panas kering

Jarum

inokulasi

memindahkan mikroba dari sediaan

ke dalam media. Ada dua jenis ose,

yang pertama ose bulat yang dapat

dipakai untuk menggoreskan

mikroba pada media miring dan

tegak (cawan petri), yang kedua ose

lurus yang dapat dipakai untuk

Pipet volum

Untuk mengambil larutan

bahan atau media dengan

ukuran tertentu

Bahan Foto Bahan Bahan Foto Bahan

Alkohol

95%

Sebagai bahan antibiotik.

Sterilisasi kimia

TCBS agar

Media selektif untuk

menumbuhkan bakteri Vibrio

Aquades

3.2 Pembahasan

3.2.1 Sterilisasi Cawan Petri dan Pipet

Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang

ada, jika ditumbuhkan di alam suatu medium tidak ada jasad renik yang dapat

berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh renik yang paling tahan

panas yaitu spora bakteri (Fardiaz, 1992).

Page 13: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara

mekanik, fisik dan kimiawi.

1. Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek

yang dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak

akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan

udara panas, dipergunakan alat “bejana/ruang panas” (oven dengan

temperatur 170˚– 180˚C dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang

umumnya untuk peralatan gelas).

2. Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan

alkohol, larutan formalin).

3. Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat

pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan,

misalnya adalah dengan saringan/filter. Sistem kerja filter, seperti pada

saringan lain adalah melakukan seleksi terhadap partikel-partikel yang

lewat (dalam hal ini adalah mikroba) (Suriawiria, 2005).

Banyak metode yang dapat digunakan dalam upaya mensterilisasi alat

maupun bahan. Metode yang digunakan bergantung pada sifat dan karakteristik

alat dan bahan yang akan disterilisasi dan jenis mikroorganisme yang ingin

dimusnahkan. Prosedur sterilisasi yang paling sering digunakan dalam

laboratorium mikrobiologi adalah sterilisasi panas lembab dengan menggunakan

autoclaf. Berikut merupakan gambar contoh membungkus cawan petri sebelum

dimasukkan kedalam autoclave alat yang disiapkan untuk sterilisasi dalam

autoclaf dan yang akan diinkubasi.

Gambar 1. Proses Pembungkusan Caan Petri

Selain proses sterilisasi dengan Autoclave, ada juga sterilisasi dengan

inkubator. Inkubasi terkait erat dengan pengetahuan tentang kondisi lingkungan

Page 14: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

bakteri yang diinokulasi dapat tumbuh secara optimum. Bila memeriksa suatu

spesimen untuk mencari suatu spesies bakteri tertentu seperti spesies bakteri

tifoid, maka pengetahuan tentang ciri-ciri bakteri dan kondisi lingkungan sangat

penting. Sebagai contoh bakteri tifoid adalah heterotrofik, aerobik dan mesofilik.

Makan kondisi inkubator juga harus menyediakan kondisi sesuai kebutuhan atau

sesuai dengan kondisi di alam (Pelczar dan Chan, 2010).

3.2.2 Pembuatan Media

Media adalah suatu substrat dimana mikroorganisme dapat tumbuh yang

disesuaikan dengan lingkungan hidupnya.Media berfungsi untuk menumbuhkan

mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan

perhitungan jumlah mikroba, dimana dalam proses pembuatannya harus

disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada

media (Pelczar dan Chan, 2010).

Media berdasarkan fungsinya, yaitu: Media diperkaya (enriched medium)

adalah medium yang ditambah zat-zat tertentu (serum, darah, ekstrak tumbuhan

dan lain-lain), digunakan untuk menumbuhkan mikroba heterotrof. Media selektif

(selective medium) adalah media yang ditambah zat kimia tertentu yang bersifat

selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba lain sehingga dapat mengisolasi

mikroba tertentu, misalnya media yang mengandung kristal violet pada kadar

tertentu, dapat mencegah pertumbuhan bakteri gram positif tanpa mempengaruhi

bakteri gram negatif. Contohnya: Endo Agar, EMB (Eosin Metilena Biru) Agar,

SSA (Salmonella Shygella Agar), VRB (Violet Red Bile Agar). Media diferensial

(deferential medium) adalah media yang ditambahkan zat kimia tertentu yang

menyebabkan mikroba membentuk pertumbuham atau mengadakan perubahan

tertentu hingga dapat membedakan tipenya. Contohnya: TSIA (Triple Sugar Iron

Agar) (Waluyo, 2008).

Page 15: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Gambar 2 media petri SWC, TCBS dan PBS, dan media data dalam tabung reaksi

(agar miring)

Media memiliki karakteristik berbeda-beda baik warna, pH, viskositas,

titik cair, titik beku, kandungan nutrisi, salinitas maupun permeabilitas. Sebagai

contoh media SWC berwarna hijau tua merupakan media yang cocok jika

digunakan untuk menumbuhkan bakteri yang berasal dari laut atau tahan dengan

salinitas tinggi. Respon warna bakteri yang tumbuh pada media juga beragam.

Bakteri yang sama jika ditumbuhkan pada media yang berbeda dapat

memunculkan warna koloni yang berbeda (Prescott dan Harley, 2002).

Media yang dicetak dalam cawan petri memiliki keunggulan area

permukaan media luas, mudah digores, dapat ditumbuhi beberapa macam bakteri

sekaligus, bisa digunakan untuk metode tuang dan mudah menghitung koloni.

Namun media cawan tidak memiliki ketebalan media yang cukup. Media dalam

tabung reaksi memiliki keunggulan yaitu ketebalan media besar sehingga cocok

untuk menumbuhkan bakteri yang biasa hidup pada kolom media. Media dalam

tabung cocok untuk metode tusuk. Media tabung agar miring biasanya digunakan

untuk metode gores dengan bahan yang digunakan dalam jumlah sedikit (Atlas,

2010).

Page 16: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Media yang digunakan untuk menumbuhkan suatu bakteri harus dibuat secara

aseptik agar bakteri yang diinginkan dapat tumbuh dengan baik tanpa ada

gangguan dari kontaminan, sehingga diperoleh bakteri yang murni. Agar hal itu

tercapai maka alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses pembuatan

media harus disterilkan terlebih dahulu dengan prosedur yang benar sesuai dengan

metode yang digunakan, dalam hal ini metode yang digunakan adalah metode

panas basah menggunakan autoclave.

4.2 Saran

Masing-masing prosedur penggunaan alat dan bahan perlu dijelaskan lebih

mendalam, khususnya pada penggunaan alat yang sensitif kerusakan atau

memiliki potensi bahaya dalam penggunaannya.

Page 17: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Atlas, Ronald. M. 2010. Handbook of Microbiological Media. Fourth Edition.

CRC Press. New York

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi (terjemahan),

R.S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomp dan S. L. Angka. Jakarta (ID):

UI Press.

Prescott, L.M dan J. P. Harley. 2002. Laboratory Exercises in Microbiolgy. Fifth

Editon. McGraw-Hill Company. USA

Suriawira. 2005. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa; Bandung.

Waluyo, Lud. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UMM Press.

Malang.

Page 18: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke-2 Hari/Tanggal : Senin, 06 Oktober 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

ISOLASI BAKTERI DARI LINGKUNGAN AKUAKULTUR

Oleh:

Stefanno. M. A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 19: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroorganisme ada dimana-mana. Mereka dapat ditemukan di tanah,

udara, air, makanan, limbah, bahkan di permukaan tubuh. Singkatnya, setiap area

dari lingkungan kitapenuh dengan mikroba. Ilmu mikrobiologi memisahkan

populasi yang beraneka ragam tersebut menjadi spesies induvidu yang dapat

dipelajari (Cappucino, 1983). Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme

mikroskopik yang sebagian besar berupa satu sel yang terlalu kecil untuk dapat

dilihat menggunakan mata telanjang. Mikroba berukuran sekitar seperseribu

milimeter (1 µm) atau bahkan kurang, walaupun ada juga yang lebih besar dari 5

µm. Karenanya, mikroba hanya bisa dilihat dengan menggunakan alat bantu

berupa mikroskop (Waluyo, 2004).

Pertumbuhan mikroorganisme di alam dapat diketahui dengan

pengambilan mikroorganisme tersebut di alam yang kemudian ditumbuhkan di

dalam suatu medium buatan yang disebut dengan isolasi. Dalam mengisolasi

mikroorganisme baik mikroorganisme tanah, air, dan udara harus memperhatikan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses isolasi tersebut (Sari, 2009).

Isolasi merupakan cara untuk memisahkan atau memindahkan

mikrobatertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan

murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan

darisatu sel tunggal (Pelczar dan Chan, 2010)

Berbagai macam mikroorganisme dapat ditemukan di alam dalam populasi

yang heterogen. Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam

dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Prinsip dari isolasi mikroba

adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari

campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan

menumbuhkannya dalam media padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu

koloni sel yang tetap pada tempatnya. Jika sel-sel tersebut tertangkap oleh media

padat pada beberapa tempat yang terpisah,maka setiap sel atau kumpulan sel yang

hidup akan berkembang menjadi suatu koloni yang terpisah, sehingga

memudahkan pemisahan selanjutnya. Bila digunakan media cair, sel-sel mikroba

Page 20: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

sulit dipisahkan secara individu karena terlalu kecil dan tidak tetap tinggal di

tempatnya. Akan tetapi bila sel-sel itu dipisahkan dengan cara pengenceran,

kemudian ditumbuhkan dalam media padat dan dibiarkan membentuk koloni,

maka sel-sel tersebut selanjutnya dapat diisolasi dalam tabung-tabung reaksi atau

cawan petri-cawan petri yang terpisah (Sutedjo, 1996).

Di dalam mengisolasi mikroorganisme digunakan berbagai cara, antara

laindengan cara goresan (streak plate), cara taburan/tuang (pour plate), cara sebar

(spread plate), cara pengenceran (dilution method), serta micromanipulator (the

micromanipulator method) (Lim, 1998).

1.3 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari cara mengisolasi bakteri dari

lingkungan akuatik dengan menggunakan metode penggoresan kuadran serta

mengamati ciri-ciri koloni bakteri tumbuh dari berbagai media.

Page 21: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 6 Oktober 2014 bertempat di

Laboratorium Kesehatan Ikan, Depertemen Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, pukul 08.00 - 10.00 WIB.

2.2 Alat dan Bahan

Pada praktikum kali ini alat yang digunakan adalah lup inokulasi, cawan

petri, batang penyebar, bunsen, kertas label, korek api, tisu dan incubator.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol absolut 95%, alkohol 70%,

koloni bakteri pada media TSA, EMBA, TCBS dan WSC.

2.3 Prosedur Kerja

Sebelum melakukan praktikum, meja tempat praktikum disterilisasi

dengan alkohol 70% dan kemudian dibersihkan dengan tissue. Media tempat

bakteri hasil isolasi meliputi EMBA, TSA, TCBS dan SWC disiapkan diatas meja.

Masing-masing media dibagi menjadi 4 area dengan kode 0, I, II, dan III (Gambar

1). Bunsen dinyalakan dan tangan disterilisasi dengan alkohol 70%.

Gambar 1. Pembagian Kuadran dengan metode kuadran

Jarum inokulan dicelupkan pada alkohol absolute 95% kemudian dibakar

di bunsen sampai merah lalu didinginkan sesaat. Prosedur sterilisasi dilakukan

dekat dengan bunsen untuk meminimalisir kontaminasi dari bakteri. Setelah

dingin jarum inokulasi kemudian dimasukkan pada tabung reaksi yang berisi

biakan bakteri murni lalu digoreskan pada media uji SWC. Penggoresan

Page 22: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

dilakukan mulai dari kuadran 0 hingga kuadran I dan dilakukan dengan perlahan

tanpa merusak permukaan media. Setelah keempat area terdapat goresan bakteri,

jarum inokulasi dimasukkan kembali pada alkohol 95%. Prosedur isolasi ini

berlaku sama untuk ketiga media lainnya (media TSA, TCBS maupun EMBA).

Setelah selesai menggores bakteri pada media, kemudian keempat media lalu

dimasukan ke dalam kantong plastik transparan setelah itu dimasukan kedalam

inkubator untuk diinkubasikan selama ± 24 jam. Setelah 24 jam kemudian

dilakukan pengamatan terhadap koloni bakteri yang tumbuh.

Page 23: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil pengamatan isolat bakteri dari lingkungan akuakultur yang telah

diisolasi menggunakan media agar EMBA, TSA, TCBS, dan SWC disajikan pada

tabel berikut.

Tabel 1 Hasil pengamatan isolat bakteri dan fungi yang berhasil diisolasi dari

lingkungan akuakultur

Isolat Medium Kultur Koloni Tumbuh

Ya/Tidak Gambar

Warna Bentuk Elevasi Tepian

A

EMBA

-

-

-

-

Tidak

B

TSA

Kuning

Sirkular

Raised

Entire

Ya

C

TCBS

Orange

Sirkular

Raised

Entire

Ya

D

SWC

Orange

Sirkular

Raised

Entire

Ya

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa pada media EMBA tidak

ada koloni bakteri yang tumbuh. Pada media TSA tumbuh koloni bakteri dengan

ciri-ciri berbentuk sirkular, tepian entire dan elevasi raised dan berwarna kuning.

Sedangkan untuk media TCBS dan SWC tumbuh koloni dengan ciri-ciri

berbentuk sirkular, tepian entire, elevasi raised dan berwarna orange.

3.2 Pembahasan

Kultur murni adalah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari

pembelahan satu sel tunggal. Biakan murni diperlukan karena semua metode

mikrobiologis yang digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroba,

termasuk penelaahan ciri-ciri kultur, morfologis, maupun serologis memerlukan

Page 24: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroba saja (Waluyo dalam Iman,

2010). Karakteristik koloni bakteri hasil inokulasi merupakan salah satu bagian

dalam identifikasi bakteri. Beberapa bentuk koloni spesifik koloni bakteri pada

media agar datar yaitu (Sutedjo, 1996):

1. Ukuran

• Titik

• Kecil

• Sedang

• Besar

2. Warna koloni

Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan tidak kontras dengan air, di

mana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Oleh karena itu pengamatan tanpa

pewarnaan menjadi lebih sukar dan tidak dapat digunakan untuk melihat

bagian-bagian sel dengan teliti

3. Bentuk koloni

• Bundar

• Tidak beraturan

• Rhizoid (tersebar seperti akar)

4. Bentuk bagian tepi koloni (margin )

• Rata (entire)

• Tidak rata, bergelombang secara beraturan (lobate )

• Bergelombang (undulate )

• Bergerigi (serrate )

• Seperti filamen (filamentous)

Media EMBA (Eosin Methylene Blue Agar) adalah medium selektif dan

diferensial digunakan untuk mengisolasi coliform fecal. Eosin Y dan metilen blue

adalah pewarna indikator pH yang bergabung untuk membentuk endapan ungu

gelap pada pH rendah (asam), mereka juga berfungsi untuk menghambat

pertumbuhan organisme yang paling Gram positif. Sukrosa dan laktosa berfungsi

sebagai sumber karbohidrat dapat difermentasi yang mendorong pertumbuhan

coliform. Fermentor yang kuat dari laktosa atau sukrosa akan menghasilkan

jumlah asam yang cukup untuk membentuk kompleks warna ungu tua.

Page 25: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Pertumbuhan organisme ini akan muncul berwarna ungu tua sampai hitam.

Escherichia coli, suatu fermentor yang kuat, sering menghasilkan warna koloni

hijau metalik. Fermentor lambat atau lemah akan menghasilkan koloni merah

muda mukoid atau berlendir. Biasanya koloni berwarna atau tidak berwarna

menunjukkan bahwa organisme fermentor laktosa atau sukrosa terserbut bukan

merupakan coliform fecal (Lal and Cheeptham, 2007). Hasil praktikum

menunjukkan bahwa tidak ada koloni bakteri yang tumbuh, hal ini menunjukkan

bahwa dari isolat bakteri yang digunakan tidak mengandung bakteri E. coli.

Trypticase Soy Agar (TSA) merupakan media agar yang digunakan untuk

kegiatan pengisolasian dan pembudidayaan berbagai macam mikroorganisme

yang bersifat aerobik. Medium ini digunakan untuk berbagai tujuan yang

mencakup pemeliharaan stok budidaya, isolasi berbagai macam spesies

mikroorganisme, serta sebagai dasar untuk media termasuk darah (Becton,

Dickinson and Company 2007). Komposisi dari TSA ini antara lain Approximate

Formula* Per Liter Purified Water, Pancreatic Digest of Casein, Papaic Digest

of Soybean, Sodium Chloride, Agar. Media TSA merupakan media umum untuk

pertumbuhan bakteri sehingga pada saat digores dan diinkubasikan tumbuh koloni

bakteri.

TCBS (Thiosulphate Citrate Bile Salt Sucrose) adalah media yang solid

selektif untuk isolasi dan budidaya Vibrio. Media ini hanya digunakan untuk

mendiagnosa bakteri secara in vitro saja. Prinsip kerjanya yaitu bakteri gram

positif akan dihambat oleh oxbile, natrium tiosulfat dan sitrat besi akan

mendeteksi produksi H2S dan bromythol biru dan timol biru adalah sebagai

indikator pH (QUEBACT Laboratories, 2012). Formula untuk pembuatan 1 liter

TCBS adalah Yeast Extract 5 g, Casein Peptone 5 g, Meat Peptone 5 g, Sodium

Citrate 5 g, Sodium Thiosulfate 10 g, Oxbile 5 g, Sodium Cholate 3 g, Sucrose 20

g, Sodium Chloride 3 g, Ferric Citrate 1 g, Bromthymol Blue 0.04 g, Thymol

Blue 0.04 g, dan Agar 14 g. Media TCBS merupakan media selektif untuk bakteri

Vibrio. Menurut Arfah (2011) salah satu koloni Vibrio yang tumbuh pada media

TCBS adalah V. cholera di mana memiliki ciri-ciri sebagai berikut,

berukuran besar, permukaan halus, agak datar, bagian tengah buram dan bagian

pinggir terang, berwarna kuning (sukrosa positif). Hasil yang didapatkan pada

Page 26: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

praktikum kali ini memiliki kesamaan ciri pada pernyataan dari Arfah (2011)

yaitu berwarna kuning. Kemungkinan, bakteri yang tumbuh pada media TCBS

tersebut adalah jenis Vibrio.

SWC (Sea Water omplete) adalah media yang berbentuk padat yang dapat

digunakan untuk menumbuhkan semua mikroba air laut dipermukaan sehingga

membentuk koloni yang dapat dilihat, dihitung dan diisolasi. SWC biasanya

digunakan dalam menumbuhkan bakteri yang bersifat luminescent atau bakteri

yang mengeluarkan cahaya berpendar. Komposisi dari SWC meliputi 500 ml air,

12 g garam laut, 2,5 g pepton, 1,5 g yeast extract, 1,5 ml gliserin dan 7,5 g agar

(Anonim, 2008). Hasil praktikum menunjukan bakteri yang tumbuh memiliki

ciri-ciri berbentuk sirkular, tepian entire, elevasi raised dan berwarna orange yang

sesuai dengan ciri-ciri bakteri Vibrio (Arfah, 2011).

Page 27: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Praktikum isolasi bakteri dan fungi dari lingkungan akuatik telah berhasil

dilakukan dengan metode cawan gores kuadran. Setiap media mempunyai fungsi

masing-masing dalam menumbuhkan biakan murni. Masing-masing bakteri

memiliki kebutuhan nutrien, fisika, kimia media yang berbeda-beda. Isolasi

bakteri dapat dilakukan dengan menggunakan metode cawan gores.

4.2 Saran

Wadah yang digunakan untuk medium sebaiknya diperbanyak jumlahnya

dan lebih beragam sehingga praktikan dapat lebih mahir dalam pemindahan

biakan mikroba secara aseptik. Sehingga praktikan akan lebih terampil dandapat

memperoleh hasil yang lebih baik. Pada praktikum selanjutnya diharapkan selain

dapat melakukan pengkulturan mikroba juga ada pengamatan melalui mikroskop,

agar praktikan lebih mengetahui bagaimana bentuk mikroba secara langsung.

Page 28: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Making Seawater Complete.

cibt.bio.cornell.edu/programs/archive/0610ccc/media.pdf [30 Desember

2014]

Arfah, Nurlina. 2011. Pengujian Vibrio cholera pada produk perikanan (SNI-

01.2332.4-2006).

Becton, Dickinson and Company. 2007. Trypticase™ Soy Agar (Soybean-Casein

Digest Agar). http://www.bd.com/ds/productCenter/221283.asp

[30 Desember 2014]

Cappuccino, J.G and N.Sherman. 1983. Microbiology: a Laboratory Manual.

