laporan pendahuluan stroke
DESCRIPTION
dokumentasiTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORAGIK
A. Pengertian
Menurut WHO, stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak
fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih
dari 24 jam akibat gangguan aliran darah otak.
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002 dalam ekspresiku-blogspot 2008)
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular,
Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi :
1. Stroke perdarahan atau strok hemoragik
2. Strok iskemik atau stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik atau yang disebut juga strok iskemik didefinisikan,
secara patologis, sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah
yang tidak adekuat.
Dengan demikian stroke dapat didefinisikan adanya tanda-tanda
klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis. Patologis ini menyebabkan
perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau
kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen
pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.
1
B. Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu
dari empat kejadian yaitu:
1. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit
kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat
mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi
intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis
serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Haemorhagi serebral
a. Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini
biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
b. Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi
epidu ral, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan
2
vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama
dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda
atau gejala.
c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena
kongenital pada otak.
d. Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam
otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis
serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah. Biasanya awitan
tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar,
makin jelas deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
C. Klasifikasi Stroke
Menurut Satyanegara (1998), gangguan peredaran darah otak atau
stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Non Haemorrhagi/Iskemik/Infark
a. Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas TIA
merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan
sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler,
dengan lama serangan sekitar 2 -15 menit sampai paling lama 24
jam.
b. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurologi Defisit(RIND) Gejala dan tanda gangguan neurologis
yang berlangsung lebih lama dari 24 jam dan kemudian pulih
kembali (dalam jangka waktu kurang dari tiga minggu).
c. In Evolutional atau Progressing Stroke merupakan Gejala
gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau
lebih.
3
d. Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke )
merupakan Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang
stabil selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas
lanjut.
2. Stroke Haemorraghi
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya,
yakni di rongga subararakhnoid atau di dalam parenkhim otak
(intraserebral). Ada juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada
kedua tempat di atas seperti: perdarahan subarakhnoid yang bocor ke
dalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguan-gangguan arteri
yang menimbulkan perdarahan otak spontan dibedakan lagi
berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.
D. Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami
perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe
Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang
tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-
basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama .
Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara
mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada
pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka
perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar
akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah
hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih
tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh
pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
4
hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi
pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan
pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
menebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase
otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di
daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang
keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka
resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 %
tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf
Misbach, 1999).
E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:
1. Defisit Lapang Penglihatan
a. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang
penglihatan), Tidak menyadari orang atau objek ditempat
kehilangan, penglihatan, engabaikan salah satu sisi tubuh,
kesulitan menilai jarak.
b. Kehilangan penglihatan perifer, Kesulitan melihat pada malam
hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
c. Diplopia (Penglihatan ganda).
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
5
b. Ataksia
Berjalan tidak mantap atau tegak, Tidak mampu menyatukan
kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
c. Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.
d. Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
3. Defisit Verbal
a. Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin
mampu bicara dalam respon kata tunggal.
b. Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara
tetapi tidak masuk akal.
c. Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
d. Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek
dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan
untuk berkonsentrasi ,alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.
e. Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas
emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi,
menarik
diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi.
F. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Smeltzer (2002,hal 2131):
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
6
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan
akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.
2. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
a. Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi Jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit
vaskular
perifer.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
2. Pemeriksaan laboratorium
H. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
7
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
8
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
(Donna D. Ignativicius, 1995)
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus (Hendro Susilo, 2000)
6. Riwayat psikososial
9
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
b. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
c. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot
e. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif.
g. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun
pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
h. Pola reproduksi seksual
10
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.
i. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku
yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh
k. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus
bed rest 2-3 minggu
2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis .
3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala : bentuk normocephalik
11
2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu
sisi
3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
1) Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
1) Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.
2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu
sisi tubuh.
3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis. (Jusuf
Misbach, 1999)
B. Diagnosa Keperawatan
12
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
suplai darah dan O2 ke otak.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologi, penurunan suplai
darah dan O2 ke otak, infark serebri
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuscular: paralisis hemiplegia dan hemiparesis,
parastesia,flaksid/paralisis hipotonik (awal).
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan disartria , disfasia/
afasia, apraksia
5. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan Disfungsi persepsi
visual spasial dan kehilangan sensorik
C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Perubahan perfusi
jaringan serebral
berhubungan dengan
penurunan suplai darah
dan O2 ke otak.
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan perfusi
jaringan otak dapat
tercapai secara
optimal/adekuat dengan
kriteria hasil :
1. Klien tidak gelisah
2. Tidak ada keluhan
nyeri kepala, mual,
kejang.
3. Pupil isokor, reflek
cahaya (+)
4. Tanda-tanda vital
normal (nadi: 60-
100x/menit, suhu:
36-36,7 ºC,
1. Berikan penjelasan
kepada keluarga klien
tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan
akibatnya
2. Anjurkan kepada klien
untuk bed rest total
3. Observasi dan catat
tanda-tanda vital dan
kelainan tekanan
intrakranial tiap dua
jam
4. Berikan posisi kepala
lebih tinggi 15-30
dengan letak jantung
( beri bantal tipis)
5. Anjurkan klien untuk
menghindari batuk
13
pernafasan 16-
20x/menit)
dan mengejan
berlebihan
6. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan batasi
pengunjung
7. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam
pemberian obat
neuroprotektor
Nyeri akut
berhubungan dengan
cedera
biologi,penurunan
suplai darah dan O2 ke
otak, infark serebri
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
diharapkan nyeri pasien
berkurang / hilang
dengan kriteria hasil :
1. Melaporkan nyeri
berkurang/
terkontrol
2. Menunjukkan/
menggunakan
perilaku untuk
mengurangi
kekambuhan
1. Kaji keluhhan nyeri,
intensitas (skala 0-10),
karakteristik, lokasi,
lama, faktor yang
memperburuk dan
faktor yang
meredakan
2. Kaji atau hubungkan
faktor fisik atau emosi
dari keadaan klien.
3. Observasi adanya
tanda nyeri non
verbal, misal: ekspresi
wajah, posisi tubuh.
Gelisah, menangis
atau meringis,
menarik diri.
4. Instruksikan klien
untuk melaporkan
nyeri dengan segera
jika nyeri tersebut
muncul.
14
5. Anjurkan beristirahat
dalam ruangan yang
tenang
6. Kolaborasi
Berikan obat sesuai
indikasi, seperti
analgetik, misal :
asetaminofen, ponstan.
Kerusakan mobilitas
fisik berhubungan
dengan keterlibatan
neuromuscular:
paralisis hemiplegia
dan hemiparesis,
parastesia,flaksid/parali
sis hipotonik (awal),
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan klien
mampu melaksanakan
aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya
dgn kriteria hasil :
1. Tidak terjadi
kontraktur sendi
2. Bertambahnya
kekuatan otot
3. Klien menunjukkan
tindakan untuk
meningkatkan mobilitas
1. kaji kemampuan
secara fungsional atau
luasnya kerusakan
awal dengan cara
teratur.
2. Ubah posisi minimal
setiap 2 jam
3. Lakukan latihan
rentang gerak aktif dan
pasif pada semua
ekstremitas
4. Evaluasi penggunaan
dari / kebutuhan alat
Bantu untuk
pengaturan posisi dan
atau pembalut selama
periode paralysis
spastic
5. tinggikan tangan dan
kepala.
6. posisikan lutut pada
posisi ekstensi.
7. pertahankan kaki pada
posisi netral dengan
15
gulungan atau bantalan
trokanter.
8. Bantu untuk
keseimbangan duduk.
(meninggikan kepala
tempat tidur, bantu
duduk ditepi tempat
tidur).
9. observasi daerah yang
terkena termasuk
warna, edema atau
tanda lain dari
gangguan sirkulasi
10. susun tujuan dengan
pasien/orang terdekat
untuk berpartisipasi
dalam aktivitas/latihan
dan mengubah posisi.
Kolaborasi :
11. konsultasikan dengan
ahli fisioterapi secara
aktif dan ambulasi
klien.
12. Berikan
obat relaksan otot,
antispasmodic sesuai
dengan indikasi.
(baklofen,dantrolen)
Kerusakan komunikasi
verbal berhubungan
dengan Disartria ,
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
selama ...x... jam
1. kaji tipe dan derajat
disfungsi.
2. bedakan antara afasia
16
disfasia/ afasia,
apraksia
diharapkan proses
komunikasi klien dapat
berfungsi secara
optimal dgn kriteria
hasil :
1. Terciptanya suatu
komunikasi
dimana kebutuhan
klien dapat
dipenuhi
2. Klien mampu
merespon setiap
berkomunikasi
secaraverbal
maupun isyarat
dengan disatria
3. mintalah pasien untuk
mengikuti perintah
sederhana, ulangi
dengan kata/kalimat
yang sederhana
4. tunjukkan objek dan
minta pasien untuk
menyebutkan nama
benda tersebut.
5. berikan metode
komunikasi
alternative
6. bicaralah dengan nada
normal dan hindari
percakapan yang
cepat
7. anjurkan
pengunjung/orang
terdekatmempertahan
kan usahanya untuk
berkomunikasi
dengan pasien.
8. hargai kemampuan
pasien sebelum terjadi
penyakit, hindari
“pembicaraan yang
merendahkan” pada
pasien atau membuat
hal-hal yang
menentang
kebanggaan pasien.
17
Kolaborasi:
9. konsultasikan dengan
rujuk ke ahli wicara
Perubahan sensori
persepsi berhubungan
dengan Disfungsi
persepsi visual spasial.
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
selama ...x... jam
diharapkan
meningkatnya persepsi
sensorik secara optimal
dgn kriteria hasil :
1. Adanya perubahan
kemampuan yang
nyata
2. Tidak terjadi
disorientasi waktu,
tempat, orang
1. lihat kembali proses
patologis kondisi
individual.
2. evaluasi adanya
gangguan pengelihatan.
3. dekati pasien dari
daerah penglihatan
yang norma.
