laporan penelitian unggulan perguruan tinggi...
TRANSCRIPT
LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
TAHUN ANGGRAN 2016
-
Senyawa Terpenoid Inhibitor Enzim MurA bakteri Enterococcus faecalis
Dari Sarang Semut (Myrmecodia pendans.) Sebagai Obat Kumur Antiseptik
Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun
Prof. Dr. Mieke H. Satari, drg., M.Kes (NIDN 0020035301) Dr. Hendra D. A. Dharsono, drg., Sp.KG (NIDN 0005036402)
Dr. Dikdik Kurnia, M.Sc (NIDN 0008077302)
Sesuai dengan Keputusan a.n. Rektor, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Unpad
tentang Penetapan Pelaksanaan Penugasan Skema Unggulan Perguruan Tinggi Nomor: 431/UN6.3.1/PL/2016 tanggal 19 Februari 2016
UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016
ii
PRAKATA
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur selalu terpanjatkan kepada Allah
SWT, yang telah memberikan berbagai macam nikmat, karunia dan kasih sayang-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal kemajuan penelitian
HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI ini tepat pada
waktunya. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Sang Tauladan umat
manusia yakni Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya
hingga akhir zaman kelak.
Proposal ini berjudul “Senyawa Terpenoid Inhibitor Enzim MurA bakteri
Enterococcus faecalis Dari Sarang Semut (Myrmecodia pendans.) Sebagai Obat
Kumur Antiseptik”.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu baik secara moral maupun material dalam penyelesaian tesis
ini, terutama kepada:
Ketua LPPM Universitas Padjadjaran, Prof. Dr.
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Budi
Nurani, M.S. beserta seluruh staf atas segala bantuan yang diberikan selama
menjalani proses pendidikan.
Penyusun menyadari dalam penulisan ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu penyusun menerima masukan, kritik dan saran. Penyusun berharap penelitian
iii
ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang kedokteran gigi.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jatinangor, November 2016
Penyusun
i
RINGKASAN
Lebih dari dua dekade, enterococci telah dikenal sebagai bakteri patogen penyebab
infeksi pada manusia. Resistensi antimikroba bakteri ini juga meningkat terhadap
zat-zat antimikroba yang baru-baru. Enterococcus faecalis penyebab utama
infeksi, sekitar 80-90% yang disebabkan oleh enterococci. Enterococcus faecalis
dikenal sebagai bakteri yang paling resisten pada rongga mulut dan paling sering
ditemukan pada infeksi endodontik yang persisten pada gigi yang telah dilakukan
perawatan saluran akar. Salah satu jalur atau target mengatasi bakteri pathogen
adalah dengan menghambat biosintesis peptodoglikan yang merupakan unsur
penyusun utama dinding sel bakteri melalui penghambatan enzim yang berperan
dalam biosintesis peptidoglikan tersebut yakni enzim MurA. Oleh karena itu
pencarian molekul aktif yang mampu menjadi inhibitor enzim MurA ini menjadi
sangat penting. Sumber untuk mendapatkan molekul aktif bisa didapatkan dari
tumbuhan medisinal. Tumbuhan sarang semut, Myrmecodia pendans, banyak
digunakan oleh masyarakat di papua barat sebagai ramuan berkhasiat untuk terapi
berbagai penyakit. Tanaman ini berpotensi untuk dikembangkan dalam obat-
obatan herbal modern karena mereka bisa tumbuh dengan baik sebagai tanaman
epifit. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan menguji aktivitas suatu senyawa
dari tumbuhan sarang semut (Myrmecodia pendans). Penelitian tahap kedua ini
dilakukan pengujian senyawa terpenoid sarang semut terhadap aktivitas
penghambatan enzim MurA menggunakan teknik ELISA. Dari penelitian ini
didapatkan nilai IC50 senyawa 1 terhadap enzim Mur A sebesar 330,85 sedangkan
fosfomisin sebesar 99,85 ppm. Nilai aktivitas inhibitor Mur A terpenoid 1 lebih
rendah daripada fosfomisin.
Kata kunci: E.faecalis, Myrmecodia pendens, Antibakteri dan enzim MurA
iv
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN................................................................................................
PRAKATA ………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
DAFTAR TABEL ……………………………………………………........
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………...............................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... .
1.1 Latar Belakang ..........................................................................
1.2 Pernyataan Rumusan Masalah ……………………………......
1.3 Keutamaan Penelitian …………………………………………
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................
2.1 Bakteri Enterococcus faecalis …………………………………
2.1.1 Uraian umum Enterococcus faecalis …….........................
2.1.2 Faktor virulensi Enterococcus faecalis ………………….
2.2 Antibakteri …………………………………………………….
2.2.1 Mekanisme kerja antibakteri ……………………………
2.2.2 Senyawa antibakteri terhadap E. faecalis ………………
2.3 Enzim MurA ……………………………………......................
i
ii
iv
vii
viii
x
1
1
3
3
5
5
5
6
6
9
9
9
v
2.3.1 Peran enzim MurA dalam sintesis dinding sel bakteri
gram positif……………………………………………..
2.3.2 Senyawa- senyawa yang menjadi inhibitor enzim MurA
2.4 Tinjauan umum Myrmecodia pendans ……………………….
2.4.1Taksonomi Myrmecodia pendans……………………….
2.4.2 Morfologi Myrmecodia pendans……………………….
2.4.3 Senyawa kimia pada Myrmecodia pendans…………….
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................
BAB IV METODE PENELITIAN ..............................................................
BAB V HASIL YANG DICAPAI………………………………………..
BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA …………...................
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………......
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................................
10
11
12
12
13
14
17
18
19
21
21
22
24
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 Hasil uji inhibitor Mur A terpenoid 1 ……………………………… 21
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Proporsi bakteri pada kasus nekrosis, kasus dalam perawatan, dan
pada kasus periodontitis apikalis persisten setelah perawatan
saluran akar ………………………………………………………
Model penyakit pulpitis dan periodontitis apikalis dalam
hubungannya dengan virulensi E. faecalis ………………………
Jalur mekanisme antibakteri: penghambatan sintesis dinding sel
bakteri (1), penghambatan sintesis protein bakteri (2),
penghambatan sintesis DNA atau RNA bakteri (3), kerusakan
membrane (4) dan penghambatan sintesis folat pada bakteri (5) ...
Struktur senyawa antibakteri: 5,4ʹ-dihydroxy-7-methoxyflavone
(b) dan kuersetin 3-metil eter (2) ………………………………...
Struktur enzim MurA …………………………………………….
Skema dinding sel bakteri gram positif ………………………….
Tahap pertama biosintesis peptidoglikan dimana enzim MurA
(UDP-N-acetylglucosamine enolpyruvyl transferase, E.C 2.5.1.7)
mengkatalisis reaksi transfer enolpiruvat dari fosfoenolpiruvat
menjadi uridine-5'-difosfo-N-asetilglukosamin …………………
Struktur senyawa yang mampu menghambat enzim MurA:
BCB33b (1), fosfomisin (2), N-(R)-(-)-Mandelil-D-leusil-4-
(aminometil)-piridin (3), N-Difenilasetil-glicil-3-(aminometil)-
piridin (4) dan N-(R)-(-)-Mandelil-D-leucil-3-(aminometil)-
piridin (5) ……………………………………………………….
Umbi sarang semut (Myrmecodia pendans) ……………………..
Strukrut terpenoid 1-5 …………..………………………………..
Penghambatan terpenoid 1 terhadap enzim Mur A ……………….
Penghambatan fosfomisin terhadap enzim Mur A ………………..
5
7
8
9
10
10
11
12
13
19
20
21
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme masih menduduki
peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker. Salah satu penyakit infeksi yang
disebabkan mikroorganisme adalah penyakit infeksi pada gigi. Data WHO pada tahun
2012 menyebutkan bahwa 90% anak usia sekolah mengalami kerusakan pada gigi,
20% orang dewasa usia 35-44 tahun sudah kehilangan gigi dan orang pada usia lanjut
65-74 tahun sudah tidak memiliki gigi asli. Selain itu, data riset kesehatan dasar pada
tahun 2013 oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa dari
jumlah sampel 1.027.763 orang yang berasal dari berbagai provinsi, prevalensi
nasional masalah gigi dan mulut dijumpai sebesar 25,9 dan sebanyak 14 provinsi
mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (Tribono, 2013).
