laporan pendahuluan hnp
DESCRIPTION
Hernia nukleus pulposiTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)
disusun untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN)
Stase Keperawatan Medikal Bedah di RSD dr. Soebandi Jember
Oleh:
Feri Ekaprasetia, S.Kep
NIM. 092311101005
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk
sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini
digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah
diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus
pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002).
Hernia nucleus pulposus (HNP) merupakan penyebab utama nyeri
punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh). Herniasi dapat
parsial atau komplet, dari massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-
S1 atau C5-C6, C6-C7 adalah yang paling banyak terjadi dan mungkin
sebagai dampak trauma atau perubahan degeneratif yang berhubungan dengan
proses penuaan. (Doenges, dkk, 2000).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hernia
nukleus pulposus (HNP) adalah rupturnya nukleus pulposus yang disebabkan
oleh trauma atau perubahan degeneratif terkait dengan proses penuaan
yang mengakibatkan nyeri hebat pada punggung bawah dan dapat bersifat
kronik ataupun dapat kambuh.
Gambar 1. Bantalan dan ruas tulang belakang.
Gambar 2. Rongga tulang belakang berisi saraf.
Tepat di belakang ruas dan bantalan tulang belakang terdapat sebuah rongga
(saluran) yang memanjang dari dasar tengkorak ke arah bawah menuju tulang ekor.
Rongga ini berisi saraf (sumsum) tulang belakang yang merupakan perpanjangan dari
otak yang berada di dalam tengkorak (Gambar 2).
Gambar 3. HNP dapat menekan saraf tulang belakang.
Menurut tempat terjadinya, HNP dibagi menjadi:
1. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka
posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma
adalah kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat
menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan
melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus
menonjol keluar sampai anulus dan melintang sebagai potongan bebas pada
canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol
sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang
ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa
serabut syaraf.
2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan
kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal
menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun
atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5
dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar
posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini
menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan
mengacu pada kerusakan kulit.
3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-
gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia
dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat
kejang paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut
love dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi).
Pada empat thorakal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami
trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang
paling utama.
2. Pathway (terlampir)
3. Etiologi
HNP terjadi akibat keluarnya nukleus pulposus dari dalam bantalan
tulang belakang. HNP sering terjadi pada usia 30-50 tahun, meskipun juga
banyak dialami oleh para orang tua. Ada tiga faktor yang membuat
seseorang dapat mengalami HNP, yaitu (1) gaya hidup, seperti merokok,
jarang atau tidak pernah berolah raga dan berat badan yang berlebihan, (2)
pertambahan usia, dan (3) memiliki kebiasaan duduk atau berdiri
yang salah, yaitu membungkuk dan tidak tegak.
Ketiga faktor tersebut, apabila ditambah dengan cara mengangkat
benda yang keliru, yaitu cara mengangkat benda di mana punggung
membungkuk ke depan meningkatkan resiko seseorang mengalami HNP,
karena tekanan yang diterima oleh bantalan tulang belakang akan meningkat
beberapa kali tekanan normal. Cara mengangkat yang benar adalah
dengan jalan menekuk lutut ke arah depan, sementara punggung tetap
dipertahankan dalam posisi tegak, tidak membungkuk. Para pekerja
kasar atau yang banyak menggunakan otot-otot punggung untuk bekerja
memiliki resiko yang lebih besar mengalami HNP.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala HNP secara umum yaitu:
1. Nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah.
2. Spasme otot
3. Peningkatan rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk,
mengangkat beban berat, berdiri secara tiba-tiba.
4. Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada ekstermitas.
5. Deformitas.
6. Penurunan fungsi sensori, motorik.
7. Konstipasi, kesulitan saat defekasi dan berkemih.
8. Tidak mampu melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan.
9. Ischialgia yaitu nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut
sampai ke bawah lutut. Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang
perjalanan nervus ischiadicus sampai ke tungkai.
10. Dapat timbul gejala kesemutan
11. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi,
miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis
yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan
fungsi permanen.
12. Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat,
membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal.
13. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk
pada sisi yang sehat.
Gejala masing-masing tipe HNP berbeda-beda yaitu:
1. Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung
dan periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh
posisi badan tertentu, ketegangan, suhu dingin dan lembab, pinggang
terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala
patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang
terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar ke dalam
bokong dan tungkai. “Low back pain” ini disertai rasa nyeri yang
menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara
refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering
dalam bentuk skilosis lumbal.
Syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri :
1. Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
2. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
3. Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan reflex
HNP pada punggung bawah di daerah yang disebut L1-L2 dan L2-
L3 menyebabkan nyeri dan rasa tebal pada sisi depan-samping luar paha.
Juga dapat terjadi kelemahan otot- otot untuk menggerakkan sendi paha
ke arah perut. HNP di daerah ini jarang terjadi dibanding daerah
punggung bawah yang lain.
HNP di daerah L3-L4 menimbulkan nyeri di daerah pantat, sisi
samping luar paha dan sisi depan betis. Rasa tebal atau kesemutan dapat
dirasakan pada sisi depan betis. HNP Di daerah L4-L5 menyebabkan nyeri
di daerah pantat, sisi belakang paha, sisi depan-samping luar betis dan
punggung kaki. Rasa kesemuatan terasa di daerah depan- samping luar
betis sampai ke daerah punggung kaki. Sementara HNP L5-S1
mengakibatkan nyeri di daeran pantat, sisi belakang paha dan betis sampai
ke tumit serta telapak kaki. Rasa tebal dan kesemutan terasa di daerah
betis sampai telapak kaki.
HNP di kedua daerah ini (yaitu, L4-L5 dan L5-S1) paling sering
terjadi. Pada kasus yang ektrem, HNP di daerah punggung bawah dapat
menyebabkan penekanan sekelompok serabut saraf yang disebut “kauda
equina” (bahasa latin yang berarti “ekor kuda”). HNP ini disebut sebagai
“sindrom kauda equina” dengan gejala-gejala nyeri, kesemuatan, rasa
tebal, serta kelemahan atau kelumpuhan kedua tungkai. Gejala-gejala
tersebut juga disertai ketidak-mampuan menahan kencing (mengompol)
dan buang air besar. Sindrom ini merupakan suatu keadaan yang serius
dan gawat, serta membutuhkan tindakan pembedahan secepatnya.
2. Hernia servicalis
Pasien dengan HNP cervical akan menunjukkan gejala-gejala
radiculopathy, mielopathy atau bahkan menunjukkan gejala keduanya. Gejala
radiculopathy terjadi apabila nucleus pulposus keluar dan menekan radiks
medulla spinalis, sedangkan gejala mielopathy terjadi bila nucleus
pulposus langsung menekan medulla spinalis. HNP cervical lebih sering
terjadi pada usia 30-40 tahun, dan lebih banyak terjadi pada pria daripada
wanita.
1) Cervical Radiculopathy
Gejala yang terjadi bila terdapat ruptur discus cervical yaitu rasa nyeri
yang menjalar mulai dari leher, bahu, lalu ke lengan. Nyeri dapat terasa
tajam, namun lebih sering dirasakan nyeri tumpul yang menetap. Gejala
lain yang dapat timbul yaitu parestesia atau rasa seperti kesemutan, kaku,
atau juga dapat terasa gatal pada daerah yang dipersarafi oleh radiks yang
tertekan. Nyeri di sekitar tulang belikat juga sering dikeluhkan, hal ini
timbul oleh karena adanya rasa nyeri yang menjalar.
Pasien juga dapat menunjukkan gejala berupa sakit kepala, kelemahan
ekstremitas atas atau frank atrofi dengan adanya pengurangan massa otot.
Nyeri biasanya dipicu oleh gerakan pada leher, terutama saat leher
ekstensi dan pergerakan leher ke sisi yang sakit disebut dengan tanda
Spurling. Rasa nyeri diperparah dengan adanya batuk, mengedan atau
tertawa. Rasa nyeri berkurang dengan pergerakan leher menjauhi sisi yang
sakit dan dengan mengangkat lengan di sisi yang sakit sampai ke atas
kepala.
2) Cervical Myelopathy
Bila nucleus pulposus langsung menekan medulla spinalis gejala
yang timbul berupa nyeri di leher, sekitar tulang belikat dan bahu. Tedapat
sensasi nyeri mendadak di kaki saat pergerakan cepat dari leher. Rasa
kesemutan menjalar ke atas saat leher di dongakan ke belakang (ekstensi).
Pada anggota badan atas terdapat rasa kaku pada tangan dan lengan,
kehilangan ketangkasan juga kelemahan ekstremitas atas yang
menyeluruh. Kelainan pada anggota badan bawah berupa ketidakstabilan
dalam berjalan serta adanya gangguan miksi dan buang air besar.
