laporan penelitian unggulan perguruan tinggi...

36
LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI TAHUN ANGGRAN 2016 - Senyawa Terpenoid Inhibitor Enzim MurA bakteri Enterococcus faecalis Dari Sarang Semut (Myrmecodia pendans.) Sebagai Obat Kumur Antiseptik Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun Prof. Dr. Mieke H. Satari, drg., M.Kes (NIDN 0020035301) Dr. Hendra D. A. Dharsono, drg., Sp.KG (NIDN 0005036402) Dr. Dikdik Kurnia, M.Sc (NIDN 0008077302) Sesuai dengan Keputusan a.n. Rektor, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Unpad tentang Penetapan Pelaksanaan Penugasan Skema Unggulan Perguruan Tinggi Nomor: 431/UN6.3.1/PL/2016 tanggal 19 Februari 2016 UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016

Upload: letu

Post on 07-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

TAHUN ANGGRAN 2016

-

Senyawa Terpenoid Inhibitor Enzim MurA bakteri Enterococcus faecalis

Dari Sarang Semut (Myrmecodia pendans.) Sebagai Obat Kumur Antiseptik

Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun

Prof. Dr. Mieke H. Satari, drg., M.Kes (NIDN 0020035301) Dr. Hendra D. A. Dharsono, drg., Sp.KG (NIDN 0005036402)

Dr. Dikdik Kurnia, M.Sc (NIDN 0008077302)

Sesuai dengan Keputusan a.n. Rektor, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Unpad

tentang Penetapan Pelaksanaan Penugasan Skema Unggulan Perguruan Tinggi Nomor: 431/UN6.3.1/PL/2016 tanggal 19 Februari 2016

UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016

Page 2: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal
Page 3: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

ii

PRAKATA

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur selalu terpanjatkan kepada Allah

SWT, yang telah memberikan berbagai macam nikmat, karunia dan kasih sayang-

Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal kemajuan penelitian

HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI ini tepat pada

waktunya. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Sang Tauladan umat

manusia yakni Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya

hingga akhir zaman kelak.

Proposal ini berjudul “Senyawa Terpenoid Inhibitor Enzim MurA bakteri

Enterococcus faecalis Dari Sarang Semut (Myrmecodia pendans.) Sebagai Obat

Kumur Antiseptik”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu baik secara moral maupun material dalam penyelesaian tesis

ini, terutama kepada:

Ketua LPPM Universitas Padjadjaran, Prof. Dr.

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Budi

Nurani, M.S. beserta seluruh staf atas segala bantuan yang diberikan selama

menjalani proses pendidikan.

Penyusun menyadari dalam penulisan ini masih belum sempurna. Oleh karena

itu penyusun menerima masukan, kritik dan saran. Penyusun berharap penelitian

Page 4: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

iii

ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

bidang kedokteran gigi.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jatinangor, November 2016

Penyusun

Page 5: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

i

RINGKASAN

Lebih dari dua dekade, enterococci telah dikenal sebagai bakteri patogen penyebab

infeksi pada manusia. Resistensi antimikroba bakteri ini juga meningkat terhadap

zat-zat antimikroba yang baru-baru. Enterococcus faecalis penyebab utama

infeksi, sekitar 80-90% yang disebabkan oleh enterococci. Enterococcus faecalis

dikenal sebagai bakteri yang paling resisten pada rongga mulut dan paling sering

ditemukan pada infeksi endodontik yang persisten pada gigi yang telah dilakukan

perawatan saluran akar. Salah satu jalur atau target mengatasi bakteri pathogen

adalah dengan menghambat biosintesis peptodoglikan yang merupakan unsur

penyusun utama dinding sel bakteri melalui penghambatan enzim yang berperan

dalam biosintesis peptidoglikan tersebut yakni enzim MurA. Oleh karena itu

pencarian molekul aktif yang mampu menjadi inhibitor enzim MurA ini menjadi

sangat penting. Sumber untuk mendapatkan molekul aktif bisa didapatkan dari

tumbuhan medisinal. Tumbuhan sarang semut, Myrmecodia pendans, banyak

digunakan oleh masyarakat di papua barat sebagai ramuan berkhasiat untuk terapi

berbagai penyakit. Tanaman ini berpotensi untuk dikembangkan dalam obat-

obatan herbal modern karena mereka bisa tumbuh dengan baik sebagai tanaman

epifit. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan menguji aktivitas suatu senyawa

dari tumbuhan sarang semut (Myrmecodia pendans). Penelitian tahap kedua ini

dilakukan pengujian senyawa terpenoid sarang semut terhadap aktivitas

penghambatan enzim MurA menggunakan teknik ELISA. Dari penelitian ini

didapatkan nilai IC50 senyawa 1 terhadap enzim Mur A sebesar 330,85 sedangkan

fosfomisin sebesar 99,85 ppm. Nilai aktivitas inhibitor Mur A terpenoid 1 lebih

rendah daripada fosfomisin.

Kata kunci: E.faecalis, Myrmecodia pendens, Antibakteri dan enzim MurA

Page 6: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

iv

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN................................................................................................

PRAKATA ………………………………………………………………..

DAFTAR ISI ………………………………………………………………

DAFTAR TABEL ……………………………………………………........

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………...............................

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... .

1.1 Latar Belakang ..........................................................................

1.2 Pernyataan Rumusan Masalah ……………………………......

1.3 Keutamaan Penelitian …………………………………………

BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................

2.1 Bakteri Enterococcus faecalis …………………………………

2.1.1 Uraian umum Enterococcus faecalis …….........................

2.1.2 Faktor virulensi Enterococcus faecalis ………………….

2.2 Antibakteri …………………………………………………….

2.2.1 Mekanisme kerja antibakteri ……………………………

2.2.2 Senyawa antibakteri terhadap E. faecalis ………………

2.3 Enzim MurA ……………………………………......................

i

ii

iv

vii

viii

x

1

1

3

3

5

5

5

6

6

9

9

9

Page 7: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

v

2.3.1 Peran enzim MurA dalam sintesis dinding sel bakteri

gram positif……………………………………………..

2.3.2 Senyawa- senyawa yang menjadi inhibitor enzim MurA

2.4 Tinjauan umum Myrmecodia pendans ……………………….

2.4.1Taksonomi Myrmecodia pendans……………………….

2.4.2 Morfologi Myrmecodia pendans……………………….

2.4.3 Senyawa kimia pada Myrmecodia pendans…………….

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................

BAB IV METODE PENELITIAN ..............................................................

BAB V HASIL YANG DICAPAI………………………………………..

BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA …………...................

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………......

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

LAMPIRAN ...............................................................................................

10

11

12

12

13

14

17

18

19

21

21

22

24

Page 8: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 Hasil uji inhibitor Mur A terpenoid 1 ……………………………… 21

Page 9: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3

Gambar 2.4

Gambar 2.5

Gambar 2.6

Gambar 2.7

Gambar 2.8

Gambar 2.9

Gambar 5.1

Gambar 5.2

Gambar 5.3

Proporsi bakteri pada kasus nekrosis, kasus dalam perawatan, dan

pada kasus periodontitis apikalis persisten setelah perawatan

saluran akar ………………………………………………………

Model penyakit pulpitis dan periodontitis apikalis dalam

hubungannya dengan virulensi E. faecalis ………………………

Jalur mekanisme antibakteri: penghambatan sintesis dinding sel

bakteri (1), penghambatan sintesis protein bakteri (2),

penghambatan sintesis DNA atau RNA bakteri (3), kerusakan

membrane (4) dan penghambatan sintesis folat pada bakteri (5) ...

Struktur senyawa antibakteri: 5,4ʹ-dihydroxy-7-methoxyflavone

(b) dan kuersetin 3-metil eter (2) ………………………………...

Struktur enzim MurA …………………………………………….

Skema dinding sel bakteri gram positif ………………………….

Tahap pertama biosintesis peptidoglikan dimana enzim MurA

(UDP-N-acetylglucosamine enolpyruvyl transferase, E.C 2.5.1.7)

mengkatalisis reaksi transfer enolpiruvat dari fosfoenolpiruvat

menjadi uridine-5'-difosfo-N-asetilglukosamin …………………

Struktur senyawa yang mampu menghambat enzim MurA:

BCB33b (1), fosfomisin (2), N-(R)-(-)-Mandelil-D-leusil-4-

(aminometil)-piridin (3), N-Difenilasetil-glicil-3-(aminometil)-

piridin (4) dan N-(R)-(-)-Mandelil-D-leucil-3-(aminometil)-

piridin (5) ……………………………………………………….