Adison-Wesley Publishing Company: California

Lal, A., and Cheeptham, N., (2007) Eosin-Methylene Blue Agar Plates Protocol.

American Society for Microbiology.

Lim, D. 1998. Microbiology. WCB McGraw-Hill. Missouri. United States of

America

Madigan, Micahel. T, Martinko, John. M, Bender, Kelly. S, Buckley, Daniel. H,

Stahl, David. A. 2009. Brock Biology of Microorganisms. Fourteenth

Edition. Pearson Education: United States of America

Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi (terjemahan),

R.S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomp dan S. L. Angka. Jakarta (ID):

UI Press.

QUEBACT. 2012. http://www.quebact.com/index.php/en/support/technical-

data/236-1022 [30 Desember 2014]

Sari, Noorkomala. 2009. Teknik Isolasi Mikroorganisme. Laboratorium

Mikrobiologi Program Studi Biologi FMIPA ITS Surabaya

Sutedjo, M. 1996. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta : Jakarta

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Muhamadiyah

Malang

Page 29: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke-3 Hari/Tanggal : Senin, 13 Oktober 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

PEWARNAAN GRAM BAKTERI

Oleh:

Stefanno. M. A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 30: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroorganisme dapat dilihat dengan mikroskop biasa, tanpa diwarnai.

Pengamatan yang demikian (tanpa pewarnaan) lebih sulit dan tidak dapat dipakai

untuk melihat bagian-bagian sel secara seksama. Mikroorganisme yang tidak

diwarnai tampak transparan bila diamati dengan mikroskop cahaya biasa. Kontras

antara sel dan latar belakangnya dapat diperjelas dengan cara mewarnai sel – sel

mikroba tersebut dengan zat-zat warna (Waluyo, 2008).

Macam dan fungsi pewarnaan menurut Pelczar dan Chan (2010), dibedakan

menjadi 3 macam yaitu:

1. Pewarnaan Sederhana

Pemberian warna pada bakteri atau jazad-jazad renik lain dengan

menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis atau desain,

yang sudah difiksasi dinamakan pewarnaan sederhana.

2. Pewarnaan Diferensial

Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan diantara sel-sel

mikroba atau bagian-bagian sel mikroba disebut teknik pewarnaan

diferensial.Dengan teknik ini biasanya digunakan lebih dari itu larutan zat

pewarna atau reagen pewarna.

3. Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial

yang paling baik dan paling luas digunakan untuk bakteri.

Dalam proses ini olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan

berturut yaitu kristal ungu, larutan yodium, alkohol, dan safranin atau beberapa

warna petanding lain yang sesuai. Bakteri yang diwarnai dengan metode ini dibagi

menjadi dua kelompok yaitu bakteri gram positif dan gram negatif (Pelczar dan

Chan, 2010). Pewarnaan gram merupakan salah satu metode pewarnaan ganda

yang digunakan sebagai dasar pengamatan dan awal dari identifikasi bakteri.

Pewarnaan bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat

warna ke permukaan sel bakteri. Pada zat warna basah bagian yang berperan

menempelkan warna disebut klorofor bermuatan positif. Sedangkan zat warna

Page 31: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

asam yang berperan memiliki muatan negatif. Pewarnaan gram bertujuan untuk

mengidentifikasikan bakteri baik mengenai bentuknya maupun sifat-sifat

morfologinya. Dengan kata lain untuk memperlihatkan bagian-bagian sel mikroba

(Dwidjoseputro, 1998).

1.4 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat gram, bentuk sel, dan

penataan sel pada bakteri, untuk mengenal dan mempelajari prosedur pewarnaan

Gram serta untuk memahami pentingnya setiap langkah dalam prosedur tersebut.

Page 32: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 13 Oktober 2014, bertempat

di Laboratorium Kesehatan Ikan, Depertemen Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dari pukul 08.00-10.00

WIB.

2.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, kaca

preparat, gelas objek, ependof, jarum ose, bunsen, vorteks, dan botol semprot.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah satu set pewarna gram berisi larutan

safranin, larutan kaliaum iodium, larutan kristal violet, biakan bakteri, alkohol

70%, akuades, kertas tisu dan minyak imersi.

2.3 Prosedur Kerja

Alat-alat seperti meja, kaca objek, serta tangan harus disterilisasi dengan alkohol

70%. Setelah steril, kaca objek disiapkan serta memberi label (A dan

B) tetesi kaca objek dengan larutan akuades sebanyak 1 tetes. Biakan bakteri

dengan kode B, S, dan V yang sudah disediakan dalam ependof divorteks agar

homogen. Kemudian jarum ose dipanaskan dan langsung didinginkan sebentar

agar saat pengambilan kultur cair, bakteri yang diambil tidak mati karena panas

dari jarum ose tersebut. Biakan bakteri murni diambil dan diratakan diatas kaca

obyek dengan menggunakan jarum ose. Setelah itu gelas objek difiksasi dengan

menggunakan pembakar Bunsen dengan cara diletakan pada jarak 10 cm dari

pusat api kemudian digoyang-goyangkan hingga kultur cair yang ada di atas kaca

objek menguap dan hanya meninggalkan plak (preparasi). Setelah itu larutan

kristal violet diteteskan sebanyak 2-3 tetes pada olesan bakteri tersebut dan

didiamkan selama 1 menit. Kemudian olesan preparat dibilas dengan akuades lalu

dikering-anginkan hingga kering. Kemudian larutan kalium iodida diteteskan

sebanyak 1 tetes olesan preparat tadi dan didiamkan selama 1 menit. Setelah satu

menit kaca objek dibilas dengan akuades dan dikering-anginkan lagi hingga

Page 33: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

kering. Setelah kering, olesan preparat ditetesi 2-3 tetes alkohol 95% dan

didiamkan selama 30 detik kemudian dibilas lagi dengan akuades dan

dikeringanginkan hingga kering lagi. Setelah kering, olesan preparat tersebut

ditetesi 2-3 tetes larutan safranin dan didiamkan selama 30 detik kemudian

preparat olesan kembali dibilas dengan akuades dan dianginkan hingga kering.

Pada tahap yang terakhir, preparat olesan diberi minyak emersi lalu diamati

dengan mikroskop.

Page 34: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil pengamatan pada percobaan pewarnaan Gram bakteri adalah diketahui

reaksi Gram bakteri, bentuk, dan penataan dari sel bakteri pada isolat B, S, dan V

(Tabel 1).

Tabel 1 Hasil pengamatan pewarnaan Gram bakteri Ulangan Isolat Gram Bentuk Penataan

1

B - Basil Diplo

S - Coccus Staphylo

V - Basil Staphylo

2

B - Basil Mono

S + Coccus Staphylo

V - Basil Mono

3

B + Basil Mono

S + Coccus Staphylo

V - Comma Mono

4

B + Basil Mono

S + Coccus Staphylo

V - Comma Mono

5

B + Basil Mono

S + Coccus Staphylo

V - Coccus Mono

Berdasarkan tabel 1 diatas pada ulangan 1 isolat B tergolong bakteri gram

negatif dengan bentuk basil dan penataannya termasuk golongan diplo, isolat S

merupakan bakteri gram negatif dengan bentuk coccus dan penataannya staphylo

sedangkan isolat V termasuk bakteri gram negatif, berbentuk basil dengan

penataan staphylo. Pada ulangan 2 isolat B dan V termasuk bakteri gram negatif

dengan bentuk basil dan penataannya mono, sedangkan isolat S berupa bakteri

gram positif dengan bentuk coccus dan penataannya staphylo. Ulangan 3 dan 4

memiliki hasil yang sama yaitu pada isolat B dan S termasuk bakteri gram positif

dengan bentuk dan penataan masing-masing basil dan coccus serta mono dan

staphylo, sedangkan isolat V merupakan bakteri gram negatif dengan bentuk

comma dan penataannya mono. Pada ulangan 5 isolat B tergolong bakteri gram

positif dengan bentuk basil dan penataannya termasuk golongan mono, isolat S

merupakan bakteri gram positif dengan bentuk coccus dan penataannya staphylo

sedangkan isolat V termasuk bakteri gram negatif, berbentuk coccus dengan

penataan mono.

Page 35: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

3.2 Pembahasan

Dalam pewarnaan gram ada 2 kemungkinan yang akan terjadi yaitu

menjadi warna ungu yang menunjukkan gram positif dan warna merah yang

menunjukkan gram negatif. Warna ungu yang terdapat digram positif didapat

karena pada saat bakteri ditetesi dengan etanol dinding selnya mengkerut.

Sehingga saat diberi safranin (pewarnaan sekunder) bakteri tetap dapat

mempertahankan warna primernya karena pengaruh ketebalan dinding, oleh

karena itu disebut gram positif. Sedangkan gram negatif didapat karena pada saat

bakteri ditetesi dengan etanol dinding selnya tidak dapat mengkerut dengan kuat

karena strukturnya yang tipis., sehingga saat diberi safranin (pewarnaan sekunder)

bakteri tidak dapat mempertahankan warna primernya, sehingga warna ungu

pudar menjadi merah muda, oleh karena itu disebut gram negatif. Perbedaan

antara bakteri gram positif dan bakteri gam negatif terletak pada struktur dinding

sel dan kandungan asam ribonukleatnya. Hasil yang diperoleh dari setiap

kelompok mengenai pewarnaan gram bakteri berbeda-beda. Ada yang jenis

bakterinya gram (+) dan ada yang jenis bakterinya gram (-). Gram (+) berwarna

ungu karena bakteri tersebut mengikat komplek zat warna kristal ungu, gram (-)

berwarna merah karena mengikat zat warna sekunder. Jika sedian kemudian di

cuci dengan air, lalu dengan alkohol maka dua kemungkinan dapat terjadi.

Pertama zat warna tambahan terhapus, sehingga yang nampak ialah zat warna

yang asli (ungu). Dalam hal ini sedian (bakteri) kita sebut gram positif. Kedua zat

warna tambahan (merah) bertahan hingga zat warna asli tidak tampak, dalam hal

ini sedian (bakteri) kita katakan gram negatif (Dwidjosaputro, 2005).

Menurut Pelczar dan Chan (2010) bentuk-bentuk dasar bakteri terdiri atas

bentuk bulat (coccus), batang (basil), dan spiral (spirilia). Penataan bakteri

jenis coccus terdiri dari monococcus (sel bakteri kokus tunggal), diplococcus (dua

sel bakteri kokus berdempetan), tetracoccus (empat sel bakteri kokus

berdempetan berbentuk segi empat), sarkina (delapan sel bakteri kokus

berdempetan membentuk kubus), streptococcus (lebih dari empat sel bakteri

kokus berdempetan membentuk rantai), dan staphylococcus (lebih dari empat sel

bakteri kokus berdempetan seperti buah anggur). Penataan bakteri jenis

basil terdiri dari monobasil (sel bakteri basil tunggal), diplobasil (dua sel bakteri

Page 36: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

basil berdempetan, dan streptobasil (beberapa sel bakteri basil berdempetan

membentuk rantai). Sedangkan penataan bakteri jenis

spirilia diantaranya spiral (bentuk sel bergelombang), spiroseta (bentuk sel seperti

sekrup), dan vibrio/comma (bentuk sel seperti tanda baca koma).

Hasil pengamatan kelompok kami (Ulangan 4) pada isolat B (gambar 1)

dapat kita lihat bahwa bakteri berbentuk batang, berwarna merah muda yang

berarti bakteri tersebut termasuk Gram positif dengan pola penataannya tunggal.

Gambar 1. Isolat B hasil pewarnaan kelompok 4

Menurut Austin (1999) dalam Puspitasari (2003) selama penambahan

alkohol dinding sel akan terhidrasi dan pori-pori mengecil sehingga permeabilitas

dinding sel berkurang. Akibatnya kompleks kristal violet-yodium tidak terekstrak

keluar dan tetap berwarna ungu. Berdasarkan ciri-ciri diatas dugaan sementara

bakteri yang terdapat pada preparat olesan adalah Bacillus sp. Hal ini sesuai

dengan Wahyuni (2011) bahwa bentuk sel Bacillus sp batang. Diameter koloni

2,5-5 μm. koloni muncul di atas permukaan media NA. warna koloni merah

kecoklatan. Termasuk ke dalam bakteri gram positif. Bersifat motil, sitrat negatif,

glukosa positif, dapat tumbuh pada media yang diberi NaCL 5%, tidak dapat

tumbuh pada suhu 50˚C. dapat tumbuh dalam keadaan aerobik dan anaerobik.

Sedangkan pada kode isolat S (Gambar 2.) yang merupakan bakteri

berbentuk coccus, berwarna ungu yang berarti bakteri tersebut termasuk Gram

positif dengan pola penataannya berkoloni. Dari ciri-ciri di atas dugaan sementara

bakteri pada preparat olesan tersebut adalah bakteri Staphylococcus sp. Hal ini

sesuai dengan Wahyuni (2011) Bentuk sel bulat. Dimeter koloni 0,5-1,5 μm.

koloni muncul di atas permukaan media NA. koloni berwarna putih. Permukaan

koloni mengkilat. Termasuk ke dalam bakteri gram positif. Kebutuhan terhadap

Page 37: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

oksigen termasuk aerob. Termasuk pada bakteri yang tidak mampu bergerak.

Katalase, oksidase dan produksi H2S bersifat positif.

Gambar 2. Isolat S hasil pewarnaan kelompok 4

Sedangkan pada kode isolat V (Gambar 3) yang merupakan bakteri

berbentuk comma, berwarna merah muda yang berarti bakteri tersebut termasuk

Gram negatif dengan pola penataannya mono. Dari ciri-ciri di atas dugaan

sementara bakteri pada preparat olesan tersebut adalah bakteri Caulobacter sp.

Dengan ciri-ciri Bentuk sel serupa batang, lurus atau bengkok. Diameter koloni

0,4-0,6 x 1-2 μm. koloni muncul di atas permukaan media NA. warna koloni

krem. Bentuk koloni circular dan convex. Termasuk ke dalam bakteri gram

negatif. Sel-sel mempunyai flagel, kebutuhan terhadap oksigen termasuk aerob.

Suhu optimumnya adalah 10-35˚C. habitat pada air tawar dan air laut.

Gambar 3. Isolat V hasil pewarnaan kelompok 4

Page 38: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Bakteri dapat digolongkan menjadi dua sifat yaitu sebagai bakteri gram

positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif ditandai dengan

terbentuknya pigmen ungu seperti pada pengamatan pada isolat berkode B dan

S sedangkan bakteri gram negatif ditandai dengan terbentuknya warna merah

muda seperti pada pengamatan isolat berkode V. Bakteri yang teramati memiliki

keanekaragaman bentuk yang berupa batangan (basil) dan bulat (coccus) dan

comma.

4.2 Saran

Agar dalam pelaksanaan praktikum khususnya pada saat pengamatan

menggunakan mikroskop, praktikan senantiasa didampingi guna memudahkan

proses pengamatan objek. Hasil yang berbeda dari kelima ulangan menunjukkan

adanya keselahan teknik prosedur, untuk itu asisten harus bisa menerangkan dan

mendemonstrasikan langkah-langkah yang baik dalam pewarnaan Gram sehingga

akan diperoleh hasil yang maksimal.

Page 39: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjosaputro.2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.

Dwidjoseputro, Ratna S., 1998. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta, P.T

Gramedia Pustaka.

Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi (terjemahan),

R.S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomp dan S. L. Angka. Jakarta (ID):

UI Press.

Puspitasari, FB. 2003. Identifikasi dan Uji Postulat Koch Cendawan Penyebab

Penyakit pada Gurami. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Institut Pertanian Bogor.

Wahyuni, Ika. 2011. Jenis-jenis Bakteri Yang Berasosiasi Pada Proses

Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina (forsk) Vierh Setelah

Aplikasi Fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp. Pada

Beberapa Tingkat Salinitas di Desa Sicanang Belawan. [Skripsi] USU.

Medan

Page 40: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke-4 Hari/Tanggal : Senin, 20 Oktober 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

KARAKTERISASI, SIFAT FISIOLOGI DAN BIOKIMIA

BAKTERI

Oleh:

Stefanno. M. A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 41: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makhluk hidup yang sangat kecil yang tidak bisa dilihat oleh mata

telanjang disebut mikroorganisme (Dwijoseputro 2003). Masing-masing

mikroorganisme itu dibagi dalam filum, kelas, ordo, famili, genus, dan spesies.

Pembagian mikroorganisme tersebut menyebabkan diperlukannya suatu cara

pengelompokan atau pengklasifikasian. Penetapkan suatu sistem klasifikasi

mikroba yang mencerminkan dengan semua persamaan dan perbedaannya

dinamakan taksonomi. Kegiatan di dalam penyusunan taksonomi mikroorganisme

berupa pengklasifikasian, penamaan, dan pengidentifikasi yang disebut dengan

sistematika mikroba. Sistem klasifikasi mikroba baik jamur, bakteri, ataupun virus

didasarkan pada hierarki taksonomi atau penamaan kelompok atau kategori yang

menempatkan spesies pada satu ujung dunia dan di ujung dunia lainnya dalam

urutan spesies - genus – famili - ordo - kelas - filum atau divisi - dunia.

Mikroorganisme sebagaimana bentuk-bentuk kehidupan yang lain, diberi nama

menurut nomenklatur sistem biner (Volk 1988).

Klasifikasi bakteri menurut Bergey’s Manual of Determinative

Bacteriology pada umumnya diterima secara internasional. Manual ini direvisi

secara berkala untuk memanfaatkan pengetahuan baru melalui penelitian dengan

mikroorganisme dan melalui teknik-teknik baru untuk menganilisis data yang

diperoleh. Bergey’s Manual edisi kedelapan yang sekarang ini, membagi semua

bakteri menjadi 19 bagian (kelompok), dan masing-masing dicirikan oleh sifat-

sifat morfologi atau metabolik yang nyata. Tekanan diberikan pada

pengelompokan bakteri yang memiliki ciri-ciri umum dan mudah dikenali. Tidak

ada usaha untuk mengatur penempatan mikroorganisme yang mencerminkan

skema suatu perkembangan evolusi, sebagaimana dilakukan pada edisi-edisi

sebelumnya. Hal ini dikarenakan masih banyak pengetahuan mengenai

mikroorganisme yang belum lengkap diketahui (Karser 2004).

Karakterisasi morfologi bertujuan untuk mengamati baik morfologi koloni

maupun morfologi sel bakteri pada isolat bakteri yang telah lolos seleksi. Ketika

ditumbuhkan dalam media yang bervariasi, mikroorganisme akan menunjukkan

Page 42: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

penampakan makroskopis yang berbeda-beda pada pertumbuhannya. Perbedaan

ini disebut dengan karakterisktik kultur, yang digunakan sebagai dasar untuk

memisahkan mikroorganisme dalam kelompok taksonomik (Capuccino 1992).

Pengujian secara fisiologis juga dapat dilakukan untuk mengelompokkan

taksonomi mikroorganisme termasuk taksonomi bakteri. Pengujian fisiologis

terdiri dari uji motilitas, uji katalase, uji oksidase, uji gelatin, dan uji

fermentatif/oksidatif. Selain kelima uji tersebut, dapat juga dilakukan uji yang

lain yaitu dengan menggunakan uji hidrolisis pati, uji indol, uji methyl red, uji

sitrat, dan uji hidrolisis urea (Hadioetomo 1993).

1.5 Tujuan

Percobaan bertujuan mengidentifikasi sifat biokimia dan fisiologis suatu

bakteri berdasarkan uji oksidase, uji katalase, uji oksidatif/fermentatif, uji

motilitas, dan uji gelatin, kemudian dapat menduga jenis bakteri dengan skema

penggolongan bakteri oleh Cowan (1974).

Page 43: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 20 Oktober 2014 pukul 08.00-

10.00 WIB, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Depertemen Budidaya

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, jarum

ose, gobjek glass, rak tabung reaksi, kertas cakram, inkubator, kulkas, bunsen.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah koloni bakteri agar miring, gelatin,

media mengandung glukosa, media SIM (Sulfida Indol Motility), parafin, H2O2

3%, P-aminodimethylaniline-oxalat 1%,

2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Uji Oksidatif dan Fermentatif

Koloni bakteri diambil dengan jarum ose secara aseptik, inokulasikan

vertical pada 1 set (dua buah tabung) O/F medium. Salah satu tabung diberi

parafin 1 ml, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Pemberian paraffin

dimaksudkan untuk menahan oksigen yang masuk pada tabung yang berisi O/F

medium. Reaksi oksidatif terjadi jika tabung yang tidak diberi paraffin berubah

menjadi kuning. Sedangkan reaksi fermentative terjadi jika tabung yang diberi

paraffin berubah warna menjadi kuning atau kedua tabung berubah warna menjadi

kuning.