3. Hernia thorakalis
a. Nyeri radikal.
b. Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis.
c. Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
5. Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat
sirkumferensial. Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan
itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah
terjadi, resiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja.
Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatic ketika
hendak menegakan badan waktu terpleset, mengangkat benda berat,
dan sebagainya.
Herniasi nucleus puposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang
di atas atau di bawahnya. Bisa juga menembus langsung ke kanalis
vertebralis. Kebocoran sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra
dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl.
Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian
disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia
atau siatika.
Menembusnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti
bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama arteria
radipularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika kebocoran
berada di sisi lateral tidak akan ada radiks yang terkena jika tempat
herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2 dan terus ke bawah tidak
terdapat medulla spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah
tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah
terjadi HNP, sisa diskus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua
corpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di
punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP
terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP sentral akan menunjukan
paraparesis flasid, parestesia , dan retansi urine. sedangkan HNP lateral
bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung
bawah, ditengah-tengah area bokong dan betis , belakang tumit, dan
telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiler
negatife. Pada HNP lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di
punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral dan di
dorsum perdis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan reflek
patella negatif. Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan radiks yang
terkena menurun.
Pada percobaan tes laseque atau tes mengangkat tungkai yang lurus
(straight leg raising),yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi
pada sendi panggul, akan dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang (tanda
laseque positif).
6. Komplikasi
Komplikasi HNP yaitu:
a. Kelemahan dan atropi otot.
b. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain.
c. Kehilangan kontrol otot sphinter.
d. Paralis / ketidakmampuan pergerakan.
e. Perdarahan.
f. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal.
7. Pemeriksaan Penunjang
Selain berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita, cara
terbaik untuk mengetahui ada tidaknya HNP adalah dengan melakukan
pemeriksaan MRI (Gambar 4). Selain itu, untuk memastikan bahwa HNP
yang ditemukan pada MRI memang menjadi penyebab keluhan penderita,
perlu dilakukan pemeriksaan EMG (pemeriksaan fungsi hantaran saraf).
Perlu diketahui bahwa HNP tidak terlihat pada foto rontgen biasa. Pada
pasien HNP, foto rontgen dilakukan bukan untuk menentukan ada
tidaknya HNP, tetapi untuk mengesampingkan kelainan-kelainan lain
(selain HNP) yang dapat mengakibatkan nyeri punggung.
Gambar 4. Hasil MRI pada HNP leher (a), HNP punggung atas (b) dan HNP punggung bawah (c).
a. Darah rutin : Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat;
laju endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan
fungsi ginjal.
b. Urine rutin : tidak spesifik
c. Lumbal Pungsi (LP)
LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan
akan terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat
albumin yang sedikit meninggi sampai dua kali level normal. Pada pasien
ini tak dilakukan tindakan LP karena pemeriksaan ini tidak memberikan
gambaran yang spesifik terhadap HNP, juga perannya telah dapat digantikan
oleh adanya gambaran radiologis yang lebih objektif dan tidak invasif.
d. Liquor cerebrospinalis: biasanya normal. Jika terjadi blok akan didapatkan
peningkatan kadar protein ringan dengan adanya penyakit diskus. Kecil
manfaatnya untuk diagnosis.
e. Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari
hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk
menentukan tingkat protrusi diskus.
f. Mielografi
Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada
pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi
metal. CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk
melihat dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau
araknoiditis pada pasien yang menjalani operasi vertebra multipel dan bila
akan direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal
vertebralis.
g. MRI tulang belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis
atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti daripada CT scan dalam hal
mengevaluasi gangguan radiks saraf. Akurasi 73-80% dan biasanya
sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps.
Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan
suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
h. CT Scan
Sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis
telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
i. Elektromiografi (EMG)
Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer. Dalam
bidang neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis/neurofisiologis
sangat berguna pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG
dilakukan untuk :
1. Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks.
2. Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer.
3. Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks.
Pemeriksaan EMG adalah suatu pemeriksaan yang non-invasif, Motor
Unit Action Potentials (MUAP) pada iritasi radiks terlihat sebagai:
1. Potensial yang polifasik.
2. Amplitudo yang lebih besar
3. Durasi potensial yang lebih panjang, pada otot-otot dari segmen yang
terkena.