Umbi sarang semut (Myrmecodia pendans) ……………………..

Strukrut terpenoid 1-5 …………..………………………………..

Penghambatan terpenoid 1 terhadap enzim Mur A ……………….

Penghambatan fosfomisin terhadap enzim Mur A ………………..

5

7

8

9

10

10

11

12

13

19

20

21

Page 10: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme masih menduduki

peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker. Salah satu penyakit infeksi yang

disebabkan mikroorganisme adalah penyakit infeksi pada gigi. Data WHO pada tahun

2012 menyebutkan bahwa 90% anak usia sekolah mengalami kerusakan pada gigi,

20% orang dewasa usia 35-44 tahun sudah kehilangan gigi dan orang pada usia lanjut

65-74 tahun sudah tidak memiliki gigi asli. Selain itu, data riset kesehatan dasar pada

tahun 2013 oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa dari

jumlah sampel 1.027.763 orang yang berasal dari berbagai provinsi, prevalensi

nasional masalah gigi dan mulut dijumpai sebesar 25,9 dan sebanyak 14 provinsi

mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (Tribono, 2013).

Penyakit infeksi pada gigi tidak dapat dianggap enteng karena infeksi gigi ini dapat

mengganggu organ-organ vital pada tubuh sehingga menyebabkan penyakit yang

lebih berbahaya. Li et al. (2000) mengemukakan bahwa infeksi oral dapat

menyebabkan penyakit sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, jantung koroner,

kanker dan stroke.

Infeksi periapikal persisten didominasi oleh golongan bakteri Gram positif

fakultatif atau bakteri anaerob dan fungi. Bakteri dari golongan Gram-positif yang

dominan pada infeksi periapikal persisten adalah Enterococcus faecalis (Stashenko et

al., 2003). Bakteri ini mampu bertahan dalam konsdisi lingkungan yang ekstrim bagi

kebanyakan mikroorganisme lain. E. faecalis menjadi lebih tahan terhadap kondisi

letal yang normal bila sebelumnya sudah terekspos dengan lingkungan sub-letal.

Sensitivitas E. faecalis menjadi berkurang terhadap panas, etanol, hidrogen peroksida,

suasana asam,terhadap suasana basa, serta beberapa penelitian membuktikan bahwa

dalam keadaan kekurangan nutrisi (Happonen et al., 2003). Resistensi E. faecalis

terhadap multi-antibiotika dan sifatnya yang memiliki pertahanan antioksidan telah

Page 11: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

2

menarik perhatian banyak peneliti untuk menemukan obat-obatan atau bahan baru

yang berkhasiat sebagai antibakteri.

Eschenburg (2005) mengemukakan target mekanisme antibakterti melalui

penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan menonaktifkan enzim MurA (UDP-

N-acetylglucosamine enopyruvil transferase, E.C 2.5.1.7) yang berfungsi

mengkatalisis tahap pertama sintesis dinding sel bakteri sangat efektif dilakukan.

Dengan adanya salah satu jalur yang ditemukan untuk mengatasi bakteri patogen gram

positif melalui penghambatan enzim MurA yang menjadi kunci dalam biosintesis

peptidoglikan, para peneliti mengembangkan pencarian senyawa-senyawa yang

mampu menjadi inhibitor enzim MurA.

Baru-baru ini penelitian yang dilakukan oleh Walsh dan Wencewicz (2014)

mengemukakan mengenai molekul antibiotik yang prospektif beserta jalur atau target

antibakterisidal. Berdasarkan penelitian mereka menyebutkan ada lima senyawa

dengan target berbeda yang prospektif untuk dijadikan antibiotik baru yaitu TK-666,

platensimycin dan kibdelomycin yang didapat dari hasil sintesis kemudian

abyssornicin C dan tetarimycin A yang diisolasi dari mikroorganisme.

Berdasarkan data-data yang telah diuraikan di atas, belum banyak senyawa

antibakteri khususnya terhadap bakteri E. faecalis yang didapat dari tumbuhan. Oleh

karena itu, senyawa saat ini pencarian antibiotik dan berbagai macam obat untuk

antibakteri masih terus dilakukan. Keanekaragaman hayati khususnya tanaman di

Indonesia merupakan aset yang berpotensi untuk dijadikan sumber obat. Salah satu

tanaman yang berpotensi adalah Myrmecodia sp. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan

epifit yang menempel di pohon-pohon besar yang batang bagian bawahnya

menggelembung berisi rongga-rongga yang disediakan sebagai sarang semut jenis

tertentu dan tumbuhan ini bukan seperti sarang semut biasanya (Subroto & Saputro,

2006). Dari hasil penelitian pendahuluan diketahui fraksi air hasil sokletasi sarang

semut memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan fraksi n-

heksana dan fraksi etil asetat, sedangkan hasil uji fitokimia menunjukkan adanya

kandungan flavonoid dan fenolik dalam sarang semut. Semakin meningkatnya

penggunaan tumbuhan sarang semut sebagai sumber pengobatan alternatif penyakit

Page 12: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

3

oleh masyarakat, perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah untuk memperoleh informasi

mengenai kandungan serta mekanisme kerja senyawa bioaktif terhadap berbagai

penyakit. Juga dilakukan pengujian awal terhadap bakteri, untuk melihat apakah

senyawa-senyawa dari tanaman ini mempunyai aktifitas sebagai anti-bakteri yang

cukup efektif. Sehingga dapat dijadikan sebagai panduan awal untuk pencarian suatu

antiseptik alami dan berbagai penyakit infeksi lainnya yang disebabkan oleh bakteri.

1.2 Pernyataan Rumusan Masalah

1. Bagaimana struktur dan rumus molekul senyawa antibakteri yang diisolasi dari

tumbuhan Myrmecodia pendans

2. Bagaimana aktivitas senyawa antibakteri tersebut terhadap Enterococcus

faecalis dan bagaimana pengaruhnya terhadap aktivitas enzim MurA.

1.3 Keutamaan Penelitian

Urgensi penelitian ini nampak jelas pada kondisi masyarakat Indonesia yang masih

banyak menderita berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme

khususnya bakteri sehingga memiliki kondisi yang tidak sesuai dengan standar

keamanan dan kesehatan kehidupan. Proses penyembuhan dengan menggunakan

berbagai antibiotik yang sudah tidak sesuai lagi, bukan saja menjadikan penyakit tidak

teratasi, akan tetapi akan memperparah penyakit yang diakibatkan oleh meningkatnya

resistensi bakteri tershadap obat tersebut. Selain daripada itu, faktor lain adalah

mahalnya harga berbagai antibiotik yang disebabkan karena kebanyakan adalah

produk perusahan asing.

Di lain pihak, tumbuhan Umbi Sarang Semut mempunyai potensi besar sebagai

sumber alternatif bahan alami karena telah lama digunakan secara tardisonal untuk

pengobatan tradisional. Dengan selesainya riset ini, diharapkan tumbuhan Umbi

Sarang Semut yang selama ini belum memiliki nilai ekonomi tinggi, digunakan

sebagai bahan baku obat alami menggantikan obat antibiotik yang ada. Selain itu

terungkapnya potensi kandungan senyawa-seyawa antijamur, anti bakteri dan

Page 13: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

4

antioksidan baru akan membuka wawasan penelitian senyawa alami medisinal

potensial disamping untuk pengembangan potensi budidaya tumbuhan Umbi Sarang

Semut.

Tahapan serta proses dalam penelitian ini juga merupakan sumber penting dalam

pengembangan dan penemuan teknik pemisahan baru senyawa-senyawa organik

bioaktif, sehingga diharapkan dapat munculnya suata teori baru mengenai hubungan

biosintesis dan biogenesis dari kelompok senyawa metabolit sekunder. Selanjutnya

diharapkan pula dapat mengungkapkan mekanisme secara molekular proses

penurunan kualitas ikan dan produk turunannya sebagai akibat pertumbuhan

mikroorganisme dan juga sekaligus proses penghambatannya yang akan sangat

berguna untuk pengembangan dan penemuan bahan antibiotik alami terstandar untuk

berbagai produk pangan dan kesehatan. Hasil penelitian ini juga dapat membuka

peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal.

Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pengembangan ilmu kimia dasar, kimia organik bahan alam hayati, serta memberikan

dasar ilmiah yang kuat penggunann biji Umbi Sarang Semut sebagai bahan baku obat

antibiotik untuk mengatasi penyakit infeksi khususnya yang disebabkan oleh bakteri.

Page 14: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Enterococcus faecalis

2.1.1 Uraian umum E. faecalis

E.faecalis termasuk genus bakteri kokoid anaerob fakultatif Gram-positif,

berbentuk ovoid dalam bentuk tunggal, berpasangan, atau bentuk rantai

pendek.Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 10°C – 40°C (Johnson et al., 2009).

Bakteri ini merupakan golongan enterokokus yang paling banyak ditemukan pada

manusia dan menyebabkan berbagai penyakit. Pada periodontitis apikalis persisten,

E,faecalis merupakan bakteri predominan yang diisolasi dari saluran akar yang telah

dilakukan perawatan endodontic (Haapsalo et al., 2003).

Gambar 2.1 Proporsi bakteri pada kasus nekrosis, kasus dalam perawatan, dan pada

kasus periodontitis apikalis persisten setelah perawatan saluran akar7

Batang Gram negaif

Kokus Gram negaif Ragi

Kokus Gram negaif Batang Gram positif

Pulpa nekrosis yang

tidak dirawat

Kasus periodontitis dalam

perawatan

Periodontitis apikalis persisten

setelah perawatan saluran akar

Page 15: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

6

Kemampuan untuk bertahan dalam konsdisi lingkungan yang ekstrim bagi

kebanyakan mikroorganisme lain menyebabkan E.faecalis menjadi lebih tahan

terhadap kondisi letal yang normal bila sebelumnya sudah terekspos dengan

lingkungan sub-letal. Beberapa penelitian membuktikan bahwa dalam keadaan

kekurangan nutrisi. E.faecalis mampu mempertahankan viabilitasnya untuk waktu

yang lama dan dapat memasuki kondisi viable but non-cutivable (VNBC), suatu

mekanisme perthanan diri mikroorganisme terhadap stres yang disebabkan oleh

lingkungan yang kurang menguntungkan, dan kembali ke kondisi normal bila kondisi

lingkungan membaik (De Paz, 2006; Kayouglu & Østarvik, 2004).

E.faecalis dapat berinvasi ke dalam tubuli dentin, berkoloni di dalam saluran

akar dan mampu bertahan hidup tanpa dukungan bakteri-bakteri lainnya. E.faecalis

resisten terhadap efek antibakteri dari kalsium hidroksida dan resisten terhadap

sebagian besar antibiotika. Penggunaan antibiotika akan merubah flora normal dalam

saluran akar yang memberikan kondisi yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup

E.faecalis (De Paz, 2006).

2.1.2 Faktor virulensi E.faecalis

E.faecalis merupakan bakteri yang banyak menyebabkan penyakit pada

manusia. E.faecalis dilaporkan merupakan bakteri yang umum diisolasi dari infeksi

nosokomial, dan juga merupakan bakteri utama penyebap periodontitis apikalis

(Kayouglu & Østarvik, 2004).

Pada patogenisitas penyakit periodontitis apikalis, E.faecalis dalam tubuli

dentin dan saluran akar dilepaskan ke daerah periradikuler yang kemudian menarik

leukosit atau menstimulasi leukosit untuk memproduksi mediator inflamasi atau

enzim lisis. Faktor-faktor virulensi E. faecalis dan produk bakterinya diantaranya

adalah adhesions, aggregation substance, bacteriocins, binding substance, collagen

peptides, cytolysin;, elastase, gelatinase, hyaluronidase; H2O2, IFN- (gamma

interferon), IL (interleukin), LE (lysosomal enzymes) LTA (lipoteichoic acid) NO

(nitric oxide) O2.– (superoxide anion) PGE2 (prostaglandin E2), SP(sex pheromones)

Page 16: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

7

and TNF (tumor necrosis factor). Model aktivitas faktor virulensi E.faecalis pada

periodontitis apikalis dibuat oleh kayoglu dan Ostarvik (De Paz, 2006).

Gambar 2.2. Model penyakit pulpitis dan periodontitis apikalis dalam hubungannya

dengan virulensi E.faecalis

2.2 Antibakteri

Antibakteri adalah suatu senyawa yang dalam konsentrasi kecil mampu

menghambat bahkan membunuh proses kehidupan suatu mikroorganisme (Jawetz et

al., 2001). Dalam penggolongannya antibakteri dikenal dengan antiseptik dan

antibiotik. Berbeda dengan antibiotik yang tidak merugikan sel-sel jaringan manusia,

daya kerja antiseptik tidak membedakan antara mikroorganisme dan jaringan tubuh.

2.2.1 Mekanisme Kerja Antibakteri

Antibakteri adalah agen kimia yang mampu menginaktivasi bakteri.inaktivasi

bakteri dapat berupa penghambatan pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau bahkan

membunuh bakteri (bakterisidal). Aktivitas penghambatan pertumbuhan atau

pembunuhan bakteri dilakukan dengan cara merusak DNA, denaturasi protein,

merusak dinding sel atau menghalangi sintesis dinding sel, pemindahan kelompok

sulfihidril bebas, serta antagonisme kimiawi (gangguan pada reaksi antara enzim

spesifik dengan substratnya) (Widiastuti, 2005).

Page 17: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

8

Menurut Walsh & Wencewicz (2014) adapun mekanisme yang prospektif

untuk dikembangkan dalam mengasi bakteri pathogen gram positif dan gram negative

terbagi menjadi lima jalur, yaitu: penghambatan sintesis dinding sel bakteri (1),

penghambatan sintesis protein bakteri (2), penghambatan sintesis DNA atau RNA

bakteri (3), kerusakan membrane (4) dan penghambatan sintesis folat pada bakteri (5).

Metabolit sekunder seperti flavonoid bekerja dengan cara merusak membran

sitoplasma sehingga sel bakteri akan rusak dan mati. Penelitian yang telah dilakukan

oleh Noviana (2004) menunjukkan bahwa senyawa golongan flavonoid mampu

menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dimana mekanisme penghambatannya

berupa perusakan membran sel. Gugus OH berperan penting dalam pelepasan ion H+

yang menyerang gugus fosfat sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi

gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat.

Gambar 2.3 Lima jalur mekanisme antibakteri

Page 18: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

9

Pada perusakan membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya akan

menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan terurai

menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid

tidak mampu mempertahankan bentuk membran sel, akibatnya membran sel akan

bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan atau bahkan kematian

(Noviana, 2004).

2.2.2 Senyawa antibakteri terhadap E. faecalis

Hernandez et al., (2012) melaporkan bahwa senyawa flavonoid (1) yang

berhasil diisolasi dari tanaman Larrea tridentata beraktivitas antibakteri terhadap

bakteri Enterococcus faecalis. Senyawa (1) memiliki harga Minimum Inhibitory

Concentration sebesar 50µg/mL untuk S. aureus dan 50µg/mL untuk E. faecalis.

Selain itu senyawa Kuersetin 3-metil eter (2) diisolasi dari buah merah.memiliki

aktivitas pada E. faecalis pada konsentrasi 100 ppm (atmadja, 2011).

OH3CO

OH O

OH

OHO

OH O

OH

OH

OCH3

(1) (2)

Gambar. 2.4 Struktur senyawa antibakteri: 5,4ʹ-dihydroxy-7-methoxyflavone (b) dan

kuersetin 3-metil eter (2)

2.3 Enzim MurA

Enzim MurA merupakan bagian dari family enzim Mur. Family enzim Mur

ini bereperan dalam biosintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Berikut

merupakan struktur enzim MurA.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

10

Gambar 2.5 Struktur enzim MurA

2.3.1 Peran enzim MurA dalam sintesis dinding sel bakteri gram positif

Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan yang

tebal. Silver (2006) menyebutkan bahwa enzim MurA-MurF berperan dalam sintesis

peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Tanpa peptidoglikan, dinding sel bakteri

sangat rapuh dan rentan terhadap tekanan osmotik sehingga dapat menyebabkan

bakteri mati.

Gambar 2.6 Skema dinding sel bakteri gram positif

N-asetil glukosamin (NAG) N-asetil asam muramat (NAM) Rantai ikatan tetrapeptida dengan ikatan silang oleh peptida

lapisan peptidoglikan

Gambar bakteri yang menunjukkan

dinding sel dan membran plasma.

membran plasma dengan

lapisan struktur lipid bilayer

Page 20: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

11

Enzim yang berperan dalam tahap pertama biosintesis peptidoglikan adalah

enzim MurA. Enzim MurA mengkatalisis reaksi transfer enolpiruvat dari

phosphoenolpyruvate (PEP) pada gugus 3’-hidroksil pada Uridine 5’-diphospho-N-

acetylglucosamine (UDP-GlcNAc) menghasilkan enolpyruvil-UDP-N-

acetylglucosamine (EP- UDP-GlcNAc) dan fosfat anorganik.

Dengan menghambat kinerja enzim MurA maka biosintesis peptidoglikan

dapat dicegah. Hal ini yang banyak dijadikan target para peneliti untuk mengatasi

penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen gram positif seperti E. faecalis.

O

OH

HOHO

HN

O

RO P

O

O

OH

P

O

O

OH O

N

HN

O

O

OHOH

MurA

UDP-N-asetilglukosamin

O

OH

HOO

HN

O

RO P

O

O

OH

P

O

O

OH O

N

HN

O

O

OHOH

UDP-N-asetilglukosamin-enolpiruvatO O-

+

-O

O

OP

O

O-O-

PEP

-OP

O

O-O-

Pi

+

Gambar 2.7 Tahap pertama biosintesis peptidoglikan dimana enzim MurA (UDP-N-

acetylglucosamine enolpyruvyl transferase, E.C 2.5.1.7) mengkatalisis

reaksi transfer enolpiruvat dari fosfoenolpiruvat menjadi uridine-5’-

difosfo-N-asetilglukosamin.

2.3.2 Senyawa- senyawa yang menjadi inhibitor enzim MurA

Dengan adanya salah satu jalur yang ditemukan untuk mengatasi bakteri

patogen gram positif melalui penghambatan enzim MurA yang menjadi kunci dalam

biosintesis peptidoglikan, para peneliti mengembangkan pencarian senyawa-senyawa

yang mampu menjadi inhibitor enzim MurA.

Senyawa BCB33b (4) dan fosfomycin (5) dinyatakan mampu menghambat

kerja enzim MurA (Boone, 2011). Zoeiby (2003) menemukan 3 derivat piridin yang

mampu menjadi inhibitor enzim MurA dengan masing-masing nilai penghambatan

(IC50) 34,5 mM (6), 30,5 mM (7) dan 50,2 mM (8).

Page 21: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

12

HO

HO

O

O

O

PHO

O OH

(4) (5)

OH

NH

O

O

HN

N

NH

O

O

HN N

OH

NH

O

O

HN N

(6) (6) (7)

Gambar 2.8 Struktur senyawa yang mampu menghambat enzim MurA: BCB33b (4),

fosfomycin (5), N-(R)-(-)-Mandelyl-D-leucyl-4-(aminomethyl)-

pyridine (6), N-Diphenylacetyl-glycyl-3-(aminomethyl)-pyridine (7)

dan N-(R)-(-)-Mandelyl-D-leucyl-3-(aminomethyl)-pyridine (8).

2.4 Tinjauan Umum Myrmecodia sp

Sarang semut adalah sejenis buah tradisional dari Papua. Nama ilmiahnya

Myrmecodia sp. Sarang Semut merupakan salah satu tumbuhan epifit dari

Hydnophytinae (Rubiaceae) yang dapat berasosiasi dengan semut. Tumbuhan sarang

semut ini bersifat epifit. Secara tradisional sarang semut sudah dikonsumsi karena

berkhasiat banyak dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti mencegah

penyakit tumor, kanker, jantung, stroke, wasir, rematik, gangguan asam urat, maag,

TBC, migren, gangguan fungsi ginjal dan prostat, dan meningkatkan stamina (Subroto

& Saputro, 2006).

2.4.1 Taksonomi Myrmecodia pendans

Taksonomi tumbuhan Myrmecodia sp adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Mangnoliopsida

Subkelas : Lamiidae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Myrmecodia

Spesies : Myrmecodia sp. (Irawan, 2009)

Page 22: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

13

2.4.2 Morfologi Myrmecodia pendans

Di propinsi Papua, tumbuhan sarang semut tersebar di daerah Pegunungan

Tengah, yaitu di hutan belantara kabupaten Jayawijaya, kabupaten Tolikara,

kabupaten Puncak Jaya, kabupaten Pegunungan Bintang, dan kabupaten Paniai.

Tumbuhan sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-pohon di pinggir pantai

hingga ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut (dpl). Tumbuhan sarang semut

jarang ditemukan di hutan tropis dataran rendah, tetapi lebih banyak ditemukan di

hutan dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian 600 meter dpl. Sarang semut

banyak ditemukan menempel di beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih

(Melaleuca), cemara gunung (Casuarina), Kaha (Castanopsis), dan pohon beech

(Nothofagus). Di habitat liarnya, tumbuhan sarang semut dihuni oleh beragam jenis

semut. Namun, satu tumbuhan sarang semut dihuni oleh satu jenis semut.

Gambar 2.9 Umbi sarang semut (Myrmecodia sp.)

Umbi pada tumbuhan sarang semut umumnya berbentuk bulat saat muda,

kemudian menjadi lonjong memendek atau memanjang setelah tua. Umbi

Myrmecodia sp. hampir selalu berduri. Umbinya memiliki suatu sistem jaringan

Page 23: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

14

lubang-lubang yang bentuk serta interkoneksi dari lubang-lubang tersebut sangat khas

sehingga digunakan untuk mengembangkan sistem klasifikasi dari genus ini.

Tumbuhan sarang semut biasanya hanya memiliki satu atau beberapa cabang.

Batangnya jarang ada yang bercabang. Bahkan, pada beberapa spesies tidak bercabang

sama sekali. Batangnya tebal dan internodalnya sangat dekat, kecuali pada pangkal

sarang semut dari beberapa spesies.

Daun sarang semut tebal seperti kulit. Pada beberapa spesies memiliki daun

yang sempit dan panjang. Spitula besar, persisten, terbelah, dan berlawanan dengan

tangkai daun (petiol), serta membentuk “telinga” pada klipeoli. Kadang-kadang terus

berkembang menjadi sayap di sekitar bagian atas klipeolus. Pembungaan mulai sejak

beberapa ruas (internodal) terbentuk dan ada pada tiap nodus (buku). Dua bagian pada

setiap bunga berkembang pada suatu kantong udara (alveolus) yang berbeda. Alveoli

tersebut mungkin ukurannya tidak sama dan terletak pada tempat yang berbeda di

batang. Kuntum bunga muncul pada dasar alveoli. Setiap bunga berlawanan oleh suatu

brakteola. Bunga jarang kleistogamus (menyerbuk tidak terbuka) dan kadang-kadang

heterostilus. Kelopak biasanya terpotong. Polen adalah 1-, 2-, atau 3- porat (kolporat)

dan sering 1, 2, atau 3 visikel sitoplasma yang besar. Buah berkembang dalam alviolus

dan memanjat pada dasarnya menjadi mononjol keluar hanya setelah masak (Huxley,

1978).

2.4.3 Senyawa Kimia Pada Myrmecodia pendans

Tumbuhan sarang semut mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan

flavonoid dan tanin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

para peneliti lain sebelumnya yang mempelajari golongan senyawa ini dalam

kaitannya dengan sistem pertahanan diri tumbuhan sarang semut. Flavonoid

merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang banyak

merupakan pigmen tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder yang berhasil ditemukan

pada tumbuhan sarang semut masih sangat terbatas. Subroto dan Saputro (2008)

menemukan alfa tokoferol pada umbi sarang semut.

Page 24: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

15

Tumbuhan sarang semut juga mengandung beberapa mineral. Kalsium

berfungsi dalam kerja jantung, impuls saraf, dan pembekuan darah. Besi berfungsi

dalam pembentukan hemoglobin, transpor oksigen, aktivator enzim. Fosfor berfungsi

dalam penyerangan kalsium dan energi. Natrium memiliki peranan dalam

kesetimbangan elektrolit, volume cairan tubuh, dan impuls saraf. Kalium berfungsi

dalam ritme jantung, impuls saraf, dan kesetimbangan asam basa. Seng memiliki

fungsi dalam sintesis protein, fungsi seksual, penyimpanan insulin, metabolisme

karbohidrat dan penyembuhan luka. Sementara magnesium memiliki peranan dalam

fungsi tulang, hati, otot, transfer air intraseluler, keseimbangan basa, dan aktivitas

neuromuskuler. Fungsi-fungsi mineral tersebut dapat menjelaskan beberapa khasiat

lain dari sarang semut (Heil et al., 2004).