Penyakit infeksi pada gigi tidak dapat dianggap enteng karena infeksi gigi ini dapat
mengganggu organ-organ vital pada tubuh sehingga menyebabkan penyakit yang
lebih berbahaya. Li et al. (2000) mengemukakan bahwa infeksi oral dapat
menyebabkan penyakit sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, jantung koroner,
kanker dan stroke.
Infeksi periapikal persisten didominasi oleh golongan bakteri Gram positif
fakultatif atau bakteri anaerob dan fungi. Bakteri dari golongan Gram-positif yang
dominan pada infeksi periapikal persisten adalah Enterococcus faecalis (Stashenko et
al., 2003). Bakteri ini mampu bertahan dalam konsdisi lingkungan yang ekstrim bagi
kebanyakan mikroorganisme lain. E. faecalis menjadi lebih tahan terhadap kondisi
letal yang normal bila sebelumnya sudah terekspos dengan lingkungan sub-letal.
Sensitivitas E. faecalis menjadi berkurang terhadap panas, etanol, hidrogen peroksida,
suasana asam,terhadap suasana basa, serta beberapa penelitian membuktikan bahwa
dalam keadaan kekurangan nutrisi (Happonen et al., 2003). Resistensi E. faecalis
terhadap multi-antibiotika dan sifatnya yang memiliki pertahanan antioksidan telah
2
menarik perhatian banyak peneliti untuk menemukan obat-obatan atau bahan baru
yang berkhasiat sebagai antibakteri.
Eschenburg (2005) mengemukakan target mekanisme antibakterti melalui
penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan menonaktifkan enzim MurA (UDP-
N-acetylglucosamine enopyruvil transferase, E.C 2.5.1.7) yang berfungsi
mengkatalisis tahap pertama sintesis dinding sel bakteri sangat efektif dilakukan.
Dengan adanya salah satu jalur yang ditemukan untuk mengatasi bakteri patogen gram
positif melalui penghambatan enzim MurA yang menjadi kunci dalam biosintesis
peptidoglikan, para peneliti mengembangkan pencarian senyawa-senyawa yang
mampu menjadi inhibitor enzim MurA.
Baru-baru ini penelitian yang dilakukan oleh Walsh dan Wencewicz (2014)
mengemukakan mengenai molekul antibiotik yang prospektif beserta jalur atau target
antibakterisidal. Berdasarkan penelitian mereka menyebutkan ada lima senyawa
dengan target berbeda yang prospektif untuk dijadikan antibiotik baru yaitu TK-666,
platensimycin dan kibdelomycin yang didapat dari hasil sintesis kemudian
abyssornicin C dan tetarimycin A yang diisolasi dari mikroorganisme.
Berdasarkan data-data yang telah diuraikan di atas, belum banyak senyawa
antibakteri khususnya terhadap bakteri E. faecalis yang didapat dari tumbuhan. Oleh
karena itu, senyawa saat ini pencarian antibiotik dan berbagai macam obat untuk
antibakteri masih terus dilakukan. Keanekaragaman hayati khususnya tanaman di
Indonesia merupakan aset yang berpotensi untuk dijadikan sumber obat. Salah satu
tanaman yang berpotensi adalah Myrmecodia sp. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan
epifit yang menempel di pohon-pohon besar yang batang bagian bawahnya
menggelembung berisi rongga-rongga yang disediakan sebagai sarang semut jenis
tertentu dan tumbuhan ini bukan seperti sarang semut biasanya (Subroto & Saputro,
2006). Dari hasil penelitian pendahuluan diketahui fraksi air hasil sokletasi sarang
semut memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan fraksi n-
heksana dan fraksi etil asetat, sedangkan hasil uji fitokimia menunjukkan adanya
kandungan flavonoid dan fenolik dalam sarang semut. Semakin meningkatnya
penggunaan tumbuhan sarang semut sebagai sumber pengobatan alternatif penyakit
3
oleh masyarakat, perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah untuk memperoleh informasi
mengenai kandungan serta mekanisme kerja senyawa bioaktif terhadap berbagai
penyakit. Juga dilakukan pengujian awal terhadap bakteri, untuk melihat apakah
senyawa-senyawa dari tanaman ini mempunyai aktifitas sebagai anti-bakteri yang
cukup efektif. Sehingga dapat dijadikan sebagai panduan awal untuk pencarian suatu
antiseptik alami dan berbagai penyakit infeksi lainnya yang disebabkan oleh bakteri.
1.2 Pernyataan Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur dan rumus molekul senyawa antibakteri yang diisolasi dari
tumbuhan Myrmecodia pendans
2. Bagaimana aktivitas senyawa antibakteri tersebut terhadap Enterococcus
faecalis dan bagaimana pengaruhnya terhadap aktivitas enzim MurA.
1.3 Keutamaan Penelitian
Urgensi penelitian ini nampak jelas pada kondisi masyarakat Indonesia yang masih
banyak menderita berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
khususnya bakteri sehingga memiliki kondisi yang tidak sesuai dengan standar
keamanan dan kesehatan kehidupan. Proses penyembuhan dengan menggunakan
berbagai antibiotik yang sudah tidak sesuai lagi, bukan saja menjadikan penyakit tidak
teratasi, akan tetapi akan memperparah penyakit yang diakibatkan oleh meningkatnya
resistensi bakteri tershadap obat tersebut. Selain daripada itu, faktor lain adalah
mahalnya harga berbagai antibiotik yang disebabkan karena kebanyakan adalah
produk perusahan asing.
Di lain pihak, tumbuhan Umbi Sarang Semut mempunyai potensi besar sebagai
sumber alternatif bahan alami karena telah lama digunakan secara tardisonal untuk
pengobatan tradisional. Dengan selesainya riset ini, diharapkan tumbuhan Umbi
Sarang Semut yang selama ini belum memiliki nilai ekonomi tinggi, digunakan
sebagai bahan baku obat alami menggantikan obat antibiotik yang ada. Selain itu
terungkapnya potensi kandungan senyawa-seyawa antijamur, anti bakteri dan
4
antioksidan baru akan membuka wawasan penelitian senyawa alami medisinal
potensial disamping untuk pengembangan potensi budidaya tumbuhan Umbi Sarang
Semut.
Tahapan serta proses dalam penelitian ini juga merupakan sumber penting dalam
pengembangan dan penemuan teknik pemisahan baru senyawa-senyawa organik
bioaktif, sehingga diharapkan dapat munculnya suata teori baru mengenai hubungan
biosintesis dan biogenesis dari kelompok senyawa metabolit sekunder. Selanjutnya
diharapkan pula dapat mengungkapkan mekanisme secara molekular proses
penurunan kualitas ikan dan produk turunannya sebagai akibat pertumbuhan
mikroorganisme dan juga sekaligus proses penghambatannya yang akan sangat
berguna untuk pengembangan dan penemuan bahan antibiotik alami terstandar untuk
berbagai produk pangan dan kesehatan. Hasil penelitian ini juga dapat membuka
peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal.
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan ilmu kimia dasar, kimia organik bahan alam hayati, serta memberikan
dasar ilmiah yang kuat penggunann biji Umbi Sarang Semut sebagai bahan baku obat
antibiotik untuk mengatasi penyakit infeksi khususnya yang disebabkan oleh bakteri.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bakteri Enterococcus faecalis
2.1.1 Uraian umum E. faecalis
E.faecalis termasuk genus bakteri kokoid anaerob fakultatif Gram-positif,
berbentuk ovoid dalam bentuk tunggal, berpasangan, atau bentuk rantai
pendek.Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 10°C – 40°C (Johnson et al., 2009).
Bakteri ini merupakan golongan enterokokus yang paling banyak ditemukan pada
manusia dan menyebabkan berbagai penyakit. Pada periodontitis apikalis persisten,
E,faecalis merupakan bakteri predominan yang diisolasi dari saluran akar yang telah
dilakukan perawatan endodontic (Haapsalo et al., 2003).
Gambar 2.1 Proporsi bakteri pada kasus nekrosis, kasus dalam perawatan, dan pada
kasus periodontitis apikalis persisten setelah perawatan saluran akar7
Batang Gram negaif
Kokus Gram negaif Ragi
Kokus Gram negaif Batang Gram positif
Pulpa nekrosis yang
tidak dirawat
Kasus periodontitis dalam
perawatan
Periodontitis apikalis persisten
setelah perawatan saluran akar
6
Kemampuan untuk bertahan dalam konsdisi lingkungan yang ekstrim bagi
kebanyakan mikroorganisme lain menyebabkan E.faecalis menjadi lebih tahan
terhadap kondisi letal yang normal bila sebelumnya sudah terekspos dengan
lingkungan sub-letal. Beberapa penelitian membuktikan bahwa dalam keadaan
kekurangan nutrisi. E.faecalis mampu mempertahankan viabilitasnya untuk waktu
yang lama dan dapat memasuki kondisi viable but non-cutivable (VNBC), suatu
mekanisme perthanan diri mikroorganisme terhadap stres yang disebabkan oleh
lingkungan yang kurang menguntungkan, dan kembali ke kondisi normal bila kondisi
lingkungan membaik (De Paz, 2006; Kayouglu & Østarvik, 2004).
E.faecalis dapat berinvasi ke dalam tubuli dentin, berkoloni di dalam saluran
akar dan mampu bertahan hidup tanpa dukungan bakteri-bakteri lainnya. E.faecalis
resisten terhadap efek antibakteri dari kalsium hidroksida dan resisten terhadap
sebagian besar antibiotika. Penggunaan antibiotika akan merubah flora normal dalam
saluran akar yang memberikan kondisi yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup
E.faecalis (De Paz, 2006).
2.1.2 Faktor virulensi E.faecalis
E.faecalis merupakan bakteri yang banyak menyebabkan penyakit pada
manusia. E.faecalis dilaporkan merupakan bakteri yang umum diisolasi dari infeksi
nosokomial, dan juga merupakan bakteri utama penyebap periodontitis apikalis
(Kayouglu & Østarvik, 2004).
Pada patogenisitas penyakit periodontitis apikalis, E.faecalis dalam tubuli
dentin dan saluran akar dilepaskan ke daerah periradikuler yang kemudian menarik
leukosit atau menstimulasi leukosit untuk memproduksi mediator inflamasi atau
enzim lisis. Faktor-faktor virulensi E. faecalis dan produk bakterinya diantaranya
adalah adhesions, aggregation substance, bacteriocins, binding substance, collagen
peptides, cytolysin;, elastase, gelatinase, hyaluronidase; H2O2, IFN- (gamma
interferon), IL (interleukin), LE (lysosomal enzymes) LTA (lipoteichoic acid) NO
(nitric oxide) O2.– (superoxide anion) PGE2 (prostaglandin E2), SP(sex pheromones)
7
and TNF (tumor necrosis factor). Model aktivitas faktor virulensi E.faecalis pada
periodontitis apikalis dibuat oleh kayoglu dan Ostarvik (De Paz, 2006).
Gambar 2.2. Model penyakit pulpitis dan periodontitis apikalis dalam hubungannya
dengan virulensi E.faecalis
2.2 Antibakteri
Antibakteri adalah suatu senyawa yang dalam konsentrasi kecil mampu
menghambat bahkan membunuh proses kehidupan suatu mikroorganisme (Jawetz et
al., 2001). Dalam penggolongannya antibakteri dikenal dengan antiseptik dan
antibiotik. Berbeda dengan antibiotik yang tidak merugikan sel-sel jaringan manusia,
daya kerja antiseptik tidak membedakan antara mikroorganisme dan jaringan tubuh.
2.2.1 Mekanisme Kerja Antibakteri
Antibakteri adalah agen kimia yang mampu menginaktivasi bakteri.inaktivasi
bakteri dapat berupa penghambatan pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau bahkan
membunuh bakteri (bakterisidal). Aktivitas penghambatan pertumbuhan atau
pembunuhan bakteri dilakukan dengan cara merusak DNA, denaturasi protein,
merusak dinding sel atau menghalangi sintesis dinding sel, pemindahan kelompok
sulfihidril bebas, serta antagonisme kimiawi (gangguan pada reaksi antara enzim
spesifik dengan substratnya) (Widiastuti, 2005).
8
Menurut Walsh & Wencewicz (2014) adapun mekanisme yang prospektif
untuk dikembangkan dalam mengasi bakteri pathogen gram positif dan gram negative
terbagi menjadi lima jalur, yaitu: penghambatan sintesis dinding sel bakteri (1),
penghambatan sintesis protein bakteri (2), penghambatan sintesis DNA atau RNA
bakteri (3), kerusakan membrane (4) dan penghambatan sintesis folat pada bakteri (5).
Metabolit sekunder seperti flavonoid bekerja dengan cara merusak membran
sitoplasma sehingga sel bakteri akan rusak dan mati. Penelitian yang telah dilakukan
oleh Noviana (2004) menunjukkan bahwa senyawa golongan flavonoid mampu
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dimana mekanisme penghambatannya
berupa perusakan membran sel. Gugus OH berperan penting dalam pelepasan ion H+
yang menyerang gugus fosfat sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi
gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat.
Gambar 2.3 Lima jalur mekanisme antibakteri
9
Pada perusakan membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya akan
menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan terurai
menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid
tidak mampu mempertahankan bentuk membran sel, akibatnya membran sel akan
bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan atau bahkan kematian
(Noviana, 2004).
2.2.2 Senyawa antibakteri terhadap E. faecalis
Hernandez et al., (2012) melaporkan bahwa senyawa flavonoid (1) yang
berhasil diisolasi dari tanaman Larrea tridentata beraktivitas antibakteri terhadap
bakteri Enterococcus faecalis. Senyawa (1) memiliki harga Minimum Inhibitory
Concentration sebesar 50µg/mL untuk S. aureus dan 50µg/mL untuk E. faecalis.
Selain itu senyawa Kuersetin 3-metil eter (2) diisolasi dari buah merah.memiliki
aktivitas pada E. faecalis pada konsentrasi 100 ppm (atmadja, 2011).
OH3CO
OH O
OH
OHO
OH O
OH
OH
OCH3
(1) (2)
Gambar. 2.4 Struktur senyawa antibakteri: 5,4ʹ-dihydroxy-7-methoxyflavone (b) dan
kuersetin 3-metil eter (2)
2.3 Enzim MurA
Enzim MurA merupakan bagian dari family enzim Mur. Family enzim Mur
ini bereperan dalam biosintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Berikut
merupakan struktur enzim MurA.
10
Gambar 2.5 Struktur enzim MurA
2.3.1 Peran enzim MurA dalam sintesis dinding sel bakteri gram positif
Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan yang
tebal. Silver (2006) menyebutkan bahwa enzim MurA-MurF berperan dalam sintesis
peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Tanpa peptidoglikan, dinding sel bakteri
sangat rapuh dan rentan terhadap tekanan osmotik sehingga dapat menyebabkan
bakteri mati.
Gambar 2.6 Skema dinding sel bakteri gram positif
N-asetil glukosamin (NAG) N-asetil asam muramat (NAM) Rantai ikatan tetrapeptida dengan ikatan silang oleh peptida
lapisan peptidoglikan
Gambar bakteri yang menunjukkan
dinding sel dan membran plasma.
membran plasma dengan
lapisan struktur lipid bilayer
11
Enzim yang berperan dalam tahap pertama biosintesis peptidoglikan adalah
enzim MurA. Enzim MurA mengkatalisis reaksi transfer enolpiruvat dari
phosphoenolpyruvate (PEP) pada gugus 3’-hidroksil pada Uridine 5’-diphospho-N-
acetylglucosamine (UDP-GlcNAc) menghasilkan enolpyruvil-UDP-N-
acetylglucosamine (EP- UDP-GlcNAc) dan fosfat anorganik.
Dengan menghambat kinerja enzim MurA maka biosintesis peptidoglikan
dapat dicegah. Hal ini yang banyak dijadikan target para peneliti untuk mengatasi
penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen gram positif seperti E. faecalis.
O
OH
HOHO
HN
O
RO P
O
O
OH
P
O
O
OH O
N
HN
O
O
OHOH
MurA
UDP-N-asetilglukosamin
O
OH
HOO
HN
O
RO P
O
O
OH
P
O
O
OH O
N
HN
O
O
OHOH
UDP-N-asetilglukosamin-enolpiruvatO O-
+
-O
O
OP
O
O-O-
PEP
-OP
O
O-O-
Pi
+
Gambar 2.7 Tahap pertama biosintesis peptidoglikan dimana enzim MurA (UDP-N-
acetylglucosamine enolpyruvyl transferase, E.C 2.5.1.7) mengkatalisis
reaksi transfer enolpiruvat dari fosfoenolpiruvat menjadi uridine-5’-
difosfo-N-asetilglukosamin.
2.3.2 Senyawa- senyawa yang menjadi inhibitor enzim MurA
Dengan adanya salah satu jalur yang ditemukan untuk mengatasi bakteri
patogen gram positif melalui penghambatan enzim MurA yang menjadi kunci dalam
biosintesis peptidoglikan, para peneliti mengembangkan pencarian senyawa-senyawa
yang mampu menjadi inhibitor enzim MurA.
Senyawa BCB33b (4) dan fosfomycin (5) dinyatakan mampu menghambat
kerja enzim MurA (Boone, 2011). Zoeiby (2003) menemukan 3 derivat piridin yang
mampu menjadi inhibitor enzim MurA dengan masing-masing nilai penghambatan
(IC50) 34,5 mM (6), 30,5 mM (7) dan 50,2 mM (8).
12
HO
HO
O
O
O
PHO
O OH
(4) (5)
OH
NH
O
O
HN
N
NH
O
O
HN N
OH
NH
O
O
HN N
(6) (6) (7)
Gambar 2.8 Struktur senyawa yang mampu menghambat enzim MurA: BCB33b (4),
fosfomycin (5), N-(R)-(-)-Mandelyl-D-leucyl-4-(aminomethyl)-
pyridine (6), N-Diphenylacetyl-glycyl-3-(aminomethyl)-pyridine (7)
dan N-(R)-(-)-Mandelyl-D-leucyl-3-(aminomethyl)-pyridine (8).
2.4 Tinjauan Umum Myrmecodia sp
Sarang semut adalah sejenis buah tradisional dari Papua. Nama ilmiahnya
Myrmecodia sp. Sarang Semut merupakan salah satu tumbuhan epifit dari
Hydnophytinae (Rubiaceae) yang dapat berasosiasi dengan semut. Tumbuhan sarang
semut ini bersifat epifit. Secara tradisional sarang semut sudah dikonsumsi karena
berkhasiat banyak dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti mencegah
penyakit tumor, kanker, jantung, stroke, wasir, rematik, gangguan asam urat, maag,
TBC, migren, gangguan fungsi ginjal dan prostat, dan meningkatkan stamina (Subroto
& Saputro, 2006).
2.4.1 Taksonomi Myrmecodia pendans
Taksonomi tumbuhan Myrmecodia sp adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Mangnoliopsida
Subkelas : Lamiidae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Myrmecodia
Spesies : Myrmecodia sp. (Irawan, 2009)
13
2.4.2 Morfologi Myrmecodia pendans
Di propinsi Papua, tumbuhan sarang semut tersebar di daerah Pegunungan
Tengah, yaitu di hutan belantara kabupaten Jayawijaya, kabupaten Tolikara,
kabupaten Puncak Jaya, kabupaten Pegunungan Bintang, dan kabupaten Paniai.
Tumbuhan sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-pohon di pinggir pantai
hingga ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut (dpl). Tumbuhan sarang semut
jarang ditemukan di hutan tropis dataran rendah, tetapi lebih banyak ditemukan di
hutan dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian 600 meter dpl. Sarang semut
banyak ditemukan menempel di beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih
(Melaleuca), cemara gunung (Casuarina), Kaha (Castanopsis), dan pohon beech
(Nothofagus). Di habitat liarnya, tumbuhan sarang semut dihuni oleh beragam jenis
semut. Namun, satu tumbuhan sarang semut dihuni oleh satu jenis semut.
Gambar 2.9 Umbi sarang semut (Myrmecodia sp.)
Umbi pada tumbuhan sarang semut umumnya berbentuk bulat saat muda,
kemudian menjadi lonjong memendek atau memanjang setelah tua. Umbi
Myrmecodia sp. hampir selalu berduri. Umbinya memiliki suatu sistem jaringan
14
lubang-lubang yang bentuk serta interkoneksi dari lubang-lubang tersebut sangat khas
sehingga digunakan untuk mengembangkan sistem klasifikasi dari genus ini.
Tumbuhan sarang semut biasanya hanya memiliki satu atau beberapa cabang.
Batangnya jarang ada yang bercabang. Bahkan, pada beberapa spesies tidak bercabang
sama sekali. Batangnya tebal dan internodalnya sangat dekat, kecuali pada pangkal
sarang semut dari beberapa spesies.
Daun sarang semut tebal seperti kulit. Pada beberapa spesies memiliki daun
yang sempit dan panjang. Spitula besar, persisten, terbelah, dan berlawanan dengan
tangkai daun (petiol), serta membentuk “telinga” pada klipeoli. Kadang-kadang terus
berkembang menjadi sayap di sekitar bagian atas klipeolus. Pembungaan mulai sejak
beberapa ruas (internodal) terbentuk dan ada pada tiap nodus (buku). Dua bagian pada
setiap bunga berkembang pada suatu kantong udara (alveolus) yang berbeda. Alveoli
tersebut mungkin ukurannya tidak sama dan terletak pada tempat yang berbeda di
batang. Kuntum bunga muncul pada dasar alveoli. Setiap bunga berlawanan oleh suatu
brakteola. Bunga jarang kleistogamus (menyerbuk tidak terbuka) dan kadang-kadang
heterostilus. Kelopak biasanya terpotong. Polen adalah 1-, 2-, atau 3- porat (kolporat)
dan sering 1, 2, atau 3 visikel sitoplasma yang besar. Buah berkembang dalam alviolus
dan memanjat pada dasarnya menjadi mononjol keluar hanya setelah masak (Huxley,
1978).
2.4.3 Senyawa Kimia Pada Myrmecodia pendans
Tumbuhan sarang semut mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan
flavonoid dan tanin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
para peneliti lain sebelumnya yang mempelajari golongan senyawa ini dalam
kaitannya dengan sistem pertahanan diri tumbuhan sarang semut. Flavonoid
merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang banyak
merupakan pigmen tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder yang berhasil ditemukan
pada tumbuhan sarang semut masih sangat terbatas. Subroto dan Saputro (2008)
menemukan alfa tokoferol pada umbi sarang semut.
15
Tumbuhan sarang semut juga mengandung beberapa mineral. Kalsium
berfungsi dalam kerja jantung, impuls saraf, dan pembekuan darah. Besi berfungsi
dalam pembentukan hemoglobin, transpor oksigen, aktivator enzim. Fosfor berfungsi
dalam penyerangan kalsium dan energi. Natrium memiliki peranan dalam
kesetimbangan elektrolit, volume cairan tubuh, dan impuls saraf. Kalium berfungsi
dalam ritme jantung, impuls saraf, dan kesetimbangan asam basa. Seng memiliki
fungsi dalam sintesis protein, fungsi seksual, penyimpanan insulin, metabolisme
karbohidrat dan penyembuhan luka. Sementara magnesium memiliki peranan dalam
fungsi tulang, hati, otot, transfer air intraseluler, keseimbangan basa, dan aktivitas
neuromuskuler. Fungsi-fungsi mineral tersebut dapat menjelaskan beberapa khasiat
lain dari sarang semut (Heil et al., 2004).
HO
O
alfa-tokoferol
Gambar 2.10 Struktur alfa tokoferol
2.5 Uji Sensitivitas
Uji sensitivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang
memiliki aktivitas antibakteri. Metode difusi agar menurut Kirby-Bauer, sering
digunakan untuk mengetahui sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini adalah
penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambat akan
terlihat sebagai daerah jernih di sekitar cakram kertas yang mengandung zat
antibakteri. Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas
bakteri terhadap zat antibakteri.Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter
zona hambat yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif (Tortora, 2002).
Metode difusi agar merupakan salah satu metode yang digunakan dalam uji
sensitivitas bakteri dengan cara mengamati daya hambat pertumbuhan bakteri oleh
bahan antibakteri yang diketahui dari daerah di sekitar kertas cakram (paper disk) yang
16
tidak ditumbuhi oleh bakteri. Zona hambat pertumbuhan inilah yang menunjukkan
sensitivitas bakteri terhadap bahan antibakteri. Sensitivitas bakteri terhadap suatu
bahan dapat dikategorikan menjadi sensitif, intermediet, atau resisten, tergantung
standar zona hambat minimal suatu bahan terhadap bakteri yang telah ditentukan
(Tortora, 2002).
17
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua bagian:
Tujuan khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa-senyawa
antibakteri yang terkandung dalam umbi sarang semut.
Tujuan jangka panjang, penelitian bertujuan untuk mendapatkan alternatif antibiotik
baru untuk penyakit periodental dari tumbuhan sarang semut.
Tujuan khusus penelitian ini terbagi menjadi dua bagian:
1. Pada tahun pertama, penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa
antibakteri dari tumbuhan sarang semut.
2. Pada tahun kedua, penelitian difokuskan untuk pengujian senyawa hasil
isolasi pada bakteri untuk melihat aktivitas antibakterinya
3.2 Luaran dan Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. Memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang kesehatan mengenai metode penyembuhan yang efektif untuk melawan
bakteri Enterococcus faecalis,
2. Mengembangkan potensi sumber daya alam Indonesia khususnya umbi
tanaman sarang semut sebagai antiseptik alami.
18
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari tahun pertama dimana pada tahun
pertama telah didapatkan senyawa terpenoid dari Umbi sarang semut. Oleh karena itu
saat ini dilakukan pengujian pengaruh terpenoid sarang semut terhadap aktivitas enzim
MurA E. faaecalis menggunakan E. coli MurA Assay Kit Plus-500 (Catalog No.
MURA500KE, Profoldin).
Sampel uji disiapkan dalam konsentrasi 5 mM sebanyak 1 mL. larutan sampel
uji ini ditambahkan ke sumur uji (microplate 96 wells) sebanyak 1,2 μL dan kemudian
diencerkan dengan 2x pengenceran (variasi konsentrasi sampel uji harus berada dalam
rentang 5 mM sampai 0,039 mM). Pada sumur yang lain, akuabides ditambahkan
sebagai kontrol negatif dan fosfomisin digunakan sebagai kontrol positif. Selanjutkan
52,8 μL larutan premix ditambahkan ke dalam setiap sumur dan diinkubasi selama 5
menit. Kemudian ke dalam setiap sumur ditambahkan larutan enzim sebanyak 3 μL
dan diinkubasi selama 15 menit (waktu optimum inkubasi). Larutan Dye MPA (60
μL) ditambahkan ke dalam setiap sumur dan diinkubasi kembali selama 5 menit.
Selanjutnya dilakukan pembacaan pada panjang gelombang 650 nm menggunakan
microplate reader EZ 400.
19
BAB V
HASIL YANG DICAPAI
Pada penelitian ini telah diujikan satu senyawa terpenoid dari Umbi Sarang
Semut (Myrmecodia pendans.) terhadap enzim Mur A.
HO
COOH
H
OH
H
H
COOH
HO
H
H
(4) (5)
Gambar 5.1 Struktur terpenoid 1-5
20
Pengujian aktivitas inhibitor enzim Mur A terpenoid 1
Berdasarkan data pada tabel 5.1, terpenoid 1 memiliki aktivitas inhibitor Mur A
lebih rendah dibanding fosfomisin.
Tabel 5.1 Hasil uji ihibitor Mur A senyawa 1
Terpenoid IC50 (ppm)
1 330,85
2 bd
3 bd
4 bd
5 bd
Fosfomisin* 99,68 *) kontrol positif bd) belum diuji
Berikut ini ditunjukkan grafik aktivitas penghambatan terpenoid 1 dan
fosfomisin terhadap enzim Mur A.
1. Terpenoid 1
Gambar 5.2 Penghambatan Senyawa 1 terhadap enzim Mur A
y = 0,149x + 0,7033R² = 0,952
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
0 5 10 15 20 25
% P
engh
amb
atan
*%
)
Konsentrasi (ppm)
21
2. Fosfomisin
Gambar 5.3 Penghambatan fosfomisin terhadap enzim Mur A
BAB VI
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Tahapan selanjutnya yang akan dilakukan adalah menguji pengaruh senyawa
2-5 terhadap aktivitas enzim MurA.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Aktivitas inhibitor Mur A terpenoid 1 tiga kali lebih rendah dibandingkan
fosfomisin.
7.2 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antibakteri terpenoid ini
dengan melakukan uji pengaruh senyawa 2-5 terhadap aktivitas enzim MurA
y = 0,4308x + 7,0558R² = 0,9896
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 5 10 15 20 25
% P
enga
ham
bat
an (
%
Konsentrasi (ppm)
22
DAFTAR PUSTAKA
Boone, B. 2011. MurA: Production, purification, and characterization of antibiotic
potential.
Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI - formerly NCCLS). 2012.
Performance Standards for Antimicrobial Disk Susceptibility Tests; Approved
Standard, 11th ed.; Clinical and Laboratory Standards Institute: Wayne, PA,
USA.
De paz, C. Gram-positive organism in endodontic infection. Endo topics. Denmark.
Blackwell Munksgaard, 2004; p.79-96
Enright, M.C., Robinson, D.A., Randle, G., Feil, E.J., Grundmann, H., Spratt, B.G.
2002.The evolutionary history of methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA).
Eschenburg, S., Priestman, M.A., Abdul-Latif, FA, Delachaume, C., Fassy,
F.,Schönbrunn, E. (2005). A novel inhibitor that suspends the induced fit
mechanism of UDPN-acetylglucosamine enolpyruvyl transferase(MurA).
Joural of Biological Chemistry,280(14), 14070-5.
Haapsalo M, Udnaes T, Endal U. Persistent, recurrent, and acquired infection of the root canal system post-treatment. Endo topics. Denmark. Blackwell
Munksgaard, 2003; p.29-56.
Happonen RP, Bergenholtz Gergenholtz G, HØrsted-Bindlev P, Reit C,
editor.Textbook of endodontology. Oxford. Blackwell Munksgaard, 2003; p.
130-144.
Heil, M., B. Baumann, R. Kruger and K.E. Linsenmair, 2004. Main Nutrient
Compounds in Food Bodies of Mexican Acacia Ant-Plants, Chemoecology. 14:
45-52.
Hernández J. M. J., A. García, E. Garza-González, V. M. Rivas-Galindo and M.R.
Camacho-Corona. 2012. Antibacterial and Antimycobacterial Lignans and
Flavonoids from Larrea tridentata. Phytotheraphy Research. 2012: (26): 1957-
1960.
Huxley, C. R., 1978, Ant-Plant Myrmecodia and Hydnophytum (Rubiaceae), and
Relationships Between Their Morphology, Ant-Accupants, Physiology and
Ecology, New Phytologist. 80 (1): 231.
Jawetz E, Melnick, Adelberg. 2004. Medical Microbiology, 24th Edition. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
Jhonson W T, Noblet W C. Cleaning and Shaping. Dalam: Torabinejad M, Walton
RE, editor. Endodontic Principles and Practice.St.Louis. Saunders Elsevier.
2009; p.262-264.
Kayouglu G & Østarvik D. Virulance factor of enterococcus faecalis: relationship to
endodontic disease. Crit Rev Oral Bio Med. 2004; 15(5); p.308-320.
Li, X., Kristin, M.K., Leif, T. & Ingar, O. 2000. Systemic diseases caused by oral
infection. Clinical Microbiology Reviews Vol.13, No.4: p.547–558.
Noviana, L. 2004. Identifikasi Senyawa Flavonoid Hasil Isolasi dari Proporlis Lebah
Madu (Apis Mellifera) dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri
23
(Staphylococcus Aureus). Skripsi Mahasiswa Jurusan Kimia Universitas
Brawijaya Malang. Malang.
Silver, L.L. Does the cell wall of bacteria remain a viable source of targets for novel
antibiotics? Biochemical Pharmacology, 2006; 71(7), 996-1005.
Stashenko P. Etiology and pathogenesis of pulpitis and apical periodontitis. Dalam:
Østarvik D, Pitt Ford TR, editor. Essential endodontics. Oxford. Blackwell
Science, 2003; p.42-67.