Pada kompresi radiks, selain kelainan-kelainan yang telah disebut diatas,
juga ditemukan aktivitas spontan pada pemeriksaan EMG berupa fibrilasi
di otot-otot segmen terkena atau di otot paraspinal atau interspinal
dari miotoma yang terkena. Sensifitas pemeriksaan EMG untuk
mendeteksi penderita radikulopati lumbal sebesar 92,47%. EMG lebih
sensitif dilakukan pada waktu minimal 10-14 hari setelah onset defisit
neurologis, dan dapat menunjukkan tentang kelainan berupa
radikulopati, fleksopati ataupun neuropati.
j. Foto rontgen tulang belakang.
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, pembentukan osteofit
spondilolistesis, perubahan degeneratif,dan tumor spinal. Penyempitan
ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu
posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot
paravertebral.
8. Pemeriksaan
a. Keadaan umum
Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian
atas). Hal ini dikarenakan mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang
mempersarafi tungkai bagian belakang. Karakteristik nyeri yang
dirasakan yaitu:
1) Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke
tungkai bawah (sifat nyeri radikuler).
2) Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang
berat.
3) Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis
antara dua krista iliaka).
4) Nyeri Spontan
5) Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri
bertambah hebat, sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.
Keluhan utama yang sering atau alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri pada punggung bawah.
1) P : Adanya riwayat trauma ( mengangkat atau mendorong benda berat).
2) Q: Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti di sayat, mendenyut, seperti
kena api, nyeri tumpul yang terus-menerus. Kaji penyebaran nyeri. Apakah
bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (refered pain). Nyeri bersifat
menetap, atau hilang timbul,semakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah
hebat karena adanya faktor pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang,
batuk atau mengedan, berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang
lama dan nyeri berkurang bila diibuat istirahat berbaring. Sifat nyeri khas
posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke
bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. Nyeri bertambah bila
ditekan L5-S1 (pada garis antara dua Kristal iliaka).
3) R: letak atau lokasi nyeri, minta klien menunjukkan nyeri dengan
setepat- tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
4) S: pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas
tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meradakan rasa nyeri dan
memperberat nyeri. Aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti
berjalan, menuruni tangga, menyapu, dan gerakan yang mendesak.
Obat-obatan yang sedang diminum seperti analgesik, berapa lama klien
menggunakan obat tersebut.
5) T: sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri pinggang
bawah intermiten ( dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun).
b. Pemeriksaan Motoris
a) Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri
dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
b) Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
c) Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas , tungkai bawah, kaki, ibu jari,
dan jari lainnya dengan menyuruh klien untuk melakukan gerak fleksi
dan ekstensi dengan menahan gerakan.
c. Pemeriksaan Sensoris
a) Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
b) Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
c) Pemeriksaan sensasi raba, nyeri, suhu, profunda, dan sensasi getar
(vibrasi) untuk menentukan dermatom yang terganggu.
d) Palpasi dimulai dari area nyeri yang ringan ke arah yang paling terasa nyeri.
e) Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau cermat
sehingga tidak membingungkan klien.
b. Tes-tes Khusus
a) Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP,
yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti
menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini
malahan positif pada 96,8% pasien. Adanya tanda Laseque lebih
menandakan adanya lesi pada L4-5 atau L5-S1 daripada herniasi lain
yang lebih tinggi (L1-4), dimana tes ini hanya positif pada 73,3%
penderita.
b) Cara yang dilakukan: Tungkai penderita diangkat perlahan tanpa
fleksi di lutut sampai sudut 90°.
c) Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian
medial dari ibu jari kaki (L5).
d) Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari
kaki (L5), atau plantarfleksi (S1).
e) Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit.
f) Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki.
g) Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine,
merupakan indikasi untuk segera operasi.
h) Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi
untuk operasi.
i) Tes valsava (pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif
bila timbul nyeri) dan naffziger untuk menaikkan tekanan intratekal.
c. Tes Refleks
Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks antara L5-S1
terkena.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
3. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan
persarafan pada usus dan rektum.
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kelumpuhan saraf
perkemihan
5. Risiko gangguan intergritas kulit yang berhubungan dengan
imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama.
C. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
1. Nyeri akut yang
berhubungan
dengan agen
cedera fisik
(penyempitan
saraf pada
diskus
intervertebralis,
tekanan di daerah
distribusi ujung
saraf)
Setelah dilakukan
perawatan selama kurang
lebih 3 X 24 jam pasien :
a. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab,
nyeri, mampu
menggunakan
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tand
nyeri)
NIC
Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d. Kaji kultur yang
mempengaruhi respon nyeri
e. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan
d. Mengatakan rasa
nyaman stelah nyeri
berkurang
f. Ajarkan teknik non
farmakologi dalam mengurangi
nyeri (nafas dalam)
g. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
h. Tingkatkan istirahat
i. Kolaborasi dengan tim medis
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
2. Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
penurunan
kekuatan otot
Setelah dilakukan
perawatan selama kurang
lebih 4 X 24 jam pasien:
a. meningkat dalam
aktifitas fisik
b.Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
fisik
c.Memperagakan
penggunaan alat bantu
NIC
a. Observasi TTV sebelum dan
sesudah latihan
b. Kaji kemampuan pasien
untuk ambulasi
c. Bantu klien untuk
mendapatkan alat bantu
d. Ajarkan pasien teknik
ambulasi
e. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai dengan
kebutuhan
f. Ajarkan pasien dalam
perubahan posisi
g. Kolaborasikan dengan terapi
fisik terkait ambulasi
3. Gangguan
eliminasi alvi
/konstipasi
berhubungan
Setelah dilakukan
perawatan selama kurang
lebih 2 X 24 jam dapat
teratasi gangguan
NIC
a. auskultasi bising usus, catat
lokasi dan karakteristiknya.
b. Observasi adanya distensi
dengan gangguan
persarafan pada
usus dan rektum.
eliminasi alvi dengan
kriteria hasil :
1) a. BAB lancar 1 kali sehari
2) b. Abdomen tidak tegang
perut.
c. Catat adanya keluhan mual
dan ingin muntah, pasang
NGT.
d. Berikan diet seimbang
TKTP cair.
e. Berikan obat pencahar
sesuai keperluan.
4. Gangguan
eliminasi urin
berhubungan
dengan
kelumpuhan saraf
perkemihan
Setelah dilakukan
perawatan selama kurang
lebih 2 X 24 jam pasien
dapat teratasi gangguan
eliminasi urinnya dengan
kriteria hasil :
a. Kandung kemih
kosong secara penuh
b. Intake cairan normal
c. Bebas dari ISK
NIC
a. Kaji pola berkemih, dan
catat produksi urine tiap
jam.
b. Palpasi kemungkinan
adanya distensi kandung
kemih.
c. Anjurkan pasien untuk
minum 2000 cc/hari.
d. Pasang dower kateter.
5. Resiko gangguan
integritas kulit
yang
berhubungan
dengan
imobilisasi, tidak
adekuatnya
sirkulasi perifer,
tirah baring lama.
Setelah dilakukan
perawatan selama kurang
lebih 2 X 24 jam pasien
dapat teratasi resiko
gangguan itegritas kulit
dengan kriteria hasil :
a.Integritas kulit yang baik
bisa dipertahankan
(sensasi, elastisitas,
temperature, hidrasi,
pigmentasi)
NIC
a.Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
longgar
b. Hindari kerutan pada tempat
tidur
c.Jaga kebersihan kulit dan
hindari trauma dan panas
terhadap kulit
d. Mobilisasi pasien tiap 2 jam
sekali
b.Tidak ada luka/lesi
c. Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya
cidera berulang
d.Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembapan kulit
e.Observasi adanya eritema dan
kepucatan dan palpasi adanya
kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap mengubah posisi.
f. Anjurkan untuk melakukan
latihan ROM dan mobilisasi
jika mungking
g. gunakan bantal air atau
pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang
menonjol.
h. Bersihkan dan keringkan
kulit. Jagalah linen tetap
kering.
DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih
Bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aescuapius FK UI.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA, NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasiikasi
2012-2014. Jakarta : EGC.
Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan
dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.
PATHWAY
Trauma dan stres fisik
Rupture diskus
Aliran darah ke diskus berkurang, respon beban yang berat, ligamentum longitudinalis menyempit
Nucleus pulposus keluar melalui serabut-serabut annulus yang robek
Jepitan saraf spinal
Reaksi peradanganNyeri
Edema pembengkaka
nPenekanan saraf dan pembuluh darah pembengkakan
Terputus jaringan saraf di medulla spinal
Paralisis dan paraplegia Hambatan mobilitas fisik
Tirah baring
Resiko kerusakan integritas kulit
Ileus paralitik, gangguan fungsi rectum dan
kandung kemih
Gangguan eliminasi alvi dan urin
Kelemahan
Defisit perawatan diri