laporan penyuluhan rematik

5
BAB I LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah lansia di beberapa negara, salah satunya Indonesia telah mengubah profil kependudukan baik nasional maupun dunia. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan, psikologis dan sosial ekonomi. Sebagian besar permasalahan pada lansia adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan. Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat proses alamiah yaitu proses menua (Aging) dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun social yang saling berinteraksi. Perubahan kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah menurunnya kemampuan muskuloskeletal. Penurunan fungsi muskuloskeletal menyebabkan terjadinya perubahan secara degeneratif yang dirasakan dengan keluhan nyeri, kekakuan, terbatasnya gerakan dan tanda-tanda inflamasi seperti kemerahan disertai pembengkakan. Dari hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lansia yang dilaksanakan Komnas Lansia tahun 2006, diketahui bahwa penyakit terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (53,2%), penyakit-penyakit sendi ini merupakan penyebab utama disabilitas pada lansia (Pusat Komunikasi Sekretariat Jendral Departemen Kesehatan, 2008). Istilah penyakit yang menyerang sendi dan jaringan disekitarnya dikenal dengan rematik. Penyakit rematik sebenarnya terdiri dari berbagai jenis, tetapi bagi orang awam, setiap

Upload: chandelie

Post on 14-Nov-2015

94 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

rematik

TRANSCRIPT

BAB ILATAR BELAKANG

Pertambahan jumlah lansia di beberapa negara, salah satunya Indonesia telah mengubah profil kependudukan baik nasional maupun dunia. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan, psikologis dan sosial ekonomi. Sebagian besar permasalahan pada lansia adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan. Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat proses alamiah yaitu proses menua (Aging) dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun social yang saling berinteraksi. Perubahan kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah menurunnya kemampuan muskuloskeletal. Penurunan fungsi muskuloskeletal menyebabkan terjadinya perubahan secara degeneratif yang dirasakan dengan keluhan nyeri, kekakuan, terbatasnya gerakan dan tanda-tanda inflamasi seperti kemerahan disertai pembengkakan. Dari hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lansia yang dilaksanakan Komnas Lansia tahun 2006, diketahui bahwa penyakit terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (53,2%), penyakit-penyakit sendi ini merupakan penyebab utama disabilitas pada lansia (Pusat Komunikasi Sekretariat Jendral Departemen Kesehatan, 2008).

Istilah penyakit yang menyerang sendi dan jaringan disekitarnya dikenal dengan rematik. Penyakit rematik sebenarnya terdiri dari berbagai jenis, tetapi bagi orang awam, setiap gejala nyeri, kaku, bengkak, pegal-pegal, atau kesemutan itu semua sering disebut rematik dan dianggap sama saja. Penyakit rematik yang paling banyak ditemukan pada golongan usia lanjnt di lndonesia adaiah osteoartritis (OA) 50-60%. Yang kedua adalah kelompok rematik luar sendi (gangguan pada komponen penunjang sendi, peradangan berlebihan, dan sebagainya). Yang ketiga adalah asam urat (gout) sekitar 6-7%. Sementara penyakit rheumatoid arthritis (RA) di Indonesia hanya 0,l% (1 di antara 1000-5000 orang), sedangkan di negara-negara Barat sekitar 3%. Rematik merupakan salah satu penyebab nyeri sendi, khususnya sendi-sendi kecil di daerah pergelangan tangan dan jari-jari. Keluhan kaku, nyeri dan bengkak akibat penyakit rematik dapat berlangsung terus-menems dan semakin lama semakin berat, tetapi adakalanya hanya berlangsung selama beberapa hari dan kemudian sembuh dengan pengobatan. Namun demikian, kebanyakan penyakit rematik berlangsung kronis, yaitu sembuh dan kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi secara menetap. Prevalensi penyakit muskuloskeletal pada lansia dengan rematik mengalami peningkatan mencapai 335 juta jiwa di dunia. Rematik berkembang dan menyerang 2,5 juta warga Eropa, sekitar 75% diantaranya adalah wanita dan kemungkinan dapat mengurangi harapan hidup mereka hampir 10 tahun.. Menurut American College of Rheumatology, perawatan untuk rematik dapat meliputi terapi farmakologis, terapi non-farmakologis, dan tindakan bedah. Pada tahun 2008 lalu, dua pakar Rehabilitasi Medik dari RSCM FKUI, Prof.DR. dr. Angela B.M Tulaar SpRM dan dr. Siti Annisa Nuhonni SpRM menciptakan senam rematik yang berfungsi sebagai modal yang akan melengkapi terapi penyakit rematik. Secara umum, gerakan-gerakan senam rematik dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan gerak, fungsi, kekuatan, dan daya tahan otot, kapasitas aerobik, keseimbangan, biomekanik sendi, dan posisi sendi. Dengan kombinasi pengobatan dan senam rematik yang tepat, diharapkan radang persendian dan rasa sakit akibat penyakit rematik dapat berkurang serta penderita dapat menjalani aktivitasnya sehari-hari yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Lebih dari itu, dengan pengetahuan dan kesadaran yang mendalam mengenai penyakit rematik, diharapkan masyarakat dapat lebih cepat dalam bertindak mengatasi penyakit ini sehingga prevalensi penyakit rematik di Indonesia dapat berkurang.BAB II

PERMASALAHAN

Angka kejadian rematik pada tahun 2008 yang dilaporkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO adalah mencapai 20% dari penduduk dunia yang telah terserang rematik, dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun. Berdasarkan hasil penelitian terakhir dari Zeng QY et al 2008, prevalensi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%, angka ini menunjukkan bahwa nyeri akibat rematik sudah sangat mengganggu aktivitas masyarakat Indonesia. Kemudian, tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas masyarakat Indonesia yang kian padat dapat menimbulkan berbagai ketidakmampuan yang diakibatkan oleh bermacam gangguan khususnya pada penderita rematik. Seiring dengan bertambahnya jumlah penderita rematik di Indonesia, kesadaran dan salah pengertian penyakit ini masih tinggi. Banyaknya pandangan masyarakat Indonesia yang menganggap sederhana penyakit ini karena sifatnya yang dianggap tidak menimbulkan ancaman jiwa, padahal gejala yang ditimbulkan akibat penyakit ini justru menjadi penghambat yang mengganggu bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas mereka sehari-hari dan hal yang paling ditakuti yaitu menimbulkan kecacatan seperti kelumpuhan serta efek sistemik yang tidak dapat menimbulkan kegagalan organ dan kematian. Selain itu, hal lainnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyebab penyakit rematik, bagaimana pencegahan dan penanggulangannya baik dari diet, aktivitas maupun pengobatan.