Subroto, M.A., dan Saputro, H. 2006.Gempur Penyakit Dengan Sarang Semut.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Tortora, Gerard J., Funke, BR., Case, CL. 2002. Microbiology an Introduction
10thedition. San Fransisco.
Tribono. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Walsh CT & Wencewicz TA. Prospect for new antibiotics: a molecule-centered
perspective. The Journal of Antibiotics; 2014. P 7-22.
World Health Organization. 2012. Data & statistic deseases. yang diambil dari
www.WHO.com.
Widiastuti, D. 2005. Sintesis Senyawa 2-(4-metilsikloheks-3-enil) propan-2-ol dari -
pinena dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri [Skripsi]. Malang:Jurusan
Kimia Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya.
Zoeiby A.E, Beaumont M, Dubuc E, Sanschagrin F, Voyer N & Leveque RC.
Combinatorial Enzymatic Assay for the Screening of aNew Class of Bacterial
Cell Wall Inhibitiors. Bioorganic & Medicinal Chemistry, 2003; p.1583-1592.
Antibacterial Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 Terpenoid
from Sarang Semut (Myrmecodia pendans)
Indah Permata Yudaa, Dikdik Kurniaa, Dadan Sumiarsaa, Hendra D.A. Dharsonob, Mieke H. Sataric aDepartment of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Scieces, Padjadjaran University,
Jatinangor 45363, Indonesia
Received: January XX, 2016; Accepted: XX, 2016
A new steroid glycoside (1), along with one known triterpenoid (2) and a new sesquiterpenoid (3) has been isolated from the ethyl acetate extract of Sarang
Semut (Myrmecodia pendans). The structures of the new and known compounds were established on the basis of extensive 1D and 2D NMR spectral data. The bioactivity evaluation was conducted using the inhibition zone of compounds (mm) using Kirby-Bauer method at concentrations of 2000 and 5000 ppm for
each against pathogenic oral bacteria Porphyromonas gingivalis were 11,1 and 12,3 mm, respectively.
Keywords: Sarang Semut, Myrmecodia pendans; Porphyromonas gingivalis; antibacterial activity; terpenoid
Sarang Semut (Myrmecodia pendans) is widely used in West Papua
as herb with broad range of therapeutic values [1]. This plant is a
member of Rubiaceae family with five genus, however, only two of
which have association with ants. They are Myrmecodia (forty five
species) and Hypnophytum (twenty six species). From those species,
only Hypnophytum formicarum, Myrmecodia pendans and
Myrmecodia tuberosa are considered to have medicinal values [2].
Research data from previous analysis result of crude extract of
Sarang Semut showed that the extract has antioxidant activity [3-4].
Ethyl acetate fraction of M. pendans (50 µg mL-1) showed the
highest activity in lymphocytes proliferation thus sarang semut
tubers are potentional to be develompment as immunomodulatory
agents [1]. Previous study by Soekmanto et al. (2010) have proved
that the extract of M. pendans has anticancer activity in both human
cervix (HeLa) and canine mammary tumor (MCM) cell lines with
IC50 27.61 ppm (HeLa) and 54.57 ppm (MCM-B2), respectively
[2]. This effect may be the result of phenolic compounds especially
flavonoids contained in extract [2-5]. Terpenoid have been isolated
from Sarang Semut of Papua had capability to inhibit the growth of
ovarian cancer cell lines (SKOV-3) with IC50 of 481ug ml-1 for 48
hours [6].
However, the antibacterial activity of the Sarang Semut and its
active components against oral periodontal pathogens has not been
evaluated. Thus, this study mainly aimed to isolate and elucidate
antibacterial agents from the Sarang Semut against periodontal oral
pathogen. Our chemical investigation isolated one new steroid
glycoside (1) and one known triterpenoid (2) and new
sesquiterpenoid (3) from the Sarang Semut. Their structures were
elucidated as 6ʹ-O-tridecanoyl-3-O-β-D-glucosyl-sitosterol (1),
betulin (2) and phloroglucinol coupled sesquiterpene (3) (Fig 1.) by
spectroscopic data analyses (IR, ES-MS, 1D-NMR, and 2D-NMR).
This report describes their isolation, structural elucidation, and
antibacterial activity against Porphyromonas gingivalis ATCC
33277.
The ethyl acetate of Sarang Semut was subjected to multiple
chromatographic steps, using silica gel G60 and ODS RP-18 to
afford terpenoid (1-3) (Figure 1).
Compound 1 was isolated as white amorphous powder. TLC
analysis on Kiesel gel 60 F254 0.25 mm plate (Merck) in n-hexane-
ethyl acetate = 40:60 (v/v), Rf = 0.25; ES-MS m/z 773.340 [M+H]+
calcd. for C48H84O7, together with seven degrees of unsaturation.
The IR spectrum showed hydroxyl groups at 3404 cm-1, a carbonyl
ester (1722 cm-1) and gem-dimethyl (1465, 1379 cm-1). The 1H- and 13C-NMR spectral data are shown in Table 1. The 13C-NMR
spectrum showed forty eight carbon signals which, according to the
DEPT 135 spectrum, represented seven primary, twenty three
secondary, fourteen tertiary, and four quaternary carbons. In the 13C-NMR spectrum showed twenty nine resonances attributed to a
sitosterol skeleton, including double bond resonances at δ 140.4 and
122.4, and a hydroxymethine signal at δ 79.7. Six carbon signals [δ
101.4, 76.1, 74.1, 73.7, 70.2, 63.3] were due to D-glycose, and
others [δ 175.0, 34.4, 32.1, 29.9~29.4, 25.1, 22.9, 14.3] attributed to
fatty acid esters. The 1H-NMR spectrum show signals for seven
tertiary methyl groups at δ 0.67 (s, 3H), 0.80 (d, 3H, J = 6.5), 0.81
(d, 3H, J = 6.45), 0.84 (t, 3H, J = 1.3), 0.88 (m, 3H), 0.91 (d, 3H, J
= 6.5), 1.00 (s, 3H), and an anomeric proton signal of D-glycose at δ
4.37 (d, 1H, J = 7.8), which indicated the β-linkage of D-glycose
with sitosterol [7,8]. The 1H-NMR spectrum also exhibited the
presence of a long chain fatty acid ester, according to signals at δ
1.47 (m, 2H) and a secondary methyl group at δ 1.25 (m, 2H).
All these data suggested that compound 1 was a steroid glycoside
with a long-chain fatty acid ester (Fig. 1). The complete structural
determination was further achieved by analyses of HMQC and
HMBC data. In the HMBC spectrum, the framework of D-glucose
unit was also exhibited. The glucose unit was assigned to C-3 of the
skeleton of sitosterol, according to the corelation from H-1' of D-
glucose (δH 4.37) to C-3 (δC 79.7). A comparison of the NMR data
of 1 with those of 4ʹ-O-docosanoyl-3-O-β-D-glucosyl-sitosterol [9]
of revealed that the structures of the two compounds are closely
related, the main differences are the position of fatty acid ester and
number of fatty acid unit. In order to clarify the position of fatty
acid ester unit, the HMBC experiment was carried out, proton at δH
4.9 (2H, dd, 4.55, 4.55) was correlated to C-1'' (δC 175.0) confirmed
the ester group attaching to C-6' of D-glucose (Fig. 1).
NPC Natural Product Communications 2016
Vol. 11
No. 0
1 - 2
2 Natural Product Communications Vol. 11 (0) 2016 Yuda et al.
Table 1: NMR data (500 MHz for 1H and 125 MHz for 13C, in CDCl3) for 1
Position 13C NMR, C (mult.) 1H NMR, (integral, mult., J Hz)
1 37.4 (t) 1.85 (2H, m)
2 29.9 (t) 1.24 (1H, m)
1.31 (1H, m)
3 79.7 (d) 3.53 (1H, m)
4 39.0 (t) 2.27 (1H, d, 11.05)
2.39 (1H, d, 7.8)
5 140.4 (s) -
6 122.4 (d) 5.36 (1H, d, 2.6)
7 29.7 (t) 1.24 (2H, m)
8 32.0 (d) 1.95 (1H, m)
9 50.3 (d) 0.90 (1H, m)
10 36.9 (s) -
11 21.2 (t) 1.48 (2H, m)
12 39.9 (t) 1.98 (1H, m)
2.03 (1H, m)
13 42.5 (s) -
14 56.9 (d) 1.08 (1H, m)
15 24.5 (t) 1.58 (2H, m)
16 28.4 (t) 1.25 (2H, m)
17 56.2 (d) 1.08 (1H, m)
18 12.0 (q) 0.67 (3H, s)
19 19.5 (q) 1.00 (3H, s)
20 36.3 (q) 1.30 (1H, m)
21 20.0 (q) 0.81 (3H, d, 6.45)
22 34.0 (t) 2.35 (2H, m)
23 26.2 (t) 1.14 (2H, m)
24 46.0 (d) 0.92 (1H, m)
25 28.4 (t) 1.25 (2H, m)
26 19.2 (q) 0.80 (3H, d, 6.5)
27 19.0 (q) 0.91 (3H, d, 6.5)
28 23.2 (t) 1.28 (2H, m)
29 12.2 (q) 0.84 (3H, t, 1.3)
1ʹ 101.4 (d) 4.37 (1H, d, 7.8)
2ʹ 73.7 (d) 3.36 (1H, d, 9.1)
3ʹ 74.1 (d) 3.34 (1H, m)
4ʹ 76.1 (d) 3.58 (1H, t, 8.45)
5ʹ 70.2 (d) 3.38 (1H, d, 8.45)
6ʹ 63.3 (t) 4.23 (1H, dd, 1.95, 2.6)
4.90 (1H, dd, 4.55, 4.55)
OCO 175 (s) -
(CH2)n 22.9-34.4 (t) 1.25-1.47 (22H, m)
CH3 14.3 (q) 0.88 (3H, m)
The ester group attaching on structure of compound same with
(7S*,16S*,18S*,19R*)-7,18-dihydroxy-19-O-(4-methyl-6(E), 8(E)-
hexadecadienoyl)-16,18-dimethyl-10-phenyl-[11]-cytochalasa-6
(12),13(E)-diene-1,2-dione [10]. Based on HMQC experiment was
carried out, number of carbons at fatty acid ester compound 1 was
odd-numbered, carbons at δC 175.0, 34.4, 32.1, 29.9~29.4, 25.1,
22.9, 14.3 suggested as tridecanoyl ester. This fatty acid ester was
new fatty acid for steroid glycoside, previously fatty acid ester usual
range of straight-chain even-numbered [9,11]. Therefore, the
structure of compound 1 was established as 6ʹ-O-tridecanoyl-3-O-β-
D-glucosyl-sitosterol (1) (Fig. 1). This is a new steroid glucoside
reported for the first time from this plant.
Compound 2 (Betulin) was isolated as white amorphous powder.
TLC analysis on Kiesel gel 60 F254 0.25 mm plate (Merck) in n-
hexane-acetone = 80:20 (v/v), Rf 0.37; IR (KBr) vmax cm-1: 3431,
2931, 1454, and 1051; ES-MS m/z 443.500 [M+H]+ calcd. for
C30H50O2; 1H-NMR (500 MHz, in CD3OD) δ: 0.77 (s, 3H, H-27),
0.83 (s, 3H, H-5), 0.98 (s, 3H, H-24), 1.19 (s, 3H, H-26), 1.38 (m,
1H, H-9), 1.55 (m, 2H, H-7), 1.58 (m, 2H, H-15), 1.62 (m, 2H, H-
11), 1.65 (m, 2H, H-12), 1.69 (s, 3H, H-30), 2.41 (m, 1H, H-19),
3.15 (dd, 1H, J = 4.5, 4.5 Hz, H-3), 3.91 (s, 2H, H-28), 4.5 (q, 1H, J
= 1.3, 1.3, H-29) and 4.6 (d, 1H, J = 2.55, H-29). 13C-NMR (125
MHz, in CD3OD) δ 15.5 (C-24), 16.5 (C-27), 17.1 (C-26), 18.4 (C-
25), 19.2 (C-6), 19.6 (C-30), 24.7 (C-11), 27.2 (C-12), 28.5 (C-15),
28.9 (C-2), 29.5 (C-23), 30.9 (C-16), 34.8 (C-21), 35.9 (C-22), 36.8
(C-7), 39.8 (C-13), 39.9 (C-10), 41.1 (C-1), 42.2 (C-4), 43.0 (C-17),
44.2 (C-14), 44.4 (C-8), 49.5 (C-18), 49.7 (C-19), 53.5 (C-9), 57.3
(C-5), 62.3 (C-28), 79.9 (C-3), 110.2 (C-29) and 152.0 (C-20).
Based on spectroscopic analyses and a comparison with the
literatures, the known compound was identified as betulin (2) [12-
14]. This is a new triterpenoid reported for the first time from this
plant.
Figure 1: Chemical structure of compounds 1-3, and the key 1H-
1H COSY and
HMBC correlations for compound 1.
Compound 3 was isolated as pale brown oil. TLC analysis on Kiesel
gel 60 F254 0.25 mm plate (Merck) in n-hexane-aceton = 80:20 (v/v),
Rf 0.37; IR (KBr) vmax cm-1: 3415, 2973, 1628, 1451, 1381 and
1161; ES-MS m/z 447.700 [M+H]+ calcd. for C25H36O6; The IR
spectrum of 3 indicated the presence of carbonyl at 1628 cm-1. From
an inspection of 1D-NMR data and the HMQC spectrum, 3 was
found to possess a 2-methyletanoyl side chain [δH 4.5 (1H, m), 1.12
(6H, m); δC 166.5, 77.3, 29.4, 28.9], a phloroglucinol unit [δH 5.8
(1H, s); δC 163.5, 163.4, 162.1, 109.0, 101.64, 95.0], one methylene
[δH 2.62 (1H, m), 2.56 (1H, m); δC 28.0], three tertiary methyl [δH
1.12 (3H, s), 1.37 (3H, J = 6.5), 1.70 (3H, s); δC 9.86, 16.8, 18.5], a
terminal double bond [δH 4.50 (1H, m), 4.60 (1H, m); δC 111.8,
149.5] as well as an oxygenated carbon at δC 71.5. The data
suggested a phloroglucinol-coupled sesquiterpenoid for compound
3. The above accounted for seven out of eight double bond
equivalents, which indicated the presence of one ring in compound
3. In the HMBC spectrum presence correlation of H-6' (δH 5.8) with
C-2' (δC 101.6), C-4' (δC 109.3) and C-5' (δC 162.1) as well as H-10
(δH 2.5) with C-3' (δC 163.4), C-4' (δC 109.3) and C-5' (δC 162.1)
located methyn at ring aromatic and the C-10 methylene at positions
6' and 4', respectively, and also allowed the assignment of three
hydroxyls at C-1', C-3' and C-5'. Consequently, the 2-methyetanoyl
subtituent could only be placed at C-2'. Thus, a grandiol was
established based on this analysis data above, which was also
supported by comparison with the NMR data of grandinol [15]. The
connections of the two structural fragments, quartenary carbons,
and the other functional groups were mainly achieved by the
HMBC spectrum. The correlations of H-14 with C-1, C-2 and C-6
suggested attachment of Me-14 to C-1. An isopropenyl group was
attached to C-4 by the HMBC correlations of H-12 with C-4, C-11
and C-13 and H-13 with C-4, C-11 and C-12. Based on analysis of
NMR data as well as by comparison with previously reported
papers, the structure of compound 3 was therefore elucidated as
phloroglucinol sesquiterpenoid (3). This is a new sesquiterpenoid
reported for the first time from this plant.
For evaluate the bioactivity of the compounds, the antibacterial
activies against P. gingivalis ATCC 33277 of all the isolates (1-3)
Antibacterial Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 Terpenoid Natural Product Communications Vol. 11 (0) 2016 3
from Sarang Semut (Myrmecodia pendans)
from the tuber of M. pendans were conducted using disk diffusion
method. The Kirby-Bauer disk diffusion susceptibility test was used
to determine the sensitivity or resistance of P. gingivalis to
compounds. Chlorhexidine was used as a positive control.
Susceptibility of isolates (1-3) against P. gingivalis can see inhibit
zone of sample on growth bacteria. From the antibacterial results as
showed in Table 1, the compound 3 was active against P. gingivalis,
but the compounds 1 and 2 were inactive. When considering of the
inhibition zone values at the micromolar level, it is possible to
observe that chlorhexidin is about potent than compound 3.