2.3.2 Uji Motilitas

Koloni bakteri diambil dengan aseptik menggunakan jarum inokulum,

kemudian inokulasikan secara vertikal pada media SIM (Sulfida Indol Motility)

dan di inkubasi selama 24 jam. Motilitas bakteri ditunjukan dengan adanya

pertumbuhan pada permukaan medium dan tidak ada bekas pada tusukan, Bakteri

non motil tumbuh sepanjang tusukan.

Page 44: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

2.3.3 Uji gelatin

Isolat bakteri pada agar miring diambil dengan menggunakan jarum ose

kemudian diinokulasi secara vertikan pada tabung reaksi yang berisi media yang

menggandung gelatin. Tabung reaksi diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam.

Kemudian masukan dalam kulkas dengan suhu 4˚C. Tes positif jika gelatin

terhidrolisis dan tetap akan berbentuk cair. Sedangkan tes menjadi negatif jika

gelatin tidak terhidrolisis sehingga saat dimasukan kedalam kulkas gelatin

membeku.

2.3.4 Uji Oksidase

Dua buah kertas cakram steril diletakkan di atas kaca preparat dengan

salah satu kertas cakram steril digunakan sebagai kontrol. Reagen p-aminodimetil

anilina oksalat 1% diteteskan pada kedua kertas cakram. Koloni bakteri diambil

dengan menggunakan pipet tetes secara aseptis, kemudian diteteskan pada salah

satu kertas cakram. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna

yang dapat diamati dengan cara membandingkannya menggunakan larutan

kontrol.

2.3.5 Uji Katalase

Dengan menggunakan jarum ose, koloni bakteri secara aseptik diambil dan

diletakan pada gelas objek yang bersih. Kemudian diteteskan hydrogen peroksida

(H2O2) pada koloni bakteri tersebut. Adanya gelembung-gelembung udara

menunjukan tes tersebut positif.

Page 45: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil pengamatan pada percobaan karakterisasi sifat biokimia dan fisiologi

bakteri adalah diketahui sifat Oksidatif/Fermentatif, Katalase, Oksidase, Motilitas,

Gelatin, Gram dan Bentuk bakteri pada isolat A, B, C, D, dan E (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil pengamatan uji sifat Oksidatif/Fermentatif, Katalase, Oksidase,

Motilitas, Gelatin, Gram dan Bentuk bakteri

Uji Sifat Isolat

A B C D E

O/F F F F F F

Katalase + + - - +

Oksidase - - - + -

Motilitas + + - - -

Gelatin + - - - -

Gram + + + - -

Bentuk Basil Coccus Coccus Basil Basil

Genus

Bakteri

Listeria Staphylococcus,

Pediococcus

Streptococcus,

Pediococcus,

Gamella

Cardiobakterium,

Eikenella

Pseudomonas,

Streptobacillus

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwa isolat D setelah dilakukan

ujioksidasi/fermentasi mengalami fermentasi, uji katalse bersifat negatif, oksidase

positif, bukan merupakan bakteri motil, tidak memiliki gelatin berupa bakteri

Gram negatif dan bentuknya basil. Setelah dicocokan dengan tabel Cowan ciri-

ciri isolat D merupakan bakteri Gram negatif dari genus Cardiobacterium dan

Eikenella.

3.2 Pembahasan

Metabolisme adalah semua reaksi kimiawi yang dilakukan oleh sel untuk

menghasilkan energi yang digunakan untuk sintesis komponen-komponen sel dan

untuk kegiatan-kegiatan selular, seperti pergerakan. Reaksi kimiawi yang

membebaskan energi melalui perombakan nutrient disebut reaksi disimilasi atau

penguraian; jadi merupakan kegiatan katabolik sel. Sedangkan reaksi kimiawi

yang menggunakan energi untuk sintesis dan fungsi-fungsi sel lainnya disebut

reaksi asimilasi atau anabolik. Jadi, reaksi disimilasi menghasilkan energi, dan

reaksi asimilasi menggunakan energi.

Bila sel merombak ikatan-ikatan kimiawi tertentu selama metabolisme,

energi yang dilepaskan menjadi tersedia untuk melangsungkan kerja biologis.

Page 46: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Selama masa hidup sel, kerja ini bersifat ekstensif dan beragam. Mikroorganisme

heterotrofik nonfotosintesik memperoleh energinya dari oksidasi (pengusiran

electron atau atom hydrogen) senyawa-senyawa anorganik (Pelczar dan Chan,

2010).

Ciri fisiologi ataupun biokimia merupakan kriteria yang amat penting di

dalam identifikasi spesimen bakteri yang tak dikenal karena secara morfologis

biakan atau pun sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa, tanpa hasil

pengamatan fisiologis yang memadai mengenai organik yang diperiksa maka

penentuan spesiesnya tidak mungkin dilakukan. Karakteristik dan klasifikasi

sebagian mikroba seperti bakteri berdasarkan pada reaksi enzimatik ataupun

biokimia. Mikroba dapat tumbuh pada beberapa tipe media memproduksi tipe

metabolit tentunya yang dideteksi dengan interaksi mikroba dengan reagen test

yang mana menghasilkan perubahan warna reagen (Murray et al, 1996)

Uji fisiologi biasanya identik dengan uji biokimia. Uji-uji biokimia yang

dilakukan dalam praktikum ini antara lain uji O/F, uji katalase, uji oksidase,

hidrolisis gelatin, dan uji motilitas. Pengujian OF dilakukan untuk

mengidentifikasi isolat bakteri termasuk dalam kategori bakteri aerob atau bakteri

anaerob. Perubahan warna yang terjadi pada media OF akan menentukan kategori

bakteri tersebut. Perubahan warna media menjadi kuning pada tabung yang tidak

diberi parafin tetapi tidak berubah pada tabung yang diberi parafin, menunjukan

metabolisme oxidatif dari glukosa. Perubahan warna media menjadi kuning terjadi

pada kedua tabung, menunjukan metabolisme fermentatif (Nicklin et al 1999).

Hasil pengujian menunjukkan perubahan warna pada media glukosa yang

tadinya berwarna hijau menjadi kuning pada tabung yang ditambahkan paraffin

(gambar 1), sedangkan pada tabung yang tidak ditambahkan paraffin tetap

berwarna hijau menunjukkan bahwa bakteri uji bersifat fermentatif. Sifat

fermentatif menunjukkan bahwa bakteri hidup dalam suasana anaerob saja. Jika

pada tabung yang tidak ditambahkan paraffin membentuk warna kuning,

sedangkan pada tabung yang ditambahkan paraffin tetap berwarna hijau

menunjukkan bahwa bakteri uji bersifat oksidatif. Sifat oksidatif menunjukkan

bahwa bakteri hidup dalam suasana aerob saja. Jika tabung baik yang

ditambahkan maupun yang tidak ditambahkan paraffin membentuk warna kuning

Page 47: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

menunjukkan bahwa bakteri uji memiliki sifat oksidatif/fermentatif. Sifat O/F ini

menunjukkan bahwa bakteri dapat hidup baik dalam suasana aerob maupun

anaerob. Hasil percobaan menunjukkan bahwa isolat D bersifat fermentatif yang

bisa hidup dalam suasana anaerob saja.

Gambar 1. Hasil Pengujian Oksidasi Fermentasi

Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri

yang diuji. Kebanyakan bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat

memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalase penting untuk pertumbuhan

aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan pertolongan berbagai enzim

pernafasan bersifat racun terhadap sel mikroba. Beberapa bakteri yang termasuk

katalase negatif adalah Streptococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan

Clostridium. Kebanyakan bakteri aerobik dan anaerobik fakultatif akan

memproduksi hidrogen peroksida yang bersifat toksik terhadap bakteri yang

masih hidup. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sejumlah bakteri mampu

menghasilkan enzim katalase yang memecah H2O2 menjadi air dan oksigen

sehingga sifat toksiknya hilang (Pelczar dan Chan, 2010). Matinya bakteri-bakteri

anerobik obligat bila ada oksigen disebabkan karena tidak adanya pembentukan

enzim katalase sehingga H2O2 meracuni bakteri itu sendiri. Ada tidaknya

pembentukan enzim katalase dapat membantu pembedaan kelompok-kelompok

bakteri tertentu. Pada uji katalase, kebanyakan bakteri aerob dan anaerob

menggunakan oksigen H2O2 yang sesungguhnya bersifat racun bagi sistem-sistem

enzim sendiri. Namun, mereka tetap dapat hidup dengan adanya racun tersebut

karena akan meghasilkan enzim katalase (Hadieotomo, 1993). Uji katalase yang

Page 48: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

dilakukan pada percobaan menujukan hasil negatif yang ditandai dengan tidak

terbentuknya gelembung.

Enzim oksidase memegang peranan penting dalam transport elektron

selama respirasi aerobik. Sitokrom oksidase mengkatalisis oksidasi dan reduksi

sitokrom oleh molekul oksigen. Enzim oksidase dihasilkan oleh bakteri aerob,

fakultatif anaerob, dan mikroaerofilik. Mikroorganisme ini menggunakan oksigen,

sebagai akseptor elektron terakhir selama penguraian karbohidrat untuk

menghsilkan energi. Kemampuan bakteri memproduksi sitokrom oksidase dapat

diketahui dari reaksi yang ditimbulkan setelah pemberian reagen oksidase pada

koloni bakteri. Enzim ini merupakan bagian dari kompleks enzim yang berperan

dalam proses fosforilasi oksidatif. Reagen yang digunakan dalam praktikum ini

adalah P-aminodimethylaniline-oxalat 1%. Reagen akan mendonorkan elektron

terhadap enzim ini sehingga akan teroksidasi membentuk senyawa yang berwarna

(Volk, 1988). Dari hasil praktikum didapat bahwa koloni bakteri setelah ditetesi

reagen berubah warna menjadi pink hal ini menunjukan bahwa bakteri

mengandung enzim oksidase.

Gambar 2. Hasil Uji Oksidase dan Katalase

Menurut Volk (1988) kemampuan suatu organisme untuk bergerak sendiri

disebut motilitas. Hampir semua sel bakteri spiral dan sebagian dari sel bakteri

basil bersifat motil, sedangkan bakteri yang berbentuk kokus bersifat immotil.

Motilitas sebagian besar jenis bakteri motil pada suhu relatif rendah 15-25˚C dan

mungkin tidak motil pada suhu 37˚C. Reaksi positif pada uji motilitas ditandai

adanya pergerakan atau pertumbuhan bakteri tidak hanya pada bekas tusukan

inoklasi tetapi menyebar. Dari praktikum didapatkan uji negatif karena bakteri

yang diinokuasi tidak tumbuh menyebar.

Page 49: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Enzim-enzim yang menguraikan golongan potein disebut protenase /

protease, kedua nama ini dianggap sinonim. Contoh pada hidrolisis gelatin dimana

protein diperoleh dari hidrolisis kalogen, yaitu zat pada jaringan penghubung dan

tendon dari hewan. Gelatin akan terurai oleh mikrobia yang mensintesis enzim

proteolisis. Larutan gelatin bersifat cair pada suhu ruang atau suhu kamar dan

padat apabila berada di dalam refrigerator. Dan apabila gelatin sudah dihidrolisis

oleh mikroba, maka akan tetap bersifat cair (Hadioetomo, 1993). Gelatin

diperoleh dengan mendidihkan bahan hewani yang mengandung kolagen, namun

gelatin bukanlah protein yang sama tipenya dengan kolagen. Ternyata bobot

molekul gelatin hanyalah sepertiga kolagen. Agaknya dalam pembentukan gelatin,

molekul tropokolagen terurai dan tiap helai membuat ikatan-ikatan hidrogen

dalam air, menghasilkan pembentukan gel yang khas (Fessenden dan Fessenden,

1995). Hasil yang diperoleh pada percobaan setelah dilakukan inklubasi selama

24 jam dan pendinginan selama 10 menit didalam freezer diperoleh bakteri dalam

keadaan keras atau membeku yang artinya isolat D negatif gelatin.

Berdasarkan hasil-hasil yang telah dillakukan dengan uji fermentasi, uji

oksidase, produksi katalase, uji motilase dan uji oksidase bakteri yang terkadung

didalam kultur adalah Cardiobacterium dan Eikenella.

Cardiobacterium dan Eikenella merupakan bakteri non patogen bagi

organise akuatik seperti pada ikan mas koki, maanfish, black ghost, dan cupang

terutama terdapat pada bagian insang dan juga ginjal (Insani, 2002), akan tetapi

bakteri ini bersifat patogen pada manusia. Cardiobacterium biasanya menyerang

rongga mulut dan saluran urogenital manusia yang menyebabkan native valve

endocarditis yang didapatkan dari lingkungan (Chong et al, 1985). Eikenella

merupakan bakteri patogen pada manusia yang terdapat pada plak gigi. Bakteri ini

menyebabkan submandibular dan sublingual abses serta abses dari bagian anterior

leher (Haffaje dan Socransky, 1994).

Page 50: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

bakteri D memiliki genus Cardiobacterium, dan Eikenella yang bersifat Gram

negatif, berbentuk batang, memiliki enzim oksidase, tidak memiliki enzim

katalase, fermentatif, nonmotil, dan tidak memiliki enzim gelatinase.

4.2 Saran

Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya digunakan bakteri dengan jenis

yang lain, misalnya bakteri bentuk kokus atau dapat juga menggunakan bakteri

yang merupakan parasit pada ikan.

Page 51: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Capuccino JG, Sherman N. 1992. Microbiology a Labolatory Mannual. Amerika:

The Benjamin.

Chong, Yunsop., Kim, Tai Sook., Lee, Y. Samuel., Shim, Won Heum., Choo,

Bum Koo. Cardiobacterium Hominis Endocarditis – A Case Report.

Yonsei Medical Journal, Vol. 26, No. 1, 1985.

Dwijoseputro. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Fessenden dan Fessenden, 1995, Kimia Organik, Cetakan ketiga, Jilid II, Penerbit

Erlangga, Jakarta, 454

Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: Teknik dan Prosedur

Dasar Laboratorium. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Haffajee AD, Socransky SS. 1994. Microbial Etiological Agents Of Destructive

Periodontal Diseases. Periodontol 2000 1994;5:78-111.

Insani, Dwi Surya. 2002. Inventarisasi Bakteri pada Ikan Hias Mas Koki

(Carassius auratus), Maanvis (Pterophyllum scalare), Black Ghost

(Apteronotus albifrons) dan Cupang (Betta splendens) di Jakarta Timur.

[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor

Karser G. 2994. Microbiology Laboratory Manual. New York: Cotons Ville

Campus.

Murray, A.E., Hollibaugh, J.T. and Orrego, C. (1996) Phylogenetic compositions

of bacterioplankton from two California estuaries compared by Denaturing

Gradient Gel Electrophoresis of 16S rDNA fragments. Appl Environ

Microbiol 62, 2676–2680.

Nicklin, J, Graeme-Cook, T Paget, and Killington. 1999. Microbiology.

BIOS Scientific Publisher Limited. New York.

Sulia, S. B. and S. Shantharam. 1998. General Microbiology. Science Publ. Inc.

USA

Volk S. 1988. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Page 52: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke-5 Hari/Tanggal : Senin, 27 Oktober 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

ISOLASI FUNGI DAN KARAKTERISTIK CENDAWAN

(KHAMIR DAN KAPANG)

Oleh:

Stefanno. M. A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 53: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fungi adalah suatu kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan

karena mempunyai dinding sel, tidak bergerak, berkembang biak dengan spora,

tetapi tidak mempunyai klorofil. Fungi tidak mempunyai akar, batang, daun dan

sistem pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi. Umumnya fungi berbentuk

benang, bersel banyak, dan semua bagian jamur tersebut memiliki potensi untuk

tumbuh. Setiap lembar benang disebut hifa, dan kumpulan hifa dinamakan

miselium. Diameter hifa berkisar antara 0,5 –100 mikron atau lebih (Rukmana

1997).

Khamir (yeast) merupakan sel tunggal (uniseluler) yang membentuk tunas

dan pseudohifa (Webster dan Weber, 2007). Hifanya panjang, dapat bersepta atau

tidak bersepta dan tumbuh di miselium. Yeast memiliki ciri khusus bereproduksi

secara aseksual dengan cara pelepasan sel tunas dari sel induk. Beberapa khamir

dapat bereproduksi secara seksual dengan membentuk aski atau basidia dan

dikelompokkan ke dalam Ascomycota dan Basidiomycota. Dinding sel yeast

adalah struktur yang kompleks dan dinamis dan berfungsi dalam menanggapi

perubahan lingkungan yang berbeda selama siklus hidupnya (Hoog et al., 2007).

Sel khamir biasanya berbentuk telur, beberapa memanjang atau bentuk bola.

Khamir tidak dilengkapi flagelum atau organ penggerak lainnya.

Khamir mempunyai ukuran yang bervariasi dengan panjang 1-5 µm

sampai 20-50 µm, dan lebar 1-10 µm. Sel khamir mempunyai bentuk yang

bermacam-macam seperti bulat, oval, silinder, ogival yaitu bulat. Bentuk-bentuk

dari sel khamir tersebut dapat membantu dalam indentifikasi dari khamir. Ada

beberapa khamir dalam keadaan tertentu dapat mengalami dimorfisme yaitu fase

khamir, bentuk sel tunggal dan filamen, bentuk benang (Pelczar dan Chan, 2010).

Kapang (mold) adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen, dan

pertumbuhannya pada substrat mudah dilihat karena penampakannya yang

berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula berwarna putih, tetapi jika

spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang

(Ali 2005). Kapang terdiri dari suatu thallus yang tersusun dari filamen yang

Page 54: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

bercabang yang disebut hifa. Kumpulan dari hifa membentuk suatu jalinan yang

disebut miselium. Setiap hifa memiliki lebar 5-10 µm (Pelczar dan Chan 2010).

Menurut Fardiaz (1992), dan Waluyo (2004), kapang dapat dibedakan

menjadi 2 kelompok berdasarkan struktur hifa, yaitu hifa tidak bersekat atau

nonseptat dan hifa bersekat atau septat. Septat akan membagi hifa menjadi bagian-

bagian, dimana setiap bagian tersebut memiliki inti (nukleus) satu atau lebih.

Kapang yang tidak memiliki septat maka inti sel tersebar di sepanjang hifa.

Dinding penyekat pada kapang disebut dengan septum yang tidak tertutup rapat

sehingga sitoplasma masih dapat bebas bergerak dari satu ruang ke ruang lainnya.

Kapang yang bersekat antara lain kelas Ascomycetes, Basidiomycetes dan

Deuteromycetes. Sedangkan kapang yang tidak bersekat yaitu kelas

Phycomycetes (Zygomycetes dan Oomycetes). Secara alamiah kapang berkembang

biak dengan berbagai cara, baik aseksual dengan pembelahan, penguncupan, atau

pembentukan spora. Dapat pula secara seksual dengan peleburan nukleus dari

kedua induknya. Pada pembelahan, suatu sel membelah diri untuk membentuk

dua sel anak yang serupa. Pada penguncupan suatu sel anak tumbuh dari

penonjolan kecil pada sel inangnya (Waluyo 2004).

Berbagai dampak cendawan parasit terhadap ikan tentunya menjadi

ancaman bagi kegiatan budidaya. Sehingga diperlukan adanya isolasi dan

identifikasi cendawan yang berada dalam lingkungan pemeliharaan ikan bahkan

cendawan yang terdapat dalam tubuh ikan yang dipelihara. Hal tersebut perlu

dilakukan agar jika terdapat cendawan yang bersifat parasit, pelaku budidaya

dapat mengambil langkah tepat, yaitu dilakukan treatment, pengobatan, bahkan

pemusnahan, sehingga kegiatan budidaya yang dilakukan tidak terlalu mengalami

kerugian.

1.6 Tujuan

Praktikum ini bertujuan memahami metode isolasi cendawan dan

mengetahui morfologinya beserta karakteristik biokimia terhadap beberapa

macam gula.

Page 55: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 27 Oktober 2014 dan Senin, 3

November 2014 pukul 08.00-10.00 WIB, bertempat di Laboratorium Kesehatan

Ikan, Depertemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, tabung

ependof, mikroskop optik, jarum ose, pinset, objek dan cover glass, pipet mikro,

tabung reaksi dan inkubator. Sedangkan bahan yang digunakan adalah koloni

khamir, ikan terinfeksi kapang dan telur ikan terinfeksi kapang, media PDA,

MEA, GYA, antibiotik, aquades, khamir, Methylin Blue, Melacid Green, tissue,

glukosa galaktosa, sukrosa, rafinosa, trehalosa, laktosa dan maltosa.