HO

O

alfa-tokoferol

Gambar 2.10 Struktur alfa tokoferol

2.5 Uji Sensitivitas

Uji sensitivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat

kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang

memiliki aktivitas antibakteri. Metode difusi agar menurut Kirby-Bauer, sering

digunakan untuk mengetahui sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini adalah

penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambat akan

terlihat sebagai daerah jernih di sekitar cakram kertas yang mengandung zat

antibakteri. Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas

bakteri terhadap zat antibakteri.Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter

zona hambat yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif (Tortora, 2002).

Metode difusi agar merupakan salah satu metode yang digunakan dalam uji

sensitivitas bakteri dengan cara mengamati daya hambat pertumbuhan bakteri oleh

bahan antibakteri yang diketahui dari daerah di sekitar kertas cakram (paper disk) yang

Page 25: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

16

tidak ditumbuhi oleh bakteri. Zona hambat pertumbuhan inilah yang menunjukkan

sensitivitas bakteri terhadap bahan antibakteri. Sensitivitas bakteri terhadap suatu

bahan dapat dikategorikan menjadi sensitif, intermediet, atau resisten, tergantung

standar zona hambat minimal suatu bahan terhadap bakteri yang telah ditentukan

(Tortora, 2002).

Page 26: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

17

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua bagian:

Tujuan khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa-senyawa

antibakteri yang terkandung dalam umbi sarang semut.

Tujuan jangka panjang, penelitian bertujuan untuk mendapatkan alternatif antibiotik

baru untuk penyakit periodental dari tumbuhan sarang semut.

Tujuan khusus penelitian ini terbagi menjadi dua bagian:

1. Pada tahun pertama, penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa

antibakteri dari tumbuhan sarang semut.

2. Pada tahun kedua, penelitian difokuskan untuk pengujian senyawa hasil

isolasi pada bakteri untuk melihat aktivitas antibakterinya

3.2 Luaran dan Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

bidang kesehatan mengenai metode penyembuhan yang efektif untuk melawan

bakteri Enterococcus faecalis,

2. Mengembangkan potensi sumber daya alam Indonesia khususnya umbi

tanaman sarang semut sebagai antiseptik alami.

Page 27: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

18

BAB IV

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari tahun pertama dimana pada tahun

pertama telah didapatkan senyawa terpenoid dari Umbi sarang semut. Oleh karena itu

saat ini dilakukan pengujian pengaruh terpenoid sarang semut terhadap aktivitas enzim

MurA E. faaecalis menggunakan E. coli MurA Assay Kit Plus-500 (Catalog No.

MURA500KE, Profoldin).

Sampel uji disiapkan dalam konsentrasi 5 mM sebanyak 1 mL. larutan sampel

uji ini ditambahkan ke sumur uji (microplate 96 wells) sebanyak 1,2 μL dan kemudian

diencerkan dengan 2x pengenceran (variasi konsentrasi sampel uji harus berada dalam

rentang 5 mM sampai 0,039 mM). Pada sumur yang lain, akuabides ditambahkan

sebagai kontrol negatif dan fosfomisin digunakan sebagai kontrol positif. Selanjutkan

52,8 μL larutan premix ditambahkan ke dalam setiap sumur dan diinkubasi selama 5

menit. Kemudian ke dalam setiap sumur ditambahkan larutan enzim sebanyak 3 μL

dan diinkubasi selama 15 menit (waktu optimum inkubasi). Larutan Dye MPA (60

μL) ditambahkan ke dalam setiap sumur dan diinkubasi kembali selama 5 menit.

Selanjutnya dilakukan pembacaan pada panjang gelombang 650 nm menggunakan

microplate reader EZ 400.

Page 28: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

19

BAB V

HASIL YANG DICAPAI

Pada penelitian ini telah diujikan satu senyawa terpenoid dari Umbi Sarang

Semut (Myrmecodia pendans.) terhadap enzim Mur A.

HO

COOH

H

OH

H

H

COOH

HO

H

H

(4) (5)

Gambar 5.1 Struktur terpenoid 1-5

Page 29: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

20

Pengujian aktivitas inhibitor enzim Mur A terpenoid 1

Berdasarkan data pada tabel 5.1, terpenoid 1 memiliki aktivitas inhibitor Mur A

lebih rendah dibanding fosfomisin.

Tabel 5.1 Hasil uji ihibitor Mur A senyawa 1

Terpenoid IC50 (ppm)

1 330,85

2 bd

3 bd

4 bd

5 bd

Fosfomisin* 99,68 *) kontrol positif bd) belum diuji

Berikut ini ditunjukkan grafik aktivitas penghambatan terpenoid 1 dan

fosfomisin terhadap enzim Mur A.

1. Terpenoid 1

Gambar 5.2 Penghambatan Senyawa 1 terhadap enzim Mur A

y = 0,149x + 0,7033R² = 0,952

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

0 5 10 15 20 25

% P

engh

amb

atan

*%

)

Konsentrasi (ppm)

Page 30: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

21

2. Fosfomisin

Gambar 5.3 Penghambatan fosfomisin terhadap enzim Mur A

BAB VI

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Tahapan selanjutnya yang akan dilakukan adalah menguji pengaruh senyawa

2-5 terhadap aktivitas enzim MurA.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Aktivitas inhibitor Mur A terpenoid 1 tiga kali lebih rendah dibandingkan

fosfomisin.

7.2 Saran

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antibakteri terpenoid ini

dengan melakukan uji pengaruh senyawa 2-5 terhadap aktivitas enzim MurA

y = 0,4308x + 7,0558R² = 0,9896

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0 5 10 15 20 25

% P

enga

ham

bat

an (

%

Konsentrasi (ppm)

Page 31: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

22

DAFTAR PUSTAKA

Boone, B. 2011. MurA: Production, purification, and characterization of antibiotic

potential.

Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI - formerly NCCLS). 2012.

Performance Standards for Antimicrobial Disk Susceptibility Tests; Approved

Standard, 11th ed.; Clinical and Laboratory Standards Institute: Wayne, PA,

USA.

De paz, C. Gram-positive organism in endodontic infection. Endo topics. Denmark.

Blackwell Munksgaard, 2004; p.79-96

Enright, M.C., Robinson, D.A., Randle, G., Feil, E.J., Grundmann, H., Spratt, B.G.

2002.The evolutionary history of methicillin-resistant Staphylococcus aureus

(MRSA).

Eschenburg, S., Priestman, M.A., Abdul-Latif, FA, Delachaume, C., Fassy,

F.,Schönbrunn, E. (2005). A novel inhibitor that suspends the induced fit

mechanism of UDPN-acetylglucosamine enolpyruvyl transferase(MurA).

Joural of Biological Chemistry,280(14), 14070-5.

Haapsalo M, Udnaes T, Endal U. Persistent, recurrent, and acquired infection of the root canal system post-treatment. Endo topics. Denmark. Blackwell

Munksgaard, 2003; p.29-56.

Happonen RP, Bergenholtz Gergenholtz G, HØrsted-Bindlev P, Reit C,

editor.Textbook of endodontology. Oxford. Blackwell Munksgaard, 2003; p.

130-144.

Heil, M., B. Baumann, R. Kruger and K.E. Linsenmair, 2004. Main Nutrient

Compounds in Food Bodies of Mexican Acacia Ant-Plants, Chemoecology. 14:

45-52.

Hernández J. M. J., A. García, E. Garza-González, V. M. Rivas-Galindo and M.R.

Camacho-Corona. 2012. Antibacterial and Antimycobacterial Lignans and

Flavonoids from Larrea tridentata. Phytotheraphy Research. 2012: (26): 1957-

1960.

Huxley, C. R., 1978, Ant-Plant Myrmecodia and Hydnophytum (Rubiaceae), and

Relationships Between Their Morphology, Ant-Accupants, Physiology and

Ecology, New Phytologist. 80 (1): 231.

Jawetz E, Melnick, Adelberg. 2004. Medical Microbiology, 24th Edition. New York:

McGraw-Hill Companies, Inc.

Jhonson W T, Noblet W C. Cleaning and Shaping. Dalam: Torabinejad M, Walton

RE, editor. Endodontic Principles and Practice.St.Louis. Saunders Elsevier.

2009; p.262-264.

Kayouglu G & Østarvik D. Virulance factor of enterococcus faecalis: relationship to

endodontic disease. Crit Rev Oral Bio Med. 2004; 15(5); p.308-320.

Li, X., Kristin, M.K., Leif, T. & Ingar, O. 2000. Systemic diseases caused by oral

infection. Clinical Microbiology Reviews Vol.13, No.4: p.547–558.