4. ciptakan lingkugan
yang sederhana,
pindahkan perabotan
yang membahayakan.
5. kaji kesadaran sensorik,
seperti membedakan
panas/dingin,
tajam/tumpul posisi
bagian tubuh/otot rasa
persendian.
6. berikan stimulasi
terhadap rasa sentuhan,
seperti berikan pasien
suatu benda untuk
menyentuh, meraba.
7. lindungi pasien dari
suhu yng berlebihan,
kaji adanya lingkungan
yang membahayakan.
8. bicara dengan tenang,
18
perlahan, dengan
menggunakan, kalimat
yang pendek.
Pertahankan kontak
mata.
9. lakukan validasi
terdapat persepsi.
berikan stimulasi
terhadap rasa sentuhan,
seperti berikan pasien
suatu benda untuk
menyentuh, meraba.
10. lindungi pasien dari
suhu yng berlebihan,
kaji adanya lingkungan
yang membahayakan.
11. bicara dengan tenang,
perlahan, dengan
menggunakan, kalimat
yang pendek.
D. Implementasi
Diagnosa : Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan suplai darah dan O2 ke otak.
1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
2. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial
tiap dua jam
4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri
bantal tipis)
19
5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologi,penurunan
suplai darah dan O2 ke otak, infark serebri
1. Kaji keluhhan nyeri, intensitas (skala 0-10), karakteristik, lokasi,
lama, faktor yang memperburuk dan faktor yang meredakan
2. Kaji atau hubungkan faktor fisik atau emosi dari keadaan klien.
3. Observasi adanya tanda nyeri non verbal, misal: ekspresi wajah, posisi
tubuh. Gelisah, menangis atau meringis, menarik diri.
4. Instruksikan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri
tersebut muncul.
5. Anjurkan beristirahat dalam ruangan yang tenang
6. Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi, seperti analgetik, misal : asetaminofen,
ponstan.
Diagnosa : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuscular: paralisis hemiplegia dan hemiparesis,
parastesia,flaksid/paralisis hipotonik (awal)
1. kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal
dengan cara teratur.
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam
3. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
4. Evaluasi penggunaan dari / kebutuhan alat Bantu untuk pengaturan
posisi dan atau pembalut selama periode paralysis spastic
5. tinggikan tangan dan kepala.
6. posisikan lutut pada posisi ekstensi.
7. pertahankan kaki pada posisi netral dengan gulungan atau bantalan
trokanter.
20
8. Bantu untuk keseimbangan duduk. (meninggikan kepala tempat tidur,
bantu duduk ditepi tempat tidur).
9. observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema atau tanda lain
dari gangguan sirkulasi
10. susun tujuan dengan pasien/orang terdekat untuk berpartisipasi dalam
aktivitas/latihan dan mengubah posisi.
11. Kolaborasi :
konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif dan ambulasi klien.
12. Berikan obat relaksan otot, antispasmodic sesuai dengan indikasi.
(baklofen,dantrolen)
Diagnosa : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan Disartria ,
disfasia/ afasia, apraksia
1. kaji tipe dan derajat disfungsi.
2. bedakan antara afasia dengan disatria
3. mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana, ulangi dengan
kata/kalimat yang sederhana
4. tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
5. berikan metode komunikasi alternative
6. bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat
7. anjurkan pengunjung/orang terdekatmempertahankan usahanya
untuk berkomunikasi dengan pasien.
8. hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit, hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal
yang menentang kebanggaan pasien.
9. Kolaborasi:
konsultasikan dengan rujuk ke ahli wicara
Diagnosa : Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan Disfungsi
persepsi visual spasial.
1. lihat kembali proses patologis kondisi individual.
2. evaluasi adanya gangguan pengelihatan.
21
3. dekati pasien dari daerah penglihatan yang norma.
4. ciptakan lingkugan yang sederhana, pindahkan perabotan yang
membahayakan.
5. kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul posisi bagian tubuh/otot rasa persendian.
6. berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti berikan pasien
suatu benda untuk menyentuh, meraba.
7. lindungi pasien dari suhu yng berlebihan, kaji adanya lingkungan
yang membahayakan.
8. bicara dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan, kalimat yang
pendek. Pertahankan kontak mata.
9. lakukan validasi terdapat persepsi. berikan stimulasi terhadap rasa
sentuhan, seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh,
meraba.
10. lindungi pasien dari suhu yng berlebihan, kaji adanya lingkungan
yang membahayakan.
11. bicara dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan, kalimat yang
pendek.
E. Evaluasi
1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal/adekuat
2. Nyeri berkurang atau terkontrol
3. Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
4. Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
5. Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal
6. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
7. Tidak terjadi gangguan pemenuhan nutrisi
8. Klien tidak mengalami konstipasi
9. Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya
10. Jalan nafas tetap efektif
11. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit pada pasien
22
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta:EGC
Underwood,J.C.E.(1999).Patologi Umum dan Sistematik.Edisi 2.Jakarta:EGC
http://nursingart.blogspot.com/2008/08/askep-klien-stroke.html
23
24