2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Isolasi Kapang dan Khamir

Koloni kapang diambil dari bagian tubuh ikan yang terinfeksi kapang dan

dari telur ikan yang juga sudah terinfeksi. Kapang pada tubuh dan telur ikan

masing-masing diambil dengan menggunakan gunting dan pinset kemudian

dibilas dengan aquades dan diletakkan pada bagian tengah cawan petri yang berisi

media GYA yang sudah diberi antibiotik. Pemberian antibiotik berfungsi untuk

mencegah tumbuhnya bakteri. Kemudian cawan diinkubasi pada suhu ruang

selama 24-48 jam.

Tabung ependorf yang berisi suspensi khamir diambil dengan jarum ose

kemudian digoreskan pada media PDA, MEA maupun GYA. Penggoresan

dilakukan dengan cara zigzag dan kuadran. Kemudian cawan petri diinkubasi

pada suhu ruang selama 24-48 jam.

Page 56: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

2.3.2 Rekultur Kapang

Kapang yang sebelumnya sudah ditumbuhkan pada cawan petri, diambil

bagiannya sedikit dengan pinset dan gunting. Kemudian pindahkan kapang yang

sudah diambil tadi ke dalam cawan petri baru yang mengandung media GYA dan

antibiotik. Setelah itu inkubasi pada suhu ruang selama 24-48 jam.

2.3.3 Karakterisasi Kapang Pada Tubuh dan Telur Ikan

Kapang pada tubuh dan telur ikan diambil dengan pinset kemudian

diletakkan pada kaca preparat dan ditetesi air, tutup dengan cover glass. Setelah

itu preparat kapang diamati dibawah mikroskop pada pembesaran 100-1000x,

amati bentuk hifa, sporangium dan sprora dari kapang tersebut.

2.3.4 Pengamatan Morfologi Khamir

Suspensi khamir pada tabung ependorf diambil dengan jarum ose dan

diteteskan pada objek gelas. Objek gelas ditetesi Methylin Blue kemudian tutup

dengan cover glass tanpa ada gelembung. Setelah itu preparat khamir diamati

bentuk dan perubahan warnanya dibawah mikroskop optik pada perbesaran 100-

400X. Kemudian dihitung persentase sel khamir yang hidup dan mati.

2.3.3 Uji Biokimia Khamir

Tabung reaksi disiapkan dengan diisi oleh beberapa macam larutan gula

yaitu glukosa galaktosa, sukrosa, rafinosa, trehalosa, laktosa dan maltosa.

Kemudian dimasukkan tabung dengan posisi terbalik pada dasar tabung reaksi

dengan tidak ada gelembung yang terperangkap. Khamir dimasukkan sebanyak

100 µl kemudian tabung diinkubasi pada suhu ruang selama 24-48 jam untuk

diamati perubahan warna larutan dan ada atau tidaknya gas CO2 yang

terperangkap di tabung.

Page 57: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil pengamatan cendawan dari lingkungan akuakultur yang telah

diisolasi menggunakan media agar GYA, PDA dan MEA disajikan pada tabel

berikut.

Tabel 1 Hasil isolasi dan pengamatan morfologi fungi kapang dan khamir Jenis Fungi Gambar Koloni Gambar Morfologi

Kapang

(Telur Ikan)

Kapang

(Organ Ikan)

Kapang

(Rekultur)

Khamir

(Isolasi)

Page 58: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Khamir

(Morfologi)

Tabel 2 Persentase jumlah sel khamir yang mati, sel khamir yang hidup, dan

bentuk koloninya Kelompok ∑ Sel Mati (%) ∑ Sel Hidup (%) Bentuk Koloni

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

12,25

11,48

16,70

24,00

47,00

26,00

0,00

0,00

0,00

27,00

87,75

88,52

83,30

76,00

53,00

74,00

100

100

100

73,00

Elips

Sirkular

Sirkular

Sirkular

Sirkular

Elips

Sirkular

Sirkular

Sirkular

Sirkular

Berdasarkan tabel 2 diatas dapat kita lihat bahwa persentasi sel khamir

hidup tertinggi terdapat pada kelompok 7, 8 dan 9 yaitu sebesar 100%, sedangkan

persentase sel khamir hidup terendah ada pada kelompok 5 sebesar 53%.

Persentase sel khamir mati tertinggi terdapat pada kelompok 5 yaitu sebesar 47%

sedangkan terendah ada pada kelompok 7, 8, dan 9 yaitu 0%.

Tabel 3 Hasil uji biokimia isolat khamir pada berbagai media gula

Uji Gula Set 1 Set 2 Set 3 Set 4 Set 5

Gula O/F Gula O/F Gula O/F Gula O/F Gula O/F

Glukosa + O + F + O + F + O

Dekstrosa + F + F + O + F + O

Sukrosa + F + O + O + O + O

Rafinosa - - - - + O + F + F

Trehalosa - - + F - - - - - -

Laktosa - - + F - - - - - -

Maltosa + F - - + O + F + O

Keterangan:

+ : reaksi positif (media berubah warna menjadi kuning)

- : reaksi negatif (tidak terjadi perubahan warna pada media/tetap ungu)

O : Oksidatif/aerob

F : Fermentatif/anaerob

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat kita lihat bahwa pada uji glukosa, set 1, set 3 dan

set 5 berupa Oksidatif +, sedangkan set 2 dan set 4 berupa Fermentatif +. Pada uji

gula dekstrosa set 1, set 2 dan set 4 bersifat Fermentatif +, sedangkan set 3 dan set

5 bersifat Oksidatif +. Uji sukrosa hanya set 1 yang bersifat Fermentatif +,

sedangkan set 2 sampai set 5 bersifat Oksidatif +. Uji rafinosa set 1 dan set 2

Page 59: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

negatif, set 3 Oksidatif +, set 4 dan set 5 Fermentatif +. Uji trehalosa set 1 dan set

3 sampai set 5 negatif sedangkan set 2 Fermentatif +. Uji laktosa memiliki hasil

yang sama dengan uji trehalosa yaitu set 2 Fermentatif + sedangkan yang lainnya

negatif. Uji maltosa set 1 dan set 4 Fermentatif +, set 3 dan set 5 Oksidatif +

sedangkan set 2 negatif.

3.2 Pembahasan

Fungi adalah organisme tidak berklorofil dan mempunyai dinding sel yang

kaku. Beberapa bersel satu yang lain multiselular dan menunjukkan sedikit

perbedaan pada bagian-bagian strukturnya. Ukuran dan bentuknya berkisar dari

khamir yang mikroskopis dan multiselular (kapang) sampai jamur multiselular

yang amat besar sepeti jamur kelentos. Fungi memperbanyak diri melalui

beberapa proses, baik seksual maupun aseksual (Pelczar dan Chan, 2010).

Fungi merupakan organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa

organik untuk nutrisinya. Bila sumber nutrisi tersebut diperoleh dari bahan

organik mati, maka fungi tersebut bersifat saprofit. Fungi saprofit

mendekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks dan

menguraikannya menjadi zat yang lebih sederhana. Dalam hal ini, fungi bersifat

menguntungkan sebagai elemen daur ulang yang vital (Pratiwi, 2008).

Secara umumnya fungi dibagi menjadi 2 yaitu: khamir (Yeast) dan kapang

(Mold). Khamir adalah fungi dengan bentuk sel tunggal dengan pembelahan

secara pertunasan. Khamir mempunyai sel yang lebih besar daripada kebanyakan

bakteri, tetapi khamir yang paling kecil tidak sebesar bakteri yang terbesar.

Khamir sangat beragam ukurannya, berkisar antara 1-5μm lebarnya dan

panjangnya dari 5-30 μm atau lebih. Biasanya berbentuk telur, tetapi beberapa ada

yang memanjang atau berbentuk bola. Setiap spesies mempunyai bentuk yang

khas, namun sekalipun dalam biakan murni terdapat variasi yang luas dalam hal

ukuran dan bentuk. Sel-sel individu, tergantung kepada umur dan lingkungannya.

Khamir tidak dilengkapi flagellum atau organ-organ penggerak lainnya (Coyne,

1999)

Kapang adalah fungi yang memiliki miselium dan spora (sel resisten,

istirahat atau dorman). Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang

dinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5-10 μm, dibandingkan dengan sel bakteri

Page 60: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

yang biasanya berdiameter 1 μm. Disepanjang setiap hifa terdapat sitoplasma

bersama (Syamsuri 2004)

Terdapat 3 jenis hifa yaitu aseptat atau sinosit yang tidak memiliki sekat

atau septum. Hifa septat dengan sel-sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi

ruang-ruang berisi nukleus tunggal. Pada setiap septum berisi pori di tengah-

tengah yang memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari satu ruang

ke ruang lain. Hifa septa dengan sel-sel multinukleat. Septum membagi hifa

menjadi sel-sel dengan lebih dari satu nukleus dalam setiap ruang. Miselium dapat

bersifat vegetatif/somatik atau reproduktif. Beberapa hifa dari miselium somatik

menembus ke dalam media untuk mendapatkan nutrien. Miselium reproduktif

bertanggung jawab untuk pembentukan spora dan biasanya tumbuh meluas ke

udara dari media. Miselium suatu kapang dapat merupakan jaringan yang terjalin

lepas atau dapat merupakan struktur padat yang terorganisasi, seperti pada jamur

(Pelczar dan Chain, 2010).

Fardiaz (1992) mengungkapkan bahwa khamir dapat dibedakan atas dua

kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat fermentatif dan

oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah

gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka

akan menghasilkan carbon dioksida dan air.

Berdasarkan uji gula oleh Lodder (1970) S. cerevisae mempunyai reaksi

positif pada glukosa, dekstrosa, galaktosa, sukrosa, maltosa, raffinosa, dan negatif

pada gula trehalosa dan laktosa. Jika dibandingkan dengan set uji kelompok kami

bisa disimpulkan bahwa khamir yang di uji merupakan S. cerevisiae.

Gambar 1. Hasil uji Gula

Page 61: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum menunjukkan bahwa jenis khamir yang di uji

tergolong Saccharomyces cerevisiae. Pada uji gula didapatkan hasil pada media

glukosa, dextrosa, rafinosa, dan maltosa terjadi reaksi fermentatif positif (warna

berubah dari ungu menjadi kuning dengan adanya gelembung udara) dan pada

sukrosa terjadi Oksidatif positif, pada trehalosa dan laktosa terjadi reaksi negatif

(warna tetap ungu).

4.2 Saran

Untuk dapat lebih meningkatkan pemahaman tentang fungi sebaiknya

jumlah fungi yang diujikan cukup banyak dan berbeda antar kelompok. Media uji

biokimia gula harus dipastikan benar dalam pembuatannya, tidak terdapat

gelembung gas. Dan pada saat penghitungan sel khamir, sebaiknya para praktikan

diajarkan cara menghitung menggunakan haemocytometer selain dengan

menggunakan handcounter, sehingga praktikan dapat membedakan mana metode

yang lebih baik.

Page 62: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. 2005. Mikrobiologi Dasar Jilid I. State University of Makassar Press.

Makassar.

Coyne, Mark S. 1999. Soil Microbiology: An Exploratory Approach. USA:

Delmar Publish

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hoog, J.L., Schwartz C., Noon A.T., O’toole E.T., Mastronarde D.N, McIntosh

JR, Antony C. 2007. Organization Of Interphase Microtubules In Fission

Yeast Analyzed By Electron Tomography. Dev Cell. 12(3): 349-61.

Lodder. 1970. The Yeast: A Tacsonomi Study, North Holland Publising

Company.

Madigan MT, JM Martinko, DA Stahl & DP Clark. 2012. Brock Biology Of

Microoganism. San Fransisco: Pearson Education.

Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi (terjemahan),

R.S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomp dan S. L. Angka. Jakarta (ID):

UI Press.

Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga: Jakarta

Syamsuri, Istamar. 2004. Biologi. Erlangga. Jakarta

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang

Webster, J. and R. Weber. 2007. Introduction to Fungi. Cambridge University

Press. New York.

Page 63: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke-6 Hari/Tanggal : Senin, 10 November 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

PENGHITUNGAN BAKTERI DENGAN METODE

HITUNGAN CAWAN

Oleh:

Stefanno. M. A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 64: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah mikrobia pada suatu bahan dapat ditentukan dengan bermacam-

macam cara, tergantung pada bahan dan jenis mikrobia yang ditentukan. Jenis

populasi mikrobia dalam tanah, air, bahan makanan dan lain-lainnya berbeda-beda

tergantung pada susunan bahan tersebut.

Berbagai macam metode tersedia untuk perhitungan mikroorganisme.

Pemilihan metode akan tergantung pada sejumlah faktor diantaranya yaitu jenis

sampel, organisme spesifik yang dicari, karakteristik media tertentu, batas bawah

dari perhitungan yang diperlukan, tujuan dari pemeriksaan dan waktu yang

tersedia. Pengukuran kuantitatif populasi mikroba dalam suatu sampel dilakukan

untuk mengetahui kualitas bahan atau tujuan lain berdasarkan jumlah mikroba

yang ada dalam sampel tersebut. Ada berbagai cara untuk mengukur jumlah sel,

antara lain dengan penghitungan mikroskopis langsung (direct microscopis count)

dan penghitungan tidak langsung (indirect count) dengan hitungan cawan, baik

dengan metode penyebaran maupun metode penuangan (Waluyo, 2008).

Ada beberapa cara untuk mengukur atau menghitung mikrobia yaitu

dengan perhitungan jumlah sel, perhitungan massa sel secara langsung, dan

pendugaan massa sel secara tak langsung. Perhitungan jumlah sel dapat dilakukan

dengan tiga metode yaitu dengan hitungan mikroskopik, MPN (Most Probable

Number), dan hitungan cawan (Fardiaz, 1992). Bakteri dapat dihitung dengan

menggunakan metode cawan petri (metode perhitungan secara tidak langsung)

yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan

berkembang menjadi satu koloni yang merupakan suatu indeks bagi jumlah

organisme yang dapat hidup yang terdapat pada sampel (Penn, 1991).

Metode hitung cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang

dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jadi jumlah koloni yang

muncul pada cawan merupakan suatu indeks bagi jumlah mikroorganisme yang

dapat hidup yang terkandung di dalam sampel. Prinsip dalam metode cawan

adalah adanya seri pengenceran sampel. Pengenceran bertujuan agar

mikroorganisme yang diamati dapat dihitung (Robert dan Greenwod, 2003).

Page 65: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Untuk mempermudah penghitungan jumlah koloni bakteri digunakan alat

yang biasa disebut Colony Counter. Pada alat Colony Counter, penghitungan

jumlah koloni bakteri dipermudah dengan adanya counter electronic. Dengan

adanya counter tersebut peneliti tinggal menandai koloni bakteri yang dihitung

dengan menggunakan pen yang terhubung dengan counter. Setiap koloni yang

ditandai maka counter akan menghitung. Penghitungan suatu koloni dengan

metode pour plate masih memungkinkan terjadinya kesalahan dikarenakan faktor

human error akibat bentuk koloni yang relatif kecil dan banyaknya koloni yang

akan dihitung (Waluyo, 2008).

1.7 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari cara melakukan

pengenceran serial dan menentukan jumlah bakteri dalam suatu sampel dengan

metode hitungan cawan.

Page 66: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 10 November 2014 pukul

08.00-10.00 WIB, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI), Departemen

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum adalah vortex, bunsen, jarum ose,

mikropipet, pipet volume, tabung reaksi, spidol, tissue, kertas label, cawan petri,

dan batang penyebar. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah suspensi

biakan Pseudoalteromonas sp. media SWC dalam cawan petri, larutan fisiologis

(0, 85% NaCl) dan alkohol 70%.

2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Metode Cawan Sebar

Tabung-tabung berisi garam fisiologis dan disusun berderet. Kemudian

sampel suspensi bakteri di vortex agar homogen sampai merata. Selanjutnya

dilakukan pengenceran serial sampel suspensi bakteri yaitu dengan mengambil

secara aseptik. Stok bakteri yang sudah disiapkan pada pengenceran 10-4

kemudian 1 ml suspensi bakteri lalu dimasukkan ke tabung 9 ml pertama (10-5

).

Vortex agar homogen, lalu diambil lagi secara aseptik pipet 1 ml sampel dari

tabung pengencer pertama dan masukkan ke dalam tabung pengencer kedua (10-

6), dan seterusnya sampai tabung pengencer ketiga (10

-7).

Page 67: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Gambar 1. Prosedur praktikum perhitungan bakteri dengan metode hitungan

cawan

2.3.2 Metode Cawan Tuang

Siapkan 3 cawan petri steril dan 3 cawan petri berisi media SWC.

Kemudian diberi kode sesuai dengan kode tabung pengencer yang akan dituang

atau disebar. Selanjutnya diambil 0,1 ml sampel dari tabung pengencer 1, 2 dan 3,

lalu masing-masing disebar pada media SWC dengan menggunakan batang

penyebar. Selanjutnya digoyangkan secara perlahan-lahan untuk meratakan media

dan dibiarkan agar dalam cawan-cawan petri menjadi padat. Setelah itu diletakkan

dalam posisi terbalik untuk diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam.

Selanjutnya jumlah koloni yang tumbuh dihitung (30-300) dan dikalikan dengan

faktor pengencernya.

2.3.3 Prosedur Perhitungan Cawan

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam metode hitung cawan

yaitu 1 koloni yang tumbuh berasal dari 1 bakteri. Jumlah koloni yang tumbuh

dapat digunakan dalam perhitungan yaitu yang berkisar antar 30-300 koloni. Jika

terdapat 2 pengenceran bakteri yang menghasilkan koloni antar 30-300 maka yang

Page 68: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

digunakan sebagai hasil adalah pengenceran terkecil atau jumlah koloni yang

paling sedikit ditemukan. Berikut adalah rumus metode hitung cawan.

Ʃ 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖 = Ʃ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑥 1

𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑥

1

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑏𝑎𝑟

Page 69: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada semua cawan petri diperoleh

hasil seperti pada tabel berikut:

Tabel 1 Hasil pengamatan Total Plate Count (TPC) bakteri dengan metode

hitungan cawan tuang dan sebar

Kelompok Isolat Metode Total Plate Count (cfu/ml)

10-5

10-6

10-7

1 1 Ub Tuang

Sebar

35,8 x 107

-

33,6 x 108

-

18,4 x 109

58,6 x 109

2 NP5 Tuang

Sebar

1,6 x 108

TBUD

TBUD

7,8 x 108

TBUD

0

3 Sta Tuang

Sebar

-

-

-

-

-

-

4 1 Ub Tuang

Sebar

-

TBUD

-

-

16,2 x 109

-

5 NP5 Tuang

Sebar

TBUD

TBUD

2,34 x 1011

TBUD

0

TBUD

6 Sta Tuang

Sebar

-

-

-

-

-

-

7 1 Ub Tuang

Sebar

25,8 x 107

TBUD

-

TBUD

43,2 x 109

TBUD

8 NP5 Tuang

Sebar

-

-

0

15 x 108

0

0

9 Sta Tuang

Sebar

-

-

-

-

-

-

10 Sta Tuang

Sebar

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

Keterangan: *Syarat statistik dalam TPC adalah terdapat 30-300 koloni yang tumbuh

TBUD : Terlalu Banyak Untuk Dihitung ( 300 koloni bakteri), 0 : Jumlah koloni 30, (-) :

Kontaminasi (bakteri tidak tumbuh)

3.2 Pembahasan

Metode penghitungan yang digunakan adalah penghitungan tidak langsung

dengan hitungan cawan. Metode ini ada dua jenis, yaitu cawan sebar dan cawan

tuang. Sebelum bakteri ditanam pada media, harus dilakukan pengenceran dahulu

terhadap suspensi bakteri sampelnya. Bakteri yang yang digunakan pada

kelompok kami adalah isolat 1Ub (Pseudoalteromonas sp). Bakteri pada tabung

pengencer terakhir jumlahnya akan lebih sedikit dari tabung pengencer

sebelumnya (Gambar 1). Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni

yang terbentuk pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung. Dimana

jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia /ml, /gr, atau /cm

Page 70: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

permukaan (Fardiaz, 1992). Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah

sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit

sedikit jumlah mikroba, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu

tabung (Waluyo, 2004).

Gambar 2. Koloni Bakteri dengan Cawan Sebar

Koloni bakteri adalah sekumpulan dari bakteri-bakteri yang sejenis yang

mengelompok menjadi satu dan membentuk suatu koloni-koloni. Menurut

Waluyo (2008), Hasil menghitung dengan cara hitungan cawan menggunakan

suatu stanar yang disebut Standard Plate Count (SPC) sebagai berikut:

1. Jumlah koloni tiap cawan petri antara 30-300 koloni, jika memang tidak

ada yang memenuhi syarat dipilih yang jumlahnya mendekati 300.

2. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan

petri, dikenal sebagai spreader.

3. Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang berturut-turut

antara pengenceran sebelumnya, jika sama atau lebih kecil dari 2 hasilnya

dirata-rata tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai jumlah mikrobia dari

hasil pengenceran sebelumnya.

4. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan

koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung

sebagai satu koloni

5. Satu deret rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung

sebagai satu koloni

Perhitungan bakteri dengan metode Plate Count (hitungan cawan)

didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi

Page 71: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

akan tumbuh menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan

merupakan suatu indeks jumlah mikroba yang hidup terkandung dalam sampel.

Setelah diinkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati. Jumlah mikroba

dalam sampel ditentukan dengan mengalikan jumlah koloni dengan faktor

pengenceran pada cawan yang bersangkutan. Menhitung jumlah koloni mikroba

hidup dengan mengalikan faktor pengenceran yang digunakan dikalikan 10 karena

hanya 0,1 ml suspensi yang digunakan memperoleh CFU/ml (CFU = Coloni

Forming Units).

Metode ini merupakan cara paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad

renik, dengan alasan haya sel mikroba yang hidup yang dapat dihitung, beberapa

jasad renik dapat dihitung sekaligus, dapat digunakan untuk isolasi dan

identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari mikroba

yang mempunyai penampakan spesifik. Sementara kekurangannya adalah hasil

hitungannya tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena beberapa sel

yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni, medium dan kondisi inkubasi

yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda, jasad renik yang

ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni

yang kompak dan jelas, tidak menyebar dan memerlukan persiapan dan waktu

inkubasi yang relatif lama sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung (Waluyo,

2008).

Berdasarkan hasil pengamatan, pada metode tuang hanya pada

pengenceran 10-7

jumlah koloni bakteri yang tumbuh sebesar 16,2x109

pada

pengenceran 10-5

dan 10-6

tidak tumbuh koloni bakteri. Pada metode cawan sebar

pengenceran10-5

koloni tidak dapat dihitung (TBUD). Hal ini disebabkan oleh

kesalahan dalam praktikum seperti pada proses pengenceran, kurang aseptik

sehingga terjadi kontaminan, penyebaran yang tidak merata, dan adanya

penumpukan sel sehingga sulit dihitung. Hal ini dikemukakkan oleh Fardiaz

(1992), pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada

alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia

yang tidak diinginkan.

Page 72: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Gambar 3. Koloni Bakteri yang Tumbuh dengan Metode Cawan Tuang

Metode pour plate digunakan ketika ingin menumbuhkan bakteri anaerob,

karena media dituang setelah kultur sehingga menyebabkan kondisi anaerob pada

cawan. Kelebihan dari metode ini adalah mudah dilakukan, koloni tersebar merata

pada media dan kekurangannya yaitu butuh kehati-hatian dalam menuang ke

media, kontaminasi sulit dibedakan dan koloni yang berbeda saling bertumpuk.

Metode spread plate digunakan digunakan ketika ingin menumbuhkan bakteri

aerob, karena media sudah ada terlebih dahulu pada cawan kemudian dituangi

kultur sehingga menyebabkan kondisi aerob pada cawan. Kelebihan metode ini

adalah koloni tersebar merata pada permukaan media, kontaminan mudah

dibedakan, sedangkan kekurangannya adalah harus dilakukan dengan hati-hati dan

hanya dapat menumbuhkan bakteri aerob (Fardiaz, 1992).

Bakteri genus Pseudoalteromonas diketahui memiliki fragmen gen non-

ribosomal peptide synthetase (NRPS) yang diketahui mampu menghasilkan

siderophore Alterobactin (Deng et al., 1995 dalam Pringgenies, 2010).

Pseudoalteromonas sp. pertama kali terisolasi dari alga laut dilingkungan pesisir

laut. Bakteri ini termasuk bakteri gram negatif yang dapat ditemukan di

laut seluruh dunia, bergerak dengan alat satu flagellum di ujung / kutub yang

membantu untuk bergerak bolak-balik antara solid permukaan laut

dan perairan terbuka dalam mencari sumber makanan. Tipe sel bakteri biasanya

satu atau berpasangan serta memperoleh energi melalui mekanisme

kemoorganotrofik. Kemoorganotrofik membentuk biofilm-bakteri yang penting

untuk bioremidiasi. Biofilm penting dalam pengendalian konsentrasi logam

Page 73: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

beracun dalam lingkungan laut karena dapat menyerap 20 – 40 % dari

tumpahan logam timah (Totten dan Lary, 1990).

Faktor yang mempengaruhi hasil penghitungan koloni pada metode

hitungan cawan, hingga diperoleh hasil TNTC/TBUD atau koloni tidak muncul

antara lain tingkat pengenceran terlalu tinggi sehingga menyebabkan koloni tidak

muncul, tingkat pengenceran terlalu rendah sehingga koloni yang muncul terlalu

banyak (> 300) sehingga tidak bisa dihitung, ketidaksesuaian media yang

digunakan, adanya kontaminasi yang bisa disebabkan karena alat yang digunakan,

lingkungan dan diri yang tidak aseptis kondisi pH dan suhu yang tidak sesuai

(Fardiaz, 1992)

Page 74: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum kelompok bakteri isolat 1Ub tidak tumbuh

pada pengenceran 10-5

dan 10-6

, tapi tumbuh di pengenceran 10-7

pada metode

cawan tuang dengan jumlah 16,2x109. Sedangkan pada metode sebar pada

pengenceran 10-5

TBUD dan pada pegenceran 10-6

dan 10-7

tidak tumbuh.

4.2 Saran

Perlu ketelitian serta kehati-hatian dalam praktikum agar bakteri dapat

hidup dengan baik dan dapat dihitung koloni sesuai yang diharapkan.

Page 75: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Penn, C. W. (1991). Pathogenicity and molecular biology of Treponemes. Rev

Med Microbiol 2, 68±75.

Pringgenies, D. Karakterisasi Senyawa Bioaktif Bakteri Simbion Moluska dengan

GC-MS. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.2, Hal.34-

40, Desember 2010 Robert, D. and Greenwood, M. 2003. Practical Food Microbiology.

Massachusetts: Blackwell Publishing

Salosa Y. 2013. Uji Kadar Formalin, Kadar Garam dan Total Bakteri Ikan Asin

Tenggiri Asal Kabupaten Sarmi Propinsi Riau. [Skripsi]. Teknologi Hasil

Perikanan. IPB. Bogor.

Totten, A. P. and Lory, S. (1990). Characterization of a type A¯ agellin gene from

Pseudomonas aeruginosa PAK. J Bacteriol 172, 7188±7199.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang

Page 76: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke-7 Hari/Tanggal : Jumat, 21 November 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

PENGARUH SUHU DAN SALINITAS TERHADAP

VIABILITAS BAKTERI

Oleh:

Stefanno. M. A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 77: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikrobiologi merupakan ilmu yang mempelajari organisme mikroskopis

atau yang sering disebut mikroorganisme. Mikroorganisme merupakan organisme

yang berukuran sangat renik, yaitu makhluk yang berukuran mikron atau lebih

kecil lagi, sehingga dapat hidup di berbagai lingkungan (Madigan et al

2012). Bakteri bersifat ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan.

Bakteri biasa digunakan sebagai probiotik bagi ikan dan bakteri yang merugikan

besia mengakibatkan penyakit. Penyakit ikan dalam kegiatan budidaya dapat

mengakibatkan kerugian ekonomis, semua itu berhubungan dengan lingkungan

tempat hidup ikan dikarenakan didalamnya terdapat berbagai jenis

mikroorganisme serta polusi.

Bakteri hanya dapat tumbuh baik pada kondisi fisika, kimia yang

optimum. Bakteri tidak hanya amat bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi

juga mununjukkan respon yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik di dalam

lingkunganya. Untuk menghasilkan kultivasi berbagai tipe bakteri, dibutuhkan

suatu kombinasi nutrien serta lingkungan fisik yang sesuai (Pelczar dan Chan

2010).

Menurut Waluyo (2008), pengamatan bakteri dapat dilakukan secara

individual, satu per satu, maupun secara kelompok dalam bentuk koloni. Bila

bakteri yang ditumbuhkan di dalam medium yang tidak cair, maka akan terjadi

suatu kelompok yang dinamakan koloni. Bentuk koloni berbeda-beda untuk setiap

spesies, dan bentuk tersebut merupakan ciri khas bagi suatu spesies tertentu.

Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh lingkungan. Perubahan yang terjadi di

dalam lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi

mikroorganisme. Beberapa golongan sangat tahan terhadap perubahan

lingkungan, sehingga cepat dapat menyesuaikan diri dengan kondisi baru. Ada

pula golongan mikroorganisme yang sama sekali peka terhadap perubahan

lingkungan sehingga tidak dapat menyesuaikan diri. Faktor lingkungan penting

artinya dalam usaha mengendalikan kegiatan mikroorganisme, baik untuk

kepentingan proses ataupun pengendalian (Suriawiria 2008).

Page 78: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Faktor-faktor lingkungan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu

faktor abiotik yang meliputi faktor kimia dan fisika dan faktor biotik yang

berhubungan dengan jasad hidup lain. Faktor abiotik yang bersifat kimia antara

lain pH, oksigen, ammonia, dan lain-lain, sedangkan yang bersifat fisika adalah

temperatur atau panas, tekanan osmosa, pengeringan, penyinaran, dan lain-lain

(Widanarni 2011).

Mikroorganisme dalam melakukan segala aktivitas hidupnya, tentu

dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama faktor lingkungan dan unsur ekologi.

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup

mikroba dikelompokkan menjadi faktor abiotik dan biotik (Kusnadi 2003). Faktor

abiotik dapat berupa unsur kimia dan fisika. Dari berbagai unsur kimia dan fisika

yang ada, terdapat faktor yang sangat penting yaitu pengaruh suhu dan salinitas

terhadap viabilitas bakteri. Mikroorganisme mampu beradaptasi secara optimum

pada lingkungan fisiologis yang normal. Setiap perubahan ekstrim pada kondisi

lingkungan akan mengakibatkan stress terhadap mikroorganisme. Lamanya

perubahan tersebut akan menentukan apakah organisme tersebut mati, terhambat

pertumbuhannya, atau memperpanjang fase lag dan penurunan kecepatan

pertumbuhannya. Pengamatan pengaruh suhu dan salinitas terhadap viabilitas

bakteri dilakukan untuk mengetahui pada kondisi suhu dan tekanan osmosa

berapa yang cocok bagi kehidupan bakteri, terutama bakteri yang menguntungkan

bagi kegiatan budidaya.

1.8 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengamati dan mempelajari pengaruh suhu

dan salinitas terhadap viabilitas bakteri dan mengetahui kondisi suhu dan salinitas

yang optimum untuk pertumbuhan bakteri.

Page 79: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 21 November 2014 pukul

16.00-18.00 WIB, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI), Departemen

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum adalah cawan petri, jarum ose,

bunsen, inkubator, oven, kulkas, dan ependorf. Sedangkan bahan-bahan yang

digunakan adalah TSA, bakteri Aeromonas hidrophilla (Ah) dan Bacillus (NP5),

NaCl dan alkohol 70%.

2.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja pengaruh suhu yaitu koloni bakteri Aeromonas hidrophilla

(Ah) dan Bacillus (NP5) disiapkan pada empat buah tabung ependof. Masing-

masing tabung dikondisikan pada suhu yang berbeda selama 30 menit meliputi

suhu 4°C di kulkas, 28°C di suhu ruang, 37°C di inkubator dan 70°C di oven.

Setelah 30 menit masing-masing bakteri digores dengan jarum oce pada cawan

petri yang sudah berisi media TSA. Petri diinkubasi pada suhu ruang selama 24

jam dan siap diamati.

Prosedur kerja pengaruh salinitas yaitu disiapkan 4 buah cawan petri berisi

media TSA dengan 4 macam kandungan NaCl yaitu 0%, 1,5%, 3% dan 5%.

Masing-masing cawan petri digores dengan bakteri Aeromonas dan Bacillus yang

ditumbuhkan pada suhu ruang dengan menggunakan jarum ose. Kemudian cawan

petri diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang dan siap diamati.

Page 80: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil pengamatan uji viabilitas bakteri dengan suhu dan salinitas akan

disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1 Hasil pengamatan pengaruh suhu dan salinitas terhadap viabilitas bakteri

Aeromonas hidrophila dan NP5 (Bacillus)

Kelompok Isolat

bakteri

Suhu Salinitas

4°C 28°C 37°C 70°C 0% 1,5% 3% 5%

1 Ah

NP5

++

+++

++

++

++

++

+

++

++

++

++

++

++

++

-

++

2 Ah

NP5

++

++

++

+++

+++

+++

-

+

++

+++

++

++

+

++

-

+

3

Ah

NP5

+++

+++

+++

+++

++

++

-

+

+++

+++

+++

+++

++

+++

-

+

4 Ah

NP5

++

++

++

++

+++

+++

-

+

++

++

+++

+++

++

++

-

+

5 Ah

NP5

+++

+++

+++

+++

++

++

-

+

+++

+++

+++

+++

++

+++

-

+

6 Ah

NP5

++

++

+++

+++

++

++

-

+

+++

+++

++

++

+

++

-

++

7 Ah

NP5

+++

++

+++

+++

++

++

+

+

+++

+++

++

++

++

++

+

-

8 Ah

NP5

+++

+++

++

++

++

++

-

+

+++

+++

+++

+++

++

++

-

+

9 Ah

NP5

+++

++

+++

+++

+++

++

++

+

+++

+++

+++

++

+++

++

-

+

10 Ah

NP5

+++

+++

+++

+++

++

++

-

+

+++

+++

+++

+++

++

++

-

+

Keterangan:

+++ : Bakteri tumbuh sangat baik, ++ : Bakteri tumbuh baik, + : Bakteri tumbuh sedikit, - :

Bakteri tidak tumbuh

3.2 Pembahasan

Berdasarkan data hasil praktikum kelompok 4 pada tabel 1 diatas dapat

dinyatakan bahwa bakteri A. hydrophilla dan Bacillus sp tumbuh sangat baik pada

suhu 37˚C dan mampu tumbuh baik setelah diberi perlakuan suhu 4˚C serta 28˚C.

Bakteri Aeromonas tidak mampu hidup pada suhu terlalu panas yaitu 70˚C tetapi

Bacillus sp mampu hidup pada suhu 70˚C walaupun jumlahnya kecil (gambar 1).

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan

bakteri Bacillus sp yang paling baik adalah pada kadar salinitas 1,5 ppt dan masih

hidup pada kadar Salinitas yang mencapai 5 ppt. Bakteri Aeromonas hydrophylla

Page 81: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

tumbuh sangat baik pada kadar salinitas 1,5 ppt, dan tidak tumbuh pada salinitas

mencapai 5 ppt (gambar 2).

Suhu 4˚C Suhu 28˚C Suhu 37 oC Suhu 70

oC

Gambar 1. Hasil Pengaruh Suhu Terhadap Viabilitas Bakteri.

Salinitas 0% Salinitas 1,5% Salinitas 3% Salinitas 5%

Gambar 2. Hasil Pengaruh Salinitas Terhadap Viabilitas Bakteri

Semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan karena

laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi susu, maka pola pertumbuhan bakteri juga

sangat dipengaruhi suhu. Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu

tertentu. Atas dasar ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai: psikofil, yang

tumbuh pada 0 sampai 30˚C; mesofil, yang tumbuh pada 25 sampai 40˚C; dan

termofil, yang tumbuh pada suhu lebih dari 50˚C (Pelczar dan Chan, 2010).

Suhu lingkungan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan, proses

metabolisme dan morfologi sel bakteri. Toleransi suhu untuk pertumbuhan

mikrooganisme berkisar antara 20 – 40˚C (Madigan et al., 2012). Setiap spesies

bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu (Pelczar and Chan, 2010)

Aeromonas sp. Merupakan bakteri penyebab penyakit pada ikan tergolong bakteri

mesofilik dan dapat tumbuh baik pada suhu berkisar antara 15 – 35˚C (Percival et

al., 2004).

Page 82: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Bakteri Aeromonas hydrophila termasuk dalam bakteri golongan mesofil

dan bakteri Bacillus sp. termasuk dalam bakteri termofil. Kabata (1985) dalam

Sari, et al. (2009) menyatakan bahwa Aeromonas hydrophila merupakan bakteri

mesofilik dengan suhu optimum 20-30˚C. Berdasarkan hasil pengamatan, pada

pengaruh suhu terhadap pertumbuhan, bakteri A. hydrophila tidak tumbuh pada

suhu 70˚C namun tumbuh baik pada suhu kamar, 4˚C serta 28˚C serta tumbuh

sangat baik pada suhu 37˚C. Pada pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan,

bakteri A. hydrophila tumbuh sangat baik pada salinitas 0 ppt dan tumbuh baik

pada salinitas 1,5 ppt dan 3 ppt, dan tidak tumbuh pada salinitas 5 ppt. Hal ini

menunjukan bahwa A. hydrophila merupakan bakteri yang bersifat psikrofilik

yaitu tumbuh pada suhu kurang dari 15°C dan beberapa diantaranya bersifat

mesofilik yaitu tumbuh pada suhu 25-37oC. A. hydrophila tidak mampu bertahan

hidup atau tidak ada pertumbuhan pada media yang mempunyai konsentrasi

garam 10%. Hal tersebut dikarenakan , antara media dan sel terjadi perbedaan

tekanan osmosa yang tinggi sehingga reaksi yang terjadi adalah media hipertonik

terhadap sel sehingga terjadi plasmolisis yang menyababkan sel tidak tumbuh

pada media dengan konsentrasi kadar garam tinggi tersebut. Pernyataan ini sesuai

dengan pendapat Fauzi (2001) bahwa Bakteri A. hydrophila hidup pada suhu

antara 5 - 37oC dan tumbuh baik pada salinitas 1-3%.

Berdasarkan hasil pengamatan, pada pengaruh suhu terhadap

pertumbuhan, bakteri Bacillus sp. tumbuh sangat banyak pada suhu kamar dan

suhu 37˚C, tumbuh banyak pada suhu 4˚C serta 28˚C dan tumbuh sedikit pada

suhu 70˚C. Pada pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan, Bacillus sp. tumbuh

sangat baik pada salinitas 0 ppt, tumbuh baik pada salinitas 1.5 ppt, salinitas 3%

dan salinitas 5 ppt. Hal ini menunjukan bahwa Bacillus sp. merupakan bakteri

yang bersifat psikrofilik yaitu tumbuh pada suhu kurang dari 15˚C dan beberapa

diantaranya bersifat mesofilik yaitu tumbuh pada suhu 25-37˚C. Pernyataan ini

sesuai dengan pendapat Feliatra et al (2004) bahwa bakteri Bacillus sp. Tumbuh

optimum pada suhu 30-37˚C dan tumbuh baik pada NaCl 1-3% serta pendapat

Nguyen et al (2006) yang menyatakan bahwa bakteri Bacillus sp tidak mampu

tumbuh pada media dengan salinitas diatas 5%.

Page 83: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Suhu optimum tumbuh untuk Aeromonas hydrophilla dan Bacillus sp

yaitu 37˚C. A. hydrophilla tidak akan tumbuh pada suhu 70˚C karena tergolong

bakteri mesofil sedangkan Bacillus sp mampu tumbuh hingga suhu 70˚C karena

termasuk bakteri golongan termofil. Salinitas optimum untuk pertumbuhan bakteri

Aeromonas hydrophilla dan Bacillus sp yaitu pada salinitas 0 ppt.

4.2 Saran

Sebaiknya pengaruh faktor lingkungan yang lainnya seperti pH,

kelembaban, intensitas cahaya dll juga diuji untuk mendapatkan informasi yang

lebih lengkap dan akurat mengenai sifat bakteri tersebut.

Page 84: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Azhari. 2001. Pengaruh Pemberian Lekamisol dan Saccharomyces

cerevisiae dosis 60 ppm terhadap Gambaran darah Ikan Mas (Cyprinus

carpio) yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophilla. [Skripsi]. Program

Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Departemen Budidaya

Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Feliatra, Irwan Efendi, dan Adwar Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Probiotik dari Ikan Kerapu Macan (Ephinephalus fuscogatus) dalam

Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal Natur Indonesia 6(2): 75-80.

Madigan MT, JM Martinko, DA Stahl & DP Clark. 2012. Brock Biology Of

Microoganism. San fransisco : Pearson Education.

Nguyen K. M. Tam, Nguyen Q. Uyen, Huynh A. Hong, Le H. Duc, Tran T. Hoa,

Claudia R. Serra, Adriano O. Henriques, and Simon M. Cutting. 2006. The

Intestinal Life Cycle of Bacillus subtilis and Close Relatives. J Bacteriol.

2006 April; 188(7): 2692–2700.

Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi (terjemahan),

R.S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomp dan S. L. Angka. Jakarta (ID):

UI Press.

Percival S L, RM Chalmers, M Embrey, P R Hunter, J Sellwood, P Wyn-Jones.,

2004. Bacteriologi, In the Microbiology of Waterborne Diseases. Elsevier

Academic Press. Great Britain. 21 – 209 P.

Sari, Nurlita Annisa, Ririn Nurul Fauziah, dan Ai Tety Nurbaety. 2009. Pengaruh

suhu dan salinitas terhadap viabilitas bakteri Aeromonas

hydrophila dan Bacillus sp. [Karya Ilmiah]. Departemen Budidaya

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Suriawiria, Unus. 2008. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan

Buangan Secara Biologis. Bandung: PT. alumni.

Waluyo, Lud. 2008. Mikrobiolgi Umum. Malang: UMM Press.

Widanarni. 2011. Modul Praktikum Mikrobiologi Akuatik. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Page 85: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke- 8 Hari/Tanggal : Senin, 24 November 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

PENGARUH BAHAN ANTIMIKROBA TERHADAP

VIABILITAS BAKTERI

Oleh:

Stefanno. M. A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 86: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikrobiologi merupakan telaah mengenai organisme hidup yang

berukuran mikroskopis yang dikenal dengan mikroorganisme. Percobaan-

percobaan Koch membuktikan bahwa jasad renik tertentu menyebabkan

timbulnya penyakit tertentu (Pelczar dan Chan, 2010).

Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme

yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme

lain. Antibiotik, yang pertama kali ditemukan oleh Paul Ehlrich pada 1910,

sampai saat ini masih menjadi obat andalan dalam penanganan kasus-kasus

penyakit infeksi. Mekanisme kerja utama antibiotik, yaitu sebagai antimetabolit,

menghambat sintesis dinding sel, menghambat fungsi membran sel, menghambat

sintesis protein, menghambat sintesis asam nukleat (Dalimunthe, 2009).

Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi

mikroba pada manusia. Sedang antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan

oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara

sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan

organisme lain. Antibiotika dapat ditemukan dalam berbagai sediaan, dan

penggunaanya dapat melalui jalur topical, oral, maupun intravena (Utami, 2012).

Masing-masing bahan antimikroba memiliki mekanisme yang berbeda

dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Efektifitas bahan antimikroba juga

beragam bergantung pada jenis bahan, konsentrasi bahan dan jenis mikroba. Oleh

karena itu pengujian mengenai bahan antimikroba mana yang efektif untuk

menghambat pertumbuhan bakteri penting dilakukan sebelum penggunaan bahan

tersebut.

1.9 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai bahan

antimikroba terhadap viabilitas bakteri.

Page 87: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 24 November 2014 bertempat

di Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI), Departemen Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, pukul 08.00-10.00 WIB.

2.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah korek api, tabung

ependof, mikropipet, mikrotipe, cawan petri, spidol, batang penyebar, inkubator,

penggaris, bunsen, tissue dan pinset. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan

adalah koloni bakteri Aeromonas hidrophila dan Basillus sp., alkohol 90%, media

TSA, kertas cakram, larutan fisiologis, alkohol 70%, rifampicin dan ekstrak

Curcuma longa.

2.3 Prosedur Kerja

Cawan petri yang sudah diberi media steril TSA sebanyak 2 buah

disiapkan dan masing-masing petri dibagi menjadi 3 area dengan penanda spidol

(Gambar 1). Salah satu media TSA ditetesi bakteri Aeromonas hidrophila

sebanyak 100 µl dan media lainya ditetesi Basillus sp. sebanyak 100 µl. Bakteri

yang sudah ditetesi kemudian disebar dengan batang penyebar pada permukaan

media hingga merata.

Bakar pinset sebentar di atas nyala api, ambil kertas saring dengan pinset

satu persatu. Celupkan kertas saring I kedalam larutan fisiologis dan letakkan

diatas permukaan media TSA yang telah disebari biakan bakteri. Celupkan kertas

saring II ke dalam larutan antibiotic dan letakkan padacawan petri yang sama

dengan jarak tertentu, lakuka hal yang sama untuk jenis antibakteri yang lain.

Antimikroba yang digunakan kelompok 4 yaitu alkohol 70%, rifampicin

dan ekstrak Curcuma longa. Bakar pinset sebentar di atas nyala api, kertas cakram

steril direndam pada ketiga bahan antimikroba dan kemudian dikeringkan sesaat

dan diletakkan di tengah area yang sudah dibentuk pada cawan petri dengan

menggunakan pinset. Sebagai kontrol pada bagian tengah petri diberi kertas

Page 88: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

cakram yang direndam dalam PBS. Cawan diinkubasi pada suhu ruang selama 24

jam. Kemudian diamati apakah terdapat zona bening/zona hambat di sekitar kertas

cakram dan diukur diameter zona beningnya.

Rifampicin Ekstrak Curcuma longa

PBS

Alkohol 70%

Gambar 1. Penempatan kertas saring yang sudah dicelupkan ke dalam bahan

antimikroba pada medium dengan inokulan bakteri

Page 89: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 1 Zona bening pada sebaran bakteri Aeromonas hydrophila

No Bahan Diameter Zona Bening (cm)

I II III IV V

1 PBS 0,6 0 0 0,1 0,6

2 Alkohol 70% 0,7 0,7 * 0,2 *

3 Alkohol 50% * * * * 0,6

4 Alkohol 30% * * 0,7 * *

5 Rifampicin 0,6 * * 0,6 *

6 Chlorampenicol * 1,5 * * 0,6

7 Streptomisin * * 0,7 * *

8 Ekstrak Curcuma longa 30% 0,6 * * 0,2 *

9 Ekstrak Garcinia mangostana * 0 * * 0,6

10 Ekstrak Nigella sativa * * 0,8 * *

Keterangan : 0 = tidak terbentuk zona bening, (*) = tidak diuji pada ulongan tersebut.

Berdasarkan data pada tabel 1 diatas, bahan antimikroba yang membentuk zona

bening terbesar untuk menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophilla

dimiliki oleh rifampicin yaitu sebesar 0,6 cm dan zona bening terkecil di hasilkan

oleh PBS yaitu sebesar 0,1 cm.

Tabel 2 Zona bening pada sebaran bakteri NP5 Bacillus sp.

No Bahan Diameter Zona Bening (cm)

I II III IV V

1 PBS 0,8 - 1,2 0,1 0,7

2 Alkohol 70% 1,6 - * 0,1 *

3 Alkohol 50% * * * * 0,7

4 Alkohol 30% * * 0,8 * *

5 Rifampicin 1,8 * * 0,9 *

6 Chlorampenicol * - * * 0,7

7 Streptomisin * * 1,1 * *

8 Ekstrak Curcuma longa 30% 0,8 * * 0,1 *

9 Ekstrak Garcinia mangostana * 1,1 * * 1,0

10 Ekstrak Nigella sativa * * 1,1 * *

Keterangan : 0 = tidak terbentuk zona bening, (*) = tidak diuji pada ulongan tersebut.

Berdasarkan data pada tabel 2 diatas, bahan antimikroba yang membentuk zona

bening terbesar untuk menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus sp dimiliki oleh

rifampicin yaitu sebesar 0,9 cm dan zona bening terkecil di hasilkan oleh PBS,

alkohol 70% dan Ekstrak Curcuma longa yaitu sebesar 0,1 cm.

Hasil pengamatan daya hambat antimikroba terhadap pertumbuhan A. hydrophilla

dan Bacillus sp dapat dilihat pada Gambar 2. A merupakan area dengan kertas

cakram mengandung alkohol 70%, R merupakan area dengan kertas cakram

Page 90: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

mengandung rifampicin dan C merupakan area dengan kertas cakram

mengandung ekstrak Curcuma longa..

Gambar 2. Cawan petri yang ditumbuhi A. hidrophila dan Bacillus sp

3.2 Pembahasan

Antibakteri adalah senyawa kimia alami yang dalam kadar rendah dapat

menghambat pertumbuhan bakteri. Salah satu bahan antibakteri adalah antibiotik.

Antimikroba dapat berupa senyawa kimia sintetik atau alami. Antimikroba

sintetik dapat dihasilkan dengan membuat suatu senyawa yang sifatnya mirip

dengan aslinya yang dibuat secara besar-besaran, sedangkan yang alami

didapatkan langsung dari organisme yang menghasilkan senyawa tersebut dengan

melakukan proses pengekstrakan (Setyaningsih et al, 2004).

Antibiotik adalah suatu substansi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari atau

dibentuk oleh mikroorganisme, dan zat-zat itu dalam jumlah sedikit mempunyai

daya penghambat kegiatan mikroorganisme lain. Antibiotik berbeda dalam

susunan kimia dan cara kerjanya (Waluyo, 2010).

Bakteri Aeromonas hydrophila umumnya hidup di air tawar yang

mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri A. hydrophilla adalah

berbentuk batang, berdiameter 0,3 - 1,0 µm dan panjang 1,0 - 3,5 µm, bersifat

Gram negatif, hidup pada temperatur optimal 22 - 28°C, gelatinase positif (Holt et

al, 1994). Selain itu bakteri ini juga bersifat fakultatif aerobik (dapat hidup dengan

atau tanpa oksigen) yang mengubah karbohidrat menjadi asam dan gas, tidak

berspora, bersifat motil (bergerak aktif) karena memiliki flagel (Monotrichous

flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, koloni bakteri ini pada media agar

Page 91: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

benvarna putih kekuningan, bentuk bulat cembung, oksidase sitokrom dan reaksi

katalase positif. Bakteri ini senang hidup di lingkungan perairan bersuhu 15 -

30°C dan pH antara 5,5-9 (Ghufran dan Kordi, 2004). A. hydrophilla merupakan

bakteri agen penyebab penyakit BHS (Bacterial Hemorrhagic Septicemia) atau

MAS (Motil Aeromonad Septicemia) (Irianto, 2005).

Bakteri NP5 merupakan bakteri genus Bacillus. Berdasarkan uji biokimia

dan morfologi fisik serta sekuens gen 16S rRNA, telah diidentifikasi bakteri NP5

sebagai Bacillus amyloliquefaciens. Bacillus amyloliquefaciens merupakan

bakteri gram positif yang berasal bakteri tanah dengan bentuk rod dan memiliki

flagela. Sel sering tampak seperti rantai panjang tidak seperti kebanyakan

kelompok Bacillus. Bakteri ini menghasilkan spora pada kondisi kurang

menguntungkan. B. Amyloquefaciens adalah non-patogenic yang juga

menunjukkan kemampuan antifungal yang mana dipengaruhi oleh ketersediaan

nitrogen di lingkungan (Microbewiki, 2014).

Ethanol pada konsentrasi 70% digunakan secara rutin sebagai desinfektan.

Bakteri memiliki sensitifitas yang beragam terhadap ethanol namun konsentrasi 5-

10% bakteriostatik (pertumbuhan berhenti) dan 15% lethar atau mematikan pada

sebagian besar bakteri. Target utama ethanol adalah membran sel (Sissons et al.,

1995).

Kandungan utama rimpang kunyit (Curcuma longa) adalah minyak atsiri

dan kurkuminoid. Kunyit mengandung minyak atsiri keton sesquiterpena yaitu

turmeron dan artumeron. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam kunyit

memiliki aktifitas biologis sebagai anti bakteri, antioksidan dan anti hepatotoksik

(Rukmana, 1994).

Banyak spesies C. longa secara tradisional digunakan untuk pengobatan.

Antijamur, antibakteri dan antiperadangan telah dilaporkan dapat diobati oleh

spesies seperti C. longa, C. zedoaria, C. aromatik dan C. amada (Majumdar et al.,

2000). Hal ini terbukti dari hasil penelitian bahwa Bacillus subtilis adalah

organisme yang paling sensitif terhadap kurkuminoid dan minyak dari ekstrak C.

longa. Wilson et al., (2005) melaporkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak etanol

C. zedoaria (0,15mg/ml) dan C. malabarica (0,94 mg/ml) menunjukkan

penghambatan lebih tinggi terhadap B. subtilis dan ekstrak etanol hanya efektif

Page 92: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 3,75 mg. Kedua spesies kunyit tersebut

memberi MIC terhadap B. subtilis adalah 8,0 mm. Telah dilaporkan bahwa bakteri

Gram positif lebih sensitif terhadap minyak nabati dan ekstraknya (Karaman et al,

2003). Naz et al., (2010) mempelajari bahwa antara bakteri Gram positif, B.

cereus adalah organisme yang paling sensitif terhadap ekstrak C. longa dan

ekstrak etanol yang memberi MIC 12,0 mm.

Rifampicin merupakan antimikroba yang menghambat sintesis asam

nukleat sel mikroba. Salah satu derivat rifampisin berikatan dengan enzim

polimerase-RNA (pada subunit) sehingga menghambat sintesis RNA dan

DNA oleh enzim tersebut. Pada golongan kuinolon dapat menghambat

enzim DNA girase pada mikroba yang berfungsi mengatur kromosom yang

sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat dalam sel mikroba

yang kecil (Sambrook and Russell, 2001).

Rifampisin merupakan antibiotik bakterisidal yang dapat mematikan

kebanyakan gram positif dan beberapa jenis bakteri gram negatif. Antibiotik ini

bekerja dengan menghambat sintesa RNA polimerase dari bakteri (Pelczar dan

Chan 2010). Rifampisin adalah antibiotik bakterisida dengan spektrum aktifitas

yang luas, rifampisin biasanya digunakan untuk mengobati infeksi mycobacterium

termasuk tuberkulosis, dan juga memiliki peran dalam pengobatan methicillin-

resistant S. aureus dalam kombinasi dengan asam fusidic. Rifampisin kurang aktif

terhadap bakteri gram negatif seperti E. coli, sedangkan spesies Pseudomonas

secara intrinsik resisten terhadap rifampisin. Rifampisin menghambat DNA-

dependent RNA polimerase dalam sel bakteri karena diikat subunit β-nya (Esmaili

et al, 2007).

Page 93: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Rifampicin merupakan bahan antimikroba yang lebih baik untuk

menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophilla maupun Bacillus sp

karena memberikan zona bening yang lebih besar dibandingkan bahan antimkroba

lainnya

4.2 Saran

Praktikum kedepannya diharapkan menggunakan bakteri dari jenis lain

dan menggunakan bahan antimikroba lain sehingga mahasiswa bisa lebih banyak

mengenal jenis bakteri dan berbagai macam antibiotik yang berkaitan dengan budi

daya perairan.

Page 94: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe, A. 2009. Interaksi pada Obat Antimikroba. Artikel. Departemen

Farmakologi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. 19 hal.

Esmaeili, Farnaz., Mahdi, Hosseini-Nasr., Mazda, Rad-Malekshahi., Nasrin,

Samadi., Fatemeh, Atyabi., Rassoul, Dinarvand. 2007. Preparation and

antibacterial activity evaluation of rifampicin-loaded poly lactide-co-

glycolide nanoparticles. Nanomedicine: Nanotechnology, Biology, and

Medicine 3 (2007) 161– 167

Ghufran H., Kordi K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka

Cipta. Jakarta, 190 hlm

Holt, John G., Noel R. Krieg., Peter H.A.Sneath., James T. Staley., Stanley T.

Williams. 1994. Bergey Manual of Determinative Bacteriology. Ninth

Edition. The Williams and Wilkins Company, Baltimore USA

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta

Karaman, I., F. Sahin, M. Gulluce, H. Qgutcu, M. Sengul and A. Adiguzel. 2003.

Antimicrobial activity of aqueous and methanol extracts of Juniperus

oxycedrus L. J. Ethnopharmacol, 85: 231-235.

Majumdar, A.M., D.G. Naik, C.N. Dandge and H.M. Puntambekar. 2000.

Antiflammatory activity of Curcuma amada in albino rats. Indian journal

of Pharmacology, 32: 375-377.

Microbewiki. 2014. Bacillus amyloliquefaciens. https://microbewiki.kenyon.edu/

index.php/Bacillus_amyloliquefaciens

Naz, Shagufta., Safia Jabeen., Saiqa Ilyas., Farkhanda Manzoor., Farah Aslam and

Aamir Ali. 2010. Antibacterial Activity of Curcuma longa Varieties

Against Different Strains of Bacteria. Pak. J. Bot., 42(1): 455-462, 2010.

Pelczar, Michael J dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas

Indonesia Press. Jakarta

Rukmana, R. (1995). Kunyit. Yogyakarta : Kanisius.

Setyaningsih, I., Desniar Panggabean., Widyah Lily., Titik Harsita. 2004.

Pemisahan Ekstrak Intraseluler dari Mikroalga Nitzschia closterium dan

Penentuan Konsentrasi Hambatan Minimumnya terhadap Mikroba

Patogen. [Karya Ilmiah]. Institut Pertanian Bogor

Sambrook J. and Russell D.W. 2001. Molecular Cloning. A Laboratory Manual.

Edisi ke-3. Vol.2. New York: (US). Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Sissons C. H, Wong L., Cutress T. W., 1996. Inhibition By Ethanol of the Growth

of Biofilm and Dispersed Microcosm Dental Plaques. Archs oral Biol. Vol

41. 27-34.

Sunatmo, T.I. 2009. Mikrobiologi Esensial. Ardy Agency, Jakarta.

Utami, E.R. 2012. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. Saintis 1(1):

124-138.

Waluyo, Lud. 2010. Teknik dan Metode Dalam Mikrobiologi. UMM Press.

Malang

Wilson, B., G. Abraham, S. Manjuv, M. Mathew, B. Vimala, S. Sundaresan and

B. Nambisa. 2005. Antimicrobial activity of Curcuma zedoaria and

Curcuma malabarica tubers. J.Ethnophamacol., 99: 147-151.

Page 95: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke- 9 Hari/Tanggal : Senin, 01 Desember 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

PEMBERIAN PENANDA RESISTEN ANTIBIOTIK PADA

BAKTERI AKUAKULTUR

Oleh:

Stefanno. M. A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 96: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sifat resistansi terhadap antibiotik diperlukan oleh suatu mikroorganisme

untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya di alam. Sifat resistensi terhadap

suatu jenis antibiotik dari suatu bakteri perlu diketahui sebelum ditetapkan jenis

antibiotik yang akan digunakan sebagai penanda terhadap bakteri tersebut. Hal ini

akan memudahkan untuk menyeleksi bakteri tersebut dari bakteri yang secara

alami sensitif terhadap antibiotik yang digunakan (Ayuzar, 2008).

Menurut Chythanya et al. (1999) beberapa organisme secara alami resisten

terhadap beberapa antibiotik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

(1) organisme tidak mempunyai dinding sel sehingga akan resisten terhadap jenis

antibiotik yang merusak pada dinding sel seperti kelompok penisilin; (2)

organisme mungkin tidak permeabel terhadap beberapa antibiotik; (3)

rnikroorganisme mempunyai kemampuan untuk menginaktifkan beberapa

antibiotik; (4) mikroorganisme mempunyai sistem metabolisme yang dapat

memblokir antibiotik tertentu sehingga resisten terhadap antibiotik tersebut; (5)

mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk memompa antibiotik tertentu

keluar dari dinding sel sehingga resisten terhadap antibiotik tersebut.

Uji penanda resisten antibiotik terdiri dari uji sensitifitas untuk mengetahui

apakah bakteri tersebut resisten atau sensitif dengan antibiotik tertentu dan uji

mutasi spontan untuk mengetahui jumlah bakteri yang telah bermutasi menjadi

resisten antibiotik tertentu.

1.10 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui apakah isolat bakteri yang

digunakan resisten atau sensitif terhadap antibiotik dan mengetahui jumlah bakteri

yang berhasil bermutasi.

Page 97: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 01 Desember 2014 pukul

08.00-10.00 WIB, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Depertemen

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, batang

penyebar, inkubator, bunsen, korek api, tabung eppendorf, pinset, mikropipet, dan

tissue. Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah isolat bakteri untuk uji

sensitifitas, uji mutasi spontan dan kontrol, media SWC dalam cawan petri, media

SWC bercampur antibiotik chlorampenicol dalam cawan petri, larutan fisiologis.

2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Uji Sensitifitas Antibiotik

Alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk praktikum disiapkan dan

diletakkan di atas meja kerja laboratorium. Media SWC tanpa antibiotik sebagai

kontrol dan Media SWC bercampur antibiotik chlorampenicol, keduanya

kemudian digores dengan isolat bakteri Bacillus. Selanjutnya diinkubasi dalam

inkubator selama 24 jam dan diamati apakah ada koloni yang tumbuh atau tidak.

2.3.2 Uji Mutasi Spontan

Alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk praktikum disiapkan dan

diletakkan di atas meja kerja laboratorium. Isolat bakteri sebanyak 1 ml

disentrifuge dan supernatannya dibuang, kemudian dipekatkan dengan 10 ml

larutan fisiologis. Selanjutnya, suspensi bakteri disebar pada media SWC

bercampur antibiotik chlorampenicol. Isolat bakteri diencerkan menjadi isolat

bakteri dengan kepadatan 10-5

, 10-6

dan 10-7

yang kemudian disebarkan dengan

menggunakan batang penyebar pada media SWC bercampur chlorampenicol

kemudia diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator dan dihitung jumlah koloni.

Page 98: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil pengamatan praktikum pembuatan penanda resisten antibiotik dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil uji sensivitas dan jumlah kepadatan bakteri setelah uji mutasi

spontan pada pengenceran yang berbeda

Kelompok

Uji Sensivitas

Isolat TPC Uji Mutasi Spontan (cfu/ml)

K + Ab 100 + Ab 10

-5 K 10

-6 K 10

-7 K

1 + - - TBUD 11,3 x 108 0

2 + - - TBUD 29,8 x 108 0

3 + - - 28,9 x 105 98,0 x 10

6 0

4 + - - 15,6 x 105 42,0 x 10

6 98,0 x 10

8

5 + - - 44,7 x 105 10,0 x 10

6 0

Keterangan : K = kontrol, Ab = antibiotik, TPC = Total Plate Count atau kepadatan bakteri

(cfu/ml), (+) = resisten, (-) = sensitif, 0 = jumlah koloni 30, TBUD = Terlalu Banyak Untuk

Dihitung ( 300 koloni bakteri).

Berdasarkan data pada tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwa pada uji sensitivitas

isolat bakteri Bacillus sp tumbuh pada kontrol sedangkan tidak tumbuh pada

media yang diberikan antibiotik chlorampenicol. Pada uji mutasi spontan bakteri

Bacillus sp yang tumbuh pada media dengan pengenceran 10-5

sebesar 15,6 x 105

CFU/ml, pengenceran 10-6

jumlah bakteri Bacillus sp yang tumbuh sebesar 42,0 x

106 CFU/ml, sedangkan pertumbuhan bakteri Bacillus sp tertinggi terdapat pada

pengenceran 10-7

yaitu sebesar 98,0 x 108 CFU/ml.

3.2 Pembahasan

Bacillus spp. digolongkan ke dalam kelas bakteri heterotrofik, yaitu

protista bersifat uniseluler, termasuk dalam golongan mikroorganisme redusen

atau yang lazim disebut sebagai dekomposer. Sebagian besar bakteri laut

termasuk dalam kelompok bakteri bersifat heterotrofik dan saprofitik

(Rheinheimer 1980).

Marga Bacillus merupakan bakteri yang berbentuk batang dapat dijumpai

di tanah dan air termasuk pada air laut. Beberapa jenis menghasil enzim

ekstraseluler yang dapat menghidrolisis protein dan polisakarida kompleks.

Bacillus spp membentuk endospora, merupakan gram positif, bergerak dengan

Page 99: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

adanya flagel peritrikus, dapat bersifat aerobik atau fakultatif anaerobik serta

bersifat katalase positif (Pelczar dan Chan 2010).

Jenis Bacillus spp. menunjukkan bentuk koloni yasng berbeda-beda pada

medium agar cawan Nutrien Agar. Warna koloni pada umumnya putih sampai

kekuningan atau putih suram, tepi koloni bermacam-macam namun pada

umumnya tidak rata, permukaannya kasar dan tidak berlendir, bahkan ada yang

cenderung kering berbubuk, koloni besar dan tidak mengkilat. Bentuk koloni dan

ukurannya sangat bervariasi tergantung dari jenisnya. Selain itu setiap jenis juga

menunjukkan kemampuan dan ketahanan yang berbeda-beda dalam menghadapi

kondisi lingkungannya, misalnya ketahanan terhadap panas, asam, kadar garam,

dan sebagainya (Hatmanti 2000).

Gambar 1. (A) Isolat Bakteri tumbuh pada media kontrol (hanya SWC), (B) Isolat bakteri

tidak tumbuh pada media SWC yang diberi antibiotik chloramphenicol

Chloramphenicol adalah salah satu jenis antibiotika turunan amfenikol

yang secara alami diproduksi oleh Streptomyces venezuelae (Hartman et al, 1994).

Melalui pengembangan teknologi fermentasi, chloramphenicol dapat diisolasi,

disemisintesis menjadi antibitoka turunannya, antara lain tiamfenikol dan turunan

lain melalui berbagai reaksi kimia dan enzimatis (Susanti et al 2009).

Mekanisme kerja chloramphenicol sebagai anti bakteri bersifat

stereospesifik, karena hanya satu stereoisomer yang memiliki aktivitas anti

bakteri, yaitu D(-) treo-isomer. Chloramphenicol bekerja pada spektrum luas,

efektif baik terhadap Gram positif maupun Gram negatif. Mekanisme kerja

chloramphenicol melalui penghambatan terhadap biosintesis protein pada siklus

pemanjangan rantai asam amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan

peptida. Antibiotika ini mampu mengikat subunit ribosom 50-S sel mikroba target

secara terpulihkan, akibatnya terjadi hambatan pembentukan ikatan peptida dan

A B

Page 100: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

biosintesis protein. Chloramphenicol umumnya bersifat bakteriostatik, namun

pada konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisid terhadap bakteri-bakteri tertentu

(Ganiswarna, 1995).

Spektrum antibakteri chloramphenicol meliputi D. pneumoniae, Str.

pyogenes, Str. viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria,

Bartonella, Brucella, P. multocida, C. diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma,

Rickettsia, Treponema dan kebanyakan mikroba anaerob. Senyawa ini juga efektif

terhadap kebanyakan galur E. coli, K. pneumoniae, dan Pr. Mirabilis (Ganiswara,

1995). Berdasarkan pernyataan tersebut maka hasil pengujian kelompok kami

baik karena pada media SWC yang diberikan antibiotik chloramphenicol isolat

bakteri Bacillus spp tidak tumbuh karena sensitif terhadap chloramphenicol.

Page 101: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Bakteri Bacillus sp merupakan bakteri yang sensitif terhadap antbiotik

chloramphenicol karena tidak tumbuh pada media SWC yang diberi antibiotik

chloramphenicol. Jumlah bakteri Bacillus sp yang mengalami mutasi tertinggi

terdapat pada pengenceran 10-7

yaitu sebesar 98,0 x 108 CFU/ml.

4.2 Saran

Pada praktikum selanjutnya perlu dilakukan uji toksisitas penggunaan

chloramphenicol terhadap ikan atau udang yang akan diuji, dan apakah bakteri

hasil mutasi uji pula pertumbuhan dan patogenisitasnya.

Page 102: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Ayuzar, Eva.2014. Mekanisme Penghambatan Bakteri Probiotik Terhadap

Pertumbuhan Vibrio harveyi Pada Larva Udang Windu (Penaeus

Monodon). [Tesis]. Institut Pertanian Bogor.

Chytanya R, Nayak D.K, Venugopal M.N. 1999. Antibiotic resistence in

aquaculture. News from around the world. Infofish International, 6:30-

32.

Ganiswarna, V.H.S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4, Jakarta: Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal. 571, 657-

660.

Hartman, C., Massart, D.L., McDowell, R.D. 1994. An analysis of the

Washington Conference report on bioanalytical method validation.

Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, Vol. 12, p. 1337-

1343.

Hatmanti, Arianti. 2000. Pengenalan Bacillus spp. Jurnal Oseana, Volume XXV,

Nomor 1, 2000 : 31-41

Pelczar, Michael J dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas

Indonesia Press. Jakarta

Rheinheimer .1980. Aquatic Microbiology, A. Willey Inter Science Publication

Chichester: 225 pp.

Susanti, Meliana., Isnaeni., Sri Poedjiarti. 2009. Validasi Metode Bioautografi

untuk Determinasi Kloramfenikol. Jurnal Kedokteran Indonesia, Vol.

1/No. 1/Januari/2009

Page 103: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke- 10 Hari/Tanggal : Senin, 08 November 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

SELEKSI BAKTERI PROBIOTIK UNTUK AKUAKULTUR

Oleh:

Stefanno M. A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 104: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Probiotik adalah mikrob hidup yang ditambahkan ke dalam pakan yang

dapat memberi pengaruh mengmtungkan bagi hewan inang dengan cara

memperbaiki keseimbangan mikrob ususnya. Pada hewan akuatik, selain saluran

pencemaan, air di sekeliling organisme tersebut juga memegang peranan penting

(Fuller 1992). Sehingga probiotik untuk hewan akuatik adalah agen mikrob hidup

yang memberikan pengaruh menguntungkan pada inang dengan memodifikasi

komunitas mikrob atau berasosiasi dengan inang, menjamin perbaikan dalam

penggunaan pakan atau memperbaiki nilai nutrisinya, memperbaiki respon inang

terhadap penyakit, atau memperbaiki kualitas lingkungan ambangnya (Verschuere

et al. 2000). Penambahan probiotik pada pakan telah banyak diaplikasikan pada

kegiatan akuakultur dan terbukti telah memberikan efek yang menguntungkan

bagi ikan (Kesarcodi-Watson et al., 2008).

Menurut Gomez-Gil et al. (2000), konsep probiotik sebagai biokontrol,

yaitu pemanfaatan organisme yang antagonis dalam membatasi atau menyerangi

hama pada budidaya. Dalam hal ini mikroorganisme probiotik tidak hanya sebagai

musuh alami patogen, tetapi juga dengan mengurangi kerusakan yang disebabkan

oleh patogen, umumnya dengan kompetisi, yang paling banyak dengan

menghasilkan substansi yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang

paling berbahaya.

Metode seleksi bakteri probiotik untuk kegiatan pemeliharaan larva hewan

akuatik dapat mencakup beberapa tahap berikut: (1) pengumpulan informasi dasar

yang didapat dari studi pustaka maupun di lapangan, meliputi infomasi tentang

mikroba serta hubungan antara inang dengan lingkungannya; (2) penapisan

mikroba, yaitu proses pemisahan mikroba dari campurannya berdasarkan kriteria

tertentu seperti bakteri probiotik harus menguntungkan inangnya, mampu

bertahan hidup dalam usus, dapat disiapkan sebagai produk sel hidup pada skala

industri, dan dapat terjaga stabilitas serta sintasan untuk waktu yang lama pada

penyimpanan maupun di lapangan; (3) pengujian isolat dalam menghambat

mikroba patogen secara in vitro dan in vivo; (4) pengujian patogenitas isolat

Page 105: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

terhadap inang; (5) pengujian skala laboratorium termasuk melihat pengaruh

kandidat probiotik secara in vivo terhadap variabel imunologi, dan uji tantang

dengan patogen; (6) analisa ekonomi biaya-laba (Gomez-Gil et al. 2000),.

1.11 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengevaluasi bakteri potensial sebagai

probiotik melalui uji aktivitas enzim amilase, lipase, protease dan uji kompetisi

dengan bakteri patogen.

Page 106: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 08 November 2014 pukul

08.00-10.00 WIB, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Depertemen

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, bunsen,

jarum ose, mikropipet, mikrotip, tabung ependof, batang penyebar, erlenmeyer,

tabung reaksi, inkubator, rak alat. Sedangkan bahan yang digunakan adalah koloni

bakteri NP5 (Bacillus sp), 1-Ub (Pseudoalteromonas), SKTb (Vibrio

alginoliticus), media agar TCBS, media agar SWC, alkohol 70% dan 95%, larutan

KI, larutan CuSO4.

2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Uji Amilase

Meja kerja dan tangan disterilisasi dengan alkohol 70%. Jarum ose

dicelupkan pada alkohol 95% dan dipanaskan di bunsen. Tiga buah tabung

ependorf steril yang berisi masing-masing isolat kultur (NP5, 1-Ub dan SKTb)

disiapkan, kemudian isolat bakteri diambil menggunakan jarum ose setelah itu

gores pada cawan petri berisi Media SWC steril ditambah pati yang sebelumnya

sudah dibagi menjadi tiga daerah untuk masing-masing isolat. Cawan diberi label

dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam, media digenangi

dengan KI. Amati perubahan warna pada isolat uji.

2.3.2 Uji Lipase

Meja kerja dan tangan disterilisasi dengan alkohol 70%. Jarum ose

dicelupkan pada alkohol 95% dan dipanaskan di bunsen. Tiga buah tabung

ependorf steril yang berisi masing-masing isolat kultur (NP5, 1-Ub dan SKTb)

disiapkan, kemudian isolat bakteri diambil menggunakan jarum ose setelah itu

gores pada cawan petri berisi Media SWC steril ditambah minyak zaitun yang

Page 107: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

sebelumnya sudah dibagi menjadi tiga daerah untuk masing-masing isolat. Cawan

diberi label dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam, media

digenangi dengan CuSO4. Biakan diamati apakah terdapat zona litik yaitu

berwarna hijau toska/kebiruan.

2.3.3 Uji Protease

Media SWC steril ditambah skim milk dan disiapkan pada cawan petri.

Cawan petri diberi penanda untuk memisahkan cawan menjadi 3 area. Jarum ose

dicelupkan pada alkohol 95% dan dipanaskan di bunsen. Setelah dingin

dicelupkan pada biakan bakteri dan digores pada cawan petri sesuai area masing-

masing bakteri. Cawan diberi label dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24

jam. Setelah 24 jam, biakan diamati apakah terdapat zona litik yaitu berwarna

bening.

2.3.4 Uji Kompetisi

Tahap persiapan yaitu menyiapkan media miring sesuai bakteri uji yaitu

Vibrio harvey dan Pseudoalteromonas. Media agar steril dibuat pada tabung

reaksi dan dimiringkan hingga memadat. Bakteri Vibrio harvey dan

Pseudoalteromonas masing-masing dikultur pada media tersebut dan diinkubasi

pada suhu ruang selama 24 jam. Pengerjaan isolasi dan kultur dalam kondisi steril.

Tahap rekultur dan kultur bersama yaitu biakan bakteri uji pada media miring

diambil dengan jarum ose dan tumbuhkan pada media SWC cair di erlenmeyer

lalu diinkubasi selama 24 jam. Vibrio harvey dikultur hingga mendapatkan biakan

dengan kepadatan 103

sedangkan Pseudoalteromonas dikultur hingga

mendapatkan kepadatan 106. Vibrio harvey 10

3 diambil 100 µl dan dikultur di

media SWC cair pada erlenmeyer dan diinkubasi selama 24 jam. Vibrio harvey

pada biakan 103 diambil lagi sebanyak 100 µl dan dicampurkan pada media SWC

cair pada erlenmeyer yang akan dijadikan sebagai media kultur bersama.

Pseudoalteromonas 106 diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan pada media

kultur bersama. Media kultur bersama dihomogenkan dan diinkubasi selama 24

jam. Tahap perbandingan kepadatan yaitu biakan Vibrio harvey pada media SWC

dengan kepadatan awal 103 hasil inkubasi dilakukan pengenceran hingga

pengenceran 10-5

, 10-6

dan 10-7

yang masing-masing ditebar sebanyak 50 µl pada

Page 108: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

cawan petri media TCBS. Media kultur bersama hasil inkubasi yang berisi Vibrio

harvey dan Pseudoalteromonas diambil dan dilakukan pengenceran hingga 10-2

dan 10-3

. Masing-masing pengenceran diambil 50 µl dan dikultur pada cawan petri

berisi media TCBS dan diinkubasi selama 24 jam.

Setelah 24 jam diamati kepadatan bakteri Vibrio harvey pada cawan TCBS

baik pengenceran 10-5, 10-6 maupun 10-7. Begitu pula kepadatan bakteri kultur

bersama diamati baik pada pengenceran 10-2 dan 10-3. Jika kesemua pengenceran

hasil kepadatannya dapat dihitung maka digunakan kepadatan pada pengenceran

terkecil. Jika kepadatan Vibrio harvey lebih besar dari pada kepadatan kultur

bersama maka bakteri Pseudoalteromonas memiliki potensi sebagai probiotik.

Page 109: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil pengamatan praktikum seleksi probiotik disajikan dalam tabel 1 di

bawah ini.

Tabel 1 Hasil uji seleksi dan TPC uji kompetisi dan kultur bersama bakteri NP5,

SKT-b, dan 1-Ub pada pengenceran berbeda

Kelp Isolat

Uji Seleksi

Bakteri

TPC Uji Kompetisi

(CFU/ml)

TPC Kultur

Bersama (CFU/ml)

A L P 10-5

K 10-6

K 10-7

K 10-2

10-3

1

A + - +

TBUD 2,4 x 109 0 0 0 B + - -

C + + +

2

A + - -

TBUD 1,5 x 109 0 - - B + - -

C + + -

3

A - - -

3,7 x 108 8,0 x 10

8 0 - - B - - -

C + - -

4

A + - +

TBUD 6,0 x 108 0 0 0 B - - +

C + + -

5

A + + -

TBUD 194 x 108 0 0 - B + + -

C + + -

Keterangan: Isolat A = NP5, Isolat B = SKT-b, Isolat C = 1-Ub, Uji Seleksi A = uji Amilase, L

= uji Lipase, P = uji Protease, TPC = Total Plate Count atau kepadatan bakteri (cfu/ml), K =

kontrol, (+) = tumbuh, (-) = tidak tumbuh, 0 = jumlah koloni 30, TBUD = Terlalu Banyak Untuk

Dihitung (300 koloni bakteri).

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwa pada uji seleksi bakteri isolat A

tumbuh pada media yang mengandung amilase dan protease, namun tidak tumbuh

pada media yang mengandung lipase. Isolat B hanya tumbuh pada media yang

mengandung protease dan tidak tumbuh pada media yang mengandung amilase

dan lipase. Isolat C tumbuh pada media yang mengandung amilase serta lipase

dan tidak tumbuh pada media yang mengandung protease (Gambar 1). Hasil

penghitungan cawan pada uji kompetisi pada kontrol dengan pengenceran 10-5

tidak dapat dihitung karena jumlah koloni yang terlalu banyak (Gambar 2). Pada

perlakuan kontrol dengan pengenceran 10-6

jumlah koloni yang tumbuh yaitu

sebesar 6,0 x 108, sedangkan pada pengenceran 10

-7 jumlah koloni yang tumbuh

sangat sedikit. Hasil perhitungan koloni bakteri yang tumbuh pada kultur bersama

Page 110: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

baik pada pengenceran 10-2

dan 10-3

isolat bakteri tumbuh namun dalam jumlah

yang sedikit (Gambar 3).

Gambar 1. Hasil uji seleksi bakteri (A). Uji Amilum, (B). Uji Lemak, (C) Uji Protein

Gambar 2. Hasil Uji Kompetisi (A) Pengenceran 10-5

, (B) Pengenceran 10-6

, (C)

Pengenceran 10-7

Gambar 3. Hasil Uji Kultur Bersama (A) Pengenceran 10-2

, (B) Pengenceran 10-3

3.2 Pembahasan

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah

yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan pada inangnya (FAO, 2001).

Keseimbangan yang baik dalam ekosistem mikrobiota usus bisa menguntungkan

kesehatan tubuh dan dapat dipengaruhi oleh konsumsi probiotik setiap hari (Lisal,

2005). Probiotik dapat diperoleh melalui konsumsi produk olahan susu

fermentasi. Mikroba probiotik dalam susu fermentasi terdiri dari genus

Lactobacillus, Pediococcus, Bifidobacterium, Lactococcus, Enterococcus dan

Saccharomyces. Bakteri probiotik yang digunakan dalam produk olahan pangan

A B C

A B C

A B

Page 111: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

harus mempertimbangkan aspek keamanan. Genus Lactococcus dan Lactobacillus

merupakan genus bakteri yang paling umum mendapatkan status GARS atau

Generally recognized as safe sehingga aman dikonsumsi (Surono, 2004).

Bakteri yang mempunyai aktivitas proteolitik mempunyai kemampuan

untuk menghasilkan enzim protease yang disekresikan ke lingkungannya. Enzim

proteolitik ekstraseluler ini selanjutnya bekerja menghidrolisis senyawa-senyawa

bersifat protein menjadi oligopeptida, peptida rantai pendek dan asam amino.

Diameter zone hambat yang terbentuk dapat menunjukan secara kualitatif

tingginya kemampuan proteolitik enzim protease yang dihasilkan atau juga

tingginya jumlah enzim yang diproduksi dan dilepas keluar. Keberadaan enzim

protease ekstraseluler ini sangat penting bagi kehidupan bakteri karena

menyediakan kebutuhan senyawa bernitrogen yang dapat diangkut ke dalam sel.

Jenis-jenis bakteri yang mempunyai kemampuan mensekresikan enzim protease

ini memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai agensia pembersih

bahan pencemar yang bersifat protein (Setyati dan Subagyo, 2012). Dari hasil

praktikum dapat dilihat bahwa isolat A dan B yang memiliki kemampuan untuk

menghasilkan enzim protease.

Amilum lebih mudah dicerna daripada selulosa. Amilum dicerna oleh

enzim amilase. Bakteri amilolitik yang diperoleh dari penelitian ini adalah bakteri

yang menghasilkan enzim amilase ekstraseluler. Enzim ini dibutuhkan untuk

merombak amilum yang terdapat dalam sisa pakan (Setyati dan Subagyo, 2012).

Bakteri amilolitik adalah bakteri yang mampu mensekresikan enzim amilase yang

berperan penting dalam proses pencernaan ikan, yaitu sebagai katalisator untuk

hidrolisis nutrien pakan dalam saluran pencernaan ikan. Bakteri dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kaya molekul kompleks dengan cara

mensekresikan enzim yang disebut exogeneous enzim (Putra, 2010). Kemampuan

degradasi atau hidrolisis pati (amilum) ditunjukkan oleh isolat A dan C.

Seleksi aktivitas hidrolitik terhadap lipid yang ditunjukan dengan

terbentuknya endapan asam lemak menunjukan bahwa isolat bakteri mempunyai

kemampuan menghasilkan enzim lipolitik (lipase). Enzim ini merombak lipid

menjadi lipid rantai pendek dan asam lemak, yang selanjutnya akan digunakan

untuk pertumbuhan bakteri. Katabolisme lipid diawali dengan pecahnya

Page 112: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

trigliserida oleh penambahan air sehingga terbentuk gliserol dan asam lemak

dengan bantuan enzim-enzim lipase. Gliserol sebagai komponen lemak dapat

dirubah menjadi intermediet lintasan glikolitik (dehidroksiaseton fosfat). Asam-

asam lemak dioksidasi melalui pengusiran berturu-turut fragmen berkarbon dua

dalam bentuk asetil-KoA. Ada lebih banyak hasil energi per gram lemak dari pada

per gram protein dan karbohidrat. Namun, relatif hanya beberapa spesies mikroba

yang efektif dalam merombak lipid, baik yang sederhana atau yang rumit oleh

karena terbatasnya daya larut lemak (Pelczar dan Chan, 2010). Dari hasil

praktikum kelompok hanya Isolat C yang punya kemampuan untuk

menghidrolisis lipid.

Dalam meningkatkan nilai nutrisi pakan, probiotik mampu menghasilkan

beberapa enzim exogenous untuk pencernaan pakan seperti amilase, protease,

lipase dan selulase (Wang et al. 2008). Enzim exogenous tersebut akan membantu

enzim endogenous di inang untuk menghidrolisi nutrien pakan seperti memecah

atau mengurai rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak penyusun pakan.

Pemecahan molekul-molekul komplek ini menjadi molekul yang lebih sederhana

akan mempermudah pencernaan dan penyerapan dalam saluran pencernaan.

Banyak kendala dijumpai pula dalam penggunaan probiotik, termasuk

kemampuan bertahan, kolonisasi dan kompetisi nutrien untuk masuk ke dalam

suatu lingkungan ekosistem yang sudah mengandung beberapa ratus jenis bakteri

lainnya. Lisal (2005) menambahkan, jika bahan yang mengandung probiotik tidak

dikonsumsi secara kontinyu, maka bakteri yang ditambahkan itu dengan cepat

akan mengalami wash-out (tidak lagi melekat dan dikeluarkan dari saluran

pencernaan). Pendekatan lain yang dapat mengatasi keterbatasan pemakaian

probiotik adalah dengan menggunakan prebiotik yaitu suatu unsur makanan yang

tidak dapat dicerna dan mempunyai pengaruh menguntungkan bagi inangnya,

yang secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan/atau aktivitas metabolik dari

satu atau sejumlah terbatas bakteri dalam kolon sehingga memperbaiki kesehatan

induk semangnya.

Page 113: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa isolat A dan B yang memiliki

kemampuan untuk menghasilkan enzim protease. Kemampuan degradasi atau

hidrolisis pati (amilum) ditunjukkan oleh isolat A dan C. Dari hasil praktikum

kelompok hanya Isolat C yang punya kemampuan untuk menghidrolisis lipid.

Pada kultur bersama mampu menekan pertumbuhan Vibrio sehingga jumlah

koloninya sedikit sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga isolat uji berpotensi

sebagai probiotik.

4.2 Saran

Untuk meningkatkan pemahaman tentang evaluasi bakteri potensi

probiotik sebaiknya uji tidak hanya pada aktivitas enzim dan kompetisi. Namun

juga dilakukan evaluasi potensi peningkatan nutrien ataupun imunitas didukung

pula uji patogenitas dan juga uji pada larva.

Page 114: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 2001. Health

and nutritional properties of probiotics in food including powder milk with

live lactic acid bacteria. http://www.who.int/foodsafety/publications/fs

management/en/probiotics.pdf.[3 Januari 2015].

Fuller R. 1992. History and Development of Probiotics. Di dalam: Fuller R,

editor. Probiotics the Scientific Basis. London: Chapman and Hall. hlm 1-

8.

Gomez-Gil B, Roque A, Tumbull JF. 2000. The use and selection of probiotic

bacteria for use in the culture of larval aquatic organisms. Aquaculture,

191 :259-270.

Kesarcodi-Watson A, H. Kaspar, J. Lategan, L. Gibson. 2008. Probiotics in

aquaculture: The need, principles and mechanisms of action and screening

processes. Aquaculture, 274: 1-14.

Lisal J. 2005. Konsep probiotik dan prebiotik untuk modulasi mikrobita usus

besar. Medikal Nusantara, 26: Oktober-Desember

Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi (terjemahan),

R.S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomp dan S. L. Angka. Jakarta (ID):

UI Press.

Putra A. N., 2010. Kajian Probiotik, Prebiotik dan Simbiotik untuk Meningkatkan

kinerja Pertumbuhan ikan Nila (Oreochromis niloticus). [Thesis]. Magister

Akuakultur. IPB

Setyati, Willis Ari dan Subgayo. 2012. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil

Enzim Ekstraseluler (proteolitik, amilolitik, lipolitik dan selulolitik) yang

Berasal dari Sedimen Kawasan Mangrove. Jurnal Ilmu Kelautan September

2012. Vol. 17 (3) 164-168

Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. PT. Tri Cipta

Karya, Jakarta. Verschuere L., G. Rombaut, P. Sorgeloos, W. Verstraete. 2000. Probiotic bacteria

as biological control agents in aquaculture. Microbiological and Molecular

Biology Review, 64: 655-671.

Wang Bo-Yan, Rong Li, Lin Junda. 2008. Probiotics in Aquaculture: Challenges

and Outlook. Aquaculture, 281: 1-4.

Page 115: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Laporan Praktikum ke- 11 Hari/Tanggal : Minggu, 14 Desember 2014

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV

Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si

2. Asisten Mikro 2013

DETEKSI VIRUS DENGAN TEKNIK PCR

Oleh:

Stefanno. M. A. Rijoly

C151140401

ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 116: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Koi Herpes Virus (KHV) atau Virus Herpes pada ikan koi merupakan

penyakit yang mudah menular pada berbagai jenis ikan termasuk koi dan keluarga

karper. Kematian ikan yang disebabkan Virus Herpes bisa mencapai 20% sampai

dengan 100%. Virus ini biasa menyebar pada musim panas saat suhu air cukup

tinggi, antara suhu 18 - 27˚C. Kematian yang disebabkan Virus Herpes ini

termasuk cepat hanya dalam waktu 24 -48 jam sejak ada gejala. Kematian ikan

koi yang disebabkan oleh Virus Herpes termasuk sporadis, karena kematian dalam

jumlah yang besar (Hendrick, 2000). KHV juga dikenal sebagai Cyprinid

herpesvirus 3 (CyHV3) yang tergolong virus double-standed DNA dan termasuk

dalam family Alloherpesviridae. KHV menyerang beragam usia dan sering

mengakibatkan 80-100% kematian ketika temperatur air berkisar antara 16°C-

25°C (Haenen et al., 2004).

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan

amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh

Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk

mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa

jam (Handoyo dan Rudiretna, 2001).

Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: pra-denaturasi DNA

templat, denaturasi DNA templat, penempelan primer pada templat (annealing),

pemanjangan primer (extension) dan pemantapan (post extension). Tahap

denaturasi sampai dengan tahap pemanjangan primer merupakan tahapan berulang

(siklus), di mana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA

(Sulistyaningsih, 2007).

1.12 Tujuan

Praktikum ini bertujuan mendeteksi secara molekular organisme uji

apakah negatif atau positif terserang Koi herves Virus (KHV) dengan

menggunakan teknik Polimerase Chain Reaction (PCR).

Page 117: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu, 14 Desember 2014 pukul

10.00-14.00 WIB, bertempat di Laboratorium Molekular Ikan dan Bioteknologi,

Depertemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mortar, pipet mikro,

tabung mikro, tipe, sentrifuse, thermoshaker, lemari es, rak tabung mikro.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah sampel insang ikan, aqudest, cell lysis

solution, proteinase K, RNAse, protein precipitation solution, isopropanol, ETOH

70%, KAPA mix, foward, reserver, IEW.

2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan tahap awal dalam teknik PCR. Tujuan dari

tahap ini adalah mendapatkan DNA dari sel utuh. Ekstraksi DNA melalui tahap

pelisisan sel dan pemisahan DNA dari materi sel lainnya.

2.3.1.1 Sel Lisis

Sampel insang diambil 100 mg. Jumlah sampel terkadang juga bergantung

pada kit yang digunakan. Sampel ditambahkan sedikit aquades dan digerus

dengan mortar. Setelah halus, sampel dipindahkan di tabung mikro/ependof. Cell

lysis solution 200 µl ditambahkan pada ependof dan divorteks. Kemudian

ditambahkan 1,5 µl proteinase K dan divorteks ulang. Ependof diinkubasi pada

thermoshake pada suhu 55°C selama 3 jam hingga sel lisis.

2.3.1.2 RNAase Treatment dan Protein Precipitation

Ependof hasil inkubasi ditambahkan 1,5 µl RNAase dan divorteks sampai

homogen. Kemudian diinkubasi pada thermoshaker pada suhu 37 °C selama 30

menit. Setelah diinkubasi ditambahkan dengan 50 µl protein precipitation

solution. Ependof diinkubasi on ice selama 10-15 menit atau 5-10 menit pada

Page 118: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

suhu -20°C. Setelah diinkubasi kemudian disentrifugasi selama 10 menit pada

kecepatan 13.000 rpm.

Mikrotube baru diambil dan diisi dengan 300 µl isopropanol. Mikrotube

yang berisi sampel hasil sentrifugasi diambil supernatan dengan pipet mikro yaitu

lapisan bening bagian atas. Supernatan dicampur pada ependof berisi isopropanol

dan divorteks sampai homogen. Ependof disentrifugasi selama 10 menit pada

kecepatan 13.000 rpm. Hasil sentrifugasi yaitu pada dinding dasar mikrotube

terdapat bercak putih yang merupakan DNA sampel. Supernatan dibuang hingga

tersisa DNA sampel. Untuk memurnikan, DNA dicuci dengan ETOH 70%

sebanyak 300 µl dan divorteks kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13.000

rpm selama 10 menit. Setelah disentrifugasi ETOH dibuang dan tabung dibalik

untuk dikering-anginkan.

2.3.2 Ampifikasi DNA dengan PCR

Disiapkan premix sampel uji, kontrol positif, dan kontrol negatif.

Kemudisan didistribusikan 9 µl premix kedalam setiap tabung PCR yang

jumlahnya sesuai dengan jumlah sampel. Lalu ditambahkan 1 µl DNA sampel dan

divortex. Kemudian diatur alat thermal cycler dengan kondisi PCR sebagai

berikut: Pre Denaturation 94oC selama 3 menit; denaturasi 94

oC selama 30 detik,

Annealing primer 57oC selama 30 detik sebanyak 35 siklus, Extention 72

oC

selama 30 menit; Final Extention 72oC 3 menit. Selanjutnya, suhu diturunkan dan

diakhiri pada 4oC.

2.3.3 Visualisasi Elektroforesis

Hasil PCR akan divisualisasikan pada gel agarose. Tahapan pembuatan gel

agarose yaitu, dipersiapkan serbuk agarose dan dilarutkan dalam TBE (Tris Base,

Boric Acid, EDTA) yang mengandung 0,01 g/mL ethidium bromida, kemudian

dipanaskan dalam microwave selama 1,5 menit sampai larutan menjadi bening.

Setelah hangat, larutan dituangkan ke dalam cetakan yang telah dilengkapi sisir

(comb) sebagai cetakan sumur (well) elektroforesis. Setelah membeku, sisir

dilepas secara perlahan, gel dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang telah

berisi larutan buffer TBE. Lalu dicampur 5 µl sampel DNA produk PCR dengan

dengan 0,5 µL loading dye lalu dimasukkan ke dalam sumur gel dengan

menggunakan mikropipet. Marker DNA selanjutnya juga dimasukkan sebanyak 1-

Page 119: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

2 µL. Bak elektroforesis kemudian ditutup dan dihidupkan power supply.

Kemudian dimatikan power supply ketika sampel DNA sudah bermigrasi

(ditandai dengan warna loading dye yang mencapai sekitar ¾ dari total panjang

gel agarose) tau sesuai yang diinginkan. Langkah terakhir, hasil uji KHV dilihat

dan dibandingkan dengan kedua kontrol dan standar ukuran DNA dibawah cahaya

UV dan didokumentasikan

Page 120: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Berikut adalah hasil visualisasi eletroforesis dengan sinar UV.

Gambar 1. band yang ditunjukkan oleh hasil elektroforesis

3.2 Pembahasan

Diagnosa penyakit menggunakan teknik PCR telah banyak dikembangkan

pada akhir-akhir ini PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan

jumlah molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida

sebagai primer dalam suatu thermocycler. DNA murni virus dengan jumlah

memadai dapat diperoleh dengan cara mengisolasi DNA dari inang kemudian

mengamplifikasinya (Muladno, 2002)

Banyak cara dan berbagai macam prosedur yang dapat dilakukan dalam

upaya deteksi virus KHV, tergantung pada reagen dan kit yang digunakan baik

pada tahap ekstraksi, purifikasi, amplifikasi, maupun elektrophoresis. Gomez et

al., (2011) menggunakan Qiagen GmbH Dneasy Tissue extraction kit (Qiagen,

Germany). Mesin PCR yang digunakan adalah real-time PCR assays 2.5 dengan

primer KHV didesain pada wilayah 9/5 dan wilayah target yaitu 484 pasang basa.

M A C - +

Keterangan

M : Marker (KAPPA® DNA Ladder)

A : Sample A

C : Sample C

- : Sample ikan - KHV

+ : Plasmid Glikoprotein KHV

300 kb

100 kb

Page 121: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

Proses PCR diawali dengan kegiatan isolasi DNA. Isolasi DNA merupakan

tahap yang paling penting untuk mendapatkan DNA berkualitas tinggi yang

merupakan satu kaidah dasar yang harus dipenuhi dalam studi molekuler. Pada

dasarnya isolasi DNA genom total dari sel bakteri terdiri dari beberapa tahap

yaitu: kultivasi sel dalam media yang sesuai, pemecahan dinding sel, ekstraksi

DNA genom, dan purifikasi DNA (Kurnia, 2011).

Tahap-tahap amplifikasi DNA dengan PCR dimulai dengan tahap denaturasi,

annealing, ekstensi/elongasi dan kembali ke tahap awal dengan jumlah siklus

yang sudah ditentukan (Sambrook dan Russell, 2001).

Gel yang biasa digunakan antara lain agarosa. Dengan gel agarosa dapat

dilakukan pemisahan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga

20.000 pasang basa (pb). Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam

medan listrik akan bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anode).

Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah laju migrasinya. Berat molekul

suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya

dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA strandar (marker) yang telah

diketahui ukurannya. Visualisasi DNA selanjutnya dilakukan di bawah paparan

sinar ultraviolet setelah terlebih dulu gel direndam di dalam larutan etidium

bromid (Wibowo, 2009).

Deteksi DNA dalam gel agarosa dilakukan dengan citra UV. Sinar UV

yang digunakan dengan panjang gelombang 300 nm. Metode staining dan

visualisasi DNA menggunakan ethidium bromide atau SYBR gold (Sambrook dan

Russell, 2001).

Gambar 1 menunjukkan bahwa sampel A positif mengandung KHV

sedangkan sampel C negatif mengandung KHV. DNA KHV yang teramplifikasi

saat PCR menunjukkan fragmen dengan panjang 300 kb. Hal tersebut didasarkan

pada band sampel A sejajar dengan marker yang memiliki panjang 300 kb.

Sedangkan tebal band menunjukkan seberapa banyak DNA/RNA virus yang

teramplifikasi saat PCR.

Keberhasilan pengujian sampel dengan metode PCR dipengaruhi oleh

beberapa hal, antra lain faktor kontaminasi silang, umur reagen atau enzim yang

dipakai, jumlah enzim yang dipakai, ketelitian saat poses ekstraksi, serta kondisi

Page 122: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

larutan buffer dan larutan etidium bromida yang dipakai. Jika melihat hasil yang

didapat, pengerjaan praktikum ini sudah tergolong baik karena tidak adanya

kontaminan sehingga hasil yang didapat dapat maksimal (Haliman dan Adijaya,

2005).

Page 123: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa ikan uji A positif (+)

mengandung Koi Herpes Virus dan ikan uji C negatif (-) mengandung Koi Herpes

Virus.

4.2 Saran

Dalam praktikum ekstraksi dan amplifikasi DNA selain menggunakan cara

manual sebaiknya juga menggunakan KIT sehingga hasil PCR dapat

dibandingkan antara kedua macam bahan tersebut. Selain itu dengan

menggunakan KIT akan mempersingkat waktu praktikum.

Page 124: Laporan Praktikum Mikrobiologi Akuakultur

DAFTAR PUSTAKA

Gomez D.K., Joh S.J., Jang H., Shin S.P., Choresca Jr. C.H., Han J.E., Kim J.H.,

Jun J.W., Park S.C. 2011. Detection of koi herpesvirus (KHV) from koi

(Cyprinus carpio koi) broodstock in South Korea. Aquaculture.311: 42-47.

Haenen O.L.M, Way K, Bergmann S.M, Ariel E. 2004. The emergence of koi

herpesvirus and its significance to European aquaculture. Bulletin of the

European Association of Fish Pathologists 24:293–307.

Haliman, R.W. dan D. Adijaya. 2005. Udang Vanamei, Pembudidayaan dan

Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar

Swadaya.Jakarta. 75 pp.

Handoyo, D dan A. Rudiretna. 2001. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase

Chain Reaction (PCR). Unitas Vol 9(1): 17-19.

Hendrick RP, Gilad O, Yun S, Spangenberg JV. 2000. A Herpes Virus

Associated with Mass Mortality of Juvenile and Adult Koi, a Strain of

Common Carp J. Aquatic Animal Health 12: 44-57.

Kurnia, A. 2011. Dasar Teknologi DNA Rekombinan. Departemen Farmasi,

Universitas Indonesia, Depok, Indonesia.

Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wira

Usaha Muda.

Pratiwi, R. 2001. Mengenal Metode Elektroforesis. Oseana Vol XXVI (1): 25-31.

Sambrook J. and Russell D.W. 2001. Molecular Cloning. A Laboratory Manual.

Edisi ke-3. Vol.2. New York: (US). Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Sulistyaningsih, E. 2007. Polymerase Chain Reaction (PCR): Era Baru Diagnosis

dan Manajemen Penyakit Infeksi. Biomedis Vol 1(1): 17-25.

Wibowo, M. S. 2009. Elektroforesis. Sekolah Farmasi. Institut Teknologi

Bandung.