Noviana, L. 2004. Identifikasi Senyawa Flavonoid Hasil Isolasi dari Proporlis Lebah

Madu (Apis Mellifera) dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri

Page 32: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

23

(Staphylococcus Aureus). Skripsi Mahasiswa Jurusan Kimia Universitas

Brawijaya Malang. Malang.

Silver, L.L. Does the cell wall of bacteria remain a viable source of targets for novel

antibiotics? Biochemical Pharmacology, 2006; 71(7), 996-1005.

Stashenko P. Etiology and pathogenesis of pulpitis and apical periodontitis. Dalam:

Østarvik D, Pitt Ford TR, editor. Essential endodontics. Oxford. Blackwell

Science, 2003; p.42-67.

Subroto, M.A., dan Saputro, H. 2006.Gempur Penyakit Dengan Sarang Semut.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Tortora, Gerard J., Funke, BR., Case, CL. 2002. Microbiology an Introduction

10thedition. San Fransisco.

Tribono. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Walsh CT & Wencewicz TA. Prospect for new antibiotics: a molecule-centered

perspective. The Journal of Antibiotics; 2014. P 7-22.

World Health Organization. 2012. Data & statistic deseases. yang diambil dari

www.WHO.com.

Widiastuti, D. 2005. Sintesis Senyawa 2-(4-metilsikloheks-3-enil) propan-2-ol dari -

pinena dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri [Skripsi]. Malang:Jurusan

Kimia Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya.

Zoeiby A.E, Beaumont M, Dubuc E, Sanschagrin F, Voyer N & Leveque RC.

Combinatorial Enzymatic Assay for the Screening of aNew Class of Bacterial

Cell Wall Inhibitiors. Bioorganic & Medicinal Chemistry, 2003; p.1583-1592.

Page 33: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

Antibacterial Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 Terpenoid

from Sarang Semut (Myrmecodia pendans)

Indah Permata Yudaa, Dikdik Kurniaa, Dadan Sumiarsaa, Hendra D.A. Dharsonob, Mieke H. Sataric aDepartment of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Scieces, Padjadjaran University,

Jatinangor 45363, Indonesia

[email protected]

Received: January XX, 2016; Accepted: XX, 2016

A new steroid glycoside (1), along with one known triterpenoid (2) and a new sesquiterpenoid (3) has been isolated from the ethyl acetate extract of Sarang

Semut (Myrmecodia pendans). The structures of the new and known compounds were established on the basis of extensive 1D and 2D NMR spectral data. The bioactivity evaluation was conducted using the inhibition zone of compounds (mm) using Kirby-Bauer method at concentrations of 2000 and 5000 ppm for

each against pathogenic oral bacteria Porphyromonas gingivalis were 11,1 and 12,3 mm, respectively.

Keywords: Sarang Semut, Myrmecodia pendans; Porphyromonas gingivalis; antibacterial activity; terpenoid

Sarang Semut (Myrmecodia pendans) is widely used in West Papua

as herb with broad range of therapeutic values [1]. This plant is a

member of Rubiaceae family with five genus, however, only two of

which have association with ants. They are Myrmecodia (forty five

species) and Hypnophytum (twenty six species). From those species,

only Hypnophytum formicarum, Myrmecodia pendans and

Myrmecodia tuberosa are considered to have medicinal values [2].

Research data from previous analysis result of crude extract of

Sarang Semut showed that the extract has antioxidant activity [3-4].

Ethyl acetate fraction of M. pendans (50 µg mL-1) showed the

highest activity in lymphocytes proliferation thus sarang semut

tubers are potentional to be develompment as immunomodulatory

agents [1]. Previous study by Soekmanto et al. (2010) have proved

that the extract of M. pendans has anticancer activity in both human

cervix (HeLa) and canine mammary tumor (MCM) cell lines with

IC50 27.61 ppm (HeLa) and 54.57 ppm (MCM-B2), respectively

[2]. This effect may be the result of phenolic compounds especially

flavonoids contained in extract [2-5]. Terpenoid have been isolated

from Sarang Semut of Papua had capability to inhibit the growth of

ovarian cancer cell lines (SKOV-3) with IC50 of 481ug ml-1 for 48

hours [6].

However, the antibacterial activity of the Sarang Semut and its

active components against oral periodontal pathogens has not been

evaluated. Thus, this study mainly aimed to isolate and elucidate

antibacterial agents from the Sarang Semut against periodontal oral

pathogen. Our chemical investigation isolated one new steroid

glycoside (1) and one known triterpenoid (2) and new

sesquiterpenoid (3) from the Sarang Semut. Their structures were

elucidated as 6ʹ-O-tridecanoyl-3-O-β-D-glucosyl-sitosterol (1),

betulin (2) and phloroglucinol coupled sesquiterpene (3) (Fig 1.) by

spectroscopic data analyses (IR, ES-MS, 1D-NMR, and 2D-NMR).

This report describes their isolation, structural elucidation, and

antibacterial activity against Porphyromonas gingivalis ATCC

33277.

The ethyl acetate of Sarang Semut was subjected to multiple

chromatographic steps, using silica gel G60 and ODS RP-18 to

afford terpenoid (1-3) (Figure 1).

Compound 1 was isolated as white amorphous powder. TLC

analysis on Kiesel gel 60 F254 0.25 mm plate (Merck) in n-hexane-

ethyl acetate = 40:60 (v/v), Rf = 0.25; ES-MS m/z 773.340 [M+H]+

calcd. for C48H84O7, together with seven degrees of unsaturation.

The IR spectrum showed hydroxyl groups at 3404 cm-1, a carbonyl

ester (1722 cm-1) and gem-dimethyl (1465, 1379 cm-1). The 1H- and 13C-NMR spectral data are shown in Table 1. The 13C-NMR

spectrum showed forty eight carbon signals which, according to the

DEPT 135 spectrum, represented seven primary, twenty three

secondary, fourteen tertiary, and four quaternary carbons. In the 13C-NMR spectrum showed twenty nine resonances attributed to a

sitosterol skeleton, including double bond resonances at δ 140.4 and

122.4, and a hydroxymethine signal at δ 79.7. Six carbon signals [δ

101.4, 76.1, 74.1, 73.7, 70.2, 63.3] were due to D-glycose, and

others [δ 175.0, 34.4, 32.1, 29.9~29.4, 25.1, 22.9, 14.3] attributed to

fatty acid esters. The 1H-NMR spectrum show signals for seven

tertiary methyl groups at δ 0.67 (s, 3H), 0.80 (d, 3H, J = 6.5), 0.81

(d, 3H, J = 6.45), 0.84 (t, 3H, J = 1.3), 0.88 (m, 3H), 0.91 (d, 3H, J

= 6.5), 1.00 (s, 3H), and an anomeric proton signal of D-glycose at δ

4.37 (d, 1H, J = 7.8), which indicated the β-linkage of D-glycose

with sitosterol [7,8]. The 1H-NMR spectrum also exhibited the

presence of a long chain fatty acid ester, according to signals at δ

1.47 (m, 2H) and a secondary methyl group at δ 1.25 (m, 2H).

All these data suggested that compound 1 was a steroid glycoside

with a long-chain fatty acid ester (Fig. 1). The complete structural

determination was further achieved by analyses of HMQC and

HMBC data. In the HMBC spectrum, the framework of D-glucose

unit was also exhibited. The glucose unit was assigned to C-3 of the

skeleton of sitosterol, according to the corelation from H-1' of D-

glucose (δH 4.37) to C-3 (δC 79.7). A comparison of the NMR data

of 1 with those of 4ʹ-O-docosanoyl-3-O-β-D-glucosyl-sitosterol [9]

of revealed that the structures of the two compounds are closely

related, the main differences are the position of fatty acid ester and

number of fatty acid unit. In order to clarify the position of fatty

acid ester unit, the HMBC experiment was carried out, proton at δH

4.9 (2H, dd, 4.55, 4.55) was correlated to C-1'' (δC 175.0) confirmed

the ester group attaching to C-6' of D-glucose (Fig. 1).

NPC Natural Product Communications 2016

Vol. 11

No. 0

1 - 2

Page 34: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

2 Natural Product Communications Vol. 11 (0) 2016 Yuda et al.

Table 1: NMR data (500 MHz for 1H and 125 MHz for 13C, in CDCl3) for 1

Position 13C NMR, C (mult.) 1H NMR, (integral, mult., J Hz)

1 37.4 (t) 1.85 (2H, m)

2 29.9 (t) 1.24 (1H, m)

1.31 (1H, m)

3 79.7 (d) 3.53 (1H, m)

4 39.0 (t) 2.27 (1H, d, 11.05)

2.39 (1H, d, 7.8)

5 140.4 (s) -

6 122.4 (d) 5.36 (1H, d, 2.6)

7 29.7 (t) 1.24 (2H, m)

8 32.0 (d) 1.95 (1H, m)

9 50.3 (d) 0.90 (1H, m)

10 36.9 (s) -

11 21.2 (t) 1.48 (2H, m)

12 39.9 (t) 1.98 (1H, m)

2.03 (1H, m)

13 42.5 (s) -

14 56.9 (d) 1.08 (1H, m)

15 24.5 (t) 1.58 (2H, m)

16 28.4 (t) 1.25 (2H, m)

17 56.2 (d) 1.08 (1H, m)

18 12.0 (q) 0.67 (3H, s)

19 19.5 (q) 1.00 (3H, s)

20 36.3 (q) 1.30 (1H, m)

21 20.0 (q) 0.81 (3H, d, 6.45)

22 34.0 (t) 2.35 (2H, m)

23 26.2 (t) 1.14 (2H, m)

24 46.0 (d) 0.92 (1H, m)

25 28.4 (t) 1.25 (2H, m)

26 19.2 (q) 0.80 (3H, d, 6.5)

27 19.0 (q) 0.91 (3H, d, 6.5)

28 23.2 (t) 1.28 (2H, m)

29 12.2 (q) 0.84 (3H, t, 1.3)

1ʹ 101.4 (d) 4.37 (1H, d, 7.8)

2ʹ 73.7 (d) 3.36 (1H, d, 9.1)

3ʹ 74.1 (d) 3.34 (1H, m)

4ʹ 76.1 (d) 3.58 (1H, t, 8.45)

5ʹ 70.2 (d) 3.38 (1H, d, 8.45)

6ʹ 63.3 (t) 4.23 (1H, dd, 1.95, 2.6)

4.90 (1H, dd, 4.55, 4.55)

OCO 175 (s) -

(CH2)n 22.9-34.4 (t) 1.25-1.47 (22H, m)

CH3 14.3 (q) 0.88 (3H, m)

The ester group attaching on structure of compound same with

(7S*,16S*,18S*,19R*)-7,18-dihydroxy-19-O-(4-methyl-6(E), 8(E)-

hexadecadienoyl)-16,18-dimethyl-10-phenyl-[11]-cytochalasa-6

(12),13(E)-diene-1,2-dione [10]. Based on HMQC experiment was

carried out, number of carbons at fatty acid ester compound 1 was

odd-numbered, carbons at δC 175.0, 34.4, 32.1, 29.9~29.4, 25.1,

22.9, 14.3 suggested as tridecanoyl ester. This fatty acid ester was

new fatty acid for steroid glycoside, previously fatty acid ester usual

range of straight-chain even-numbered [9,11]. Therefore, the

structure of compound 1 was established as 6ʹ-O-tridecanoyl-3-O-β-

D-glucosyl-sitosterol (1) (Fig. 1). This is a new steroid glucoside

reported for the first time from this plant.

Compound 2 (Betulin) was isolated as white amorphous powder.

TLC analysis on Kiesel gel 60 F254 0.25 mm plate (Merck) in n-

hexane-acetone = 80:20 (v/v), Rf 0.37; IR (KBr) vmax cm-1: 3431,

2931, 1454, and 1051; ES-MS m/z 443.500 [M+H]+ calcd. for

C30H50O2; 1H-NMR (500 MHz, in CD3OD) δ: 0.77 (s, 3H, H-27),

0.83 (s, 3H, H-5), 0.98 (s, 3H, H-24), 1.19 (s, 3H, H-26), 1.38 (m,

1H, H-9), 1.55 (m, 2H, H-7), 1.58 (m, 2H, H-15), 1.62 (m, 2H, H-

11), 1.65 (m, 2H, H-12), 1.69 (s, 3H, H-30), 2.41 (m, 1H, H-19),

3.15 (dd, 1H, J = 4.5, 4.5 Hz, H-3), 3.91 (s, 2H, H-28), 4.5 (q, 1H, J

= 1.3, 1.3, H-29) and 4.6 (d, 1H, J = 2.55, H-29). 13C-NMR (125

MHz, in CD3OD) δ 15.5 (C-24), 16.5 (C-27), 17.1 (C-26), 18.4 (C-

25), 19.2 (C-6), 19.6 (C-30), 24.7 (C-11), 27.2 (C-12), 28.5 (C-15),

28.9 (C-2), 29.5 (C-23), 30.9 (C-16), 34.8 (C-21), 35.9 (C-22), 36.8

(C-7), 39.8 (C-13), 39.9 (C-10), 41.1 (C-1), 42.2 (C-4), 43.0 (C-17),

44.2 (C-14), 44.4 (C-8), 49.5 (C-18), 49.7 (C-19), 53.5 (C-9), 57.3

(C-5), 62.3 (C-28), 79.9 (C-3), 110.2 (C-29) and 152.0 (C-20).

Based on spectroscopic analyses and a comparison with the

literatures, the known compound was identified as betulin (2) [12-

14]. This is a new triterpenoid reported for the first time from this

plant.

Figure 1: Chemical structure of compounds 1-3, and the key 1H-

1H COSY and

HMBC correlations for compound 1.

Compound 3 was isolated as pale brown oil. TLC analysis on Kiesel

gel 60 F254 0.25 mm plate (Merck) in n-hexane-aceton = 80:20 (v/v),

Rf 0.37; IR (KBr) vmax cm-1: 3415, 2973, 1628, 1451, 1381 and

1161; ES-MS m/z 447.700 [M+H]+ calcd. for C25H36O6; The IR

spectrum of 3 indicated the presence of carbonyl at 1628 cm-1. From

an inspection of 1D-NMR data and the HMQC spectrum, 3 was

found to possess a 2-methyletanoyl side chain [δH 4.5 (1H, m), 1.12

(6H, m); δC 166.5, 77.3, 29.4, 28.9], a phloroglucinol unit [δH 5.8

(1H, s); δC 163.5, 163.4, 162.1, 109.0, 101.64, 95.0], one methylene

[δH 2.62 (1H, m), 2.56 (1H, m); δC 28.0], three tertiary methyl [δH

1.12 (3H, s), 1.37 (3H, J = 6.5), 1.70 (3H, s); δC 9.86, 16.8, 18.5], a

terminal double bond [δH 4.50 (1H, m), 4.60 (1H, m); δC 111.8,

149.5] as well as an oxygenated carbon at δC 71.5. The data

suggested a phloroglucinol-coupled sesquiterpenoid for compound

3. The above accounted for seven out of eight double bond

equivalents, which indicated the presence of one ring in compound

3. In the HMBC spectrum presence correlation of H-6' (δH 5.8) with

C-2' (δC 101.6), C-4' (δC 109.3) and C-5' (δC 162.1) as well as H-10

(δH 2.5) with C-3' (δC 163.4), C-4' (δC 109.3) and C-5' (δC 162.1)

located methyn at ring aromatic and the C-10 methylene at positions

6' and 4', respectively, and also allowed the assignment of three

hydroxyls at C-1', C-3' and C-5'. Consequently, the 2-methyetanoyl

subtituent could only be placed at C-2'. Thus, a grandiol was

established based on this analysis data above, which was also

supported by comparison with the NMR data of grandinol [15]. The

connections of the two structural fragments, quartenary carbons,

and the other functional groups were mainly achieved by the

HMBC spectrum. The correlations of H-14 with C-1, C-2 and C-6

suggested attachment of Me-14 to C-1. An isopropenyl group was

attached to C-4 by the HMBC correlations of H-12 with C-4, C-11

and C-13 and H-13 with C-4, C-11 and C-12. Based on analysis of

NMR data as well as by comparison with previously reported

papers, the structure of compound 3 was therefore elucidated as

phloroglucinol sesquiterpenoid (3). This is a new sesquiterpenoid

reported for the first time from this plant.

For evaluate the bioactivity of the compounds, the antibacterial

activies against P. gingivalis ATCC 33277 of all the isolates (1-3)

Page 35: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

Antibacterial Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 Terpenoid Natural Product Communications Vol. 11 (0) 2016 3

from Sarang Semut (Myrmecodia pendans)

from the tuber of M. pendans were conducted using disk diffusion

method. The Kirby-Bauer disk diffusion susceptibility test was used

to determine the sensitivity or resistance of P. gingivalis to

compounds. Chlorhexidine was used as a positive control.

Susceptibility of isolates (1-3) against P. gingivalis can see inhibit

zone of sample on growth bacteria. From the antibacterial results as

showed in Table 1, the compound 3 was active against P. gingivalis,

but the compounds 1 and 2 were inactive. When considering of the

inhibition zone values at the micromolar level, it is possible to

observe that chlorhexidin is about potent than compound 3.

Neverthless, several adverse effects are associated with regular use

of chlorhexidin. The reinforces the great importances of compound

3 as a prototype or lead compound for the development of novel and

safe bioactive compounds for control of periodontitis.

Table 1: Antibacterial activity of compound 1-3 against P.gingivalis ATCC 33277

Compounds

Inhibition Zone of compounds (mm) at Concentrations (μg/mL)

5000 2000

1 2 Average 1 2 Average

1 NA NA NA NA NA NA

2 NA NA NA NA NA NA

3 11.5 13.1 12.3 10.8 11.4 11.1

Chlorhexidin* ** ** ** 13.5 15.1 14.3

*standard

**not yet

Experimental

General: NMR spectra recorded on a 500 MHz FT-NMR

spectrometer (Varian ECA 500 JOEL, Japan) {500 (1H) and 125

(13C)}; δ in ppm rel. to TMS as internal standard, J in Hz. IR

spectra were obtained from a Perkin Elmer Spectrum One FT-IR

spectrometer (Buckinghamshire, England). ES-MS spectrometer

(UPLC MS/MS TQD type, Waters); in m/z. Column

chromatography (CC): silica gel (SiO2, 200-300 mesh; Merck,

Darmstadt, Germany) and ODS was a LiChroprep RP-18 (Merck).

TLC: Kiesel gel 60 F254 and RP-18 F254S (Merck). For antibacterial

assay, laminar air flow, incubator Memmert, autoclave machine

HVE-50 Hirayama jar and ELISA reader Diagnostic Automation

Inc.

Plant material: Dried of Sarang Semut Myrmecodia pendans was

collected from from Papua island, Indonesia and identified by Mr

Joko Kusmoro (Padjadjaran Universiy), Laboratory of Plants

Taxonomi, Department of Biology, Faculty of Mathematic and

Natural Science, Padjadjaran Universiy, Sumedang, Indonesia.

Extraction and isolation: The air-dried tuber of Sarang Semut (1,5

kg) plants was extracted with 100% ethyl acetate (3x3 L) at 40°C on

heating mantle of Soxhlet extractor. This method was chosen to

yield thermostable compounds as similar with empirical

experiences of local people who use it after boiling process. The

extract was evaporated to yield a residue (20 g). Ethyl acetate

extract was subjected to column chromatography on stationary

phase silica gel 60 eluting with 10% gradient of n-hexane-ethyl

acetate, to yield 11 fractions (A-K). Fraction H (0.45 g) was

subjected to column chromatography on stationary phase silica gel

60 eluting with 5% gradient of n-hexane-ethyl acetate, to yield 21

fractions (H01-H21). Fraction H08 (71 mg) was subjected to

column chromatography on stationary phase silica gel 60 eluting

with 5% gradient of n-hexane-ethyl acetate, to yield compound 1

(23 mg). Fraction H15 (71 mg) was subjected to an RP-C18

column, eluting with isocratic solvent of methanol-water (90:10

v/v) to yield 2 (20 mg). Fraction F (2.10 g) was subjected to column

chromatography on stationary phase silica gel 60 eluting with 2,5%

gradient of n-hexane-ethyl acetate, to yield 20 fractions (F01-F20).

Fraction F09 (196.2 mg) was subjected to an RP-C18 column,

eluting with 2,5% gradient of methanol-water to yield compound 3

(5 mg).

6ʹ-O-tridecanoyl-3-O-β- D-glucosyl-sitosterol

White amorphous powder.

Rf: 0.25 (n-hexane-ethyl acetate, 2:3).

IR (KBr): 3404, 2923, 1722, 1465, 1379, 1080 cm-1. 1H NMR (500 MHz, CDCl3): Table 1. 13C NMR (125 MHz, CDCl3): Table 1.

Antibacterial activity assay: Bacterial strain P. gingivalis ATCC

33277 was used for the assay using disk diffusion method. The

procedure is follow as reference in CLSI protocols. Compounds

(samples) were diluted with methanol-water (1:1), however,

Chlorhexidine was the positive control were diluted with water. All

of them (controls and samples) were performed out of concentration

5000 and 2000 μg/mL. Paper discs (7 mm) were impregnated with

20 μL of each sample and then discs loaded with natural products

were placed onto the surface of the agar. Tests were performed in

duplicate. The results are presented as inhibition of zone (mm) in

Table 2.

Acknowledgments

We gratefully acknowledge to Universitas Padjadjaran for Research

Grant of Academic Leaderships Grant 2015-2016 and DIKTI for

PUPT Grant 2015-2016.

References

[1] Hertiani T, Sasmito E, Sumardi, Ulfah M. (2010) Preliminary study on immunomodulatory effect of sarang-semut tubers Myrmecodia tuberosa and Myrmecodia pendens. Journal of Biological Science, 10, 136-141.

[2] Soeksmanto A, Subroto MA, Wijaya H, Simanjuntak P. (2010) Anticancer activity test for extracts of sarang semut plant (Myrmecodya pendens) to

HeLa and MCM-B2 Cells. Pak J Biol Sci, 13, 148-51. [3] Subroto MA, Saputro H. (2008) Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Penebar Swadaya Press, Jakarta, 11-32 (in Indonesian).

[4] Lamondo D, Soegianto A, Abadi A, Keman S. (2014) Antioxidant effects of sarang semut (Myrmecodia pendans) on the apoptosis of

spermatogenic cells of rats exposed to plumbum. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical. 5, 282-294. [5] Engida AM, Kasim NS, Tsigie YA, Ismadji S, Huynh LH, Ju Y. (2013) Extraction, identification and quantitative HPLC analysis of

flavonoids from sarang semut (Myrmecodia pendens). Journal Industrial Crops and Products. 41, 392-396.

[6] Hasanuddin, Rifayani KS, Supriadi G, Kurnia D, Adhita D. (2015) Potential of terpenoid bioactive compound isolated from Papua ant nest as an alternative ovarian cancer treatment. Open Journal of Obstetrics and Gynecology. 5, 406-411.

[7] Khatun M, Billah M, Quader MA. (2012) Sterols and sterol glucoside from Phyllanthus species. Dhaka Univ. J. Sci. 60, 5-10. [8] Kurnia D, Akiyama K, Hayashi H. (2008) 29-Norcucurbitacin derivatives isolated from the Indonesian medicinal plant Phaleria macrocarpa

(Scheff.) Boerl. Bioscience Biotechnology Biochemistry, 72, 618–620.

[9] Dong WW, Jiao W, Deng MC, Yang CB, Yue JM, Lu RH. (2008) A new steroid glycoside derivative from Acorus calamus L. Journal of the Chinese Chemical Society. 55, 1277-79.

[10] Kurnia D, Akiyama K, Hayashi H. (2007) 10-Phenyl-[11]-cytochalasans from Indonesian mushroom Microporellus subsessilis. Phytochemistry. 68,

697-702.

Page 36: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160800_9881.pdf · peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal

4 Natural Product Communications Vol. 11 (0) 2016 Yuda et al.

[11] Sayed HM, Mohamed MH, Farag SF, Mohamed GA, Prokchs P. (2007) A new steroid glycoside and furochromones from Cyperus rotundus L.

Natural Product Research. 21, 343-350. [12] Tijjani A, Ndukwe IG, Ayo RG. (2012) Isolation and characterization of lup-20(29)-ene-3, 28-diol (Betulin) from stem bark of Adenium obesum

(Apocynaceae). Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 11, 259-262.

[13] Gherraf N, Amar Z, Naglaa SM, Taha AH,Tarik AM, Mohamed EFH, Salah R, Mahmoud FMM, Magdi AES. (2010) Triterpenoid from Euphorbia rigida. Journal Pharmacognosy Research. 2, 159-162.

[14] Harizon, Pujiastuti B, Kurnia D, Sumiarsa D, Shiono Y, Supratman U. (2014) Antibacterial triterpenoids from the bark of Sonneratia alba. Natural

Product Communications. 10, 277-280. [15] Shou Q, Smith JE, Mon H, Brkljaca Z, Smith AS, Smith DM, Griesser HJ, Wohlmuth H. (2014) Rhodomyrtals A-D, four unsual phloroglucinol-

sesquiterpene adducts from Rhodomyrtus psidioides. Royal Society of Chemistry. 4, 13514-17.