laporan pendahuluan gg. persepsi sensori halusinasi
DESCRIPTION
Laporan Pendahuluan Gg. Persepsi Sensori HalusinasiTRANSCRIPT
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan
pada Pasien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Oleh:
Nama : I Made Kresna Yana
NIM : 1102105062
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Kasus (Masalah Utama)
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
II. Proses terjadinya Masalah
1. Pengertian
Menurut Cook dan Fontaine (1987) perubahan persepsi senssori: halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana kien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan, atau pengiduan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi sensori: halusinasi bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliupti semua sistem penginderaan (pendengaran, pengelihatan, penciuman, perabaan, pengecapan).
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada pola stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan eksternal) diertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan berespons terhadap stimulus (Towsend, 1998)
Gangguan penyerapan/persepsi, panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar. Gangguan ini dapat terjadi pada sistem penginderaan pada saat kesadaran individu tersebut penuh dengan baik. Maksudnya rangsanga terebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu sendiri. Dengan lain klien berspons terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Wilson, 1983)
2. Teori yang Menjelaskan Halusinasi (Stuart & Suundeen, 1995)
a. Teori Biokimia
Teori sebagai respons metabolisme terhadap stress yang mengaibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan dimethytrasferase)
b. Teori Psikoanalisis
Merupakan respon pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
3. Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif
Jenis Halusinasi Data Objektif Data subjektifHalusinasi dengar (klien mendengar suara/bunyi yan tidak ada dengan hubungannya denga stimulus yang nyata
Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab Mendekatkan telinga kea
rah tertentu Menutup telinga
Mendengar suara-suara atau kegaduhan
Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
Halusinasi Pengelihatan (klien dapat melihat gambaran yang jelas/samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya
Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
Ketakutan pada Sesuatu yang tidak jelas
Melihat bayangan, sinar, bentuk, bentuk geometris, kartun, melihat hantu, atau monster
Halusinasi Penciuman (klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata)
Mengendu-endus seperti sedang membaui
Menutup hidung
Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan kadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi kilen
Halusinasi pegecapan (klien merasakan suatui yang tidak nyata, biasanya merasakan
Sering meludah Muntah
Merasakan rasa seperti darah, urine, feses
Halusinasi Perabaan (klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yan nyata)
Menggaruk-garuk permukaan kulit
Mengatakan ada seranngga di permukaan kulit
Merasa seperti tersengat listrik
Halusinasi Viseral (perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya)
Memegang badanya yang dianggap berubah bentuk dan tidak nirmal seperti biasanya
Mengatakan perutnya menjadi mengecil setalah minum softdrink
4. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupun dari keluarganya. Faktor presdisposisi dapat meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis dan genetic.
a. Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubunngan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan
b. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengarih terhadap terjadinya ganggua jiwa. Jika seseorag mengalami stress secara berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang daoat bersifat halusinogenik neurokimia.
d. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada ganggua orientasi realitas
e. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
5. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk menghadapinya. Adanya ransangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepia tau terisolasi sering terjadi pencetus halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh untuk memgeluarkan zat halusinogenik.
6. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat beruap rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah, dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecakhkan masalah halusniasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang indivudu sebagai makhluk yangn dibangun atas dasar unusr-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu sebagai berikut:
a. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
c. Dimensi Intelektual
Dimensi Intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami halusinasi akan memperlaihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu yang mengalami halusinasi menunjukan kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seoalh-olah ia nerupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperwatan pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak terjadi.
e. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di atas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasi dirinya, individu kehilangan kontrol terhadap kehidupan nyata.
7. Tahapan Halusinasi a. Tahap 1 (Non-Psikotik) Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada kilen, tingkat orientasi
sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenagkan bagi klien
Karakteristik:- mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan - Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan - Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kesdaran
Perilaku yang muncul : - tersenyum atau tertawa sendiri - menggerakkan bibir tanpa suara - pergerakan mata yang cepat- respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi
b. Tahap II (Non-psikotik) Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipati.
Karakteristik:
- Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut
- Mulai merasa kehilangan kontrol
- Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul: - Terjadi peningkatakan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah- Perhatian terhadap lingkungan menurun - Konsentrasi terhadap pengalaman sensori pun menurun - Kehilangan kemamouan dalam membedakan antara halusinasi dan realita
c. Tahap III (Psikotik) klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik: - Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya - Isi halusinasi menjadi atraktif - Klien menjadi kesepaian bila pengalaman sensorinya berakhir
Perilaku yang muncul:- Klien menuruti perintah halusinasinya - Sulit berhubungan dengan orang lain- Perhatian terhadap lingkunngan sedikit atau sesaat - Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata - Klien tamoak tremor dan berkeringat
d. Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien tamoak panic
Perilaku yang muncul:
- Resiko tinggi mencederai
- Agitasi/kataton
- Tidak mampu merespons rangsangan yang ada
Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali dengan seorang yang menarik diri dari lingkungannya karena orang tersebut menialai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya yang menyruh pada kejelekan, maka akan berisiko terhadap perilaku kekerasan
III. Rentang Respon (Aspek Neurobiologis)
Adaptif Maladaptif
Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/delusi
Persepsi kuat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
Pengalaman atau kurang Perilaku disorganisasi
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak biasa Isolasi sosial
Berhubungan sosial Menarik diri
IV. A. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul:
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronis
2. Data yang Perlu Dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikajiPerubahan persepsi sensori: halusinasi Subjektif:
Klien mengatakan mendengar sesuatu Klien megatakan melihat bayangan putih Klien mengatakan seperti disengat listrik Klien mengatakan mencium bau-bauan yang
tidak sedap Klien mengatakan kepalanya melayang di udara Klien mengatakan dirinya merasakan ada
sesuatu yang berbeda pada dirinya
Objketif Klien terlihat berbicara atau tertawa senidiri saat
dikaji Berhenti berbicara ditengah-tnegah kalimat
untuk mendengarkan sesuatu Disorientasi Konsentrasi rendah Pikiran cepat berubah-ubah Kekacuan alur pikiran
B. Pohon Masalah
Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan
Core Problem
Causa Isolasi Sosial
Harga diri rendah kronis
V. Diagnosa Keperawatan
Peruabahan persepsi sensori: halusinasi
VI. Rencana Tindakan Keperawatan (terlampir)
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi