laporan praktikum farmakognosi analitik

25
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI ANALITIK PENETAPAN KADAR AIR, KADAR SARI, KADAR ABU, DAN KADAR MINYAK ATSIRI SERTA PEMBUATAN AMYLUM Disusun oleh : Ariadne Prawita 10713036 Nur Hidayat F 10713056 Silmi Fazriya Hayati 10713059 Kartika Khoirunnisa 10713072 Jati Yuniasih 10713086 Asisten : Khoirunnisa Ayu P. 10712055 LABORATORIUM FARMAKOGNOSI ANALITIK PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI

Upload: nur-hidayat-faturochman

Post on 15-Jul-2016

336 views

Category:

Documents


51 download

DESCRIPTION

Laporan analisis kadar

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI ANALITIK

PENETAPAN KADAR AIR, KADAR SARI, KADAR ABU, DAN KADAR MINYAK ATSIRI SERTA PEMBUATAN AMYLUM

Disusun oleh :

Ariadne Prawita 10713036

Nur Hidayat F 10713056

Silmi Fazriya Hayati 10713059

Kartika Khoirunnisa 10713072

Jati Yuniasih 10713086

Asisten :

Khoirunnisa Ayu P. 10712055

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI ANALITIK

PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

SEKOLAH FARMASI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2016

Page 2: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

PENETAPAN KADAR AIR, KADAR SARI, KADAR ABU, DAN KADAR MINYAK ATSIRI SERTA PEMBUATAN AMYLUM

I. TUJUAN PERCOBAANa. Menentukan kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, dan

kadar abu larut air dari simplisa daun salam (Polyanthi folium).

b. Menentukan kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol dari

simplisia daun salam (Polyanthi folium).

c. Menentukan kadar air simplisia daun salam (Polyanthi folium)

dengan distilasi azeotrop.

d. Menentukan kadar minyak atsiri simplisia Alpiniae galangae

rhizome dengan alat destilasi stahl.

e. Menentukan rendemen amylum yang didapatkan dari

pembuatan amylum bengkuang.

II. PRINSIP PERCOBAAN

Penetapan kadar air dan kadar sari

Kadar air merupakan salah satu parameter standardisasi simplisia.

Adanya air dalam simplisia dalam simplisia tumbuhan memungkinkan

pertumbuhan mikroba dan biosintesis dalam tumbuhan mungkin masih

berlangsung. Selain kadar air, kadar sari simplisia juga dapat digunakan

untuk standardisasi dan identifikasi simplisia. Sari adalah esensi/inti dari

suatu bagian tanaman. Kadar sari setiap jenis simplisia berbeda-beda

sehingga termasuk standardisasi spesifik. Kadar sari suatu simplisia terdiri

dari kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol.

Penetapan kadar minyak atsiri

Page 3: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

Minyak atsiri merupakan konstituen dari tanaman yang komponennya secara

umum mudah menguap. Minyak atsiri memiliki sifat khas sebagai pemberi aroma

atau bau pada tanaman. Selain itu, biasanya minyak atsiri juga mengandung

substansi aktif yang banyak digunakan untuk memberikan efek terapeutik serta

memiliki sifat antiseptik.

Minyak atsiri umumnya merupakan campuran hidrokarbon dan

senyawa beroksigen berasal dari hidrokarbonnya.. Penyarian minyak atsiri

dapat dilakukan dengan beberapa metode tergantung dari jenis dan sifat dari

bahan baku. Beberapa metode umum yang biasa digunakan, yaitu destilasi,

pengepresan, ekstraksi, enfleurasi, dan hidrolisis glikosida tertentu.

Umumnya metode yang digunakan untuk penyarian minyak atsiri

adalah distilasi.

Penetapan kadar abu

Suatu simplisia harus memenuhi syarat-syarat mutu di antaranya

adalah penetapan kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, dan kadar abu

tidak larut air. Penetapan kadar abu ini merupakan parameter non spesifik

dari penentuan mutu simplisia. Abu adalah residu dari pembakaran sempurna

yang berupa oksida logam. Abu terbagi menjadi abu fisiologis dan abu non

fisiologis. Abu fisiologis adalah abu yang berasal dari tanaman itu sendiri

contohnya adalah kalsium oksalat dan natrium oksida. Abu non fisiologis

adalah abu yang berasal dari selain tanaman tersebut contohnya adalah

silikat dan pasir.

Penetapan rendemen amylum

Amilum merupakan polisakarida yang terdiri atas amilosa dan

amilopektin. Perbedaan diantara keduanya adalah amilosa secara structural

memiliki sejumlah besar ikatan D 1,4 dan sebagian kecil ikatan D 1,6

sebaliknya dengan amilopektin. Sifat lain diantara keduanya adalah amilosa

lebih larut didalam air sedangkan amilopektin sedikit larut didalam air. Pada

Page 4: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

prinsipnya pembuatan amilum dapat dibuat dari bahan-bahan yang

mengandung amilum seperti beras, jagung,bengkuan dan bahan-bahan

lainya dimana bahan tersebut dihaluskan bersama dengan air lalu didiamkan

(sedimentasi) selama 24 jam dan dipisahkan antara cairan dan endapanya.

Endapan yang terbentuk merupakan amilum dari bahan yang di haluskan

sebelumnya.

III. BAHAN DAN ALAT

Alat Bahan Seperangkat alat destilasi Stahl

Kompor listrik dan penangas

Sirkulasi air kondensor

Pipet

Blender

Kain Batis

Pisau

Spatula

Cawan uap / cawan dangkal

berdasar rata

Gelas kimia

Matkan

Mortar

Corong

Labu erlenmeyer

Batang pengaduk

Plastik wrap

Timbangan

Seperangkat alat destilasi

Alpiniae ganglae rhizoma

Air

Xilen

Etanol

Kertas saring

Polyanthi folium

Toluen

Kloroform

Asam klorida

Kertas saring bebas abu

200 gr bengkuang

Page 5: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

Oven

Penangas

Pipet

Tanur

Krus kaca masir

Krus silikat

erlenmeyer

IV. METODE PERCOBAAN

Kadar sari larut etanol

Serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara, ditimbang 2 gram

kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 40 ml etanol dalam labu

erlenmeyer, campuran dikocok selama enam jam, setelah 24 jam campuran

disaring cepat dan diambil 8 ml filtratnya, filtrat diuapkan hingga kering pada

cawan dangkal rata, sisa penguapan dipanaskan pada suhu 105oC hingga

bobot tetap. Kadar sari dihitung dengan membandingkan bobot tetap

terhadap bobot simplisia.

Kadar sari larut air

Serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara, ditimbang 2 gram

kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 40 ml air ditambah 2-3 tetes

kloroform dalam labu erlenmeyer, campuran dikocok selama enam jam,

setelah 24 jam campuran disaring cepat dan diambil 8 ml filtratnya, filtrat

diuapkan hingga kering pada cawan dangkal rata, sisa penguapan

dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar sari dihitung dengan

membandingkan bobot tetap terhadap bobot simplisia.

kadar air simplisia

Page 6: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

Alat destilasi dibersihkan dan disiapkan, 200 ml toluen ditambah 2 ml

serta batu didih dididihkan untuk penjenuhan toluen, destilasi dilakukan

selama kurang lebih 2 jam atau hingga air tidak naik lagi dari batas

pengukuran, setelah penjenuhan, simplisia ditimbang 5 gram dan

dimasukkan ke dalam labu destilasi, sebelumnya pastikan seluruh air pada

tabung pengukuran berada dibawah toluen dan menempati batas minimum

pengukuran. Setelah itu destilasi dilakukan sampai air pada tambung

pengukuran tidak bertambah lagi. Selisih batas air pada pengukuran pertama

dan kedua dibandingkan dengan bobot simplisia % v/b.

Kadar minyak atsiri

Alpiniae ganglae rhizoma diiris-iris tipis, lalu ditimbang sebanyak 5 gram. Ke

dalam labu destilasi dimasukkan aquades sebanyak 200 ml. Ditambahkan batu didih

dan simplisia ke dalam labu destilasi. Labu destilasi disambungkan pada alat

destilasi. Xilen ditambahkan sebanyak 4 tetes ke dalam tabung pengumpul pada alat

destilasi. Lalu diukur volume xilen yang ada dalam tabung tersebut Pastikan alat

terpasang dengan baik, lalu labu destilasi dipanaskan dengan penangas.

Pemanasan dibiarkan selama 2 jam. Diukur xilen yang ada dalam tabung setelah 2

jam, lalu ukur kadar minyak atsiri.

Kadar Abu Total

Krus silikat dimasukkan ke dalam tanur selama 5-10 menit lalu dimasukkan

ke dalam desikator selama 5 menit setelah suhunya menurun. 2 gram

simplisia daun salam yang telah diserbuk ditimbang lalu dimasukkan ke

kedalam krus silikat tersebut lalu diratakan Dipijarkan perlahan-lahan hingga

arang habis lalu dimasukkan ke dalam tanur. Kemudian dilakukan

penimbangan hingga mencapai bobot tetap. Kadar abu terhadap bahan yang

telah dikeringkan di udara dihitung

kadar abu yang tidak larut dalam asam

Page 7: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan

25 ml air selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dikumpulkan, disaring

dengan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, lalu dipijarkan.

Krus dimasukkan ke dalam tanur. Dilakukan penimbangan hinnga mencapai

bobot tetap. Kadar abu yang larut dalam air terhadap bahan yang dikeringkan

di udara dihitung.

Penetapan bobot amylum bengkuang

Bengkuang disiapkan sebanyak 200 gram dan dipotong kecil-kecil untuk

selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga halus dengan

perbandingan bengkuang dan air adalah 1:3. . Setelah dihaluskan, residu

dan filtrat dipisahkan dengan disaring menggunakan kain batis dengan

bantuan mortar. Residu dibuang dan filtrat di tampung dalam gelas kimia.

Gelas kimia ditutup dan dimasukan kedalam lemari pendingin selama 24 jam.

Setelah didiamkan selama 24 jam, pisahkan antara cairan dan endapan

yang terbentuk. Endapan yang terbentuk didiamkan dalam suhu ruang atau

dikeringkan menggunakan hairdryer hingga cairanya hilang dan yang tersisa

hanya berupa serbk amilum. Sisa dari filtrat yang dipisahkan didiamkan

kembali selama 24 jam untuk memastikan bahwa seluruhnya amilum telah

terendapkan. Apabila masih dihasilkan endapan maka pisahkan kembali

antara cairan dan endapanya dan dikeringkan kembali hingga terbentuk

serbuk amilum. Serbuk amilum yang telah terbentuk ditimbang dan ukuran

amilum tersebut diukur dibawah mikroskop yang telah dikalibrasi.

V. DATA DAN PENGOLAHAN

1.Penetapan Kadar AirVolume air hasil penjenuhan (V1) = 9.6 mL

Volume air hasil akhir destilasi (V2) = 9.4 mL

Kadar air = V 2−V 1

2gram×100 %

Page 8: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

= 9.6−9.4mL

2gram×100 %

= 10 %( vb )

2. Penetapan Kadar Saria. Penetapan Kadar Sari Larut Air ( literatur 7.4%)

Bobot cawan kosong (A) = 52.9379 gram

Bobot konstan (B) = 52.9522 gram

Kadar sari larut air=40ml8ml

× (B−A )gram2gram

×100 %

¿ 408× 52.9522−52.9379

2×100 %

¿ 3.575 %b. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ( literatur 7.8%)

Bobot cawan kosong (A) = 33.7506 gram

Bobot konstan (B) = 33.7819 gram

Kadar sari larut etanol=40ml8ml

× (B−A ) gram2 gram

×100 %

¿ 408× 33.7819−33.7506

2×100 %

¿ 7.825 %3. Kadar Minyak atsiri

Massa simplisia yang disari (m) = 5 gram

Volume xilen awal (x0) = 0,11 ml

Volume xilen akhir (xt) = 0,14 ml

Kadar minyak atsiri (% v/b) = (x t−x0)m

×100 %

= (0,14−0,11)

5×100 %

= 0,6 %

Page 9: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

4. Kadar AbuBobot krus 1 (air) : 22,9256 gram, dengan sampel: 24,9256 gram

Bobot krus 2 (asam) : 19,9015 gram, dengan sampel: 21,9015 gram

a. Kadar abu totalKrus 1 : 23,0336 gram – 22,9256 gram = 0,108 gram

Kadar -> 0,108 gram : 2 gram x 100 = 5,4%

Krus 2: 20,0063 gram – 19,9015 gram = 0,1048 gram

Kadar -> 0,1048 gram : 2 gram x 100 = 5,24%

b. Kadar abu tidak larut asamHasil penimbangan: 19,9163 gram

Bobot: 19,9163 gram – 19,9015 gram = 0,0148 gram

%kadar = 0,0148

2x100=¿ 0,74%

c. Kadar abu larut airHasil penimbangan: 23,001 gram

Bobot: 23,001 gram – 22,9256 gram = 0,0754 gram

%kadar = 0,108−0,0754

2x100= 1,63%

5. Penetapan bobot rendemen amyluma. Rendemen amilum :

Berat awal : 200g

Berat amilum : 6,22 g

Hasil rendemen : 6,22g / 200g x 100% = 0,0311 %

b. Ukuran Amilum

Page 10: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

Quadran I Quadran II Quadran III Quadran IV

- 4 skala

- 3 skala

- 3 skala

- 3 skala

- 2 skala

- 3 skala

- 2 skala

- 3 skala

- 2 skala

- 2 skala

- 4 skala

- 2 skala

- 3 skala

- 3 skala

- 1 skala

- 3 skala

- 2 skala

- 2 skala

- 3 skala

- 2 skala

Rata2 = 3

skala

2.4 skala 2.6 skala 2.4 skala

Rata-rata total : 2,6 skala

Kalibrasi mikroskop : 0,01 = 3 skala

2,6 skala = 0,0087 mm

Ukuran amilum = 0,0087 mm

VI. PEMBAHASANa. Penetapan Kadar air

Page 11: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

Pada percobaan, penetapan kadar air menggunakan metode distilasi

azeotrop. Hal tersebut karena reaksi Karl Fischer menggunakan air untuk

reaksi oksidasinya. Azeotrop adalah sifat titik didih campuran 2 pelarut yang

lebih rendah dibandingkan masing-masing titik didih pelarutnya. Prinsip

distilasi yaitu pemisahan berdasarkan tiitk diidh. Toluen memiliki kemampuan

sedikit menarik air, sehingga untuk mencegah toluen menarik kadar air dari

simplisia, toluen dilakukan penjenuhan dengan air sebelumnya. Toluen harus

dijenuhkan juga karena jika toluen tidak jenuh maka daya toluen melarutkan

air di simplisia masih ada. Air dan toluen dalam proses distilasi tidak terpisah

sehingga menyulitkan dalam pengukuran. Penjenuhan toluen dapat dilakukan

dengan dua cara yaitu ekstraksi dan destilasi.

Penjenuhan toluen dengan ekstraksi memiliki proses yang mudah,

namun hasil toluen kurang terjenuhkan dan jumlah bahan yang digunakan

lebih banyak. Oleh karena itu, penjenuhan toluen pada percobaan

menggunakan metode distilasi. Selain menggunakan toluen, penetapan

kadar air dapat menggunakan pelarut organik lain seperti xilen. Pelarut

organik harus memenuhi syarat berupa :

- Tidak saling bercampur

- Massa jenis pelarut organik lebih ekcil dibandingkan massa jenis air

- Tidak toksik

- Titik didih pelarut organik lebih tinggi dibandingkan titik didih air.

Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar air pada simplisia daun

salam dengan nama latin Polyanthi folium dengan metode destilasi azeotrop.

Zat pembawa yang dipakai yakni toluen yang dicampurkan sedikit air dalam

labu bundar untuk dilakukan penjenuhan toluen. Dalam labu bundar

dimasukan batu didih agar tidak terjadi bumping. Penjenuhan toluen ini

ditujukan agar air dalam simplisia tidak tertarik oleh toluen, sehingga tidak

mempengaruhi perhitungan pengukuran kadar air dari simplisia. Air akan

berada pada bagian bawah dan toluen pada bagian atas tabung skala untuk

Page 12: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

pengukuran volume air. Volume air yang terbaca akan bertambah hingga

kondisi konstan yakni saat toluen sudah jenuh. Volume yang terukur dicatat

sebagai volume awal. Dikarenakan pada alat yang digunakan skala tidak

dimulai dari bawah tabung, maka saat pembacaan apabila belum terbaca

dapat ditambahkan air dan toluena dikocok agar tidak ada gelembung.

Setelah dilakukan penjenuhan toluene, simplisia dimasukan, dan alat

destilasi dipasang kembali. Air dalam simplisia akan menguap dan akan

terkondensasi hingga turun ke dalam tabung skala dan memberikan

penambahan volume dari air yang terukur hingga konstan. Pada saat

penjenuhan volume air, skala tabung menunjukan angka 9.6 mL dan setelah

distilasi dengan adanya simplisia skala tabung menunjukan angka 9.4 mL.

Kadar air simplia Polyanthi folium sebanyak 2 gram adalah 10%. Hal ini

sesuai dengan persyaratan pada Materia Medika yang menetapkan bahwa

kadar air suatu simplisia tidak lebih dari 10%.

b. Penetapan Kadar Sari

Kadar sari suatu simplisia perlu ditetapkan salah satu standardisasi untuk

menentukan mutu suatu simplisia. Kadar sari ditentukan dengan pelarut

etanol dan air. Etanol dan air dipilih sebaga pelarut dalam penentuan kadar

sari karena paling umum digunakan untuk ekstraksi sehingga pelarut yang

lebih efisien untuk mengekstraksi simplisia tersebut dapat ditentukan. Air

merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa – senyawa yang polar

saja. Sedangkan etanol dapat melarutkan sedikit senyawa non polar dan

semi polar serta melarutkan semua senyawa polar. Oleh karena itu etanol

disebut sebagai pelarut universal.

Kadar sari larut air menandakan kelarutan sari dalam pelarut polar berupa

air dan kadar sari larut etanol menandakan kelarutan sari dalam pelarut

organik. Beberapa contoh sari yang terkandung dalam simplisia adalah

flavonoid yang terdiri dari aglikon dan glikosida, tanin. Aglikon cenderung

Page 13: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

larut etanol dan glikosida cenderung larut air. Kelarutan tanin lebih besar

dalam air. Penetapan kadar sari larut air dapat dilakukan dengan cara panas,

cara dingin (maserasi), dan cara cepat (ultrasonik).

Pada proses penentuan kadar sari, enam jam awal dilakukan pengocokan

untuk membuat lapisan difusi sekitar sel. Daerah sekitar sel yang telah jenuh

akan dilakukan pengocokan agar daerah sekitar sel menjadi tidak jenuh

kembali dan sari yang dikeluarkan dari sel lebih banyak dan efektif. Pada

penguapan pelarut, sari yang berada dalam cawan harus diperhatikan

dengan seksama agar tidak gosong.

Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar sari simplisia dari

Polyanthi folium atau daun salam. Berdasarkan percobaan didapatkan kadar

sari larut etanol simplisia Polyanthi folium sebesar 7.825%. Berdasarkan

literatur Materia Medika Indonesia Jilid I syarat kadar sari larut etanol adalah

tidak kurang dari 7.8%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar

sari larut etanol simplisia Polyanthi folium sudah sesuai dengan persyaratan.

Berdasarkan literatur Materia Medika Indonesia Jilid I syarat kadar sari

larut air adalah tidak kurang dari 7.4%. Berdasarkan percobaan didapatkan

kadar sari larut air simplisia Polyanthi folium sebesar 3.575%. Hasil

percobaan ini lebih kecil dari persyaratan kadar sari larut air dari literatur. Dari

hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar sari larut air simplisia Polyanthi

folium tidak sesuai persyaratan.

Ketidaksesuaian kadar sari larut air pada percobaan terhadap literatur

dapat dikarenakan prosedur maserasi yang tidak sesuai dengan standar

prosedur pada literatur. Pada saat percobaan maserasi hanya dilakukan

dengan cara mengocok erlenmeyer secara manual setiap 1 jam selama

kurang lebih 3 jam. Setiap 1 jam pengocokan hanya dilakukan 1 menit. Pada

Materia Medika Indonesia Jilid I dicantumkan prosedur maserasinya adalah

dengan pengocokan berkali-kali selama 6 jam. Idealnya, pengocokan

Page 14: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

dilakukan selama 6 jam menggunakan alat shaker, untuk memastikan semua

sari dapat larut dalam air. Prosedur pada percobaan ini yang tidak sesuai

dengan prosedur pada literatur mengakibatkan hasil percobaan kurang dari

nilai yang sebenatrnya. Jika maserasi dilakukan dengan menggunakan

shaker selama 24 jam,nilai kadar sari yang terbaca dapat lebih dari 7.4%

untuk kadar sari larut air dan lebih dari 7.8% untuk kadar sari larut etanol.

c. Penetapan kadar abu

Pada penetapan kadar abu, pertama-tama krus harus dipijar terlebih

dahulu dalam tanur untuk memastikan bahwa krus benar-benar kering.

Dalam prosedur penentuan kadar abu, sebelum penimbangan perlu

memasukkan krus ke dalam desikator. Hal ini bertujuan untuk memastikan

tidak adanya bobot tambahan dari air yang berasal dari kelembaban udara

yang akan menambah perhitungan bobot kadar abu. Ketika simplisia

dimasukkan ke dalam krus, simplisia harus diratakan untuk memastikan

proses pemijaran berlangsung secara merata. Ketika proses pemijaran,

arang dari simplisia harus dihilangkan. Beda dari arang dan abu adalah arang

masih mengandung karbon. Setelah pemijaran, untuk memastikan bahwa

seluruh zat organic dari simplisia telah tidak ada, krus berisi simplisia

dimasukkan ke dalam tanur. Tanur bersuhu sekitar 450oC untuk memastikan

bahwa sudah tidak ada lagi kandungan organik di dalam abu tersebut.

Kemudian, dilakukan penimbangan hingga mencapai bobot tetap yaitu

dengan selisih antara penimbangan sebesar 1 mg.

Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan hasil bahwa kadar abu

total dari simplisia daun salam adalah 5,4 % dan 5,24% sedangkan

berdasarkan kadar yang diperbolehkan oleh Materia Medika Indonesia Jilid

IV, kadar abu dari simplisia daun salam harus kurang dari 5%. Hal ini dapat

terjadi karena saat proses pemijaran belum semua arang dari simplisia

benar-benar hilang sehingga bobot dari arang ini menambah perhitungan

bobot abu simplisia. Selain itu, seharusnya di setiap penimbangan dilakukan

Page 15: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

pengecekan terhadap timbangan yang digunakan apakah sudah terkalibrasi

dengan baik atau belum. Penimbangan juga seharusnya benar-benar

dilakukan langsung setelah krus dikeluarkan dari desikator. Berdasarkan

hasil perhitungan, kadar abu tidak larut asam adalah 0,763% sedangkan

kadar yang diperbolehkan oleh Materia Medika Indonesia Jilid IV adalah

kurang dari 0,86%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu tidak larut asam

memenuhi syarat. Berdasarkan hasil pengolahan data, kadar abu tidak larut

air adalah 1,63%, sedangkan kadar yang diperbolehkan oleh Materia Medika

Indonesia Jilid IV adalah kurang dari 2%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar

abu tidak larut asam memenuhi syarat..

d. Penetapan kadar minyak atsiri

Kadar minyak atsiri yang diperoleh berdasarkan data dan pengolahan,

yaitu 0,6 %. Hasil tersebut memenuhi persyaratan pada Farmakope Herbal

Indonesia. Pada pustaka disebutkan bahwa kadar minyak atsiri pada

lengkuas tidak boleh kurang dari 0,5%. Kadar minyak atsiri yang rendah

dapat disebabkan oleh penguapan selama pengirisan simplisia dan waktu

antara pengirisan dengan penyulingan. Destilasi yang tidak dilakukan

dengan segera juga dapat mempengaruhi komposisi minyak atsiri yang bisa

saja berubah. Oleh karena itu, sebaiknya destilasi harus segera dilakukan

setelah penyiapan simplisia. Selain itu, penyiapan simplisia yang kurang baik

mempengaruhi. Sebaiknya, simplisia digiling atau dihaluskan tidak hanya

diiris karena dengan penggilingan dapat merusah jaringan simplisia sehingga

minyak atsiri yang terjerat dalam jaringan dapat keluar dengan baik.

Rendemen minyak dipengaruhi oleh faktor ketika pra panen dan pasca

panen. Faktor pra panen meliputi varietas tanaman, cara budidaya, waktu

dan cara panen. Sedangkan faktor pasca panen meliputi cara penanganan

bahan, cara penyulingan dan cara pengemasan.

Page 16: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

e. Penetapan bobot amylum

Amilum merupakan polisakarida yang terdiri atas amilosa dan

amilopektin. Perbedaan diantara keduanya adalah amilosa secara struktural

memiliki sejumlah besar ikatan D 1,4 dan sebagian kecil ikatan D 1,6

sebaliknya dengan amilopektin. Sifat lain diantara keduanya adalah amilosa

lebih larut didalam air sedangkan amilopektin sedikit larut didalam air.

Dalam pembuatan amilum secara sederhana dapat dilakukan dengan

menghaluskan bahan dengan air sampai halus dan dipisahkan antara residu

dan filtratnya dengan menggunakan kain batis. Tujuan dari pemisahan ini

adalah agar nantiya endapan yang dihasilkan merupakan benar-benar

amilum dan bukan merupakan ampas dari serat-serat bengkuang. Setelah

dipisahkan, didiamkan selama 24 jam agar amilum dapat mengendap

didalam dasar gelas kimia. Kain batis digunakan untuk penyaringan karena

ukuran pori dari kain batis ini relatif kecil yang memunginkan untuk amilum

lewat dan partikel lain tertahan. Pada penyaringan dibantu dengan bantuan

mortar hal ini bertujuan untuk mengurangi kontaminasi karena jika terlalu

banyak kontaminasi akan menyebabkan pertumbuhan jamur pada amilum.

Amilum dapat mengendap karena larutan amilum tersebut dalam keadaan

jenuh sehingga dapat dipisahkan antara endapa amilum dan cairan

supernatanya. Endapan yang terbentuk didiamkan dalam suhu ruang atau

dikeringkan menggunakan hairdryer hingga cairanya hilang dan yang tersisa

hanya berupa serbuk amilum. Sisa dari filtrat yang dipisahkan didiamkan

kembali selama 24 jam untuk memastikan bahwa seluruhnya amilum telah

terendapkan. Apabila masih dihasilkan endapan maka pisahkan kembali

antara cairan dan endapanya dan dikeringkan kembali hingga terbentuk

serbuk amilum. Serbuk amilum yang telah terbentuk ditimbang dan ukuran

amilum tersebut diukur dibawah mikroskop yang telah dikalibrasi.

Page 17: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

Pada percobaan, rendemen hasil yang didapatkan hanya 0,0311%

yaitu hanya 6,22gram dari 200gram bengkuang segar. Jumlah yang sangat

sedikit ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah saat

pemisahan endapan dan cairan supernatan yang terbentuk tidak sempurna

sehingga ada sebagian amilum yang ikut terbuang, selain itu saat

pemindahan dari satu wadah kewadah lain memungkinkan pati tertinggal,

dan saat pengaringan untuk pemisahan residu dan filtrat pun tidak sempurna

sehingga masih ada sisa pati yang tertinggal pada residu.

Dalam analisis secara mikroskopik amilum bengkuang memiliki ukuran

0,0087 mm dengan ciri-ciri mikroskopik bulat,hilus tidak terlihat dan lamela

tidak terlalu jelas.

VII. KESIMPULAN1. Kadar air simplisia Polyanthi folium adalah 10%.

2. Kadar sari larut air simplisia Polyanthi folium adalah 3.575%

dan kadar sari larut etanol simplisia Sericocalycis folium adalah 7.825%.

3. Kadar abu total Polyanthi folium 5.4% dan 5.24%, kadar abu tidak larut

asam o.76, dan kadar abu larut air 1.63% simplisia Polyanthi.

4. Kadar minyak atsiri Cymbopognis folium adalah 0.6% (b/v).

5. Rendemen dalam pembuatan amilum dari tanaman bengkuang 6,22

0.0311%

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Farmakope Herbal

Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Halaman 87.

Ditjen POM. (1980). Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI. Halaman 47-52.

Evans, W.C. and Evans, D., 2002, Trease and Evans Pharmacognosy, 15 th

edition, W.B Saunders, Edinburg, London (Hal 253-256).

Page 18: Laporan Praktikum Farmakognosi Analitik

Ernest, Guenther . 1948. The essential oils, Volume 1. New York : Van

Nostrand Company, Inc.

Gunawan, Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I, Jakarta:

Penerbit Penebar Swadaya.