Neverthless, several adverse effects are associated with regular use
of chlorhexidin. The reinforces the great importances of compound
3 as a prototype or lead compound for the development of novel and
safe bioactive compounds for control of periodontitis.
Table 1: Antibacterial activity of compound 1-3 against P.gingivalis ATCC 33277
Compounds
Inhibition Zone of compounds (mm) at Concentrations (μg/mL)
5000 2000
1 2 Average 1 2 Average
1 NA NA NA NA NA NA
2 NA NA NA NA NA NA
3 11.5 13.1 12.3 10.8 11.4 11.1
Chlorhexidin* ** ** ** 13.5 15.1 14.3
*standard
**not yet
Experimental
General: NMR spectra recorded on a 500 MHz FT-NMR
spectrometer (Varian ECA 500 JOEL, Japan) {500 (1H) and 125
(13C)}; δ in ppm rel. to TMS as internal standard, J in Hz. IR
spectra were obtained from a Perkin Elmer Spectrum One FT-IR
spectrometer (Buckinghamshire, England). ES-MS spectrometer
(UPLC MS/MS TQD type, Waters); in m/z. Column
chromatography (CC): silica gel (SiO2, 200-300 mesh; Merck,
Darmstadt, Germany) and ODS was a LiChroprep RP-18 (Merck).
TLC: Kiesel gel 60 F254 and RP-18 F254S (Merck). For antibacterial
assay, laminar air flow, incubator Memmert, autoclave machine
HVE-50 Hirayama jar and ELISA reader Diagnostic Automation
Inc.
Plant material: Dried of Sarang Semut Myrmecodia pendans was
collected from from Papua island, Indonesia and identified by Mr
Joko Kusmoro (Padjadjaran Universiy), Laboratory of Plants
Taxonomi, Department of Biology, Faculty of Mathematic and
Natural Science, Padjadjaran Universiy, Sumedang, Indonesia.
Extraction and isolation: The air-dried tuber of Sarang Semut (1,5
kg) plants was extracted with 100% ethyl acetate (3x3 L) at 40°C on
heating mantle of Soxhlet extractor. This method was chosen to
yield thermostable compounds as similar with empirical
experiences of local people who use it after boiling process. The
extract was evaporated to yield a residue (20 g). Ethyl acetate
extract was subjected to column chromatography on stationary
phase silica gel 60 eluting with 10% gradient of n-hexane-ethyl
acetate, to yield 11 fractions (A-K). Fraction H (0.45 g) was
subjected to column chromatography on stationary phase silica gel
60 eluting with 5% gradient of n-hexane-ethyl acetate, to yield 21
fractions (H01-H21). Fraction H08 (71 mg) was subjected to
column chromatography on stationary phase silica gel 60 eluting
with 5% gradient of n-hexane-ethyl acetate, to yield compound 1
(23 mg). Fraction H15 (71 mg) was subjected to an RP-C18
column, eluting with isocratic solvent of methanol-water (90:10
v/v) to yield 2 (20 mg). Fraction F (2.10 g) was subjected to column
chromatography on stationary phase silica gel 60 eluting with 2,5%
gradient of n-hexane-ethyl acetate, to yield 20 fractions (F01-F20).
Fraction F09 (196.2 mg) was subjected to an RP-C18 column,
eluting with 2,5% gradient of methanol-water to yield compound 3
(5 mg).
6ʹ-O-tridecanoyl-3-O-β- D-glucosyl-sitosterol
White amorphous powder.
Rf: 0.25 (n-hexane-ethyl acetate, 2:3).
IR (KBr): 3404, 2923, 1722, 1465, 1379, 1080 cm-1. 1H NMR (500 MHz, CDCl3): Table 1. 13C NMR (125 MHz, CDCl3): Table 1.
Antibacterial activity assay: Bacterial strain P. gingivalis ATCC
33277 was used for the assay using disk diffusion method. The
procedure is follow as reference in CLSI protocols. Compounds
(samples) were diluted with methanol-water (1:1), however,
Chlorhexidine was the positive control were diluted with water. All
of them (controls and samples) were performed out of concentration
5000 and 2000 μg/mL. Paper discs (7 mm) were impregnated with
20 μL of each sample and then discs loaded with natural products
were placed onto the surface of the agar. Tests were performed in
duplicate. The results are presented as inhibition of zone (mm) in
Table 2.
Acknowledgments
We gratefully acknowledge to Universitas Padjadjaran for Research
Grant of Academic Leaderships Grant 2015-2016 and DIKTI for
PUPT Grant 2015-2016.
References
[1] Hertiani T, Sasmito E, Sumardi, Ulfah M. (2010) Preliminary study on immunomodulatory effect of sarang-semut tubers Myrmecodia tuberosa and Myrmecodia pendens. Journal of Biological Science, 10, 136-141.
[2] Soeksmanto A, Subroto MA, Wijaya H, Simanjuntak P. (2010) Anticancer activity test for extracts of sarang semut plant (Myrmecodya pendens) to
HeLa and MCM-B2 Cells. Pak J Biol Sci, 13, 148-51. [3] Subroto MA, Saputro H. (2008) Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Penebar Swadaya Press, Jakarta, 11-32 (in Indonesian).
[4] Lamondo D, Soegianto A, Abadi A, Keman S. (2014) Antioxidant effects of sarang semut (Myrmecodia pendans) on the apoptosis of
spermatogenic cells of rats exposed to plumbum. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical. 5, 282-294. [5] Engida AM, Kasim NS, Tsigie YA, Ismadji S, Huynh LH, Ju Y. (2013) Extraction, identification and quantitative HPLC analysis of
flavonoids from sarang semut (Myrmecodia pendens). Journal Industrial Crops and Products. 41, 392-396.
[6] Hasanuddin, Rifayani KS, Supriadi G, Kurnia D, Adhita D. (2015) Potential of terpenoid bioactive compound isolated from Papua ant nest as an alternative ovarian cancer treatment. Open Journal of Obstetrics and Gynecology. 5, 406-411.
[7] Khatun M, Billah M, Quader MA. (2012) Sterols and sterol glucoside from Phyllanthus species. Dhaka Univ. J. Sci. 60, 5-10. [8] Kurnia D, Akiyama K, Hayashi H. (2008) 29-Norcucurbitacin derivatives isolated from the Indonesian medicinal plant Phaleria macrocarpa
(Scheff.) Boerl. Bioscience Biotechnology Biochemistry, 72, 618–620.
[9] Dong WW, Jiao W, Deng MC, Yang CB, Yue JM, Lu RH. (2008) A new steroid glycoside derivative from Acorus calamus L. Journal of the Chinese Chemical Society. 55, 1277-79.
[10] Kurnia D, Akiyama K, Hayashi H. (2007) 10-Phenyl-[11]-cytochalasans from Indonesian mushroom Microporellus subsessilis. Phytochemistry. 68,
697-702.
4 Natural Product Communications Vol. 11 (0) 2016 Yuda et al.
[11] Sayed HM, Mohamed MH, Farag SF, Mohamed GA, Prokchs P. (2007) A new steroid glycoside and furochromones from Cyperus rotundus L.
Natural Product Research. 21, 343-350. [12] Tijjani A, Ndukwe IG, Ayo RG. (2012) Isolation and characterization of lup-20(29)-ene-3, 28-diol (Betulin) from stem bark of Adenium obesum
(Apocynaceae). Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 11, 259-262.
[13] Gherraf N, Amar Z, Naglaa SM, Taha AH,Tarik AM, Mohamed EFH, Salah R, Mahmoud FMM, Magdi AES. (2010) Triterpenoid from Euphorbia rigida. Journal Pharmacognosy Research. 2, 159-162.
[14] Harizon, Pujiastuti B, Kurnia D, Sumiarsa D, Shiono Y, Supratman U. (2014) Antibacterial triterpenoids from the bark of Sonneratia alba. Natural
Product Communications. 10, 277-280. [15] Shou Q, Smith JE, Mon H, Brkljaca Z, Smith AS, Smith DM, Griesser HJ, Wohlmuth H. (2014) Rhodomyrtals A-D, four unsual phloroglucinol-
sesquiterpene adducts from Rhodomyrtus psidioides. Royal Society of Chemistry. 4, 13514-17.